Bab 38 Hal Yang Tak Terduga
Thio Han Liong telah tiba di
kota raja. Namun ia tidak menikmati keindahan Kota raja, melainkan langsung
menuju istana, sampai di depan istana, beberapa pengawal segera menghadangnya.
"Maaf" ucap Thio Han
Liong.
"Paman-paman, aku ingin
bertemu Cu An Lok- Tolong beritahukan kepadanya, bahwa aku sudah ke mari"
"Cu An Lok?" Para
pengawal itu tercengang.
Thio Han Liong segera
memperlihatkan giok berukir sepasang naga pemberian An Lok Kong cu.
"Cu An Lok memberikan ini
kepadaku...."
"Haaahhh"Para
pengawal itu terkejut ketika melihat tanda pengenal An Lok Kong cu itu, dan
mereka langsung memberi hormat-
"Silakan masuk"
"Terima kasih," ucap
Thio Han Liong sambil melangkah ke dalam-
Di saat bersamaan, muncul Tan
Bun Hiong. Begitu melihat Thio Han Liong, wakil pemimpin pengawal istana itu
langsung terbelalak-
"saudara Thio—-"
"oh Engkau berada di
sini" Thio Han Liong girang sekali-
"Cu An Lok berada di
mana?"
"saudara Thio tunggu
sebentar di sini, aku akan ke dalam memberitahukan kepadanya"
"Terima kasih," ucap
Thio Han Liong.
Tan Bun Hiong bergegas-gegas
ke dalam, namun tak lama kemudian sudah kembali lagi.
"saudara Thio, mari ikut
aku ke dalam" ujarnya sambit tersenyum.
"Cu An Lok gembira sekali
atas kedatangan saudara-"
Thio Han Liong
manggut-manggut, lalu ikut Tan Bun Hiong ke dalam- Keindahan istana itu membuat
Thio Han Liong kagum sekali, apalagi ketika memasuki pekarangan istana An
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong...." Terdengar suara
merdu.
"Adik An Lok" sahut
Thio Han Liong, yang melihat An Lok Kong cu berlari-lari menghampirinya
"Kakak Han Liong" An
Lok Kong cu mendekap di dadanya.
"Adik An Lok" Thio
Han Liong membelainya.
Menyaksikan kejadian itu. Tan
Bun Hiong segera meninggalkan tempat tersebut, namun justru muncul LanLan,
dayang pribadi An Lok Kong cu.
"Asyiiik" seru Lan
Lan menggoda An Lok Kong cu.
"Lan Lan" An Lok
Kong cu melotot. Cepat-cepat ia melepaskan dekapannya dengan wajah memerah.
"oooh" Lan Lan
manggut-manggut.
"Tuan Muda Thio, memang
tampan sekali"
"Lan-Lan" bentak An
Lok Kong cu. Jangan omong sembarangan, tutup mulutmu"
"gara-gara ada Tuan Muda
Thio di sini, maka menjadi begitu galak." ujar Lan Lan sambil tertawa.
"Hi hi hi.»"
Kakak Han Liong" An Lok
Kong cu memberitahukan. "Dia pelayanku, agak nakal.."
"Tidak apa-apa."
Thio Han Liong tersenyum. "Adik An Lok, aku tidak ingkar janji kan?"
Kakak Han Liong" ucap An
Lok Kong cu dengan suara rendah-
"Terima kasih atas
kedatanganmu. Terima kasih—"
"Adik An Lok, tidak usah
mengucapkan terima kasih-" Thio Han Liong menatapnya lembut.
"Aku berjanji akan ke
mari, maka harus ke mari. Kalau tidak, bukankah aku akan disambar petir?"
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu tersenyum,
"oh ya, bagaimana keadaan
di sini? Lebih indah dari pada di Pek Hoa Louw, kan?"
"Benar." Thio Han
Liong mengangguk.
"Ketika berada di Pek Hoa
Louw, pantas engkau mengatakan keindahan disana tidak dapat dibandingkan dengan
keindahan di sini. Kini aku baru percaya."
"Engkau menyukai tempat
ini?"
"ya."
"Kalau begitu...."
ujar An Lok Kong cu malu-malu.
"Engkau boleh tinggal di
sini."
"Itu tidak mungkin."
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Sebab masih banyak
urusan yang harus kuselesaikan." "oh ya Engkau sudah ke kuil siauw
Lim sie?" "Aku justru dari sana," ujar Thio Han Liong.
"Tentang Hiat Mo itu
sudah kusampaikan kepada ketua siauw Lim Pay."
Kakak Han Liong...." An
Lok Kong cu menatapnya seraya berkata.
"Apabila aku pernah
membohongimu, apakah engkau akan gusar kepadaku?"
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tersenyum. "Setahuku, engkau tidak pernah membohongiku."
Kalau aku pernah membohongimu,
engkau... engkau akan marah kepadaku?" tanya An Lok Kong cu lagi.
"Aku tidak akan
marah," jawab Thio Han Liong sungguh-sungguh.
Kakak Han Liong, engkau baik
sekali." An Lok Kong cu menatapnya lembut sekali.
"TUnggu di sini sebentar,
aku mau ke dalam"
"ya." Thio Han Liong
mengangguk, lalu duduk di dekat taman bunga sambil menikmati keindahan bunga
yang beraneka warna.
Berselang beberapa saat kemudian.
An Lok Kong cu berjalan lemah gemulai bersama Lan Lan mendekatinya. Thio Han
Liong terbelalak ketika melihat An Lok Kong cu. la sama sekali tidak tahu bahwa
itu Cu An Lok yang dikenalnya.
"Kakak Han
Liong...." panggil An Lok Kong cu dengan suara
rendah dan sikap malu-malu.
Eh?" Thio Han Liong
tersentak, karena mengenali huara
itu.
"Nona... siapa? Maaf, aku
sedang menunggu Adik An Lok-"
"Hi hi hi" Lan Lan
tertawa geli.
"Hi hi hi»."
"Kakak Han Liong" An
Lok Kong cu tersenyum.
"Engkau sudah tidak
mengenaliku lagi?"
"Nona.." Thio Han
Liong terperangah-
"Suaramu mirip suara Adik
An Lok, tapi dia anak lelaki, sedangkan Nona anak gadis, oh ya, apakah kalian
saudara kembar? sebab Nona sungguh mirip Adik An Lok."
"Kakak Han
Liong...." ,An Lok Kong cu duduk di
hadapannya dengan wajah
ditundukkan dalam-dalam.
"Aku». aku Cun An Lok-
Maaf, aku tidak berterus terang kepadamu, bahwa sesungguhnya aku anak
gadis."
"Haaah—?" Mulut Thio
Han Liong ternganga lebar.
"Aku... engkau...."
"Hi hi" Lan La n
tertawa, lalu meninggalkan mereka seraya berkata.
Lebih baik aku pergi dari pada
mengganggu di sini. Kalian akan bertambah asyik kan?"
"Lan Lan...." An Lok
Kong cu melotot.
"Adik An Lok" Thio
Han Liong menatapnya dengan mata tak berkedip-
"Jadi engkau anak
gadis?"
"Ya-" An Lok Kong cu
mengangguk-
"ya, ampun" Thio Han
Liong menepuk keningnya sendiri-
"Selama itu kita selalu
tidur sekamar, bahkan aku juga pernah memegang tangan dan membelaimu- Aduuuuh
Itu—-"
"Tidak apa-apa. Aku sama
sekali tidak marah," ujar An Lok Kong cu setengah berbisik,
"Tapi aku justru marah
kepada diriku sendiri" Thio Han Liong tampak marah-marah terhadap dirinya
sendiri.
"Lho?" An Lok Keng
Cu heran.
"Kenapa?"
"Kenapa aku begitu
goblok?" sahut Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Disaat engkau mendekap
di dadaku, aku sudah merasakan kelainan pada dadamu, namun aku sama sekali
tidak mencurigaimu-..."
"Kakak Han Liong"
ujar An Lok Kong cu agak kemerah-merahan,
"Itu di karena kan engkau
berhati polos, maka tidak banyak bercuriga terhadap orang lain."
"Engkau...." Thio
Han Liong menatapnya sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau sungguh—
nakal"
"Kakak Han Liong" An
Lok Kong cu tersenyum.
"Engkau tidak marah
kan?"
"Sesungguhnya... aku
ingin menjewer telingamu- Tapi— engkau anak gadis, tidak pantas aku menjewer
telingamu-"
"Tidak apa-apa. Aku
senang kok"
"Lho? Kok senang?"
"sebab—"" An
Lok Kong cu menundukkan kepala
" Jeweranmu pasti penuh
dengan perasaan."
"yah, ampun" Thio
Han Liong menghela nafas, kemudian berkata.
"Pantas di saat kita
bersama, engkau sering cemberut dan membanting-banting kaki, ternyata engkau
anak gadis,oh ya Cu An Lok adalah nama aslimu?"
"Namaku Cu Ay Ceng."
An Lok Kong cu memberitahukan dengan suara lembut.
"An Lok adalah
gelar-ku."
"Engkau punya
gelar?" Thio Han Uong heran.
"Ya. Karena— aku An Lok
Kong cu, maka tinggai di istana ini-"
"Engkau adalah An Lok
Kong cu, she Cu nama Ay Ceng— "gumam Thio Han Liong dan kemudian
tersentak-
"Engkau— engkau putri kaisar
Cu Goan ciang?"
"ya-"
"Engkau—" Thio Han
Liong melotot, tapi setelah itu ia malah menghela nafas panjang dan berkata.
"Engkau gadis yang baik,
aku tidak mempersalahkanmu."
"Tapi aku justru telah
memarahi ayahku." An Lok Kong cu memberitahukan.
"Ayahku amat menyesal
atas perbuatannya itu."
"Menyesal?" Thio Han
Liong lampak gusar.
"Ayahku terluka, bahkan
wajah ayah dan ibu rusak berat gara-gara perbuatan ayahmu. Kini... ayahmu
bilang menyesal?"
"Kakak Han Liong" An
Lok Kong Cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Ayahku memang mengutus
para Dhalai Lhama, Lie Wie Kiong dan puluhan pengawal istana ke pulau Hong
Hoang To, sesungguhnya ayahku bermaksud menjemput ke dua orangtuamu ke
istana...."
"Omong kosong"
potong Thio Han Liong.
"Buktinya para Dijalai
Lhama membunuh Bibi Ci Jiak dan melukai ayahku...."
"Kakak Han Liong, aku
justru masih merasa heran kenapa para Dhalai Lhama itu membunuh Bibi CiJiak dan
melukai ayahmu."
"Tidak usah heran, itu
pasti perintah dari ayahmu," sahut Thio Han Liong dengan wajah merah
padam.
"Tidak" bantah An
Lok Kong cu.
"Ayahku tidak memberi
perintah itu Kakak Han Liong, percayalah"
"Ayahmu begitu licik,
tentunya bisa membohongimu. Tapi... aku tetap tidak akan menyalahkanmu."
"Kakak Han Liong" An
Lok Kong Cu memberitahukan.
"Ayahku bersedia minta
maaf kepadamu."
"Apa?" Thio Han
Liong tertegun.
"Ayahmu seorang kaisar,
mau minta maaf kepadaku?"
"Pertanda ayahku
sungguh-sungguh menyesal atas perbuatannya yang sudah sudah terhadap ayahmu.
Ayahku sudah berpesan, kalau engkau ke mari, aku harus membawamu
menemuinya."
"Aku...."
"Jangan menolak Kakak Han
Liong"
"Adik An Lok-—" Thio
Han Liong menghela nafas panjang.
"Baiklah- Karena
memandang mukamu aku bersedia menemui ayahmu-"
"Terimakasih, Kakak Han
Liong, engkau— engkau baik sekali padaku," ucap An Lok Kong Cu sambil
tersenyum manis.
"Kalau aku membunuh
ayahmu, tentu engkau tidak akan bilang aku baik lagi kan?"
"Aku yakin engkau tidak
akan membunuh ayahku."
"Adik An Lok, jangan
terlampau yakin itu."
Kakak Han Liong, aku tahu
jelas bagaimana hatimu. Maka aku yakin terhadapmu," ujar An Lok Kong cu.
"Ayoh, Mari ikut aku ke
istana ayahku"
Thio Han Liong mengangguk,
lalu mengikuti An Lok Kong cu pergi menemui Cu Goan ciang dengan hati agak
berdebar-debar.
-ooo00000ooo-
An Lok Kong cu mengajak Thio
Han Liong ke ruang istirahat yang di dalam istana Cu Goan Ciang. Di sana tampak
berdiri beberapa orang, yaitu Lie Wie Kong, Tan Bun Hiong, Lie sieBeng dan yo
Wie Heng. sedangkan cu Goan ciang duduk di kursi berukir sepasang naga.
"Hormat ananda kepada
Ayahanda" ucap An Lok Kong cu sambil memberi hormat- Thio Han Liong juga
memberi hormat, namun tidak mengucapkan apa pun.
Cu Goan Ciang terus memandang
Thio Han Liong d eng a n penuh perhatian, kemudian manggut- manggut seraya
bertanya.
"Engkau adalah Thio Han
Liong, putra kesayangan Thio Bu Ki?"
ya." Thio Han Liong
mengangguk, lalu menatap Cu Goan Ciang dengan tajam sekali.
Hati Cu Goan Ciang tersentak,
sebab sepasang mata Thio Han Liong memancarkan cahaya yang begitu terang. Namun
cu Goan Ciang juga bergirang dalam hati, sebab cahaya yang terang itu pertanda
pemuda tersebut berhati polos dan jujur.
"Ha ha ha" Cu Goan
Ciang tertawa getak-"Kalian duduklah"
"Terima kasih.
Ayahanda," ucap An Lok Kong cu sekaligus menarik Thio Han Liong duduk.
"Han Liong" cu Goan
Ciang memandangnya seraya berkata-
"Walau aku seorang kaisar
tetap minta maaf kepadamu, karena pernah berupaya membunuh ayahmu-—"
"Kini ke dua orangtuaku
masih hidup segar bugar di pulau Hong Hoang to, maka aku tidak begitu
mempermasalahkan itu," sahut Thio Han Liong.
"Kakak Han Liong—."
Wajah An Lok Kong cu langsung berseri-
"Terus terang" ujar
Thio Han Liong sungguh-sungguh-
"Adik An Lok berhati beo
itu baik dan lembut, aku tidak tega menyakiti hatinya cuma demi menuntut balas,
akupunya perasaan dan nurani. Tapi— kenapa para Dhalai Lhama begitu tega
membunuh Bibi Cijiak. melukai ayah bahkanjuga wajah ayah dan ibuku rusak berat
karenanya?"
"Han Liong" cu Goan
Ciang menghela nafas panjang.
"Sesungguhnya aku
mengutus mereka untuk menjemput ke dua orangtuamu. Kalau engkau tidak percaya,
silakan bertanya kepada orang itu"
Cu Goan Ciang menunjuk Lie Wie
Kiong. Thio Han Liong segera memandangnya dan mendadak keningnya berkerut.
"Aku ingat, orang itu dan
para Dhalai Lhama yang menyerbu ke pulau Hong Hoang to," ujar Thio Han
Liong.
"Tidak salah," sahut
Lie Wie Kiong.
"Thio siauhiap masih
ingat kepadaku, namaku Lie Wie Kiong, pemimpin pengawal istana."
"Hm" dengus Thio Han
Liong,
"jelaskan kejadian belasan
tahun itu, aku harap Paman Lie tidak membohongiku"
"Belasan tahun lalu,
memang benar yang Mulia mengutus kami ke pulau Hong Hoang TO, tapi tidak
perintah kan kami membunuh, melainkan hanya menjemput saja." Lie Wie Kiong
menjelaskan.
"Bibimu mati karena
pertarungan, tapi aku justru tak menyangka, sembilan Dhalai Lhama itu
menghendaki kitab pusaka Kiu Im dan Kiu yang Cin Keng. Mereka memaksa ayahmu
harus menyerahkan ke dua kitab pusaka tersebut, akhirnya terjadilah pertarungan
jadi, itu bukan atas perintah yang Mulia. Kalau yang Mulia ingin membunuh ke
dua orangtuamu, bukankah aku dan para Dhalai Lhama itu masih
bisa kembali ke pulau Hong
Hoang to? Buktinya tidak- ya, kan?"
"Baik, aku percaya. Lalu
di mana sembilan Dhalai Lhama itu?" tanya Thio Han Liong.
"sudah pulang ke
Tibet," sahut An Lok Kong cu.
"Kok engkau tahu?"
Thio Han Liong heran.
Kakak Han Liong...." An
Lok Kong cu memberitahukan. "sembilan Dhalai Lhama itu adalah
guru-guru-ku."
"oooh Pantas kepandaianmu
begitu tinggi" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Adik An Lok, kalau aku
ingin menuntut balas kepada guru-gurumu itu, apakah engkau akan menghalangiku?
"
Aku pasti menghalangimu,"
sahut An Lok Kong cu dengan tegas.
"Adik An Lok.." Thio
Han Liong mengerutkan kening. "Engkau.."
"Kakak Han Liong, aku
menghalangimu demi keselamatanmu." An Lok Kong cu memberitahukan.
"Kepandaian yang engkau
miliki sekarang, masih tidak dapat melawan guru-guruku itu."
"Terima kasih atas
perhatianmu. Adik An Lok," ucap Thio Han Liong.
"Tapi kelak kalau
kepandaianku sudah tinggi sekali?" "Kakak Han Liong" An Lok Kong
cu tersenyum,
"Itu urusan pribadi
kalian, aku tidak mau turut campur. Tapi aku ingatkan, sebelum engkau
berkepandaian tinggi sekali, janganlah coba-coba mencari mereka"
"Ya." Thio Han Liong
manggut-manggut.
Cu Goan Ciang terus
mendengarkan, kemudian memberi isyarat kepada Lie Wie Kiong dan lainnya untuk
meninggalkan ruang itu.
"Yang Mulia.." Lie
Wie Kiong tampak ragu.
"Kalian boleh
meninggalkan ruang ini," ujar An Lok Kong cu dan menambahkan sambil
tersenyum.
"Kalau Kakak Han Liong
ingin membunuh ayahku, kalian semua pun tidak akan bisa berbuat apa-apa-"
"Baik," Lie Wie
Kiong mengangguk-"Yang Mulia, kami mohon diri" "Silakan"
sahut Cu Goan ciang.
Lie-Wie Kiong dan lainnya
seaera keluar ruang itu, sehingga kini cuma tinggal Cu Goan ciang, An Lok Kong
cu dan Thio Han Liong.
"Han Liong, aku amat
berterima kasih sekali kepadamu," ucap Cu Goan Ciang.
" Ketika putriku pergi
pesiar, engkau yang melindunginya."
"sama-sama." Thio
Han Liong menggeleng-geleng-kan kepala.
"selama itu aku tidak
tahu kalau Adik An Lok anak aadis, bahkan juga tidak tahu kalau dia adalah An
Lok Kong Cu-—"
"sekarang engkau sudah
tahu kan?" cu Goan Ciang tersenyum.
"Ketika menginap, kalian
tidur sekamar ya?"
"ya." Thio Han Liong
mengangguk dengan wajah agak merah-
"Tapi aku tidur di kursi.
Adik An Lok tidur di ranjang." "selalu begitu?" Cu Goan Ciang
kurang percaya. "Ya." Thio Han Liong mengangguk-
Kakak Han Liong memang selalu
tidur di kursi, aku yang tak tahu diri tidur di ranjang" ujar An Lok Kong
cu-
"Han Liong," tanya
Cu Goan Ciang mendadak-
"se-andainya engkau tahu
An Lok adalah seorang gadis, bagaimana engkau?"
"Aku pasti tidak berani
sekamar dengan dia," sahut Thio Han Liong dengan sungguh-sungguh dan
menambahkan.
"juga tidak berani
membelainya...."
"oh?" Cu Goan Ciang
tertawa.
"Jadi engkau pernah
membelainya?"
"ya-"Thio Han Liong
memberitahukan dengan jujur.
"Ketika dia mendekap di
dadaku, maka aku pun membelainya.justru aku merasa ada kelainan pada dadanya di
saat dia mendekap di dadaku, tapi... aku tidak bercuriga bahwa dia anak
gadis."
"Ha ha ha" Cu Goan
Ciang tertawa gelak-
"Ayahmu berjiwa besar,
maka aku pun harus menjadi kaisar yang baik, adil dan bijaksana. Harus pula memperhatikan
nasib rakyat, agar rakyat bisa hidup makmur. Tapi tentunya masih banyak
pembesar korup yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat, seperti apa yang
kalian alami di kota Tiang Ciu, bukankah pembesar kota itu berlaku
sewenang-wenang terhadap rakyat?" katanya dengan serius.
"Adik An Lok telah
menghukum pembesar Lie itu." Thio Han Liong memberitahukan sambil
tersenyum geli akan kejadian itu- Begitu pula An Lok Kong cu, putri itu pun
tertawa geli-
"Hi hi hi Aku menyuruh
pembesar Lie dan para hartawan itu berlutut, sungguh lucu sekali"
"Ngmm" Cu Goan Ciang
manggut-manggut. "Oleh karena itu, aku ingin mohon bantuanmu."
"Mohon bantuanku?" Thio Han Liong tertegun.
"Apa yang dapat
kubantu?"
"Engkau akan kuangkat
sebagai petugas rahasiaku," sahut Cu Goan Ciang sungguh-sungguh-
"Engkau berhak menghukum
pembesar yang manapun, kalau pembesar itu melakukan tindak korup atau menindas
rakyat. Aku percayakan tugas ini padamu."
"yang Mulia...."
"Kakak Han Liong, jangan
menolak" ujar An Lok Kong cu cepat,
"Itu demi rakyat, juga
merupakan tugas mulia bagimu."
"Adik An Lok, aku... aku
tidak mau terikat. Lagi pula... aku tidak mau menjadi pejabat tinggi
istana." Thio Han Liong memberitahukan.
"Ha ha ha" Cu Goan
Ciang tertawa.
"Engkau tidak akan terikat
dan engkau pun bukan pejabat tinggi istana. Tapi engkau adalah petugas khusus
menghukum para pembesar yang korup dan menindas rakyat, oleh karena itu, aku
akan memberimu sebuah medali emas tanda pengenalku. Para pembesar maupun
menteri yang mana pun harus memberi hormat kepadamu jika melihat tanda
pengenalku."
"seandainya medali emas
itu hilang dan dipungut orang lain, bukankah orang itu juga bisa bertindak
seperti aku?"
"Han Liong" cu Goan
Ciang manggut-manggut.
"Engkau memang teliti,
aku kagum kepadamu. Namun orang lain tidak bisa menggunakan medali emas tanda
pengenalku."
"Kenapa?" Thio Han
Liong heran.
"Engkau harus tahu, para
pejabat tinggi harus apel setiap pagi di istana. Tentunya aku akan mengumumkan
tentang dirimu, maka orang lain tidak bisa menggunakan medali emas tanda
pengenalku itu."
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut mengerti, kemudian bertanya.
"Seandainya aku menyalah
gunakan tanda pengenal itu, siapa yang akan menghukum diriku?"
"Aku." sahut An Lok
Kong cu mendadak-
"sebab aku tahu engkau
tidak akan menyalahgunakan tanda pengenal ayahku-"
"Adik An Lok-—" Thio
Han Liong tersenyum-"Eh? Han Liong" cu Goan Ciang memandangnya.
"Seharusnya engkau
memanggilnya Adik Ay Ceng, bukan Adik An Lok-"
"Maaf, Aku sudah biasa
memanggilnya Adik An Lok> kalau aku memanggilnya Adik Ay Ceng, rasanyaa agak
jauh-"
"Kakak Han Liong,"
ujar An Lok Kong cu cepat.
"Kalau begitu, engkau
terus panggil aku Adik An Lok saja agar dekat denganmu"
"Baik," Thio Han
Liong mengangguk-
"Ha ha ha" Cu qoan ciang
tertawa terbahak-bahak, kemudian mengeluarkan sebuah medali emas berukiran
sepasang naga, sebelahnya berukiran beberapa huruf berbunyi demikian
"Tanda perintah Kalbar".
"Hab Liong terimalah
tanda perintahku"
"ya, yang Mulia."
Thio Han Liong segera bangkit berdiri Kemudian setelah memberi hormat, barulah
ia menerima Tanda pengenal Kaisar tersebut seraya berkata.
"Hamba pasti melaksanakan
tugas ini dengan baik. Apabila hamba menyalahgunakan Tanda Pengenal Kaisar ini,
maka hamba siap di hukum."
"Bagus, bagus" Cu
Goan Ciang gembira sekali-
"Ha ha ha Han Liong,
kelak kalau engkau bertemu ke dua orangtuamu, sampaikan salamku kepada
mereka"
"ya, yang Mulia-"
Thio Han Liong mengangguk-
"Han Liong" cu Goan
Ciang menatapnya dalam-dalam-
"Aku gembira sekali
bertemu engkau, namun... sayang sekali engkau sudah mempunyai kekasih. Kalau
tidak, aku pasti menjodohkan putriku kepadamu."
"Terima kasih, yang
Mulia," ucap Thio Han Liong.
"Aku memang sudah punya
kekasih, tapi aku tetap menganggap Adik An Lok seperti adikku sendiri"
"Bagus, bagus" Cu
tioan Ciang memandang mereka.
"Sekarang kalian boleh
kembali ke istana An Lok-"
"Ya, Ayahanda."
"ya, yang Mulia."
Mereka berdua segera menuju
istana An Lok- kemudian duduk di taman bunga dan Lan Lan cepat-cepat
menyuguhkan teh wangi
"Silakan minum, Kong cu
dan Tuan Muda" ucap Lan Lan lalu meninggalkan tempat itu.
Kakak Han Liong, kini legalah
hatiku" ujar An Lok Kong cu sambil tersenyum.
"Kesalahpahaman ayahku
dengan ayahmu telah dijernihkan, lagipula kini engkau boleh dikatakan sebagai
wakil ayahku"
"Demi rakyat," sahut
Thio Han Liong.
"Kalau tidak aku tidak
akan menerima Tanda Pengenal Kaisar itu"
"Ayahku pun memikirkan
nasib rakyat, maka mengutusmu untuk menghukum para pembesar korup yang menindas
rakyat. Tugas itu memang cocok bagimu. Rakyat yang tertindas pasti senang
sekali akan kehadiranmu."
"Adik An Lok.." ucap
Thio Han Liong sungguh-sungguh-
"Aku pasti melaksanakan
tugasku itu sebaik mungkin, tidak akan mengecewakan rakyat."
"Kakak Han Liong...."
An Lok Kong cu tersenyum gembira.
"oh ya, aku harap engkau
sudi tinggal di sini beberapa hari."
"Tinggal di sini beberapa
hari?"
"ya."
"Baiklah." Thio Han
Liong tersenyum.
"Aku akan menikmati
kesenangan di istana An Lok ini. Betul-betul di luar dugaanku oh ya, aku harus
mengembalikan giok titipanmu itu."
Kakak Han Liong, giok itu
kuberikan kepadamu," ujar An Lok Kong cu dan menambahkan.
"Dengan menambahkan giok
itu pada dirimu, maka engkau tidak akan melupakan diriku."
"Adik An Lok" Thio
Han Liong memandangnya.
"Aku tidak akan
melupakanmu selama-lamanya, percayalah"
"Tapi..." Wajah An
Lok Kong cu tampak murung. "setelah bertemu Giok Cu, engkau pasti
melupakanku."
"Tidak-" Thio Han
Liong tersenyum.
"Pokoknya aku tidak akan
melupakanmu selama- lamanya."
"Kakak Han Liong, rasanya
aku ingin bersamamu selama-lamanya," bisik An Lok Kong cu.
"Tapi— engkau sudah punya
kekasih, aku...."
"Adik An Lok"
Mendadak Thio Han Liong memegang tangannya.
"Aku tetap baik
terhadapmu. Terus terang aku... aku pun mencintaimu, tapi aku tidak mau
mengkhianati cintaku terhadap Giok Cu. Aku harap engkau maklum dalam hal
ini"
"Justru itu, aku semakin
kagum padamu." An Lok Kong cu memandangnya dengan penuh rasa kasih sayang.
"Aku harap... suatu hari
nanti kita akan berkumpul dan selama-lamanya tidak akan berpisah-"
"Adik An Lok--"
"Kakak Han Liong, setelah
engkau pergi nanti, jangan lupa ke mari lagi menengokku-Kalau engkau tidak ke
mari, aku pasti pergi mencarimu dalam rimba persilatan."
"Adik An Lok-" ujar
Thio Han Liong berjanji-
"Kelak aku pasti ke mari
lagi menengokmu, percayalah"
Aku percaya, aku percaya
sepenuhnya." An Lok Kong cu menatapnya dengan mesra-
Kakak Han Liong, aku— aku
cinta kepadamu- Aku--- pasti menunggu kedatanganmu-"
"Adik An Lok,—" Thio
Han Liong menggenggam tangannya erat-erat-
"Aku pasti ke mari lagi
kelak untuk menengokmu-"
"Terima kasih. Kakak Han
Liong, terima kasih—"
Beberapa hari kemudian, Thio
Han Liong berpamit kepada Cu Goan ciang dan An Lok Kong Cu- setelah itu barulah
ia meninggalkan istana An Lok, An Lok Kong cu mengantar kepergiannya dengan air
mata berderai-derai.
Thio Han Liong melakukan perj
a Lan ke arah timur, dan tiga hari kemudian ia sudah tiba di kota Gin Lam. Kota
tersebut cukup besar, namun tampak agak sepi- Tidak begitu banyak para
pedagang, tapi begitu banyak gembel di pinggir jalan. Betapa herannya Thio Han
Liong menyaksikan itu, maka ia mampir di sebuah kedai teh yang amat sepi itu
"Tuan mau minum arak
apa?" tanya seorang lelaki berusia lima puluhan.
"Arak wangi," sahut
Thio Han Liong. Kemudian ia menengok ke sana ke mari, tapi tidak tampak tamu
lain, bahkan tidak tampak pelayan pula.
"Tuan, ini arak wangi
simpananku, silakan mencicipinya" ucap lelaki itu
"Terima kasih-" Thio
Han Liong meneguk arak wangi itu, lalu bertanya,
"Paman, kenapa kedai ini
sepi sekali?"
"Lima tahun lalu, kedai
arakku ini ramai sekali." Lelaki itu memberitahukan.
"Namun sekarang sepi
sekali bahkan seluruh kota pun sepi sekali."
"Kenapa begitu?"
tanya Thio Han Liong.
"Lima tahun lalu,
pembesar di kota ini amat adil dan bijak-" Lelaki itu memberitahukan.
"Maka penduduk di kota
ini hidup makmur, tapi kemudian pembesar itu pensiun, yang menggantikan beliau
adalah pembesar Liok, Tak disangka sama sekali, pembesar Liok menerima sogokan
para hartawan di kota ini. setelah itu. pajak apa pun dinaikkan. Banyak yang
tidak mampu membayar pajak, sehingga rumah mereka disita, akhirnya mereka
menjadi gelandangan di pinggir jaLan dan hidup mereka terlunta-lunta."
"oh?" Thio Han Liong
mengerutkan kening. "Maaf, Paman adalah pemilik kedai arak ini?"
"ya." Lelaki itu mengangguk.
"sudah tiga turunan kami
tinggal di kota ini dan mengelola kedai arak ini-"
Kalau begitu, Paman pasti
kenal mereka yang tersita rumahnya?" tanya Thio Han Liong.
"Aku kenal mereka semua,
bahkan aku sering memberi mereka makanan. Namun...." Pemilik kedai arak
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini aku sudah mulai
miskin, tidak mampu membantu mereka lagi."
"Paman tidak punya
anak?"
"Punya anak lelaki satu,
tapi...." la menghela nafas
panjang.
"Beberapa tahun lalu,
anakku itu pernah ikut ujian di Kota raja, namun gagal meraih gelar ceng Goan
(sarjana), sehingga membuatnya putus asa, maka dia hidup menyendiri di pinggir
kota."
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Anak Paman itu sudah
berkeluarga?"
"Belum."
"Paman" Thio Han
Liong menatapnya.
"Bisakah Paman pergi
memanggilnya ke mari?"
"Tentu bisa,
tapi...." Pemilik kedai arak mengerutkan
kening.
" untuk apa dia dipanggil
ke mari?"
"Aku ingin minta bantuannya"
sahut Thio Han Liong.
"Tuan...." Pemilik
kedai arak menggeleng-gelengkan
kepala.
Anakku itu tidak bisa membantu
apa-apa, sebab dia siu cay (sastrawan) miskin-—"
"Paman" Thio Han
Liong tersenyum seraya bertanya,
"Apa cita-citanya kalau
dia berhasil meraih gelar sarjana beberapa tahun lalu?"
"Terus terang, dia— dia
bercita-cita menjadi pembesar kota ini, agar penduduk kota ini terlepas dari
kemiskinan."
"oleh karena itu, Paman
harus segera pergi memanggilnya," ujar Thio Han Liong dengan serius.
"Itu—." Pemilik
kedai arak tampak ragu.
"Paman" desak Thio
Han Liong.
"Biar bagaimanapun, Paman
harus segera pergi memanggilnya kemari"
"Itu—." Pemilik
kedai arak memandang ke langit.
Kalau aku pergi sekarang,
harus sore baru bisa kembali. Bagaimana dengan kedai arakku ini?"
"Aku akan menjaga di
sini," sahut Thio Han Liong.
Pemilik kedai arak menatapnya,
sejenak kemudian barulah mengangguk seraya berkata dengan sungguh-sungguh-
"Anak muda, aku harap
engkau tidak mempermainkan diriku yang sudah cukup tua ini"
"Jangan khawatir"
Thio Han Liong tersenyum-"Aku tidak akan mempermainkan paman."
"Baiklah, engkau boleh
tunggu di sini, aku berangkat sekarang." Pemitik kedai arak itu langsung
pergi.
sedangkan Thio Han Liong terus
duduk di tempat sambil menikmati arak wanginya. Berselang beberapa saat
kemudian, tampak seorang gadis berusia dua puluhan memasuki kedai arak itu
Gadis itu berparas cantik dan berpakaian sederhana. Ketika melihat Thio Han
Liong duduk seorang diri, terbelalaklah gadis itu.
"Maaf." ucapnya.
"Di mana Paman Lo?"
"Paman Lo?" Thio Han
Liong tertegun.
"Maksud Nona pemilik
kedai arak ini?"
"ya."
"Paman Lo sedang pergi
memanggil putranya ke mari."
"oh?" Gadis itu
mengerutkan kening dan tampak tercengang.
"Kenapa Paman Lo pergi
memanggilnya? "
"Karena aku ingin minta
bantuannya"jawab Thio Han Liong.
"oh ya, bolehkah aku tahu
siapa Nona?" "Namaku sui Ing." Gadis itu memberitahukan.
"Ayahku kawan baik Paman
Lo- Ayahku menyuruhku ke mari beli arak"
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Nona sui Ing, silakan
duduk, aku ingin bercakap-cakap sebentar."
"Tapi...." sui Ing
tampak ragu, namun kemudian duduk
juga di hadapan Thio Han
Liong.
"Maaf aku belum tahu nama
Anda-"
"Namaku Thio Han
Liong."
Jadi Anda menunggu Paman Lo?"
"ya. Nona sui Ing kenal
putranya?"
"Tentu kenal, bahkan kami
berteman sejak kecil." sui Ing memberitahukan.
"sejak dia gagal meraih
gelar sarjana, maka dia pun jarang ke rumah menemuiku lagi. Padahal ayahku
tidak mempermasalahkan itu, namun dia yang merasa malu kepada ayahku."
"Nona sui Ing, apa
pekerjaan ayahmu?"
Ayahku pedagang besar di kota
ini, tergolong hartawan juga. Tapi—." sui Ing menghela nafas panjang.
"Kini ayahku sudah
bangkrut, maka jatuh miskin- Itu pun dikarenakan sering membantu para
gelandangan. Tapi ayahku sama sekali tidak menyesal."
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Bagus Itu bagus sekali
oh ya, kelihatannya Nona mempunyai hubungan istimewa dengan putra Paman Lo
itu"
"ya." sui Ing
mengangguk perlahan.
"Kami berdua merupakan
sepasang kekasih, namun sejak dia gagal ujian di Kotaraja, sejak itu pula dia
jarang ke rumah, bahkan pindah ke pinggir kota...."
"Nona sui Ing" tanya
Thio Han Liong.
"Bolehkah aku tahu siapa
namanya?"
"Dia bernama Lo Tek
Huang."
"Nona sui Ing," ujar
Thio Han Liong sungguh-sungguh-
"Aku pasti membantu
kalian, percayalah-"
"Membantu kami?
Maksudmu?" sui Ing heran.
"Membantu kalian
terangkap menjadi suami isteri yang hidup bahagia," jawab Thio Han Liong
sambil tersenyum dan menambahkan.
"Bahkan kota ini pun akan
terlepas dari kemiskinan dan tindak korup dari pembesar itu."
"oh?" sui Ing
menatapnya, kemudian menggeleng-gelengkan kepala sambil bergumam.
"Itu... itu bagaimana
mungkin?"
"Percayalah
kepadaku"
"Engkau...." sui Ing
bangkit berdiri
"Oh ya, kalau Tek Huang
ke mari, tolong beritahukan kepadanya bahwa aku ke mari"
"Baik," Thio Han
Liong mengangguk-
"Aku mohon diri,"
ucap sui Ing lalu meninggalkan kedai arak itu.
sedangkan Thio Han Liong tetap
duduk di tempat-Berselang beberapa saat kemudian, muncul seorang tua bersama
sui Ing ke kedai arak itu-
Thio Han Liong segera bangkit
berdiri, sedangkan orangtua dan sui Ing menghampirinya-
"Anak Muda" orangtua
itu menatapnya seraya memperkenalkan diri
"Aku adalah Thio yauw
song, dia putriku."
"Paman Thio" panggil
Thio Han Liong.
"silakan duduk"
"Ngmm" Thio yauw
song manggut-manggut sambil duduk-
"Kita sama-sama marga
Thio, maka engkau tak perlu sungkan-sungkan."
"Terima kasih,
Paman"
"Anak Muda, ada apa Lotua
itu pergi memanggil putranya?"
"Aku ingin minta bantuan
kepada putranya."
"oh?" Thio yauw song
menatapnya dalam-dalam.
"Dia seorang sastrawan,
apa yang dapat dia bantu?"
"Daya pikirannya,"
sahut Thio Han Liong.
"Dia harus memikirkan apa
untukmu?" tanya Thio yauw song heran.
"Kalau dia sudah ke mari,
Paman akan mengetahuinya," jawab Thio Han Liong agak misterius.
"Aku...." Thio yauw
song menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku tidak habis
pikir-"
"Paman" Thio Han
Liong tersenyum.
"Tadi Nona sui Ing
bilang. Paman adalah mantan pedagang besar dan tergolong hartawan."
ya." Thio yauw song
mengangguk sambil menghela nafas panjang.
"Tapi kini aku sudah
bangkrut, boleh dikatakan aku sudah jatuh miskin, tidak lama lagi rumahku pasti
disita oleh pembesar Liok yang kejam itu."
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Anak Muda," tanya
Thio yauw song mendadak-
"sebetulnya engkau
berasal dari mana?"
"Paman" Thio Han
Liong tersenyum-
"Nanti Paman akan
mengetahuinya-"
"Kok.." Thio yauw
song menggeleng-gelengkan kepala-
"Engkau misterius sekali,
namun aku yakin engkau bukan orang jahat-"
"Paman, aku bukan orang
jahat- Aku justru ingin menolong para penduduk di kota ini."
"Apa?" Thio yauw
song terbelalak-
"Anak Muda jangan
main-main Kalau pembesar Liok mendengarnya, engkau pasti dihukum-"
Thio Han Liong cuma tersenyum-
Di saat bersamaan muncullah Lo Ah sam bersama putranya, Lo Tek Huang. Begitu
melihat Thio yauw song dan putrinya berada di situ, Lo Ah sam tertawa gelak-
"Ha ha ha Angin apa yang
membawamu ke mari?"
"Tadi aku menyuruh
putriku ke mari membeli arak. tapi engkau tidak ada," sahut Thio yauw song
sambil melirik Thio Han Liong.
"yang ada di sini pemuda
itu, putriku memberitahukan, maka aku ke mari bersamanya."
"oooh" Lo Ah sam
duduk, lalu memperkenalkan putranya. " Anak Muda, ini putraku, Lo Tek
Huang.»
"saudara Lo, selamat
bertemu" ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat.
"saudara-—" LoTek
Huang menatapnya dengan penuh perhatian,
"Ada urusan apa engkau
menyuruh ayahku memanggilku ke mari?"
"Aku ingin minta
bantuanmu," sahut Thio Han Liong.
"Kalian duduklah,
Janganlah bercakap-cakap sambil berdiri" ujar Lo Ah sam.
Lo Tek Huang dan Thio Han
Liong segera duduk- usia Lo Tek Huang lebih tua beberapa tahun dari Thio Han
Liong, namun Thio Han Liong lebih tampan,
"saudara" tanya Lo
Tek Huang.
"Apa yang dapat
kubantu?"
"Tadi dia sudah
bilang," sahut Thio yauw song.
"Dia membutuhkan daya
pikirmu."
"Daya pikirku?" Lo
Tek Huang tercengang.
"Saudara Lo sekolah
begitu tinggi, tentunya daya pikirmu amat luar biasa. Maka alangkah baiknya
diterapkan demi menegakkan keadilan" sahut Thio Han Liong.
"Bukankah saudara Lo
ingin menjadi pembesar di kota ini?"
"Aduh saudara.—"
Wajah LoTek Huang langsung berubah pucat pias, lalu menengok ke sana ke mari,
seakan khawatir ucapan Thio Han Liong tadi terdengar oleh orang lain.
"Lho?" Thio Han
Liong terheran-heran. -
"Ada apa?"
"Saudara, jaga mulutmu
baik-baik" tegur Lo Tek Huang.
"Kalau sampai para
pengawal pembesar Liok mendengar, engkau pasti celaka."
"Saudara Lo" Thio
Han Liong mengerutkan kening. "Kenapa kalian begitu takut kepada pembesar
lalim itu?"
"Kami...." Lo Tek
Huang menggeleng-gelengkan kepala.
"Pembesar Liok amat
berkuasa di kota ini, dan para pengawalnya pun sering bertindak
sewenang-wenang, oleh karena itu...."
"Sebetulnya kalian tidak
usah takut," potong Thio Han Liong,
"oh ya, kenapa kalian
tidak mengadu kepada atasan pembesar Liok?"
"Itu berarti kami cari
mati." Lo Tek Huang menarik nafas panjang.
"Aaahhh Siapa yang berani
melawan pembesar Liok?" "Begini," ujar Thio Han Liong dengan
suara rendah.
"Paman Lo dan Paman Thio
mengumpulkan semua gelandangan, setelah itu saudara Lo membawa mereka ke tempat
sidang pembesar Liok untuk unjuk rasa."
"Hah...?" Mulut Lo
Tek Huang ternganga lebar, begitu pula yang lain, kemudian memandang Thio Han
Liong dengan mata terbeliak lebar,
"Itu berarti cari
mati."
"Saudara Lo" Thio
Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau sama sekali tidak
punya keberanian."
"Bukan tidak punya
keberanian, melainkan kami akan mati sia-sia," sahut Lo Tek Huang dan
menambahkan.
"Karena para pengawal itu
akan membunuh kami. Bagaimana mungkin kami dapat melawan mereka?"
"Aku bersedia membantu
kalian" ujar Thio Han Liong. "Percayalah"
"Engkau—." Lo Tek
Huang menatapnya. "Bagaimana mungkin kami dapat mempercayaimu?"
"Anak Muda" tegur Lo Ah sam pemilik kedai arak itu.
"Kami semua sudah hidup
tertekan, engkau jangan menambah masalah lagi untuk kami"
"Paman Lo, aku...."
"Anak Muda" Thio
yauw song menatapnya seraya bertanya, "Berdasarkan apa engkau menyuruh
kami melakukan itu?"
"Tentunya berdasarkan
kebenaran dan keadilan" jawab Thio Han Liong dan melanjutkan.
"Juga berdasarkan ilmu
silatku. Kalau tidak, bagaimana mungkin aku berani menyuruh Paman Lo dan Paman
Thio melakukan itu?"
"Engkau mahir ilmu
silat?" tanya Thio yauw song.
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk-
"Dapatkah engkau mengalah
kan para pembesar Liok?" tanya Thio yauw song lagi.
"Itu sudah pasti. Kalau
tidak aku pun tidak akan berani membicarakan itu," sahut Thio Han Liong.
"Adik Han Liong..."
Panggil Thlo sui Ing.
"Marga kita sama, aku
lebih besar darimu. Pantas aku memanggilmu adik kan?"
"Ya, Kakak sui Ing."
Thio Han Liong manggut-manggut. "Baik, aku mempercayaimu," ujar Thio
sui Ing. "Ha ha ha" Thio yauw song tertawa gelak-
"Putriku saja
mempercayainya, apalagi aku. tentunya lebih mempercayainya"
"Ha ha ha" Lo Ah sam
tertawa terbahak-bahak-"Kalau begitu akupun- tidak mau ketinggalan"
"Adik sui Ing...."
Lo Tek Huang menatapnya dengan mesra-
"Engkau berani
mempercayainya,- kenapa aku tidak?"
"Kakak Tek
Huang...." Wajah Thio sui Ing berseri.
"Terima kasih..-"
"Han Liong" tanya
Thio yauw song.
"Apa rencanamu
sekarang?"
"Mulai sekarang Paman
Thio dan Paman Lo mengumpulkan para gelandangan, besok pagi bersama saudara Lo
menuju tempat sidang pembesar Liok- Kalian semua harus berteriak-teriak
memprotes tindakan pembesar Liok- Kalau para pengawalnya berani main senjata,
barulah aku muncul-"
"Baik," Thio yauw
song mengangguk-
"Han Liong, mati hidupnya
kami esok pagi berada di tanganmu- Mudah-mudahan engkau tidak cuma omong
kosong"
"Aku belum sinting atau
gila," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum-
"Pokoknya ada kejutan
untuk kalian esok"" "Kakak Tek Huang" ujar Thio sui Ing
mendadak "Aku ikutjuga esok pagi."
"Adik sui Ing...."
Lo Tek Huang mengerutkan kening.
"Tidak apa-apa,"
ujar Thio Han Liong.
"Biar dia ikut esok pagi,
sebab merupakan suatu pengalaman baginya."
"Itu...." Akhirnya
Lo Tek Huang mengangguk.
"Baik-lah-"
"Terima kasih. Kakak Tek Huang"
ucap Thio sui Ing dengan wajah berseri-
"Terima kasih.—"
-ooo00000ooo-
Pagi itu tampak para
gelandangan yang dipimpin Lo Ah sam, Thio yauw song, Lo Tek Huang, dan Thio sui
Ing berbaris rapi menuju kantor sidang pembesar Liok- Kejadian tersebut tentunya
amat menggemparkan warga kota itu, bahkan
diantaranya ada yang bertanya
langsung kepada Lo Ah sam dan Thio yauw song.
"Ada apa Lo tua?"
"Mau unjuk rasa di kantor
sidang Liok Tayjin" jawab Lo Ah sam memberitahukan,
"sudah sekian tahun kita
hidup tertekan, maka kini sudah saatnya kita bangkit untuk melawan kelaliman
Liok Tayjin"
"Lo tua Engkau... mau
cari mati?"
Lebih baik mati daripada hidup
tertekan Lihatlah mereka" Lo Ah sam menunjuk para gelandangan,
"sebelumnya mereka bukan
gelandangan, karena tidak mampu membayar pajak yang begitu tinggi, akhirnya
rumah mereka disita oleh Liok Tayjin, lalu dijual kepada para hartawan,
sehingga mereka menjadi gelandangan"
"Betul" teriak warga
kota itu penuh semangat. "Kawan-kawan mari kita bergabung dengan
mereka"
Warga kota golongan menengah
mulai bergabung dengan Lo Ah sam. Mereka menuju kantor sidang Liok Tayjin
sambil berteriak-teriak memprotes tindakan pembesar itu.
sampai di depan kantor sidang
itu, tampak puluhan pengawal Liok Tayjin sudah menjaga ketat.
"Kalian semua ingin
memberontak?" bentak pemimpin pengawal.
"Tidak takut akan
dihukum?"
"Sesungguhnya pajak untuk
kota ini tidak begitu tinggi, tapi Liok Tayjin telah menaikkan demi memperkaya
diri sendiri" sahut Lo Tek Huang dengan berani.
"Dia telah menyalah
gunakan wewenangnya...."
"Diam" bentak
pemimpin pengawal. "Ayoh- cepat bubar Kalau tidak, kami akan tangkap
kalian" "Kami ingin menemui Liok Tayjin- seru Lo Tek Huang."
"sebelum menemui Liok Tayjin, kami tidak akan bubar"
"Mau apa kalian menemui
Liok Tayjin?" tanya pemimpin pengawal sambil mengerutkan kening.
"Menuntut keadilan"
sahut Lo Tek Huang.
Di saat bersamaan, dari dalam
kantor sidang itu berjalan keluar Liok Tayjin, lalu bertanya kepada pemimpin
pengawalnya.
"Mau apa mereka?"
"Mereka sedang unjuk
rasa,"jawab pemimpin pengawal sambil memberi hormat.
"Tayjin, apa yang harus
kuperbuat terhadap mereka?" (Lanjut ke jilid 20)
Jilid 20
"Hmm" dengus Liok
Tayjin dingin.
"Kalau begitu, bunuh saja
mereka kalau tidak mau bubar"
"Baik Tayjin."
Pemimpin pengawal mendekati Lo Tek Huang dan lainnya.
"Cepatlah kalian bubar,
kalau tidak kami terpaksa membunuh kalian, itu perintah dari Liok Tayjin"
"Sebelum Liok Tayjin
memberi kebijaksanaan kepada kami, kami tidak akan bubar" sahut Lo Tek Huang.
"Kalau begitu...."
Pemimpin pengawal itu masih ragu
melaksanakan perintah Liok
Tayjin, namun pembesar Liok justru berseru.
"Bunuh saja mereka"
"ya, Tayjin" sahut
pemimpin pengawal, tapi masih berkata kepada Lo Tek Huang dan lainnya.
"Lebih baik kalian bubar
Biar aku yang berunding dengan Liok Tayjin mengenai tuntutan kalian-"
"Cepat bunuh merekap
teriak Liok Tayjin gusar.
"Cepaaat"
"Tayjin ini menyangkut
hukum, Hamba tidak berani sembarangan membunuh mereka," ujar pemimpin
pengawal itu.
"Bagus" Betapa
gusarnya Liok Tayjin.
"Sekarang juga engkau
kupecat. Sim Huai Beng, mulai saat ini kuangkat engkau menjadi pemimpin
pengawal"
"Terima kasih,
Tayjin," ucap Sim Huai Beng.
"Nah, cepatlah
perintahkan para anak buahmu membunuh mereka" seru Liok Tayjin.
"Baik, Tayjin," Sim
Huai Beng memberi hormat, lalu memberi perintah kepada anak buahnya.
Harus kalian bunuh para
pengacau itu Pokoknya kalian akan memperoleh hadiah"
"ya" Para pengawal
itu mulai menghunus senjata masing-masing.
"Tahan" bentak pemimpin
pengawal yang baru dipecat itu.
"Sim Huai Beng, apakah
engkau akan melaksanakan perintah itu untuk membunuh mereka?"
"Ha ha ha" sim Huai
Beng tertawa gelak-
"Liu Teng san, lebih baik
engkau cepat menyingkir Kalau tidak, aku pun akan membunuhmu"
"Hmm" dengus Liu
Teng san dingin, "Baik, kalau begitu mari kita bertempur"
"TUnggu" Mendadak
terdengar seruan yang amal memekakkan telinga, kemudian melaya turun seorang
pemuda, yang tidak lain Thio Han Liong.
"siapa engkau?"
bentak sim Huai Beng.
"Mau mengacau di sini
juga?"
"Engkau baru diangkat
menjadi pemimpin pengawal, namun sudah mulai bertindak di luar prikemanusiaan
Hmm Engkau tidak terluput dari hukum yang berlaku"
"Ha ha" Sim Huai
Beng tertawa.
"Anak Muda, engkau berani
berkata begitu di hadapanku?"
"Kenapa tidak?"
sahut Thio Han Liong sambil menatapnya tajam.
"Sim Huai Beng"
teriak Liok Tayjin,
" Cepat tang kap pemuda
itu, aku akan menghukumnya"
"ya, Tayjin," sahut
sim Huai Beng, lalu mendadak mengayunkan senjatanya menyerang Thio Han Liong.
"Hmm" dengus Thio
Han Liong dingin, "engkau memang ingin cari penyakit"
Tiba-tiba Thio Han Liong
mengibaskan tangannya. Seketika itujuga Sim Huai Beng terpental beberapa depa,
kemudian roboh dengan mulut mengeluarkan darah- Betapa terkejutnya Liu Teng
san. la tidak menyangka Thio Han Liong berkepandaian begitu tinggi, sementara
Lo Tek Huang, Thio sui Ing dan lainnya bertepuk sorak penuh kegembiraan.
"Liu Teng San" kata
Thio Han Liong.
"seret Liok Tayjin itu
kemari"
Thio Han Liong mengibaskan tangannya,
seketika itu juga sim Huai Beng terpental beberapa depa, dan roboh dengan mulut
mengeluarkan darah-
"ya-" Liu Teng san
mengangguk- Lalu segera masuk dan diseretnya Liok Tayjin ke hadapan Thio Han
Liong.
Para pengawal diam saja, sama
sekali tidak berani bertindak apa pun karena telah menyaksikan kepandaian Thio
Han Liong, lagi pula banyak yang tidak senang terhadap pembesar Liok-
"Anak Muda,
engkau-—" Betapa gusarnya Liok Tayjin, "Diam" bentak Thio Han
Liong.
"engkau pembesar lalim,
bahkan tidak mematuhi peraturan-peraturan yang dikeluarkan dari istana, oleh
karena itu, hari ini engkau harus dihukum"
"siapa engkau?" Liok
Tayjin mulai ketakutan.
"Cepatlah engkau
berlutut" bantak Thio Han Liong sambil memperlihatkan Medali Emas Tanda
Pengenal Kaisar.
"Haahhh"
Menggigillah sekujur badan Liok Tayjin,
"Hamba Liok Tung Hang
memberi hormat kepada yang Mulia, ampunilah hamba"
Liok Tayjin langsung berlutut
di hadapan Thio Han Liong dan tentunya sangat mengejutkan Liu Teng san, Lo Tek
Huang, Thio sui Ing, Lo Ah
sam, Thio yauw song dan lainnya serta para pengawal. Liu Teng san beserta para
pengawal langsung berlutut, begitu pula Sim Huai Beng yang terluka itu.
Hamba memberi hormat kepada
yang Mulia" ucap mereka.
"Kalian bangunlah"
Thio Han Liong menyimpan Medali Emas itu.
"Terima kasih yang
Mulia," ucap mereka sambil bangkit berdiri-
Thio Han Liong menatap Liok
Tayjin dengan dingin sekali, sedangkan badan Liok Tayjin terus bergemetar dalam
keadaan berlutut-
"Liok Tung Hang Engkau
telah menyalah gunakan wewenangmu di kota ini, maka mulai hari ini engkau
kupecat dari jabatanmu"
"Terima kasih yang
Mulia-" Liok Tayjin menarik nafas lega, karena Thio Han Liong tidak
menghukum mati dirinya-
"Liu Teng san, lepaskan
topi dan pakaian dinasnya" Thio Han Liong memberi perintah kepada mantan
pemimpin pengawal itu.
"ya, yang Mulia."
Liu Teng san segera melepaskan topi dan pakaian dinas pembesar Liok- seketika
juga Lo Tek Hang dan lainnya bersorak sorai penuh kegembiraan.
"Liok Tung Hang, sekarang
engkau boleh bangun" ujar Thio Han Liong.
"Terima kasih yang
Mulia," ucap Liok Tung Hang sambil bangkit berdiri dengan wajah pucat
pias.
"Liok Tung Hang, cepat
ambil semua surat-surat penting dari istana maupun surat-surat penting rumah
para penduduk kota ini, yang telah disita semua surat-surat harus ditaruh di
atas meja sidang"
"ya, yang Mulia."
"Setelah itu, engkau ke
mari menghadapku lagi"
"ya, yang Mulia-"
Liok Tung Hang segera melaksanakan perintah itu, setelah itu, ia kembali
menghadap Thio Han Liong.
"yang Mulia, semua
surat-surat penting itu sudah berada di atas meja sidang."
"Ng" Thio Han Liong
mengangguk-
"Liok Tung Hang, sekarang
engkau harus membawa keluargamu pulang ke kampung halaman, semua hasil
korupsimu harus dibawa ke mari Kalau tidak- engkau pasti dihukum penggal
kepala"
"ya, yang Mulia,"
ucap Liok Tung Hang lalu segera meninggalkan tempat itu dengan kepala
tertunduk.
"sim Huai Beng" seru
Thio Han Liong.
"Hamba menghadap yang
Mulia-" sim Huai Beng segera berlutut di hadapan Thio Han Liong.
"seharusnya engkau
kuhukum, tapi mengingat engkau cuma melaksanakan perintah Liok Tung Hang, maka
kubebaskan gngkau dari hukuman."
"Terima kasih, yang
Mulia," ucap sim Huai Beng terharu atas kebaikan Thio Han Liong.
"Bangunlah"
"Terima kasih, yang
Mulia." Sim Huai Beng segera bangkit berdiri
"Liu Teng san"
panggil Thio Han Liong.
Hamba siap menerima perintah,
yang Mulia." Liu Teng san berlutut.
"Engkau tetap sebagai
pemimpin para pengawal di sini, sim Huai Beng termasuk bawahanmu," ujar
Thio Han Liong.
"Terima kasih, yang
Mulia," ucap Liu Teng san.
"Bangunlah" Thio Han
Liong tersenyum.
"Terima kasih, yang
Mulia." Liu Teng san segera bangkit berdiri, lalu mundur, sim Huai Beng
cepat-cepat mendekatinya, ternyata ia minta maaf kepada Liu Teng san.
"Lo Tek Huang"
panggil Thio Han Liong.
Hamba menghadap, yang
Mulia," ucap Lo Tek Huang sambil berlutut.
Hamba...."
"Lo Tek Huang, hari ini
engkau kulantik menggantikan kedudukan Liok Tung Hang."
"Hah? Apa?" Mulut Lo
Tek Huang ternganga lebar-"Hamba...-"
"Lo Tek Huang, engkau
harus menerima jabatan itu." tegas Thio Han Liong.
Kalau Liok Tung Hang membawa
hasil korupsinya ke mari, sebagian dikembalikan kepada penduduk kota ini,
sebagian dimasukkan ke kas kerajaan. Aku yakin engkau dapat melaksanakan tugas
ini dengan baik-"
"ya, yang Mulia-"
"Thio Sui Ing"
panggil Thio Han Liong.
"Hamba datang
menghadap-" Thio sui Ing juga berlutut di sisi Lo Tek Huang~
"Apa yang harus kulakukan
yang Mulia?"
"Engkau dan Lo Tek huang
harus segera menikah" sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Rumah Liok Tung Hang
kusita untuk dihadiahkan kepada kalian."
"Terima kasih, yang
Mulia," ucap Lo Tek Huang dan Thio Sui Ing serentak dengan wajah
berseri-seri.
"semua rumah yang telah
disita itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, hartawan mana yang berani
melawan, tangkap saja dan hukum mereka"
"ya, yang Mulia."
"Buatkan laporan secara
terperinci untuk diserahkan ke istana" pesan Thio Han Liong.
"ya, yang Mulia."
"Nah, kalian boleh bangun
sekarang."
"Terima kasih, yang
Mulia." Lo Tek Huang dan Thio sui Ing bangkit berdiri dengan wajah
berseri-seri-
"Liu Teng san"
panggil Thio Han Liong.
Hamba menghadap yang
Mulia." Liu Teng san segera berlutut.
"Pakaikan topi dan
pakaian dinas kepada Lo Tek Huang" perintah Thio Han Liong.
"ya, yang Mulia."
Liu Teng san segera melaksanakan perintah itu.
Kini Lo Tek Huang sudah
mengenakan topi dan pakaian dinas, namun wajahnya agak tampak kemerah-merahan.
"Lo Tek Huang," ujar
Thio Han Liong sambil tersenyum. "Mulai sekarang engkau adalah Lo
Tayjin,"
"Terima kasih, yang
Mulia," ucap Lo Tek Huang sambil berlutut.
"Banguniah"
"Terima kasih, yang
Mulia-" Lo Tek Huang bangkit berdiri-
"Liu Teng San, engkau
harus baik-baik menjaga Lo Tayjin" -Pesan Thio Han Liong.
"Jangan melalaikan
tugasmu itu"
"ya, yang Mulia."
"Nan urusan sudah
beres." Thio Han Liong tersenyum.
"Paman Lo, Paman Thio,
kelak kita akan minum bersama lagi."
Mendadak Thio Han Liong
melesat pergi, begitu cepat laksana kilat sehingga membuat mereka terbelalak
semua.
"Lo Tek Huang..."
sayup-sayup masih terdengar suara seruannya,
"jadilah pembesar yang
adil dan bijaksana..."
"ya, yang Mulia" Lo
Tek Huang segera menjatuhkan diri berlutut, begitu pula Thio sui Ing, Liu Teng
san, sim Huai Beng dan para pengawal.
"Ha ha ha Ha ha
ha..." Lo Ah sam dan Thio yauw song tertawa terbahak-bahak-
"Tak disangka pemuda itu
adalah wakil kaisar...."
"Bahkan..." tambah
Thio yauw song sambil tertawa gembira.
"Dia semarga dengan
aku."
"Betul" Lo Ah sam
tertawa gelak- "Ha ha ha—"
-ooo00000ooo-