Bab 22 Pertemuan Para Ketua Di Kuil siauw Lim sie
Hari itu tanggal lima belas.
Kuil siauw Lim sie tampak ramai sekali. Ternyata Kong Bun Hong Tio (Ketua siauw
Lim Pay) menyelenggarakan suatu pertemuan. Yang diundang adalah ketua Bu Tong,
GoBi, Kun Lun, Hwa san, Khong Tong Pay dan ketua Kay Pang.
Para ketua itu berkumpul di
ruang Tay Hiong Po Thian (Ruang Para orang Gagah)-Beberapa Hweeshio menyuguhkan
teh wangi dan arak wangi,
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio-"Silakan minum"
Para ketua sebera meneguk
minuman masing-masing, setelah itu Kong Bun Hong Tio berkata,
"Para ketua yang
kuhormati, hari ini kita berkumpul di sini demi membahas beberapa hal, yaitu
mengenai situasi rimba persilatan dan lain sebagainya."
"Kong Bun Hong Tio,"
ujar ketua Kun Lun Pay.
"Kini situasi rimba
persilatan sangat buruk, kelihatannya golongan hitam mulai menguasai rimba
persilatan, oleh karena itu, kita harus cepat bertindak, sebab kalau tidaki
rimba persilatan pasti akan dilanda banjir darah-"
"Betul." Ketua Hwa
San Pay manggut-manggut.
"Namun kini yang amat
memusingkan kita adalah Si Pem-bunuh Misterius itu. Kita semua sama sekali
tidak tahu siapa dia, lalu kita harus bagaimana?"
Justru kita harus bersatu
untuk membasmi pembunuh itu," sahut ketua Khong Tong Pay.
"Tapi tidak tahu pembunuh
itu bersembunyi di mana, dan bagaimana kita membasminya?"
"Lagi pula..." ujar
ketua Gobi Pay sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini telah muncul Hek
Liong Pang dalam rimba persilatan. Si Mo adalah wakil ketua,sedangkan ketua Hek
Liong Pang adalah seorang wanita, tapi kita pun tidak tahu siapa dia.
Kelihatannya Hek Liong Pang berambisi menguasai rimba persilatan, sedangkan
kekuatan" Hek Liong Pang boleh dikatakan telah menyamai Siauw Lim Pay
maupun Bu Tong Pay. oleh karena itu, kita harus waspada terhadap Hek Liong
Pang."
"Benar," Ketua Bu
Tong Pay manggut-manggut.
"Para anggota Hek Liong
Pang sering melakukan kejahatan. Itu sungguh membahayakan Menurutku, Hek Liong
Pang itu harus dibasmi."
"Setuju" Ketua Kun
Lun Pay manggut-manggut.
"omitohud" ucap
KongBun Hong Tio. "Terlebih dahulu kita bahas masalah pembunuh itu, sebab
In tayhiap dari Bu Tong Pay sudah mati di tangan pembunuh itu."
"Haah?" Para ketua
partai lain terkejut, kemudian ketua Gobi Pay bertanya.
"Kapan In tayhiap
mati?"
"Beberapa bulan
lalu," sahut ketua Bu Tong Pay dengan wajah murung.
"Kami merahasiakan hal
itu agar tidak menggemparkan rimba persilatan. Kami telah menyelidiki jejak
pembunuh itu, tapi tidak berhasil sama sekali."
"Setiap dada korban pasti
terdapat sebuah tanda merah. apakah itu adalah semacam ilmu pukulan?"
tanya ketua Khong Tang Pay.
"Omitohud" sahut
Kong Bun Hong Tio.
"Itu memang semacam ilmu
pukulan, namun aku tidak tahu ilmu pukulan apa itu."
"Heran?" gumam ketua
Hwa San Pay.
"Kenapa pembunuh itu
membantai para murid kita? Apakah pembunuh itu punya dendam kesumat terhadap
kita?"
"Sulit diterka."
Ketua Bu Tang Pay menggeleng-gelengkan kepala, lalu memberitahukan.
"Sebelum In Sutee
menghembuskan nafas penghabisan, dia masih sempat menyebuat 'Hiat', tapi kami
tidak paham akan kata itu."
"Hiat?" Ketua Kun
Lan Pay mengerutkan kening.
"Mungkin itu adalah
julukan atau nama pukulan pembunuh itu."
"Kami pun menduga
begitu," sahut ketua Bu Tang Pay. "Namun..."
Hal Hilang...
"omitohud" Wajah
Kong Bun Hong Tio kemerah-merahan. "Silakan duduk"
"Terima kasih" ucap
Pak Hong sambil duduki begitu pula yang lain.
"Maaf" tanya Kong
Bun Hong Tio. "Kalian mau minum teh atau arak wangi" "Ada arak
wangi ya?" Lam Khie terbelalak. "Apakah para Hweeshio boleh minum
arak?"
"Tentu tidak boleh,"
sahut Kong Ti Seng Ceng sambil tersenyum.
"Arak wangi khusus untuk
disuguhkan kepada para tamu."
"Oooh" Lam Khie
manggut-manggut.
"Kalau begitu, tolong
suguhkan arak wangi saja"
Salah seorang Hweeshio segera
menyuguhkan minuman keras itu. Kemudian sambil tertawa Lam Khie, Pak Hong dan
Tong Koay meneguk minuman keras itu.
sementara si Mo diam saja,
namun sepasang matanya menatap mereka dengan mata berapi-api.
"Ha ha ha" Lam Khie
tertawa gelak-
"si Mo Kenapa engkau
menatap kami dengan mata membara seperti obat peledak?"
"Kalian...." si Mo
berkeretak gigi-
"Ha ha ha" Pak Hong
tertawa terbahak-bahak-
"Para anggota Hek Liong
Pang yang bersembunyi di bawah itu, semuanya telah kami lumpuhkan. Bahkan kami
pun telah memusnahkan semua obat peledak itu. Ha ha ha..."
"Bagus" sahut si Mo
dingin-
"Aku akan membuat
perhitungan dengan kalian kelak"
"Tidak usah kelak."
ujar pak Hong.
"sekarang pun boleh-
sebab tanganku sudah gatal begitu melihatmu-"
"Kita sudah ada janji,
kelak akan bertanding dipuncak gunung Hong san. Tunggu saja" sahut si Mo
lalu berbisik kepada muridnya.
"Mari kita pergi"
si Mo dan muridnya segera
melesat pergi, sedangkan pak Hong terus tertawa terbahak-bahak-
"Kali ini si Mo
betul-betul mendapat pukulan dahsyat-sungguh menggembirakan Ha ha ha»."
"ya"
"Dia tidak menyangka kita
akan muncul di sini, bahkan kita pun telah menggagalkan rencana jahatnya
itu," ujar Lam Khie-
Itu pasti membuatnya marah
bukan main." "omitohud" ucap Kong Bun HongTio-
"Kami sangat berterima
kasih atas bantuan kalian. Kalau tidak, kuil Siauw Lim Sie kami pasti akan
berubah menjadi lautan api."
"Ha ha" Tong Koay
tertawa.
"Kong Bun Hong Tio tidak
usah mengucapkan terima kasih kepada kami, sebab kami menghancurkan semua obat
peledak itu, tempat ibadah ini jangan sampai terbakar musnah. Kasihan para
Buddha akan ikut terbakar di dalam kuil ini."
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio-"Terima-kasih, terima kasih...."
"Maaf" Tong Koay
tertawa strata berkata.
"Ke-datangan kami telah
mengganggu pertemuan kalian, aku harap kalian jangan mencaci kami dalam
hati"
"Kami sangat berterima
kasih kepada kalian," ucap ketua Hwa San Pay.
"Secara tidak langsung
kalian telah menyelamatkan kami dan kuil Siauw Lim Sie ini."
"Menyelamatkan kuil ini
memang benar," sahut Tong Koay sambil tertawa.
"Tapi menyelamatkan
kalian, itu tidak benar lho. Karena kepandaian kalian sangat tinggi, tentunya
tidak perlu kami yang menyelamatkan kalian."
"Tapi kami pasti
terkurung dalam lautan api,", ujar ketua Hwa San Pay dan menambahkan,
"Setelah kalian musnahkan
obat peledak itu, maka kami pun tidak usah terkurung oleh lautan api. Secara
tidak langsung kalian telah menyelamatkan kami"
"Ha ha ha" Tong Koay
tertawa gelak.
"sekarang giliaran aku yang
minta maaf kepada ketua Hwa San Pay. Sebab aku pernah mengalahkanmu, namun
engkau sama sekali tidak membenciku. Aku sungguh kagum dan salut kepadamu"
"Kka bertanding secara
jujur. Kepandaianku lebih rendah darimu. Aku... aku harus mengakui itu."
"Ha ha ha" Tong Koay
tertawa lagi.
"Aku memang
angin-anginan, harap ketua Hwa San sudi memaafkan"
"sama-sama," sahut
ketua Hwa savn Pay sambil tertawa. "omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio-
"Bagaimana kalian tahu si
Mo akan ke mari denga membawa para anak buahnya dan obat peledak?"
"Beberapa anak buahku
melihat mereka menuju ke mari, lalu segeralah melapor kepadaku. Maka, aku
cepat-cepat ke mari bersama muridku. Namun di tengah jalan aku bertemu Lam Khie
dan Pak Hong."
"oooh" Kong Bun Hong
Tio manggut-manggut, kemudian berkata.
"Kami sedang memba
beberapa masalah, yaitu mengenai Hek Liong pang dan si Pem-bunuh Misterius itu,
mendadak muncul si Mo-"
"Kong Bun Hong Tio tahu
siapa ketua Hek Liong pang itu?" tanya Lam Khie mendadak.
"Kami cuma tahu dia
seorang wanita, namun tidak jelas mengenai identitasnya," jawab Kong Bun
Hong Tio-
"Belum lama ini aku
memperoleh informasi tentang ketua Hek Liong Pang." Tong Koay
memberitahukan.
"Ternyata ketua Hek Liong
pang itu bernama Kwee In Loan, yang kepandaiannya masih di atas si Mo."
"Kwee In Loan...."
Kong Bun Hong Tio menggeleng-
gelengkan kepala.
" Aku tidak pernah
mendengar nama itu."
"Kami pun tidak tahu dia
berasal dari perguruan mana," ujar Tong Koay dan menambahkan.
"Kelihatan-nya dia memang
ingin menguasai rimba persilatan."
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio-
"Apakah kalian bersedia
bergabung dengan kami?"
"Ha ha ha" Tong Koay
tertawa.
"Bagaimana mungkin kami
bergabung dengan partai yang lurus dan bersih? sebab kami kaum siluman yang tak
tahu aturan, tentunya kami tidak bisa bergabung."
"omitohud" Kong Bun
Hong Tio tersenyum.
"Tapi selama ini kalian
tidak pernah melakukan kejahatan dalam rimba persilatan, maka kalian merupakan
siluman yang baik-"
"Maaf" Tong Koay
menggelengkan kepala-
"Kami tidak mau terlihat
di sini, sebab kami lebih senang hidup bebas-"
"omitohud" Keng Bun
Hong Tio menghela nafas panjang.
"Tong Koay" Ketua Bu
Tong Pay menatapnya seraya bertanya,
"Apakah engkau tahu siapa
pembunuh misterius itu?"
"Pembunuh
misterius?" tanya Tong Koay.
"Maksudmu orang yang
membantai para murid kalian itu?"
"ya." Ketua Bu Tong
Pay mengangguk-
"Maaf, ketua Bu Tong
Pay" Tong Koay menggelengkan kepala- "Aku tidak tahu- Memang sudah
lama aku menyelidiki itu, tapi sia-sia-"
"In Lie Heng suteeku mati
terbunuh, dadanya terdapat sebuah tanda merah-" Ketua Bu Tong Pay
memberitahukan,
"sebelum menghembuskan
nafas penghabisan, dia sempat menyebut kata '"Hiat'. Tong Koay tahu apa
artinya itu?"
"Hiat..." gumam Tong
Koay sambil mengerutkan kening. "Aku tidak tahu apa artinya."
Mendadak Pak Hong berseru
kaget dan air mukanya berubah hebat.
"Mungkinkah Hiat
Mo?"
"Siapa Hiat Mo itu?"
tanya ketua Bu Tong Pay dengan kening berkerut.
"Bolehkah engkau
memberitahukan kepada kami?"
"Aku pun tidak begitu
jelas" sahut Pak Hong dan melanjutkan,
"guruku pernah bilang, di
Kwan Gwa (Luar Perbatasan) terdapat seorang tokoh yang amat tinggi
kepandaiannya. Julukan tokoh itu adalah Hiat Mo (iblis Berdarah)- Namun Hiat Mo
itu tidak pernah memasuki daerah Tionggoan, maka aku tidak yakin pembunuh
misterius itu adalah Hiat Mo-"
" Ketua Bu Tong
Pay," ujar Lam Khie-
"Alangkah baiknya engkau
bertanya kepada gurumu. Mungkin gurumu tahu tentang Hiat Mo tersebut-"
"ya." Ketua Bu Tong
Pay mengangguk.
"Ha ha ha" Tong Koay
tertawa gelak-
"Aku sudah mencicipi arak
wangi dari kuil siauw Lim sie, kini aku mau mohon pamit-"
Tong Koay menarik muridnya,
lalu melesat pergi sambil tertawa gelak. Begitu pula Lam Khie dan Pak Hong.
Mereka berdua pun melesat pergi tanpa berpamit lagi.
"omitohud" Kong Bun
Hong Tio menggeleng-gelengkan kepala.
"Kepandaian mereka
sungguh tinggi"
"Kong Bun Hong Tio,"
tanya ketua Kun Lun Pay.
"Bagaimana pertemuan
kita, perlukah dilanjutkan lagi?"
"omitohud" sahut
Kong Bun Hong Tio-
"Kita masih belum memilih
seorang Bu Lim Beng Cu"
"Menurut aku, seorang
pendekar yang telah berjasa bagi rimba persilatan, barulah boleh dipilih
sebagai Bu Lim Beng Cu. seperti halnya dengan Thio Bu Ki. Namun kini tiada
seorang pendekar yang dapat menyamai Thio Bu Ki. Maka bagaimana mungkin kita
sembarangan memilih seorang Bu Lim Beng Cu? ya, kan?" ujar ketua Kun Lun
Pay.
"omitohud" Keng Bun
Hong Tio manggut-manggut.
"Memang benar apa yang
dikatakan ketua Kun Lun Pay. Karena itu, kita tidak bisa memilih seorang Bu Lim
Beng Cu."
"Kalau begitu, cara
bagaimana kita bergerak untuk menumpas Hek Liong Pang dan pembunuh misterius
itu?"
Ketua Bu Tong Pay
menggeleng-gelengkan kepala.
"Begini," sahut
ketua Hwa san Pay. Prinsip kita yakni bersatu. Kalau sudah waktunya menumpas
Hek Liong Pang, tentunya kita harus menyerbu ke markas Hek Liong Pang. Tapi
kini pihak Hek Liong Pang masih belum mengusik kita, maka kita tidak perlu
menyerbu ke sana."
"omitohud" Keng Bun
HongTio manggut-manggut. "Aku yakin untuk sementara ini,, Hek Liong Pang
tidak akan mengganggu kita,, sebab Hek Liong Pang harus menghadapi Tong Koay,
Lam Khie dan pak Hong."
"BetuL" Ketua Bu
Tong Pay manggut-manggut. "Kalau begitu, pertemuan kita sampai di sini
saja."
"omitohud" Keng Bun
Hong Tio mengangguk dan menambahkan.
"Mengenai soal Bu Lim
Beng Cu, akan dirundingkan kelak."
Para ketua itu setuju, lalu
mulailah mereka berpamit meninggalkan kuil siauw Lim sie.
-ooo00000ooo-
Ciu Lan Nio tidak berhasil
menyusul Thio Han Liong, akhirnya ia pergi menemui kakeknya yang berada di
dalam sebuah gua. Wajah gadis itu masam. Begitu berada di hadapan kakeknya ia
langsung membanting-banting kaki-
"Eeeh?" Hiat Mo
menatapnya heran.
"Kenapa engkau? Kok
pulang-pulang membanting kaki?"
"Kakek, aku sedang kesal,"
sahut Ciu Lan Nio.
" Kesal kenapa?"
tanya Hiat Mo lembut.
"Di saat aku sedang
bercakap-cakap dengan Han Liong, justru muncul Kwan Pek Him, murid si Mo-"
Ciu Lan Nio memberitahukan.
"oh? kenapa tidak kau
usir?"
"Sudah kuusir, namun dia
tidak mau pergi," sahut Ciu Lan Nio.
"Muka pemuda itu sungguh
tebal, tak tahu malu sama sekali."
"Kenapa tidak kau
tendang?" Hiat Mo tersenyum. "Yaaah--." Ciu Lan Nio menghela
nafas panjang. "Entah apa sebabnya, Han Liong malah membelanya."
"Membelanya? Cara bagaimana
dia membelanya?" tanya Hiat Mo-
"Dia bilang Kwan Pek Him
adalah pemuda baik. aku tidak boleh menghinanya dan lain sebagainya,"
jawab Ciu Lan Nio sambil cemberut.
"Padahal aku sebal sekali
pada pemuda itu"
"Bagaimana tampang pemuda
itu?"
"Seperti mayat hidup-
Mukanya pucat pias tak berdarah sama sekali dan menyeramkan."
"Han Liong tidak tahu
bahwa dia murid si Mo?"
"Dia tahu, karena Kwan
Pek Him memberitahukannya-"
"Setelah tahu pemuda itu
adalah murid si Mo, dia masih membelanya?"
"ya." Ciu Lan Nio
mengangguk-
"Itu sungguh membuat
hatiku kesal sekali, akhirnya dia pergi. Aku pergi menyusulnya, tapi
dia—-"
"sudah tak
kelihatan?" tanya Hiat Mo-
"ya." Ciu Lan Nio
mengangguk-
"Kakek, aku— aku ingin
pergi mencari Han Liong."
"Jangan" Hiat Mo menggelengkan
kepala-
"sebab kita harus pulang
ke Kwan Gwa, lain kali saja engkau pergi mencarinya-"
"Kakek,-"
"Lan Nio, engkau jangan
bandel" Hiat Mo menatapnya. "Dua tiga tahun kemudian, kita akan ke
mari lagi."
"Begitu lama,
aku....",
"Lan Nio" Hiat Mo
tersenyum.
"Dua tiga tahun kemudian,
mungkin Thio Han Liang sudah melupakan Tan Giok Cu. Nah, itu kesempatanmu
lho"
"oh?" Wajah Ciu Lan
Nio agak berseri.
"Tapi kalau dia tidak
melupakan Tan Giok Cu?"
"Apa boleh buat. Kakek
terpaksa harus turun tangan" ujar Hiat Mo sungguh-sungguh.
"Kakek akan membuatnya
melupakan gadis itu, sebaliknya dia akan mencintaimu."
"Kakek akan menggunakan
ilmu hitam?"
"Tentu."
"Kakek-..." ciu Lan
Nlo menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu tidak baik. lagipula
aku tidak akan memperoleh cinta sejati darinya, karena dia cuma menurut dan
seperti tidak punya sukma, Itu percuma."
"Yang penting engkau
memilikinya. Apakah engkau tidak merasa puas?" Hiat Mo menatapnya.
"Kakek...." Ciu Lan
Nio menghela nafas panjang.
"Aku akan merasa puas,
tetapi tidak akan merasa bahagia. Apa artinya aku hidup bersama orang yang
telah kehilangan sukmanya? Kakek, itu tiada artinya sama sekali."
"Kalau begitu, engkau mau
bagaimana?"
"Walau dia tidak
menerimaku, tapi aku akan merasa bahagia bersamanya. Meskipun cuma
sekejap."
"Lan Nio...." Hiat
Mo menggeleng-gelengkan kepala,
"oh ya, engkau harus
ingat satu hal"
"Hal apa?"
"Apabila dia tidak mampu
mengalahkan Kakek, Tan Giok Cu tidak akan kembali ke sisinya, Itu berarti
engkau punya kesempatan mendekatinya, hanya saja engkau harus bersikap lemah
lembut kepadanya."
"Kakek...." Ciu Lan
Nio ingin mengatakan sesuatu, tapi
dibatalkannya, kemudian malah
menghela nafas panjang.
"Aaah sudahlah"
"Kalau begitu, mari kita
berangkat sekarang" ajak Hiat Mo.
"Kakek, bolehkah aku
minta waktu beberapa hari?" tanya Ciu Lan Nio sambil menundukkan kepala.
"Engkau ingin pergi
mencari Han Liong?" Hiat Mo mengerutkan kening,
"ya. Kakek." Ciu Lan
Nio mengangguk.
"Haaaaaahhh" Hiat Mo
menghela nafas panjang.
"Baik-lah- Kakek akan
menunggumu beberapa hari. Tapi bertemu dia atau tidaki engkau harus
kembali."
"ya. Kakek- Terima
kasih," ucap Ciu Lan Nio lalu melesat pergi.
Hiat Mo berdiri mematung,
kemudian menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Lan Nio cucuku, aku
ingin membantu, namun takut melakukan kesalahan," gumam Hiat Mo dengan
wajah murung.
"Aku telah kehilangan
anak dan menantu, maka tidak mau kehilangan cucu lagi."
-ooo00000ooo-
Thio Han Liong melakukan
perjalanan tanpa arah tujuan, la terus memikirkan Tan Giok Cu, dan itu
membuatnya tidak makan dan tidur, sehingga badannya semakin kurus dan
pakaiannya pun semakin kotor. Kini ia betul-betul kehilangan gairah hidup,
lagipula ia masih memikul beban
tanggung jawab terhadap ke dua
orang tua Tan Giok Cu.
"Aaah-" keluh Thio
Han Liong.
"Aku harus bagaimana? Aku
harus bagaimana...?"
Pemuda itu duduk di tepi
sungai, kemudian memungut batu kecil dan dilemparkannya ke sungai itu.
"Bagaimana mungkin aku
dapat mengalahkan orang tua berjubah merah itu? Bagaimana mungkin?" gumam
Thio Han Liong.
"Kalau ke dua orang tua
Giok cu tahu, aku harus bagaimana?
"Lagipula aku tidak tahu
orang tua berjubah merah itu berada di mana. Aaahi"
"Han Liong Han
Liong..." Tiba-tiba terdengar suara seruan, lalu berkelebat sosok bayangan
merah ke arahnya, yang ternyata Ciu Lan Nio.
"Han Liong...."
"Lan Nio?" Thio Han
Liong tercengang ketika melihat kemunculannya.
"Kenapa engkau menyusulku
lagi?"
"Han Liong...." Ciu
Lan Nio menatapnya iba.
"Engkau semakin
kurus...."
"Aku...-" Thio Han
Liong memandang jauh ke depan. "Han Liong" Ciu Lan Nio menatapnya
dengan mata basah-
"Janganlah engkau
menyiksa diri sendiri Percayalah, kelak engkau pasti bertemu Tan Giok cu"
"Tapi..." Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kepandaian orang tua
berjubah merah itu sangat tinggi sekali, bagaimana mungkin aku dapat
mengalahkannya?"
"Han Liong" Ciu Lan
Nio mengerutkan kening.
"Kenapa engkau begitu
cepat putus asa? Engkau harus ingat bahwa di atas gunung masih ada gunung.
Kalau engkau giat berlatih, kelak pasti dapat mengalahkan orang tua berjubah
merah itu"
"Aaaahi-" Thio Han
Liong menghela nafas panjang.
"Han Liong" Ciu Lan
Nio memegang tangannya.
"Menurutku, orang tua
berjubah merah itu membawa pergi Tan Giok Cu dengan maksud baik. Kemungkinan
besar Tan Giok Cu akan diangkat menjadi muridnya."
"oh?" Thio Han Liong
mengerutkan kening.
"Tapi kenapa orang tua
berjubah merah itu bilang, aku harus mengalahkannya kelak- Kalau tidak, dia
tidak akan mengembalikan Giok Cu kepadaku?"
"Itu agar engkau giat
melatih ilmu silatmu, aku pikir begitu," sahut Ciu Lan Nio.
"Tapi-..." Thio Han
Liong menghela nafas seraya berkata.
"Aku tidak tahu di mana
tempat tinggal orang tua berjubah merah itu."
"Kalau kepandaianmu sudah
tinggi, dia pasti mencarimu. Percayalah" ujar Ciu Lan Nio sambil
tersenyum, gadis itu tidak berani memberitahukan bahwa orang tua berjubah merah
itu adalah kakeknya, karena ia khawatir Thio Han Liong akan membencinya,
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Han Liong, aku...."
Mendadak wajah Ciu Lan Nio berubah
murung.
"Ada apa, Lan Nio?"
tanya Thio Han Liong sambil memandangnya.
"Kenapa wajahmu tampak
murung?"
"Aku— aku harus pulang ke
tempat tinggalku, maka kita akan berpisah," jawab Ciu Lan Nio dengan mata
bersimbah air.
"Padahal aku tidak mau
berpisah denganmu."
"oh?" Thio Han Liong
tersenyum seraya bertanya.
"Di mana tempat
tinggalmu?"
"Di Kwan Gwa."
"Di luar perbatasan?
Begitu jauh?"
"ya." Ciu Lan Nio
mengangguk.
"Han Liong, engkau merasa
berduka karena akan berpisah denganku?"
"Aku"—" Thio
Han Liong mengangguk perlahan.
"Engkau berharap kelak
kita berjumpa kembali?" tanya Ciu Lan Nio dengan suara rendah-
"Kita adalah teman,
tentunya aku berharap kita berjumpa kembali kelak." sahut Thio Han Liong.
"Han Liong...." Ciu
Lan Nio menatapnya seraya berbisik,
"Aku— aku sungguh
menyukaimu, dan engkau merupakan segala-galanya bagiku."
"Lan Nio...." Thio
Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Han Liong....- Ciu Lan
Nio bangkit berdiri.
"Sesung-guhnya berat
sekali aku berpisah denganmu. Tapi... aku memang harus pulang ke Kwan
Gwa."
"Kwan Gwa adalah tempat
tinggalmu, tentunya engkau harus pulang ke sana," ujar Thio Han Liong.
"Beberapa tahun kemudian,
kita akan berjumpa lagi." Ciu Lan Nio memberitahukan.
"Engkau akan ke Tionggoan
lagi?"
"Ya. Aku pasti
mencarimu," ujar Ciu Lan Nio berbisik.
"Han Liong, karena kita
akan berpisah, maukah engkau membelaiku?"
"Lan Nio..." Thio
Han Liong tampak ragu.
"Han Liong" Ciu Lan
Nio menatapnya dengan penuh harap.
Tatapan itu membuat Thio Han
Liong merasa tidak tega, maka ia membelainya perlahan-lahan. Belaian itu
membuat Ciu Lan Mio langsung mendekap didadanya, kemudian terisak-isak.
"Lan Nio, kenapa engkau
menangis?" tanya Thio Han Liong heran.
"Aku... aku gembira
sekali," jawab Ciu Lan Nio.
"Han Liong, alangkah
bahagianya aku kalau selamanya bisa begini."
"Lan Nio...." Thio
Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku tahu...." Ciu
Lan Nio mendongakkan kepala
memandangnya.
"Engkau sudah punya
kekasih, aku...."
"Aku yakin kelak engkau
pasti bertemu pemuda baik dan tampan," ujar Thio Han Liong.
"Percayalah"
"Aaah-" Ciu Lan Nio
menghela nafas panjang,
"oh ya, Han
Liong...."
"Ada apa?"
"Seandainya— seandainya
aku bersedia menyerahkan diriku kepadamu, apakah engkau mau menerimanya?"
"Lan Nio-—" Thio Han
Liong mengerutkan kening. "Aku tidak mengerti maksudmu."
"Maksudku..." bisik Ciu Lan Nio.
"Kalau aku bersedia
menyerahkan kesucianku kepadamu, apakah engkau mau menerimanya?"
"Tidak mungkin aku
terima,"jawab Thio Han Liong, "sebab kita bukan suami isteri, itu
tidak baik."
"Han Liong...." Ciu
Lan Nio memandangnya dengan air
mata meleleh.
"Aku harus pergi
sekarang, baik-baik menjaga dirimu"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Han Liong...." Air
mata gadis itu bercucuran,
"selamat tinggal"
"Selamat jalan, Lan
Nio" sahut Thio Han Liong.
Ciu Lan Nio menatapnya
dalam-dalam, kemudian mendadak melesat pergi seraya berseru.
"Han Liong, kelak aku
pasti mencarimu"
Thio Han Liong berdiri termangu-mangu,
lalu kembali duduk di tepi sungai itu sambil melamun, la juga merasa kasihan
kepada Ciu Lan Nio, namun tidak mungkin mencintainya, karena ia cuma mencintai
Tan Giok Cu.