Anak Naga Chapter 11: Berangkat Ke Tionggoan

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 11: Berangkat Ke Tionggoan
Bab 11 Berangkat Ke Tionggoan

Waktu terus berlalu, sementara itu Thio Han Liong terus berlatih Kiu yang sin Kang, Thay Kek Kun dan Kian Kun Taylo Ie- stapya tiba-tiba ia berlatih Kiu im Pek Kut Jiauw-Tak terasa sudah berlalu lima tahun, kini Thio Han Liong sudah berusia enam belas tahun, bertambah besar dan tampan.

"Han Liong," Thio Bu Ki mendekatinya. "Hari ini ayah akan mengajar engkau semacam ilmu pedang."

"Terima kasih. Ayah" ucap Thio Han Liong.

Thio Bu Ki mulai mengajarnya ilmu pedang, Thio Han Liong memang berotak cerdas, cuma beberapa hari ia sudah dapat menguasai ilmu pedang itu. Malam ini, Thio Bu Ki, Tio Beng, Kwa Kiat Lam dan Thio Han Liong duduk di dalam gubuki saat itu wajah Thio Bu Ki tampak agak serius.

"Han Liong." ujar Thio Bu Ki.

"Kini kepandaianmu sudah cukup tinggi, lagipula usiamu sudah enam belas tahun. Ayah harus menceritakan tentang diri ayah dan ibu kepadamu sekarang."

Thio Han Liong mendengar dengan penuh perhatian kelika Thio Bu Ki mulai menceritakan riwayat hidupnya, semakin mendengar Thio Han Liong semakin tertarik,

"setelah berhasil menguasai Kiu yang sin Kang, ayah meninggalkan lembah itu, lalu menyatukan mo Kauw yang

dalam pertikaian, sejak itu berdirilah Beng Kauw, ayah diangkat sebagai Kauwcu."

"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Pantas Paman Kwa memanggil Ayah Kauwcu." "Han Liong," Thio Bu Ki tersenyum. "Sesungguhnya ibumu adalah orang Mongol." "oh?" Thio Han Liong terbelalak mendengar hal itu. "Benar" Tio Beng tersenyum.

"Ibu adalah Putri Mongol, namun karena mencintai ayahmu, maka ibu ikut ayahmu."

"Beng Kauw berhasil meruntuhkan Dinasti Goan. setelah itu secara licik sekali Cu Goan ciang mengangkat dirinya sebagai kaisar" sela Kwa Kiat Lam.

"Padahal Cu Goan ciang adalah anak buah ayahmu, seharusnya ayahmu yang jadi kaisar"

"oh?" Thio Han Liong memandang ayahnya.

"Han Liong...." Thio Bu Ki menggelengkan kepala.

"Ayah sama sekali tidak berniat jadi kaisar, ayah berjuang hanya demi membebaskan penderitaan rakyat."

"Tapi—" sela Kwa Kiat Lam lagi. "Cu Goan ciang itu memang jahat, dia mengutus pasukan pilihan untuk membunuh ayah dan ibumu."

"Cu Goan ciang kok begitu jahat?" Thio Han Liong mengerutkan kening.

"Han Liong," ujar Kwa Kiat Lam. "Engkau harus membunuh cu Goan ciang..."

"Jangan" potong Thio Bu Ki.

"Han Liong, kalau engkau membunuh cu Goan ciang, pasti akan terjadi peperangan lagi. Rakyatlah yang akan menderita, engkau tidak boleh membunuh Cu Goan ciang."

"Tapi Cu Goan ciang begitu jahat"

"Dia jahat karena khawatir ayah akan memberontak terhadapnya, sesungguhnya dia seorang kaisar yang baik dan sangat memperhatikan nasib rakyat"

"Tapi wajah ayah dan ibu?"

"Ini semua perbuatan para Dhalai Lhama," sahut Thio Bu

Ki.

"Engkau tidak mampu melawan para Dhalai Lhama itu, maka jangan coba mencari mereka"

"ya. Ayah" Thio Han Liong mengangguk-

"Tapi, aku akan ke gunung soat san mencari soat Lian itu untuk menyembuhkan wajah ayah dan ibu-"

"Itu tidak gampang." Thio Bu Ki menggeleng-gelengkan kepala.

"Oh ya, engkau harus ke gunung Bu Tong menemui sucouw dan lainnya. Mohon petunjuk pada sucouw bagaimana mengalahkan para Dhalai Lhama itu"

"Ya, Ayah"

"Setelah itu..." tambah Thio Bu Ki,

"Engkaupun harus ke kuil siauw Lim Sie menemui Kakek Cia sun."

Thio Han Liong mengangguk- Dia merasa heran, kenapa ayahnya berpesan begitu padanya? Mungkinkah ayahnya akan menyuruhnya ke Tionggoan? Tanyanya dalam hati-

"Han Liong," Thio Bu Ki menatapnya- "Engkau boleh ke Tionggoan esok bersama Paman Kwa-"

"Ayah—-"

Dugaan Thio Han Liong tidak meleset, ternyata benar Thio Bu Ki menyuruhnya ke Tionggoan.

"Nak," pesan Tio Beng. "Engkau harus berhati-hati dalam pengembaraanmu, jangan terlampau gampang mempercayai orang Lebih-febih terhadap orang yang bermulut manis."

"Ya, Ibu" Thio Han Liong mengangguk.

"sampai di Tionggoan, engkau pun harus mengunjungi Tan Ek seng dan Lie Ceng Peng yang telah berbudi padamu, jangan lupa itu" pesan Thio Bu Ki.

"Ya, Ayah"

"Nak," Tio Beng menatapnya seraya berkata. "Apabila engkau berhasil mendapatkan soat Lian itu, cepatlah engkau pulang"

"Beng Moay—" Thio Bu Ki menggeleng-gelengkan kepala. "Biarkan saja wajah kita begini, kita tetap tinggal di pulau ini. Tiada orang lain yang akan menyaksikan wajah kita."

"Bu Ki Koko," ujar Tio Beng dengan suara rendah-

"Lambat laun engkau akan merasa bosan terhadap wajahku-"

"Tentu tidak-" Thio Bu Ki tertawa.

Mungkin engkau akan merasa sebal melihat wajahku yang telah rusak ini. ya. kan?"

"Itu tidak mungkin." Tio Beng tersenyum dan menambahkan. " Tapi alangkah baiknya wajah kita bisa sembuh."

"Ayah, Ibu" ujar Thio Han Liong berjanji, "Aku pasti ke gunung soat san untuk mencari Teratai salju itu."

" Terima kasih- Nak," ucap Tio Beng.

"Mudah-mudahan engkau berhasil mendapatkan Teratai salju itu"

"Beng Moay—," Thio Bu Kie menggeleng-gelengkan kepala.

"Han Liong, besok pagi engkau boleh berangkat ke Tionggoan bersama Paman Kwa"

"ya. Ayah" Thio Han Liong mengangguk.

sebuah kapal berlabuh di pesisir utara, kemudian tampak dua orang meloncat turun dari kapal itu. Mereka adalah Kwa Kiat Lam dan Thio Han Liong.

"Paman Kwa," ucap Thio Han Liong, "selamat tinggal"

"Han Liong" Kwa Kiat Lam tersenyum. "Selamat jalan, aku tetap berada di sini. Kapan engkau ingin pulang ke pulau Hong Hoang to- aku pasti mengantar engkau"

"Terima kasih Paman Kwa, sampai jumpa" "sampai jumpa, Han Liong" sahut Kwa Kiat Lam.

Thio Han Liong berjalan pergi. Namun tiba-tiba ia terbelalak karena melihat seorang nelayan tua duduk takjauh dari situ.

"Paman tua Paman tua..." seru Thio Han Liong girang. Nelayan tua itu menatapnya dengan mata terbeliak lebar. "siapa engkau?"

"Paman tua, lima tahun lalu kita pernah bertemu di sini" sahut Thio Han Liong.

"Paman tua sudah lupa?"

"Engkau... engkaukah anak kecil itu?"

Nelayan tua itu tertawa gembira.

"Betul" Thio Han Liong mengangguk.

"Wuah" Nelayan tua itu terus menatapnya d eng a n penuh perhatian.

"Kini engkau sudah besar dan tampan sekali, hati-hati terhadap anak gadis lho"

"Paman tua...." Wajah Thio Han Liong kemerah-merahan.

"Oh ya" Nelayan tua itu teringat sesuatu.

"Kudamu itu bertambah gemuki aku mengurusinya dengan baik"

"Apa?" Thio Han Liong tertegun. "Paman tua tidak menjual kuda itu?"

"tidak," Nelayan tua itu menggelengkan kepala. "Walau aku miskin, tapi tidak sampai hati menjual kuda itu, dia adalah kawanku satu-satunya."

"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian memberikannya puluhan tael perak-

"Eeeh? Anak muda-—" Nelayan tua itu terbelalak melihat uang perak tersebut. "Be— begini banyak?"

"Paman tua" Thio Han Liong tersenyum. "untuk biaya Paman tua dan kuda itu, sampai jumpa"

Thio Han Liong melesat pergi, sehingga membuat mulut nelayan tua itu ternganga lebar.

(Lanjut ke jilid 06)

Jilid 6

"Sungguh hebat kepandaian anak muda itu Ha ha ha..."

Nelayan tua itu tertawa gembira.

Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong sudah tiba di desa Hok An. Wajahnya berseri-seri, ternyata ia teringat akan Tan Giok Cu, maka segeralah ia menuju ke rumah Tan Ek Seng, kepala desa itu.

"Anak muda"

Ah Hiang pelayan di rumah itu menatap Thio Han Liong dengan penuh keheranan.

"Engkau mau mencari siapa?"

"Bibi Hiang, aku ingin menemui Paman Tan," sahut Thio Han Liong.

"Eh?! Tercengang Ah Hiang.

"Kok engkau tahu namaku?"

"Tentu tahu."

Thio Han Liong tersenyum.

"Bibi Hiang sudah lupa kepadaku ya?"

"siapa engkau? Aku... aku sudah tidak ingat lagi," sahut Ah Hiang.

"Bibi Hiang, aku adalah Thio Liong. Masa Bibi Hiang lupa?"

Thio Han Liong tersenyum.

"Engkau... engkau adalah Thio Liong?"

Ah Hiang tertegun.

"Engkau... engkau sudah besar dan tampan sekali. Mari masuk"

"Terimakasih," ucap Thio Han Liong. "Tuan NYonya" teriak Ah Hiang. "Ada tamu istimewa"

Tan Ek Seng dan Lim soat Hong berhambur ke luar dari kamar menuju ruang depan. Mereka terkejut akan suc.ra teriakan Ah Hiang.

"Ah Hiang, ada apa?" tanya Lim Soat Hong.

"Ada tamu istimewa" sahut Ah Hiang sambil menunjuk Thio Han Liong.

"Tuh Tamu istimewa"

"oh?" Lim soat Hong memperhatikan Thio Han Liong yang berdiri di situ. NYonya itu merasa kenal, tapi lupa.

"suamiku, engkau kenal anak muda itu?"

"Kelihatannya memang kenal, tapi...." Tan Ek seng

menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku sudah lupa siapa dia?"

"Paman, Bibi" panggil Thio Han Liong sekaligus memberi hormat.

"Aku adalah Thio Han Liong."

"Hah?" Tan Ek seng dan Lim soat Hong terbelalak-"Engkau... engkau adalah Thio Han Liong?" "Betul-"

"Han Liong—." Lim soat Hong membelainya. "Engkau sudah besar, kami— kami girang sekali-"

"Bibi, di mana Adik manis?" tanya Thio Han Liong mendadak-

"Dia... dia belum pulang-" sahut Lim soat Hong.

"Dia ke mana?" Thio Han Liong heran.

"Han Liong"

Tan Ek seng tersenyum seraya berkata,

"Mari kita duduk, barulah kita bercakap- cakap"

Mereka duduk, Ah Hiang segera menyuguhkan teh lalu mengundurkan diri.

"Han Liong" Tan Ek seng menatapnya seraya bertanya. "Engkau rindu kepada Giok Gu?" "Ya."

Thio Han Liong mengangguk. "Dia... dia pasti sudah besar juga-"

"Entahlah-" Tan Ek Seng menggelengkan kepala. "Sebab sudah lima tahun dia meninggalkan rumah," "Apa?"

Wajah Thio Han Liong langsung berubah pucat.

"Kenapa dia meninggalkan rumah? Apa yang terjadi atas dirinya?"

"Han Liong"

Lim Soat Hong tersenyum.

"Dia tidak terjadi apa-apa, melainkanpergi bersama gurunya."

"oooh"

Thio Han Liong langsung menarik nafas lega.

"Aku tak men angka dia sudah punya guru. Di mana tempat tinggal gurunya itu?"

"Di belakang gunung Ciong Lam san" sahut Tan Ek seng. "Apa?"

Thio Han Liong terbelalak-

"Di belakang Ciong Lam San terdapat Kuburan Mayat Hidup- Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar tidak muncul lagi di dunia Kang-ouw."

"Tidak salah-" Tan Ek seng manggut-manggut.

"Kalau begitu...."

Wajah Thio Han Liong berseri-seri.

"Adik manis sudah jadi murid Bibi Yo-"

"Betul."

Lim soat Hong mengangguk.

"sebelum Nona Yo membawa pergi Giok Cu, dia sudah berjanji, lima tahun kemudian Giok Cu pasti pulang. Kini sudah lewat lima tahun, tapi Giok Cu masih belum pulang."

"Itu tidak apa-apa," ujar Thio Han Liong.

"Mungkin Adik manis belum menguasai semua ilmu Bibi Yo, maka Bibi Yo belum memperbolehkannya pulang."

"Itu memang mungkin."

Lim soat Hong manggut-manggut. kemudian menatapnya seraya bertanya,

"Han Liong, betulkah engkau menyukai Giok Cu?" "Betul." Thio Han Liong mengangguk-"Han Liong"

Lim soat Hong memberitahukan.

"Giok Cu sangat menyukaimu, maka engkau tidak boleh mengecewakannya."

"Ya, Bibi." Thio Han Liong mengangguk lagi.

"Han Liong" Tan Ek seng menatapnya sambil tersenyum.

"Kini engkau sudah besar, siapa tahu engkau sudah berubah"

"Berubah bagaimana, Paman?" tanya Thio Han Liong tidak mengerti.

"Maksudku engkau terhadap Giok Cu" sahut Tan Ek seng. "Paman" ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh. "Aku tidak akan berubah terhadap Adik manis."

"Bagaimana kalau engkau bertemu anak gadis yang lebih cantik daripada Giok Cu? Apakah engkau akan terpikat?" tanya Lim soat Hong mendadak.

"Bibi, aku... aku cuma suka kepada Giok Cu," sahut Thio Han Liong sambil menundukkan kepala.

"Aku... aku tidak akan suka kepada gadis lain."

"oh, ya?" Lim soat Hong tertawa gembira, begitu pula Tan Ek seng.

"Ya" Thio Han Liong mengangguk-

"Han Liong, kini engkau sudah besar. Ketika masih kecil, engkau suka kepada Giok Cu. Kini... engkau mencintainya?"

"Aku... aku...." Wajah Thio Han Liong berubah kemerah-

merahan.

"Aku memang mencintainya."

"syukurlah" ucap Lim soat Hong.

"Tapi...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Belum tentu Giok Cu mencintaiku."

"Jangan khawatir," sahut Lim soat Hong serius.

"Kami berani menjamin bahwa Giok Cu juga mencintaimu."

"Bibi," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh-

"Apa-bila dia tidak mencintaiku, janganlah dipaksa. Itu tidak baik, sebab cinta yang suci murni tidak bisa dipaksa."

Ucapan tersebut membuat Lim soat Hong dan Tan Ek seng saling memandang- Kemudian Tan Ek seng tertawa gelak tampak gembira sekali-

"Ha ha ha Bagus, bagus Engkau memang anak yang berpengertian, kami gembira sekali-"

Cukup menggelikan pembicaraan mereka, sebab ke dua orangtua Tan Giok Cu bertanya kepada Thio Han Liong tentang itu, padahal itu adalah urusan Thio Han Liong dengan Tan Giok Cu- Namun namanya juga orangtua, tentunya ingin

tahu mengenai itu- Memang ada baiknya bertanya secara terang-terang begitu, jadi orang pun bisa berlega hati-

"Lama sekali.." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Giok Cu belum pulang-" "Begini saja," usul Tan Ek seng.

"Engkau tinggal di sini menunggu Giok Cu pulang. Tentunya engkau tidak akan menolak kan?"

"Paman, kalau aku tinggal di sini, bukankah aku akan merepotkan Paman dan Bibi?"

"Tentu tidak." sahut Tan Ek seng.

"sebaliknya kami malah merasa gembira sekali, sungguh"

"Terimakasih, Paman" ucap Thio Han Liong,

"oh ya- aku yakin Paman ingin tahu tentang orangtuaku."

"Kami sudah tahu." Lim soat Hong tersenyum.

"Nona . Yo telah memberitahukan kepada kami."

"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.

"Aduuuh"

Mendadak Lim soat Hong menjerit dan wajahnya pun mulai memucat.

" Aduuuuuuh...."

"ISieriku" Tan Ek seng cepat-cepat memegang tangannya. "Perutmu mulai sakit lagi?"

Lim soat Hong mengangguk sambil mendekap perutnya. Tan Ek seng segera memapahnya ke kamar. Thio Han Liong tetap duduk di situ dengan kening berkerut kerut, la tercengang karena mendadak nYonya itu sakit perut. Berselang beberapa saat kemudian, Tan Ek seng kembali ke ruang depan dengan wajah murung.

"Aaah—" Lelaki itu menghela nafas panjang sambil duduk-"Paman, Bibi kenapa?" tanya Thio Han Liong. "sakit perut-" Tan Ek seng memberitahukan,

"sudah setengah tahun dia begitu Entah sudah berapa banyak tabib yang ke mari mengobatinya, tapi tiada seorang pun yang dapat menyembuhkannya."

Thio Han Liong heran. "Apakah Bibi mengidap semacam penyakit aneh? Kalau tidak, bagaimana mungkin para tabib itu tak mampu mengobati Bibi?"

"Aaahhhh" Tan Ek seng menghela nafas panjang lagi. "Itu sungguh membingungkan"

"Paman" Thio Han Liong tersenyum seraya memberitahukan.

"Aku mengerti sedikit ilmu pengobatan. Bolehkah aku memeriksa Bibi?"

"oh?" Tan Ek seng menatapnya heran.

"Engkau mengerti ilmu pengobatan? siapa yang mengajarmu?"

"Ayahku."

Tan Ek seng manggut-manggut dengan wajah agak berseri.

"Mari ikut aku ke dalam"

Thio Han Liong mengangguk. lalu mengikuti Tan Ek seng ke kamarnya. Lim soat Hong berbaring di tempat tidur, wajahnya tampak meringis seakan menahan sakit.

"ISieriku" Tan Ek seng memberitahukan.

"Han Liong juga mahir ilmu pengobatan, dia ingin memeriksa penyakitmu."

Lim soat Hong mengangguk- Thio Han Liong mendekatinya sekaligus memeriksa nadi nYonya itu dengan intensif. Berselang beberapa saat kemudian, Thio Han Liong tersenyum seraya berkata.

"Tidak apa-apa."

"Tidak apa-apa?" tanya Tan Ek Seng.

"sebetulnya iSieriku mengidap penyakit apa?"

"Penyakit wanita" Thio Han Liong memberitahukan,

"sebab Bibi datang haidnya tidak cocok, maka menimbulkan penyakit itu"

"oooh" Tan Ek seng manggut-manggut.

Thio Han Liong segera membuka resep, lalu diserahkannya kepada Tan Ek seng.

"Beli obat ini. cukup tiga bungkus saja" ujar Thio Han Liong dan menambahkan.

"Percayalah, penyakit Bibi pasti sembuh"

"Terima kasih, Han Liong," ucap Tan Ek seng sambil menerima resep obat ilu, kemudian menyuruh Ah Hiang pergi beli obat tersebut.

Beberapa hari kemudian setelah makan obat godokan itu, Lim soat Hong sembuh dari penyakit yang dideritanya. Betapa gembiranya nYonya itu, bahkan juga kagum sekali pada Thio Han Liong.

"Han Liong, engkau memang hebat sekali," ujar Lim soat Hong sambil mengacungkan jempolnya ke hadapan pemuda itu.

"Bibi...." Wajah Thio Han Liong kemerah-merahan.

"Aku... aku cuma mengerti sedikit ilmu pengobatan." "Han Liong" Tan Ek seng menatapnya dengan kagum.

"Engkau masih kecil, namun memiliki berbadai ilmu, itu sungguh luar biasa"

"Terima kasih atas pujian Paman, tapi aku...."

"Ha ha" Tan Ek seng tertawa.

"Jangan terlampau merendahkan diri oh ya, berapa usiamu sekarang?"

"Enam belas."

"Bukan main" Tan Ek seng menggeleng-gelengkan kepala,

"usiamu baru enam belas, tapi sudah begitu hebat."

"Paman...." Thio Han Liong menundukkan kepala, karena

merasa malu terus dipuji oleh Lim soat Hong dan Tan Ek seng.

"Ha ha" Tan Ek seng tertawa.

"Mau merendahkan diri merupakan sifat yang baik sekali, kami sungguh kagum kepadamu"

"Paman...." Mendadak Thio Han Liong menggeleng-

telengkan kepala.

"Giok Cu masih belum pulang, sedangkan aku harus segera pergi ke gunung Bu TOng."

"Tunggu saja di sini" ujar Lim soat Hong. "Tidak lama lagi Giok Cu pasti pulang." "Bibi" Thio Han Liong memberitahukan.

"Aku akan menunggu sepuluh hari, kalau Giok Cu belum pulang, aku terpaksa berangkat ke gunung Bu Tong."

"Bagaimana kalau engkau pergi dia malah pulang?" tanya Lim soat Hong.

"suruh dia tunggu, aku pasti ke mari" jawab Thio Han Liong.

"Baiklah-" Lim soat Hong manggut-manggut.

Thio Han Liong tinggul di rumah Tan Ek seng. Walau sudah lewat belasan hari, namun

Tan Giok Cu masih belum pulang, oleh karena itu, ia terpaksa berpamit.

"Han Liong, sebetulnya kami ingin menahanmu tetap tinggal di sini, tapi engkau punya urusan di gunung Bu TOng."

Tan Ek seng menggeleng-telengkan kepala.

"Baiklah kami tidak akan menahanmu. Kalau Giok Cu pulang, kami akan menyuruhnya tunggu di rumah- Engkau harus ke mari lho"

"Ya" Thio Han Liong mengangguk- "sampai jumpa Paman, Bibi"

"selamatjalan, Han Liong" sahut Tan Ek Seng.

"Hati-hati dalam perjalanan"

"Ya" Thio Han Liong mengangguk lagi, lalu melangkah pergi meninggalkan rumah Tan Ek seng.

setelah Thio Han Liong tidak kelihatan, barulah Tan Ek seng dan Lim soat Hong masuk ke rumah.

"Sayang sekali Giok Cu belum pulang.—" Tan Ek Seng menggeleng-gelengkan kepala.

"Memang sayang sekali."

Lim soat Hong menghela nafas panjang, kemudian tersenyum seraya berkata.

"Aku tidak menyangka Han Liong sudah begitu besar, tampan, baik hati dan amat hebat pula. sungguh beruntung kita kalau dia jadi menantu kita."

"Sudah pasti dia akan jadi menantu kita," sahut Tan Ek seng sambil tertawa gembira.

"Karena dia dan Giok Cu sudah saling menyukai, begitu bertemu pasti saling mencinta. Ha ha ha..."

setelah tiba di kota Keng TU, Thio Han Liong mampir ke rumah Lie Cong Peng. Kebetulan guru silat Lie itu sedang mengajar para muridnya ilmu silat di pekarangan. Thio Han Liong berdiri di situ sambil menyaksikannya, usai mengajar, barulah Lie Cong Peng mendekati Thio Han Liong.

"Anak muda, engkau mau belajar ilmu silat di sini?" tanyanya. Ternyata Lie Cong Peng sudah tidak mengenalinya lagi.

"Tidak" Thio Han Liong tersenyum. "Apakah Paman sudah lupa kepadaku?"

"Engkau...." Lie Cong Peng memperhatikannya.

"Engkau siapa?"

"Aku Han Liong. Apakah Paman sudah lupa?"

Thio Han Liong memberitahukan sambil tertawa kecil.

Lie Cong Peng terbelalak.

"Engkau Thio Han Liong? Cuma berpisah beberapa tahun, engkau sudah sedemikian besar?"

"Paman, di mana Kakak Hiang?"

"Ada di dalam. Mari kita ke dalam" Lie Cong Peng mengaiak Thio Han Liong ke dalam rumah. berpapasan dengan seorang wanita muda menggandeng seorang gadis kecil berusia tiga tahunan. Wanita muda itu adalah Lie Goat Hiang.

"Kakak Hiang" seru Thio Han Liong girang. Lie Goat Hiang terbelalak-"Engkau adalah Adik Liong?" "Betul-" Thio Han Liong mengangguk. "Kakak Hiang masih ingat kepadaku."

"Adik Liong...." Lie Goat Hiang langsung menggenggam

tangannya erat-erat.

"Adik Liong, kini engkau sudah besar dan bertambah tampan lho"

"Kakak Hiang" Thio Han Liong tersenyum.

"Eh? siapa gadis kecil ini?"

"Ini adalah putriku" Lie Goat Hiang memberitahukan.

"Namanya Un Hui suan, ayahnya bernama un Kong Liang."

"Ternyata Kakak Hiang sudah punya suami dan anak. syukurlah"

Thio Han Liong tersenyum.

"Hui suan, cepat panggil paman kecil"

ujar Lie Goat Hiang kepada putrinya-

"Paman kecil" Gadis kecil itu langsung memanggilnya-

"Anak manis"

Thio Han Liong membelainya-

"Engkau sungguh cantik manis, kelak pasti menjadi gadis rupawan."

"Paman kecil sayang Hut suan?" tanya gadis kecil itu mendadak-

"sayang. sayang sekali-"

Thio Han Liong membelainya lagu

"Han Liong, mari kita duduk" ujar Lie Cong Peng.

Mereka duduk, dan pembantu segera menyuguhkan teh-Tak lama muncullah seorang lelaki berusia tiga puluhan yang ternyata un Kong Liang.

"Suamiku" Lie Goat Hiang memperkenalkan.

"Dia adalah Thio Han Liong yang pernah kuceritakan kepadamu."

"oooh" un Kong Liang manggut-manggut sambil tersenyum.

Thio Han Liong segera bangkit berdiri, lalu memberi hormat seraya berkata dengan sopan.

"Kakak ipar, terimalah hormatku"

"Sama-sama" sahut un Kong Liang sekaligus balas memberi hormat- kemudian mereka duduk.

"Adik Liong" Lie Goat Hiang menatapnya dengan wajah berseri-seri.

"Kini engkau sudah besar, kepandaianmu pasti bertambah tinggi, ya. kan?"

"Biasa-biasa saja."jawab Thio Han Liong merendah.

"Han Liong" un Kong Liang tersenyum.

"Terus terang, aku pun pernah belajar ilmu silat. Bagaimana kalau kita main-main beberapa jurus?"

"Itu...." Thio Han Liong tampak ragu.

"Adik Liong" Lie Goat Hiang tersenyum.

"Engkau harus tahu, kepandaian suamiku cukup tinggi lho"

"Kalau begitu, aku mengaku kalah saja" ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh-

"Jadi tidak usah main-main beberapa jurus-" "Han Liong" desak un Kong Liang. "Aku mohon petunjuk."

"Kakak ipar...." Thio Han Liong menggeleng-telengkan

kepala.

"Han Liong," desak un Kong Liang lagi.

"Jangan mengecewakan aku, sebab aku hobi sekali akan ilmu silat-"

"Han Liong" Lie Cong Peng tersenyum.

"Temanilah dia main-main beberapa jurus. Itu tidak apa-apa-"

"Baiklah-" Thio Han Liong mengangguk.

Waiah un Kong Liang langsung berseri- la memang berkepandaian tinggi. Lantaran Lie Goat Hiang sering menceritakan tentang kepandaian Thio Han Liong, membuatnya penasaran. Kebetulan Thio Han Liong dalang, maka ia ingin mencoba kepandaian anak muda itu

Mereka berdiri berhadapan, setelah ke duanya saling memberi hormat un Kong Liang mulai menyerangnya. Thio Han Liong melayaninya dengan gesit, la berkelit ke sana ke mari menghindari serangan uang bertubi-tubi itu

Un Kong Liang bertambah penasaran, maka mulailah ia mengeluarkan jurus-jurus simpanannya. serangan-serangan

yang makin dahsyat itu membuat Thio Han Liong harus mengeluarkan Thau Kek Kun. sepasang tangannya berderak lemas menangkis serangan-serangan itu, kemudian ia pun balas menyerang.

Betapa terkejutnya un Kong Liang, karena ia mulai terdesak- Mendadak ia bersiul panjang sambil menyerang. Ternyata ia mengeluarkan jurus simpanannya. Tampak badannya berputar-putar mengelilingi Thio Han Liong, itulah gerakan song Hong soh Te (Angin Puyuh Menyapu Bumi).

Thio Han Liong terperanjat juga menyaksikan serangan itu Maka cepat-cepat ia menggerakkan sepasang tangannya membentuk beberapa lingkaran, lalu menangkis serangan itu dengan Kiu Yang stn Kang.

Buuuuk un Kong Liang terpental beberapa depa-

Untung Thio Han Liong hanya menggunakan lima bagian Iweekangnya, maka un Kong Liang tidak terluka- Betapa cemasnya Lie Goat Hiang ketika melihat suaminya terpental, dan ia langsung melesat ke arahnya,

"suamiku," tanyanya cepat.

"Engkau terluka?"

"Tidak-" un Kong Liang menggelengkan kepala.

"Kepandaian Han Liong memang tinggi sekali-"

"Kakak ipar" Thio Han Liong mendekatinya-

"Maafkan aku"

"Tidak apa-apa-" un Kong Liang tersenyum-"Kepandatanmu memang tinggi sekali. Aku mengaku kalah-
"

"Aku—-" Thio Han Liong menundukkan kepala karena hatinya merasa tidak enak-

"Ha ha ha" Lie Cong Peng tertawa o elaki "Kong Liang, kini engkau tidak penasaran lagi kan?"

"Ya." un Kong Liang mengangguk. kemudian memandang Thio Han Liong seraya bertanya.

"Han Liong, bolehkah aku tahu siapa gurumu?"

"Aku belajar dari Ayah dan ibu." Thio Han Liong memberitahukan,

"siapa Ayah dan ibumu?"

"Ayahku bernama Thio Bu Ki."

"Haaah?"Betapa terkejutnya un Kong Liang, begitu pula Lie Cong Peng danputrinya. Mereka memandang Thio Han Liong dengan mata terbelalak dan mendadak un Kong Liang memberi hormat seraya berkata.

"Ternyata engkau adalah putra Thio Kauwcu, sungguh menggembirakan"

"Kakak ipar kenal ayah?"

"Aku pernah melihat ayahmu, pada waKiu itu aku masih kecil." un Kong Liang memberitahukan.

"Ayahku adalah anggota Beng Kauw, namun gugur di medan perang."

"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.

"Han Liong," tanya un Kong Liang penuh perhatian.

"Ayah dan ibumu baik-baik saja?"

"Kedua orangtuaku baik-baik saja,"jawab Thio Han Liong.

"Hidup tenang di Pulau Hong Hoang to-"

"Padahal sesungguhnya, ayahmu yang harus menjadi kaisar. Tapi-..." un Kong Liang menggeleng-Gelengkan kepala-

"secara licik Cu Goan Ciang merebut kekuasaan Beng Kauw, akhirnya dia yang menjadi kaisar-"

"sebetulnya ayahku tidak berniat menjadi kaisar. Ayahku menghimpun kekuatan Beng Kauw hanya semata-mata berjuang demi rakyat. Kini rakyat sudah hidup makmur, maka ayahku sudah merasa puas."

"Ayahmu memang berjiwa besar. Padahal beliau masih bisa memberontak terhadap Cu Goan Ciang, namun justru tidak mau."

"Ayahku lebih senang hidup tenang dan damai di Pulau Hong Hoang TO, tidak mau pusing akan urusan rimba persilatan lagi-"

"Yaah" un Kong Liang menggeleng-telengkan kepala.

"Han Liong" Lie Cong Peng tertawa gembira.

"Tak disangka engkau adalah putra Thio Bu Ki yang amat terkenal. Kenapa tidak dari dulu engkau memberitahukan kepadaku?"

"Sebab aku tidak mau menyusahkan Paman" ujar Thio Han Liong, «pada waKiu itu aku termasuk buronan kerajaan."

"Pikiranmu sungguh panjang waKiu itu" Lie Cong Peng manggut-manggut.

"Padahal usiamu masih kecil sekali-" "Paman" ujar Thio Han Liong mendadak-"Aku... aku mau mohon diri-"

"Apa?" Lie Cong Peng tertegun. Begitu pula un Kong Liang dan Lie Goat Hiang.

"Kok begitu buru-buru?"

"Karena aku harus pergi ke gunung Bu Tong."

"Han Liong" bujuk Lie Goat Hiang.

"Telah enam tahun lebih kita berpisah- Hari ini engkau ke mari, maka kami harus menjamumu-"

"Tidak usah-"

"Han Liong" desak Lie Cong Peng.

"Biar bagaimana pun kami harus mengajakmu makan-makan malam ini- Besok pagi saja engkau berangkat."

"Baiklah-" Thio Han Liong mengangguk. la merasa tidak enak kalau menolak-

Malam harinya, mereka bersantap dan bersulang sambil tertawa gembira- Keesokan harinya, berangkatlah Thio Han Liong ke gunung Bu TOng.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar