Bab 31 Menyamar sebagai sastrawan
Di pekarangan istana yang amat
indah itu, tampak seorang gadis sedang berlatih ilmu pedang. Pedang di tangan
gadis itu berkelebat ke sana ke mari beraneka warna bagaikan pelangi di langit,
Itu adalah cai Hong Kiam Hoat (IImu Pedang Pelangi).
seusai latihan, gadis itu lalu
duduk beristirahat sambil menghela nafas panjang, Gadis itu adalah An Lok Kong
Cu-Cu Ay Ceng, putri kesayangan Kaisar cu Goan ciang.
"An Lok Kong cu"
seorang dayang yang bernama Lan Lan menghampirinya.
"Kenapa Kong cu tampak
murung sekali?"
Lan Lan" An Lok Kong cu
menggeleng-gelengkan kepala. "Aku sudah bosan terus berdiam dalam
istana."
"Kong cu ingin pergi
berkelana?" tanya Lan Lan sambil menatapnya.
"ya-" An Lok Kong cu
mengangguk-
"Aku ingin meninggalkan
istana, pergi pesiar ke tempat-tempat yang indah-"
"Tapi—-" Lan Lan
menggeleng-gelengkan kepala-
Kalau Kong cu meninggalkan
istana, tentunya akan membuat kaisar dan permaisuri jadi cemas sekali-"
"Itu tidak apa-apa,"
An Lok Kong cu tersenyum-"Aku akan meninggalkan sepucuk surat."
"Tapi—" Lan Lan mengerutkan kening. "ingat" pesan An Lok
Kong cu.
"Engkau harus pura-pura
tidak tahu sama sekali, agar engkau tidak dihukum."
"ya, Kong cu." Lan
Lan mengangguk-
"Kong cu, di luar banyak
orang jahat, maka Kong Cu harus menyamar."
"Menyamar sebagai
apa?" tanya An Lok Kong cu sambil tertawa kecil-
"Tentunya tidak akan
menyamar sebagai pengemis, kan?" "Tentu tidak-" Lan Lan
tersenyum.
"Menurutku, alangkah
baiknya Kong cu menyamar sebagai seorang sastrawan muda, jadi tidak begitu
menarik perhatian."
"Ngmml" An Lok Kong
cu manggut-manggut.
"Dan..." tambah Lan
Lan serius.
"Kong cu tidak boleh -
jatuh cinta terhadap pemuda yang mana pun."
"Lho? Kenapa?"
"sebab Kong cu putri
kaisar, maka tidak boleh menikah dengan pemuda biasa, harus menikah dengan
pemuda bangsawan."
" Lan Lan" An Lok
Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Sebelum menjadi kaisar,
bukankah yang Mulia juga rakyat biasa?"
"Tapi-."
"Dan juga—" lanjut
An Lok Kong cu-
"Bukankah permaisuri
berasal dari keluarga biasa?"
"Itu--"
"oleh karena itu, kita
tidak boleh mempermasalah-kan tentang itu," ujar An Lok Kong Cu
sungguh-sungguh.
"Terus terang, aku lebih
senang menikah dengan pemud a dari keluarga biasa-"
"Lho? Kenapa?" tanya
Lan Lan.
"sebab dia tidak akan
bertingkah, tahu susah dan lain sebagainya. Lagi pula tidak akan punya isteri
lebih dari satu," sahut An Lok Kong cu memberitahukan.
"Nah, bukankah aku akan
hidup bahagia sepanjang masa?"
"Kong cu...." Lan
Lan menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini kepandaianku sudah
tinggi, aku bisa menjaga diri" ujar An Lok Kong cu.
"Maka engkau tidak usah
mencemaskan aku." "Kong cu" Lan Lan menatapnya seraya berkata,
"Rasanya aku ingin sekali ikut Kong cu."
Kalau engkau ikut aku,
kepalamu pasti copot," sahut An Lok Kong cu memberitahukan.
"sebab yang Mulia pasti
menghukummu."
Lan Lan diam, lama sekali
barulah membuka mulut.
Kira-kira kapan Kong cu akan
pulang?" "satu dua tahun kemudian, aku pasti pulang." "Be—
begitu lama?" pm Lan terbelalak-
"Aku yakin yang Mulia
pasti akan mengutus beberapa pengawal istana untuk mencari Kong cu-"
"Kalau aku sudah berada
di luar istana, para pengawal istana bisa berbuat apa terhadap diriku?" An
Lok Kong cu tertawa kecil.
"ya, kan?"
"Betul." Lan Lan mengangguk-
"oh ya, Kong cu harus
membawa uang secukupnya lho Jangan sampai kehabisan uang dalam
perjalanan."
"Itu tidak apa-apa. Kalau
aku kehabisan uang dalam perjalanan, bukankah aku boleh ambil uang dari
pembesar setempat?"
"Itu memang benar. Tapi.—"
Lan Lan menggeleng-gelengkan kepala,
"identitas Kong cu akan
ketahuan."
"Tidak jadi
masalah-" An Lok Kong cu tersenyum-
"yang tahu cuma pembesar
setempat. itu tidak apa-apa."
"Kong Cu...." Lan
Lan menatapnya seraya bertanya,
Kapan Kong cu akan meninggalkan
istana?" "Besok pagi."
"Ngmmm" Lan Lan
manggut-manggut
"Setelah Kong cu pergi,
aku akan pura-pura panik," "Betul." An Lok Kong cu tersenyum.
"oh ya, aku pun akan
membawa sebilah pedang pusaka." "Kong cu," ujar Lan Lan.
"Di luar sana banyak orang
berkepandaian tinggi, Kong cu harus berhati-hati"
" Lan Lan" An Lok
Kong cu tersenyum.
"Engkau tidak usah
mencemaskan diriku, sebab kini kepandaianku sudah tinggi. Kalau tidak,
bagaimana mungkinpara guruku pulang ke Tibet?"
"Kong Cu sudah menguasai semua
ilmu para Dhalai Lhama itu?"
"Tentu."
"Hi hi hi" Lan Lan
tertawa geli.
"Tak disangka Kong cu
akan berkelana dalam rimba persilatan Aku yakin Kong cu akan menjadi seorang
pendekar wanita Hi hi hi-.."
"Pembesar mana yang
berani bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat, pasti kuhukum." ujar An
Lok Kong Cu sungguh-sungguh-
"Termasuk pembesar yang
korupsi."
"Kalau begitu...."
Lan Lan memandangnnya.
"Kong cu harus membawa
pengenal."
"Mungkin aku akan membawa
tanda pengenalku."
"Kalau begitu..." Lan
Lan tersenyum.
"Aku ucapkan selamat
jalan kepada Kong cu. semoga Kong cu aman selalu"
"terima kasih, Lan
Lan." An Lok Kong cu memegang bahunya.
"Kalau aku pulang, pasti
membawa hadiah untukmu."
"Oh?" Lan Lan tampak
girang bukan main.
"Terima kasih Kong
cu"
-ooo00000ooo-
Lan Lan berlari-lari ke ruang
tengah- Cu Goan ciang dan permaisuri sedang menikmati teh wangi di situ. Ketika
melihat Lan Lan, dayang pribadi An Lok Kong cu berlari-lari ke ruang tengah,
tercenganglah mereka.
"yang Mulia yang Mulia-."
Lan Lan segera berlutut di hadapan cu Goan ciang.
"Ada apa?" Cu Goan
ciang tersentak.
"Kong cu— Kong Cu—"
"Kenapa Kong Cu?"
Wajah permaisuri langsung berubah pucat.
"Beritahukanlah Kenapa
Kong cu?"
"Kong Cu— Kong cu tidak
ada didalam kamar. Hamba...
hamba cuma menemukan sepucuk
surat."
"Mana surat itu?"
tanya Cu Goan ciang.
"Ini, yang Mulia."
Lan Lan menyerahkan surat tersebut.
Cu Goan ciang segera membaca
surat itu, kemudian diberikan kepada permaisuri seraya berkata,
"Bacalah"
permaisuri cepat-cepat membaca
surat itu, kemudian menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Dia— dia ingin pergi
pesiar, katanya bosan terus berdiam di dalam istana."
"Sungguh
keterlaluan" cu Goan ciang tampak gusar sekali.
"Bagaimana kalau penjahat
mengetahui identitas dirinya?"
"Aku yakin Ay Ceng tidak
begitu bodoh membocorkan identitas dirinya."
"Aaaah—" Cu cioan
ciang menghela nafas panjang. "Aku khawatir akan terjadi sesuatu atas
dirinya." "Itu tidak mungkin," sahut permaisuri,
"sebab Ay Ceng sudah
berkepandaian tinggi, maka bisa menjaga diri Lagipula siapa pun akan merasa
bosan terus menerus berdiam di dalam istana."
"Dia boleh pergi pesiar,
tapi harus dikawal." "Dikawal? Itu justru akan membahayakan
dirinya." "Aaaah..." Cu Goan ciang menggeleng-gelengkan kepala.
"Dia pergi justru
menyusahkan kita. Lan Lan, cepat panggil Lie Wie Kiong ke mari"
"ya, yang Mulia."
Lan Lan segera pergi memanggil kepala pengawal istana. Berselang sesaat, Lan
Lan sudah kembali bersama Lie Wie Kiong.
"Hormat kepada yang
Mulia," ucap Lie Wie Kiong samb-fl bangkit berdiri
"Ada perintah apa untuk
hamba?"
"An Lok Kong cu
meninggalkan istana, maka engkau harus mengutus beberapa pengawal istana yang
berkepandaian tinggi pergi menyusulnya."
"ya, yang Mulia."
"Engkau akan mengutus
siapa?" tanya Cu Goan ciang.
"Ten Bun Hiong, Lie sie
Beng dan Yo wie Heng." Lie Wie Kiong memberitahukan.
"Mereka bertiga
berkepandaian cukup tinggi."
"Ngmm" Cu Goan ciang
manggut-manggut.
"Mereka bertiga harus
membawa pulang An Lok Kong cu. Kalau An Lok Kong cu belum mau pulang, mereka
bertiga harus melindunginya."
"Ya, yang Mulia."
"Mereka bertiga pun harus
menjaga rahasia identitas An Lok Kong cu" pesan cu Goan Ciang dan
menambahkan,
"Apabila terjadi sesuatu
atas diri An Lok Kong cu, mereka bertiga pasti dihukum."
"yang Mulia," tanya
Lie Wie Kiong.
"Bagaimana kalau mereka
tidak berhasil menemukan An Lok Kong cu?"
"Pokoknya mereka bertiga
harus berhasil menemukan An Lok Kong cu," tegas Cu Goan ciang.
"Ini adalah perintahku."
"Ya, Yang Mulia."
Lie Wie Kiong segera
mengundurkan diri dari ruang itu, lalu cepat-cepat memanggil Tan Bun Hiong, Lie
sieBeng dan Yo Wle Heng, dan ke tiga pengawal istana itu langsung datang
menghadap.
"Ada perintah apa.
Pak?" tanya Tan Bun Hiong.
"Ini adalah tugas rahasia
kalian bertiga," sahut Lie Wie Kiong dengan suara rendah.
"Dan ingat, kalian
bertiga tidak boleh membocorkan rahasia ini."
"Ya, Pak-" Tan Bun
Hiong mengangguk.
"An Lok Kong Cu
meninggalkan istana pagi ini."
"Haah?" Betapa terkejutnya
Tan Bun Hiong, Lie SieBeng dan yo Wie Heng.
"An Lok Kong Cu
meninggalkan istana?"
"ya." Lie Wie Kiong
mengangguk-
"Maka kutugas-kan kalian
bertiga pergi mencarinya" "siap. Pak," sahut Tan Bun Hiong,
kemudian bertanya,
"Bagaimana seandainya kami
bertiga tidak berhasil menemukan An Lok Kong cu?"
"yang Mulia pasti
menghukum kalian." Lie Wie Kiong memberitahukan.
"oleh karena itu, biar
bagaimanapun kalian bertiga harus berhasil menemukan An Lok Kong cu."
"ya. Pak-" Tan Bun
Hiong mengangguk.-
"Kalian bertiga menyamar
sebagai orang biasa dan harus merahasiakan identitas kalian pula," pesan
Lie Wie Kiong.
"ya. Pak" Tan Bun
Hiong mengangguk lagi.
"Sekarang kalian bertiga
boleh berangkat." Lie Wie Kiong menatap mereka.
"semoga kalian bertiga
berhasil menemukan An Lok Kong cu"
"Bagaimana seandainya An
Lok Kong cu tidak mau ikut kami pulang?" tanya yo Wie Heng.
"Kalian bertiga harus
melindunginya, sekaligus membujuknya pulang," sahut Lie Wie Kiong.
"ya. Pak- Kami pasti
melaksanakan tugas ini dengan baik-" Tan Bun Hiong, Lie sie Beng dan yo
wie Heng memberi hormat, lalu pergi dengan kening berkerut-kerut. Apabila
mereka bertiga tidak berhasil
menemukan An Lok Kong cu, pasti mendapat hukuman berat dari kaisar, dan itu
membuat mereka bertiga tak henti-henti-nya menghela nafas panjang.
-ooo00000oooo-
Setelah meninggalkan rumah
Gutu Silat Tan, Thio Han Liong meneruskan perjalanannya menuju gunung Bu Tong.
Ketika teringat akan tingkah laku Bun cin cu, ia langsung menggeleng-gelengkan
kepala.
"Kalau aku terlambat
meninggalkan rumah Guru silat Tan, pasti terjerat oleh gadis itu," gumam
Thio Han Liong sambil menghela nafas.
"Tapi sungguh kasihan,
dia menangis sampai begitu sedih. Aaah Mulai sekarang aku tidak mau mendekati
anak gadis yang mana pun. Pokok-nya aku harus bersikap dingin, agar tidak
didekati anak gadis."
Thio Han Liong terus
melanjutkan perjalanannya. Terik matahari agak menyengat, sehingga membuat
pemuda itu kepanasan dan merasa haus pula. Kebetulan ada sebuah kedai teh di
pinggir jalan, maka cepat-cepatlah ia mampir untuk bcrteduh sekaligus minum
teh.
Kedai itu ramai sekali
dikunjungi orang. Namun masih ada beberapa meja yang kosong. Thio Han Liong
duduk di situ dan pelayan segera menyuguhkan teh.
"Tuan Muda masih mau
pesan makanan lain?" tanya pelayan itu dengan sopan sekali.
"Tidak-" Thio Han
Liong menggelengkan kepala-
"Aku minum teh
saja-"
"Silakan minum. Tuan
Muda" ucap pelayan itu-
"Terima kasih,"
sahut Thio Han Liong dan mulai meneguk teh itu
Di saat bersamaan, tampak seorang
sastrawan muda yang amat tampan berjalan memasuki kedai teh itu. sebuah
buntalan dan sebilah pedang bergantung di punggungnya.
sastrawan tampan itu menengok
ke sana ke mari, ternyata kedai itu telah dipenuhi para tamu. Begitu melihat
sastrawan tampan itu, Thio Han Liong merasa cocok- maka segeralah ia
melambaikan tangannya ke arah sastrawan tampan itu.
sambil tersenyum sastrawan
tampan itu menyapa Thio Han Liong, kemudian memberi hormat. Thio Han Liong
cepat-cepat bangkit berdiri, lalu balas memberi hormat
"saudara duduk di sini
saja, sebab tempat lain penuh semua," ujar Thio Han Liong sambil
tersenyum.
"terima kasih," ucap
sastrawan tampan, la pun tersenyum sehingga membuat Thio Han Liong
terheran-heran. sastrawan itu memang betul-betul tampan sekali, terutama
senyumannya, yang amat menawan hati dan mempesona.
"saudara sungguh
tampan" Thio Han Liong menatapnya. "Silakan duduk"
"Terima kasih,"
Dengan tersipu sastrawan itu duduk-
Thio Han Liong pun segera
duduk- pelayan buru-buru menyuguhkan teh wangi seraya bertanya.
"Tuan Muda maupesan
makanan lain?"
"Ada makanan apa di
sini?" tanya sastrawan tampan.
"Ada bakpau dan...."
Pelayan memberitahukan.
"Kalau begitu..."
pesan sastrawan tampan,-"Tolong ambilkan beberapa buah bakpau"
"ya. Tuan Muda."
Pelayan itu segera pergi mengambil beberapa buah bakpau, kemudian ditaruh di
atas meja.
"Silakan makan. Tuan
Muda"
"terima kasih," ucap
sastrawan tampan, lalu memandang Thio Han Liong seraya berkata,
"saudara, mari kita makan
bakpau"
"Aku masih kenyang,"
tolak Thio Han Liong halus.
"Eeeh? Kalau saudara
tidak mau makan bakpau yang kupesan ini, maka aku pun tidak mau duduk di
sini," tegas sastrawan tampan itu sambil tersenyum.
"Aku...." Akhirnya
Thio Han Liong mengangguk-
Mereka berdua lalu mulai menikmati
bakpau itu, dan sastrawan tampan terus memandang Thio Han Liong, kemudian
berkata.
"saudara sungguh tampan
sekali Bolehkah aku tahu namamu?"
"Menurut aku...."
Thio Han Liong menatapnya dengan
penuh perhatian.
"saudara lebih tampan
dariku. oh ya, aku bernama Thio Han Liong. Nama saudara?"
"Namaku.... Cu An
Lok," sahut sastrawan tampan itu, yang
ternyata An Lok Kong Cu-Cu Ay
Ceng yang meninggalkan istana, la pakai nama samaran Cu An Lok-
"Cu An Lok?" Thio
Han Liong tersenyum. "ya." An Lok Kong cu mengangguk-"Apakah
namaku tak sedap didengar?"
"Namamu sungguh
mengesankan" sahut Thio Han Liong sambil bergumam-
"An Lok— tenang
gembira-"
"saudara Thio" tanya
An Lok Kong cu mendadak.
"Apakah namaku akan
terukir dalam hatimu?"
"Tentu"" Thio
Han Liong mengangguk-
"Aku tidak akan melupakan
namamu-"
"Tapi akan melupakan
diriku kan?" An Lok Kong cu menatapnya dengan mata berbinar-binar.
"Tentu tidak-" Thio
Han Liong tersenyum-
"Mulai sekarang kita
sudah merupakan kawan baik, bagaimana mungkin aku akan melupakan dirimu?"
"Terima kasih, saudara
Thio," ucap An Lok Kong cu dengan wajah berseri-
"Oh ya. engkau berasal
dari mana?"
"Tempat tinggalku jauh
sekali," jawab Thio Han Liong jujur.
"Di sebuah pulau yang
terletak di Laut utara."
"Begitu jauh?" An
Lok Kong cu terbelalak.
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk-
"Oh ya, engkau berasal
dari mana?"
"Tempat tinggalku di
Kotaraja- Terus terang, aku— aku anak pembesar di Kotaraja," ujar An Lok
Kong cu-
"Oh?" Thio Han Liong
memandangnya.
"Pantas g-rak-gerikmu
begitu halus, ternyata engkau anak pembesar Kenapa engkau meninggalkan
rumah?"
"Aku ingin pesiar."
An Lok Kong cu tersenyum. "Bosan sekali terus-menenis berdiam di dalam
rumah" "Ke dua orangtuamu tahu kalau engkau pergi pesiar?"
"Tahu."
"Kira-kira engkau mau
pesiar ke mana?"
"Entahlah-" An Lok
Kong cu menggelengkan kepala.
"Yang penting tempat yang
indah panoramanya, oh ya, engkau mau ke mana?"
"Aku mau ke gunung Bu
Tong."
"Engkau murid Bu Tong
Pay?"
"Bukan." Thio Han
Liong memberitahukan.
"Tapi kakekku murid Bu
Tong Pay. Aku ke sana ingin menemui sucouw dan para kakek lainnya sebab aku
sudah rindu kepada mereka."
"Sucouwmu adalah Guru
Besar Thio sam Hong?"
"BetuL" Thio Han
Liong mengangguk-
"Engkau kok tahu?"
" Aku pernah
mendengar."
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Aku yakin engkau pasti
mendengar dari gurumu. Ya, kan?"
"Ya-" An Lok Kong cu
mengangguk,-
Kalau begitu, kepandaianmu
pasti tinggi sekali." Thio Han Liong menatapnya.
"ya, kan?"
"Tidak juga." An Lok
Kong Cu tersenyum.
"oh ya, engkau pernah
belajar ilmu silat?"
"Pernah sedikit."
"Siapa yang mengajar mu
ilmu silat?"
"Ayahku."
"Kalau begitu, ayahmu
pasti sangat terkenal dalam rimba persilatan. Bolehkah aku tahu nama
ayahmu?"
"Ayahku bernama Thio Ah
Ki."
"saudara Thio" An
Lok Kong cu memandangnya seraya berkata,
"Setahuku, pemandangan di
gunung Bu Tong amat indah-Maka... aku ingin ikut engkau ke gunung Bu Tong.
Engkau tidak berkeberatan kan?"
"Itu--"
"saudara Thio" desak
An Lok Kong cu-
"Ajaklah aku ke sana Aku
ingin menikmati keindahan alam di sana."
"Tapi--"
"jangan tolak. saudara
Thio" An Lok Kong cu memandangnya sambil tersenyum lembut.
(Lanjut ke jilid 16)
Jilid 16
Menyaksikan senyumannya, Thio
Han Liong merasa tidak tega menolaknya, akhirnya ia manggut- manggut.
"Baiklah. Tapi dalam
perjalanan engkau tidak boleh manja lho"
"Eh?" An Lok Korlg
Cu cemberut. "Memangnya aku anak manja?" "Biasa." Thio Han
Liong tertawa.
"Anak pembesar suka
memanjakan diri, namun aku tidak akan memaniakanmu lho"
"Huh Siapa yang mau
dimanjakan?" An Lok Kong cu cemberut lagi, dan itu membuat Thio Han Liong
memandangnya dengan mata terbelalak.
"Engkau anak laki-laki
kok suka cemberut?" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala,
"Itu pertanda engkau amat
manja."
"yang penting aku tidak
minta digendong," ujar An Lok Kong cu.
"Aku bisa berjalan
sendiri."
"Nah, harus begitu"
Thio Han Liong tersenyum, namun kemudian menghela nafas panjang.
"Eh?" An Lok Kong cu
tercengang.
"Kenapa engkau mendadak
menghela nafas sih? Apa yang terganjel dalam hatimu?"
"Saudara Cu," sahut
Thio Han liong.
"Sebetulnya aku tidak
menyukai kaum pembesar, begitu pula terhadap anak pembesar."
"Memangnya kenapa?"
"Itu...." Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala-
"Terus terang, aku pun
amat membenci kaisar.."
An Lok Kong co merasa heran.
"Kenapa engkau membenci
kaisar? Bukankah kaisar sangat adil dan bijaksana, bahkan amat mementingkan
rakyat?" tanyanya.
"Itu memang tidak
salah-.Tapi-." Kening Thio Han Liong berkerut-kerut
"Cu Goan ciang berhati
licik dan jahat, mungkin kelak aku akan membunuhnya."
"oh?" Air muka An
Lok Kong cu langsung berubah, namun Thio Han Liong tidak memperhatikannya.
"oh ya, margamu Cu,
apakah punya hubungan dengan kaisar?" tanya Thio Han Liong mendadak.
"Tidak punya hubungan
apa-apa," sahut An Lok Kong cu.
"Hanya kebetulan akupun
marga Cu. Kenapa engkau begitu dendam terhadap kaisar?"
"Aaaah..." Thio Han
Liong menghela nafas panjang-
"semua itu telah berlalu,
tidak perlu diungkit lagi-"
"saudara Thio" An
Lok Kong cu menatapnya-
"Maukah engkau
menceritakannya kepadaku?"
"Lain kali saja,"
sahut Thio Han Liong.
"sekarang mari kita
berangkat ke gunung Bu TOng"
"Baik," An Lok Kong
cu mengangguk, lalu menurunkan buntalannya, dan dibukanya dengan
perlahan-lahan.
Begitu melihat isi buntalan
itu, terbelalaklah Thio Han Liong, karena buntalan itu berisi uang perak dan
uang emas. An Lok Kong cu mengambil dua tael perak, kemudian diberikan kepada
pelayan.
"Tuan Muda..."
pelayan itu tertegun,
"Ini... ini masih lebih
banyak-"
"LebiKnya untukmu
saja" sahut An Lok Kong cu.
"Haaah?" Mulut
pelayan itu ternganga lebar.
"Te... terima kasih. Tuan
Muda, terima kasih."
An Lok Kong Cu tersenyum, lalu
menggantung buntalan itu di punggungnya- Tanpa ia sadari, beberapa tamu terus
memandang ke oYt^n^t».,
ternyata mereka kaum golongan hitam-
"Itu sasaran empuk, kita
harus mengikutinya," bisik salah seorang dari mereka-
"Aku tidak sangka, dia
membawa uang begitu banyak, Kalau kita berhasil merampoknya, pasti tidak akan
habis dimakan tiga tahun lho"
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu meninggalkan kedai teh itu Mereka berdua tidak tahu kalau diikuti -beberapa
orang golongan hitam.
"Hari sudah mulai sore,
kira-kira beberapa mil terdapat sebuah kota, kita harus bermalam di dalam kota
itu," ujar Tluo Han Liong.
"Kita santai saja,"
sahut An Lojt Kong cu.
"Kalau kemalaman sampai
di kota itujuga tidak apa-apa."
"Engkau pernah bermalam
di dalam hutan?"
"Tidak pernah-"
"Kalau begitu—"
ucapan Thio Han Liong terputus, karena mendadak muncul beberapa orang di
hadapannya.
"Ha ha ha" salah
seorang dari mereka tertawa gelak- "
Kalau kalian ingin selamat.
tinggalkan buntalan itu"
"siapa kalian?"
tanya Thio Han uong sambil mengerutkan kening.
" Kami perampok"
sahut mereka serentak-
"Maka kalau kalian sayang
nyawa, tinggalkan buntalan itu"
"Hmm" dengus An Lok
Kong cu.
"Kalian tidak takut
kepada hukum?"
"Kami hanya kenal hukum
rimba" sahut orang itu sambil membentak-
"Engkau jangan banyak
omong, cepat tinggalkan buntalanmu itu?"
"oh, ya?" An Lok
Kong cu tersenyum dingin- Ketika ia baru mau menghunus pedangnya, mendadak Thio
Han Liong maju dua langkah seraya berkata kepadanya-
"saudara Cu, engkau
diamlah Biarlah aku yang membereskan mereka."
"Terima kasih, saudara
Thio," ucap An Lok Kong cu sambil tersenyum.
Aku peringatkan kalian"
Thio Han Liong menatap beberapa perampok itu dengan tajam.
"Lebih baik kalian cepat
enyah dari sini, jangan cari penyakit"
"Hm" dengus orang
itu lalu mengeluarkan senjatanya yang berupa sepasang kampak dan mendadak
menyerang Thio Han Liong dengan sengit sekali.
Thio Han Liong bergerak cepat
menghindari serangan itu, kemudian secepat kilat balas menyerang menggunakan
siauw Lim Liong jiauw Kang. Duuuk. Dada perampok itu terpukul.
"Aaaakh—" jeritnya
kesakitan, la terpental beberapa depa lalu roboh dan mulutnya mengeluarkan
darah-
"Haah?" Yang lain
terkejut bukan main. Tapi kemudian mereka menyerang Thio Han Liong serentak
dengan senjata.
Pemuda itu tersenyum dingin dan
sekonyong-konyong badannya bergerak cepat sambil menggerakkan sepasang
tangannya. "Aaakh Aaaakh Aaaakh—" terdengar suara jeritan.
Para perampok itu sudah
terkapar dengan mulut mengeluarkan darah- Ternyata Thio Han Liong menyerang
mereka dengan ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw-
"saudara Thio" An
Lok Kong cu bertepuk tangan.
"Ilmu silatmu sungguh
tinggi"
"Tidak juga," sahut
Thio Han Liong sambil tersenyum, lalu membentak para perampok itu.
"Kali ini kalian kuampuni
cepatlah kalian enyah"
Para perampok itu segera
pergi. Di antaranya ada yang terjatuh-jatuh, dan itu membuat An Lok Kong cu
tertawa geli-
"saudara Cu," ujar
Thio Ha h Liong sambil meng-geleng-gelengkan kepala-
"Dalam rimba persilatan
banyak terdapat orang licik dan jahat, maka lebih baik engkau kembali ke
Kotaraja."
"Terima kasih atas
nasihatmu, namun...." An Lok Kong cu
tersenyum.
"Aku tidak akan pulang
sekarang, sebab ingin pesiar bersamamu."
"Eeeh" Thio Han
Liong menggaruk kepala. "Kok sekarang malah dibebankan padaku?"
"sebab engkau berkepandaian
tinggi, maka aku merasa aman pesiar bersamamu," sahut An Lok Kong cu
sambil menatapnya dengan mata berbinar-binar.
" Celaka aku" Thio
Han Liong menghela nafas panjang.
"saudara Cu, engkau tidak
boleh ikut aku, sebab aku masih harus menyelesaikan banyak urusan."
"Aku tidak akan
mengganggumu, percayalah" ujar ,^n Lok Kong cu.
"Aku,., aku hanya ingin
bersamamu."
"Dasar anak manja"
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
Engkau boleh bersamaku, tapi
tidak boleh nakal. Awas kalau nakal, aku... aku akan menjewer telingamu"
"Jewerlah sekarang Aku...
aku senang sekali-"
"Engkau tidak punya
salah, kenapa aku harus menjewermu?" Thio Han Liong tersenyum.
"Ayoh, mari kita
berangkat Hari sudah mulai senja-"
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu bermalam di sebuah penginapan. Mereka duduk berhadapan di dalam kamar sambil
menikmati teh wangi.
"Heran" An Lok Kong
cu menatapnya.
"Kenapa engkau jarang
minum arak?"
"Aku memang jarang minum
arak. karena arak bisa merusak kesehatan" sahut Thio Han Liong.
"oooh" An Lok Kong
cu manggut-manggut.
"Han Liong, bagaimana
kalau kita pergi jalan-jalan sebentar?"
"Pergi jalan-jalan?"
Thio Han Liong menatapnya.
"Ya-" An Lok Kong cu
mengangguk-
"Engkau tidak mau
beristirahat?" tanya Thio Han Liong.
"Aku belum ng antuk,
lagipula aku tidak merasa letih," sahut An Lok Kong cu.
"Maka alangkah baiknya
kalau kita pergijalan-jalan.".
"Kita kurang paham akan
kota Hang Ciu ini, lebih baik kita bertanya kepada pelayan dimana ada tempat
yang indah untuk pesiar?"
"Baik-"
Mereka berdua meninggalkan
kamar itu- buntalan yang dibawa An Lok Kong cu tetap tergantung di
punggungnya-sampai di luar, kebetulan mereka berpapasan dengan seorang pelayan.
"Tuan-tuan mau ke
mana?" tanya pelayan itu.
"Mau pergi jalan-jalan,"
sahut Thio Han Liong.
"oh ya Malam begini ke
mana paling menyenangkan? "
"Kalau Tuan-tuan mau
bersenang-senang, paling tepat ke Pek Hoa Louw (Rumah seratus Bunga)."
"Pek Hoa Louw?" Thio
Han Liong mengerutkan kening.
"Tempat apa itu?"
"Tempat untuk
bersenang-senang."
"Itu tempat bordil?"
tanya Han Liong.
"Bukan." Pelayan itu
memberitahukan.
"Itu merupakan tempat
hiburan. Di sana ada hidangan yang lezat-lezat, dan juga ada gadis cantik
bermain musik sambil bernyanyi dan menari, Itu adalah tempat hiburan bagi kaum
hartawan dan bangsawan, tempat buang uang."
"Pelayan" Thio Han
Liong tersenyum.
"Terima kasih atas
penjelasanmu."
"sama-sama," ucap
pelayan lalu pergi-
"Han Liong" Wajah An
Lok Kong cu berseri-seri-"Mari kita pergi ke tempat hiburan itu"
"Maaf, saudara Cu" sahut Thio Han Liong.
"Aku, bukan pemuda
romantis, maka aku tidak mau ke sana. Lagipula uangku tidak cukup untuk
bersenang-senang di tempat itu"
"Han Liong..." desak
An Lok Kong cu.
"Temanilah aku ke
sana"
"Dasar anak
pembesar" Thio Han Liong bersungut-sungut. "Tahunya cuma
bersenang-senang"
"Kok sewot sih?" An
Lok Kong cu tersenyum geli.
"saudara Cu...."
"Han Liong" potong
An Lok Kong cu cepat.
"Jangan memanggilku
saudara Cu, lebih baik panggil aku....
Adik An Lok."
"Baiklah." Thio Han
Liong mengangguk-"Adik An Lok—"
"Terima kasih, Kakak Han
Liong, Terima kasih-" Betapa girangnya An Lok Kong cu.
"Ayolah Temani aku ke Pek
Hoat Louw"
"Aku akan menemanimu ke
tempat hiburan itu, tapi ingat..." Thio Han Liong menatapnya tajam.
"Engkau tidak boleh main
perempuan di tempat itu. Kalau engkau berani main perempuan, pasti ku
tinggal"
"Jangan khawatir."
An Lok Kong cu tersenyum manis.
"Aku tidak akan main
perempuan di tempat itu. Tapi bagaimana seandainya engkau yang main perempuan
di tempat itu?"
"Adik An Lok-" Thio
Han Liong memberitahukan,
"sejak aku berkelana,
sama sekali tidak pernah main perempuan. "
"oh?" An Lok Kong cu
tertawa kecil.
"Yang benar? Masa sih
engkau tidak pernah main perempuan? Maksudku— tidak pernah tidur bersama
perempuan."
"Aku memang tidak pernah
tidur bersama perempuan," sahut Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Aku bukan pemuda hidung
bCiang."
An Lok Kong cu tertawa.
"Hidungmu memang tidak
bCiang kok-"
"Eeeeh?" Thio Han
Liong terbelalak-
"suara tawa-mu... kok
mirip sekali dengan suara tawa anak gadis?"
"Aku...." An Lok
Kong cu tersentak-
"Aku— aku sengaja tertawa
begitu"
"oooh" Thio Han
Liong tersenyum.
Kakak Han Liong, mari kita
berangkat ke tempat hiburan itu" ajak An Lok Kong Cu-.
"Baik-" Thio Han
Liong mengangguk, kemudian mereka berdua berangkat ke tempat hiburan itu sambil
tertawa-tawa.