Bab 29 suatu siasat
setelah menghancurkan kuburan
tua tempat tinggal yo sian sian, Kwee In Loan lalu pergi mencari si Mo- Tidak
begitu sulit mencari iblis Dari Barat itu, sebab si Mo adalah ketua golongan
hitam- Dua hari kemudian, Kwee In Loan dan si Mo bertemu di lembah Pek yun Kek,
bekas markas Hek Liong Pang.
"Ha ha ha" si Mo
tertawa gelak-sambil menatap Kwee In Loan dengan penuh perhatian.
"Tidak berjumpa tiga
tahun, engkau bertambah muda dan cantik saja"
"si Mo" Kwee In Loan
melotot.
"Kenapa mulutmu begitu
usil? Mau kutabok ya?"
"Jangan gusar" si Mo
tersenyum.
"Aku saking girang
bertemu denganmu, maka bercanda sebentar. Bagaimana kabarmu selama ini?
Kepandaianmu sudah bertambah tinggi?"
Kalau tidak, tentunya aku
tidak akan muncul dalam rimba persilatan," sahut Kwee In Loan.
"Bagus, bagus Ha ha
ha..." si Mo tertawa gelak lagi.
"oh ya, kapan engkau akan
pergi mencari yo sian sian untuk membuat perhitungan dengannya?"
"sudah tak perlu."
Kwee In Loan tersenyum. "Lho?" si Mo terbelalak. "Kenapa sudah
tidak perlu? " "Memangnya kenapa?"
Aku justru dari kuburan tua
itu." Kwee In Loan memberitahukan sambil tersenyum dingin-
"Aku berhasil melukainya,
bahkan kuburan tua itu pun telah kuhancurkan. Kemungkinan besar yo sian sian
terkubur di dalamnya."
"oh?" si Mo
tertegun.
Kalau begitu engkau pasti
sudah berhasil menguasai ilmu Hiat Mo Kang."
"ya."
"Bagaimana ke empat
pengiring yo sian sian?"
"sudah mati duluan di
tanganku. He he he.»"
"Bagus, bagus.. Ha ha
ha" si Mo tertawa gembira-
"Kini sudah saatnya Hek
Liong pang bangkit kembali ha Ha ha ha-"
"oh ya, si Mo" Kwee
In Loan menatapnya seraya bertanya,
Kapan engkau akan bertanding
dengan Tong Koay, Lam Khie dan Pak Hong?"
"Kalau tidak
salah—." sahut si Mo sambil berpikir.
"empat lima hari
lagi."
"Ngmm" Kwee In Loan
manggut-manggut.
" Engkau membutuhkan
bantuanku?"
"Mereka bertiga selalu
menentangku oleh karena itu...."
"Mereka harus
dihabiskan" sambung Kwee In Loan cepat.
"Setelah menghabiskan
mereka, kita pun akan menguasai golongan sesat, dan sudah barang tentu kekuatan
kita bertambah-"
"Betul, betul." si
mo tertawa gembira.
"Di saat aku sedang
bertanding dengan mereka, engkau muncul mendadak untuk menghabiskan yang dua
itu. Ha ha ha Mereka bertiga pasti tidak akan menduga itu."
"Ngmmi" Kwee In Loan
manggut-manggut.
"selama ratusan tahun,
riwiba persilatan selalu dikuasai golongan putih, maka kini"
"golongan hitam yang
harus menguasai rimba persilatan," sambung si Mo cepat dan menambahkan,
"Kwee In Loan, jabatanku
sebagai ketua golongan hitam akan kuserahkan kepadamu."
"Terima kasih, ucap Kwee
In Loan.
Kalau begitu engkau menjadi
wakil ketua bagaimana?" "Aku setuju." si Mo mengangguk-
"Kwee In Loan, kini
engkau sudah muncul kembali dalam rimba persilatan, maka kita berdua harus
menguasai rimba persilatan. Ha ha ha..."
"Karena itu...."
Kwee In Loan tersenyum.
"Aku segera mencarimu
untuk segera berunding tentang ini."
Terima kasih atas
penghargaanmu," ucap si Mo dan bertanya,
"oh ya, Hiat Mojuga sudah
berada di Tionggoan?"
"Belum." Kwee In
Loan memberitahukan.
"Mungkin dua tiga bulan
lagi dia baru ke mari, ternyata Hiat Mo sedang menciptakan seorang gadis
pembunuh-"
"Apa?" si Mo
terbelalak-
"Menciptakan seorang
gadis pembunuh-?"
"ya-" Kwee In Loan
mengangguk-
"Gadis itu adalah Tan
Giok Cu, murid kesayangan yo sian sian. He he he»»"
"Bagus, bagus" si Mo
tertawa gembira.
"Kelak gadis itu pasti
akan membunuh kaum rimba persilatan golongan putih. Ha ha ha»."
"Betul" Kwee In Loan
mengangguk-
"sebab Hiat Mo telah
mempengaruhinya dengan semacam ilmu sihir-"
"oh ya?" si mo
menatapnya.
"Hiat Mo tidak berbuat
demikian terhadap dirimu?"
"Tidak-" Kwee In
Loan memberitahukan.
"Tapi hanya satu syarat
saja."
"Syarat apa itu?"
"Aku harus mematuhi semua
perintahnya."
"Itu tidak jadi masalah- seandainya
dia berniat menjadi ketua golongan hitam, serahkan saja jabatan itu
kepadanya"
"Belum tentu dia berniat
itu." Kwee In Loan menggelengkan kepala.
"Karena dia tidak mau
terikat oleh suatu perkumpulan apa pun."
"Kalau begitu,"
bisik si Mo-
"Bagaimana kalau kita
mengangkatnya sebagai pelindung?"
"Bagus Idemu ini sungguh
tepat." Kwee In Loan tersenyum.
"Kalau dia bersedia
menjadi pelindung golongan hitam, sudah pasti golongan hitam akan berkuasa
dalam rimba persilatan."
"Ha ha ha" si Mo
tertawa terbahak-bahak-"oh ya" Kwee In Loan memberitahukan.
Hiat Mo punya seorang cucu
perempuan yang cantik jelita. Tiga tahun lalu gadis itu pernah muncul di sini.
Dia berpakaian merah, tentunya engkau masih ingat, bukan?"
"Aku masih ingat."
si Mo manggut-manggut.
"Jadi gadis itu adalah
cucunya?"
"Betul, dia bernama Ciu
Lan Hio. Kalau engkau bertemu gadis itu, haruslah mengalah terhadapnya"
pesan Kwee In Loan.
"Tentu." si Mo
mengangguk-
"si Mo, mari kita
berangkat ke gunung Heng san sekarang Kita menggunakan ginkang agar tidak
terlambat sampai di sana" ujar Kwee In Loan.
"Baik,"
"sampai di sana, aku akan
langsung bersembunyi di suatu tempat Kwee In Loan memberitahukan,
"setelah kalian mulai
bertanding, barulah aku muncul."
"Kita habiskan mereka
bertiga Ha ha ha..." si Mo tertawa gelak, mereka berdua lalu, melesat
pergi menggunakan ginkang.
Beberapa hari kemudian, mereka
sudah sampai di puncak gunung Heng san. si Mo terus melesat ke tempat itu,
sedangkan Kwee In Loan segera bersembunyi di suatu tempat.
Begitu sampai di tempat
tersebut, si Mo melihat Tong Koay, Lam Khie dan Pak Hong sudah menunggu di
sana.
"si Mo" tegur Tong
Koay sambil mema"ndangnya. "Kenapa engkau terlambat datang?"
"Ada sedikit
halangan," sahut sj Mo sambil tertawa.
"Maka aku terlambat
datang. Maaf; maaf"
"Tidak apa-apa,"
sahut Lam Khie- "Silakan duduk"
"Terima kasih," ucap
si Mo sambil duduk, kemudian memandang mereka seraya bertanya.
"Bagaimana cara kita
bertanding?"
"si Mo" Lam Khie
tersenyum.
"selama ini kita selalu
bertanding seri, karena itu aku punya usut. Entah kalian setuju atau
tidak?"
"Usul apa?" tanya
Pak Hong.
"Aku yakin kita akan
bertanding seri lagi hari ini" sahut Lam Khie sambil tersenyum,
"oleh karena itu alangkah
baiknya kita tunda dulu pertandingan kita, lima tahun kemudian barulah kita
bertanding di sini. Bagaimana menurut kalian bertiga?"
Tong Koay, Pak Hong dan si mo
saling memandang, lama sekali barulah si Mo membuka mulut.
"Menurutku lebih baik
kita bertanding sekarang saja." "Percuma." Lam Khie
menggelengkan kepala. "Hari ini aku tiada gairah untuk bertanding."
"Lho? Kenapa?" tanya TongKoay.
"Biasanya engkau paling
bersemangat dalam hal pertandingan ilmu silat kenapa hari ini malah tiada
gairah? Apakah hatimu terganjel sesuatu?"
"Ya." Lam Khie
mengangguk-
"Apa yang terganjal dalam
hatimu? Bolehkan kami tahu?" tanya Tong Koay.
"AaaW"""
Lam Khie menghela nafas panjang.
"Ketika aku dalam
perjalanan pulang ke mari, aku justru bertemu seseorang."
"Bertemu seseorang?"
Pak Hong tercengang.
"siapa orang itu?"
"Dia adalah Yo sian
sian," sahut Lam Khie "Apa?" si Mo terbelalak. "Engkau
bertemu yo sian sian?"
"ya." Lam Khie
mengangguk dan menambahkan, , " Bahkan kami pun bercakap-cakap-"
"Bercakap-cakap tentang
apa?" si Mo kelihatan ingin mengetahuinya.
"Dia memberitahukan
kepadaku, bahwa Kwee In Loan sudah muncul dalam rimba persilatan."
"oh?" si Mo
pura-pura bertanya-"Betulkah itu?"
"BetuL" Lam Khie
melanjutkan.
"Kwee In Loan berhasil
melukainya, setelah Kwee In Loan pergi, dia pun segera meninggalkan kuburan tua
itu."
"oh ya?" si Mo
terbelalak dan bertanya. "Sekarang yo sian sian berada di mana?"
"Dia sudah berangkat." "Berangkat ke mana?"
"Ke Lam Hai-"
"Ke Lam Hai?" si Ma
mengerutkan kening seraya bertanya,
"Mau apa dia ke Lam Hai?".
"
"Di memberitahukan
kepadaku ingin menemui Lam Hai Lo Ni," jawab Lam Khie.
"Lam Hai Lo Ni?" si
Mo tersentak. Dia punya hubungan apa dengan Lam Hai Lo Ni itu?"
"Dia juga
bilang...." Lam Khie memberitahukan.
"Lam Hai Lo Ni itu adalah
nenek dari ibunya."
"oh?" Wajah Si Mo
tampak berubah-
"itu... itu sungguh di
luar dugaan Lalu kenapa engkau liada gairah untuk bertanding?"
"sebab...." Lam Khie
menggeleng-gelengkan kepala.
"yo sian sian minta
tolong kepadaku untuk disampaikan kepada Kwee In Loan, namun aku tidak tahu
Kwee In Loan berada di mana"
"oooh" si Mo
manggut-manggut.
"oleh karena itu, aku
harus pergi mencari Kwee In Loan untuk menyampaikan pesan dari yo sian
sian," ujar Lam Khie-
"Kalian bertiga bersedia
membantuku mencari Kwee In Loan untuk menyampaikan pesan ku?"
"Baiklah-" Tong Koay
mengangguk,-
" Kalau begitu—-"
Lam Khie bangkit berdiri-
"Aku harus pergi sekarang
untuk mencari Kwee In Loan." "Lam Khie, bagaimana pertandingan
kita?" tanya si Mo-"Ditunda saja," sahut Lam Khie-
"Lima tahun kemudian kita
bertemu di sini untuk bertanding-"
Lam Khie langsung melesat
pergi, sedangkan Tong Koay bersungut-sungut dan mencaci-
"sialan tuh Lam Khie
seharusnya kita bertanding hari ini, malah harus menunggu lima tahun kemudian
Betul-betul sialan Bahkan kita pun harus membantunya mencari Kwee In Loan Kita
mana tahu wanita itu berada di mana?, pak Hong, si Mo Marl kita pergi mencari
Kwee In Loan"
Tong Koay melesat pergi-
seketika juga Pak Hong berseru-seru-
"Tong Koay, engkau memang
sialan Tunggu..." Mendadak Pak Hong melesat pergi.
Kini cuma tertinggal si Mo-
Rencananya untuk menghabiskan mereka bertiga pun menjadi sirna begitu saja.
Namun ia bergirang dalam hati, karena memperoleh informasi itu. Di saat
bersamaan, muncullah Kwee In Loan, yang kemudian memandang si Mo dengan tidak
mengerti-
"Si Mo Kenapa mereka
pergi?"
"Mereka tidak jadi
bertanding hari ini. Pertandingan ditunda hingga lima tahun lagi-"
"Lho?" Kwee In Loan
terperangah-"Kenapa begitu?"
"Karena Lam Khie mendapat
titipan pesan dari seseorang. Dan dia malah minta bantuanku untuk
mencarimu." si Mo memberitahukan.
".Mereka bertiga pergi
mencarimu pula." "oh?" Kwee In Loan mengerutkan kening.
"Me-mangnya ada apa? Kenapa mereka mencariku?"
"Tentunya engkau tidak
tahu, ternyata yo sian sian belum mati," sahut si Mo sambil memandangnya.
"Itu... itu bagaimana
mungkin?" Kwee In Loan tidak percaya.
"Kuburan tua itu telah
hancur berantakan, tidak mungkin yo Sian sian bisa meloloskan diri"
"Memang." si Mo
manggut-manggut.
"namun ketika engkau
pergi mengambil obat peledak, di saat itulah dia meninggalkan kuburan tua
ilu-"
"Sialan" caci Kwee
In Loan.
"Tak kusangka dia masih
hidup- Lalu dia titip pesan apa kepada Lam Khie?"
"titipannya yaitu dia
berangkat ke Lam Hai-"
"Mau apa dia ke Lam
Hai?"
"Menemui Lam Hai Lo
Ni."
"Apa?" Air muka Kwee
In Loan tampak berubah-
"Dia kenal Lam Hai Lo Ni
itu? Ada hubungan apa dia dengan biarawati tua itu?"
"Katanya kepada Lam Khie,
bahwa Lam hai Lo Ni adalah neneknya."
"Neneknya?" Kwee In
Loan tertegun.
"Nenek dari ayah atau
ibunya?"
"Nenek dari ibunya."
"Heran" gumam Kwee
In Loan.
"Kok aku sama sekali
tidak tahu kalau Lam Hai Lo Ni adalah nenek dari ibunya? Mereka tidak
menceritakannya...."
"Pantas engkau tidak
tahu" si Mo menghela nafas panjang lalu bertanya.
"Bagaimana kepandaian Lam
Hai Lo Ni?" "Setingkat dengan Hiat Mo," sahut Kwee In Loan.
"Tapi sudah lama ia tidak
mencampuri urusan rimba persilatan." -
"Itu bukan berarti dia
tidak akan memberi petunjuk kepada yo sian sian mengenai ilmu silat."
"Beberapa tahun kemudian,
yo sian sian pasti akan mencarimu."
"Hmm" dengus Kwee In
Loan.
"saat itu dia pasti mati
di tanganku, karena dalam beberapa tahun ini, aku harus terus berlatih Hiat Mo
Kang."
"Betul." si Mo
mengangguk dan menambahkan,
"Aku pun harus terus
berlatih agar kelak dapat membunuh Tong Koay, Lam Khie dan Pak Hong."
"Ngmm" Kwee In Loan
manggut-manggut.
"Engkau memang
harus.terus berlatih. Kalau tidak, sulit bagimu membunuh mereka."
"ya." si Mo
mengangguk.
"oh ya" Kwee In Loan
teringat sesuatu.
"Si Mo, bagaimana kalau
bekas markas Hek Liong Pang kita jadikan markas golongan hitam?"
"setuju." si Mo
manggut-manggut
"Kalau begitu, aku akan
berangkat ke Lembah Pek yun Kok" ujar Kwee In Loan.
"Engkau pergilah mengumpulkan
kaum golongan hitam yang berkepandaian tinggi, dan bawa mereka ke Lembah Pek
yun Kok"
"Ya." si Mo
mengangguk-
Kwee In Loan melesat pergi
menuju Lembah Pek yun Kok-sedangkan si Mo pergi mengumpulkan puluhan kaum
golongan hitam yang berkepandaian tinggi dan diajaknya ke Lembah Pek yun Kok-
sementara itu, Thio Han Liong
sudah sampai di puncak gunung Ciong Lam san, dan langsung menuju ke kuburan
tua, tempat tinggal yo sian sian. Akan tetapi, begitu tiba di sana, ia pun
terbelalak karena melihat kuburan tua itu telah hancur berantakan.
"Haaah-.?" Mulut
Thio Han Liong ternganga lebar-"Perbuatan siapa ini? Bagaimana nasib Bibi
yo?"
Thio Han Liong berdiri
termangu-mang u di depan reruntuhan kuburan tua tersebut- la tak habis pikir
siapa yang melakukan itu? Akhirnya dia mengambil keputusan untuk pergi ke
gunung Bu Tong.
Dalam perjalanan, ia terus
teringat kepada Tan Giok Cu, sehingga membuatnya terus menghela nafas panjang.
"Aaaah-." Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Adik manis, engkau
berada di mana sekarang? Aku... aku rindu sekali kepadamu." Usai bergumam,
Thio Han Liong lalu duduk di bawah sebuah pohon. Pada waktu bersamaan, tampak
sosok bayangan berkelebat ke arahnya.
"siapa?" bentak Thio
Han Liong sambil meloncat bangun.
"Ha ha ha" Terdengar
suara tawa.
"Han Liong, engkau sudah
tidak mengenali aku lagi?"
seorang tua berpakaian
sastrawan muncul di hadapannya.
Begitu melihat orang tua itu,
giranglah Thio Han Liong.
"Locianpwee"
panggilnya, orang tua itu ternyata Lam Khie-"Ha ha ha" Lam Khie
tertawa gelak-
"Engkau bertambah besar
dan tampan. Tentunya kepandaianmujuga bertambah tinggi, ya kan?"
"Tetap berada di bawah
kepandaian Locianpwee," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
Mereka berdua duduk- Lam Khie
segera mengeluarkan dua potong ayam bakar, sepotong diberikan kepada Thio Han
Liong, setelah itu ia pun mengeluarkan seguci arak.
"Makanlah"
"Terima kasih." Thio
Han Liong mulai menyantap ayam bakar itu.
"Han Liong" Lam Khie
memandangnya.
"Kenapa engkau berada di
sini? &ngkau mau ke mana?"
"Aku ingin ke gunung Bu
Tong san," jawab Thio Han Liong memberitahukan,
"oh ya Di gunung ciong
Lam san telah terjadi sesuatu...."
"oh?" Lam Khie
tertegun.
"Maksudmu kuburan tua
itu?"
"ya."
"Apa yang telah
terjadi?"
"Entahlah- Tapi kuburan
tua itu telah hancur tidak karuan."
"Apa?" Lam Khie
terkejut bukan main.
"engkau
menyaksikannya?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk-
"Aku memang dari sana.
Entah siapa yang menghancurkannya. "
"Pasti Kwee In
Loan," sahut Lam Khie sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Tiga tahun yang lalu, yo
sian sian mengalahkan Kwee In Loan. Wanita itu lalu ke Kwan Gwa (Luar
Perbatasan) menemui Hiat Mo- Kini dia telah berhasil menguasai ilmu Hiat Mo
Kang, maka muncul lagi dalam rimba persilatan."
"Kalau begitu Bibi
yo—-"
"Kwee In Loan berhasil
melukainya. Ketika wanita itu pergi, yo sian sian pun segera meninggalkan
kuburan tua itu. Dia yakin Kwee In Loan pasti kembali ke sana dan dugaannya itu
tidak meleset. Kalau dia tidak meninggalkan kuburan tua itu, pasti mati
terkubur di dalamnya."
"Kok Locianpwee tahu
tentang itu?"
"Aku, Tong Koay, dan Pak
Hong sudah berjumpa yo sian sian. Dia sudah berangkat ke Lam Hai, sedangkan
kami ke gunung Heng san..." Lam Khie menceritakan tentang itu.
"oooh" Thio Han Liong
manggut-manggut.
"sungguh pintar
Locianpwee, mengulur waktu sampai lima tahun kemudian Pada waktu itu,
kepandaian Bibi yo pasti sudah tinggi sekali, tentunya mampu menghadapi Kwee In
Loan."
"Betul." Lam Khie
mengangguk.
"Kalau kami tidak
mengatur siasat itu, kemungkinan besar kami sudah mati di puncak gunung Heng
San. Karena Kwee In Loan bersama Si Mo, wanita itu bersembunyi di suatu
tempat."
"Kok Locianpwee tahu
wanita itu bersembunyi di suatu tempat" tanya Thio Han Liong.
"Pada waktu itu aku pergi
duluan, kemudian menyusul Tong Loay dan Pak Hong. Namun kami tidak pergi jauh,
melainkan bersembunyi di atas pohon sekaligus mengintip ke arah Si Mo. dan tak
lama muncullah Kwee In Loan. Kami yakin, wanita itu akan menghabiskan
kami."
"Sungguh cerdik Locianpwee"
"oh ya" Tidak lama
lagi Hiat mo pasti muncul, maka engkau harus bersiap-siap bertanding dengannya.
Tapi...." Lam Khie menatapnya.
"Apakah kepandaianmu
sudah tinggi sekali?"
"Entahlah." Thio Han
Liong menggelengkan kepala. "Han Liong" Lam Khie memandangnya seraya
ber-kata, "Bagaimana kalau aku menguji kepandaianmu sebentar?"
"Baik, Locianpwee"
"Bersiap-siaplah Aku akan
mulai menyerangmu," ujar Lam Khie dan mendadak menyerangnya.
Thio Han Liong cepat-cepat
berkelit. Tapi Lam Khie sudah menyerangnya lagi secara bertubi-tubi. Thio Han
Liong terus berkelit ke sana ke mari.
"Engkau boleh balas
menyerang, jangan cuma berkelit." ujar Lam Khie sambil menghentikan
serangannya.
"Maaf" ucap Thio Han
Liong dan mulai balas menyerang.
"Bagus, bagus" Lam
Khie tertawa gelak karena kagum akan kemajuan Thio Han Liong.
Ilmu silatmu sudah maju pesat.
Nah, engkau harus berhati-hati, sekarang aku akan menggunakan ilmu
andalanku"
Mendadak Lam Khie menyerangnya
dengan gerakan aneh-Thio Han Liong tidak dapat berkelit, maka terpaksa
menangkis dengan ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw. Blaaam Terdengar suara benturan
dahsyat.
Thio Han Liong
termundur-mundur tujuh delapan langkah, sedangkan Lam Khie cuma termundur dua
tiga langkah.
"Han Liong...." Lam
Khie menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau masih bukan
tandingan Hiat Mo, sebab belum mampu mengalahkanku."
"Locianpwee berkepandaian
begitu tinggi, bagaimana mungkin aku dapat mengalahkan Kong Locianpwee?"
ujar Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala-
"Engkau harus tahu,
kepandaian Hiat Mojauh di atas kepandaianku," ujar Lam Khie
sungguh-sungguh-
"Engkau tidak mampu
mengalahkanku, bagaimana mungkin mampu mengalahkan Hiat Mo?"
"Locianpwee," sahut
Thio Han Liong yang telah membulatkan tekad-
"Biar bagaimana pun aku
harus -bertanding dengan Hiat Mo, mungkin aku akan mengadu nyawa
dengannya."
"Han Liong" Lam Khie
terwenyum.
"Engkau masih muda,
berarti masih banyak kesempatan, maka engkau tidak perlu mengadu nyawa dengan
Hiat Mo-,Apabila engkau kalah nanti.
engkau masih punya banyak
waktu untuk berlatih- oleh karena itu engkau jangan berlaku nekad-"
"Terima kasih atas
nasehat Locianpwee."
"Baiklah- Lam Khie
bangkit berdiri
"Aku harus pergi ke suatu
tempat untuk berlatih, sampai berjumpa lima tahun kemudian"
"Locianpwee—-"
"Ha ha ha" Lam Khie
tertawa gelak, lalu melesat pergi-
Thio Han Liong termangu-mangu
di tempat sambil menghela nafas panjang, lama sekali barulah ia meninggalkan
tempat itu-
Beberapa hari kemudian, Thio
Han Liong sudah tiba disebuah kota kecil, tapi amat ramai- la mampir di sebuah
kedai teh- seorang pelayan langsung menghampirinya sambil tersenyum-senyum-
"Tuan Muda mau pesan
apa?"
"Teh wangi dan sedikit
makanan ringan" sahut Thio Han Liong.
"pelayan itu mengangguk,
kemudian menyajikan apa yang dipesankan Thio Han Liong. Ketika pemuda itu mulai
menghirup tehnya, mendadak muncul beberapa tamu berpakaian indah-
Mereka duduk di sebelah Thio
Han Liong. Pelayan segera menyajikan teh istimewa. Rupanya mereka adalah
langganan kedai teh itu.
"Ha ha ha"salah
seorang tamu tertawa gelak-
"sung-guh lucu dan
menggelikan sekali, Guru silat Lim dan Guru silat Tan saling bermusuhan Namun
putra Guru silat Lim
dan putri Guru silat Tan
justru saling mencinta, seharusnya Guru silat Lim dan Guru silat Tan jadi
besan, tapi malah bertambah bermusuhan. Karena itu, Guru silat Tan mendirikan
sebuah panggung."
"Panggung apa?"
"Panggung adu silat.
Pokoknya siapa yang dapat mengalahkan putrinya, dialah yang berhak menikahi
putrinya itu."
"Itu sungguh di luar dugaan,
bahkan Guru silat Tan agak keterlaluan Puterinya sudah mencintai putra Guru
silat Lim, seharusnya sepasang sejoli itu dinikahkan saja."
"Memang, tapi.... Guru
silat Lim melarang putranya
berpacaran dengan putri Guru
silat Tan.
"Aaaah—" salah seorang
tamu menghela nafas panjang.
"Tan pit suan merupakan
gadis yang cantik jelita, sedangkan Lim Peng Hie adalah pemuda tampan, mereka
berdua sangat cocok dan sepadan, namun orang tua mereka justru tidak mau
menjadi besan, sebaliknya malah senang bermusuhan. Percayalah Panggung adu
silat itu pasti mengundang banyak masalah."
"Bagaimana seandaianya
seorang penjahat berhasil mengalahkan Tan pit suan?"
"Sudah barang tentu Tan
pit suan harus menikah dengan penjahat itu"
"oh ya Apakah lelaki yang
sudah berumur boleh ikut?"
"Tentu tidak boleh- sebab
ada aturannya."
"Bagaimana
aturannya?"
"Lelaki yang berusia di
atas dua puluh sampai empat puluh tahun, yang boleh ikut. Tapi yang belum punya
isteri-"
"oooh"
"yang kukhawatirkan
apabila para penjahat mendengar berita itu. Mereka pasti muncul di kota ini
untuk ikut bertanding dengan Tan pit suan."
"oh ya, Lim Peng Hie ikut
bertanding juga?"
"Itu sudah pasti-"
"Di dalam kota ini tidak
terdapat pemuda yang berkepandaian tinggi, kecuali Lim Peng Hie. Tapi apabila
muncul penjahat yang berkepandaian tinggi, celakalah Lim Peng Hie. Dia pasti
akan kehilangan jantung hatinya itu."
"Betul. Apa jadinya kalau
Guru silat Tan punya menantu seorang penjahat? Bukankah kota kita ini akan
berubah kacau balau dan tidak aman?"
"yaaah Kita mau bilang
apa?"
Mendengar itu, Thio Han Liong
tertarik, maka ia segera menyapa mereka sambil memberi hormat.
"Maaf, Paman sekalian Aku
mengganggu sebentar-" "Anak muda..-" Para tamu itu terbelalak.
"Engkau...."
"Aku bukan orang kota
ini. Tadi aku mendengar tentang panggung adu ilmu silat itu, sehingga membuatku
tertarik sekali."
"oh?" salah seorang
tamu tertawa.
"Engkau ingin ikut
bertanding dengan Nona Tan itu?"
"Tidak." Thio Han
Liong menggelengkan kepala
"Aku hanya ingin menyaksikan
keramaian saja-"
"Engkau tidak mengerti
ilmu silat?"
"Mengerti sedikit."
"Kalau begitu, lebih baik
engkau ikut bertanding saja."
"Aku tidak akan ikut
bertanding, karena Nona Tan itu sudah punya kekasih" sahut Thio Han Liong.
"Guru silat Tan telah
melakukan kesalahan besar, karena tidak seharusnya dia mendirikan panggung itu.
seharusnya dia menyelenggarakan pesta pernikahan putrinya dengan putra Guru
silat Lim itu."
"Betul, tapi...."
"sebetulnya kedua guru
silat itu punya dendam apa?" tanya Thio Han Liong.
"Tidak punya dendam
apa-apa, hanya saja para murid mereka sering saling mengejek, sehingga
menimbulkan
perkelahian, akhirnya ke dua
guru silat itu pun bermusuhan, sehingga putra-putri mereka pun terbawa dalam
permusuhan itu."
"Ke dua guru sifat itu
masih bersifat seperti anak kecil." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala.
"Tidak berpikir panjang
dan jauh sama sekali dan gampang emosi."
"Anak muda...."
salah seorang tamu menatapnya dengan
heran, sebab Thio Han Liong
masih muda, namun pikirannya sudah begitu matang.
"Engkau berasal dari
mana?"
"Tempat tinggalku jauh
sekali," jawab Thio Han Liong dengan jujur.
"Berada di sebuah
pulau."
"oooh" Tamu itu
manggut-manggut.
"Terus terang, panggung
adu silat itu pasti akan mengundang banyak masalah-"
"Betul." Thio Han
Liong mengangguk-"oh ya di mana panggung itu?"
"Di depan rumah Guru
silat Tan, tidak jauh dari sini. "Tamu itu memberitahukan.
"Keluar dari kedai teh
ini, engkau ke kiri, kemudian membelok ke kanan. Engkau akan melihat sebuah
panggung, dari situ kira-kira puluhan depa."
"Terima kasih,
Paman" ucap Thio Han Liong, la segera membayar makanan dan minumannya,
lalu pergi ke tempat itu.
Thio Han Liong mengikuti
petunjuk tamu itu, dan tak lama sudah sampai di depan panggung tersebut. Walau
besok baru dimulai pertandingan itu, tapi sudah banyak penonton berdiri di
tempat itu
"Ha ha ha" Terdengar
suara tawa.
Entah siapa yang akan
mempersunting putri guru silat Tan yang cantik jelita itu?"
Kalau aku mengerti ilmu silat,
pasti ikut bertanding esok-"
"Kasihan sekali putra
guru silat Lim. Dia pun harus ikut bertanding. Padahal dia dan putri guru silat
Tan sudah saling mencinta."
"Betul. yang kita
khawatirkan akan muncul para penjahat Karena siapa yang dapat mempersunting
putri guru silat Tan, tentu akan hidup senang, sebab guru silat Tan cukup
kaya."
"Tapi dia justru tidak
punya pikiran. Kalau kota kita ini kedatangan para penjahat, dia harus
bertanggung-jawab penuh."
"Betul. Itu adalah
risikonya."
Mendengar percakapan itu, Thio
Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. Kebetulan di situ ada tempat duduk
kosong, maka segeralah ia duduk sambil memandang panggung itu.
"Anak muda" seorang
tua berusia enam puluhan mendekatinya.
" Engkau ingin ikut
bertanding esok?"
"Tidak. Paman Tua,"
sahut Thio Han Liong sambil menggelengkan kepala.
"Aku hanya ingin
menyaksikan keramaian saja."
"Anak muda" Orang
tua itu tertawa.
"Itu bukan keramaian,
melainkan pertandingan ilmu silat."
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut sambil tersenyum.
"siapa yang dapat
mengalahkan Tan pit suan, dialah yang akan menjadi suaminya." Orang tua
itu memberitahukan.
"yaah" Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Guru silat Tan telah
melakukan kesalahan, karena tidak seharusnya dia mendirikan panggung ini.
seharus-nya dia menikahkan putrinya dengan putra Guru silat Lim itu, sebab
mereka sudah saling mencinta."
"Betul. Betul Ha ha
ha..." Orang tua itu tertawa gelak-
"Aku sudah menasehatinya,
tapi dia sama sekali tidak mau dengar."
"oh?" Thio Han Liong
menatapnya seraya bertanya-"Paman Tua punya hubungan dengan Guru silat
Tan?" "Dia adalah sutee ku." orang tua itu memberitahukan.
"Aku adalah suhengnya,
kami adalah saudara seperguruan."
Thio Han Liong nyaris tertawa
geli mendengar penjelasan yang panjang lebar itu, bahkan mengira orang tua
tersebut telah pikun
"Paman Tua adalah
Suhengnya, seharusnya dia mendengar nasehat Paman Tua.... Tapi kenapa dia
berani tidak mendengarnya?"
"suteku itu...."
orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala.
"sejak kecil memang keras
kepala. Kini dia sudah berusia lima puluh lebih, namun tetap keras
kepala."
"Guru silat Tan sama
sekali tidak memikirkan kebahagiaan putrinya. Dia adalah erangtua yang
egois," ujar Thio Han Liong sambil menarik nafas panjang-
"Tidak salah, tidak
salah. Ha ha ha—" orang tua itu tertawa gelak-
"Anak muda, bolehkah aku
tahu namamu?"
"Namaku Thio Han Liong.
Paman Tua pasti seorang pendekar yang amat terkenal ya kan?"
"Tidak juga," sahut
orang tua itu memberitahukan.
"Aku bernama Kwee Beng
Kian, julukanku adalah sin Kiam Lojin (Orang Tua Pedang sakti)."
"Kalau begitu, Paman Tua
pasti mahir bersilat pedang," ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Kira-kira begitulah- sin
Kiam Loj ini Kwee Beng Kian Tersenyum-
"Anak muda engkau dari
perguruan mana?"
"Aku tidak punya
perguruan. "Jawab Thio Han Liong dengan jujur.
"Aku Kebetulan sampai di
kota ini, maka ke mari ingin menyaksikan pertandingan, yang rupanya sangat
menarik sekali-"
"Memang menarik, tapijuga
akan menimbulkan kejadian lain." sin Kiam Lojin menggeleng-gelengkan
kepala-
"Paman Tua juga tinggal
di sini?"
"Tidak- Cuma kebetulan ke
mari, aku tinggal di-sebuah desa."
"Paman Tua," tanya
Thio Han Liong mendadak.
"Bagaimana seandainya
salah seorang penjahat yang berhasil mengalahkan Nona Tan? Apakah Guru silat
Tan harus menerimanya sebagai menantu?"
"Apa boleh buat Itu sudah
merupakan risiko bagi suteku itu." sin Kiam Lojin menambahkan.
"Tapi mungkin tidak akan
muncul para penjahat, sebab berita tentang panggung ini tidak tersebar
luas."
"Mudah-mudahan
begitu" ucap Thio Han Liong.
"Anak muda" sin Kiam
Lojin menatapnya tajam.
"Engkau begitu
memperhatikan masalah ini, jangan-jangan engkau adalah teman Lim Peng
Hie?"
"Bukan." Thio Han
Liong menggelengkan kepala.
"Aku sama sekali tidak
kenal Lim Peng Hie.
"Aku sudah bilang tadi,
kebetulan aku tiba di kota ini...."
"Ngmmm" sin Kiam
Lojin manggut-manggut "Aku percaya. Ha ha ha..."
"Guru.." Muncul
seorang gadis cantik jelita berusia sekitar tujuh belas tahun,
"Guru sedang berbicara
dengan siapa?"
"Dengan seorang pemuda
tampan, cepat kemari guru akan memperkenalkan kalian berdua" sahut sim
Kian Lojin.
Gadis itu segera berlari-lari
menghampiri orang tua tersebut. Ketika melihat Thio Han liong,
berdebar-debarlah hati gadis itu.
"Han Liong" sin Kiam
Lojin memberitahukan.
"Dia muridku, namanya Bun
Gin cu."
"Nona Bun" Thio Han
Liong segera memberi hormat kepada gadis itu.
"Namaku Thio Han
Llong."
"Engkau... engkau ingin
ikut pertandingan esok?" tanya Bun cin cu mendadak sambil memandangnya.
"Aku tidak ikut, hanya
ingin menyaksikan saja," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
senyumannya membuat Bun cin Cu
terpukau, sehingga memandangnya dengan mata terbelalak. Di saat itulah sin Kiam
Lojin berdehem beberapa kali dan itu membuat Bun cin Cu tersentak sehingga
wajahnya memerah-
"Engkau masih muda, tapi
kenapa sudah linglung?" "Cin Cu." tanya sin Kiam Lojin sambil
tertawa,
"guru...." Bun cin
cu cemberut,
"Guru sendiri yang
linglung, aku...," "ooh" sin Kiam Lojin manggut-manggut.
"guru... tahu guru tahu
Ternyata engkau...."
"Kenapa aku?"
"Engkau...
engkau...." sim Kiam Lojin tertawa gelak.
"Ha ha ha..."
Di saat itulah muncul seorang
gadis dengan wajah murung, perlahan-lahan menghampiri mereka.
" Kakak Pit suan"
Panggil Bun cin cu.
"Adik Cin cu, ada apa?
Kok gurumu tampak gembira sekali?" tanya Tan Pit suan. Ketika melihat Thio
Han Liong, gadis itu pun tercengang,
"eh? siapa pemuda
itu?"
"Dia bernama Thio Han
Liong. Aku pun tidak kenal dia" sahut Bun cin cu setengah berbisik,
"Dia ke mari ingin
menyaksikan pertandingan esok" "oh?" Tan Pit suan mengerutkan
kening "Dia juga ingin ikut bertanding?"
"Katanya tidak,"
jawab Bun cin cu, kemudian memandang Thio Han Liong seraya berkata,
"gadis ini adalah Tan Pit
suan, putri kesayangan Guru silat Tan."
"selamat bertemu Nona
Tan" ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat.
"Aku ke mari hanya ingin
menyaksikan, tidak akan ikut bertanding, karena ilmu silatku amat rendah-"
"saudara Thio" Tan
Pit suan tersenyum-
"Jangan merendahkan diri.
Aku yaktn engkau berkepandaian tinggi."
"kepandaianku tidak
tinggi."
Di saat bersamaan, mendadak
Bun cin cu mengayunkan kepalannya ke punggung Thio Han Liong. Pe-muda itu tahu
akan serangan tersebut, namun ia tetap diam karena tahu gadis itu sengaja
menguji kepandaiannya. Duuuk. Punggung Thio Han Liong terpukul.
"Aduh" jerit Thio
Han Liong kesakitan.
" Nona Bun, kenapa engkau
memukul punggungku?"
"Maaf, maaf." ucap
Bun cin cu. Tadi kakak Pit suan bilang engkau berkepandaian tinggi, maka aku
ingin menguji kepandaianmu."
"Nona Bun...." Thio
Han Liong menggeleng-geleng-kan
kepala.
"Adik Cin cu" Tan
pit Suan tersenyum.
"Tapi aku hanya...."
"Hanya berbasa-basi
saja?" Bun cin cu melotot,
"Gara-gara kakak Pit suan
berbasa-basi, aku langsung memukul punggungnya."
"Engkau...." Tan pit
sun menggeleng-gelengkan kepala.
"Mungkin punggungnya
masih sakit lho"
"oh?" Bun cin cu
segera memandang Thio Han Liong seraya bertanya.
"Han.... Han Liong,
punggungmu masih sakit?"
"Aduuuh" Thio Han
Liong langsung menjerit Namun hanya untuk mempermainkan gadis itu.
"Masih sakit."
"Kalau begitu, biar
kuurut" ujar Bun cin Cu tanpa berpikir lagi.
"Eeeeh?" sim Kiam
Lojin melotot,
guru pernah menyuruhmu
menguruti punggung guru, tapi engkau tidak mau dengan mengemukakan berbagai
macam alasan, sekarang engkau ingin menguruti punggung pemuda itu? Pokoknya
tidak boleh"
"Guru...." Bun cin
cu membanting-banting kaki.
"Kenapa guru jahat
sekali?"
"Guru jahat sekali?"
sin Kam Lojin menatapnya.
"guru yang jahat atau
engkau yang macam- macam? "
"Guru...." Bun cin
Cu cemberut.
"Nona Bun" ujar Thio
Han Liong sambil tersenyum.
"Terima kasih atas maksud
baik Nona, sekarang punggungku tidak sakit lagi."
"Apa?" Bun on cu
terbelalak, kemudian memarahi sin Kiam Lojin.
"gara-gara guru jadi
punggungnya sudah tidak sakit lagi."
(Lanjut ke jilid 15)
Jilid 15
"Pukul saja lagi
punggungnya biar sakit" sahut Sin Kiam Lojin menggoda muridnya.
"Bukankah engkau bisa
mengurut?"
"Guru...." Wajah Bun
cin Cu langsung memerah.
"Guru mengada-ada
saja"
"Ha ha ha" sin Kiam
Lojin tertawa gelak.
"Anak muda, muridku
terlampau kumanjakan, maka menjadi tidak tahu aturan dan kesopanan."
"Paman Tua adalah guru
teladan," sahut Thio Han Liong.
"Seandainya Guru Silat
Tan seperti Paman Tua, aku yakin kini kita semua sedang minum arak kebahagiaan
Nona Tan."
"Arak kebahagiaan
apa?" Terdengar suara parau, dan seorang tua berusia lima puluhan
menghampiri mereka.
"Ayah" Panggil Tan
Pit Suan.
"Paman guru" Panggil
Bun cian Cu sambil melelerkan lidahnya.
"Kenapa suara Paman- guru
berubah parau?"
"Hm." dengus Guru
Silat Tan, kemudian menatap Thio Han Liong dengan tajam sekali.
Thio Han Liong tersenyum
sambil balas menatapnya, dan itu membuat Guru Silat Tan tersentak. Ternyata ia
merasa tidak kuat menghadapi tatapan itu.
"Anak muda, siapa
engkau?"
"Guru Silat Tan"
sahut Thio Han Liong memberi hormat
"Namaku Thio Han
Liong."
"Mau apa engkau ke
mari?" tanya Guru Silat Tan dengan kening berkerut-kerut. Namun ia amat
kagum akan ketampanan Thio Han Liong.
"Paman Guru kok
bentak-bentak dia sih?" tegur Bun cin cu. "Memangnya dia punya salah
apa?" "Eeeh?" Guru silat Tan terbelalak-
"Kenapa engkau
membelanya? Dia bukan kekasihmu, bukan?"
"Paman Guru" Bun on
cu tersenyum.
Kalau dia kekasihku, aku boleh
membelanya?" "Tentu boleh." Guru silat Tan mengangguk-
Kalau begitu, kenapa Kakak Fit
Suan tidak boleh membela urn Peng Hie, kekasihnya itu?" tanya Bun cin cu
mendadak-
"Engkau—-" Wajah
Guru silat langsung berubah menjadi tak sedap dipandang. Kalau sin Kiam Lojin
tidak berada di situ, mungkin gadis itu sudah ditamparnya.
"Ha ha ha" sin Kiam
Lojin tertawa gelak,
"pertanyaan yang amat
bagus, muridku"
"Suheng...." Guru
silat Tan melotot.
"sutee" sin Kiam
Lojin tertawa-
"Usiamu sudah setengah
abad lebih, tapi kenapa masih seperti anak kecil? sudahlah Batalkan saja
pertandingan itu Aku bersedia ke rumah Guru silat urn untuk mendamaikan
kalian."
"Tidak Pokoknya
tidak" sahut Guru silat Tan.
Guru silat Tan," ujar
Thio Han Liong sambil menatapnya. "Nona Bun masih punya ibu?"
"Kenapa engkau menanyakan
itu?" Guru silat Tan mengerutkan kening.
"Kalau ibunya masih ada,
tentunya tidak akan ada masalah ini," sahut Thio Han Liong.
"Aku yakin ibunya sudah
tiada-"
"Diam" bentak Guru
silat Tan.
"Anak muda, cepatlah
engkau enyah dari tempat ini"
"Guru silat Tan...."
Thio Han Liong menghela-nafas-
"Guru" seru Bun cin
cu mendadak-
"Mari kita pergi"
"Lho? Kenapa?" tanya
sin Kiam Lojin.
"Paman gurumu mengusir
Han Liong, tapi kenapa kita yang harus pergi?"
"Paman guru mengusir Han
Liong, itu sama juga mengusir kita. Ayohlah Mari kita pergi" desak Bun cin
cu.
"cin Cu" Guru silat
Tan menatapnya tajam. "Kenapa engkau begitu tak tahu kesopanan?"
"Paman Guru yang tak
punya kasih sayang. Kalau bibi guru masih hidup. Kakak Fit suan pasti tidak
akan menjadi begini," sahut Bun cin cu dengan berani.
"Engkau...." Wajah
Guru silat Tan merah padam saking
gusarnya, dan akhirnya ia
meninggalkan mereka.
"Huh" dengus Bun cin
cu.
"Dasar orangtua tak tahu
diri Kalau paman guru adalah ayahku pasti sudah ku...."
"Apakan?" tanya sin
Kiam Lojin cepat-
"Aku— aku minggat dari
rumah," sahut Bun cin cu dengan suara rendah dan menambahkan.
"Buat apa orangtua
seperti itu...."
"Celaka" seru sin
Kiam Lojin mendadak-
"Apa yang celaka,
Guru?" tanya Bun cin cu kaget-
"Engkau bakal menjadi
murid durhaka,"jawab sin Kiam Lojin sambil menggeleng-gelengkan kepala-
Guru" Bun cin cu
tersenyum.
Guru penuh pengertian dan
kasih sayang, bagaimana mungkin aku akan menjadi murid durhaka?"
"oh, ya?" sin Kiam
Lojin tertawa.
"Paman Tua" Mendadak
Thio Han Liong memberi hormat.
"Aku mau mohon pamit,
sampai jumpa esok pagi"
"Eh? Anak muda...."
sin Kiam Lojin terbelalak- "Engkau mau
ke mana?"
"Mau pergi mencari
penginapan," sahut Thio Han Liong.
"saudara Thio" Tan
Pit suan tersenyum-
"Rumah kami amat besar
dan banyak kamarnya, bagaimana kalau engkau bermalam di rumah kami saja?"
"Maaf" ucap Thio Han
Liong menolak-
"Aku tidak mau
menyusahkan Nona- Lebih baik aku bermalam di penginapan."
"Ha ha ha" sin Kiam
Lojin tertawa-
"Bagaimana kalau engkau
tidur di kamarku, pokoknya tidak usah bayar-"
"Paman Tua—-" Thio
Han Liong menggelengkan kepala-"Anak muda," tegas sin Kiam Lojin,-
"Kalau engkau tidak
menurut, berarti engkau pemuda kurang ajar."
"Paman Tua—-"
"Pokoknya engkau harus
bermalam di kamarku- Ti-dak boleh bermalam di penginapan."
"Baiklah-" Thio Han
Liong mengangguk-
"Terima kasih, Guru"
ucap Bun cin cu dengan wajah berseri-seri-
"Eeeeh?" sin Kiam
Lojin tercengang.
"Kenapa engkau mau
mengucapkan terima kasih kepada guru?"
"Karena...." Bun cin
cu tampak tersipu.
"Karena guru berhasil
membujuk Han Liong bermalam di sini."
"Jadi engkau mau apa
kalau dia bermalam di sini?" tanya Sin Kiam Lojin mendadak.
"Guru menghendaki aku mau
apa?" sahut Cin cu.
"Eh? Engkau...." Sin
Kiam Lojin melotot.
"Mulutmu tajam sekali
Baik, guru akan menyuruh Han Liong bermalam di penginapan saja"
"Guru" Bun cin cu
cemberut.
"Ha ha ha" sin Kiam
Lojin tertawa gelak.
"Kalau engkau berani
kurang ajaHerhadap guru, guru pasti menyuruh Han Liong menghajarmu Ha ha
ha..."