Anak Naga Chapter 17: Berjumpa Dan Mencurahkan isi Hati

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 17: Berjumpa Dan Mencurahkan isi Hati
Bab 17 Berjumpa Dan Mencurahkan isi Hati

Dijalanan gunung siauw sit san, tampak seekor kuda berjalan santai- seorang gadis remaja duduk di punggungnya sambil menengok ke sana ke mari menikmati keindahan alam di gunung itu. Bukan main cantiknya gadis remaja itu siapa dia? Tidak lain adalah Tan Giok Cu. Berselang beberapa saat, terdengarlah suara gemuruh air terjun. Tampak beberapa buah air terjun di gunung seberang, sedangkan kuda itu terus mendaki- setelah melewati beberapa tikungan, tampak sebuah kuil yang amat megahi itulah kuil siauw Lim sie.

"Mudah-mudahan Kakak Han Liong masih berada di dalam kuil itu" ucap Tan Giok Cu dalam hati, lalu ia meloncat turun dari punggung kudanya.Ia menambatkan kudanya di sebuah pohon, setelah itu barulah mendekati pintu kuil itu.

"omitohud" ucap salah seorang Hweeshio yang sedang menyapu di situ.

"Nona...."

"Taysu" Tan Giok Cu tersenyum.

"Aku ingin bertanya, apakah Thio Han Liong berada di dalam kuil?"

"Maaf, aku tidak tahu," jawab Hweeshio itu.

"Kalau begitu—." Tan Giok Cu melangkah ke arah pintu kuil itu.

"Aku akan ke dalam untuk menemui Hong Tio (Ketua)." "Nona" Hweeshio itu segera menghadangnya. "omitohud Kaum wanita dilarang masuk di kuil kami."

"Apa?" Tan Giok Cu tertegun. "Kenapa kaum wanita dilarang masuk?"

"Ini adalah peraturan kuil siauw Lim sie, turun-temurun sudah hampir seribu tahun." Hweeshio itu memberitahukan.

"Aku tidak perduli peraturan itu," ujar Tan Giok Cu.

"Pokoknya aku harus masuk-"

"Nona-..."

"Engkau berani menghadangku?" Tan Giok Cu melotot.

"omitohud Aku... aku...." Hweeshio itu berdiri mematung di

tempat-

Tan Giok Cu melangkah ke dalam pintu itu- sayup,sayup didengarnya suara Liam Keng (Membaca doa) dan disaat itu pula muncul beberapa Hweeshio tingkatan Goan, yang semuanya menatapnya dengan tajam.

"omitohud" ucap salah seorang Hweeshio yang bergelar Goan Liang.

"Kenapa Nona begitu lancang memasuki kuil kami? Ayoh cepat keluar"

"Aku ingin menemui Hong Tio," sahut Tan Giok Cu.

"Kalau begitu, silakan Nona menunggu di luar saja" ujar Goan Liang Hweeshio menegaskan.

"Jika Nona tidak mau keluar, kami terpaksa.."

"Kuil siauw Lim sie sangat terkenal di kolong langit, tapi para Hweeshionya justru tidak tahu aturan. Kalau kalian berani mengusirku, aku pun terpaksa melawan."

"omitohud" ucap Goan Liang Hweeshio-

" Harap Nona mentaati peraturan kuil kami"

"Aku ingin bertanya, kenapa kaum wanita dilarang masuk di kuil siauw Lim sie?" tanya Tan Giok Cu mendadak-

"sebab kuil siauw Lim sie adalah tempat tinggal para Hweeshio," jawab Goan Liang Hweeshio-

"Kalau ada kaum wanita memasuki kuil siauw Lim sie, berarti godaan bagi kami-"

"Hi hi hi" Tan Giok Cu tertawa geli-

"Lucu sekali, sebetulnya godaan tersebut timbul dari dalam hati kalian. seandainya tiada kaum wanita ke mari, namun kalian membayangkan kaum wanita, itu pun sudah merupakan suatu godaan, bahkan juga merupakan dosa bagi kalian."

"omitohud—"" Goan Liang Hweeshio menundukkan kepala.

Di saat bersamaan, muncullah Kong Ti Seng Ceng. Begitu melihat Tan Giok Cu, padri tua itu terbelalak-

omitohud" ucapnya sambil mengerutkan kening. "Nona kecil, kenapa engkau memasuki kuil kami?" "Tidak boleh ya?" sahut Tan Giok Cu.

"Memang tidak boleh-" Kong Ti Seng Ceng tersenyum-"Peraturan di sini, kaum wanita dilarang masuk"

"Kalau begitu, peraturan itu harus dihapus," ujar Tan Giok Cu.

"Lho?" Kong Ti Seng Ceng menatapnya.

"Kenapa peraturan itu harus dihapus?"

"Peraturan yang tak masuk akal, maka harus dihapus," sahut Tan Giok Cu dan bertanya,

"Paderi tua, aku ingin bertanya. Para Hweeshio menyembahyangi apa di dalam kuil ini?"

"Sang Buddha."

"Apakah kaum wanita tidak boleh menyembahyangi sang Buddha?"

"Tentu boleh-"

"Kalau begitu—" Tan Giok Cu tertawa kecil.

"Kenapa kaum wanita dilarang memasuki kuil ini?"

"Itu—." Kong Ti Seng Ceng terbungkam.

"Tadi Hweeshio itu bilang—." Tan Giok Cu menunjuk Goan Liang.

"Kaum wanita memasuki kuil ini merupakan godaan bagi mereka, maka kaum wanita dilarang masuk-"

"Betul, betul-" Kong Ti Seng ceng mengangguk

"Padri tua, apakah para Hweeshio siauw Lim Sie tidak pernah membayangkan kaum wanita? Kalau pernah, itu merupakan suatu dosa lho Maka percuma melarang kaum wanita memasuki kuil ini."

"omitohud" ucap Kong Ti Seng Ceng sambil menatapnya-

"gadis kecil, siapa engkau dan mau apa engkau ke mari?"

"Namaku Tan Giok Cu- Aku ke mari ingin menemui Kakak Han Liong-" gadis itu memberitahukan.

"Aku sudah ke gunung Bu Tong, namun Thay suhu bilang Kakak Han Liong pergi kemari."

"omitohud" Kong Ti Seng Ceng tersenyum.

"Ternyata engkau ingin menemui Han Liong. Namun sayang sekali, dia sudah pergi bersama Seng Hwi."

"Seng Hwi? siapa dia?"

"Dia adalah-—" Ketika Kong Ti Seng Ceng mau menjelaskan, mendadak terdengar suara seruan.

"Kong Ti Seng Ceng Seng Hwi datang menghadap" Air muka Kong Ti Seng Ceng langsung berubah- Di saat bersamaan berkelebat sosok bayangan ke hadapan Kong Ti Seng Ceng, kemudian berlutut di situ.

"omitohud—-" Kong Ti Seng Ceng tercengang.

"Seng Hwi—-"

"Kong Ti Seng Ceng, aku ke mari mohon pengampunan," ujar Seng Hwi sambil menangis terisak-isak-

"Aku telah salah membunuh para Hweeshio siauw Lim sie, aku minta dihukum-"

"omitohud" ucap Kong Ti Seng Ceng.

"Kini engkau telah sadar akan kesalahanmu, maka aku harus mengampunimu, omitohud Seng Hwi, bangunlah"

Terima kasih. Seng Ceng." Seng Hwi bangkit berdiri,

"Paman" panggil Tan Giok Cu mendadak- "Di mana Kakak Han Liong? Padri tua itu bilang Kakak Han Liong pergi bersamamu. Dia berada di mana sekarang?"

"Nona kecil—." Seng Hwi terbelalak, "siapa engkau?" "Namaku Tan Giok Cu." gadis itu memberitahukan. "Kakak Han Liong adalah kawan baikku." "oooh" Seng Hwi manggut-manggut

"Dia lelah meninggalkan tempat tinggalku, katanya mau ke desa—."

"Ke desa mana?"

"Kedesa Hok An."

"oh" Wajah Tan Giok Cu langsung berseri.

"Dia menuju ke rumahku, aku harus segera pulang."

Tan Giok Cu membalikkan badannya, lalu melangkah pergi.

"Nona kecil, siapa gurumu?" tanyanya.

"Di balik Ciong Lam san, terdapat Kuburan Mayat Hidup, Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak muncul lagi di dunia Kang-ouw" sahut Tan Giok Cu membaca syair tersebut.

"omitohud" ucap Kong Ti Seng Ceng sambil manggut-manggut- Itu sungguh di luar dugaan omitohud"

-ooo00000ooo-

Tan Giok Cu memacu kudanya sekencang-kencang-nya. gadis itu tidak membuang waktu, karena ingin cepat-cepat

sampai di rumah- Begitu terbayang Thio Han Liong, gadis itu tersenyum-senyum sendiri

" Kakak tampan, kita akan bertemu Kita akan bertemu"

Berselang beberapa saat kemudian, kuda itu mulai memasuki sebuah rimba, sudah barang tentu larinya agak perlahan. Tiba-tiba berkelebat belasan bayangan ke arah Tan Giok Cu, kemudian melayang turun di hadapan kudanya. Tan Giok Cu terkejut dan cepat-cepat ia menghentikan kudanya. Tampak belasan orang berpakaian serba putih, dibagian dada terdapat sulaman gambar seekor naga hitam.

"Hek Liong Pang lagi Hek Liong Pang lagi" Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan kepala.

"Nona" salah seorang berusia empat puluhan memberi hormat.

"Namaku Lie Bun yauw, pemimpin regu Angin dari perkumpulan Hek Liong pang"

"Jadi kenapa?" tanya Tan Giok Cu dingin.

"Ketua kami mengutus kami mengundang Nona ke markas," sahut Lie Bun yauw-

"Harap Nona sudi ikut kami"

"Kalau aku tidak mau ikut?""

"Nona" Lie Bun yauw menatapnya-

Kami terpaksa akan menggunakan kekerasan terhadap Nona"

"oh?" Tan Giok Cu segera meloncat turun dari punggung kudanya kemudian menatap Lie Bun yauw seraya berkata,

"Aku tidak pernah bermusuhan dengan pihak Hek Liong Pang, tapi kenapa kalian selalu mencari gara-gara denganku?"

"Bukankah Nona telah melukai beberapa anggota Hek Liong pang?" sahut Lie Bun yauw-

"Itu dikarenakan mereka ingin membunuh Hakim souw," ujar Tan Giok Cu dan menambahkan,

"Engkau adalah pemimpin regu Angin, seharusnya engkau menghukum anggota yang bertindak sewenang-wenang."

"Justru itu, ketua ingin bertemu dengan nona"

"Maaf," ucap Tan Giok Cu.

"Aku tidak punya waktu karena aku harus segera pulang-Tidak bisa ikut kalian ke markas"

Kalau begitu-—" Kening Lie Bun yauw berkerut-

Kami terpaksa menggunakan kekerasan untuk menangkapmu"

"Apa boleh buat" sahut Tan Giok Cu sambil menghunus pedang pusakanya-

"Aku terpaksa melawan"

"Baik" Lie Bun yauw manggut-manggut, lalu berseru kepada para anak buahnya.

"Tangkap dia"

Para anak buah Lie Bun yauw langsung menyerang Tan Giok Cu dengan berbagai macam senjata- gadis itu bersiul panjang sekaligus berkelit dan menangkis, sehingga terjadilah pertarungan yang amat seru dan tegang. Lie Bun yauw menyaksikan pertarungan itu dengan mata tak berkedip- Perlu diketahui, para anak buahnya rata-rata berkepandaian tinggi, sebab mereka adalah regu Angin.

Akan tetapi, Tan Giok Cu adalah murid kesayangan yo sian sian, yang berkepandaian amat tinggi. Maka walau dikeroyok belasan orang, ia masih dapat bergerak gesit dan balas menyerang.

Namun puluhan jurus kemudian, Tan Giok Cu tampak mulai kewalahan, Itu dikarenakan ia kurang berpengalaman, lagipula mulai lelah.

"Ha ha ha" Lie Bun yauw tertawa gelak-"Nona, lebih baik engkau menyerah"

omong kosong" sahut Tan Giok Cu dan terus mengadakan perlawanan.

Mendadak terdengar suara bentakan keras yang memekakkan telinga, sehingga mengejutkan semua orang yang ada d i situ.

"Berhenti" Tampak sosok bayangan melayang turun di hadapan Tan Giok Cu. Ternyata seorang pemuda berwajah sangat tampan, berusia tujuh belasan tahun.

"Kenapa kalian mengeroyok seorang gadis?" tanya pemuda itu sambil menuding para anggota Hek Liong pang.

"Anak muda" bentak Lie Bun yauw-

"siapa engkau? Kenapa engkau mencampuri urusan kami?"

"Kalian mengeroyok seorang anak gadis, maka aku harus turut campur" sahut pemuda itu. la berdiri membelakangi Tan Giok Cu, jadi tidak begitu memperhatikan gadis itu. Akan tetapi, ketika mendengar suara bentakan itu, hati Tan Giok Cu tersentaki karena merasa kenal akan suara itu. otomatis ia terus memperhatikan pemuda tersebut.

"HiA" dengus Lie Bun yauw-

"Anak muda Mungkin engkau belum tahu siapa kami, maka engkau berani bertingkah di hadapan kami"

"Tentunya kalian dari perkumpulan golongan hitam Kalau tidaki bagaimana mungkin mengeroyok seorang gadis?" sahut Thio Han Liong dingin.

"Anak muda siapa namamu?" Lie Bun yauw menatapnya tajam.

"Namaku Thio Han Liong"

Di saat itulah terdengar suara seruan girang. Ternyata Tan Giok Cu yang berseru sambil mendekati Thio Han Liong.

" Kakak tampan Kakak tampan"

"Hah?" Thio Han Liong tertegun dan langsung membalikkan badannya, terus memperhatikan gadis yang di depannya.

"Engkau...."

"Kakak tampan Aku adalah adik manismu, engkau sudah lupa ya?" Tan Giok Cu tersenyum.

"Adik manis Adik manis-..." Thio Han Liong tertawa gembira-

"Engkau sudah besar dan cantik sekali" "Kakak tampan" Tan Giok Cu tersenyum manis. "Engkaupun sudah besar dan bertambah tampan, aku...

aku...."

"Hei" bentak Lie Bun yauw.

"Kalau mau berpacaran,jangan di sini Kalian...."

"Adik manis," tanya Thio Han Liong,

"siapa mereka, kenapa mereka mengganggumu?"

"Mereka adalah para anggota Hek Liong Pang. mereka terus memusuhiku..." jawab Tan c-iiok Cu dan menutur tentang kejadian di kuil Hok Tek Cin sin. "Maka hingga sekarang pihak Hek Liong Pang terus memusuhiku."

"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.

"Adik manis, engkau jangan khawatir Aku akan membantumu mengusir mereka."

"Anak muda" ujar Lie Bun yauw sambil mengerutkan kening.

Lebih baik engkau jangan turut campur urusan ini, sebab ketua yang mengutus kami mengundang nona itu ke markas"

"Pokoknya kalian tidak boleh mengganggunya" tegas Thio Han Liong.

"Ayoh, cepatlah kalian enyah dari sini"

"Ha ha ha" Lie Bun yauw tertawa gelak.

"Anak muda, engkau memang ingin cari penyakit"

Pemimpin regu Angin itu lalu memberi aba-aba kepada para anak buahnya, dan seketika juga mereka menyerang.

Kakak tampan, engkau tidak pakai senjata?" tanya Tan Giok Cu sambil mengayunkan pedang pusakanya menangkis serangan-serangan itu.

"Cukup dengan tangan kosong saja," sahut Thio Han Liong sambit tersenyum, sekaligus menggunakan ilmu Kian Kun Taylo Ie-

Kini Tan Giok Cu tampak bersemangat sekali, sehingga Giok Li Kiam Hoat yang dikeluarkannya itu bertambah lihay dan dahsyat. Kira-kira puluhan jurus kemudian, belasan anggota Hek Liong Pang mulai terdesak-

"Berhenti" seru Lie Bun yauw mendadak- la tahu kalau pertempuran itu dilanjutkan, para anak buahnya pasti celaka, oleh karena itu, ia menyuruh mereka berhenti, kemudian mendekati Thio Han Liong sambil memberi hormat.

"Kepandaianmu sungguh mengagumkan. Kami tidak sanggup melawan kalian berdua, maka akan kulaparkan kepada ketua, sampai jumpa"

Lie Bun yauw dan para anak buahnya segera meninggalkan tempat itu, sedangkan Thio Han Liong dan Tan Giok Cu masih berdiri di situ, lalu saling memandang.

Kakak tampan" panggil Tan Giok Cu dengan suara rendah dan mesra.

"Adik manis" sahut Thio Han Liong sambil menatap lembut. Tak disangka kita bertemu di sini."

Kakak tampan, kini kita sudah besar. Betutkah engkau tetap menyukaiku?"

"Tentu." Thio Han Liong mengangguk-"Bagaimana engkau terhadapku?" tanyanya.

"Aku— aku menyukaimu melebihi dulu," sahut Tan Giok Cu perlahan sambil menundukkan kepala.

"Dulu aku menyukaimu, kini—justru mencintaimu-" "Adik manis" Thio Han Liong menggenggam tangannya-

Aku pun mencintaimu- Ke dua orang tuamu sudah tahu

itu"

"oh?" Tan Giok Cu tersenyum gembira-

Kakak tampan, kepandaianmu bertambah tinggi lho" "Adik manis" Thio Han Liong tersenyum-

"Ilmu pedangmu sungguh lihay dan hebat- Aku kagum sekali-"

"oh?" Tan Giok Cu tertawa dan memberitahukan,

Kakak tampan, aku menyusulmu ke gunung Bu Tong dan siauw Lim sie-"

"Adik manis" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala-

"Kenapa engkau tidak menunggu di rumah saja?"

"Aku— aku rindu sekali kepadamu, maka—."

"Adik manis, aku pun rindu sekali kepadamu, syukurlah kita berjumpa di sini"

"oh ya" Tan Giok Cu memberitahukan.

"Paman tua bernama In Lie Heng telah meninggal." "Apa?" Bukan main terkejutnya Thio Han Liong. " Kakek In telah meninggal?"

ya." Tan Giok Cu mengangguk dan menutur tentang kejadian itu.

"Siapa yang melukai Kakek In?" Mata Thio Han Liong mulai basah.

"Entahlah-" Tan Giok Cu menggelengkan kepala.

"sucouwmu bilang, sebelum menghembuskan nafas penghabisan. Kakek In menyebut 'Hiat', entah apa artinya?"

"sucouwkujuga tidak tahu apa artinya?"

"ya. sucouwmu tidak tahu sama sekali. Menurut aku..." ujar Tan Giok Cu.

"Itu mungkin julukan orang yang melukai Kakek In, Sayang Kakek In keburu menghembuskan nafas penghabisan, maka tiada waktu untuk menyebut lengkap julukan itu"

"Ngmm" Thio Han Liong manggut-manggut-

orang itu pasti berkepandaian tinggi sekali-Kalau tidak, bagaimana mungkin bisa melukai Kakek In? sebab Kakek In berkepandaian tinggi sekali-"

"Benar." Tan Giok Cu mengangguk-

"Kita harus menyelidikinya kelak- sekarang kita harus pulang."

"Ha ha ha" Mendadak terdengar suara tawa, kemudian muncul seorang pemuda yang ternyata ouw yang Bun, murid kesayangan Tong Koay-Oey sun-Bin.

"Nona kecil, tak disangka kita bertemu di sini." "saudara ouw yang" Tan Giok Cu tersenyum. "Mari kuperkenalkan, dia adalah Kakak Han Liong."

"Oh?" ouw yang Bun menatap Thio Han Liong dengan penuh perhatian, lama sekali barulah ia memberi hormat.

"saudara Han Liong, selamat bertemu Namaku ouw yang Bun."

"saudara ouw yang," sahut Thio Han Liong sekaligus balas memberi hormat.

"Selamat bertemu"

"saudara ouw yang" tanya Tan Giok Cu.

"Bukankah engkau pergi ke Kota raja bersama gurumu?" "Di tengah jalan aku kabur." ouw yang Bun tersenyum. "Sebab aku... aku ingin menemuimu."

"Kenapa engkau ingin menemuiku?" tanya Tan Giok Cu heran.

"Karena...." Wajah ouw yang Bun agak kemerah-merahan.

"Aku... aku rindu sekali kepadamu."

"Eh?" Tan Giok Cu mengerutkan kening.

"Engkau...." sementara Thio Han Liong diam saja.

"Nona kecil." ujar ouw yang Bun berterus terang.

"sejak pertama kali bertemu denganmu, aku... aku sudah suka kepadamu. Wajahmu terus muncul di pelupuk mataku, maka aku...."

"Saudara ouw yang...." Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan

kepala-

"Terima kasih atas perhatianmu, tapi aku sudah punya kekasih."

"Nona, engkau sudah punya kekasih?" Wajah ouw yang Bun berubah pucat.

"Pemuda inikah kekasihmu?" "ya-" Tan Giok Cu mengangguk.-

"Dia memang lebih tampan dariku, kalian berdua merupakan pasangan yang serasi-Tapi...." ouw yang Bun menatap Thio Han Liong dalam-dalam-

"Belum tentu kepandaiannya lebih tinggi dariku, aku ingin menguji kepandaiannya-"

"saudara ouw yang...." Tan Giok Cu menghela nafas

panjang.

"saudara Han Liong" tanya ouw yang Bun bernada menantang.

"Beranikah engkau bertanding denganku?"

"saudara ouw yang" Thio Han Liong tersenyum lembut.

"Engkau harus tahu, sejak kecil aku dan Giok Cu sudah merupakan kawan baik, sedangkan engkau baru kenal dia-"

"Walau aku baru kenal dia, namun aku sudah jatuh cinta kepadanya," sahut ouw yang Bun.

"Karena dia bilang engkau adalah kekasihnya, maka aku ingin menguji mu-"

"saudara ouw yang—" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Tiada artinya kita bertanding."

"Ha ha ha ha" Terdengar suara tawa yang memekakkan telinga, mendadak muncul seorang tua, yang tidak lain Tong Koay-oey Su Bin.

"Muridku, kenapa engkau tidak mau ikut guru ke Kota raja?"

"Guru—." Wajah ouw yang Bun tak sedap dipandang. "Aku—."

"Kini engkau sudah bertemu gadis cantik itu, tapi kenapa wajahmu masih masam begitu?" Tong Koay "Wng garuki Garuk kepala.

"Guru, jangan terus bergurau Aku lagi kesal nih," sahut ouw yang Bun.

"Kesal?" Tong Koay tampak bingung.

"gadis cantik itu sudah berada di hadapanmu, tapi kenapa engkau masih kesal?"

"Dia sudah punya kekasih-" ouw yang Bun memberitahukan,

"Itu membuat hatiku terasa sakit sekali."

"Pemuda itukah kekasihnya?" tanya Tong Koay sam-bil menatap Thio Han Liong dengan penuh perhatian.

"ya." ouw yang Bun mengangguk-

"oleh karena itu, aku ingin bertanding dengan pemuda itu"

"Bagus, bagus" Tong Koay tertawa gembira.

"Pemuda itu kelihatan berisi juga. Engkau memang harus bertanding dengan dia"

"Ha ha ha..."

"Paman Tua" Tan Giok Cu mengerutkan kening,

"seharusnya Paman Tua mencegah, tapi sebaliknya malah setuju. Bagaimana sih?"

"Itu cuma bertanding, bukan bertarung mati-matian,", sahut Tong Koay.

"Lagipula belum tentu kekasihmu itu akan kalah, jadi engkau tidak perlu cemas."

"Tapi—" Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan kepala.

"Anak muda" Tong Koay menatap Thio Han Liong dengan mata tak berkedip-

"Engkau memang tampan, Sayang kenapa agak pengecut?" "Cianpwee" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Kenapa Cianpwee bilang aku agak pengecut?"

"sebab...." Tong Koay tertawa. "Engkau tidak berani

bertanding dengan muridku. Nah, bukankah engkau agak pengecut?"

"Cianpwee jangan salah paham. Aku bukan pengecut," ujar Thio Han Liong memberitahukan.

"Melainkan aku tidak mau bertanding dengan murid Cianpwee, sebab tiada gunanya kami bertanding."

"Menguji kepandaian masing-masing," sahut Tong Koay dan melanjutkan.

"Juga menambah pengalaman kalian, Itu sangat bermanfaat bagi kalian berdua. Aku akan jadi wasit pokoknya tidak akan berat sebelah-"

"Cianpwee-." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku...."

"Anak muda," potong Tong Koay cepat.

"Kalau engkau tidak mau bertanding dengan muridku, berarti engkau pengecut. Ha ha ha..."

"Cianpwee" Hati Thio Han Liong mulai panas.

"Baiklah aku akan bertanding dengan muridmu, tapi hanya menggunakan tangan kosong saja."

"Bagus, bagus" Tong Koay manggut-manggut.

"Kalian bertanding cukup dengan tangan kosong saja. Ayoh, kalian cepat mulai"

Thio Han Liong dan ouw Yang Bun berdiri berhadapan, kemudian mulai mengerahkan Lweekang masing-masing.

"Anak muda, engkau boleh menyerang duluan" seru Tong Koay.

"sebab engkau lebih muda dari muridku"

"Maafl" ucap Thio Han Liong pada ouw yang Bun, lalu mulai menyerangnya dengan ilmu Thay Kek Run.

"Anak muda" Tong Koay tertawa.

"Ha ha Ternyata engkau murid Bu Tong Pay"

sementara ouw yang Bun yang diserang itu berkelit dengan cepat sekali, kemudian mulai balas menyerang, maka pertandingan itu menjadi seru menegangkan.

Tan Giok Cu menyaksikan pertandingan itu dengan penuh perhatian, gadis itu yakin Thio Han Liong akan menang.

Tak terasa pertandingan itu sudah lewat puluhan jurus, namun mereka berdua terus bertanding seimbang. Tong Koay

kelihatan penasaran sekali karena muridnya masih belum dapat mengalahkan Thio Han Liong.

"Muridku" serunya memberitahukan,

"gunakan ilmu Bu seng uh In (Tiada suara Ada Bayangan)"

Kenapa Tong Koay menyuruh muridnya mengeluarkan ilmu tersebut? Ternyata dengan ilmu itu. Tong Koay telah mengalahkan song wan Kiauw. ouw yang Bun segera mengeluarkan ilmu tersebut menyerang Thio Han Liong, itu membuat Thio Han Liong mulai terdesak-

"Ha ha ha" Tong Koay tertawa gembira, namun kemudian justru terbelalak- Itu dikarenakan mendadak ouw Yang Bun balik terdesak oleh tangkisan dan serangan Thio Han Liong, wajah Tong seketika berubah agak pucat dan segera berseru,

"Berhenti"

Thio Han Liong dan ouw yang Bun langsung berhenti-Mereka tidak mengerti kenapa Tong Koay menyuruh mereka berhenti bertanding.

"Anak muda" Tong Koay menatap Thio Han Liong dengan tajam sekali.

"Engkau adalah kakak seperguruan gadis itu?" "Bukan." Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Anak muda" Tong Koay tampak tidak senang.

"Engkau jangan membohongi aku, sebab aku mengenali ilmu silatmu itu."

"cianpwee" Thio Han Liong tersenyum.

"Bukankah tadi Cianpwee juga mengatakan aku adalah murid Bu Tong Pay?"

"Karena engkau menggunakan ilmu Thay Kek Kun. Namun barusan engkau mengeluarkan ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw, itu adalah ilmu rahasia Nona Yo sian sian atau guru gadis cantik ini."

"Cianpwee, barusan aku memang mengeluarkan ilmu tersebut," sahut Thio Han Liong jujur.

"Tapi aku bukan kakak seperguruan Giok Cu. Kalau Cianpwee tidak percaya, silakan bertanya kepadanya"

"Paman Tua" ujar untuk Tan Giok Cu.

Kakak Han Liong memang bukan kakak seperguruanku. Aku sendiri pun bingung, bagaimana dia bisa ilmu rahasia perguruanku."

"oh?" Tong Koay terbelalaki kemudian menatap Thio Han Liong seraya bertanya,

"Anak muda, siapa yang mengajarmu ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw itu?"

"Bibi ci jiak"

"Ci Jiak? siapa dia?" gumam Tong Koay lalu bertanya,

"Anak muda, siapa ayahmu?"

"Ayahku adalah Thio Bu Ki"

"Ha a a h—?" Mulut Tong Koay ternganga lebar.

"Pantas kepandaianmu begitu tinggi. sudahiah Muridku kalah-.."

"Guru" ouw yang Bun tampak tidak senang.

"Aku belum kalah-"

"Muridku," ujar Tong Koay sungguh-sungguh-

"Kalau pertandingan itu dilanjutkan, engkau pasti kalah -"

"Kenapa?" tanya ouw yang Bun penasaran.

"Sebab engkau tidak akan sanggup menghadapi ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw itu."

"guru...."

"Sudahlah" tandas Tong Koay lalu berkata kepada Thio Han Liong.

"Anak muda, pertandingan barusan itu akan dilanjutkan kelak Ha ha ha"

"Cianpwee»..""

"Muridku" Tong Koay menarik ouw yang Bun,. kemudian melesat pergi seraya tertawa gelaki

"Ha ha ha Anak muda, muridku akan bertanding denganmu lagi kelak Ha ha ha..."

Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala, sedangkan Tan Giok Cu menatapnya dengan penuh rasa heran.

"Kakak tampan," tanyanya dengan suara rendah-

"Siapa yang mengajarmu Kiu Im Pek Kut Jiauw?"

"Bibi Ci Jiak"

"Bibi Ci Jiak?" Tan Giok Cu kelihatan kurang percaya-

"Mungkin Ci Jiak bukan nama asli bibimu itu-"

"Bibiku itu memang bernama Ciu Ci Jiak Dia juga tinggal di Pulau Hong Hoang to-" Thio Han Liong memberitahukan.

"Berapa usianya sekarang?"

"Empat puluhan."

"Kalau begitu...." Tan Giok Cu menggelengkan kepala.

"Dia bukan Kwee In Loan, bibi guruku." "Adik manis" Thio Han Liong tertegun. "Engkau masih punya bibi guru?"

"Ya."Tan Giok Cu mengangguk. Kemudian menceritakan juga tentang Kwee In Loan, berdasarkan apa yang didengarnya dari gurunya.

"Bibi guruku berusia lima puluhan."

"ooohi Thio Han Liong manggut-manggut.

"Adik manis, gurumu kenal ayahku."

"guruku sudah memberitahukan." Tan Giok Cu tersenyum.

"Sesungguhnya guru mencintai ayahmu, tapi pada waktu itu ayahmu sudah punya kekasih.-.."

"Ternyata begitu" Thio Han Liong juga tersenyum. "Tapi ayahku tidak menceritakan tentang itu"

"Mungkin ayahmu tidak tahu, sebab guruku mencintainya secara diam-diam," ujar Tan Giok Cu dan menambahkan,

"karena ayahmu sudah punya kekasih, maka guruku menjauhinya-"

"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut-

"Kakak tampan, mari kita berangkat" ajak Tan Giok cu-

"Baik"" Thio Han Liong mengangguk. Kemudian mereka meloncat ke atas punggung kuda-

-ooo00000ooo-

Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong dan Tan Giok Cu sudah memasuki desa Hok An. Betapa gembiranya gadis itu, karena sebentar lagi akan bertemu ke dua orang tuanya.

Tan Giok Cu membelokkan kudanya memasuki pekarangan, setelah itu barulah mereka meloncat turun dari punggung kuda itu.

"Ayah.. Ibu Ayah Ibu..." serunya sambil berlari ke dalam rumah. Sedangkan Thio Han Liong mengikutinya dari belakang dengan wajah ceria-

Tan Ek seng dan Lim soat Hong menghambur keluar.

Begitu melihat Tan Giok Cu. berserilah wajah mereka.

"Nak" panggil Lim soat Hong.

"Ibu" Tan Giok Cu langsung mendekap di dada Lim soat Hong.

"Nak" Lim soat Hong membelainya denganpenuh kasih sayang.

"Engkau sudah pulang bersama Han Liong."

"Paman, Bibi" panggil pemuda itu sambil memberi hormat.

"Han Liong...." Tan Ek seng memandangnya denganpenuh

kegembiraan, kemudian tertawa gelak-

"Ha ha ha, kalian berdua,..."

"Duduklah, Nak" bisik Lim soat Hong.

Tan Giok Cu mengangguk. lalu memandang Tiiio Han uong seraya berkata.

"Kakak tampan, silakan duduk"

"Terima kasih. Adik manis" Thio Han Liong tersenyum sambil duduk.

"Syukurlah kalian telah datang" ujar Tan Ek seng.

"Giok Cu, ibumu terus memikirkan kalian."

"Nak" Lim soat Hong tersenyum.

"Engkau bertemu Han Liong di gunung Bu Tong ya?"

"Bukan." Tan Giok Cu menggelengkan kepala.

"Kami bertemu di tengah jalan, sedang sama-sama menuju ke mari"

"oooh" Lim soat Hong manggut-manggut.

"Kini kalian sudah berkumpul dan kalian pun sudah dewasa. Nah, bagaimana perasaan kalian berdua?"

"Maksud Ibu?" Tan Giok Cu tidak mengerti.

"Perasaan apa?"

"Apakah kalian... saling mencinta?" sahut Lim soat Hong sambil menatap mereka dengan penuh perhatian.

"Ibu...." Wajah Tan Giok Cu langsung memerah.

"Jawablah dengan jujur Aku adalah ibumu, maka engkau tidak usah malu-malu," ujar Lim soat Hong.

"Ibu, kami... kami memang saling mencinta." Tan Giok Cu menundukkan kepala dalam-dalam.

"Bagus, bagus" Lim soat Hong gembira sekali-"Itu yang kami harapkan. Bagus, bagus" "Ha ha ha" Tan Ek seng tertawa gembira-

"Giok Cu, ceritakan pengalamanmu ketika pergi mencari Han Liong"

"Ayah, aku—-" Tan Giok Cu memberitahukan,

Aku telah bentrok dengan pihak Hek Liong Pang." "oh?" Tan Ek seng mengerutkan kening.

"Kenapa engkau bentrok dengan para anggota perkumpulan itu?"

"Karena..." tutur Tan Giok Cu mengenai semua kejadian itu, bahkan juga tentang ouw yang Bun.

"yaaah" Tan Ek seng menghela nafas panjang.

"Berkecimpung dalam rimba persilatan, tentunya tidak akan terluput dari berbagai kejadian, yang penting kalian berdua harus berhati-hati. urusan besar kalian perkecil, dan urusan kecil kalian tiadakan saja"

"ya" sahut Tan Giok Cu dan Thio Han Liong serentak.

"Han Liong," tanya Tan Ek seng.

"Apa rencanamu selanjutnya, apakah engkau akan kembali ke pulau Hong Hoang To?"

"Mungkin belum,"jawab Thio Han Liong, "sebab aku masih harus pergi ke gunung soat san untuk mencari Teratai saiju."

"Untuk apa Teratai saiju itu?" tanya Lim soat Hong heran.

"Untuk mengobati wajah ke dua orang tua ku"jawab Thio Han Liong dan menutur tentang kejadian yang menimpa orang tua nya.

"ooooh" Tan Ek seng dan Lim soat Hong manggut-manggut.

"Kakak tampan," ujar Tan Giok Cu.

"Kalau engkau berangkat ke gunung soat san, aku harus ikut."

"Adik manis...." Thio Han Liong memandang ke dua orang

tua gadis itu seraya bertanya,

"Bagaimana menurut Paman dan Bibi?"

"Kini Giok Cu telah besar, tentunya kami tidak bisa mengekang kebebasannya," ujar Tan Ek seng dan menambahkan,

"Lagipula kalian sudah saling mencinta, itu membuat kami tidak bisa melarangnya."

"Ayah" Wajah Tan Giok Cu langsung berseri.

"Ayah dan Ibu memperbolehkan aku ikut Kakak tampan ke gunung Soat san?"

"yaah" Lim soat Hong tersenyum.

"Seandainya kami melarang, bagaimana engkau?" "Aku tetap ikut," sahut Tan Giok Cu jujur. "Nah" Lim soat Hong menghela nafas panjang. "Bagaimana mungkin kami melarangmu? percuma kan?" "Ibu—" Tan Giok Cu menundukkan kepala. "Nak," Lim soat Hong tersenyum lembut.

"Dulu ibu pun pernah ikut ayahmu berkelana, akhirnya menetap di desa ini."

"Giok Cu" Tan Ek seng menatapnya dengan penuh kasih sayang.

"yang penting, kalian jangan berbuat yang bukan-bukan, setelah berhasil memperoleh Teratai salju, kalian berdua harus segera pulang."

"ya." Tan Giok Cu dan Thio Han Liong mengangguk.

"sekarang...." Lim soat Hong tersenyum.

"Mari kita makan dulu, sebab perut kalian terus berbunyi dari tadi"

"Ibu, kami sudah lapar sekali," ujar Tan Giok Cu sambil tertawa kecil.

"Dari kemarin perut kami belum diisi dengan makanan apa pun."

"oh?" Tan Ek seng tertawa gelak-"Ha ha ha..."

Hampir dua bulan Thio Han Liong tinggal di rumah Tan Giok Cu. selama itu mereka berdua terus berlatih, terutama ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw. Maka tidak heran, kalau ilmu yang mereka miliki mengalami kemajuan pesat.

"Adik manis," ujar Thio Han Liong seusai berlatih-

"sudah hampir dua bulan aku tinggal di sini- sekarang sudah waktunya kita berangkat ke gunung soat san."

Kalau begitu, kita harus memberitahukan kepada ke dua orang tuaku," sahut Tan Giok Cu.

"Ngmm" Thio Han Liong manggut-manggut

"Adik manis, bagaimana kalau kita memberitahukan sekarang?"

"Baik-" Tan Giok Cu mengangguk,-

Mereka masuk ke rumah- Kebetulan Tan Ek seng dan Lim soat Hong sedang duduk di ruang tengah-

"Kalian sudah usai berlatih?" tanya Lim soat Hong lembut-

"Ya-" Thio Han Liong dan Tan Giok Cu mengangguk. kemudian gadis itu berkata,

"Ayah. Ibu...."

"Mau bilang apa. Nak?" tanya Lim soat Hong.

Kakak Han Liong memberitahukan kepadaku, bahwa dia akan berangkat ke gunung soat san." Tan Giok Cu memberitahukan.

"sudah hampir dua bulan dia tinggal di sini."

"Ngmmm" Lim soat Hong manggut-manggut sambil memandang suaminya.

"Jadi-..." Tan Ek seng menatap putrinya.

"Engkau juga mau ikut ke gunung soat san kan?"

"Ya, Ayah-" Tan Giok Cu mengangguk-

"Han Liong" Tan Ek seng memandangnya seraya bertanya,

"Kapan engkau akan berangkat?"

"Besok-"

"Besok?" Tan Ek seng dan isterinya sating memandang, lama sekali barulah Tan Ek seng manggut-manggut.

"Baiklah-"

"Terima kasih, Paman" ucap Thio Han Liong.

"Tapi kalian harus ingat" pesan Tan Ek seng sambil memandang mereka.

"Setelah memperoleh Teratai salju, kalian harus segera pulang"

"Ya-" Thio Han Liong dan Tan Giok Cu mengangguk.

"Dan juga—" tambah Lim soat Hong.

"Han Liong, engkau harus baik-baik menjaga Giok Cu"

"ya,Bibi."

"Kalian sudah saling mencinta, tentunya juga harus saling mengerti dan saling melindungi. Tidak boleh terjadi cemburu buta, dan ada apa-apa harus sating menjelaskan. Tidak boleh diam dan disimpan dalam hati, sebab itu akan menghancurkan cinta kasih kalian. Mengerti?" ujar Lim soat Hong.

"Mengerti." Thlo Han Liong dan Tan Giok Cu mengangguk.

Tan Ek seng dan Lim soat Hong memberi nasehat dan pengertian kepada mereka berdua, keesokan harinya berangkatlah mereka menuju gunung soat san dengan menunggang kuda.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

1 komentar

  1. Ceritanya terlalu sederhana , gaya bahasa dan jalan cerita beda dg cerita terdahulu ( trilogi pemanah rajawali). Tks ..maaf hanya masukan saja