Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 29: suatu siasat

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 29: suatu siasat
Bab 29 suatu siasat

setelah menghancurkan kuburan tua tempat tinggal yo sian sian, Kwee In Loan lalu pergi mencari si Mo- Tidak begitu sulit mencari iblis Dari Barat itu, sebab si Mo adalah ketua golongan hitam- Dua hari kemudian, Kwee In Loan dan si Mo bertemu di lembah Pek yun Kek, bekas markas Hek Liong Pang.

"Ha ha ha" si Mo tertawa gelak-sambil menatap Kwee In Loan dengan penuh perhatian.

"Tidak berjumpa tiga tahun, engkau bertambah muda dan cantik saja"

"si Mo" Kwee In Loan melotot.

"Kenapa mulutmu begitu usil? Mau kutabok ya?"

"Jangan gusar" si Mo tersenyum.

"Aku saking girang bertemu denganmu, maka bercanda sebentar. Bagaimana kabarmu selama ini? Kepandaianmu sudah bertambah tinggi?"

Kalau tidak, tentunya aku tidak akan muncul dalam rimba persilatan," sahut Kwee In Loan.

"Bagus, bagus Ha ha ha..." si Mo tertawa gelak lagi.

"oh ya, kapan engkau akan pergi mencari yo sian sian untuk membuat perhitungan dengannya?"

"sudah tak perlu." Kwee In Loan tersenyum. "Lho?" si Mo terbelalak. "Kenapa sudah tidak perlu? " "Memangnya kenapa?"

Aku justru dari kuburan tua itu." Kwee In Loan memberitahukan sambil tersenyum dingin-

"Aku berhasil melukainya, bahkan kuburan tua itu pun telah kuhancurkan. Kemungkinan besar yo sian sian terkubur di dalamnya."

"oh?" si Mo tertegun.

Kalau begitu engkau pasti sudah berhasil menguasai ilmu Hiat Mo Kang."

"ya."

"Bagaimana ke empat pengiring yo sian sian?"

"sudah mati duluan di tanganku. He he he.»"

"Bagus, bagus.. Ha ha ha" si Mo tertawa gembira-

"Kini sudah saatnya Hek Liong pang bangkit kembali ha Ha ha ha-"

"oh ya, si Mo" Kwee In Loan menatapnya seraya bertanya,

Kapan engkau akan bertanding dengan Tong Koay, Lam Khie dan Pak Hong?"

"Kalau tidak salah—." sahut si Mo sambil berpikir.

"empat lima hari lagi."

"Ngmm" Kwee In Loan manggut-manggut.

" Engkau membutuhkan bantuanku?"

"Mereka bertiga selalu menentangku oleh karena itu...."

"Mereka harus dihabiskan" sambung Kwee In Loan cepat.

"Setelah menghabiskan mereka, kita pun akan menguasai golongan sesat, dan sudah barang tentu kekuatan kita bertambah-"

"Betul, betul." si mo tertawa gembira.

"Di saat aku sedang bertanding dengan mereka, engkau muncul mendadak untuk menghabiskan yang dua itu. Ha ha ha Mereka bertiga pasti tidak akan menduga itu."

"Ngmmi" Kwee In Loan manggut-manggut.

"selama ratusan tahun, riwiba persilatan selalu dikuasai golongan putih, maka kini"

"golongan hitam yang harus menguasai rimba persilatan," sambung si Mo cepat dan menambahkan,

"Kwee In Loan, jabatanku sebagai ketua golongan hitam akan kuserahkan kepadamu."

"Terima kasih, ucap Kwee In Loan.

Kalau begitu engkau menjadi wakil ketua bagaimana?" "Aku setuju." si Mo mengangguk-

"Kwee In Loan, kini engkau sudah muncul kembali dalam rimba persilatan, maka kita berdua harus menguasai rimba persilatan. Ha ha ha..."

"Karena itu...." Kwee In Loan tersenyum.

"Aku segera mencarimu untuk segera berunding tentang ini."

Terima kasih atas penghargaanmu," ucap si Mo dan bertanya,

"oh ya, Hiat Mojuga sudah berada di Tionggoan?"

"Belum." Kwee In Loan memberitahukan.

"Mungkin dua tiga bulan lagi dia baru ke mari, ternyata Hiat Mo sedang menciptakan seorang gadis pembunuh-"

"Apa?" si Mo terbelalak-

"Menciptakan seorang gadis pembunuh-?"

"ya-" Kwee In Loan mengangguk-

"Gadis itu adalah Tan Giok Cu, murid kesayangan yo sian sian. He he he»»"

"Bagus, bagus" si Mo tertawa gembira.

"Kelak gadis itu pasti akan membunuh kaum rimba persilatan golongan putih. Ha ha ha»."

"Betul" Kwee In Loan mengangguk-

"sebab Hiat Mo telah mempengaruhinya dengan semacam ilmu sihir-"

"oh ya?" si mo menatapnya.

"Hiat Mo tidak berbuat demikian terhadap dirimu?"

"Tidak-" Kwee In Loan memberitahukan.

"Tapi hanya satu syarat saja."

"Syarat apa itu?"

"Aku harus mematuhi semua perintahnya."

"Itu tidak jadi masalah- seandainya dia berniat menjadi ketua golongan hitam, serahkan saja jabatan itu kepadanya"

"Belum tentu dia berniat itu." Kwee In Loan menggelengkan kepala.

"Karena dia tidak mau terikat oleh suatu perkumpulan apa pun."

"Kalau begitu," bisik si Mo-

"Bagaimana kalau kita mengangkatnya sebagai pelindung?"

"Bagus Idemu ini sungguh tepat." Kwee In Loan tersenyum.

"Kalau dia bersedia menjadi pelindung golongan hitam, sudah pasti golongan hitam akan berkuasa dalam rimba persilatan."

"Ha ha ha" si Mo tertawa terbahak-bahak-"oh ya" Kwee In Loan memberitahukan.

Hiat Mo punya seorang cucu perempuan yang cantik jelita. Tiga tahun lalu gadis itu pernah muncul di sini. Dia berpakaian merah, tentunya engkau masih ingat, bukan?"

"Aku masih ingat." si Mo manggut-manggut.

"Jadi gadis itu adalah cucunya?"

"Betul, dia bernama Ciu Lan Hio. Kalau engkau bertemu gadis itu, haruslah mengalah terhadapnya" pesan Kwee In Loan.

"Tentu." si Mo mengangguk-

"si Mo, mari kita berangkat ke gunung Heng san sekarang Kita menggunakan ginkang agar tidak terlambat sampai di sana" ujar Kwee In Loan.

"Baik,"

"sampai di sana, aku akan langsung bersembunyi di suatu tempat Kwee In Loan memberitahukan,

"setelah kalian mulai bertanding, barulah aku muncul."

"Kita habiskan mereka bertiga Ha ha ha..." si Mo tertawa gelak, mereka berdua lalu, melesat pergi menggunakan ginkang.

Beberapa hari kemudian, mereka sudah sampai di puncak gunung Heng san. si Mo terus melesat ke tempat itu, sedangkan Kwee In Loan segera bersembunyi di suatu tempat.

Begitu sampai di tempat tersebut, si Mo melihat Tong Koay, Lam Khie dan Pak Hong sudah menunggu di sana.

"si Mo" tegur Tong Koay sambil mema"ndangnya. "Kenapa engkau terlambat datang?"

"Ada sedikit halangan," sahut sj Mo sambil tertawa.

"Maka aku terlambat datang. Maaf; maaf"

"Tidak apa-apa," sahut Lam Khie- "Silakan duduk"

"Terima kasih," ucap si Mo sambil duduk, kemudian memandang mereka seraya bertanya.

"Bagaimana cara kita bertanding?"

"si Mo" Lam Khie tersenyum.

"selama ini kita selalu bertanding seri, karena itu aku punya usut. Entah kalian setuju atau tidak?"

"Usul apa?" tanya Pak Hong.

"Aku yakin kita akan bertanding seri lagi hari ini" sahut Lam Khie sambil tersenyum,

"oleh karena itu alangkah baiknya kita tunda dulu pertandingan kita, lima tahun kemudian barulah kita bertanding di sini. Bagaimana menurut kalian bertiga?"

Tong Koay, Pak Hong dan si mo saling memandang, lama sekali barulah si Mo membuka mulut.

"Menurutku lebih baik kita bertanding sekarang saja." "Percuma." Lam Khie menggelengkan kepala. "Hari ini aku tiada gairah untuk bertanding." "Lho? Kenapa?" tanya TongKoay.

"Biasanya engkau paling bersemangat dalam hal pertandingan ilmu silat kenapa hari ini malah tiada gairah? Apakah hatimu terganjel sesuatu?"

"Ya." Lam Khie mengangguk-

"Apa yang terganjal dalam hatimu? Bolehkan kami tahu?" tanya Tong Koay.

"AaaW""" Lam Khie menghela nafas panjang.

"Ketika aku dalam perjalanan pulang ke mari, aku justru bertemu seseorang."

"Bertemu seseorang?" Pak Hong tercengang.

"siapa orang itu?"

"Dia adalah Yo sian sian," sahut Lam Khie "Apa?" si Mo terbelalak. "Engkau bertemu yo sian sian?"

"ya." Lam Khie mengangguk dan menambahkan, , " Bahkan kami pun bercakap-cakap-"

"Bercakap-cakap tentang apa?" si Mo kelihatan ingin mengetahuinya.

"Dia memberitahukan kepadaku, bahwa Kwee In Loan sudah muncul dalam rimba persilatan."

"oh?" si Mo pura-pura bertanya-"Betulkah itu?"

"BetuL" Lam Khie melanjutkan.

"Kwee In Loan berhasil melukainya, setelah Kwee In Loan pergi, dia pun segera meninggalkan kuburan tua itu."

"oh ya?" si Mo terbelalak dan bertanya. "Sekarang yo sian sian berada di mana?" "Dia sudah berangkat." "Berangkat ke mana?"

"Ke Lam Hai-"

"Ke Lam Hai?" si Ma mengerutkan kening seraya bertanya,

"Mau apa dia ke Lam Hai?". "

"Di memberitahukan kepadaku ingin menemui Lam Hai Lo Ni," jawab Lam Khie.

"Lam Hai Lo Ni?" si Mo tersentak. Dia punya hubungan apa dengan Lam Hai Lo Ni itu?"

"Dia juga bilang...." Lam Khie memberitahukan.

"Lam Hai Lo Ni itu adalah nenek dari ibunya."

"oh?" Wajah Si Mo tampak berubah-

"itu... itu sungguh di luar dugaan Lalu kenapa engkau liada gairah untuk bertanding?"

"sebab...." Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala.

"yo sian sian minta tolong kepadaku untuk disampaikan kepada Kwee In Loan, namun aku tidak tahu Kwee In Loan berada di mana"

"oooh" si Mo manggut-manggut.

"oleh karena itu, aku harus pergi mencari Kwee In Loan untuk menyampaikan pesan dari yo sian sian," ujar Lam Khie-

"Kalian bertiga bersedia membantuku mencari Kwee In Loan untuk menyampaikan pesan ku?"

"Baiklah-" Tong Koay mengangguk,-

" Kalau begitu—-" Lam Khie bangkit berdiri-

"Aku harus pergi sekarang untuk mencari Kwee In Loan." "Lam Khie, bagaimana pertandingan kita?" tanya si Mo-"Ditunda saja," sahut Lam Khie-

"Lima tahun kemudian kita bertemu di sini untuk bertanding-"

Lam Khie langsung melesat pergi, sedangkan Tong Koay bersungut-sungut dan mencaci-

"sialan tuh Lam Khie seharusnya kita bertanding hari ini, malah harus menunggu lima tahun kemudian Betul-betul sialan Bahkan kita pun harus membantunya mencari Kwee In Loan Kita mana tahu wanita itu berada di mana?, pak Hong, si Mo Marl kita pergi mencari Kwee In Loan"

Tong Koay melesat pergi- seketika juga Pak Hong berseru-seru-

"Tong Koay, engkau memang sialan Tunggu..." Mendadak Pak Hong melesat pergi.

Kini cuma tertinggal si Mo- Rencananya untuk menghabiskan mereka bertiga pun menjadi sirna begitu saja. Namun ia bergirang dalam hati, karena memperoleh informasi itu. Di saat bersamaan, muncullah Kwee In Loan, yang kemudian memandang si Mo dengan tidak mengerti-

"Si Mo Kenapa mereka pergi?"

"Mereka tidak jadi bertanding hari ini. Pertandingan ditunda hingga lima tahun lagi-"

"Lho?" Kwee In Loan terperangah-"Kenapa begitu?"

"Karena Lam Khie mendapat titipan pesan dari seseorang. Dan dia malah minta bantuanku untuk mencarimu." si Mo memberitahukan.

".Mereka bertiga pergi mencarimu pula." "oh?" Kwee In Loan mengerutkan kening. "Me-mangnya ada apa? Kenapa mereka mencariku?"

"Tentunya engkau tidak tahu, ternyata yo sian sian belum mati," sahut si Mo sambil memandangnya.

"Itu... itu bagaimana mungkin?" Kwee In Loan tidak percaya.

"Kuburan tua itu telah hancur berantakan, tidak mungkin yo Sian sian bisa meloloskan diri"

"Memang." si Mo manggut-manggut.

"namun ketika engkau pergi mengambil obat peledak, di saat itulah dia meninggalkan kuburan tua ilu-"

"Sialan" caci Kwee In Loan.

"Tak kusangka dia masih hidup- Lalu dia titip pesan apa kepada Lam Khie?"

"titipannya yaitu dia berangkat ke Lam Hai-"

"Mau apa dia ke Lam Hai?"

"Menemui Lam Hai Lo Ni."

"Apa?" Air muka Kwee In Loan tampak berubah-

"Dia kenal Lam Hai Lo Ni itu? Ada hubungan apa dia dengan biarawati tua itu?"

"Katanya kepada Lam Khie, bahwa Lam hai Lo Ni adalah neneknya."

"Neneknya?" Kwee In Loan tertegun.

"Nenek dari ayah atau ibunya?"

"Nenek dari ibunya."

"Heran" gumam Kwee In Loan.

"Kok aku sama sekali tidak tahu kalau Lam Hai Lo Ni adalah nenek dari ibunya? Mereka tidak menceritakannya...."

"Pantas engkau tidak tahu" si Mo menghela nafas panjang lalu bertanya.

"Bagaimana kepandaian Lam Hai Lo Ni?" "Setingkat dengan Hiat Mo," sahut Kwee In Loan.

"Tapi sudah lama ia tidak mencampuri urusan rimba persilatan." -

"Itu bukan berarti dia tidak akan memberi petunjuk kepada yo sian sian mengenai ilmu silat."

"Beberapa tahun kemudian, yo sian sian pasti akan mencarimu."

"Hmm" dengus Kwee In Loan.

"saat itu dia pasti mati di tanganku, karena dalam beberapa tahun ini, aku harus terus berlatih Hiat Mo Kang."

"Betul." si Mo mengangguk dan menambahkan,

"Aku pun harus terus berlatih agar kelak dapat membunuh Tong Koay, Lam Khie dan Pak Hong."

"Ngmm" Kwee In Loan manggut-manggut.

"Engkau memang harus.terus berlatih. Kalau tidak, sulit bagimu membunuh mereka."

"ya." si Mo mengangguk.

"oh ya" Kwee In Loan teringat sesuatu.

"Si Mo, bagaimana kalau bekas markas Hek Liong Pang kita jadikan markas golongan hitam?"

"setuju." si Mo manggut-manggut

"Kalau begitu, aku akan berangkat ke Lembah Pek yun Kok" ujar Kwee In Loan.

"Engkau pergilah mengumpulkan kaum golongan hitam yang berkepandaian tinggi, dan bawa mereka ke Lembah Pek yun Kok"

"Ya." si Mo mengangguk-

Kwee In Loan melesat pergi menuju Lembah Pek yun Kok-sedangkan si Mo pergi mengumpulkan puluhan kaum golongan hitam yang berkepandaian tinggi dan diajaknya ke Lembah Pek yun Kok-

sementara itu, Thio Han Liong sudah sampai di puncak gunung Ciong Lam san, dan langsung menuju ke kuburan tua, tempat tinggal yo sian sian. Akan tetapi, begitu tiba di sana, ia pun terbelalak karena melihat kuburan tua itu telah hancur berantakan.

"Haaah-.?" Mulut Thio Han Liong ternganga lebar-"Perbuatan siapa ini? Bagaimana nasib Bibi yo?"

Thio Han Liong berdiri termangu-mang u di depan reruntuhan kuburan tua tersebut- la tak habis pikir siapa yang melakukan itu? Akhirnya dia mengambil keputusan untuk pergi ke gunung Bu Tong.

Dalam perjalanan, ia terus teringat kepada Tan Giok Cu, sehingga membuatnya terus menghela nafas panjang.

"Aaaah-." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Adik manis, engkau berada di mana sekarang? Aku... aku rindu sekali kepadamu." Usai bergumam, Thio Han Liong lalu duduk di bawah sebuah pohon. Pada waktu bersamaan, tampak sosok bayangan berkelebat ke arahnya.

"siapa?" bentak Thio Han Liong sambil meloncat bangun.

"Ha ha ha" Terdengar suara tawa.

"Han Liong, engkau sudah tidak mengenali aku lagi?"

seorang tua berpakaian sastrawan muncul di hadapannya.

Begitu melihat orang tua itu, giranglah Thio Han Liong.

"Locianpwee" panggilnya, orang tua itu ternyata Lam Khie-"Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak-

"Engkau bertambah besar dan tampan. Tentunya kepandaianmujuga bertambah tinggi, ya kan?"

"Tetap berada di bawah kepandaian Locianpwee," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.

Mereka berdua duduk- Lam Khie segera mengeluarkan dua potong ayam bakar, sepotong diberikan kepada Thio Han Liong, setelah itu ia pun mengeluarkan seguci arak.

"Makanlah"

"Terima kasih." Thio Han Liong mulai menyantap ayam bakar itu.

"Han Liong" Lam Khie memandangnya.

"Kenapa engkau berada di sini? &ngkau mau ke mana?"

"Aku ingin ke gunung Bu Tong san," jawab Thio Han Liong memberitahukan,

"oh ya Di gunung ciong Lam san telah terjadi sesuatu...."

"oh?" Lam Khie tertegun.

"Maksudmu kuburan tua itu?"

"ya."

"Apa yang telah terjadi?"

"Entahlah- Tapi kuburan tua itu telah hancur tidak karuan."

"Apa?" Lam Khie terkejut bukan main.

"engkau menyaksikannya?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk-

"Aku memang dari sana. Entah siapa yang menghancurkannya. "

"Pasti Kwee In Loan," sahut Lam Khie sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Tiga tahun yang lalu, yo sian sian mengalahkan Kwee In Loan. Wanita itu lalu ke Kwan Gwa (Luar Perbatasan) menemui Hiat Mo- Kini dia telah berhasil menguasai ilmu Hiat Mo Kang, maka muncul lagi dalam rimba persilatan."

"Kalau begitu Bibi yo—-"

"Kwee In Loan berhasil melukainya. Ketika wanita itu pergi, yo sian sian pun segera meninggalkan kuburan tua itu. Dia yakin Kwee In Loan pasti kembali ke sana dan dugaannya itu tidak meleset. Kalau dia tidak meninggalkan kuburan tua itu, pasti mati terkubur di dalamnya."

"Kok Locianpwee tahu tentang itu?"

"Aku, Tong Koay, dan Pak Hong sudah berjumpa yo sian sian. Dia sudah berangkat ke Lam Hai, sedangkan kami ke gunung Heng san..." Lam Khie menceritakan tentang itu.

"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.

"sungguh pintar Locianpwee, mengulur waktu sampai lima tahun kemudian Pada waktu itu, kepandaian Bibi yo pasti sudah tinggi sekali, tentunya mampu menghadapi Kwee In Loan."

"Betul." Lam Khie mengangguk.

"Kalau kami tidak mengatur siasat itu, kemungkinan besar kami sudah mati di puncak gunung Heng San. Karena Kwee In Loan bersama Si Mo, wanita itu bersembunyi di suatu tempat."

"Kok Locianpwee tahu wanita itu bersembunyi di suatu tempat" tanya Thio Han Liong.

"Pada waktu itu aku pergi duluan, kemudian menyusul Tong Loay dan Pak Hong. Namun kami tidak pergi jauh, melainkan bersembunyi di atas pohon sekaligus mengintip ke arah Si Mo. dan tak lama muncullah Kwee In Loan. Kami yakin, wanita itu akan menghabiskan kami."

"Sungguh cerdik Locianpwee"

"oh ya" Tidak lama lagi Hiat mo pasti muncul, maka engkau harus bersiap-siap bertanding dengannya. Tapi...." Lam Khie menatapnya.

"Apakah kepandaianmu sudah tinggi sekali?"

"Entahlah." Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Han Liong" Lam Khie memandangnya seraya ber-kata, "Bagaimana kalau aku menguji kepandaianmu sebentar?" "Baik, Locianpwee"

"Bersiap-siaplah Aku akan mulai menyerangmu," ujar Lam Khie dan mendadak menyerangnya.

Thio Han Liong cepat-cepat berkelit. Tapi Lam Khie sudah menyerangnya lagi secara bertubi-tubi. Thio Han Liong terus berkelit ke sana ke mari.

"Engkau boleh balas menyerang, jangan cuma berkelit." ujar Lam Khie sambil menghentikan serangannya.

"Maaf" ucap Thio Han Liong dan mulai balas menyerang.

"Bagus, bagus" Lam Khie tertawa gelak karena kagum akan kemajuan Thio Han Liong.

Ilmu silatmu sudah maju pesat. Nah, engkau harus berhati-hati, sekarang aku akan menggunakan ilmu andalanku"

Mendadak Lam Khie menyerangnya dengan gerakan aneh-Thio Han Liong tidak dapat berkelit, maka terpaksa menangkis dengan ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw. Blaaam Terdengar suara benturan dahsyat.

Thio Han Liong termundur-mundur tujuh delapan langkah, sedangkan Lam Khie cuma termundur dua tiga langkah.

"Han Liong...." Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala.

"Engkau masih bukan tandingan Hiat Mo, sebab belum mampu mengalahkanku."

"Locianpwee berkepandaian begitu tinggi, bagaimana mungkin aku dapat mengalahkan Kong Locianpwee?" ujar Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala-

"Engkau harus tahu, kepandaian Hiat Mojauh di atas kepandaianku," ujar Lam Khie sungguh-sungguh-

"Engkau tidak mampu mengalahkanku, bagaimana mungkin mampu mengalahkan Hiat Mo?"

"Locianpwee," sahut Thio Han Liong yang telah membulatkan tekad-

"Biar bagaimana pun aku harus -bertanding dengan Hiat Mo, mungkin aku akan mengadu nyawa dengannya."

"Han Liong" Lam Khie terwenyum.

"Engkau masih muda, berarti masih banyak kesempatan, maka engkau tidak perlu mengadu nyawa dengan Hiat Mo-,Apabila engkau kalah nanti.

engkau masih punya banyak waktu untuk berlatih- oleh karena itu engkau jangan berlaku nekad-"

"Terima kasih atas nasehat Locianpwee."

"Baiklah- Lam Khie bangkit berdiri

"Aku harus pergi ke suatu tempat untuk berlatih, sampai berjumpa lima tahun kemudian"

"Locianpwee—-"

"Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak, lalu melesat pergi-

Thio Han Liong termangu-mangu di tempat sambil menghela nafas panjang, lama sekali barulah ia meninggalkan tempat itu-

Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong sudah tiba disebuah kota kecil, tapi amat ramai- la mampir di sebuah kedai teh- seorang pelayan langsung menghampirinya sambil tersenyum-senyum-

"Tuan Muda mau pesan apa?"

"Teh wangi dan sedikit makanan ringan" sahut Thio Han Liong.

"pelayan itu mengangguk, kemudian menyajikan apa yang dipesankan Thio Han Liong. Ketika pemuda itu mulai menghirup tehnya, mendadak muncul beberapa tamu berpakaian indah-

Mereka duduk di sebelah Thio Han Liong. Pelayan segera menyajikan teh istimewa. Rupanya mereka adalah langganan kedai teh itu.

"Ha ha ha"salah seorang tamu tertawa gelak-

"sung-guh lucu dan menggelikan sekali, Guru silat Lim dan Guru silat Tan saling bermusuhan Namun putra Guru silat Lim

dan putri Guru silat Tan justru saling mencinta, seharusnya Guru silat Lim dan Guru silat Tan jadi besan, tapi malah bertambah bermusuhan. Karena itu, Guru silat Tan mendirikan sebuah panggung."

"Panggung apa?"

"Panggung adu silat. Pokoknya siapa yang dapat mengalahkan putrinya, dialah yang berhak menikahi putrinya itu."

"Itu sungguh di luar dugaan, bahkan Guru silat Tan agak keterlaluan Puterinya sudah mencintai putra Guru silat Lim, seharusnya sepasang sejoli itu dinikahkan saja."

"Memang, tapi.... Guru silat Lim melarang putranya

berpacaran dengan putri Guru silat Tan.

"Aaaah—" salah seorang tamu menghela nafas panjang.

"Tan pit suan merupakan gadis yang cantik jelita, sedangkan Lim Peng Hie adalah pemuda tampan, mereka berdua sangat cocok dan sepadan, namun orang tua mereka justru tidak mau menjadi besan, sebaliknya malah senang bermusuhan. Percayalah Panggung adu silat itu pasti mengundang banyak masalah."

"Bagaimana seandaianya seorang penjahat berhasil mengalahkan Tan pit suan?"

"Sudah barang tentu Tan pit suan harus menikah dengan penjahat itu"

"oh ya Apakah lelaki yang sudah berumur boleh ikut?"

"Tentu tidak boleh- sebab ada aturannya."

"Bagaimana aturannya?"

"Lelaki yang berusia di atas dua puluh sampai empat puluh tahun, yang boleh ikut. Tapi yang belum punya isteri-"

"oooh"

"yang kukhawatirkan apabila para penjahat mendengar berita itu. Mereka pasti muncul di kota ini untuk ikut bertanding dengan Tan pit suan."

"oh ya, Lim Peng Hie ikut bertanding juga?"

"Itu sudah pasti-"

"Di dalam kota ini tidak terdapat pemuda yang berkepandaian tinggi, kecuali Lim Peng Hie. Tapi apabila muncul penjahat yang berkepandaian tinggi, celakalah Lim Peng Hie. Dia pasti akan kehilangan jantung hatinya itu."

"Betul. Apa jadinya kalau Guru silat Tan punya menantu seorang penjahat? Bukankah kota kita ini akan berubah kacau balau dan tidak aman?"

"yaaah Kita mau bilang apa?"

Mendengar itu, Thio Han Liong tertarik, maka ia segera menyapa mereka sambil memberi hormat.

"Maaf, Paman sekalian Aku mengganggu sebentar-" "Anak muda..-" Para tamu itu terbelalak.

"Engkau...."

"Aku bukan orang kota ini. Tadi aku mendengar tentang panggung adu ilmu silat itu, sehingga membuatku tertarik sekali."

"oh?" salah seorang tamu tertawa.

"Engkau ingin ikut bertanding dengan Nona Tan itu?"

"Tidak." Thio Han Liong menggelengkan kepala

"Aku hanya ingin menyaksikan keramaian saja-"

"Engkau tidak mengerti ilmu silat?"

"Mengerti sedikit."

"Kalau begitu, lebih baik engkau ikut bertanding saja."

"Aku tidak akan ikut bertanding, karena Nona Tan itu sudah punya kekasih" sahut Thio Han Liong.

"Guru silat Tan telah melakukan kesalahan besar, karena tidak seharusnya dia mendirikan panggung itu. seharusnya dia menyelenggarakan pesta pernikahan putrinya dengan putra Guru silat Lim itu."

"Betul, tapi...."

"sebetulnya kedua guru silat itu punya dendam apa?" tanya Thio Han Liong.

"Tidak punya dendam apa-apa, hanya saja para murid mereka sering saling mengejek, sehingga menimbulkan

perkelahian, akhirnya ke dua guru silat itu pun bermusuhan, sehingga putra-putri mereka pun terbawa dalam permusuhan itu."

"Ke dua guru sifat itu masih bersifat seperti anak kecil." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Tidak berpikir panjang dan jauh sama sekali dan gampang emosi."

"Anak muda...." salah seorang tamu menatapnya dengan

heran, sebab Thio Han Liong masih muda, namun pikirannya sudah begitu matang.

"Engkau berasal dari mana?"

"Tempat tinggalku jauh sekali," jawab Thio Han Liong dengan jujur.

"Berada di sebuah pulau."

"oooh" Tamu itu manggut-manggut.

"Terus terang, panggung adu silat itu pasti akan mengundang banyak masalah-"

"Betul." Thio Han Liong mengangguk-"oh ya di mana panggung itu?"

"Di depan rumah Guru silat Tan, tidak jauh dari sini. "Tamu itu memberitahukan.

"Keluar dari kedai teh ini, engkau ke kiri, kemudian membelok ke kanan. Engkau akan melihat sebuah panggung, dari situ kira-kira puluhan depa."

"Terima kasih, Paman" ucap Thio Han Liong, la segera membayar makanan dan minumannya, lalu pergi ke tempat itu.

Thio Han Liong mengikuti petunjuk tamu itu, dan tak lama sudah sampai di depan panggung tersebut. Walau besok baru dimulai pertandingan itu, tapi sudah banyak penonton berdiri di tempat itu

"Ha ha ha" Terdengar suara tawa.

Entah siapa yang akan mempersunting putri guru silat Tan yang cantik jelita itu?"

Kalau aku mengerti ilmu silat, pasti ikut bertanding esok-"

"Kasihan sekali putra guru silat Lim. Dia pun harus ikut bertanding. Padahal dia dan putri guru silat Tan sudah saling mencinta."

"Betul. yang kita khawatirkan akan muncul para penjahat Karena siapa yang dapat mempersunting putri guru silat Tan, tentu akan hidup senang, sebab guru silat Tan cukup kaya."

"Tapi dia justru tidak punya pikiran. Kalau kota kita ini kedatangan para penjahat, dia harus bertanggung-jawab penuh."

"Betul. Itu adalah risikonya."

Mendengar percakapan itu, Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. Kebetulan di situ ada tempat duduk kosong, maka segeralah ia duduk sambil memandang panggung itu.

"Anak muda" seorang tua berusia enam puluhan mendekatinya.

" Engkau ingin ikut bertanding esok?"

"Tidak. Paman Tua," sahut Thio Han Liong sambil menggelengkan kepala.

"Aku hanya ingin menyaksikan keramaian saja."

"Anak muda" Orang tua itu tertawa.

"Itu bukan keramaian, melainkan pertandingan ilmu silat."

"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut sambil tersenyum.

"siapa yang dapat mengalahkan Tan pit suan, dialah yang akan menjadi suaminya." Orang tua itu memberitahukan.

"yaah" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Guru silat Tan telah melakukan kesalahan, karena tidak seharusnya dia mendirikan panggung ini. seharus-nya dia menikahkan putrinya dengan putra Guru silat Lim itu, sebab mereka sudah saling mencinta."

"Betul. Betul Ha ha ha..." Orang tua itu tertawa gelak-

"Aku sudah menasehatinya, tapi dia sama sekali tidak mau dengar."

"oh?" Thio Han Liong menatapnya seraya bertanya-"Paman Tua punya hubungan dengan Guru silat Tan?" "Dia adalah sutee ku." orang tua itu memberitahukan.

"Aku adalah suhengnya, kami adalah saudara seperguruan."

Thio Han Liong nyaris tertawa geli mendengar penjelasan yang panjang lebar itu, bahkan mengira orang tua tersebut telah pikun

"Paman Tua adalah Suhengnya, seharusnya dia mendengar nasehat Paman Tua.... Tapi kenapa dia berani tidak mendengarnya?"

"suteku itu...." orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala.

"sejak kecil memang keras kepala. Kini dia sudah berusia lima puluh lebih, namun tetap keras kepala."

"Guru silat Tan sama sekali tidak memikirkan kebahagiaan putrinya. Dia adalah erangtua yang egois," ujar Thio Han Liong sambil menarik nafas panjang-

"Tidak salah, tidak salah. Ha ha ha—" orang tua itu tertawa gelak-

"Anak muda, bolehkah aku tahu namamu?"

"Namaku Thio Han Liong. Paman Tua pasti seorang pendekar yang amat terkenal ya kan?"

"Tidak juga," sahut orang tua itu memberitahukan.

"Aku bernama Kwee Beng Kian, julukanku adalah sin Kiam Lojin (Orang Tua Pedang sakti)."

"Kalau begitu, Paman Tua pasti mahir bersilat pedang," ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Kira-kira begitulah- sin Kiam Loj ini Kwee Beng Kian Tersenyum-

"Anak muda engkau dari perguruan mana?"

"Aku tidak punya perguruan. "Jawab Thio Han Liong dengan jujur.

"Aku Kebetulan sampai di kota ini, maka ke mari ingin menyaksikan pertandingan, yang rupanya sangat menarik sekali-"

"Memang menarik, tapijuga akan menimbulkan kejadian lain." sin Kiam Lojin menggeleng-gelengkan kepala-

"Paman Tua juga tinggal di sini?"

"Tidak- Cuma kebetulan ke mari, aku tinggal di-sebuah desa."

"Paman Tua," tanya Thio Han Liong mendadak.

"Bagaimana seandainya salah seorang penjahat yang berhasil mengalahkan Nona Tan? Apakah Guru silat Tan harus menerimanya sebagai menantu?"

"Apa boleh buat Itu sudah merupakan risiko bagi suteku itu." sin Kiam Lojin menambahkan.

"Tapi mungkin tidak akan muncul para penjahat, sebab berita tentang panggung ini tidak tersebar luas."

"Mudah-mudahan begitu" ucap Thio Han Liong.

"Anak muda" sin Kiam Lojin menatapnya tajam.

"Engkau begitu memperhatikan masalah ini, jangan-jangan engkau adalah teman Lim Peng Hie?"

"Bukan." Thio Han Liong menggelengkan kepala.

"Aku sama sekali tidak kenal Lim Peng Hie.

"Aku sudah bilang tadi, kebetulan aku tiba di kota ini...."

"Ngmmm" sin Kiam Lojin manggut-manggut "Aku percaya. Ha ha ha..."

"Guru.." Muncul seorang gadis cantik jelita berusia sekitar tujuh belas tahun,

"Guru sedang berbicara dengan siapa?"

"Dengan seorang pemuda tampan, cepat kemari guru akan memperkenalkan kalian berdua" sahut sim Kian Lojin.

Gadis itu segera berlari-lari menghampiri orang tua tersebut. Ketika melihat Thio Han liong, berdebar-debarlah hati gadis itu.

"Han Liong" sin Kiam Lojin memberitahukan.

"Dia muridku, namanya Bun Gin cu."

"Nona Bun" Thio Han Liong segera memberi hormat kepada gadis itu.

"Namaku Thio Han Llong."

"Engkau... engkau ingin ikut pertandingan esok?" tanya Bun cin cu mendadak sambil memandangnya.

"Aku tidak ikut, hanya ingin menyaksikan saja," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.

senyumannya membuat Bun cin Cu terpukau, sehingga memandangnya dengan mata terbelalak. Di saat itulah sin Kiam Lojin berdehem beberapa kali dan itu membuat Bun cin Cu tersentak sehingga wajahnya memerah-

"Engkau masih muda, tapi kenapa sudah linglung?" "Cin Cu." tanya sin Kiam Lojin sambil tertawa,

"guru...." Bun cin cu cemberut,

"Guru sendiri yang linglung, aku...," "ooh" sin Kiam Lojin manggut-manggut.
"guru... tahu guru tahu Ternyata engkau...."

"Kenapa aku?"

"Engkau... engkau...." sim Kiam Lojin tertawa gelak.

"Ha ha ha..."

Di saat itulah muncul seorang gadis dengan wajah murung, perlahan-lahan menghampiri mereka.

" Kakak Pit suan" Panggil Bun cin cu.

"Adik Cin cu, ada apa? Kok gurumu tampak gembira sekali?" tanya Tan Pit suan. Ketika melihat Thio Han Liong, gadis itu pun tercengang,

"eh? siapa pemuda itu?"

"Dia bernama Thio Han Liong. Aku pun tidak kenal dia" sahut Bun cin cu setengah berbisik,

"Dia ke mari ingin menyaksikan pertandingan esok" "oh?" Tan Pit suan mengerutkan kening "Dia juga ingin ikut bertanding?"

"Katanya tidak," jawab Bun cin cu, kemudian memandang Thio Han Liong seraya berkata,

"gadis ini adalah Tan Pit suan, putri kesayangan Guru silat Tan."

"selamat bertemu Nona Tan" ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat.

"Aku ke mari hanya ingin menyaksikan, tidak akan ikut bertanding, karena ilmu silatku amat rendah-"

"saudara Thio" Tan Pit suan tersenyum-

"Jangan merendahkan diri. Aku yaktn engkau berkepandaian tinggi."

"kepandaianku tidak tinggi."

Di saat bersamaan, mendadak Bun cin cu mengayunkan kepalannya ke punggung Thio Han Liong. Pe-muda itu tahu akan serangan tersebut, namun ia tetap diam karena tahu gadis itu sengaja menguji kepandaiannya. Duuuk. Punggung Thio Han Liong terpukul.

"Aduh" jerit Thio Han Liong kesakitan.

" Nona Bun, kenapa engkau memukul punggungku?"

"Maaf, maaf." ucap Bun cin cu. Tadi kakak Pit suan bilang engkau berkepandaian tinggi, maka aku ingin menguji kepandaianmu."

"Nona Bun...." Thio Han Liong menggeleng-geleng-kan

kepala.

"Adik Cin cu" Tan pit Suan tersenyum.

"Tapi aku hanya...."

"Hanya berbasa-basi saja?" Bun cin cu melotot,

"Gara-gara kakak Pit suan berbasa-basi, aku langsung memukul punggungnya."

"Engkau...." Tan pit sun menggeleng-gelengkan kepala.

"Mungkin punggungnya masih sakit lho"

"oh?" Bun cin cu segera memandang Thio Han Liong seraya bertanya.

"Han.... Han Liong, punggungmu masih sakit?"

"Aduuuh" Thio Han Liong langsung menjerit Namun hanya untuk mempermainkan gadis itu.

"Masih sakit."

"Kalau begitu, biar kuurut" ujar Bun cin Cu tanpa berpikir lagi.

"Eeeeh?" sim Kiam Lojin melotot,

guru pernah menyuruhmu menguruti punggung guru, tapi engkau tidak mau dengan mengemukakan berbagai macam alasan, sekarang engkau ingin menguruti punggung pemuda itu? Pokoknya tidak boleh"

"Guru...." Bun cin cu membanting-banting kaki.

"Kenapa guru jahat sekali?"

"Guru jahat sekali?" sin Kam Lojin menatapnya.

"guru yang jahat atau engkau yang macam- macam? "

"Guru...." Bun cin Cu cemberut.

"Nona Bun" ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Terima kasih atas maksud baik Nona, sekarang punggungku tidak sakit lagi."

"Apa?" Bun on cu terbelalak, kemudian memarahi sin Kiam Lojin.

"gara-gara guru jadi punggungnya sudah tidak sakit lagi."

(Lanjut ke jilid 15)

Jilid 15

"Pukul saja lagi punggungnya biar sakit" sahut Sin Kiam Lojin menggoda muridnya.

"Bukankah engkau bisa mengurut?"

"Guru...." Wajah Bun cin Cu langsung memerah.

"Guru mengada-ada saja"

"Ha ha ha" sin Kiam Lojin tertawa gelak.

"Anak muda, muridku terlampau kumanjakan, maka menjadi tidak tahu aturan dan kesopanan."

"Paman Tua adalah guru teladan," sahut Thio Han Liong.

"Seandainya Guru Silat Tan seperti Paman Tua, aku yakin kini kita semua sedang minum arak kebahagiaan Nona Tan."

"Arak kebahagiaan apa?" Terdengar suara parau, dan seorang tua berusia lima puluhan menghampiri mereka.

"Ayah" Panggil Tan Pit Suan.

"Paman guru" Panggil Bun cian Cu sambil melelerkan lidahnya.

"Kenapa suara Paman- guru berubah parau?"

"Hm." dengus Guru Silat Tan, kemudian menatap Thio Han Liong dengan tajam sekali.

Thio Han Liong tersenyum sambil balas menatapnya, dan itu membuat Guru Silat Tan tersentak. Ternyata ia merasa tidak kuat menghadapi tatapan itu.

"Anak muda, siapa engkau?"

"Guru Silat Tan" sahut Thio Han Liong memberi hormat

"Namaku Thio Han Liong."

"Mau apa engkau ke mari?" tanya Guru Silat Tan dengan kening berkerut-kerut. Namun ia amat kagum akan ketampanan Thio Han Liong.

"Paman Guru kok bentak-bentak dia sih?" tegur Bun cin cu. "Memangnya dia punya salah apa?" "Eeeh?" Guru silat Tan terbelalak-

"Kenapa engkau membelanya? Dia bukan kekasihmu, bukan?"

"Paman Guru" Bun on cu tersenyum.

Kalau dia kekasihku, aku boleh membelanya?" "Tentu boleh." Guru silat Tan mengangguk-

Kalau begitu, kenapa Kakak Fit Suan tidak boleh membela urn Peng Hie, kekasihnya itu?" tanya Bun cin cu mendadak-

"Engkau—-" Wajah Guru silat langsung berubah menjadi tak sedap dipandang. Kalau sin Kiam Lojin tidak berada di situ, mungkin gadis itu sudah ditamparnya.

"Ha ha ha" sin Kiam Lojin tertawa gelak,

"pertanyaan yang amat bagus, muridku"

"Suheng...." Guru silat Tan melotot.

"sutee" sin Kiam Lojin tertawa-

"Usiamu sudah setengah abad lebih, tapi kenapa masih seperti anak kecil? sudahlah Batalkan saja pertandingan itu Aku bersedia ke rumah Guru silat urn untuk mendamaikan kalian."

"Tidak Pokoknya tidak" sahut Guru silat Tan.

Guru silat Tan," ujar Thio Han Liong sambil menatapnya. "Nona Bun masih punya ibu?"

"Kenapa engkau menanyakan itu?" Guru silat Tan mengerutkan kening.

"Kalau ibunya masih ada, tentunya tidak akan ada masalah ini," sahut Thio Han Liong.

"Aku yakin ibunya sudah tiada-"

"Diam" bentak Guru silat Tan.

"Anak muda, cepatlah engkau enyah dari tempat ini"

"Guru silat Tan...." Thio Han Liong menghela-nafas-

"Guru" seru Bun cin cu mendadak-

"Mari kita pergi"

"Lho? Kenapa?" tanya sin Kiam Lojin.

"Paman gurumu mengusir Han Liong, tapi kenapa kita yang harus pergi?"

"Paman guru mengusir Han Liong, itu sama juga mengusir kita. Ayohlah Mari kita pergi" desak Bun cin cu.

"cin Cu" Guru silat Tan menatapnya tajam. "Kenapa engkau begitu tak tahu kesopanan?"

"Paman Guru yang tak punya kasih sayang. Kalau bibi guru masih hidup. Kakak Fit suan pasti tidak akan menjadi begini," sahut Bun cin cu dengan berani.

"Engkau...." Wajah Guru silat Tan merah padam saking

gusarnya, dan akhirnya ia meninggalkan mereka.

"Huh" dengus Bun cin cu.

"Dasar orangtua tak tahu diri Kalau paman guru adalah ayahku pasti sudah ku...."

"Apakan?" tanya sin Kiam Lojin cepat-

"Aku— aku minggat dari rumah," sahut Bun cin cu dengan suara rendah dan menambahkan.

"Buat apa orangtua seperti itu...."

"Celaka" seru sin Kiam Lojin mendadak-

"Apa yang celaka, Guru?" tanya Bun cin cu kaget-

"Engkau bakal menjadi murid durhaka,"jawab sin Kiam Lojin sambil menggeleng-gelengkan kepala-

Guru" Bun cin cu tersenyum.

Guru penuh pengertian dan kasih sayang, bagaimana mungkin aku akan menjadi murid durhaka?"

"oh, ya?" sin Kiam Lojin tertawa.

"Paman Tua" Mendadak Thio Han Liong memberi hormat.

"Aku mau mohon pamit, sampai jumpa esok pagi"

"Eh? Anak muda...." sin Kiam Lojin terbelalak- "Engkau mau

ke mana?"

"Mau pergi mencari penginapan," sahut Thio Han Liong.

"saudara Thio" Tan Pit suan tersenyum-

"Rumah kami amat besar dan banyak kamarnya, bagaimana kalau engkau bermalam di rumah kami saja?"

"Maaf" ucap Thio Han Liong menolak-

"Aku tidak mau menyusahkan Nona- Lebih baik aku bermalam di penginapan."

"Ha ha ha" sin Kiam Lojin tertawa-

"Bagaimana kalau engkau tidur di kamarku, pokoknya tidak usah bayar-"

"Paman Tua—-" Thio Han Liong menggelengkan kepala-"Anak muda," tegas sin Kiam Lojin,-

"Kalau engkau tidak menurut, berarti engkau pemuda kurang ajar."

"Paman Tua—-"

"Pokoknya engkau harus bermalam di kamarku- Ti-dak boleh bermalam di penginapan."

"Baiklah-" Thio Han Liong mengangguk-

"Terima kasih, Guru" ucap Bun cin cu dengan wajah berseri-seri-

"Eeeeh?" sin Kiam Lojin tercengang.

"Kenapa engkau mau mengucapkan terima kasih kepada guru?"

"Karena...." Bun cin cu tampak tersipu.

"Karena guru berhasil membujuk Han Liong bermalam di sini."

"Jadi engkau mau apa kalau dia bermalam di sini?" tanya Sin Kiam Lojin mendadak.

"Guru menghendaki aku mau apa?" sahut Cin cu.

"Eh? Engkau...." Sin Kiam Lojin melotot.

"Mulutmu tajam sekali Baik, guru akan menyuruh Han Liong bermalam di penginapan saja"

"Guru" Bun cin cu cemberut.

"Ha ha ha" sin Kiam Lojin tertawa gelak.

"Kalau engkau berani kurang ajaHerhadap guru, guru pasti menyuruh Han Liong menghajarmu Ha ha ha..."

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar