Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 37: Menyusun suatu Rencana

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 37: Menyusun suatu Rencana
Bab 37 Menyusun suatu Rencana

Di saat Thio Han Liong berangkat ke kotaraja, justru Hiat Mo, Ciu Lan Nio dan Tan Giok Cu tiba di Tionggoan. Mereka langsung menuju lembah Pek yun Kok- markas golongan hitam.

Betapa gembiranya Kwee In Loan dan si mo atas kedatangan mereka, dan segera menyelenggarakan pesta untuk menyambut mereka, yang paling gembira ialah Kwan Pek Him, karena tidak menyangka Ciu Lan nio adalah cucu Hiat Mo- Pemuda itu terus berusaha mendekati gadis itu, sedangkan Tan Giok Cu cuma duduk bagaikan patung, sama sekali tidak mengacuhkan siapa pun.

"Ha ha ha" si Mo tertawa gelak-"Hiat Cianpwee, mari kita bersulang" "Mari" sahut Hiat Mo-

Mereka mulai bersulang sambil tertawa ria, setelah itu mereka pun mulai bersantap.

"In Loan," tanya Hiat Mo-

"Bagaimana keadaan rimba persilatan baru-baru ini?"

"Biasa," sahut Kwee In Loan.

"Namun telah muncul seorang jago berkepandaian amal tinggi."

"oh?" Hiat Mo mengerutkan kening.

"siapa jago itu?"

"Dia bernama Seng Hwi,"jawab Kwee In Loan memberitahukan.

"Dia memiliki ilmu pukulan cing Hwee Ciang."

"Cing Hwee Ciang?" Hiat Mo tampak terkejut.

"Ilmu pukulan itu berasal dari Persia, namun sudah lama hilang dari rimba persilatan. Kenapa dia memiliki ilmu pukulan itu?"

"Benar." si Mo mengangguk-

"Aku pergi menyerang Kay Pang, malah terluka olehnya."

"Oh?" Kening Hiat Mo berkerut-kerut-

"Jadi kalian tidak berhasil menaklukkan Kay Pang?"

"Ya-" si Mo mengangguk,-

"si Mo" Hiat Mo menatapnya tajam.

"Kok engkau begitu tidak becus? urusan yang begitu kecil tidak dapat engkau bereskan."

"Hiat Cianpwee—" si Mo menundukkan kepala-

"Bagaimana kalau aku yang turun tangan terhadap Kay Pang?" tanya Kwee In Loan mendadak-

"Untuk sementara ini masih tidak perlu" sahut Hiat Mo-

"Yang penting kita harus menangkap Tong Koay, Lam Khie dan Pak Hong. Mereka akan kujadikan pengawal yang paling setia. Ha ha ha..."

"Tapi kita tidak tahu mereka bersembunyi di mana." ujar si Mo dan menambahkan,

"Sudah sekian lama mereka menghilang entah ke mana."

"Oh?" Hiat Mo tercengang.

"Kenapa mereka bersembunyi?"

"Entahlah-" si Mo menggelengkan kepala-

"Kalau begitu, engkau dan muridmu harus pergi menyelidiki jejak mereka- Kalau sudah tahu mereka berada di mana, segeralah memberitahukan kepadaku."

"ya, Hiat Cianpwee" si Mo mengangguk,-

"Hiat cianpwee, aku mempunyai suatu usul," ujar Kwee In Loan.

"Usul apa?" tanya Hiat Mo-

"Bagaimana kalau Hiat Cianpwee menjadi ketua golongan hitam? Kami berdua jadi wakil saja," jawab Kwee In Loan mengemukakan usulnya. Ternyata ia ingin mengikat Hiat Mo dengan jabatan tersebut.

"Ha ha ha" Hiat Mo tertawa.

"Aku tidak mau jadi ketua, engkau dan si Mo saja"

"Tapi kepandaian kami berdua...." Kwee In Loan

menggeleng-gelengkan kepala.

"Masih rendah, maka kami berdua tidak dapat menguasai rimba persilatan."

"Kalian berdua ingin menguasai rimba persilatan?" Hiat Mo agak terbelalak, dan ia menatap mereka berdua dengan kening berkerut-kerut,

"ya." Kwee In Loan dan si Mo mengangguk.

"Ha ha ha" Hiat Mo tertawa gelak-

"Kalian berdua amat berambisi- Baik, aku akan mendukung kalian."

"Terima kasih, Hiat cianpwee," ucap Kwee In Loan dan si mo dengan wajah berseri-seri-

"Tapi kalian harus menuruti semua perintahku, termasuk perintah cucuku pula. Bagaimana?" tanya Hiat mo sambil menatap mereka dengan tajam.

"Baik-" Kwee In Loan dan si mo mengangguk-

"Kalau begitu—" pikir Hiat Mo sejenak, lalu melanjutkan,

"Aku dan cucuku akan melindungi golongan hitam-"

"oh?" Betapa gembiranya Kwee In Loan dan Si Mo-

"Hiat Cianpwee dan Nona Lan Nio adalah pelindung golongan hitam, mari bersulang untuk itu"

Mereka bersulang lagi, namun ciu Lan Nio diam saja. Ternyata pikirannya sedang menerawang, memikirkan Thio Han Liong yang amat dirindukannya, oleh karena itu, pembicaraan kakeknya dengan mereka sama sekali tidak diperhatikannya.

Begitu pula Kwan Pek Him. Pemuda itu pun tidak memperhatikan pembicaraan mereka, melainkan terus memperhatikan ciu Lan Hio- sedangkan Tan Giok Cu terus duduk bagaikan patung dengan wajah dingin.

"Apakah Hiat Cianpwee mempunyai suatu rencana?" tanya Kwee In Loan.

"Sudah kukatakan tadi, si Mo dan muridnya harus pergi menyelidiki tempat persembunyian Tong Koay, Lam Khie dan Pak Hong. Setelah itu segera memberitahukan padaku, aku akan pergi menangkap mereka."

"ya." si Mo mengangguk-

"Besok kami akan pergi menyelidiki mereka."

"Bagus" Hiat Mo tertawa.

"Ha ha ha Mereka akan kupengaruhi dengan ilmu sihirku, lalu kusuruh pergi menaklukkan Kay Pang, siauw Lim dan Bu Tong Pay Ha ha ha..."

"Kalau sudah begitu, kita pasti menguasai rimba persilatan," ujar Kwee In Loan dan ikut tertawa pula.

-ooo00000ooo-

Malam harinya, Ciu Lan Nio duduk melamun di pekarangan. Matanya terus memandang bulan purnama yang bersinar terang. Tiba-tiba tampak sosok bayangan mendekatinya, yang ternyata Kwan Pek Him.

"Nona Ciu—" panggilnya dengan suara rendah.

"oh, engkau" sahut ciu Lan Nio lalu bertanya dengan nada ketus-

"Mau apa engkau ke mari menemui-ku?" "Aku—." Kwan Pek Him menundukkan kepala-

"Jangan menggangguku, cepat pergi" bentak Ciu Lan Hio dengan wajah tidak senang.

"Nona ciu, tadi siang kita tidak punya kesempatan untuk bercakap-cakap, maka sekarang...."

"Engkau ingin bercakap-cakap denganku malam ini?"

"ya"

"Mau bercakap-cakap tentang apa?"

"Nona Ciu—-" Kwan Pek Him menatapnya dengan mesra.

"Sudah sekian tahun kita berpisah, aku— aku selalu memikirkanmu."

"oh, ya?" Ciu Lan Nio tersenyum.

"Tapi sebaliknya aku sama sekali tidak memikirkanmu. "

"Itu tidak apa-apa, yang penting aku memikirkanmu."

"omongan apa itu?" Ciu Lan Hio terbelalak-

"Hei langan-jangan engkau sudah gila"

"Aku— aku memang tergila-gila kepadaku, sungguh"

"Engkau—" Ciu Lan Hio menggeleng-gelengkan kepala-

"saudara Kwan, sejak kita bertemu, aku tidak pernah merasa suka kepadamu- Karena itu, engkau akan putus harapan terhadapku, dan itu akan membuat dirimu menderita. Maka, sebaiknya mulai sekarang jauhilah aku"

"Nona Ciu...." Kwan Pek Him tersenyum.

Aku tidak percaya kalau hatimu begitu dingin terhadapku. Tapi aku yakin kehangatanku dapat mencairkan hatimu yang dingin itu."

"Percuma." Ciu Lan Nio menggelengkan kepala.

"Nona Ciu...."

"saudara Kwan, engkau harus tahu," ujar ciu Lan Nio dengan suara rendah-

"Cinta tidak bisa dipaksa, kalau dipaksa justru akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan. "

"Nona ciu...." Kwan Pek Him menggeleng-gelengkan

kepala.

"Aku tahu...."

"Tahu apa?"

"Engkau mencintai Thio Han Liong."

"Memang." ciu Lan Hio mengangguk-

"Itu adalah urusanku, engkau tidak usah turut campur."

"Aku tidak turut campur, hanya saja—-" Kwan Pek Him menghela nafas panjang.

"Kelihatannya dia tidak mencintaimu, sebab dia— dia sudah mempunyai kekasih-"

"Tidak salah-" Ciu Lan Nio manggut-manggut.

"Ke-kasihnya bernama Tan Giok Cu, gadis itu bersama kami."

"Apa?" Kwan Pek Him terbelalak-

"gadis yang berwajah dingin itu Tan Giok Cu?"

"Betul. kakekku telah menangkapnya-" Ciu Lan Nio memberitahukan.

"Kata kakekku, kalau Han Liong dapat mengalahkannya, barulah kakekku akan melepaskan gadis itu."

"Haah?" Mulut Kwan Pek Him ternganga lebar.

"Itu... itu...."

"Han Liong masih belum tahu juga, kalau aku adalah cucu Hiat Mo—-" Ciu Lan Nio menghela nafas panjang.

"Kalau dia tahu, mungkin akan membenciku."

"Thio Han Liong tidak berhati sesempit itu," ujar Kwan Pek Him dan memberitahukan,

"Belum lama ini aku bertemu dia di markas Kay Pang, dia bersama seorang pemuda."

"oh?" Wajah Ciu Lan Nio langsung berseri, "jadi dia berada di markas Kay Pang?" "ya." Kwan Pek Him mengangguk-

"Aku dan guruku serta yang lain pergi menyerang Kay Pang, tapi guruku malah terluka."

"Engkau— engkau bertarung dengan Han Liong?" "Tidak-" Kwan Pek Him menggeleng-gelengkan kepala-

"Kami berdua justru bercakap-cakap, aku bertanya kepadanya tentang dirimu."

"oh? Dia bilang apa?"

"Dia bilang engkau sudah pulang ke tempat tinggalmu, belum bertemu dengan engkau."

"Nadanya— nadanya merindukan aku?"

"Engkau adalah kawan baiknya, tentunya dia me-rindukanmu."

"Aaaah—" Ciu Lan Nio menghela nafas panjang.

"Giok Cu sudah di bawah pengaruh kakekku, kalau dia tahu...."

"Aku yakin dia tidak akan membencimu, hanya saja... pasti membenci kakekku, Itu kemungkinan besar akan merenggangkan hubungan kalian."

"Kakekku—-" Ciu Lan Nio menggeleng-gelengkan kepala-

"Aku— aku tidak tahu harus berbuat apa."

"Nona ciu—." Kwan Pek Him menatapnya seraya berkata,

"Bukankah tadi engkau bilang, cinta jangan dipaksa? Tapi engkau—."

"Aku tahu itu, namun aku merasa puas sudah mencintainya."

"oh?" Kwan Pek Him tersenyum.

"sama."

"Apa yang sama?"

Aku pun merasa puas karena mencintaimu. Nah, sama kan?"

"Engkau...." Ciu Lan Nio cemberut.

"Ikut-ikutan saja Dasar...."

"Haaaahh." Kwan Pek Him memandangnya dengan terbelalak, bahkan mulutnya ternganga lebar.

"Eeeh?" Ciu Lan Nio melotot.

"Kenapa engkau memandangku dengan cara begitu? Wajahku tumbuh bulu ya?"

"Nona Ciu," sahut Kwan Pek Him sungguh-sungguh.

"Ketika engkau cemberut, wajahmu tampak bertambah cantik-"

"Huh" dengus ciu Lan Hio.

"jangan merayu, aku tidak mempan akan rayuan siapa pun"

"Aku tidak merayu, melainkan berkata sesungguhnya."

"Sudahlah" tandas Ciu Lan Hio sambil membalikkan badannya.

"Aku sudah mau tidur"

"Selamat tidur, nona Ciu" ucap Kwan Pek Him.

"sampai jumpa esok"

(Lanjut ke jilid 19)

Jilid 19

Ciu Lan Nio tidak menyahut, dan langsung masuk menuju kamar Hiat Mo. Kebetulan Hiat Mo masih belum tidur.

"Eh?" Hiat Mo terbelalak ketika melihat gadis itu memasuki kamarnya.

"Mau apa engkau ke mari?"

"Mau bercakap-cakap dengan Kakek," sahut Ciu Lan Nio sambil duduk,

"oh?" Hiat Mo tertegun.

"Mau bercakap-cakap tentang apa?"

"Betulkah Kakek ingin menguasai rimba persilatan?" tanya Ciu Lan Nio mendadak.

"Kira-kira begitulah," sahut Hiat Mo.

"Memangnya kenapa? Engkau tidak senang apabila kakek menguasai rimba persilatan?"

"Itu adalah urusan Kakek, aku tidak mau mencampurinya," ujar Ciu Lan Nio dan menambahkan,

"Tapi... alangkah baiknya Kakek jangan sembarangan membunuh orang, aku tidak senang itu."

"Baik." Hiat Mo mengangguk.

"Kakek tidak akan sembarangan membunuh orang, legakanlah hatimu"

"Dan...." "Ciu Lan Nio melanjutkan.

"Kakek pun harus melarang mereka pergi menyerbu Kay Pang."

"Lho? Kenapa?" Hiat Mo heran.

"Karena...." Wajah Ciu Lan Nio agak kemerah-me-rahan.

"Thio Han Liong berada di sana."

"oh? siapa yang, memberitahukanmu?"

"Kwan Pek Him. Belum lama ini dia bertemu Han Liong di markas Kay Pang, maka... aku mau ke sana menemuinya."

"engkau mau ke markas Kay Pang?"

Engkau mau ke markas Kay Pang?mau ke sana menemuinya.

Kapan?"

"Sekarang."

"sekarang?" Hiat Mo terbelalak-

"Tidak bisa esok pagi? sekarang sudah malam."

"Tidak apa-apa."

"Engkau...." Hiat Mo menggeleng-gelengkan kepala.

"Baiklah- Engkau boleh pergi sekarang, tapi harus pulang ke mari"

"ya. Kakek-" Wajah Ciu Lan Nio langsung berseri.

"oh jangan diberitahukan kepada Kwan Pek Him bahwa aku ke markas Kay Pang mencari Thio Han Liong"

"Lan Nio" Hiat Mo menatapnya.

"Pemuda itu kelihatan amat tertarik kepadamu, tapi engkau...."

"Aku tidak tertarik kepadanya" sahut ciu Lan Hio.

"Kakek, aku pergi."

"Aaaah..." Hiat Mo menghela nafas panjang.

"Dia begitu mencintai Thio Han Liong, sedangkan Thio Han Liong telah mencintai Tan Giok Cu. Itu... itu— apa yang akan terjadi kelak? Aaaah»."

Beberapa hari kemudian, ciu Lan Nio sudah tiba di markas Kay Pang. Su Hong Sek. Ci Hoat dan Coan Kang Tianglo serta seng Hwi sama sekali tidak kenal gadis berpakaian merah itu Maka kedatangannya membuat mereka terheran-heran.

"Tempat ini adalah markas Kay Pang?" tanya Ciu Lan Hio sambil menengok ke sana ke mari.

"Betul," sahut su Hong sek-

"siapa nona dan mau apa ke mari?"

"Namaku Ciu Lan Hio. siapa engkau?" tanya Ciu Lan Hio sambil menatapnya.

"Aku bernama su Hong sek, ketua Kay Pang," sahut ketua Kay Pang itu dan memberitahukan,

"Mereka adalah Ci Hoat Tiang lo, Coan Kang Tiang lo dan seng Hwi,..."

"Hi hi hi"ciu Lan Hio tertawa geli-

"Wajahmu cantik, kenapa mau menjadi ketua Kay Pang berpakaian com-pang-camping tidak karuan? Kenapa tidak boleh berpakaian indah? Kalau aku menjadi ketua Kay Pang, para anggota harus berpakaian indah-"

"Nona ciu.." suk Hong sek tersenyum.

Kalau engkau menjadi ketuanya, Kay Pang tentu berubah nama, sebab para anggota harus berpakaian indah."

"Betul." Ciu Lan Hio tertawa.

"oh ya, aku ke mari ingin mencari seseorang, dia pasti berada di sini. su Pangcu, tolong suruh dia keluar menemuiku"

"Nona ciu, engkau ingin mencari siapa?"

"Dia adalah pemuda tampan, baik hati, berkepandaian tinggi dan lemah lembut...."

"Maksudmu Thio Han Liong?"

"Betul, betul. Aku,, aku sudah rindu sekali kepadanya, su Pangcu, cepatlah suruh dia keluar menemuiku"

"Nona Ciu" suk Hong sek menggeleng-gelengkan kepala-

"Dia tidak berada di sini, sudah pergi-"

"Jangan bohong, su Pangcu" Ciu Lan Hio melotot.

"Aku akan mengamuk di sini lho Markas Kay Pang ini pasti hancur"

"Aku tidak bohong." suk Hong sek tersenyum,

"un-tuk apa aku bohong?"

"Kalau begitu, dia pergi ke mana?" tanya Ciu Lan Hio.

"Kalau tidak salah, dia pergi ke gunung Bu Tong." suk Hong sek memberitahukan.

"yaaah" keluh ciu Lan Hio.

"Dari jauh aku ke mari, tapi dia malah sudah pergi. Baik, aku juga akan pergi kelana. Walau engkau ke ujung langit, aku tetap menyusulmu."

"Nona Ciu...." suk Hong sek terbelalak mendengar

ucapannya.

"Engkau punya hubungan apa dengan Han Liong?"

"Kami kawan baik,"jawab Ciu Lan Hio memberitahukan.

"Aku mencintainya, tapi dia mencintai Giok Cu. sedangkan Kwan Pek Him mencintaiku, tapi aku tidak tertarik kepadanya, hanya mencintai Han Liong. Akan tetapi, dia justru mencintai Giok Cu...."

hubungan yang kacau balau itu membuat suk Hong sek dan lainnya saling memandang, bahkan ci Hoat dan Gan Kang Tiang lo menggaruk-garuk kepala karena tidak mengerti apa yang dikatakan gadis itu.

"Nona Ciu, kami tidak mengerti" ujar suk. Hong sek-"Kalian kok begitu goblok sih?" sahut Ciu Lan Hio.

"Aku mencintai Han Liong, tapi dia mencintai Giok Cu. Ada seorang pemuda mencintaiku, tapi aku tidak mencintainya, nah, begitu."

"oooh" suk Hong sek manggut-manggut.

"Apakah itu cinta yang berputar-putar?" tanya Ci Hoat Tiang lo sambil tertawa.

"Betul." Ciu Lan Hio manggut-manggut.

"Cinta yang berputar-putar sehingga pusing tujuh keliling-Maka, aku harus berangkat ke gunung Bu Tong. Bukankah diriku juga ikut berputar ke sana ke mari?"

"Ha ha ha" Gan Kang Tiang lo tertawa gelak-

"Nona ciu, engkau kocak juga"

"Tapi nasibku tidak begitu beruntung," ujar ciu Lan Hio.

"Begitu bertemu pemuda tampan yang baik hati, dia justru sudah punya kekasih. Kalau aku tidak ingat dosa, aku pasti sudah membunuh kekasihnya yang bernama Giok Cu itu."

"Syukurlah kalau engkau masih ingat akan dosa" ucap Coan Kang Tiang lo.

" Kalau tidak...."

Aku pun akan meracuni Han Liong biar dia mampus, setelah itu barulah aku bunuh diri Kami akan berkumpul di alam baka."

"Engkau pasti celaka," ujar ci Hoat Tiang lo-

"Sebab Han Liong pasti membuat perhitungan denganmu di sana-"

"Iya-" Ciu Lan Hio mengangguk

"Biarlah aku menderita, yang penting Han Liong hidup bahagia."

"Itu baru benar." suk Hong sek manggut-manggut. "Cinta yang suci murni memang harus berkorban." "Baiklah." Ciu Lan Hio menghela nafas panjang.

"Biarlah aku berkorban demi Han Liong, sampai jumpa"

Mendadak Ciu Lan Hio melesat pergi laksana kilat. Menyaksikan itu, suk Hong sek dan lainnya langsung terbelalak-

"Bukan main" gumam Ci Hoat Tiang lo.

"Tak disangka gadis itu berkepandaian begitu tinggi," "Ha ha ha" Coan Kang Tianglo tertawa.

"Kalau tadi dia mengamuk di sini, repotlah kita."

"yang paling repot bahkan Han Liong" sahut suk Hong sek-

"sebab gadis itu kelihatan agak liar, tentunya akan merepotkan Han Liong."

"Heran?" gumam seng Hwi.

"Sebetulnya siapa gadis itu? Kepandaiannya juga amat tinggi."

"Mudah-mudahan dia tidak akan menyusahkan Han Liong" ucap suk Hong sek-

"Gadis itu pun tampak agak sesat-"

-ooo00000ooo-

Ciu Lan Hio terus melakukan perjalanan ke gunung Bu Tong. Beberapa hari kemudian, dia sudah sampai di gunung tersebut. Ketika ia sedang mendaki, mendadak muncul beberapa orang, yang ternyata para murid Bu Tong Pay.

"Nona" seru salah seorang dari mereka.

"Harap berhenti"

Ciu Lan Hio segera berhenti, lalu memandang mereka dengan mata melotot, karena merasa tidak senang dihadang.

"Siapa kalian? Mau apa menghadangku?" tanyanya dengan ketus.

"Kami murid-murid Bu Tong Pay, harap Nona memberitahukan nama dan ada keperluan apa ke mari."

"Namaku Ciu Lan Hio. Aku ke mari ingin menemui seseorang."

"Siapa orang itu?"

"Thio Han Liong."

"oh? Ada hubungan apa Nona dengan Thio Han Liong?"

"Kami kawan baik, aku dari markas Kay Pang- Kata su Pangcu, Han Liong sudah ke mari, maka aku ke mari- Dia masih berada di sini, kan?"

"sayang sekali" Murid Bu Tong Pay itu menggeleng-gelengkan kepala-

"saudara Han Liong sudah berangkat ke kuil siauw Lim sie-"

"Apa?" ciu Lan Nio terperangah-

"Dia— dia sudah berangkat ke kuil siauw Lim sie?"

"ya-" Murid Bu Tong Pay itu mengangguk-

"yah, ampun...." ciu Lan Nio langsung jatuh duduk di

bawah pohon.

"Aduuh"

"Nona kenapa?" tanya murid Bu Tong Pay itu dengan heran.

"Apa yang sakit kok aduh-aduhan?"

"Aku dari markas Kay Pang, lalu ke mari. Tapi.— Han Liong, justru telah berangkat ke kuil siauw Lim sie—" Ciu Lan Hio menggeleng-gelengkan kepala. "Biarlah, aku akan ke kuil siauw Lim sie."

"Nona tidak mau menemui guru kami?"

"Tidak usah, aku harus memburu waktu ke kuil siauw Lim sie."

"Nona" Murid Bu Tong Pay itu memberitahukan. "Kaum wanita dilarang masuk ke kuil siauw Lim sie-"

"Aku bukan wanita, melainkan anak gadis," sahut Ciu Lan Hio, kemudian mendadak melesat pergi-

"Dia bukan wanita, tapi anak gadis—?" gumam murid Bu Tong Pay itu tidak mengerti-

"Apa bedanya wanita dengan anak gadis?"

"Wanita sudah ada umur, sedangkan anak gadis masih muda, itulah bedanya," sahut yang lain sambil tertawa.

"Ayoh, kita harus memberitahukan kepada guru"

-ooo00000ooo-

Ciu Lan Hio terus melakukan perjalanan menuju kuil siauw Lim sie- Ketika memasuki sebuah rimba, mendadak muncul belasan orang bertampang seram.

"Ha ha ha" salah seorang dari mereka tertawa gelak-

"Nona manis, tak disangka engkau muncul di sini sung-guh beruntung kami"

"siapa kalian?" bentak Ciu Lan Hio dengan melotot.

"Kami semua perampok- aku pemimpin mereka" sahut orang itu sambil tertawa-tawa.

"oh?" Ciu Lan Hio tersenyum.

"Jadi kalian golongan hitam?"

"ya" Pemimpin perampok itu mengangguk-

"Kalau begitu, cepatlah kalian bersujud di hadapanku" ujar Ciu Lan Hio.

"sebab aku moyang para perampok"

"Ha ha ha" Pemimpin perampok itu tertawa.

"Sungguh menyenangkan Kalau begitu, kita justru harus bersenang-senang Pokoknya asyik sekali, Nona pasti akan merasa puas"

"Kalian sungguh kurang ajar" ciu Lan Hio melotot.

"Kwee In Loan dan si Mo masih tidak berani bersikap kurang ajar terhadapku, sebaliknya kalian...."

"Nona kenal ketua dan wakil ketua kami?" tanya pemimpin perampok itu sambil menatapnya.

"Ya"

"Ha ha ha" Pemimpin perampok itu tertawa.

"Ter-nyata Nona tukang membual Bagaimana mungkin Nona kenal ketua dan wakil ketua kami? Ayohlah Mari kita bersenang-senang"

Plaaak Ploooook Dua kali tamparan keras mendarat di pipi pemimpin perampok itu.

"Aduuuuh" jeritnya kesakitan.

" Engkau... engkau berani tampar aku?"

"Kalau engkau masih kurang ajar, aku pasti cabut nyawamu" bentak Ciu Lan Nio sambil menudingnya.

"Engkau jangan coba-coba kurang ajar lagi"

"Engkau...." Pemimpin perampok itu tampak gusar sekali,

bahkan langsung menyerangnya.

Ciu Lan Hio berkelit, kemudian mengayunkan kakinya untuk menendang selangkangan kaki pemimpin perampok itu.

"Aduuuuh"jerit pemimpin perampok itu sambil mendekap itunya.

"sakit sekali Aduuuh..."

"Hmm" dengus ciu Lan Hio dingin, lalu melesat pergi.

"Aduuuh" Pemimpin perampok itu masih terus merintih kesakitan, salah seorang anak buahnya mendekatinya.

"Kalau tidak salah, gadis itu adalah cucu Hiat Mo, yang baru tiba di Tionggoan."

"goblok" Pemimpin perampok itu langsung menamparnya. "Kenapa engkau tidak bilang dari tadi?"

"Aku baru ingat sekarang...."

"Ayoh Mmari kita pergi dasar lagi sial.."

sementara itu, Ciu Lan Hio terus melanjutkan perjalanannya. Beberapa hari kemudian gadis itu sudah memasuki propinsi Holan, dan keesokan harinya sudah tiba di gunung siauw sit san.

Ciu Lan Hio melewati sebuah jalan gunung, setelah itu melihat sebuah kuil yang amat besar berdiri di hadapannya, yaitu kuil siauw Lim sie- Terbelalak ia ketika menyaksikan kuil tersebut.

"Wanita dilarang memasuki kuil siauw Lim sie?" gumamnya, kemudian tertawa kecil.

" Aku justru ingin memasuki kuil siauw Lim sie ini-"

Ketika Ciu Lan Hio melangkah memasuki pekarangan kuil, tiba-tiba muncul beberapa Hweeshio menghadangnya.

"Nona, cepatlah berhenti" seru salah seorang Hweeshio.

"Lho?" Ciu Lan Hio menatap mereka satu persatu seraya bertanya dengan suara merdu.

"Kenapa aku harus berhenti?"

"Karena... kaum wanita dilarang masuk-"

"Kaum wanita dilarang masuk?"

"ya-"

Kalau begitu, aku boleh masuk- sebab aku bukan wanita, melainkan seorang gadis-"

"Wanita dan gadis sama saja. Pokoknya Nona tidak boleh masuk-"

"Hei Hweeshio muda" Ciu Lan Nio tersenyum.

"Pernahkah engkau bersama kaum wanita atau anak gadis?" tanyanya.

"omitohud" ucap Hweeshio itu.

"Nona berdosa sekali berkata begitu terhadapku, omitohud.—"

"Hi hi hi" Ciu Lan Hio tertawa cekikikan.

"Karena engkau tidak pernah bersama kaum wanita dan anak gadis, maka engkau tidak dapat membedakannya."

"omitohud" ucap Hweeshio itu

"Harap Nona jangan masuk sebab kalau Nona masuk. Kong Bun Tio pasti akan marah besar-"

"Biar dia marah besar, aku tidak peduli" sahut Ciu Lan Hio sambil melangkahkan kakinya.

namun, ketika sebelah kakinya baru mau menginjak ke dalam pintu kuil, mendadak terdengar bentakan keras-

"Berhenti"

Ciu Lan Hio terperanjat, sehingga membuatnya meloncat ke dalam. Disaat bersamaan, muncullah dua padri tua, yang tidak lain adalah Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng ceng.

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio-

"Tadi aku menyuruhmu berhenti, tapi kenapa engkau malah meloncat ke dalam?"

"Padri Tua" sahut Ciu Lan Hio.

"suara bentakanmu sangat mengejutkan, sehingga aku meloncat ke dalam tanpa sadar, Itu kesalahan Padri Tua bukan kesalahanku, maka Padri Tua jangan marah-marah"

"omitohud" Kong Bun Hong Tio menatapnya tajam.

"Nona, mulutmu sungguh lihay"

"oh, ya?" Ciu Lan Hio tersenyum.

"Nona," tanya Kong Ti seng ceng.

"siapa engkau dan mau apa engkau ke mari?"

"Aku bernama Ciu Lan Hio. Aku ke mari bukan mau sembahyang, melainkan ingin menemui seseorang. Padri Tua, engkau jangan mengatakan orang itu tidak ada lho"

"Nona ciu, engkau ke mari mau mencari siapa? Di sini cuma ada Hweeshio—-"

"Buat apa aku mencari Hweeshio? Aku ke mari ingin bertemu seorang pemuda, yang bernama Thio Han Liong."

"omitohud Nona mempunyai hubungan apa dengan dia?" tanya Kong Bun Hong Tio-

"Eh?" Ciu Lan Nio melotot.

"Padri Tua, kenapa engkau usil? Itu urusanku. Padri Tua tidak usah tahu."

"Nona" Kong Bun Hong Tio tersenyum.

"Aku ketua di sini, dia adalah Kong Ti seng Ceng, suteeku."

"Aku tidak menanyakan itu, aku ke mari hanya ingin bertemu Han Liong. Aku pergi ke markas Kay Pang, su Pangcu bilang dia berangkat ke gunung Bu Tong. Aku menyusul ke sana, tapi dia sudah berangkat ke mari. Kong Bun Hong Tio, jangan bilang dia sudah pergi ya Aku... aku bisa pingsan nih."

"Han Liong justru telah pergi" ujar Kong Bun Hong Tio-

"Hah? Apa?" Mulut Ciu Lan Nio ternganga lebar, kemudian terhuyung-huyung ke belakang dan jatuh duduk di kursi.

"Kong Bun Hong Tio, betulkah Han Liong sudah pergi?" "omitohud" sahut Kong Bun Hong Tio.

"Aku tidak bodong, dia memang sudah meninggalkan kuil ini."

"Aaaah.." keluh Ciu Lan Nio.

"Aku... aku pingsan nih."

Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng saling memandang, kemudian mereka menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum.

"Kong Bun Hong Tio" tegur Ciu Lan Nio.

"Aku sudah mau pingsan, kenapa engkau diam saja?" "Apa yang harus kami lakukan?" tanya Kong Bun Hong Tio-"Tolong ambilkan teh atau air putih..."

"omitohud Itu haus, bukan mau pingsan," ujar Kong Bun Hong Tio sambil tersenyum.

Kong Ti seng Ceng sebera mengambil secangkir teh, lalu diberikan kepada ciu Lan Hio. Gadis itu menerimanya lalu diteguknya sampai habis.

"omitohud" tanya Kong Ti seng Ceng.

"Mau ditambah lagi tehnya?"

"Terimakasih, tidak usah-" Ciu Lan Hio menggelengkan kepala, kemudian menghela nafas panjang.

"Aaaah Kenapa begini sih? seperti main kejar-kejaran. Lalu sekarang aku harus ke mana mencarinya? oh ya Kong Bun Hong Tio, dia bilang mau pergi ke mana?"

"Dia tidak bilang apa-apa jadi kami tidak tahu dia pergi ke mana" sahut Kong Bun Hong Tio-

"Nona ciu" Kong Ti seng Ceng menatapnya seraya bertanya,

"sebetulnya engkau mempunyai hubungan apa dengan Han Liong?"

"Kami kawan baik-" Ciu Lan Nio memberitahukan dengan wajah murung.

"Aku mencintainya, tapi dia malah mencintai Giok Cu Aku.., aku.."

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio-

"Lautan cinta penuh derita, janganlah membiarkan dirimu tenggelam dalam lautan cinta."

"Kong Bun Hong Tio, aku justru sudah tenggelam, maka biarlah diriku terus menderita, tapi merasa puas akan cinta itu," sahut Ciu Lan Hio.

"Itu lebih baik daripada mata kelelap. ya, kan?"

Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti Seng Ceng saling memandang, jawaban itu membuat ke dua Padri Tua tersebut terbengang-bengong.

"Kenapa melamun?" ciu Lan Hio memandang mereka. "omitohud" sahut Kong Bun Hong Tio-

"Kami memang kebingungan akan jawabanmu tadi, maka kami melamun."

"Hi hi hi" Ciu Lan Hio tertawa, tapi kemudianmenghela nafas panjang.

"Kong Bun Hong Tio, kira-kira aku harus ke mana mencari Han Liong?"

"omitohud" Kong Bun Hong Tio menggelengkan kepala. "Kami sama sekali tidak tahu."

"yaaah" keluh ciu Lan Hio.

"sampai di sini kehilangan jejaknya, aku... aku harus ke mana?"

"Lebih baik kembali ke tempat tinggalmu dulu. Mudah-mudahan Han Liong akan muncul di sana" ujar Kong Ti seng Ceng.

"Betul, betul." Wajah Ciu Lan Hio langsung berseri.

"siapa tahu Han Liong akan ke sana mencariku. Terima-kasih Padri Tua, aku mohon pamit."

"Mudah-mudahan engkau bertemu Han Liong namun mengenai cinta, janganlah terlampau dipaksa, sebab kalau dipaksa menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan," ucap Kong Bun Hong Tio-

"Aku ingat itu, Kong Bun Hong Tio- Permisi" Ciu Lan Hio meninggalkan kuil siauw Lim sie, tujuannya pulang ke Pek yun Kok- Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng saling memandang, lalu menghela nafas panjang.

"omitohud Mudah-mudahan gadis itu tidak menimbulkan masalah bagi Han Liong"

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar