Anak Naga Chapter 19: An Lok Kong Cu (Putri yang Tenang Dan gembira)

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 19: An Lok Kong Cu (Putri yang Tenang Dan gembira)
Bab 19 An Lok Kong Cu (Putri yang Tenang Dan gembira)

Di halaman istana Cu Goan ciang yang amat indah dan luas tampak seorang gadis remaja duduk termenung dekat taman bunga, dan beberapa dayang berdiri di belakangnya.

siapa gadis remaja yang cantik manis itu? Ternyata adalah putri kesayangan Kaisar Cu Goan ciang yang bernama Cu Ay Ceng dengan gelar An Lok Kong cu (Putri yang Tenang Dan gembira).

"Aaaah..." An Lok Kong Cu-Cu Ay Ceng menghela nafas panjang.

"Kenapa Tuan Putri menghela nafas?" tanya salah seorang dayang yang bernama Lan Lan.

"Lan Lan" sahut An Lok Kong Cu-Cu Ay Ceng.

"Kini usiaku sudah lima belas tahun. tapi dalam kurun waktu selama ini, aku sama sekali tidak pernah bermain ke luar. Aku bagaikan seekor burung di kurung di dalam sangkar emas."

"Jangan berkata begitu. Tuan Putri" ujar Lan Lan.

"Engkau adalah Tuan Putri, tentunya tidak boleh main di luar."

"Aaaah—"" An Lok Kong cu menghela nafas panjang lagi.

"Alangkah bahagianya aku kalau dilahirkan di keluarga biasa, jadi lebih bebas...."

"Tuan putri," Lan Lan memandangnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Terus terang. Tuan putri sangat beruntung dilahirkan sebagai putri kaisar. Seharusnya Tuan Putri bersyukur, tidak boleh menyesali apa pun."

"Tapi-..." An Lok Kong cu menghela nafas panjang. "Kebebasanku terkekang sekali, tidak bisa ke mana-mana." "Tuan putri" Lan Lan tersenyum.

"Kini Taan Putri baru berusia lima belas tahun, tentunya belum boleh ke mana-mana. Bila nanti Putri sudah dewasa kelak, sudah pasti boleh ke luar istana."

"Itu tidak mungkin," An Lok Kong cu menggelengkan kepala.

"Ayahku pasti tidak akan mengijinkannya."

"Tuan Putri" bisik Lan Lan,

"Bukankah Tuan Putri boleh meninggalkan istana secara diam-diam?"

"oooh" An Lok Kong cu manggut- manggut dan wajahnya pun tampak cerah-

"Engkau benar, terima-kasih-"

"Tuan putri—-" Mendadak dayang itu memberi isyarat, ternyata muncul beberapa Dhalai Lhama.

"Guru" panggil An Lok Kong cu-

"Ngmm" Dhalai Lhama jubah merah manggut-mang-gut sambil tersenyum.

"Sudah usaikah engkau berlatih?"

"ya, Guru." An Lok Kong cu mengangguk-

"Tuan putri" Dhalai Lhama jubah merah menatapnya.

"Sudah hampir delapan tahun engkau belajar ilmu silat pada kami, kini kepandaianmu sudah lumayan. Tapi engkau harus terus berlatih, sebab Iweekangmu masih kurang."

"Guru...." An Lok Kong Cu tersenyum.

"Kapan Guru akan mengajarku ilmu Ie Kang tu Tik (Memindahkan Iweekang Menggempur Musuh)?"

"Tuan putri...." Dhalai Lhama jubah merah

memberitahukan.

"Guru tidak bisa mengajarkan ilmu itu kepadamu."

"Kenapa?"

"Sebab ilmu itu harus bekerja sama satu dengan yang lain, paling sedikit harus lima orang. Kalau cuma seorang diri, sudah barang tentu tidak bisa."

"guru, bagaimana kehebatan Ilmu itu?"

"sangat hebat sekali" ujar Dhalai Lhama jubah merah.

"Kami berjumlah sembilan orang, coba engkau bayangkan betapa dahsyatnya Iweekang kami kalau digabungkan. Di kolong langit ini tiada seorang jago pun yang mampu menangkis pukulan itu. Buktinya Thio Bu Ki masih terluka parah terkena pukulan itu."

"Guru," tanya An Lok Kong cu mendadak-

"Kenapa ayahku mengutus guru pergi melukai Thio Bu Ki? Apakah Thio Bu Ki adalah orang jahat?"

Dhalai Lhama jubah merah menghela nafas panjang.

"Itu adalah urusan pribadi ayahmu, guru tidak tahu apa-apa."

"guru...." An Lok Kong cu ingin menanyakan sesuatu, tapi

kemudian dibatalkan lalu ia menundukkan kepala.

"Tuan putri" Dhalai Lhama jubah merah tersenyum.

