Bab 14 Hek Liong Pang (Perkumpulan naga Hitam)
sudah sebulan tebih Tan Giok
Cu berdiam di rumah menunggu kedatangan Thio Han Liong.
Akan tetapi, yang ditunggu
justru tidak muncut, sehingga membuat gadis itu uring-uringan.
"Giok cu" Tan Ek
seng menatapnya ketika duduk di ruang depan, sebab putrinya itu terus berjalan
mondar-mandir.
"Kenapa engkau tidak bisa
duduk diam dari tadi?"
"Ayah, aku...
aku...." Tan Giok Cu menggeleng-geleng-kan
kepala.
"Rindu kepada Han Liong
kan?" sahut Tan Ek seng sambil menghela nafas panjang.
"Heran, Kenapa dia belum
ke mari?" "Mungkin..." ujar Lim soat Hong.
"Dia masih berada di
gunung Bu Tong."
"Ibu" Tan Giok Cu
menatapnya.
"Sudah sebulan lebih dia
belum ke mari, maka aku harus pergi menyusulnya ke gunung Bu Tong."
"Itu...." ujar soat
Hong tampak berkeberatan.
"Nak,--"
"Ibu ijinkan atau tidak,
aku tetap harus pergi ke gunung Bu Tong," sahut gadis itu yang telah
mengambil keputusan.
"Nak,—" Lim soat
Hong menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau...."
"Giok Cu" Tan Ek
seng menatapnya seraya bertanya, "sungguhkah engkau ingin ke gunung Bu
TOng?" "ya." Tan Giok Cu mengangguk,
"Bagaimana seandainya
engkau pergi, dia justru ke mari?" tanya Tan Ek seng.
"Itu...,"jawab Tan
Giok Cu.
"Suruh dia tunggu di
rumah, aku pasti kembali." "Kalau begitu...." Tan Ek seng
berpikir lama sekali.
"Baiklah, Kapan engkau
akan berangkat?"
"Sekarang," sahut
gadis itu singkat.
"Giok Cu, ayah tidak
berkeberatan." kata Tan Ek seng dan melanjutkan,
"sebab kini engkau sudah
cukup besar dan berkepandaian tinggi, tentunya bisa menjaga diri, tapi
ibumu...."
"Ibu, aku berangkat
sekarang ya?" kata Tan Giok Cu sambil menggenggam tangan Lim soat Hong.
"Nak," Lim soat Hong
membelainya.
"Engkau ingin pergi
menemui jantung hatimu. bagaimana mungkin ibu melarangmu? Hanya saja engkau
harus berhati-hati"
"ya. Terima kasih,
Ibu," ucap Tan Giok Cu dengan girang.
"Nak," pesan Lim
soat Hong. "Bertemu Han Liong atau tidak, engkau harus segera
pulang."
"ya." Tan Giok Cu
mengangguk,
"Ibu, aku..,."
"Jangan khawatir."
Lim soat Hong tersenyum lembut.
"Engkau ingin minta uang
kan?"
"Untuk bekal dalam
perjalanan."
"Ayah pasti
berikan." Tan Ek seng tersenyum,
"Giok Cu, kini engkau
sudah besar, ayah sudah tidak bisa mengekangmu lagi."
"Ayah kok omong begitu
sih?" Tan Giok Cu cemberut. "Padahal aku pergi hanya...."
Hanya ingin mencari buah
hatimu itu, bukan?" Tan Ek seng tertawa.
"Nak, mudah-mudahan
engkau bertemu dia, lalu ajak dia ke mari"
"Ya, Ayah-" Tan Giok
Cu mengangguk,
"Nak" Lim soat Hong
menatapnya dengan penuh kasih sayang,
"sebetulnya ibu merasa
berat sekali membiarkan mu pergi, tapi...."
"Ibu" Tan Giok Cu
tersenyum.
"Setelah bertemu Han
Liong, aku pasti pulang bersamanya."
"Nak," pesan lim
soat Hong lagi.
"Kalau dia tidak berada
di gunung Bu Tong engkau harus segera pulang"
"ya, Ibu." Tan Giok
Cu mengangguk-" Aku pasti pulang "
Tan Giok Cu sudah meninggalkan
rumahnya. Di punggungnya bergantung sebilah pedang dan sebuah buntalan. Agar
cepat tiba di gunung Bu Tong, ia membeli seekor kuda jempolan.
Beberapa hari kemudian, gadis
itu telah tiba di kota Bun ciu. Kota tersebut cukup makmur dan ramai dikunjungi
para pedagang dari daerah-daerah lain dan tampak pula gedung-gedung berdiri
megah di kota itu. Hari ini, kota tersebut tampak lebih ramai daripada biasanya
dan orang-orang yang berlalu lalang pun kelihatan berseri-seri- Ada apa
gerangan? Ternyata hakim di kota Bun ciu merayakan ulang tahunnya-
Hakim tersebut bernama souw
yam Hiong yang sangat terkenal akan kejujurannya, bahkan juga adil dan
bijaksana dalam mengadili urusan apapun, tidak pernah korupsi atau menerima
suap dari hartawan, siapa yang bersalahi pasti dijatuhi hukuman yang setimpal,
oleh karena itu, hakim tersebut sangat dicintai dan dihormati para penduduk
kota Bun ciu.
Hari ini adalah hari ulang
tahunnya. Maka, penduduk kota tersebut ikut merayakannya, suasana semarak di
kota itu membuat Tan Giok Cu agak tercengang, gadis itu duduk di punggung kuda
sambil menengok ke sana ke mari dengan penuh keheranan.
Ketika tiba di depan sebuah
kuil, ia langsung menghentikan kudanya. Kuil itu sungguh besar dan indahi itu
adalah kuil Hok Tek Cin sin (Dewa Keberuntungan). Padahal hari ini bukan ceh It
Cap Go (Tanggal satu atau tanggal Lima belas Tionghoa), namun kuil itu ramai
sekali. Tampak puluhan pengawal
berseragam kerajaan berbaris
rapi di halaman kuil, sedangkan di depan kuil ramai pula dikerumuni para
penduduk kota.
Menyaksikan itu, Tan Giok Cu
tertarik dan langsung meloncat turun dari kudanya, kemudian menuntun kudanya ke
sebuah pohon sekaligus menambatkannya di situ. setelah itu, dengan wajah
berseri-seri Tan Giok Cu mendekati kuil itu.
"Paman" tanyanya
kepada seorang lelaki tua.
"Kenapa begitu ramai di
dalam kuil?" Lelaki tua itu menoleh, seketika juga ia terbelalak dengan mulut
ternganga lebar.
"Haaah? Nona...."
"Paman" Tan Giok Cu
tersenyum geli ketika menyaksikan tingkah laku lelaki tua itu.
"Beritahukanlah Jangan
seperti orang linglung"
"Aduuuh Nona, aku kira
engkau adalah bidadari yang baru turun dari kahyangan, maka aku jadi
linglung," sahut lelaki tua itu sambil tertawa, kemudian memberitahukan.
Hakim souw sekeluarga sedang
sembahyang di dalam kuit ini, maka dijaga ketat oleh para pengawalnya."
"oooh" Tan Giok Cu
manggut-manggut.
"Tapi kenapa para
penduduk berkumpul di luar kuil, mereka ingin menonton apa?"
"Nona" Lelaki tua
itu menatapnya dengan mata tak berkedip-
"Engkau bukan penduduk
kota ini?"
"Bukan. Aku baru tiba di
kota ini."
"Pantas engkau tidak
tahu" Lelaki tua itu manggut-manggut.
"para penduduk kota ingin
menyaksikan putri hakim souw dari dekat."
"Lho?" Tan Giok Cu
heran.
"Kenapa para penduduk
kota ingin menyaksikan putri hakim -Souw?"
"Karena...." lelaki
itu tersenyum.
"Nona souw cantik sekali,
maka penduduk kota ini ingin menyaksikannya."
"oh?" Tan Giok Cu
tertarik-
"Tapi-.," Lanjut
lelaki tua itu.
"Nona souw masih kalah
cantik dibandingkan dengan NcJna."
"Ahi masa?" Tan Giok
Cu tersenyum.
"Paman tahu nama Nona
souw itu?"
"Dia bernama souw Lan
Ling, usianya sekitar tujuh belas tahun." Lelaki tua itu memberitahukan.
Percakapan mereka terdengar
oleh beberapa orang yang berdiri tak jauh dari situ Mereka menoleh dan.
seketika juga terbelalak-
"Wuah" terdengar
seruan tak tertahan.
"Bukan main cantiknya
nona itu, wajahnya putih mulus bagaikan salju"
"jangan-jangan dia adalah
bidadari yang baru turun dari kahyangan...."
"Mungkin gadis itu cucu
Dewa Keberuntungan, turun dari langit, ingin memberi keberuntungan kepada Hakim
souw sekeluarga."
"Eh? Apakah Dewa Hok Tek
Cin sin punya cucu? Engkau jangan omong ngawur lho Mulutmu bisa bengkak karena
usil."
"Lihat tuh" bisik
salah seorang,
"gadis itu melangkah
maju, kelihatannya ingin masuk ke dalam. Mari kita berijalan kepadanya"
Mereka segera minggir. sudah
barang tentu menyenggol orang lain yang sedang menyaksikan kecantikan souw Lan
Ling, yang duduk bersama ke dua orang tuanya di pekarangan kuil.
"Hei" bentak orang
yang kena senggol.
"Jangan terus mendesak,
kami tidak bisa maju lagi"
"Bung Lihatlah gadis yang
ingin masuk itu, bukankah lebih cantik dari Nona souw?"
orang-orang yang tersenggol
itu langsung memandang ke arah Tan Giok Cu, dan kemudian terbelalak sambil
bergumam.
"Bidadari baru turun dari
kahyangan...."
sementara itu, souw Lan Ling
merasa bangga sekali, karena dirinya menjadi pusat perhatian para penduduk-
Akan tetapi, mendadak para penduduk itu telah berpaling ke belakang. Tentunya
membuat gadis itu terheran-heran, maka ia pun memandang ke arah pintu kuil.
Dilihatnya seorang gadis yang amat cantik sedang berjalan ke dalam, namun
ditahan oleh para pengawal yang menjaga di situ.
"Nona...." Pengawal
itu terbelalak ketika menyaksikan
kecantikan Tan Giok Cu.
"Nona...."
"Paman, aku ingin ke
dalam, tapi kenapa ditahan sih?" tanya gadis itu dengan suara merdu.
"Maaf nona" ucap
pengawal itu-
"Junjungan kami. Hakim
souw sedang berada di dalam kuil, maka kami menjaga di sini melarang siapa pun
yang ingin masuk-"
"Aku ingin melihat-lihat
ke dalam, Paman. ijinkanlah aku masuk" ujar Tan Giok Cu. Pengawal tersebut
menggelengkan
kepala. Souw Lan Ling yang
menyaksikan itu, segera berkata kepada Hakim souw dengan suara rendah.
"Ayah, gadis itu ingin
masuk, tapi ditahan oleh kepala pengawal. Ayah, perbolehkanlah dia masuk."
Hakim souw memandang ke arah
pintu kuil, dan kagum sekali akan kecantikan gadis itu.
"Biarkan gadis itu
masuk" ujarnya perlahan.
"Biarkan gadis itu
masuk" sambung pengawal yang berdiri di situ dengan suara keras. Kepala
pengawal mendengar suara seruan itu, langsung mempersilakan Tan Giok Cu masuk.
"Terima kasih," ucap
gadis itu sambil tersenyum sekaligus melangkah ke dalam dengan wajah
berseri-seri.
Langkahnya lemah gemulai dan
kelihatan begitu cantik. Maka tidak heran kalau souw Lan Ling memandangnya
dengan mata tak berkedip, sebab cara jalannya bagaikan sang bidadari yang turun
dari kahyangan.
"Adik kecil" seru
souw Lan Ling memanggilnya.
"Kemarilah"
" Kakak
memanggilku?" tanya Tan Giok Cu.
"ya." souw Lan Ling
mengangguk, Tan Giok Cu menghampiri mereka, lalu memberi hormat.
"Ha ha ha" Hakim
souw tertawa gembira, "gadis cantik, siapa engkau dan dari mana?"
"Namaku Tan Giok
Cu,"jawab gadis itu memberitahukan. "Aku dari desa Hok An."
"oooh" Hakim souw
manggut-manggut "gadis cantik, silakan duduk"
"Terima kasih-" Tan
Giok Cu duduk di sebelah souw Lan Ling.
"Adik kecil" ujar
souw Lan Ling sambil tersenyum.
"Engkau cantik
sekali."
"Kakak pun cantik
sekali" sahut Tan Giok Cu.
"Para penduduk kota ini
ingin menyaksikan kecantikan Kakak-"
"Tapi kini pandangan
mereka beralih kepadamu-" souw Lan Ling tersenyum.
"oh ya, berapa usiamu
sekarang?"
"Lima belas tahun,"
sahut Tan Giok Cu dan bertanya, "Nama Kakak?"
"Namaku Lan Ling, tujuh
belas tahun." souw Lan Ling menatapnya.
"Adik Giok Cu, di punggungmu
bergantung sebilah pedang, apakah engkau gadis rimba persilatan?"
"Sebetulnya aku bukan
gadis rimba persilatan, hanya sedang melakukan perjalanan menuju gunung Bu
Tong."
"oooh" souw Lan Ling
manggut-manggut.
"Tapi aku yakin engkau
mahir ilmu pedang, ya, kan?"
"Kira-kira
begitulah" sahut Tan Giok Cu sambil tersenyum.
"Adik Giok Cu" souw
Lan Ling menatapnya seraya berkata-
"Maukah engkau bersilat
pedang sebentar?"
"Tidak-" Tan Giok Cu
menggelengkan kepala-
"Aku tidak mau-"
"Kenapa?" souw Lan
Ling heran.
"Kalau aku bersilat
pedang di sini, berarti aku sok pamer kepandaianku," sahut Tan Giok Cu.
"Maka aku tidak mau-
Kakak Lan Ling jangan gusar lho"
"Bagaimana mungkin aku
gusar?" souw Lan Ling
tersenyum. "Aku sungguh
girang bertemu denganmu."
"ohi ya?" Tan Giok
Cu tertawa kecil.
Aku pun girang sekali bertemu
Kakak, Paman dan Bibi." "Ha ha ha" Hakim souw tertawa gelak-
"Bagus, bagus Engkau
memang merupakan gadis polos-Nah, alangkah baiknya engkau bermain silat pedang
sebentar untuk kami."
"Maaf, Paman Aku tidak
mau, Mohon jangan mendesakku" tolak Tan Giok Cu.
"gadis cantik-..."
Hakim souw tampak kecewa-"suamiku," ujar Nyonya souw bernada
menegurnya-
"Lan Ling ingin belajar
ilmu silat, tapi engkau melarangnya, sekarang malah menyuruh gadis itu bersilat
pedang, dasar...."
"isteriku" Hakim
souw tersenyum. Tidak baik anak gadis belajar ilmu silat, sebab akan berubah
kasar."
"Itu tidak mungkin,"
sela Tan Giok Cu.
"Hampir enam tahun aku
belajar ilmu silat, buktinya aku tidak berubah kasar."
"Tuh ya, kan?" ujar
Nyonya souw sambil memandang Tan Giok Cu.
"Malah tampak begitu
halus dan gerak-geriknya bagaikan bidadari yang baru turun dari
kahyangan."
"isteriku, anak gadis
harus memegang jarum, bukan memegang pedang," ujar Hakim souw.
"Paman" Tan Giok Cu
tersenyum.
"Ibu bisa memegang jarum
dan memegang pedang, bahkan juga bisa memegang buku. Artinya bisa membaca dan
menulis."
"gadis cantik,.-"
hakim Souw tertegun. "Tapi Lan Ling tidak berbakat untuk belajar ilmu
silat-"
"Menurutku-—" Tan
Giok Cu menatap souw Lan Ling dengan penuh perhatian.
Kakak Lan Ling justru berbakat
untuk belajar ilmu silat. Aku yakin secara diam-diam dia belajar sendiri"
"oh?" Hakim souw
melotot.
"Lan Ling &ngkau
belajar ilmu silat secara diam-diam?"
"Ayah" souw Lan Ling
tersenyum.
"Aku cuma
meng-gerak-gerakkan sepasang tanganku, itu ada baiknya untuk kesehatan."
"oooh" Hakim souw
menarik nafas lega.
"Aku kira engkau punya
guru."
Mendadak tampak beberapa buah
benda bergemerlapan meluncur cepat ke arah Hakim souw, yang ternyata adalah
beberapa buah senjata rahasia. Di saat bersamaan, Tan Giok Cu menggerakkan
tangannya, dan beberapa buah senjata rahasia itu dapat ditangkapnya, gadis itu
masih belum berpengalaman karena langsung menangkap senjata-senjata rahasia
itu. seandainya senjata-senjata rahasia itu beracun, bukankah gadis itu akan
celaka?
Di saat itulah melayang turun
tiga orang. Para pengawal langsung menyerang mereka, akan tetapi belasan jurus
kemudian, para pengawal itu sudah roboh terkapar, begitu pula kepala pengawal.
"Hah?" Wajah Hakim
souw berubah pucat pias.
" Celaka..."
"Jangan khawatir,
Paman" Tan Giok Cu tersenyum sambit menghunus pedang pusaka Pek Kong Kiam
(Pedang Gadis Putih) pemberian gurunya- la lalu melesat ke arah tiga orang itu
yang berpakaian serba putih, dan di bagian dada terdapat sulaman gambar seekor
naga hitam.
"Nona, siapa
engkau?" bentak salah seorang dari mereka. "Kenapa engkau mencampuri
urusan kami?" "Kalian siapa?" Tan Giok Cu balik bertanya.
"Kenapa ingin membunuh Hakim souw?" "Nona" orang itu
mengerutkan kening.
"Kami ke mari memang
ingin membunuh hakim keparat itu Lebih baik Nona jangan turut campur"
"Aku justru mau turut
campur, kalian mau apa?" tantang Tan Giok Cu sambil tersenyum.
"Nona" orang yang
berhidung agak besar meng-geleng-gelengkan kepala.
"Terus terang, kami
merasa tidak tegg melukaimu" "Hidung besar" sahut Tan Giok Cu.
"Lebih baik kalian segera
enyah, kalau aku marah, celakalah kalian bertiga"
"Nona" Wajah orang
berhidung besar tampak gusar.
"Engkau memang cari
penyakit"
"Jadi—" Tan Giok Cu
menatap mereka dengan tajam.
"Kalian bertiga tidak mau
enyah?"
"Hm" dengus si
Hidung Besar-
"Nona, kami terpaksa
harus menangkapmu, setelah itu barulah kami membunuh Hakim souw"
"Oh?" Tan Giok Cu
menatap mereka satu persatu.
Dilihatnya mereka bersenjata
pedang.
"Bagus Mari kita
bertarung dengan pedang"
"Mari kita serang
dia" seru si Hidung Besar.
Mereka bertiga langsung
menyerang Tan Giok Cu. Tiga orang itu memang mahir sekali bersilat pedang,
namun yang mereka hadapi adalah murid Yo sian sian dari Kuburan Tua.
Betapa lihaynya ilmu pedang
gadis itu. Maka belum sampai dua puluh jurus mereka bertarung, salah seorang
teman si Hidung Besar telah roboh dengan bahu tertusuk pedang Tan Giok cu.
Betapa terkejutnya si Hidung
Besar dan seorang temannya itu- Kemudian mereka saling memberi isyarat dan
mendadak tangan mereka bergerak-ser ser ser seeerrr Beberapa buah senjata
rahasia meluncur ke arah Tan Giok Cu-
gadis itu tersenyum dingin
sambil mencelat ke atas, sehingga beberapa buah senjata itu lewat di bawah
kakinya-
"Aaarrhhh"-"
terdengar suara jeritan yang menyayat hati-Ternyata senjata-senjata itu
menembus dada orang yang terluka itu- Kebetulan ia berada dibelakang Tan Giok
Cu dan berusaha bangkit berdiri, maka orang itulah menjadi korban
senjata-senjata rahasia tersebut- orang itu roboh binasa dan luka di dadanya
masih mengucurkan darah seaar.
Betapa terkejutnya ke dua
orang itu. sebelum sepasang kaki Tan Giok Cu hinggap di tanah, ke dua orang itu
sudah kabur terbirit-birit.
setelah sepasang kakinya
hinggap di tanah, gadis itu tidak mengejar ke dua lawannya melainkan dengan
tenang sekali menyarungkan pedangnya.
"Giok Cu" ujar Hakim
souw ketika gadis itu kembali ke tempat duduk-
"Engkau telah menyelamatkan
nyawaku, Mari ikut ke rumah kami, agar kita dapat bercakap-cakap lebih
leluasa"
"Maaf Paman" Tan
Giok Cu menggelengkan kepala-
"Aku hendak melanjutkan
perjalananku, sebab aku harus cepat-cepat sampai di tempat tujuan."
"Adik Giok Cu" Souw
Lan Ling tersenyum.
"Mari ikut ke rumah kami,
aku... aku kagum sekali kepadamu." Tapi...."
"Aku telah menganggapmu
sebagai adik, maka engkau jangan mengecewakan aku," desak souw Lan Ling.
"Giok Cu," bujuk
Nyonya souw. "Aku mohon engkau sudi ikut ke rumah kami, sebab kemungkinan
besar para penjahat itu akan ke rumah kami mencoba membunuh suamiku-"
"Aku.—" Akhirnya Tan
Giok Cu mengangguk,
"Baiklahi Tapi
kudaku-..."
"jangan khawatir."
Hakim souw tersenyum.
"Akan kusuruh salah
seorang pengawalku membawa kudamu ke rumahku."
Hakim souw sekeluarga duduk di
ruang depan. Tan Giok Cu duduk di hadapan mereka sambil mengagumi keindahan
ruang itu, sedangkan souw Lan Ling terus menatapnya dengan mata tak berkedip.
"Eh?" Tan Giok Cu
tercengang.
"Kenapa Kakak menatapku
dengan cara begitu? Apakah wajahku tumbuh bulu seperti monyet?"
"Adik Giok Cu" sahut
Souw Lan Ling.
"engkau selain cantik
juga berkepandaian tinggi, aku ingin sekali berguru kepadamu."
"Hi hi hi" Tan Giok
Cu tertawa geli-
"Bagaimana mungkin aku menjadi
gurumu? Aku lebih kecil lho Lagipula aku tidak punya waktu untuk
mengajarmu."
"Usia tidak menjadi
masalah, yang penting engkau sudi menjadi guruku," sahut souw Lan Ling
sambil tersenyum.
"Ha ha ha" Hakim
souw tertawa gelak:
Giok Cu, kalau engkau bersedia
menjadi guru Lan Ling, aku tidak akan melarang lagi Lan Ling belajar ilmu
silat."
"Betulkah itu.
Ayah?" souw Lan Ling tampak girang sekali.
"Betul." Hakim souw
manggut-manggut.
"Adik Giok Cu-" souw
Lan Ling menatapnya dengan penuh harap. Akan tetapi Tan Giok Cu justru
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakak Lan Ling, aku
tidak punya waktu," sahutnya dan menambahkan,
"Aku harus segera
berangkat ke gunung Bu Tong."
"Adik Giok Cu, engkau
murid Bu Tong pay?" tanya souw Lan Ling.
"Bukan," jawab Tan Giok
Cu jujur.
"Aku ke gunung Bu Tong
untuk mencari seseorang."
"Siapa orang itu?"
tanya souw Lan Ling lagi.
"Dia adalah teman baikku,
sudah hampir enam tahun kami tidak bertemu. Dia ke rumahku tapi aku belum
pulang dari tempat guruku. Aku pulang dia justru sudah berangkat ke gunung Bu
Tong."
Tan Giok Cu memberitahukan.
"Dia bernama Thio Han
Liong, tapi aku panggil dia Kakak tampan."
"oh?" souw Lan Ling
tersenyum.
"Dia adalah pemuda
tampan?"
"Ketika masih kecil, dia
tampan sekali. Maka aku memanggilnya Kakak tampan," ujar Tan Giok Cu
dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Dia memanggilku adik
manis."
"Bukan main" souw
Lan Ling tertawa geli-
"Tak disangka engkau
sudah punya kekasih"
"Kakak jangan
menggodaku"
Kalau engkau tidak mengajarku
ilmu silat, aku pasti terus-menerus menggodamu-"
"Kakak-—" Tan Giok
Cu menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tidak punya waktu untuk
mengajarmu." "Cukup beberapa hari saja," ujar souw Lan Ling.
"engkau memberi petunjuk
kepadaku mengenai ilmu pedang, aku akan belajar sendiri"
"Baiklahi" Tan Giok
Cu mengangguk,
"Terima kasih, Adik Giok
Cu" ucap souw Lan Ling dan menambahkan,
"Mulai malam ini aku
minta petunjuk-"
"Baik." Tan Giok Cu
tersenyum, kemudian memandang Hakim souw seraya bertanya,
"Paman kenal para penjahat
itu?"
"Aaah—" Hakim souw
menghela nafas panjang.
"Mereka adalah para
anggota Hek Liong Pang yang selalu berlaku sewenang-wenang, suatu hari, kepala
pengawal-ku menangkap seorang penjahat yang memperkosa seorang gadis- Aku
menjatuhkan hukuman mati kepada penjahat itu, tak disangka penjahat itu adalah
anggota Hek Liong Pang."
"Kalau begitu Hek liong
Pang merupakan perkumpulan para penjahat?" tanya Tan Giok Cu.
"Kira-kira
begitulah" sahut Hakim souw.
"Aku kurang jelas tentang
perkumpulan itu. oh ya, aku yakin engkau sudah lapar, Mari kita makan
dulu"
"Terima kasih,Paman"
Tan Giok Cu tersenyum,
"Aku memang sudah lapar
sekali, perutku sudah berbunyi dari tadi."
"Ha ha ha" Hakim
souw tertawa gelak, "Ha ha ha..."
Malam harinya, souw Lan Ling
dan Tan Giok Cu duduk di pekarangan rumah- Tan Giok Cu terus memandangnya
dengan mata tak berkedip,
membuat souw Lan Ling terheran-heran.
"Adik Giok Cu, kenapa
engkau memandangku dengan cara begitu?" tanya souw Lan Ling sambil
tersenyum.
"Apakah kepalaku tumbuh
tanduk?"
"Kakak Lan Ling,"
sahut Tan Giok Cu sungguh-sungguh-
"Engkau membohongi ayahmu
kan?"
"Maksudmu?"
"Sudah lama engkau
belajar ilmu silat secara diam-diam, namun engkau bilang tidak punya guru
ketika ayahmu bertanya- Nah, bukankah engkau sudah membohongi ayahmu?"
"Aku terpaksa-" souw
Lan Ling menghela nafas panjang,
"sebab ayahku melarangku
belajar ilmu silat, maka aku harus mengelabui nya."
"Aku lihat kepandaianmu
cukup tinggi, maka tak usah aku memberimu petunjuk lagi."
"Terus terang, kepandaianku
masih rendah-" souw Lan Ling menggeleng-gelengkan kepala.
"Karena selama ini aku
berlatih secara diam-diam, jadi tidak mengalami kemajuan pesat-"
"Kakak Lan Ling, bolehkah
aku tahu siapa gurumu?"
"Aku akan memberitahukan,
tapi engkau harus memberi petunjuk kepadaku-"
"Baik."
"guruku adalah seorang
pengemis tua-"
"Seorang pengemis tua?
Apakah beliau adalah anggota Kay Pang?"
"Bukan." souw Lan
Ling tersenyum,
"guruku bukan anggota Kay
Pang, hanya saja pakaiannya compang-camping mirip seorang pengemis."
"oooh" Tan Giok Cu
manggut-manggut.
"Apa yang diajarkannya
kepadamu?"
"Ilmu pukulan dan ilmu
pedang. Maka aku tertarik sekali kepada ilmu pedangmu," ujar souw Lan
Ling.
"gerakan ilmu pedangmu
begitu lemas, namun sungguh hebat dan lihay. Adik Giok Cu, ilmu pedang apa
itu?"
"Itu adalah ilmu Giok Li
Kiam Hoat"
"Adik Giok Cu" souw
Lan Ling menatapnya dengan penuh harap.
"Bolehkah engkau
mengajarku beberapa jurus ilmu pedang itu?"
"Kakak Lan Ling...."
Tan Giok Cu mengerutkan kening.
"Itu adalah ilmu pedang
perguruanku, aku tidak boleh mengajarkannya kepada orang lain."
"Adik Giok Cu...."
souw Lan Ling menghela nafas panjang.
"oh ya" Tan Giok Cu
teringat sesuatu.
"Aku akan mengajarmu
beberapa jurus ilmu pedang lain, tapi juga sangat lihay sekali."
"oh?" Wajah souw Lan
Ling langsung berseri.
"Terima kasih, Adik Giok
Cu."
Tan Giok Cu mulai mengajar
souw Lan Ling beberapa jurus ilmu pedang itu. Ternyata ia belajar dari Thio Han
Liong ketika masih kecil.
Beberapa malam kemudian, souw
Lan Ling sudah berhasil menguasai ilmu pedang itu. Dapat dibayangkan, betapa
girangnya souw Lan Ling. Di saat itulah mendadak kening Tan Giok Cu berkerut,
lalu memandang ke arah pohon seraya berseru.
"siapa yang bersembunyi
di situ? Ayoh, cepat keluar"
souw Lan Ling terkejut, sebab
ia tidak mendengar suara apa pun, dan segeralah ia memandang ke arah pohon itu.
"Ha ha ha ha"
Terdengar suara tawa gelak-"gadis kecil, pendengaranmu sungguh tajam"
"Guru" panggil souw Lan Ling dengan wajah berseri-
"Guru...."
Tampak sosok bayangan melayang
turun di hadapan merekai, yang ternyata seorang pengemis tua-
"gadis kecil—,"
Pengemis tua itu menatap Tan Giok Cu dengan mata tak berkedip-
"Engkau masih kecil, tapi
pendengaranmu begitu tajam, sungguh luar biasa sekali"
"Paman tua" Tan Giok
Cu cemberut-
"Aku bukan gadis kecil,
usiaku sudah lima belas tahun lho"
"Walau engkau sudah
berusia lima belas tahun, namun engkau tetap gadis kecil. Ha ha ha..."
Pengemis tua itu tertawa.
"Dasar sudah tua jadi
pikun" Tan Giok Cu bersungut-sungut.
"Ha ha Aku belum
pikun," sahut pengemis tua itu-
"Lan Ling, kebetulan aku
lewat di kota ini, maka aku mampir menengokmu- Tak disangka engkau sedang
berlatih ilmu pedang di sini. oh ya, siapa gadis besar itu?" "gadis
besar?" souw Lan Ling tertegun,
"Dipanggil gadis kecil
dia tidak mau, maka aku memanggilnya gadis besar saja," ujar pengemis tua
itu sambil menyengir ke arah Tan Giok Cu.
"Dia bernama Tan Giok
Cu." souw Lan Ling memberitahukan.
"Dia yang menyelamatkan
nyawa ayahku—."
Kemudian souw Lan Ling menutur
mengenai kejadian di kuil Hok Tek Cin sin. Pengemis tua itu mendengarkan dengan
mata terbelalak dan bertanya, "siapa ke tiga penjahat itu?"
"Mereka adalah anggota
Hek Liong Pang."
"Aaah—" Pengemis tua
itu menghela nafas panjang.
"Ayahmu menghukum mati
penjahat itu, tak disangka
adalah anggota Hek Liong Pang
dan kini menjadi masalah-"
"Ayahku adalah seorang
hakim yang sangat membenci kejahatan, tentunya menjatuhkan hukuman mati pada
penjahat itu," sahut souw Lan Ling dan menambahkan.
"oh ya, ayahku sudah
memperbolehkan aku belajar ilmu silat."
"Ayahmu perbolehkan atau
tidak, yang jelas engkau sudah belajar ilmu silat dariku, oh ya, tadi engkau
berlatih ilmu pedang apa?"
"Aku belajar dari Adik
Giok Cu-" souw Lan Ling memberitahukan, lalu mempertunjukkan ilmu pedang
tersebut-
" Ha a a h—?" Mulut
pengemis tua itu ternganga lebar.
"Itu adalah ilmu pedang
tingkat tinggi, sangat hebat dan lihay sekali."
"oh?" souw Lan Ling
bertambah girang mendengar ucapan itu.
"guru tidak berkeberatea
aku belajar ilmu pedang ini?"
"Tentu tidak" sahut
pengemis tua sambil menatap Tan Giok Cu.
"gadis cantik, siapa yang
mengajarmu ilmu pedang itu?"
"Thio Han Liong."
"Locianpwee itu adalah
gurumu?"
"Hi hi hi" Mendadak
Tan Giok cu tertawa geli-
"Eh?" Pengemis tua
tertegun.
"Gadis cantik, kenapa
engkau tertawa geli, apa yang menggelikanmu?"
"Thio Han Liong bukan
seorang Locianpwee. Ketika mengajarku ilmu pedang itu, dia baru berusia sepuluh
tahun." Tan Giok Cu memberitahukan.
"Kini dia baru berusia
enam belas tahun."
"oh?" Pengemis tua
itu terbelalak.
"Sepertinya aku pernah
melihat ilmu pedang itu, tapi lupa di mana aku pernah menyaksikannya."
"Bukankah barusan guru
menyaksikan ilmu pedang itu?" Souw Lan Ling tersenyum, Gadis itu mengira
gurunya bergurau.
"Lan Ling" Pengemis
tua itu melotot.
"Aku berkata
sesungguhnya, bukan sedang bergurau"
"oh? Kalau
begitu..." souw Lan Ling menatapnya.
"Cobalah Guru ingat lagi,
mungkin bisa ingat"
"Sudah lupa sama
sekali." Pengemis tua itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Dasar sudah tua, kalau
bukan pikun pasti pelupa."
Tingkah laku pengemis tua itu
membuat Tan Giok Cu nyaris tertawa geli, sedangkan souw Lan Ling meng-geleng-gelengkan
kepala.
"Gadis cantik"
Pengemis tua itu menatapnya.
"Kepandaianmu sangat
tinggi, engkau murid siapa?"
"guruku adalah Bibi sian
sian."
"siapa Bibi sian sian
itu?"
"Bibi sian stan adalah
guruku."
"Eeeh?" Pengemis tua
itu mencak-mencak-
"gadis cantik, engkau
sengaja mempermainkan aku ya?"
"Aku tidak mempermainkan,
Paman Tua" sahut Tan Giok Cu.
"guruku memang Bibi sian
sian. Bibi sian sian adalah guruku"
"Engkau berasal dari
perguruan mana?" tanya pengemis tua sambil melotot-
"Jangan dijawab dengan
putar balik lagi.. Awas"
"Perguruan Kuburan
Tua-"
"Apa?" Kening
pengemis tua itu berkerut-kerut
"gadis cantik, engkau
berani mempermainkan orang tua?"
"Di belakang ciong Lam
san, terdapat Kuburan Mayat Hidup- Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak
muncul lagi di dunia Kang-ouw-" Tan Giok Cu membaca syair tersebut.
"Kuburan Mayat Hidup,—
Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar..," gumam pengemis tua itu dengan,
air muka berubah-
"Ternyata engkau adalah
murid wanita baju kuning itu, sungguh di luar dugaan"
"Paman tua kenal
guruku?" tanya Tan Giok Cu girang.
"Belasan tahun lalu,
gurumu yang menyelamatkan Kay Pang. Kebetulan aku pun berada di tempat itu,
maka aku tahu tentang kejadian itu dan melihat gurumu," sahut pengemis tua
"Kalau begitu..."
Tan Giok Cu menatapnya.
"Paman Tua adalah anggota
Kay Pang?"
"Dulu aku adalah Tetua
Kay Pang, namun kini sudah tidak" ujar pengemis tua itu.
"sebab aku sudah tidak
mau pusing akan urusan perkumpulan lagi, maka mengundurkan diri untuk hidup
bebas."
"Kenapa guru tidak mau
mengaku kalau Guru anggota Kay Pang?" tanya souw Lan Ling bernada menegur.
"Aku sudah mengundurkan
diri darijabatanku, itu berarti aku bukan anggota Kay Pang lagi.
Mengerti?" sahut pengemis tua itu melotot,
"oooh" souw Lan Ling
manggut-manggut.
"Lan Ling Kini sudah
waktunya engkau berterus terang kepada ayahmu- Aku pun ingin bertatap muka
dengan ke dua orang tuamu," ujar pengemis tua itu sungguh-sungguh-
"ya-" souw Lan Ling
mengangguk dan bertanya,
"Kapan guru mau bertemu
ke dua orang tuaku?"
"Sekarang," sahut
pengemis tua itu singkat.
"Sekarang?" souw Lan
Ling terbelalak-
"Sudah larut malam
begini?"
"Lan Ling" Pengemis
tua itu tertawa-
"Bagiku tidak ada larut
malam. Ayoh cepat antar aku masuk"
"Guru...." souw Lan
Ling serba salah-
"Eh?" Pengemis tua
itu melotot.
"Engkau berani tidak
menurut padaku? Mau jadi murid murtad?"
"guru...." souw Lan
Ling menundukkan kepala.
"Kakak Lan Ling, antarlah
guru ke dalam" ujar Tan Giok Cu. "Aku yakin ke dua orang tua mu tidak
akan gusar."
"Baiklah" souw Lan
Ling mengangguk, lalu mengajak pengemis tua itu masuk ke rumah-
"silakan duduk guru, aku
mau ke dalam membangunkan ke dua orang tuaku"
"Tidak usah"
Mendadak terdengar suara
sahutan dari dalam, kemudian berjalan ke luar hakim souw dan isterinya dengan
wajah berseri-seri.
"Lan Ling, kami sudah
bangun."
(Lanjut ke jilid 08)
Jilid 8
"Ayah, ibu?"
Tertegun Souw Lan Ling.
"Ha ha ha" Hakim
Souw tertawa gelak.
"Setiap malam kami
mengintip engkau belajar ilmu pedang pada Giok Cu, malam ini munaul Cianpwee
ini yang adalah gurumu."
"Ayah sudah mendengar
pembicaraan kami?" tanya Souw Lan Ling dengan air muka agak berubah.
"ya." Hakim Souw
mengangguk.
"Engkau sungguh
keterlaluan, sudah punya guru silat tapi tidak mau beritahukan."
"Kalau aku beritahukan.
Ayah pasti marah-marah sih," sahut Souw Lan Ling.
"Sekarang sudah tidak,
karena ayah sudah tahu akan kegunaan ilmu silat. Engkau memiliki kepandaian
tinggi, sudah barang tentu bisa melindungi ayah."
"Ayah...." Souw Lan
Ling girang bukan main.
"Hakim Souw"
Pengemis tua itu tertawa. "Kalian bisa mengintip dari dalam rumah,
sedangkan aku bisa mendengar dari pekarangan, maka tahu akan keberadaan kalian
di dalam rumah. Ha ha ha..."
"Pantas Guru ingin ke
dalam rumah" ujar Souw Lan Ling.
"Lan Ling" Pengemis
tua itu menatapnya.
"Engkau harus ingat satu
hal, di saat berlatih atau berada di mana pun, engkau harus selalu pasang
kuping Engkau harus ingat itu"
"Ya, Guru." souw Lan
Ling mengangguk.
"Cianpwee" Hakim
souw tersenyum. "Bagaimana kalau malam ini kita bersulang bersama?"
"Ha ha ha" Pengemis
tua itu tertawa seraya berkata, "Itu yang kuharapkan. Cepat ambilkan arak
wangi"
Nyonya souw segera ke dalam,
tak lama sudah keluar lagi dengan membawa arak wangi dan dua buah cangkir.
Mulailah pengemis tua itu dan Hakim souw ber-sulang sambil tertawa gembira,
setelah puas bersulang, pengemis itu berpamit
"Guru menginap di sini
saja" ujar souw Lan Ling-"Ha ha" Pengemis tua itu tertawa-
"Guru tidak biasa
menginap di rumah mewah, tentunya engkau tahu itu-"
"Tapi—-" souw Lan
Ling ingin menahannya, namun gurunya itu sudah melangkah pergi sambil
tertawa-tawa- Pada waktu bersamaan, Tan Giok Cu berkata kepada Hakim souw-
"Paman, aku akan
melanjutkan perjalananku esok pagi-" "Esok pagi?" Hakim souw
menatapnya. "Kenapa begitu cepat?"
"Paman, waktuku banyak
tersita di situ- Maka aku harus berangkat esok, agar bisa sampai di gunung Bu
Tong selekasnya."
"Adik Giok Cu...."
souw Lan Ling menghela nafas panjang.
"Engkau tidak bisa
tinggal di sini beberapa hari lagi?"
"Maaf, Kakak Lan
Ling," ucap Tan Giok Cu.
"Aku harus berangkat esok
pagi- Tidak bisa ditunda lagi"
"Adik Giok Cu, kapan kita
akan berjumpa kembali?" tanya Souw Lan Ling dengan mata agak basah.
"Kalau aku sudah bertemu
Han Liong, aku pasti mengajaknya ke mari," sahut Tan Giok Cu berjanji-
"Kakak Lan Ling pasti
senang bertemu dia-"
"Engkau jangan ingkar
janji lho"
"Jangan khawatir Kakak
Lan Ling- Aku tidak akan ingkar janji-"
"Terima kasih. Adik Giok
Cu" souw Lan Ling menggenggam tangannya erat-erat-
"Mudah-Mudahan kita
berjumpa kembali secepatnya"
Tan Giok Cu manggut-manggub
Keesokan harinya berangkatlah gadis itu menuju gunung Bu Tong.
-ooo00000ooo-