Bab 10 Kembali Ke Pulau Hong Hoang to
Setelah menempuh perjalanan
hampir sepuluh hari. barulah Thio Han Liong tiba di pesisir utara. Banyak
sekali perahu nelayan di sana. Thio Han Liong menuntun kudanya menghampiri
seorang nelayan tua.
"Paman tua," tanya
anak kecil itu. "Di mana Paman Kwa Kiat Lam?"
"Kwa Kiat Lam?"
Nelayan tua itu tampak terkejut. "Anak kecil, mau apa engkau
mencarinya?"
"Mau minta tolong
kepadanya mengantarku ke sebuah pulau," sahut Thio Han Liong.
"Anak kecil...."
Nelayan tua itu menggeleng-gelengkan
kepala- "Percuma engkau
mencarinya."
"Kenapa?"
"Dia tidak akan
mengantarmu ke pulau itu, sebaliknya malah akan memukulmu."
"oh?" Thio Han Liong
tertegun. " Paman tua, katakan dia berada di mana?"
"Anak kecil...."
Nelayan tua itu menghela nafas panjang.
"Kenapa engkau berkeras
ingin menemuinya?"
"Paman tua...."
"Baiklah" Nelayan
tua itu menunjuk ke arah kiri- "Itu adalah kapalnya- Dia pasti berada di
dalam kapalnya itu-"
"Terima kasih, Paman
tua," ucap Thio Han Liong, lalu segera menuntun kudanya ke sana. sampai di
tempat itu ia berteriak-teriak
"Paman Kwa Kiat Lam, aku
Han Liong ingin bertemu Paman Kwa Kiat Lam..."
Thio Han Liong terus
berteriak-teriak memanggil orang tersebut- Berselang sesaat. tampak sosok
bayangan melesat keluar dari kapal itu, mengarah Thio Ha n Liong, lalu berdiri
di hadapannya.
"Paman Kwa...."
Betapa girangnya Thio Han Liong.
"Bocah" bentak orang
itu dengan wajah gusar, usia-nya empat puluhan bermuka hitam. "Kenapa
engkau berteriak-teriak memanggil namaku? Mau cari mampus ya?"
" Paman Kwa" Thio
Han Liong seaera memberi hormat. "
Tolong antar aku ke pulau Hong
Hoang to di Pak Hai"
"Apa?" Kwa Kiat Lam
melotot. "Engkau berani menyuruhku mengantarmu ke pulau yang di Pak Hai?
Hm Putra kaisar pun tidak akan kuantar ke sana, apalagi engkau"
"Paman Kwa, ayahku
bernama Thio Bu Ki." Thio Han Liong memberitahukan.
"Apa?" Air muka Kwa
Kiat Lam langsung berubah- "Bocah sungguh berani engkau mengaku sebagai
anak Thio Kauwcu."
"Ayahku bukan Thio
Kauwcu, melainkan Thio Bu Ki- ibuku bernama Tio Beng."
"Engkau sendiri bernama
apa?"
"Thio Han Liong-"
"Bocah, betulkah engkau
anak Thio Kauwcu?"
"Paman Kwa, aku anak Thio
Bu Ki, bukan anak Thio Kauwcu," sahut Thio Han Liong dan bertanya,
"Kenapa Paman memanggil
ayahku Thio Kauwcu? Kauwcu apa ayahku?"
"Bocah" Kwa Kiat Lam
menatapnya tajam. "Engkau punya bukti bahwa engkau adalah anak Thio Bu
Ki?"
"Bukti?" Thio Han
Liong mengerutkan kening sambil berpikir. "oh ya Ayahku pernahmengajarku
Thay Kek Kun, bagaimana kalau aku memperlihatkan Thay Kek Kun itu?"
"Baik" Kwa Kiat Lam
mengangguk. Thio Han Liong segera mempertunjukkan ilmu silat tersebut, dan Kwa
Kiat Lam menyaksikannya dengan mulut ternganga karena kagumnya.
"Bagaimana Paman
Kwa?" tanya Thio Han Liong seusai mempertunjukkan ilmu silat itu.
"Sudah percayakah kalau
aku anak Thio Bu Ki?"
"Han Liong" sahut
Kwa Kiat Lam sambil memberi hormat-
"Terimalah hormatku Tidak
disangka aku akan bertemu anak Thio Bu Ki Ha ha ha—"
Kwa Kiat Lam memberi hormat
kepada Thio Han liong, anak Thio Bu Ki-"
"Paman Kwa—" Thio
Han Liong cepat-cepat balas memberi hormat-
"Han Liong," tanya
Kwa Kiat Lam penuh perhatian. "Bagaimana keadaan ayah dan ibumu?"
"Ayah dan ibu—" Thio
Han Liong menutur tentang kejadian itu, kemudian menutur juga mengenai dirinya
yang meloloskan diri dari tangan para Dhalai Lhama.
"sungguh jahat Cu Goan
Ciang" ujar Kwa Kiat Lam sambil mengepal tinju dan menambahkan,
"Aku akan membunuhnya
kelak"
"Cu Goan ciang? Bukankah
beliau kaisar?" Thio Han Liong tercengang. "Kenapa Paman Kwa ingin
membunuh kaisar?"
"seharusnya ayahmu yang
menjadi kaisar, tapi dengan cara yang licik dia menggeser ayahmu, akhirnya dia
yang menjadi kaisar-"
"Paman Kwa—" Thio
Han Liong terheran-heran.
"Aku— aku sama sekali
tidak mengerti."
"Ayahmu tidak pernah
menceritakan tentang dirinya?" Kwa Kiat Lam menatapnya.
"Tidak pernah-"
"oooh" Kwa Kiat Lam
manggut-manggut. " Engkau masih kecil, tentunya ayahmu tidak menceritakan
tentang kejadian itu"
Paman Kwa. tolong antar aku
pulang ke pulau Hong Hoang to"
Pulau Hong Hoang to? Di Pak
Hai tidak ada pulau Hong Hoang to," ujar Kwa Kiat Lam.
"Pulau itu adalah tempat
tinggal kami-" Thio Han Liong memberitahukan.
"oooh" Kwa Kiat Lam
manggut-manggut, kemudian menepuk bahu Thio Han Liong seraya berkata,
"Kebetulan aku memiliki
kapal yang cukup besar- Kalau tidak, pasti tidak bisa mengantarmu ke pulau
itu."
"Terima kasih,
Paman" ucap Thio Han Liong, "oh ya, kudaku?"
"Berikan saja kepada
nelayan tua itu" sahut Kwa Kiat Lam.
"
"Suruh dia jual kudamu,
uang itu kasihkan dia saja"
"ya." Thio Han Liong
segera menuntun kudanya ke tempat nelayan tua.
"Paman tua, aku sudah
bertemu Paman Kwa."
"oh?" Nelayan tua
itu memandang ke arah Kwa Kiat Lam.
"Dia... dia tidak
memukulmu?"
"Tidak." Thio Han
Liong tersenyum,
"sebaliknya malah
bersedia mengantarku ke pulau yang di Pak Hai itu."
"oh? syukurlah" ucap
nelayan tua itu.
"Paman tua" Thio Han
Liong memberitahukan.
Aku sudah mau berlayar, kuda
ini kuberikan kepada Paman tua saja."
"Apa?" Nelayan tua
itu terbelalak: "Kuda ini engkau berikan kepadaku?"
"ya." Thio Han Liong
tersenyum, lalu menyerahkan tali les kuda ilu kepada nelayan tua itu.
"Anak kecil" panggil
nelayan tua itu.
Namun Thio Han Liong sudah
berjalan pergi, kemudian bersama Kwa Kiat Lam memasuki sebuah kapal.
-ooo00000ooo-
Ketika sang surya mulai
condong ke barat, pemandangan di pantai pulau Hong Hoang to sungguh indah
menakjubkan. Thio Bu Ki danTio Beng duduk di dekat pantai sambil menikmati
keindahan panorama. Berselang beberapa saat, mendadak Tio Beng menghela nafas
panjang.
"sudah empat
tahun..." gumam Tio Beng sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kita sama sekali tidak
tahu Han Liong masih hidup atau sudah mati."
"Beng Moay," sahut
Thio Bu Ki sambil memandang jauh ke depan.
"Aku yakin anak kita
baik-baik saja."
"Tapi sudah empat
tahun...."
"yaah" Thio Bu Ki
menghela nafas panjang.
"Keadaanku belum pulih-
Aku menyuruhmu ke Tionggoan mencari Han Liong, namun engkau bilang harus pergi
bersamaku."
"Bu Ki Koko" Tio Beng
memandangnya. "Bagaimana mungkin aku meninggalkanmu dalam keadaan belum
pulih?"
"Beng Moay" Thio Bu
Ki menggeleng-gelengkan kepala. "Tak disangka nasib kita jadi begini"
"Bu Ki Koko, aku sama
sekali tidak menyesal bersamamu, hanya saja... kita kehilangan Han Liong."
Tio Beng mulai terisak-isak-
"Beng Moay,
percayalah" ujar Thio Bu Ki yakin- "Kita tidak akan kehilangan Han
Liong."
"Tapi-..." Tio Beng
memandang jauh ke depan. Mendadak ia terbelalak.
"Ada sebuah kapal
datang"
"oh?" Thio Bu Ki langsung
memandang jauh ke depan, la menarik nafas lega seraya berkata,
"Itu bukan kapal perang,
melainkan kapal biasa, mungkin kapal dagang."
"Tapi-.." Tio Beng
mengerutkan kening. "Kenapa kapal itu ke mari?"
"Ya." Thio Bu Ki
manggut-manggut. "Memang mengherankan. Apakah mungkin kapal itu kehabisan
bahan bakar, maka terpaksa berlabuh di sini?"
"Bu Ki Koko," ujar
Tio Beng berpesan. "Kita harus berhati-hati. Kalau yang datang itu adalah
utusan cu Goan ciang...."
"Ngmmm" Thio Bu Ki
mengangguk- "Kalau begitu, mari kita bersembunyi sambil mengintip kapal
itu"
"Baik," sahut Tio
Beng.
Mereka berdua segera
bersembunyi di balik sebuah batu besar, lalu mengintip ke arah kapal yang sudah
berlabuh itu. seorang lelaki dan seorang anak kecil meloncat turun dari kapal
itu. siapa mereka? Ternyata Kwa Kiat Lam dan Thio Han Liong. Karena berada di
tempat yang agak jauh, maka Thio Bu Ki dan Tio Beng tidak dapat melihat jelas
anak kecil itu, lagipula kini Thio Han Liong bertambah agak besar, sehingga
Thio Bu Ki dan Tio Beng tidak mengenali bentuk tubuhnya dari jauh.
"Heran?" gumam Tio
Beng. "siapa mereka? Kelihatannya anak kecil itu mengenali tempat
ini."
"Beng Moay" seru
Thio Bu Ki mendadak- "Jangan-jangan anak kecil itu Han Liong"
"oh?" Tio Beng
tampak tegang. "Mari kita sapa mereka Mudah-mudahan anak kecil itu Han
Liong"
Mereka berdua segera meloncat
ke luar dari balik batu, kemudian cepat-cepat menghampiri anak kecil itu.
Terdengarlah suara seruan yang sangat menggembirakan. "Ayah Ibu..."
Itu adalah suara seruan Thio
Han Liong.
"Han Liong Han
Liong..." sahut Tio Beng dengan air mata berlinang-linang saking gembira.
"Anakku..."
"Ibu" Thio Han Liong
mendekap di dada Tio Beng. fsak tangis pun meledak di saat itu.
"Nak-..." Tio Beng
membelainya.
sementara Kwa Kiat Lam terus
memperhatikan Thio Bu Ki, lama sekali barulah ia memberi hormat.
"Thio Kauwcu, terimalah
hormatku"
"Maaf" Thio Bu Ki
menatapnya, "siapa Anda?"
"Thio Kauwcu, aku adalah
Kwa Kiat Lam, mantan anak buah Kauwcu."
"Kwa Kiat Lam...."
Thio Bu Ki terus berpikir,
kemudian terlawa gembira. "Aku ingat sekarang. Bukankah aku
pernah-.."
"Tidak salah- Kauwcu
memang pernah menyelamatkan nyawaku, setelah itu aku masuk menjadi anggota Beng
Kauw," ujar Kwa Kiat Lam.
"saudara Kwa" Thio
Bu Ki memegang bahunya. "Terima kasih atas kebaikanmu mengantar anakku
pulang. "
"Jangan berkata begitu
Kauwcu" Kwa Kiat Lam tersenyum. "Aku gembira sekali bisa berjumpa
dengan Kauwcu." "saudara Kwa" Thio Bu Ki tersenyum getir.
"Beng Kauw sudah bubar,
maka engkau jangan memanggilku Kauwcu lagi"
Kauwcu—." Kwa Kiat Lam
menggeleng-gelengkan kepala. "Ayah" Thio Han Liong mendekatinya.
"Ayah,.."
"Nak," Thio Bu Ki
membelainya dengan penuh kasih sayang.
"Engkau bertambah besar,
ayah», ayah girang sekali." "Bu Ki Koko dan saudara Kwa" ujar
Tio Beng. "Mari kita bercakap-cakap di rumah saja" "Terima
kasih. Nyonya," ucap Kwa Kiat Lam.
Mereka berempat berjalan
menuju gubuk tempat tinggal Thio Bu Ki dan Tio Beng. Berselang beberapa saat
kemudian,
sampailah mereka di gubuk itu.
Mereka berempat duduk berhadapan di dalam gubuk ilu. Thio Han Liong terus
memandang wajah ke dua orangtuanya.
"Nak," ujar Thio Bu
Ki sambil menghela nafas panjang.
"wajah kami telah rusak
terbakar oleh Liak Hwee Tan yang beracun."
"Tidak bisa diobati lagi?"
tanya Thio Han Liong."
"Bisa. Tapi--.."
Thio Bu Ki menggeleng-gelengkan kepala.
"sulit sekali mencari
obatnya."
"obat apa?"
"soat Lian (Teratai
salju)." Thio Bu Ki memberitahukan. " Hanya tumbuh di gunung soat sat
yang amat dingin, dan setiap lima ratus tahun berbunga sekali."
"oooh"
Thio Han Liong manggut-manggut
dan berjanji dalam hati, kelak ia pasti ke gunung soat san mencari soat Lian.
"Nak" Tio Beng
tersenyum. "Tuturkaniah pengalamanmu selama empat tahun ini, cara
bagaimana engkau meloloskan diri dari para Dhalai lama dan tinggal di
mana?"
Ya-" Thio Han Liong
mengangguk, lalu menutur tentang ia meloloskan diri dari para Dhalai Lhama,
kemudian bekerja di rumah Tan Ek seng dan di rumah Lie Cong Peng.
"Nak" Tio Beng
manggut-manggut bangga. "Tak disangka engkau begitu tabahi bahkan mampu
pula hidup mandiri, padahal engkau baru berusia tujuh tahun."
"Betul-betul luar
biasa" ujar Kwa Kiat Lam. "Aku kagum dan salut kepadanya,
sungguh"
"Nak" Thio Bu Ki
tersenyum. "Itu merupakan pengalaman yang amat berharga bagimu, jadi
engkau tahu dalam rimba persilatan terdapat orang baik dan orang jahat."
"oh ya" Mendadak Tio
Beng tertawa geli- "Nak, engkau sungguh-sungguh menyukai gadis kecil
bernama Tan Giok Cu itu?"
"Ya-" Thio Han Liong
mengangguk- " Dia adalah gadis kecil yang baik hati, lagipula sangat
memperhatikanku."
"ohi ya?"
Thio Bu Ki tertawa.
"Kalian berdua masih begitu kecil, tapi sudah saling menyukai. Bukan main
itu"
"Ayah-—" Wajah Thio
Han Liong langsung memerahi
"Nak," pesan Thio Bu
Ki. "Kalau gadis kecil itu begitu baik dan menaruh perhatian kepadamu,
engkau pun tidak boleh mengecewakannya."
"ya. Ayah-" Thio Han
Liong mengangguki kemudian tertawa. "Aku ingat pada siang Thiam
Chun."
"Kenapa?" tanya Tio
Beng.
"Dia pernah
kukerjai." tutur Thio Han Liong tentang kejadian itu dan menambahkan.
"Untung aku usil. Kalau
tidak, kakak Hiang pasti sudah celaka di tangan siang Thiam Chun itu"
"Itu bukan usil."
Tio Beng tersenyum. "Melainkan perbuatan seorang pendekar."
"Betul." Thio Bu Ki
manggut-manggut. "Nak, kelak engkau harus menjadi seorang pendekar yang
gagahi berhati bajik dan berbudi luhur."
"Ya, Ayah-" Thio Han
Liong mengangguki
"Oh ya, aku bertemu si Mo
(iblis Dari Barat), sungguh jahat si Mo itu, dia menyiksaku karena aku tidak mau
menjadi muridnya."
"Si Mo?" Thio Bu Ki
tertegun, kemudian memandang Kwa Kiat Lam seraya bertanya,
"Engkau tahu tentang si
Mo itu?"
"Aku pernah dengar
tentang si Mo dan lainnya," jawab Kwa Kiat Lam memberitahukan.
"Belum lama ini dalam
rimba persilatan telah muncul empat jago dan seorang pembunuh misterius. Ke
empat jago itu adalah Tong Koay.Oey su Bin, si mo-Bu yung Hok, Lam Khie-Toan
Thian Ngie dan Pak Hong-Lim Bun Kim. si mo-Buyung Hok adalah ketua golongan
hitam, sedangkan Tong Koay.Oey su Bin adalah ketua golongan sesat."
"oh?" Thio Bu Ki
terbelalak- "Seratus tahun lalu juga terdapat empat jago dalam dunia
persilatan. Mereka adalah Tong sla-Oey yok su, si Tok Ouw yang Hong, Lam
Ti-Toan Hong ya dan Pak Kay-Ang cit Kong. Tong Koay-Oey suBin, apakah dia punya
hubungan deng Tong sia-Oey yok su? Lam Khie-Toan Thian Ngie, mungkinkah dia
berasal dari Tayli?"
"Bu Ki Koko" tanya
Tio Beng. "Engkau kok tahu tentang itu?"
"Aku mendengar dari Thay
suhu." Thio Bu Ki memberitahukan, lalu bertanya lagi kepada Kwa Kiat Lam.
"Tentang si pembunuh
misterius itu?"
"Dia telah membantai
Hweeshio-hweeshio siauw Lim sie tingkatan Goan,"jawab Kwa Kiat Lam.
"Ha a h?" Bukan main
terkejutnya Thio Bu Ki dan Tio Beng. "siapa pembunuh misterius itu?"
"Tiada seorang kaum rimba
persilatan mengetahuinya. Bahkan belum lama ini tersiar suatu berita yang amat
mengejutkan, yakni pembunuh misterius itu berhasil melukai Keng Ti seng
Geng." ujar Kwa Kiat Lam dan menambahkan.
"saksi mata adalah-— song
wan Kiauw."
" Apa?" Thio Bu Ki terbelalak-
"Benarkah itu?"
"Aku yakin benar"
sahut Kwa Kiat Lam- "Kini dalam rimba persilatan telah timbul berbagai
badai-"
"Itu—" Thio Bu Ki
menggeleng-gelengkan kepala-"Sungguh di luar dugaan, pembunuh misterius
itu dapat melukai Keng Ti seng Ceng, membuktikan kepandaiannya sangat tinggi
sekali-"
Kepandaian ke empat jago itu
pun sangat tinggi sekali. Bahkan Tong Keay telah mengalahkan ketua Hwa san Pay
dan Kun Lun Pay."
"oh?" Thio Bu Ki
mengerutkan kening, kemudian memandang Thio Han Liong seraya bertanya,
"Lalu bagaimana setelah
si Mo menyiksamu?"
"Mendadak terdengar suara
kecapi dan suling. Begitu mendengar suara musik itu, si Mo langsung
kabur," jawab Thio Han Liong memberitahukan,
"setelah itu muncul empat
wanita berpakaian putih dan seorang wanita berpakaian kuning. Wanita berpakaian
kuning itu sangat cantik sekali, wajahnya putih bagaikan salju, berusia empat
puluhan."
"siapa wanita itu?"
tanya Thio Bu Ki.
"Wanita itu kenal
ayah" jawab Thio Han Liong lalu membaca sebuah syair.
"Di belakang Ciong Lam
san, terdapat Kuburan Mayat Hidup, Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak
muncul lagi di dunia Kang-ouw. Wanita itu membaca syair ini, katanya ayah pasti
ingat."
"Betul. Ayah sudah ingat
siapa wanita itu." Thio Bu Ki manggut-manggut. "Dia yang
menyelamatkan Kay Pang dan pernah pula menyelamatkan cia sun. Wanita itu she
Yo-"
"Betul, wanita itu memang
she Yo" ujar Thio Han Liong. "Dia juga yang memberi petunjuk ke
pesisir mencari Paman Kwa."
"oooh" Kwa Kiat Lam
manggut-manggut. "Pantas engkau tahu namaku, tapi sebetulnya siapa wanita
she Yo itu?"
"Kemungkinan
besar..." jawab Thio Bu Ki. "Dia adalah turunan sin Tiauw Tayhiap Yo
Ko dan siauw Liong Li. sebab, siauw Liong Li berasal dari partai KouwBok Pay
(Partai Kuburan Tua) yang terletak di belakang Ciong Lam san."
"Haaah-.." Kwa Kiat
Lam terbelalak. "oh ya, kepandaian para Dhalai Lhama itu..."
"Memang tinggi sekali
kepandaian mereka, karena mereka memiliki semacam ilmu istimewa, yakni mampu
menggabungkan Lweekang mereka untuk memukul pihak lawan. Aku terserang oleh
pukulan itu, kemudian terbakar lagi oleh Liak Hwee Tan yang mereka sambitkan
itu." ujar Thio Bu Ki menjelaskan. "Aku yakin tiada seorang jagopun
di Tionggoan yang mampu menandingi mereka."
"Begitu tinggi kepandaian
para Dhalai Lhama itu?" gumam Kwa Kiat Lam.
Ya" Thio Bu Ki
mengangguk- "Mereka berjumlah sembilan, bisa membentuk suatu formasi,
itulah kehebatan mereka."
"Aku tidak pernah
mendengar tentang para Dhalai Lhama itu, mungkinkah mereka sudah pulang ke
Tibet?" tanya Kwa Kiat Lam.
"Menurutku..." sahut
Thio Bu Ki. "Cu Goan ciang sudah mengangkat mereka jadi pengawal
pribadi-"
"si keparat Cu Goan ciang
itu, memang tidak tahu diri" caci Kwa Kiat Lam.
"Sudahlah" Thio Bu
Ki tersenyum getir, "itu sudah takdir-Yang penting dia harus jadi kaisar
yang baiki adil dan bijaksana."
Kwa Kiat Lam menghela nafas
panjang. "Aku sudah mengantar Han Liong ke mari, sekarang aku harus
kembali ke Tionggoan."
"saudara Kwa." ujar
Tio Beng. "Bagaimana jika engkau tinggal di pulau ini? sebab kelak Han
Liong masih membutuhkan bantuanmu, dia pasti akan ke Tionggoan."
"Baik" Kwa Kiat Lam
mengangguk-
"Aku pun akan mengajar
engkau ilmu silat tingkat tinggi." ujar Thio Bu Ki sungguh-sungguh
"oh?" Kwa Kiat Lam
langsung memberi hormat. "Terima kasih, Thio Kauwcu Terima kasih—"
Thio Bu Ki tersenyum, kemudian
berkata pada putranya.
"Han Liong, mulai besok
engkau harus giat berlatih Kiu yang sin Kang dan Thay Kek Kun, ayah juga akan
mengajar engkau Kian Kun Taylo Ie"
"ya. Ayah" Thio Han
Liong mengangguk.
-ooo00000ooo-
sementara di kuil siauw Lim
sie justru terjadi sesuatu. Malam hari ketika para Hweeshio sedang Liam Keng
(Membaca Doa), mendadak terdengar suara tawa yang memekakkan telinga.
Bersamaan itu, melayang turun
sosok bayangan di depan kuil siauw Lim sie itu, yang ternyata si Pembunuh
Misterius.
"Keng Ti seng Ceng Keng
Bun Hong Tio" seru si Pembunuh Misterius itu sambil mengerahkan
Lweekang-nya, sehingga suara seruannya bergema ke dalam kuil. Tak lama
kemudian, muncullah dua Hweeshio tua dan belasan Hweeshio lain berusia lima
puluhan. Mereka adalah siauw Lim Cap Pwee Lo Han, masing-masing membawa
sebatang toya. Kedua Hweeshio tua itu adalah Keng Ti seng Ceng dan Keng Bun
Hong Tio (Ketua siauw Lim).
"Omitohud" ucap Kong
Ti seng Ceng. " Engkau sudah ke mari"
"Ha ha ha" si
Pembunuh Misterius tertawa gelak
"Malam ini aku ke mari
untuk minta petunjuk pada Kong Bun Hong Tio"
"omitohud" sahut
Kong Bun Hong Tio-
"Kenapa engkau membunuh
para Hweeshio di sini?"
"Karena aku sangat dendam
pada siauw Lim Pay" ujar si Pembunuh Misterius.
"Oleh karena itu, malam
ini aku akan mencabut nyawa kalian"
"Omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio-
"Lebih baik engkau
bertobat daripada terus berbuat dosa"
"Sudahlah. Jangan cuma
omong kosong, malam ini juga aku akan menantang tiga Tetua siauw lim pay"
"Omitohud" Kong Bun
Hong Tio menggeleng-gelengkan kepala.
" Kalau begitu, aku saksa
harus menghadapimu"
"Ha ha ha" si
Pembunuh Misterius tertawa gelak "Memang harus Kita bertanding sepuluh
jurus saja. Kalau engkau sama sekali tidak terluka dalam sepuluh jurus, aku
akan memberitahukan siapa diriku dan akan segera angkat kaki dari sini. namun,
apabila engkau kalah atau terluka, maka harus mengantarku menemui tiga Tetua
itu"
"Baik" Kong Bun Hong
Tio manggut-manggut.
"Suheng" bisik Kong
Ti seng Ceng, lalu mengajak belasan Hweeshio itu menyingkir.sementara si
Pembunuh Misterius sudah mulai mengerahkan Iwekangnya. Begitu pula Kong Bun
Hong Tio, mereka berdua saling menatap. Mendadak si Pembunuh Misterius membentak
sambil menyerang.
"Jurus pertama"
Si Pembunuh Misterius langsung
menyerangnya dengan ilmu Cing Hwee ciang. sepasang telapak tangannya
mengeluarkan cahaya kehijau-hijauan mengarah pada Keng Bun Hong Tio. Keng Bun
Hong Tio tidak berkelit, melainkan berusaha menangkis serangan itu dengan ilmu
Kim Keng Hok Mo Ciang. ilmunya itu memang telah mencapai tingkat kesempurnaan,
setelah menangkis, Keng Bun Hong Tio balas menyerang.
Terjadilah pertarungan yang
amat menegangkan. Keng Bun Hong Tio berdiri diam sambil menggerakkan sepasang
tangannya, sedangkan si Pembunuh Misterius berkelebat ke sana ke mari menyerang
padri tua. Tak terasa sudah lewat delapan jurus, hanya tersisa dua jurus lagi.
si Pembunuh Misterius penasaran sekali, karena belum dapat merobohkan Keng Bun
Hong Tio. Tiba-tiba ia bersiul panjang, lalu menyerang Keng Bun Hong Tio dengan
jurus Cing HweeBu Ceng (Api Hijau Tiada Perasaan). Tabuhnya berputar-putar ke
atas, kemudian menukik turun sambil menggerakkan sepasang telapak tangannya
menyerang ubun-ubun Keng Bun Hong Tio. Paderi tua itu tetap berdiri di tempat,
namun mendadak ia mengangkat sepasang telapak tangan ke atas menangkis serangan
itu- "
Ternyata Keng Bun Hong Tio
mengeluarkan jurus Kim Keng Toh Ceng (Arhat Mengangkat Lonceng). Prakk
Terdengar huura benturan dahsyat. si Pembunuh Misterius terpental ke atas,
sedangkan badan Keng Bun Hong Tio berubah agak pendeki karena sepasang kakinya
amblas ke dalam tanah- si Pembunuh Misterius yang terpental ke atas, mendadak
saja cepat berjungkir balik dan langsung menyerang Kong Bun Hong Tio dengan
jurus Cing Hwee sao Te (Api Hijau Membakar Bumi).
Kong Bun Hong Tio yang tidak
bergerak menyambut serangan itu dengan jurus Kim Kong Hok Mo (Arhat Menaklukkan
iblis), sepasang tangan padri tua ini mengeluarkan cahaya kekuning-kuningan
menangkis sepasang telapak tangan yang bersinar kehijau-hijauan itu. Daarrr
suara ledakan dahsyat memekakkan telinga, ketika benturan terjadi.
si Pembunuh Misterius itu
terpental ke atas lagi, sedangkan sepasang kaki Kong Bun Hong Tio semakin
amblas ke dalam tanah. sudah sepuluh jurus mereka berdua bertanding, si
Pembunuh Misterius berjungkir balik ke bawahi lalu mendekati Kong Bun Hong Tio-
Kong Bun Hong Tio tersenyum sambil meloncat ke atas. Padri tua itu sama sekali
tidak terluka.
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio-
"Kita telah bertanding
sepuluh jurus, aku tidak terluka maupun roboh di tanganmu"
"Hm" dengus si
Pembunuh Misterius dingin-"Engkau memang hebat, aku kagum padamu."
"Sesuai dengan janji,
maka engkau harus memberitahukan tentang dirimu" ujar Kong Bun Hong Tio
sambil memandangnya.
"Baik" si Pembunuh
Misterius mengangguk
"Kalian dengar, aku
bernama seng Hwi Hun, Goan Pek Lek-Chiu-seng Kun adalah ayahku"
"Omitohud, ternyata
engkau anaknya seng Hwi, engkau harus tahu...."
"Aku memang sudah
tahu" potong seng Hwi.
"Kalian semua membiarkan
cia sun membutakanmata ayahku, tak lama kemudian ayahku binasa. Karena itu, aku
harus balas dendam Kalian dengar baik-baik, lima tahun kemudian aku akan ke
mari lagi membuat perhitungan."
seng Hwi melesat pergi,
sementara Keng Bun Hong Tio masih tetap berdiri di tempat.
"suheng...." Keng Ti
seng Ceng menghampirinya.
"uaaaakh—" Mendadak
Keng Bun Hong Tio muntah darah segar.
"suheng"
Bukan main terkejutnya Keng Ti
seng Ceng.
" Engkau terluka?"
Keng Bun Hong Tio mengangguk.
"Sungguh hebat ilmu
pukulan cing Hwee Ciang itu, aku harus terus bertahan agar tidak muntah darah
di hadapannya."
"suheng..." Keng Ti
seng Ceng segera memapahnya ke dalam kuil, belasan Hweeshio itu pun ikut ke dalam.
"Aaaa]f\..." Keng
Bun Hong Tio duduk sambil menghela nafas panjang.
"untung Kim Keng sin Kang
ku telah sempurna, kalau tidak mungkin aku sudah mati di tangan seng Hwi
itu"
"Bagaimana luka
suheng?" Tanya Keng Ti seng Ceng cemas.
"Tidak apa-apa. Hanya
saja, aku harus beristirahat beberapa bulan agar bisa pulih." jawab Keng
Bun Hong Tio sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Lima tahun kemudian, dia
akan ke mari lagi, entah apa yang akan terjadi-"
"suheng." ujar Keng
Ti seng ceng sambil mengerutkan kening.
"Aku yakin seng Hwi itu
telah salah paham terhadap kita. Aku tahu, seng Kun sangat licik, tentunya
menceritakan yang bukan-bukan pada seng Hwi"
"sutee" Keng Bun
Hong Tio menggeleng-gelengkan kepala. "Aku justru tidak habis pikir, kapan
seng Kun beristeri?"
"Tentunya sebelum jadi
murid Keng Kian suheng, sebab Seng Hwi kelihatan sudah berusia tiga
puluhan." ujar Kong Ti seng Ceng.
"Tapi, dari mana dia
memperoleh ilmu Cing Hwee ciang itu?"
"Memang
mengherankan"
Kong Bun Hong Tio menghela
nafas panjang.
"Lima tahun kemudian,
kepandaiannya pasti bertambah tinggi, sedangkan kita bertambah tua. Aku kuatir
siauw Lim Pay akan dihancurkannya."
"suheng, menurut aku
lebih baik kita mohon petunjuk pada ke tiga paman guru."
Kong Bun Hong Tio menggelengkan
kepala. "Itu tidak baik, kecuali terpaksa"
Kong Ti seng Ceng
manggut-manggut. "Baik, kalau begitu kita tunggu saja"
"Tapi—"
Kong Bun Hong Tio menatapnya
seraya berkata. "Kita pun harus terus berlatih mempersiapkan diri untuk
melawan seng Hwi lima tahun yang akan datang"
"Ya, suheng" Kong Ti
seng ceng mengangguk.
-ooo00000ooo-