"Ada sesuatu yang terganjel dalam hatimu?"

"Tidaki guru." Ay Lok Kong cu menggelengkan kepala.

"Kalau tidak, kenapa wajahmu tampak agak murung?"

Dhalai Lhama jubah merah memandangnya dengan penuh perhatian.

"Guru, aku...." An Lok Kong cu menundukkan wajahnya

dalam-dalam.

"Aku lagi kesal.",

" Kesal kenapa?"

"Aku sama sekali tidak boleh main di luar, hanya hidup dalam istana saja," sahut An Lok Kong cu mengeluh-

"Aku sudah bosan terus begini, bosan sekali-"

"Tuan Putri" Dhalai Lhama jubah merah menggeleng-gelengkan kepala-

"Engkau adalah Tuan putri, tentu tidak boleh sembarangan main di luar."

"Tapi aku bagaikan seekor burung yang terkurung di dalam sangkar, tiada kebebasan sama sekali."

An Lok Kong cu menghela nafas panjang. "Aku ingin tahu, bagaimana keadaan di luar-"

"Tuan putri" Wajah Dhalai Lhama jubah merah berubah serius.

"Engkau harus tahu, keadaan di luar sangat bahaya-"

"Bahaya bagaimana?"

"Banyak penjahat dan orang licik, maka lebih baik engkau tetap diam di dalam istana saja."

"guru, aku justru sudah merasa bosan."

"Begini," ujar Dhalai Lhama dengan suara rendah.

"Mulai besok guru akan mengajarmu Cai Hong Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pelangi). Engkau harus belajar dengan rajin dan sungguh-sungguh, sebab ilmu pedang tersebut sangat lihay dan hebat, setelah engkau menguasai ilmu pedang itu, engkau boleh pergi berkelana."

"oh? sungguhkah?" tanya An Lok Kong cu dengan wajah berseri.

"sungguh" Dhalai Lhama jubah merah mengangguk-

"Tapi engkau harus ingat, setelah kami pulang ke Tibet, barulah engkau boleh meninggalkan istana dengan cara menyamar sebagai pemuda sastrawan."

"ya, guru." An Lok Kong cu girang sekali.

"Terima kasih" ucapnya.

sementara itu, Thio Han Liong dan Tan Giok Cu terus melanjutkan perjalanan menuju gunung soat san. Dalam perjalanan ini, hati mereka penuh diliputi kegembiraan dan kadang-kadang mereka juga bercanda ria.

Hari itu mereka beristirahat di bawah sebuah pohon, sedangkan kuda mereka dibiarkan bebas makan rumput di sekitarnya.

Kakak tampan, apa rencanamu setelah memperoleh Teratai salju?" tanya Tan Giok Cu.

"Tentunya harus cepat-cepat pulang ke rumahmu," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Jangan lupa akan pesan ke dua orang tuamu lho"

"Aku tidak akan lupa. Lalu setelah itu?"

"Kita ke pulau Hong Hoang To, karena engkau harus bertatap muka dengan ke dua orang tuaku"

"Kita akan tetap tinggal di pulau itu?" tanya Tan Giok. Cu dengan wajah agak kemerah- merahan.

"Itu... bagaimana nanti saja" sahut Thio Han Liong dan menambahkan,

"Kita belum cukup dewasa, tentu belum bisa menikah- ya, kan?"

"Memangnya aku ingin cepat-cepat menikah?" Tan Giok Cu cemberut-

"Huh Tak usah ya"

"Adik manis" Thio Han Liong tersenyum-

"Maafkan aku karena tidak sengaja menyinggung perasaanmu- Engkau tidak marah kan?"

"Kakak tampan," sahut Tan Giok Cu setengah berbisik-

"Bagaimana mungkin aku marah, engkau benar kok, Kita masih belum cukup dewasa, tentu belum boleh menikah-"

"Adik manis" Thio Han Liong memegang tangannya-"Setelah kita berusia dua puluh lebih, barulah kita menikah-

"

"ya-" Tan Giok Cu mengangguk-

"Pulau Hong Hoang to, tempat tinggal kami itu sangat indah sekali. Kita ajak ke dua orang tuamu tinggal di sana. Bagaimana menurutmu?"

"Itu usul yang baik sekali. Ke dua orang tuaku pasti mau, percayalah"

Tan Giok Cu tersenyum, kemudian bertanya perlahan,

"oh ya, setelah kita menikah nanti, engkau ingin punya anak berapa?"

"Harus lebih dari sepuluh, sebab kata orang tua, banyak anak banyak rejeki lho" ujar Thio Han Liong sambil tertawa.

"Apa?" Tan Giok Cu cemberut.

Engkau anggap aku ini apa? Bisa melahirkan begitu banyak anak? Dasar..."

"Engkau harus tahu, di pulau Hong Hoang To cuma ada ke dua orang tuaku."

Thio Han Liong memberitahukan,

"sedangkan pulau itu amat besar. Kalau cuma kita beberapa orang, tentu sepi sekali, oleh karena itu, kita harus punya anak sebanyak-banyaknya."

" Kalau begitu," ujar Tan Giok Cu sambil tertawa kecil.

"setiap tahun aku akan melahirkan satu anak selama lima belas tahun aku akan terus menerus melahirkan."

"Hah?" Thio Han Liong terbelalak.

"Yang benar?"

"Tentu benar."Tan Giok Cu manggut-manggut.

"Aku ingin bikin ramai pulau Hong Hoang Te-"

"Adik manis, engkau sungguh baik sekali"

Thio Han Liong memeluknya erat-

"Eeeh—-" Wajah Tan Giok Cu kemerah-merahan,

"Engkau...."

Di saat itulah mendadak terdengar suara tawa cekikikan, kemudian melayang turun sosok bayangan merah-

"Hi hi hi" seorang gadis berpakaian serba merah berdiri di hadapan mereka sambil tertawa- gadis itu ternyata Ciu Lan Hio.

" Asyik deh mesra-mesraan"

"Eh?" Thio Han Liong dan Tan Giok cu terperanjat. Mereka tidak menyangka mendadak muncul seorang gadis berpakaian merah yang begitu cantik,

"Kalian terkejut ya?"

Ciu Lan Nio memandang mereka.

"Maaf, maaf Aku telah mengganggu keasyikkan kalian. Maaf...."

"Siapa engkau?" tanya Tan Giok Cu sambil bangkit berdiri dengan wajah tidak senang.

"Mau apa engkau ke mari?"

"Namaku Ciu Lan Nio," sahut gadis berpakaian merah itu sambil tersenyum.

"Aku ke mari karena ingin menyaksikan kalian bermesra-mesraan."

"Engkau...." Tan Giok Cu menatapnya dengan mulut

cemberut.

"Engkau kok tidak tahu diri?"

"Hi hi hi" ciu Lan Hio tertawa cekikikan.

"Aku yang tidak tahu diri atau engkau yang tidak tahu malu?"

"Engkau...." Tan Giok Cu membanting-banting kaki saking

gusarnya.

"Engkau...."

"Kenapa aku?" Ciu Lan Nio tersenyum.

"Hi hi hi Marah ya"

"Engkau mau pergi tidak?Jangan mengganggu kami" bentak Tan Giok Cu sambil melotot.

"Engkau sungguh galak, tapi memang cantik sekali," ujar Ciu Lan Nio dan menambahkan,

" Kalau aku tidak mau pergi, engkau mau apa?"

"Engkau-.." Dada Tan Giok Cu turun naik saking marahnya. "Kakak tampan, dia— dia menghinaku Cepatlah usir dia"

"Adik manis," ujar Thio Han Liong lembut.

"Tempat ini bukan milik kita, maka kita tidak berhak mengusirnya."

"Tapi dia—-" Tan Giok Cu membanting-banting kaki-

"Dia tidak menghinamu. Biar dia berdiri di situ. Tidak mengganggu kita kan?" sahut Thio Han Liong, kemudian memandang Ciu Lan Hio dan memberi hormat.

"Namaku Thio Han Liong."

"Ngmmm" Ciu Lan Nio manggut-manggut.

"Engkau sungguh tampan dan lemah lembut, tapi kekasihmu itu galak sekali, oh ya, bolehkah aku tahu namanya?"

"Dia bernama Tan Giok Cu." Thio Han Liong memberitahukan.

"Nona, kalau ucapannya tadi menyinggung perasaanmu, aku harap engkau sudi memaafkannya"

"Hi hi hi" Ciu Lan Hio tertawa nyaring.

"Engkau sopan sekali, aku jadi suka padamu. Hi hi hi-"

"Hmm" dengus Tan Giok Cu.

"Dasar tak tahu malu, berani omong begitu"

"gadis galaki ada hubungan apa engkau dengan pemuda ini?" tanya Cu Lan Hio mendadak.

"Dia dan aku adalah-—" Tan Giok Cu tidak melanjutkan ucapannya, melainkan menundukkan kepala dengan wajah kemerah-merahan.

"Ayoh lanjutkan" desak Ciu Lan Hio.

"Jangan malu-malu"

"Dia kekasihku. Engkau sudah dengar? Kami adalah sepasang kekasih yang saling mencinta," ujar Tan Giok Cu setengah berteriak-

"Cepatlah engkau pergi, jangan mengganggu kami" "Hi hi" ciu Lan Hio tertawa.

"Kalian belum menjadi suami isteri, dan belum tentu pemuda ini akan menjadi milikmu. Aku masih boleh merebutnya lho"

"Engkau...." Tan Giok Cu mclotot-

"Nona," ujar Thio Han Liong sabar.

"Aku harap nona jangan bergurau Itu tidak baik, sebab akan merendahkan diri nona sendiri, lagipula tidak pantas bagi nona bergurau begitu"

"oh?" ciu Lan Hio menatapnya dalam-dalam. "Engkau sungguh merupakan pemuda yang berpengertian, sehingga membuatku makin suka kepadamu."

"Ih Dasar tak tahu malur ujar Tan Giok Cu dingin

"Aku memang suka kepada Thio Han Liong. Engkau mau apa?" tanya Ciu Lan Nio sambil tersenyum.

"Engkau kok begitu tak tahu malu? Dia kekasihku, tapi engkau masih berani menyatakan suka kepadanya. Apakah engkau tidak merasa malu sama sekali?" Tan Giok Cu menatapnya dengan wajah gusar.

"Kenapa aku harus merasa malu? Kalian bukan suami isteri. Kalaupun dia suamimu, aku pun akan mendekatinya. Apalagi kini dia baru merupakan kekasihmu, tentunya aku boleh mendekatinya, ya, kan?"

"Engkau...." Tan tiiok Cu melotot.

"Dasar gadis liar"

"Adik manis," ujar Thio Han Liong lembut.

"Engkau harus belajar sabar dan harus bisa menekan emosi. Nona itu cuma ingin memanasi hatimu."

"Kakak tampan, dia.—"

"Sudahlah" Thio Han Liong tersenyum.

"Dia mau omong apa, itu adalah mulutnya, biarkan saja"

"Tapi hatiku panas sekali," ujar Tan Giok Cu.

"Hei gadis galak" Ciu Lan Nio tersenyum-senyum.

"Aku tahu engkau berkepandaian cukup tinggi, namun masih di- bawah kepandaianku. Maka engkau jangan coba-coba menantangku"

"Nona" Thio Han Liong menjura kepada Ciu Lan Nio. "Aku mohon Nona jangan bergurau lagi, itu tidak baik."

"Tadi aku memang bergurau, tapi barusan aku berkata sesungguhnya," sahut gadis berpakaian merah-

"Engkau pun berkepandaian tinggi, namun masih di bawah kepandaianku."

" Aku percaya." Thio Han Liong mengangguk

"Aku tidak percaya" sela Tan Giok Cu sambil mendengus dingin-

"Hmm Kita boleh bertarung sekarang juga"

"Adik manis" Thio Han Liong meng geleng-geleng-kan kepala-

"Engkau jangan begitu-Dari pada kalian berdua bertarung, bukankah lebih baik berkawan?"

"Aku tidak mau berkawan dengan dia" sahut Tan Giok Cu.

"Dia gadis liar yang tak tahu malu"

"Huh" Ciu Lan Nio mengeluarkan suara hidung.

"Aku pun tidak mau berkawan denganmu kebagusan"

Kakak tampan" Tan Giok Cu menarik tangannya. "Mari kita pergi"

Ciu Lan Nio tersenyum, kemudian mendadak menarik tangan Thio Han Liong seraya berkata.

" Kakak tampan, aku ikut"

"Nona...." Thio Han Liong mengerutkan kening.

"Hei" bentak Tan Giok Cu.

"Kenapa engkau begitu tak tahu malu, berani menarik tangannya"

"gadis galaki Ciu Lan Nio tertawa. Jangankan cuma menarik tangannya, menciumnya pun aku berani"

sekonyong-konyong Ciu Lan Nio mengecup pipi Thio Han Liong. Begitu cepat gerakannya. sehingga pemuda itu tidak sempat berkelit.

"Cuuup," sebuah kecupan yang berbunyi cukup nyaring itu mendarat ke pipi Thio Han Liong.

"Haaah—?" Pemuda itu terbelalak dengan wajah kemerah-merahan saking jengahnya.

"Engkau... engkau...." Tan Giok Cu menuding Ciu Lan Nio

dengan mulut ternganga lebar.

"Hi hi hi" ciu Lan Hio tertawa cekikikan.

"Aku sudah mencium kekasihmu. Apakah engkau juga pernah menciumnya?"

"Engkau...." Tan Giok CU melotot-

"Nona" Thio Han Liong menatap Ciu Lan Hio dengan tajam sekali.

"Aku harap nona jangan keterlaluan nona adalah seorang gadis, maka harus tahu kesopanan."

"Hi hi hi" Ciu Lan Hio tertawa we.riv^o,.

"Sekarang aku ingin bertanya. Kalau engkau tidak bersama gadis galak ini, apakah engkau akan menyukaiku?"

"Karena sifatmu begitu macam, tentunya aku tidak akan menyukaimu," sahut Thio Han Liong sungguh-sungguh.

"seandainya aku tidak bersifat begitu macam, apakah engkau akan menyukaiku?"

"Aku tidak akan menyukaimu."

"Kenapa?"

"Entahlah-"

"Hi hi" Ciu Lan Nio tertawa.

"Engkau tidak berani menjawab sejujurnya karena gadis galak ini berada di sini?"

"Nona" Thio Han Liong mengerutkan kening.

"Aku pikir sudah cukup engkau bergurau. kalau masih dilanjutkan, aku pasti marah."

"oh?" Ciu Lan Nio menatapnya. "Engkau berani marah padaku?" "Kenapa tidak?" sahut Thio Han Liong. "Hi hi hi" Ciu Lan Hio tertawa cekikikan.

Karena masih ada urusan lain, aku harus pergi sekarang. Kita akan berjumpa lagi kelak- gadis galak, engkau harus menjaganya baik-baik, sebab aku masih akan mendekatinya-Hi hi hi—"

Gadis berpakaian merah itu melesat pergi- Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala, sedangkan Tan Giok Cu masih tampak gusar.

"Adik manis, sudahlah" ujar Thio Han Liong sambil memegang bahunya.

"Dia sudah pergi, engkau jangan gusar lagi"

"Kakak tampan...." Tan Giok Cu cemberut. Tadi gadis itu

menciummu, bagaimana perasaanmu di saat itu?"

Tiada perasaan apa pun," sahut Thio Han Liong sungguh-sungguh.

"Engkau jangan memikirkan yang bukan- bukan, sebab gadis itu memang sengaja memanasi hatimu oleh karena itu, mulai sekarang engkau harus belajar sabar dan belajar menekan hawa emosi-"

"Itu bagaimana mungkin?" Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan kepala-

"Sebab aku punya rasa cemburu-"

"Aku tahu-" Thio Han Liong manggut-manggut-

"Tapi gadis itu cuma bergurau denganmu, maka kejadian tadi jangan kau simpan dalam hati"

ya" Tan Giok Cu mengangguki kemudian bergumam,

Heran? entah siapa gadis itu? Mendadak muncul dan pergi begitu saja"

"Aku yakin dia adalah gadis rimba persilatan, bahkan kepandaiannya pun tinggi sekali" ujar Thio Han Liong.

"Entah murid siapa dia?"

"Gadis itu begitu liar dan tak tahu aturan, burunya pun pasti bukan orang baik-baiki" sahut Tan Giok Cu dan melanjutkan,

" Kakak tampan, aku... aku...."

"Kenapa engkau?" Thio Han Liong menatapnya lembut.

"Gadis itu begitu berani, karena itu aku khawatir kelak dia akan berhasil merebutmu dari sisiku." Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan kepala.

"Adik manis" Thio Han Liong menggenggam tangannya.

"Engkau tidak usah mengkhawatirkan itu. Percayalah hanya engkau yang kucintai."

"Kakak tampan...." Tan Giok Cu mendekap di dadanya.

Thio Han Liong segera membelainya dengan penuh kasih sayang, setelah itu, barulah mereka melanjutkan perjalanan dengan wajah cerah ceria.

seekor kuda berlari tidak begitu kencang di sebuah lembah. Yang duduk di punggung kuda itu adalah Thio Han Liong dan Tan Glik Cu. Tiba-tiba kuda itu meringkik, Thio Han Liong terkejut dan cepat-cepat menghentikan kudanya.

"Ada apa?" tanya Tan Giok Cu yang duduk di belakangnya-

"Banyak orang yang tergeletak di depan. Mari kita pergi lihat" sahut Thio Han Liong sambil meloncat turun,

Tan Giok Cujuga cepat-cepat meloncat turun, kemudian ke duanya segera melesat ke depan. Begitu sampai di tempat itu,

mereka terbelalak karena orang-orang yang tergeletak itu sudah tak bernyawa lagi dan di bagian dada mereka terdapat sebuah tanda merah darah.

"Mereka semuanya sudah mati," ujar Tan Giok Cu sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Di antaranya terdapat Hweeshio- Kelihatannya mereka semua adalah kaum rimba persilatan."

"Benar." Thio Han Liong mengangguk sambil memperhatikan mayat-mayat itu, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.

"Mereka mati terkena semacam ilmu pukulan, entah ilmu pukulan apa itu?"

"Haaah—?" seru Tan Giok Cu mendadak.

"Kalau tidak salahi Paman Tua In Lie Heng juga terkena ilmu pukulan ini."

"oh?" Thio Han Liong tersentak, lalu memeriksa dada salah seorang yang menjadi mayat itu.

"Bagaimana?" tanya Tan Giok Cu.

" Engkau tahu mereka terkena ilmu pukulan apa?"

"Aaahi-." Thio Han Liong menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.

" Aku tidak tahu sama sekali, entah ilmu pukulan apa itu?"

Kakak tampan...." Tan Giok Cu ingin mengatakan sesuatu, tetapi mendadak terdengar suara tawa terkekeh-kekeh.

"He he he He he he..." setelah itu muncullah sosok bayangan yang ternyata seorang tua berpakaian kumal dengan muka kotor sekali, la berdiri di hadapan mayat-mayat itu.

"Mereka sudah mati semua Hweeshio siauw Lim Pay, murid Go Bi Pay dan beberapa anggota Kay Pang He he he Mereka sudah mati semua"

"Paman Tua yang membunuh mereka?" tanya Tan Giok Cu mendadak-

"Hei gadis cantik" sahut orang tua itu mendadak-

"Engkau bertanya atau menuduh?"

"Bertanya."

"Perlukah aku menjawab?"

"Memang perlu."

Kalau aku yang membunuh mereka, lalu engkau mau apa?"

"Paman Tua...." Tan Giok Cu mengerutkan kening.

"Kenapa engkau begitu kejam, tega membunuh orang sebanyak itu?"

"He he he" orang tua itu tertawa terkekeh-kekeh.

"Engkau bisa memastikan bahwa akulah yang membunuh mereka?"

"Paman Tua...." Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan

kepala-

"Paman Tua" Thio Han Liong memberi hormat seraya bertanya,

"Apakah Paman Tua tahu siapa pembunuh mereka?" "Anak muda" orang tua itu menatapnya tajam. "Engkau tidak menuduhku sebagai pembunuh mereka?"

"Aku yakin Paman Tua bukan pembunuh mereka," ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.

"oh?" orang tua itu tertawa gelak.

"Ha ha ha Kenapa engkau yakin aku bukan pembunuh mereka?"

"Kalau Paman Tua pembunuh mereka, tidak mungkin akan kembali ke mari lagi untuk melihat mayat-mayat ini. ya kan?" sahut Thio Han Liong sambil memandangnya.

"Ha ha ha" orang tua itu tertawa terbahak-bahaki "Anak muda, engkau memang pintar siapa engkau?" "Namaku Thio Han Liong." Pemuda itu memperkenalkan. "Dia bernama Tan Giok Cu."

"Kekasihmu?"

"ya."

"Dia sangat galak dan cepat menuduh orang," ujar orang tua itu dan menambahkan,

"Anak muda, engkau harus baik-baik membimbingnya."

"Ya." Thio Han Liong mengangguk

"Paman Tua kok usil?" Tan Giok Cu cemberut.

"Ini adalah urusan kami berdua, kenapa Paman Tua turut campur?"

"Ha ha ha" orang tua itu tertawa sambil menyahut,

"Aku memang orang tua usil, maka sekaligus menasihati-mu. Engkau jangan galak-galak, nanti hati kekasihmu ini akan berubah terhadapmu."

" omong kosong" Tan Giok Cu melotot.

"Jangan-jangan Paman Tua sudah gila? Kalau tidak, kenapa omong sembarangan?"

"Ha ha ha" orang tua itu terus tertawa.

"Aku memang orang tua gila, sebab aku adalah Pak Hong (si ciila Dari utara) Ha ha ha..."

"oh?" Thio Han Liong dan

Tan Giok Cu terkejut. Mereka pernah mendengar nama orang tua tersebut.

"Kalian terkejut?" "Kenapa harus terkejut?" "Wuahh" Pak Hong tertawa lagi.

"Engkau memang gadis galak dan pemberani, orang lain begitu mendengar namaku, pasti kabur terbirit-birit dan terkencing-kencing. Tapi engkau justru tidak"

"Hmm" dengus Tan Giok Cu.

"Paman Tua tahu siapa pembunuh mereka?" tanya Thio Han Liong.

"Tidak tahu." Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala.

"Tadi sayup,sayup aku mendengar utfYB suling yang bernada anehi maka aku segera ke mari. Tapi mereka semua sudah menjadi mayat"

"suara suling yang bernada aneh?" Kening Thio Han Liong berkerut, karena ia pun pernah mendengar suara suling bernada aneh itu, ketika berada di rumah hartawan Ltm. setelah itu muncul pula dua orang berpakaian serba merah.

"Kalian tidak mendengar suara suling itu?" tanya Thio Han Hong sambil memandang mereka.

"Tidak" Tan Giok Cu menggelengkan kepala-"Paman Tua" Thio Han Liong memberitahukan.

"Kami dari arah kiri, sedangkan Paman tur dari arah kanan, maka mendengar suara suling itu."

"Kalau begitu," Pak Hong setelah berpikir sejenak-"Pembunuh itu pasti lari ke arah utara-"

"Paman Tua sama sekali tidak tahu siapa pembunuh itu?" tanya Thio Han Liong lagi.

"Aku sama sekali tidak tahu," sahut Pak Hong.

"Belum lama ini, sudah banyak kaum rimba persilatan dengan dada berbekas sebuah tanda merah-"

"Seperti yang terdapat di dada mayat-mayat itu?" tanya Tan Giok Cu.

" ya." Pak Hong mengangguki

"Beberapa murid Hwa san, Kun Lun dan Khong Tong Pay juga mati dengan tara yang sama."

"oh?" Thio Han Liong tersentak dan kemudian bergumam,

"Heran? siapa pembunuh itu dan kenapa membunuh murid-murid partai besar itu?"

"Beberapa tahun lalu telah muncul empat jago yang berkepandaian tinggi, yaitu Teng Koay, si Mo, Lam Khie dan aku Pak Hong. Kami berempat pernah bertanding dan kepandaian kami berempat seimbang. Kemunculan kami dalam rimba persilatan, hanya ingin menyamai empat tokoh masa siiam, yaitu Teng sia, si Tek ki Lam Ti, dan Pak Kay.

Namun kemudian muncul pula satu perkumpulan baru, yang tidak lain adalah Hek Liong Pang. - Kini si Mo sudah bergabung dengan perkumpulan itu."

"Paman Tua" Tan Giok Cu memberitahukan.

Aku pernah bentrok dengan pihak Hek Liong Pang." "Kalau begitu," ujar Pak Hong sungguh-sungguh.

"Kalian harus berhati-hati, sebab kini si Mo sudah menjadi wakil ketua Hek Liong Pang."

"Paman Tua tahu siapa ketua Hek Liong Pang itu?" tanya Tan Giok Cu.

"Dia seorang wanita berusia lima puluhan, namun aku tidak tahu namanya. Aku dengar kepandaiannya masih di atas kepandaian si Mo, karena si Mo sudah bertanding dengan dia-"

Kalau begitu..." Thio Han Liong mengerutkan kening. "Kini Hek Liong Pang pasti kuat sekali."

"Betul." Pak Hong mangguj-manggut.

"Kelihatannya ia ingin menyaingi perguruan siauw Lim sie. Bu Teng Pay dan Kay Pang."

"Paman Tua, mungkinkah pembunuh mereka ketua Hek Liong Pang itu?" tanya Thio Han Liong.

"Tidak mungkin" sahut Pak Hong.

"sebab kini Hek Liong pang sudah resmi berdiri di rimba persilatan, tentunya tidak akan membunuh kaum rimba persilatan dengan cara begitu"

Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"sebetulnya siapa pembunuh itu?" gumamnya.

"Pembunuh itu memiliki ilmu pukulan aneh dan istimewa, bahkan juga amat lihay, hebat dan ganas."

Pak Hong menghela nafas panjang. "Kelihatannya hanya berikutnya adalah para ketua partai."

"oh?" Thio Han Liong tersentak-"Kok Paman Tua menduga begitu?"

"Karena kelihatannya pembunuh itu ingin menguasai rimba persilatan. Kalau ia bergabung dengan Hek Liong Pang, rimba persilatan betul-betul dilanda banjir darah-"

"Kalau begitu," ujar Thio Han Liong seakan-akan mengusulkan.

"Alangkah baiknya Tong Koay, Lam Khie dan Paman Tua bergabung untuk menghadapi pembunuh itu dan Hek Liong Pang."

"Ha ha ha" Pak Hong tertawa gelak

"Itu tidak mungkin, sama sekali tidak mungkin"

"Kenapa?" tanya Thio Han Liong.

"Karena kami berempat ingin saling mengalahkan, itu adalah gengsi kami," ujar Pak Hong memberitahukan,

"oleh karena itu, tidak mungkin kami bergabung."

"Tapi situasi rimba persilatan...."

"Ha ha ha" Pak Hong tertawa.

"Situasi rimba persilatan tiada urusan dengan kami."

"Dasar gila" ujar Thio Han Liong.

"sudah tahu rimba persilatan bakal dilanda banjir darah, tapi malah tinggal diam."

"Gadis galak" Pak Hong tertawa lagi.

"Aku memang si Gila dari utara, maka engkau tidak usah heran"

"Paman Tua memang gila," sahut Tan Giok Cu. Gila Gila Gila—"

" Eeh?" Pak Hong terbelalak,

"Gadis galaki engkau murid siapa? Kok begitu tidak karuan?"

"Bibi sian sian adalah guruku," sahut Tan Giok Cu.

"siapa Bibi sian sian itu?" tanya Pak Hong.

"Guruku." Tan Giok Cu tersenyum-senyum, gadis itu memang sengaja mempermainkan Pak Hong.

"Ha ha ha" Pak Hong tertawa terbahak-bahak.

"Bagus, Bagus Aku sangat tertarik kepada kalian. Maukah kalian menjadi muridku?"

"Terima kasih atas maksud baik Paman, tapi...." Thio Han

Liong menggelengkan kepala.

"Engkau menolak?" Pak Hong tertegun.

"Ya." Thio Han Liong mengangguk-

Kalau dalam sepuluh jurus Paman mampu mengalahkannya, maka kami berdua bersedia jadi muridmu," ujar Tan Giok Cu mendadak-

"Adik manis-—" Thio Han Liong ingin menegurnya, namun Pak Hong sudah tertawa sambil berkata kepada Thio Han Liong.

"Baik- Mungkin kalian tidak percaya akan kehebatan kepandaianku. Kalau dalam sepuluh jurus aku tidak <sapat mengalahkanmu, aku pasti langsung pergi."

"Paman Tua—."

"Tidak apa-apa." Pak Hong tersenyum. "Kita hanya bertanding sepuluh jurus dengan tangan kosong. Bersiap-siaplah"

"Paman tua...."

Hati-hati, aku akan mulai menyerangmu" Pak Hong dan langsung menyerangnya.

Thio Han Liong terpaksa berkelit, namun Pak Hong menyerangnya lagi. Thio Han Liong tidak keburu berkelit, maka terpaksa menangkis serangan itu dengan ilmu Thay Kek Kun.

"Thay Kek Kun" pak Hong tersenyum.

"Ternyata engkau adalah murid Bu Teng Pay sambutlah jurus ke tiga ini"

Pak Hong mulai menyerang dengan dahsyat. Thio Han Liong mengelak dan sekaligus balas menyerang dengan ilmu Liong Jiauw Kang. (Ilmu Cakar Naga) yang didapatkannya dari Tiga Tetua siauw Lim Pay.

"Eh?" Pak Hong tercengang.

"Engkau bisa ilmu andalan siauw Lim Pay juga, sebetulnya engkau murid siapa?"

Thio Han Liong tidak menyahut, sebab Pak Hong bertanya sambil menyerangnya, maka ia harus mencurahkan perhatiannya untuk menangkis. Kini ia mengeluarkan itmu Kiu Im Pek Kut Jiauw, menangkis sekaligus balas menyerang.

"Haah?" Pak Hong tampak terkejut, karena serangan Thio Han Liong begitu hebat.

"Tak disangka engkau begitu hebat juga"

Usai berkata begitu. Pak Hong langsung menyerangnya bertubi-tubi.

"Berhenti Berhenti sudah sepuluh jurus" ujar Tan Giok Cu mendadak-

Pak Hong segera berhenti menyerang. si Gila dari utara itu berdiri termangu-raangu di tempat, lama sekali barulah membuka mulut.

"Anak muda, sebetulnya engkau murid siapa?"

"Aku belajar ilmu silat dari ayah" jawab Thio Han Liong jujur.

"Tapi juga pernah mendapat petunjuk dari sucouw Thio sam Hong dan Tiga Tetua siauw Lim Pay."

"ooooh" Pak Hong manggut-manggut.

"siapa ayahmu?"

"Ayahku adalah Thio Bu Ki."

"Hah?" Pak Hong tampak terkejut.

"Pantas engkau begitu lihay. Engkau adalah anak Thio Bu Ki, bagaimana mungkin aku dapat mengalahkanmu dalam sepuluh jurus? Ha ha ha Anak muda sampai jumpa"

Pak Hong melesat pergi, namun sayup,sayup terdengar suara tawanya- Thio Han Liong dan Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan kepala-

"Kepandaian Pak Hong sangat tinggi," ujar Thio Han Liong sambil menghela nafas. Kalau pertandingan tadi tidak dibatasi sepuluh jurus, aku pasti kalah."

"Betul." Tan Giok Cu manggut-manggut.

Kakak tampan, kapan kepandaian kita akan setinggi Pak Hong dan lainnya?"

"Adik manis" Thio Han Liong tersenyum.

"Kita masih kurang pengalaman dan Iweekang kita pun belum mencapai tingkat tinggi, sebab cuma beberapa tahun kita berlatih Iweekang. sedangkan mereka sudah puluhan tahun berlatih, maka Iweekang mereka tinggi sekali."

"oooh" Tan Giok Cu mengangguk "Kakak tampan, aku tidak begitu suka berkecimpung di rimba persilatan, setelah kita memperoleh Teratai salju, bagaimana kalau kita semua ke pulau Hong Hoang Te?"

"Aku sependapat denganmu," sahut Thio Han Liong.

"Dalam rimba persilatan akan sering terjadi pertikaian, sehingga menimbulkan pembunuhan. Aku memang tidak mau berkecimpung dalam rimba persilatan."

"Mari kita melanjutkan perjalanan" ajak Tan Giok Cu.

Thio Han Liong mengangguk, kemudian mereka berdua meloncat ke atas punggung kuda tunggang mereka.

-ooo00000ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar