Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 26: Meninggalkan gunung soat san

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 26: Meninggalkan gunung soat san
Bab 26 Meninggalkan gunung soat san

Thio Han Liong terus berlatih Kiu yang sin Kang, Thay Kek Kun, Kiu Im Pek Kut Jiauw dan Siauw Lim Liong Jiauw Kang. Tak terasa sudah tiga tahun ia tinggal di dalam gua hangat di puncak gunung Soat San. Da lam kurun waktu tiga tahun, ia hanya makan buah pohon yang tumbuh di dalam gua itu. sementara buah yang tumbuh di tengah-tengah telaga kecil itu pun semakin besar, namun la sama sekali tidak begitu memperhatikan buah tersebut.

Kini Kiu yang sin Kang yang dimilikinya sudah bertambah tinggi, begitu pula ilmu silatnya, oleh karena itu, la mengambil keputusan untuk meninggalkan gunung Soat San, tujuannya ke desa Hok An menemui Tan Ek Seng.

Setelah mengambil keputusan demikian, keesokan harinya ia meninggalkan gunung Soat San. la berjanji dalam hati, bahwa kelak akan ke mari lagi untuk mencari Teratai Salju.

(Bersambung ke Bagian 13)

Jilid 13

Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong sudah tiba di kota Ki Ciu. Di saat itu ia merasa lapar sekali. Namun ia tetap harus bertahan, karena tidak punya uang sama sekali. Kini usianya sudah hampir dua puluh, Badannya bertambah tinggi besar dan amat tampan.

la menengok ke sana ke mari. Dilihatnya seorang pedagang bakpau di pinggir jalan, dan segeralah didekatinya.

"Paman," tanyanya sopan.

"Bolehkah aku minta bakpau, aku... aku lapar sekali."

Pedagang bakpau itu tidak menyahut, hanya menatap Thio Han Liong dengan penuh perhatian. Pemuda tersebut sangat tampan dan kelihatan sopan, namun pakaiannya sudah kumal sekali.

"Anak muda, engkau dari mana?" tanyanya.

"Aku dari tempat yang jauh sekali. Aku tidak punya uang...." Thio Han Liong menundukkan kepala.

"oooh" Pedagang bakpau merasa kasihan parianya, lalu memberikannya sebuah bakpau.

"Terima kasih, Paman," ucap Thio Han Liong sambil menerima bakpau itu, kemudian disantap nya dengan lahap sekali, dan dalam waktu sekejap habislah bakpau itu.

"Makanlah lagi" Pedagang bakpau menyoriorkan sebuah bakpau lagi kepadanya.

"Cukup, Paman." ujar Thio Han Liong. "Kalau aku makan lagi Paman akan rugi lho" "Tidak apa-apa." Pedagang bakpau itu tersenyum. "Makanlah satu lagi"

"Terima kasih." Thio Han Liong menerima bakpau itu, sekaligus memakannya dengan cepat sekali.

Menyaksikan cara makannya, pedagang bakpau itu tertawa- Dipandangnya Thio Han Liong seraya bertanya.

"Anak muda, sudah berapa hari engkau tidak makan?" "Hampir lima hari," sahut Thio Han Liong dengan jujur. "Apa?" Pedagang bakpau terbelalak-"Hampir lima hari engkau tidak makan?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk-

"Engkau tidak apa-apa?" Pedagang bakpau bingung. "Engkau kok begitu tahan tidak makan lima hari?" "Aku tidak punya uang untuk membeli makanan.",

Kalau begitu, bagaimana engkau selanjutnya?" Pedagang bakpau menggeleng-gelengkan kepala, dan kemudian teringat sesuatu,

"oh ya, besok adalah hari ulang tahun yap Khay Peng yang ke enam puluh, engkau boleh ke sana sekarang untuk makan besar."

"siapa yap Khay Peng?"

"Beliau adalah seorang tokoh rimba persilatan, tapi sudah mengundurkan diri" Pedagang bakpau memberitahukan.

"Beliau sangat baik, siapa pun yang mengalami kesulitan, beliau pasti membantu tanpa pamrih- Engkau boleh kelana minta sedikit uang kepadanya, beliau pasti berikan-"

"oh?" Wajah Thio Han Liong berseri-

"Tapi— aku tidak kenal beliau, bagaimana mungkin aku ke sana?"

"Itu tidak menjadi masalah, engkau ke sana saja."

"Di mana rumahnya?"

"Dari sini terus ke depan...." Pedagang bakpau itu

menunjuk ke arah kiri-

"sampai di ujung harus membelok ke kanan, kira-kira dua ratus langkah pasti sampai di rumah beliau"

"Terima kasih, Paman" ucap Thio Han Liong.

la melangkah pergi mengikuti petunjuk pedagang bakpau itu. sampai di ujung ia membelok ke kanan, kemudian kira-kira dua ratus langkah, ia sudah melihat sebuah rumah yang amat besar.

Pintu Halaman terpentang lebar, namun tampak dua penjaga di situ. Thio Han Liong mendekati mereka, kemudian memberi hormat seraya bertanya.

"Tuan, apakah ini adalah rumah pendekar tua yap Khay Peng?"

"Betul." salah seorang penjaga mengangguk-"Siau-hiap (Pendekar muda) dari mana?"

"Aku datang dari tempat yang amat jauh," sahut Thio Han Liong,

"siauhiap berasal dari perguruan mana?" tanya penjaga itu.

"Aku tidak punya perguruan,"jawab Thio Han Liong.

"Aku bukan murid dari partai mana pun."

"oh?" Penjaga itu terbelalak-

"Engkau tidak mengerti ilmu silat?"

"Mengerti sedikit-"

"Kalau begitu...." Penjaga itu agak ragu

mempersilahkannya masuk-

Pada saat bersamaan, muncul seorang tua berusia lima puluhan, lalu menghampiri Thio Han Liong sambil tersenyum-

"Anak muda, aku adalah kepala pengurus di sini. Engkau ke mari untuk memberi selamat kepada tuan besar?"

"ya, Paman." Thio Han Liong mengangguk-

Kalau begitu, silakan masuk" ucap kepala pengurus dengan ramah-Terima kasih, Paman." Thio Han Liong melangkah ke dalam-

"Anak muda, bolehkah aku tahu namamu?" tanya kepala pengurus sambil memandangnya.

"Namaku Thio Han. Liong."

"Ngmm" Kepala pengurus manggut-manggut.

"Engkau boleh duduk beristirahat di tempat yang di sebelah kanan itu. Tempat itu khusus untuk para pemuda."

"ya." Thio Han Liong berjalan ke tempat itu.

Tampak puluhan pemuda berpakaian mentereng sedang minum-minum di tempat itu. Begitu Thio Han Liong muncul dengan pakaian kumal, mereka menyambut dengan dingin-Thio Han Liong sama sekali tidak mempedulikan sikap mereka, dan langsung duduk-

"Ha ha ha" salah seorang pemuda tertawa.

"Ada pengemis dekil bersama kita lho Tempat ini berubah jadi bau sekali,"

"Suheng" tegur seorang pemuda,

"Tidak baik menghina orang, apalagi dia tamu yap Locianpwee"

"Engkau tahu apa?" Pemuda itu melotot.

"Dia pengemis biasa, yang ingin makan gratis di sini, mungkin juga akan minta uang kepada yap Locianpwee-"

"Suheng-—" sang sutee itu menggeleng-gelengkan kepala-

Thio Han Liong diam saja, dan langsung mengambil teh wangi yang telah tersedia di atas meja lalu diteguknya.

"Ha ha ha Dasar pengemis kehausan" ejek pemuda itu- Di saat bersamaan muncul seorang gadis berusia sekitar delapan belas tahun, gadis yang berwajah cukup cantik itu, langsung menegur sang suheng-

"suheng Kenapa engkau menghina orang? Kalau ayahku tahu, engkau pasti dihukum"

"sumoy, aku.—" sang suheng menundukkan kepala. "Aku cuma bergurau, sumoy jangan marah-"

"Hmm" dengus gadis itu, kemudian mendekati Thio Han Liong sambil memberi hormat.

"saudara, aku minta maaf" ucap gadis itu sambil menatapnya.

"Suhengku cuma bergurau-"

"Tidak apa-apa," sahut Thio Han Liong dengan tersenyum-

senyumannya membuat hati gadis itu tergetar-getar dan wajahnya pun langsung memerah-

"sumoy—" sang suheng itu tampak tidak senang.

"Kita tidak kenal dia, jangan dekat dia" "oh ya" gadis itu segera memperkenalkan.

"Dia adalah Toa suheng ku bernama Lie Teng Kim,Ji suheng ku bernama Tan Coh seng dan aku bernama— Gouw Hui Eng."

Thio Han Liong manggut-manggut dan memperkenal-kan diri pula.

"Namaku Thio Han Liong."

"saudara Thio, engkau berasal dari perguruan mana?" tanya Gouw Hui Eng dengan suara rendah-

"Aku tidak punya perguruan, dan cuma mengerti sedikit ilmu silat," sahut Thio Han Liong.

"Engkau datang dari mana?"

"Dari tempat yang jauh sekali. Aku dengar besok Yap Locianpwee akan merayakan ulang tahunnya, maka aku ke mari...."

ingin makan enak di sini" sela Lie Teng Kim mendadak-"Mungkin mau minta ongkos juga-"

"Toa suheng" bentak Gouw Hui Eng.

"Kalau ayahku datang esok. aku akan beritahukan tentang tingkahmu itu"

"sumoy...." Lie Teng Kim tersenyum dibuat-buat.

"Aku... aku cuma bergurau lho"

"Itu bukan bergurau, melainkan menghina" tandas Gouw Hui Eng sambil melotot.

Di saat itu, muncul seorang gadis berparas cantik jelita menghampiri mereka sambil tersenyum. Di punggung gadis itu tampak bergantung sebatang pedang. Begitu melihat gadis itu, Lie Teng Kim langsung pasang aksi agar tampak lebih gagah.

"Hui Eng Engkau kok marah-marah? Ada apa sih?" tanya gadis itu.

"Toa suhengku sungguh keterlaluan" Gouw Hui Eng memberitahukan.

"Dia menghina pemuda itu."

"oh?" gadis itu langsung memandang Thio Han Liong, dan seketika juga hatinya berdebar-debar aneh-

"Maaf, saudara siapa?"

"Namaku Thio Han Liong."

"Engkau dari perguruan mana?"

"Aku tidak punya perguruan, namun pernah belajar sedikit ilmu silat dari ayahku."

"oooh" gadis itu manggut-manggut.

"Namaku yap Ceng Ceng, ayahku adalah Yap Khay Peng."

"Nona Ceng Ceng, sebetulnya aku tidak kenal ayahmu." "Tidak apa-apa." yap Ceng Ceng tersenyum.

"Kamu girang sekali alas kehadiranmu, oh ya, tentunya engkau belum makan, aku akan menyuruh pelayan menyajikan hidangan-hidangan lezat untukmu."

"Tidak usah. Nona" tolak Thio Han Liong.

Akan tetapi, yap Ceng Ceng sudah melambaikan tangannya, dan seketika itu juga seorang pelayan meng-. hampirinya.

"Nona mau pesan apa?" tanya pelayan itu hormat.

"sajikan beberapa macam hidangan istimewa dan arak wangi, aku mau menjamu tamu ini" sahut yap Ceng ceng.

"ya. Nona" kata pelayan itu dan segera pergi.

Ketika menyaksikan sikap yap Ceng Ceng begitu ramah terhadap Thio Han Liong, wajah Lie Teng Kim langsung berubah tak sedap dipandang dan pemuda itu mencaci Thio Han Liong dalam hati.

"Hui Eng Mari kita duduk di sini" ajak yap ceng ceng. "Baik," Gouw Hui Eng mengangguk-

Ke dua gadis itu duduk di hadapan Thio Han Liong, kemudian yap ceng ceng memandangnya seraya bertanya-

"Kok engkau tahu ayahku ulang tahun esok?"

"Pedagang bakpau yang memberitahu padaku dan menyuruhku ke mari," jawab Thio Han Liong dengan jujur.

"Katanya, yap Locianpwee sangat ramah dan baik orangnya, bahkan suka menotong orang pula. Maka aku ke mari, kebetulan aku sudah lapar sekali. Tadi pedagang bakpau memberi ku dua buah bakpau...."

"Hi hi hi" yap Ceng ceng dan Gouw Hui Eng tertawa geli-

"Engkau sungguh jujur Memang tidak salah ayahku sangat ramah dan baik hati. Nanti akan kuberitahukan kepada ayahku, engkau pasti diberikan uang untuk bekal."

"Terima kasih Nona, tapi aku tidak akan menerima pemberian ayahmu," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh-

"Aku... aku cuma ingin makan di sini saja."

"Jangan sungkan-sungkan, anggaplah rumah sendiri" kata yap Ceng Ceng, kemudian wajahnya tampak memerah.

Ketika itu muncullah dua pelayan membawa berbagai macam hidangan dan arak wangi kemudian ditaruh di atas meja.

"saudara Thio, silakan makan" ucap yap Ceng Ceng.

"Wuah" seru Thio Han Liong tak tertahan ketika menyaksikan hidangan-hidangan itu, lalu mulai makan bagaikan kelaparan.

Dalam waktu sekejap, habislah semua hidangan itu, yap Ceng Ceng dan Gouw Hui Eng menyaksikannya dengan mata terbelalak, sedangkan Lie Teng Kim langsung menyindir.

"Dasar setan kelaparan, jangan-jangan sudah satu tahun tidak makan"

"Betul." Thio Han Liong mengangguk-

"Sudah tiga tahun lebih aku tidak makan, hanya makan buah-buahan saja-"

"Apa?" yap Ceng Ceng tertegun.

"Kenapa engkau cuma makan buah-buahan?"

"Aku berada di gunung soat San, bagaimana mungkin menikmati hidangan-hidangan seperti ini?" sahut Thio Han Liong.

"Engkau berada di gunung Soat san?" yap ceng Ceng terbelalak-

"Tempat tinggalmu berada di gunung itu?"

"Bukan" ujar Thio Han Liong.

"Aku ke gunung Soat san untuk mencari Teratai salju, tapi akhirnya malah tinggal di dalam sebuah gua di puncak gunung soat san itu hingga tiga tahun lebih."

"oooh" yap Ceng ceng tertawa.

"Pantas"

"Pantas jadi setan kelaparan" sela Lie Teng Kim yang merasa iri karena yap Ceng Ceng sangat baik terhadap Thio Han Liong.

"Teng Kim" bentak yap Ceng Ceng.

"Kalau aku tidak memandang gurumu, sudah kuhajar mulutmu"

"Nona...." Lie Teng Kim menundukkan kepala.

"Toa suheng" ancam Gouw Hui Eng.

"Kalau engkau masih menghina saudara Thio, aku pasti beritahukan kepada ayah besok"

"Sumoy...." Lie Teng Kim melirik Thio Han Liong dengan

mata berapi-api. la sudah mengambil keputusan dalam hati akan menghajar Thio Han Liong.

"Tidak apa-apa." Thlo Han Liong tersenyum.

"Aku memang setan kelaparan, karena sudah tiga tahun lebih tidak makan."

"saudara Thio," ucap Gouw Hui Eng.

"Maafkanlah Toa suheng ku, sebab sifatnya memang begitu"

"Dia tidak menghinaku, melainkan sekedar bergurau saja" ujar Thio Han Liong.

"Aku tidak akan tersinggung maupun gusar, itu tidak apa-apa."

"saudara Thio, engkau duduk saja di sini Aku akan ke dalam sebentar." yap ceng Ceng bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan ke rumah sambil tersenyum-senyum.

sin Kiam Tui Hun (Pedang sakti Pengejar Roh) yap Khay Peng berada di ruang depan dan sedang bercakap-cakap dengan beberapa tamu. Ketika melihat putrinya masuk sambil tersenyum-senyum, orang tua itu tercengang.

"Ceng Ceng" serunya.

"Kenapa engkau tersenyum-senyum? Apa yang menggembirakan hatimu?"

"Tidak. Ayah," sahut yap Ceng Ceng dengan wajah agak kemerah-merahan sambil terus berjalan ke dalam.

"Ha ha ha" salah seorang tamu tertawa gelak-

"yap Loenghiong (orang Tua yang Gagah), aku juga punya anak gadis- Ketika anak gadisku bersikap seperti anak gadismu, ternyata anak gadisku mulai jatuh cinta-"

"oh?" yap Khay Peng terbelalak-"Benarkah?"

"Hari ini banyak pemuda ke mari, jangan-jangan dia jatuh cinta pada salah seorang dari mereka-"

"Kalau begitu, aku harus bertanya kepadanya-" yap Khay Peng bangkit berdiri seraya berkata,

"Maaf, aku mau ke dalam dulu"

"silakan, silakan" ucap para tamu itu sambil tertawa-

yap Khay Peng menuju kamar yap Ceng ceng. Dilihatnya gadis itu sedang duduk di pinggir tempat tidur sambil tersenyum-senyum. Perlahan-lahan yap Khay Peng menghampirinya, kemudian duduk di sisinya.

"Ayah..."

"Ngmm" yap Khay Peng manggut-manggut.

"Ceng Ceng, kenapa hari ini engkau kelihatan agak lain? Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa," sahut yap Ceng Ceng sambil menundukkan kepala.

"Tidak ada apa-apa kok tersenyum-senyum?" yap Khay Peng menatapnya dengan penuh perhatian,

"jangan-jangan engkau tertarik kepada salah seorang pemuda yang hadir di sini"

"omong sembarangan. Ayah-" Wajah yap Ceng Ceng langsung memerah-

"Aku— aku tidak tertarik kepada pemuda yang mana pun." "Ha ha ha" yap Khay Peng tertawa gelak-"Tuh Wajahmu memerah, pertanda benar lho" "Ayah—" yap Ceng ceng cemberut.

"Katakan kepada ayah, siapa pemuda yang telah mencuri hatimu?" desak yap Khay Peng.

"Ayah jangan mengada-ada saja"

"Ceng Ceng, ketika engkau berumur tujuh tahun, ibumu meninggal—." yap Khay Peng menghela nafas panjang.

"Kini engkau sudah dewasa, tentunya ayah sangat memperhatikan perjodohanmu. Nah, katakanlah, siapa pemuda itu?"

"Dia— dia sama sekali tidak kenal Ayah- Dia tidak punya perguruan, hanya pernah belajar sedikit ilmu silat."

yap Ceng Ceng memberitahukan secara jujur.

"Dia ke mari... dia ke mari ingin makan, sebab dia tidak punya uang."

"oooh" yap Khay Peng manggut-manggut.

"Ayah yakin pemuda itu pasti tampan sekali. Kalau tidak, bagaimana mungkin engkau akan tertarik kepadanya. Lie Teng Kim dan Tan con seng tergolong pemuda yang cukup tampan, namun engkau tidak begitu menggubris mereka."

"Ayah" Yap Ceng Ceng memberitahukan.

"Lie Teng Kim sungguh keterlaluan, dia terus menghina pemuda itu."

"oh?" Yap Khay Peng tersenyum.

Engkau tidak senang pemuda itu dihina oleW Lie Teng Kim?"

"Tentu." Yap Ceng Ceng mengangguk-"Pemuda itu ke mari berarti adalah tamu kita." "Ngmmm" Yap Khay Peng manggut-manggut. "siapa pemuda itu?"

"Dia bernama Thio Han Liong."

"siapa orangtuanya?"

"Aku tidak bertanya."

"Begini," ujar Yap Khay Peng sungguh-sungguh-

"Ayah ingin bertemu dia, ajak dia ke ruang tengah, ayah tunggu di situ"

"Ayah—jangan menghina dia lho" pesan yap ceng Ceng. "sebab pakaiannya sudah kumal sekali" "Pakaiannya kumal?"

"Ya."

"Mungkinkah dia dari Kay Pang?"

"Tidak mungkin." Yap Ceng ceng menggelengkan kepala.

"Karena dia sudah bilang tidak punya perguruan, seandainya dia dari Kay Pang, tentunya tidak berani mengatakan begitu."

"Mungkin— dia cuma mengerti sedikit ilmu silat. Kebetulan dia tiba di kota ini. maka mampir di sini."

"Memang mungkin." Yap Ceng Ceng mengangguk, lalu pergi memanggil Thio Han Liong. Ketika sampai di halaman, dilihatnya Gouw Hui Eng sedang asyik ber-cakap-cakap dengan pemuda itu, sedangkan Lie Teng Kim dan Tan coh seng masih berdiri di situ dan wajah Lie Teng Kim tampak masam sekali.

"Han Liong" seru yap Ceng Ceng sambil mendekati mereka-"Ayahku ingin bertemu denganmu" "oh?" Thio Han Liong tertegun.

"Aku... aku seorang pengemis dekil, tidak pantas menemui ayahmu."

"Paman yap sangat ramah, memang ada baiknya engkau menemuinya," ujar Gouw Hui Eng dan menambahkan.

"Ceng Ceng pun ramah sekali."

"Eeeh?" Wajah yap Ceng Ceng langsung memerah-

"Hui Eng...."

"Cepatlah kalian ke dalam mungkin Paman yap sudah menunggu" Gouw Hui Eng tersenyum serius.

"Han Liong Mari kita ke dalam" ajak yap Ceng Ceng, kemudian mendadak menariknya.

"Nona...." Wajah Thio Han Liong kemerah-merahan.

"Aku tidak perlu dituntun, biar aku jalan sendiri"

"Ayolah" yap Ceng ceng terus menariknya dan tak lama mereka sudah sampai di ruang tengah-

yap Khay Peng duduk di sana. Begitu Thio Han Liong masuk, la langsung menatapnya dengan tajam. Thio Han Liong segera memberi hormat, kemudian berkata dengan sopan.

"Cianpwee, terimalah hormatku"

"Ngmmm" yap Khay Peng manggut-manggut. la mengakui dalam hati bahwa pemuda itu memang tampan sekali, bahkan sangat sopan dan lemah lembut. Tidak heran kalau putrinya tertarik kepadanya- Namun dia juga tidak habis pikir, kenapa pakaian pemuda itu begitu kumal?

"Namamu Thio Han Liong, ya?" "ya-" Thio Han Liong mengangguk.. "siapa ayahmu?"

"Ayahku bernama.... Thio Ah Ki."

"Thio Ah Ki?" yap Khay Peng berpikir dengan kening berkerut-kerut.

" Apa julukan ayahmu dalam rimba persilatan?"

"Ayahku tidak punya julukan."

"oooh" yap Khay Peng manggut-manggut. Padahal sesungguhnya orangtua itu menghendaki menantu yang berasal dari keluarga terkenal. Thio Han Liong memang tampan, tapi bukan berasal keluarga terkenal. Akan tetapi, apabila putrinya mencintai pemuda itu, ia pun tidak bisa berbuat apa-apa.

"Anak muda, engkau sudah makan?" tanya yap Khay Peng kemudian dan melanjutkan,

Kalau belum makan, makanlah Jangan malu-malu" "Terima kasih, Cianpwee," ucap Thio Han Liong. "Aku sudah makan tadi-"

"oh ya" yap Khay Peng menatapnya seraya berkata.

"Apabila engkau membutuhkan uang, beritahukanpadaku, aku pasti memberimu"

"Terima kasih atas kebaikan cianpwee, namun aku tidak membutuhkan uang," sahut Thio Han Liong.

"Baiklah-" Yap Khay Peng tersenyum.

"Nanti malam engkau boleh tidur di kamar belakang. pelayan di sini akan membawamu ke sana."

"Terima kasih, cianpwee," ucap Thio Han Liong. "Aku mohon diri ke depan. Maaf, aku telah mengganggu Cianpwee"

"Ha ha ha" yap Khay Peng tertawa gelak-

"Aku yang menyuruh Ceng ceng memanggilmu ke mari, maka engkau tidak menggangguku-"

Thio Han Liong berjalan ke luar, sedangkan yap ceng Ceng mengerutkan kening, gadis itu menatap ayahnya seraya bertanya.

"Ayah tidak senang kepadanya?"

"Dia memang tampan sekali, hanya saja...." yap Khay Peng

menggeleng-gelengkan kepala.

"Dia bukan berasal dari keluarga terkenal. itu sungguh sayang sekali"

"Ayah mempermasalahkan itu?"

"Kalau engkau menyukainya, tentunya ayah juga tidak akan mempermasalahkan itu," sahut yap Khay Peng.

"Ceng Ceng, alangkah baiknya dia dapat mengalahkanmu."

"Ayah berharap kepandaiannya lebih tinggi daripadaku?"

"ya."

"Kalau begitu..." ujar yap ceng ceng setelah berpikir sejenak-

"Aku akan bertanding dengannya."

"Itu terserah padamu- Tapi—janganlah engkau melukainya" pesan yap Khay Peng.

"ya. Ayah-" yap Ceng Ceng tampak girang sekali, sebab ia ingin mengalah agar Thio Han Liong menang.

"Ceng Ceng, kalau kalian mau bertanding, jangan lupa beritahukan kepada ayah" Yap Khay Peng mengingatkan.

"Ayah ingin menyaksikan pertandingan kami?" tanya yap Ceng Ceng.

"Tentu." yap Khay Peng mengangguk-

"Ayah memang harus menyaksikannya."

"Ayah-—" yap Ceng Ceng cemberut.

"Ayah tidak usah menyaksikan pertandingan kami."

"Engkau ingin pura-pura kalah kan? Itu tidak jadi masalah bagi ayah- sebab ayah ingin tahu, cara bagaimana engkau pura-pura kalah."

"Ayah—" Yap Ceng Ceng cemberut, kemudian berlari ke luar dan langsung menghampiri Thio Han Liong, yang duduk bersama Gouw Hui Eng.

"Ceng Ceng," tanya Gouw Hui Eng sambil tersenyum. "Kenapa ayahmu memanggil saudara Thio?" "Tidak ada apa-apa," sahut Yap Ceng Ceng. "Hanya ingin bertatap muka dengan Han Liong." "oh?" Gouw Hui Eng tersenyum serius.

"Jangan-jangan ayahmu...."

"Hui Eng" YaP Ceng Ceng cemberut-"Jangan omong yang bukan-bukan" "Terus terang saja" desak Gouw Hui Eng. "setelah bertatap muka, ayahmu bilang apa?"

"Tidak bilang apa-apa," sahut Yap Ceng Ceng dan teringat sesuatu.

"oh ya, aku ingin bertanding dengan Han Liong."

"oh?" Gouw Hui Eng terbelalak-

"Engkau akan bertanding dengan Han Liong? Ayahmu yang menyuruh?"

Kira-kira begitulah," sahut Yap ceng ceng. "Hi hi" Gouw Hui Eng tertawa geli-

"Ayahmu menyuruhmu menguji kepandaian Han Liong Kalau dia dapat mengalahkanmu, maka Han Liong akan menjadi menantu ayahmu kan?"

"omong sembarangan" wajah Yap Ceng Ceng memerah-

sementara Thio Han Liong, Lie Teng Kim dan Tan coh seng terus mendengarkan pembicaraan ke dua gadis itu- Thio Han Liong menarik nafas, Lie Teng Kim meliriknya dengan mata membara, sedangkan Tan coh seng bersikap biasa-biasa saja-Kenapa Lie Teng Kim begitu membenci Thio Han Liong?

Ternyata begitu bertemu Yap Ceng Ceng, ia sudah jatuh hati kepadanya- Namun gadis tersebut tidak mengacuhkannya-Ketika melihat Thio Han Liong, sikap gadis itu sedemikian baik terhadapnya, maka menimbulkan rasa iri dan cemburu dalam hati Lie Teng Kim-

"Han Liong" Kini Gouw Hui Eng pun memanggil Han Liong.

"Ceng Ceng ingin bertanding denganmu, tentunya engkau tidak berkeberatan kan?"

"Kepandaianku rendah sekali," sahut Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala-

"Aku pasti kalah, maka aku tidak mau bertanding. Lagi pula apa gunanya bertanding?"

"Han Liong" Gouw Hui Eng tersenyum.

"Kalau engkau menang, engkau pasti akan dipungut menjadi menantu Paman Yap-"

"Maaf" ucap Thio Han Liong.

"Aku tidak mau bertanding, karena ilmu silatku rendah sekali."

"Han Liong" Yap Ceng Ceng tersenyum.

"Engkau jangan takut, aku tidak akan melukaimu."

"Tapi—." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala-

"Ilmu silatku masih rendah sekali, aku— aku tidak mau bertanding."

Kalau tahu kepandaianmu masih rendah, kenapa engkau ke mari?" tanya Lie Teng Kim dengan sinis.

"Kalau begitu-—" Mendadak Thio Han Liong membalikkan badannya seraya berkata,

"Aku pergi saja-"

"Han Liong" seru Yap Ceng Ceng dan Gouw Hui Eng serentak-

Engkau tidak boleh pergi, tidak boleh pergi" "Lebih baik aku pergi saja," sahut Thio Han Liong. "Agar tidak mengganggu kalian."

"Han Liong" Yap Ceng ceng berdiri di hadapannya. "Pokoknya engkau tidak boleh pergi."
"Betul," sambung tiouw Hui Eng.

"seusai ayahnya merayakan ulang tahunnya, barulah engkau boleh pergi"

"Tapi—." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Han Liong" Yap Ceng Ceng menatapnya. "Aku tidak akan mengajakmu lagi bertanding."

"Nona Ceng Ceng...." Thio Han Liong menggeleng-

gelangkan kepala.

"Aku—."

"Han Liong, engkau tidak usah khawatir," ujar Gouw Hui Eng.

"Aku tidak akan memaksamu bertanding dengan ceng Ceng, percayalah"

"Terima kasih."

"Nona Ceng Ceng" ujar Lie Teng Kim mendadak dengan wajah berseri-

"Aku bersedia bertanding denganmu-"

"siapa sudi bertanding denganmu?" sahut Yap C-cng Ceng ketus-

"Berapa tinggi sih kepandaianmu? "

"Serendah-rendahnya kepandaianku, masih jauh di atas kepandaian Thio Han Liong" sahut Lie Teng Kim, yang ternyata tersinggung oleh ucapan yap ceng Ceng

"Toa suheng" bentak Gouw Hui Eng.

"jangan lancang menantang ceng Ceng bertanding, mau cari gara-gara ya?"

"Sumoy, aku...."

"Diam" Gouw Hui Eng menatapnya tidak senang.

"Engkau kok jadi- bertingkah di sini? Ayahku datang pasti kuberitahukan tentang tingkah lakumu"

"sumoy...."

"Hmm" dengus Gouw Hui Eng.

"Mulai sekarang, engkau jangan macam-macam lagi"

"ya, sumoy." Lie Teng Kim mengangguk dan semakin membenci Thio Han Liong.

"Aku tahu...." Gouw Hui Eng manggut-manggut.

"Engkau sudah mendendam pada Han Liong, maka engkau cari kesempatan untuk menghajarnya, bukan?"

"Tidak- Bagaimana mungkin aku berani berbuat begitu?" sahut Lie Teng Kim dengan kepala tertunduk-

"Toa suheng" Gouw Hui Eng menatapnya tajam.

Kalau engkau berani berbuat begitu, engkau tahu sendiri resikonya"

"Sumoy, aku... aku berjanji tidak akan berbuat begitu" "Baiklah-" Gouw Hui Eng manggut-manggut. "Se-karang engkau harus minta maaf kepada Han Liong"

"Kenapa aku harus minta maaf kepadanya?" Heran Lie Teng Kim.

"Karena engkau telah menghinanya," sahut Gouw Hui Eng.

"Ayoh, cepat minta maaf kepadanya"

"Aku.-"

"Sudahlah" ujar Thio Han Liong.

"saudara Lie tidak perlu minta maaf kepadaku. Dia sama sekali tidak punya salah, sebaliknya malah aku yang bersalah."

"Eeeh?" Gouw Hui Eng terbelalak-"Engkau yang bersalah? Kenapa begitu?"

"Karena aku hadir di sini, padahal tidak seharusnya aku ke mari" sahut Thio Han Liong sambil menghela nafas panjang dan menambahkan,

"oleh karena itu, lebih baik aku mohon diri"

"Tidak bisa" tegas yap Ceng ceng.

Kalau Engkau pergi sekarang, itu merupakan suatu penghinaan bagi ayahku."

"Nona Ceng ceng...."

"Pokoknya engkau tidak boleh pergi" tandas yap Ceng ceng.

"Baiklah." Thio Han Liong mengangguk-

"Aku tidak akan pergi, tapi seusai ayahmu merayakan ulang tahunnya, aku— aku harus pergi-"

"Itu urusan nanti, tidak usah dibicarakan sekarang" sahut Yap Ceng Ceng, kemudian melambaikan tangannya, memanggil seorang pelayan.

"Nona mau pesan apa?" tanya seorang pelayan.

Antar Han Liong ke kamar., biar dia beristirahat" sahut Yap Ceng Ceng.

"Ya" Nona." Pelayan itu mengangguk, lalu mengajak Thio Han Liong ke kamar belakang. setelah Thio Han Liong mengikuti pelayan itu ke dalam, Lie Teng Kim dan Tan con seng pun meninggalkan tempat itu, sedangkan yap ceng Ceng dan Gouw Hui Eng duduk berhadapan sambil mengobrol.

"Ei Ceng Ceng" bisik Gouw Hui Eng.

" Engkau tertarik pada Han Liong?"

"Aku...." yap Ceng Ceng menundukkan kepalanya.

"Kelihatannya engkau sangat tertarik kepadanya. Dia memang tampan, bahkan juga memiliki sifat sabar," ujar Gouw Hui Eng sambil tersenyum. "Buktinya Toa Suheng-ku terus menghinanya, tapi dia tetap tidak emosi."

"Benar." yap Ceng Ceng manggut-manggut.

"Hanya saja...."

"Kepandaiannya masih rendah?" tanya Gouw Hui Eng. "Ya-" Yap Ceng ceng mengangguk-

"Itu agak mengecewakan ayahku, maka aku ingin bertanding dengannya-"

"Dia pasti kalah-"

"Tapi aku justru akan pura-pura kalah-"

"Itu—-" Gouw Hui Eng menggeleng-gelengkan kepala-"Itu tidak baik, untung dia menolak lho"

"Hui Eng, aku justru tidak habis pikir- Kenapa Toa Suhengku kelihatan sangat membencinya?" tanya Yap Ceng ceng mendadak-

"Karena Toa Suhengku sudah jatuh hati padamu-" Gouw Hui Eng memberitahukan.

"Maka dia merasa cemburu pada Han Liong."

"Gila" Yap Ceng Ceng menggeleng-gelengkan kepala-

"Padahal aku sama sekali tidak tertarik kepadanya kenapa dia malah jatuh hati kepadaku?"

"oh ya" Kening Gouw Hui Eng berkerut.

Engkau sudah jatuh hati kepada Thio Han Liong, tapi apakah dia juga sudah jatuh hati kepadamu? Kalau cuma jatuh hati sepihak, itu...."

"Hui Eng" yap ceng Ceng tersenyum.

"Aku memang tertarik kepadanya, namun belum berani jatuh hati kepadanya. Kecuali... dia jatuh hati duluan kepadaku."

"Ngmm" Gouw Hui Eng manggut-manggut.

"Ceng Ceng, mudah-mudahan dia akan jatuh hati kepadamu"

"ya." yap Ceng Ceng mengangguk- "Mudah-mudahan" -ooo0000ooo-

Malam semakin larut, namun Thio Han Liong masih belum bisa tidur- la duduk di pinggir tempat tidur sambil berpikir-sesungguhnya malam ini juga ia ingin meninggalkan rumah YaP Khay Peng, agar tidak banyak urusan, akan tetapi, apabila ia pergi begitu saja, pasti akan menyinggung perasaan Yap Ceng Ceng dan ayahnya. Akhirnya ia mengambil keputusan unntuk pergi lusa saja. setelah mengambil keputusan tersehut, haiulah Thio Han Liong membaringkan dirinya di tempat tidur.

sementara Yap Khay Peng masih bercakap-cakap dengan beberapa tamunya di ruang depan, tiba-tiba berkelebat sosok bayangan ke dalam, disusul puta dengan suara tawa.

"Ha ha ha" scorangtua berusia enam puluhan berdiri di tengah-tengah ruangan itu

"sin Kiam Tin Hun dan kawan-kawan, kalian belum tidur ya?"

"Ha ha ha" sin Kiam Tui-Yap Khay Peng juga tertawa. " Kami justru sedang menunggumu, silakan duduk"

"Terima kasih," ucap orang tua yang baru datang itu, yang ternyata Sin Kun Bu Tek (Kepalan sakti Tanpa Tanding) Gouw siang Kun, ayah Gouw Hui Eng juga guru Lie Teng Kim dan Tan coh seng.

"sin Kun Bu Tek" yap Khay Peng menatapnya seraya bertanya,

"Kenapa engkau terlambat datang? Apa-kah ada halangan?"

"sin KiamTui Hun, engkau harus berhati-hati"sahut sin Kun Bu Tek sungguh-sungguh.

"Aku terlambat datang karena pergi menyelidiki sesuatu-" "oh?" Yap Khay Peng tertegun.

"Kenapa aku harus berhati-hati? Apa kah akan kedatangan musuh esok?"

"Tidak salah-" Gouw siang Kun manggut-manggut.

"Musuh besarmu akan ke mari esok"

"siapa dia?" tanya Yap Khay Peng dengan kening berkerut.

"Dia adalah Touw Liong Lo Koay (orang Taa Aneh Pembunuh Naga)" Gouw siang Kun memberitahukan.

"Apa?" Yap Khay Peng tersentak- "Touw Liong Lo Koay?"

"Ya-" Gouw siang Kun mengangguk"

"Maka engkau harus berhati-hati, kemungkinan besar dia akan muncul di sini."

"Aaaah..." Yap Khay Peng menghela nafas panjang.

"Tak disangka dia masih mendendam padaku, padahal kejadian itu dia yang bersalah"

"Kami tahu." Gouw siang Kun manggut-manggut.

"Belasan tahun lalu, engkau membunuh muridnya karena muridnya itu memperkosa seorang wanita, touw Liong Lo Koay tidak senang, maka mengajakmu bertarung. Dia kalah bahkan kehilangan dua jari tangannya."

"Aaah—" Yap Khay Peng menghela nafas panjang lagi.

"Aku bersalah karena menabas putus dua jari tangannya. Pada waktu itu aku pun dalam emosi."

"sin Kiam Tui Hun" Gouw siang Kun memandangnya seraya berkata,

"Biar bagaimanapun, engkau harus berhati-hati- Dia pasti ke mari, dan kini kepandaiannya sudah tinggi sekali-"

"Aku sudah mengundurkan diri dari rimba persilatan, tapi kalau dia ke mari, aku terpaksa harus melawannya" ujar Yap Khay Peng tanpa merasa gentar sedikit pun.

"Ha ha ha Bagus, bagus" Gouw siang Kun tertawa gelak-

"oh ya, murid-muridku sudah ke mari?"

"sudah-" Yap Khay Peng mengangguk.-

"sin Kiam Tui Hun," ujar tiouw siang Kun serius.

"Muridku yang pertama itu cukup tampan, bahkan telah menguasai semua ilmu silatku. Bagaimana kalau kujodohkan dengan putriku?"

"Begini-" Yap Khay Peng ersenyum-

"Dalam hal jodoh, aku serahkan kepada putriku saja. Kalau dia suka kepada muridmu itu, aku pun tidak berkeberatan. Tapi apabila putriku tidak suka, aku pun tidak bisa berbuat apa-apa."

"Ha ha ha Engkau memang orangtua teladan, tidak kolot pikiranmu. Baiklah, aku tidak akan memaksa dalam hal ini, terserah putrimu saja."

"Aku akan bertanya kepada putriku," ujar Yap Khay Peng, kemudian bertanya dengan wajah serius.

"Engkau pernah mendengar seorang pendekar bernama Thio Ah Ki?"

"Thio Ah Ki?" Gouw siang Kun menggelengkan kepala.

"Kalau Thio Bu Ki, kita semua pasti telah mendengarnya. Memang ada apa?"

"Tadi siang muncul seorang pemuda, dia mengaku bernama Thio Han Liong, ayahnya bernama Thio Ah Ki." yap Khay Peng memberitahukan.

"Apakah pemuda itu mencurigakan?"

"Mencurigakan sih tidak Tapi...." yap Khay Peng menghela

nafas panjang.

"Putriku justru tertarik kepadanya, sedangkan aku sama sekali tidak jelas mengenai identitas pemuda itu, aku jadi bingung."

"Kalau begitu, pemuda itu pasti tampan sekali."

"Betul. Namun pakaiannya sudah kumal. Dia ke mari hanya ingin makan."

"oh?" Gouw siang Kun terbelalak-"Jadi dia seorang pengemis muda?"

"Kelihatannya bukan, sebab dia sangat sopan dan lemah lembut."

"Mungkinkah dia dari Kay Pang?"

"Dia bilang tidak punya perguruan, ia belajar sedikit ilmu silat dari ayahnya."

"Kalau begitu, dia bukan berasal dari keluarga terkenal," ujar Gouw siang Kun sambil tersenyum.

"Itu tidak jadi masalah kan? yang penting dia pemuda yang baik-"

"yaah" yap Khay Peng menarik nafas dalam-dalam. "Kalau putriku menyukainya, aku tidak bisa melarangnya." "Tapi-—" Gouw siang Kun mengerutkan kening.

"Apakah pemuda itu juga menyukai putrimu?" "Entahlah-" yap Khay Peng menggelengkan kepala-"Aku tidak bertanya kepada putriku."
"sin Kiam tu Hun," pesan Gouw siang Kun.

urusan ini bisa dibicarakan nanti, yang penting engkau harus berhati-hati esok Kita adalah kawan baik, kalau engkau membutuhkan bantuanku, jangan sungkan-sungkan memberitahukan padaku"

"Baik," Yap Khay Peng mengangguk-"Terima kasih-"

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar