Bab 48 Wajah Thio Bu Ki Dan Tio Beng Pulih
Enam, tujuh hari kemudian,
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu sudah tiba di pesisir utara. Di saat Thio Han
Liong menengok ke sana ke mari, tiba-tiba terdengar suara seruan yang penuh
kegembiraan.
"Han Liong Han
Liong..."
seorang lelaki berlari-lari
menghampiri mereka dengan wajah berseri-seri, ternyata Kwa Kiat Lam.
"Paman Kwa" Betapa
gembiranya Thio Han Liong.
"Han Liong" Kwa Kiat
Lam tertawa gembira.
"Ha ha ha Kini engkau
telah dewasa, tapi... kenapa badanmu agak kurus?"
"Aku...." Thio Han
Liong menghela nafas panjang,
kemudian memperkenalkan An Lok
Kong Cu.
"Paman Kwa, ini temanku,
namanya Cu An Lok." "Ha ha ha" Kwa Kiat Lam tertawa
terbahak-bahak. "Cu An Lok, aku senang sekali bertemu denganmu"
Aku pun senang sekali bertemu
Paman Kwa," sahut An Lok Kong cu sambil memberi hormat.
"Han Liong, sudah hampir
delapan tahun engkau tidak ke pulau Hong Hoang TO. sekarang engkau dan temanmu
ini mau ke pulau itu?" tanya Kwa Kiat Lam.
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Aku rindu sekali kepada
ke dua orangtua ku, mari kita berlayar sekarang"
"Baik," Kwa Kiat Lam
persilakan mereka naik ke kapal.
Tak seberapa lama kemudian,
mereka mulai meninggalkan pesisir utara. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
berdiri di haluan. An Lok Kong cu memandang laut nan luas itu dengan wajah
berseri-seri.
"Wuah" serunya tak
tertahan.
"sungguh indah
pemandangan laut Aku tak menyangka pemandangan laut sedemikian indah
menakjubkan"
"Apalagi disaat senja,
kita akan menyaksikan sang surya tenggelam ke dalam laut." Thio Han Liong
memberitahukan.
"oh?" An Lok Kong cu
tersenyum.
Kakak Han Liong, ada apa di
pulau Hong Hoang To?" tanyanya.
"Ada burung-burung Hong
Hoang (Phoenix)."
"Burung itu sudah langka.
Aku hanya melihat burung tersebut dari gambar. Tak disangka di pulau itu
terdapat burung Hong Hoang."
"Burung itu sangat jinak.
engkau bisa membelainya." Thio Han Liong memberitahukan.
"Bahkan amat indah,
bulunya warna-warni dan mengkilap." An Lok Kong cu tampak gembira sekali.
"Apakah burung itu dapat ditunggangi?"
"Burung itu tidak begitu
besar, bagaimana mungkin dapat ditunggangi?" Thio Han Liong menggelengkan
kepala.
"sayang sekali" ujar
An Lok Kong cu.
"Kalau burung itu kuat
dan besar, aku ingin menunggang burung itu agar bisa melihat-lihat pulau itu
dari atas."
"Kalau begitu, engkau
boleh duduk dipundakku," ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Aku akan meloncat ke
atas menggunakan ginkang. Nah, bukankah engkau bisa melihat pulau itu dari
atas"
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu cemberut.
"Jangan mengada-ada"
"Aku tidak
mengada-ada." Thio Han Liong tersenyum, lagi. "Itu kalau engkau mau
duduk di pundakku."
Engkau konyol ah" An Lok
Kong cu memukul dada Thio Han Liong, namun kemudian malah mendekap di situ.
Thio Han Liong membelainya. An Lok Kong cu bergirang dalam hati, karena kini
Thio Han Liong tampak tidak begitu berduka lagi. Wajahnya tampak mulai cerah
ketika angin menerpanya.
Kakak Han Liong, bagaimana
kalau ke dua orang-tuamu tidak sudi menerimaku di pulau itu?" tanya An Lok
Kong cu setengah berbisik,
Jangan khawatir" sahut
Thio Han Liong.
" Ke dua orangtua ku
tidak berhati sempit, percayalah"
"syukurlah kalau
begitu" ujar An Lok Kong cu dan menambahkan,
"Tapi... hatiku agak
kebat-kebit."
"Itu tidak apa-apa.
Tenang saja." Thio Han Liong membelainya lagi, namun kemudian menghela
nafas panjang.
"Aaaah..."
"Kakak Han Liong" An
Lok Kong cu menatapnya seraya bertanya,
"Teringat pada Giok Cu
lagi?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Aku tidak habis pikir, kenapa
nasibnya begitu malang?"
"Mungkin sudah merupakan
suratan takdir," ujar An Lok Kong cu sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Juga memang merupakan
nasibnya...."
Beberapa hari kemudian,
sampailah mereka di pulau tersebut.
" Kakak Han Liong"
seru An Lok Kong cu terbelalak.
"sungguh indah pulau Hong
Hoang To ini, aku... aku betah di sini"
"oh?" Thio Han Liong
tersenyum, kemudian mendadak ia mengerahkan Lweekang sambil bersiul panjang.
Betapa nyaringnya suara siulan
itu, bergema ke seluruh pulau tersebut. Tak lama tampak belasan burung Hong
Hoang terbang ke arahnya, lalu melayang turun di hadapannya.
"Ha ha ha" Thio Han
Liong tertawa gembira.
"Ka-wan-kawan, kita
berjumpa lagi"
Thio Han Liong membelai
burung-burung itu. Bukan main kagumnya An Lok Kong cu ketika menyaksikan
keindahan burung tersebut.
Kakak Han Liong, bolehkah aku
membelainya?" tanya An Lok Kong cu sambil mendekati salah seekor dari
antara burung-burung itu.
"Tentu boleh." Thio
Han Liong mengangguk.
An Lok Kong cu segera menjulurkan
tangannya untuk membelai salah seekor burung itu, dan burung itu terus
memandangnya.
Kakak Han Liong" An Lok
Kong cu tersenyum. "Kenapa burung ini melototi aku?"
"Dia belum
mengenalmu," sahut Thio Han Liong dan menambahkan,
"Maka engkau harus
memperkenalkan diri"
"oooh" An Lok Kong
cu manggut-manggut.
"saudara Hong Hoang,
namaku Cu An Lok...."
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tertawa.
"Itu burung Hong Hoang
betina, engkau harus memanggilnya Cici (Kakak Perempuan)."
"Cici Hong Hoang"
panggil An Lok Kong cu sambil tertawa kecil.
Burung itu manggut-manggut,
membuat An Lok Kong cu terbelalak.
"Kakak Han Liong"
serunya sambil tertawa geli.
"Burung ini
manggut-manggut"
"Kalau- engkau nakal,
burung itu pun akan mengomel." sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"oh? Itu...." ucapan
An Lok Kong cu tidak dilanjutkan,
sebab mendadak berkelebat dua
sosok bayangan di hadapan mereka.
"Ayah Ibu" seru Thio
Han Liong girang.
Berdiri seorang lelaki dan
seorang wanita di situ. Wajah mereka tampak menyeramkan, tidak lain adalah Thio
Bu Ki dan Tio Beng.
"Han Liong...." Thio
Bu Ki dan Tio Beng terbelalak.
"Engkaukah yang bersiul
tadi?"
"Ayah Ibu...." Thio
Han Liong segera bersujud di hadapan
mereka, kemudian terisak-isak.
"Hampir delapan tahun kita
tidak berjumpa, bagaimana keadaan Ayah dan Ibu?"
Thio Bu Ki membelainya dengan
penuh kasih sayang.
"Ayah dan ibumu baik-baik
saja." Tio Beng juga membelainya.
"Bangunlah"
Thio Han Liong bangkit
berdiri. Kini giliran An Lok Kong cu bersujud di hadapan mereka.
"Paman, Bibi, terimalah
hormatku"
"Banguniah" Thio Bu
Ki segera membangunkannya.
"Anak muda, siapa
engkau?"
"Bu Ki Koko," ujar
Tio Beng sambil tersenyum. "Dia anak gadis yang menyamar sebagai
pemuda." "oh?" Thio Bu Ki menatap An Lok Kong cu dalam-dalam.
"Engkau anak gadis?"
"Ya, Paman." An Lok
Kong cu bangkit berdiri seraya memberitahukan,
"Namaku Cu Ay Ceng,
gelarku An Lok Kongcu." "An Lok Kong cu?" Thio Bu Ki mengerutkan
kening. "Engkau putri kaisar?"
"Ya, Paman." An Lok
Kong cu mengangguk.
Di saat bersamaan, tampak Kwa
Kiat Lam menghampiri mereka, lalu memberi hormat kepada Thio Bu Ki dan Tio
Beng.
"saudara Thio, apa
kabar?"
"Kami baik-baik
saja," sahut Thio Bu Ki dengan tersenyum.
"Terima kasih atas
kebaikanmu mengantar mereka ke mari."
"sama-sama," sahut
Kwa Kiat Lam sambil tertawa.
"Mari ke gubuk kami"
ajak Thio Bu Ki lalu bersama Tio Beng melangkah pergi.
Kwa Kiat Lam, Thio Han Liong
dan An Lok Kong cu langsung mengikutinya. An Lok Kong Cu berjalan dengan kepala
menunduk.
"Adik An Lok," tanya
Thio Han Liong heran.
"Ke-napa engkau diam
saja?"
"Kakak Han Liong" An
Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kemala.
"Kelihatannya ayahmu
kurang senang akan kehadiranku di sini."
"Tidak mungkin^ Thio Han
Liong tersenyum. "Hanya saja merasa terkejut atas kehadiranmu."
"Kalau ayahmu
memarahiku," pesan An Lok Kong cu dengan suara rendah.
"Engkau harus membelaku
lho"
"Jangan khawatir"
Thio Han Liong menepuk bahunya.
"Ayahku tidak akan
memarahimu, percayalah"
Berselang beberapa saat
kemudian, mereka sudah tiba di gubuk itu. Tio Beng segera menyuguhkan teh, lalu
duduk di sisi Thio Bu Ki.
"Han Liong" Thio Bu
Ki menatapnya seraya bertanya,
"Selama delapan tahun
ini, apa yahg engkau lakukan dan apa pula yang engkau alami?"
"Ayah, aku mengalami
banyak kejadian..." tutur Thio Han Liong mengenai semua itu.
"Tapi... Giok Cu dan ke
dua orangtuanya telah meninggal."
"Sungguhi malang nasib
mereka" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Tak disangka rimba
persilatan telah berubah menjadi begitu. Namun syukurlah kini Hiat Mo Pang
telah bubar"
"Han Liong" Tio Beng
menatapnya seraya bertanya, "Engkau membawa daun soat san Ling Che?"
Thio Han Liong mengangguk,
lalu mengeluarkan daun tersebut dan diberikan kepada ayahnya.
Thio Bu Ki menerima daun itu
lalu menciumnya, sejenak kemudian barulah manggut-manggut sambil tersenyum.
"Beng Moy," ujarnya
kepada Tio Beng. "Kemung-kinan besar wajah kita akan pulih."
"oh?" Tio Beng tampak gembira sekali.
"Daun soat san Ling che
itu dapat menyembuhkan wajah kita?"
"Rasanya bisa." Thio
Bu Ki mengangguk.
"soat San Ling che
bagaikan buah dewa dalam dongeng, tak disangka Han Liong justru telah makan
buah itu. Aku yakin Lweekangnya jauh lebih tinggi dariku."
"syukurlah kalau
begitu" ucap Tio Beng.
"Tapi aku tidak habis
pikir, siapa sebetulnya BuBeng sian su?" ujar Thio Bu Ki sambil menghela
nafas.
"usia-nya lebih tua dari
Guru Besar Thio sam Hong, dan berkepandaiannya pun telah mencapai kesempurnaan.
Namun beliau malah tak dikenal orang, itu sungguh luar biasa"
"Ayah" Thio Han
Liong memberitahukan.
"BuBeng sian su juga
kenal sin Tiauw Tayhiap-Yo Ko dan siauw Liong Li, bahkanjuga kenal Tong Sia, si
TOk, Lam Ti dan Pak Kay. Tapi mereka justru tidak tahu BuBeng sian su
kepandaiannya begitu tinggi. sebab beliau tidak pernah memamerkan
kepandaiannya, lagi pula tidak pernah bertarung dengan siapa pun."
"Han Liong, engkau
sungguh beruntung bertemu dengan beliau" ujar Thio Bu Ki.
"Bahkan beliau pun
mengajarmu Kian Kun Taylo sin Kang. Ayah masih tidak mengerti, apa bedanya Kian
Kun Taylo Ie sin Kang dengan Kian Kun Taylo sin Kang?"
"Kata beliau, Kian Kun
Taylo sin Kang dapat mengembalikan Lweekang lawan sekaligus menyerangnya dengan
Lweekangnya sendiri" Thio Han Liong memberitahukan.
"oh?" Thio Bu Ki
tampak kurang percaya.
"Han Liong, mari kita ke
pekarangan sebentar, ayah ingin tahu bagaimana Kian Kun Taylo sin Kang yang
engkau miliki itu"
"Baik, Ayah." Thio
Han Liong mengangguk.
Mereka berdua segera berjalan
ke luar. Tio Beng dan lainnya juga ikut ke luar. Thio Bu Ki dan Thio Han Liong
berdiri berhadapan berjarak kurang lebih tiga depa.
"Bersiap-siaplah"
ujar Thio Bu Ki.
"Ayah akan menyerangmu
dengan Kiu yang sin Kang, engkau harus menangkis dengan Kian Kun Taylo sin Kang
Ayah cuma mengeluarkan tiga bagian Lweekang Kiu Yang sin Kang, engkau mau
mengeluarkan berapa bagian Kian Kun Taylo sin Kang mu, terserah."
"Ya, Ayah." Thio Han
Liong mengangguk.
"Han Liong,
hati-hati" pesan Thio Bu Ki.
"Ayah mulai menyerangmu
dengan Kiu Yang sin Kang."
Thio Han Liong mengangguk,
sedangkan Thio Bu Ki telah menyerangnya. Thio Han Liong tidak berkelit
melainkan langsung manangkis dengan Kian Kun Taylo sin Kang menggunakan jurus
Kian Kun Taylo Bu Pien (Alam semesta Tiada Batas-. BLam Terdengar suara
benturan.
Thio Han Liong termundur-
mundur beberapa langkah, sedangkan Thio Bu Ki terpental beberapa depa. setelah
berdiri tegak, ia memandang Thio Han uong dengan mata terbelalak.
"Bu Ki Koko" Tio
Beng mendekatinya seraya berkata.
" Engkau tidak terluka
dalam?"
"Tidak." Thio Bu Ki
menarik nafas dalam-dalam.
"Tak disangka begitu
lihay ilmu Kian Kun Taylo sin Kang itu. Kalau tadi aku menyerang dengan sepenuh
tenaga, saat ini aku sudah tergeletak menjadi mayat."
"Ayah...." Thio Han
Liong mendekatinya.
"Maafkan aku...."
"Ha ha ha" Thio Bu
Ki tertawa gelak.
"Kini legalah hati ayah,
karena engkau telah memiliki kepandaian yang begitu tinggi"
"Han Liong...." Tio
Beng memandangnya sambil tersenyum.
"Tak disangka
kepandaianmu sudah begitu tinggi, ibu gembira sekali."
"Mari kita kembali ke
dalam" ajak Thio Bu Ki.
Mereka semua masuk ke dalam
rumah. sementara Kwa Kiat Lam masih memandang Thio Han Liong dengan mata tak
berkedip.
"Han Liong, kepandaianmu
itu...." Kwa Kiat Lam
menggeleng-gelengkan kepala.
"Jauh lebih tinggi dari
ayahmu."
"Paman Kwa," sahut
Thio Han Liong dengan jujur.
"Itu dikarenakan aku
makan soat san Ling che, kalau tidak Lweekangku tidak akan begitu tinggi. Lagi
cula Bu Beng sian su mengajarku semacam ilmu, maka kepandaianku bertambah
tinggi."
"oooh" Kwa Kiat Lam
manggut-manggut.
"Han Liong," tanya
Tio Beng mendadak.
"Bagaimana engkau bertemu
An Lok Kong cu?" Thio Han Liong memberitahukan, setelah itu ia pun
menambahkan.
"Ayah, Ibu, aku sudah
bertemu Kaisar."
"Maksudmu Cu Goan
ciang?" tanya Thio Bu Ki sambil mengerutkan kening,
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Paman cu minta maaf
kepadaku karena penyerbuan belasan tahun yang lalu itu."
"Hmm" dengus Thio Bu
Ki.
"Dia menyuruh para Dhalai
Lhama itu ke mari untuk membunuh ayah dan ibumu, kini malah minta maaf?"
"Aya^" Thio Han
Liong memberitahukan.
"Sesungguhnya Paman cu
tidak menyuruh mereka membunuh ayah dan ibu, itu adalah perbuatan para Dhalai
Lhama."
"Itu cuma alasan
belaka" ujar Thio Bu Ki.
"Itu bukan alasan, memang
begitu," ujar Thio Han Liong.
"Para Dhalai Lhama itu
menghendaki kitab pusaka Kiu Yang dan Kiu In cin Keng, maka turun tangan jahat
terhadap ayah."
"oh?" Kening Thio Bu
Ki berkerut. Ia masih ingat belasan tahun yang lalu, para Dhalai Lhama itu
memaksanya menyerahkan ke dua kitab pusaka tersebut, kemudian menangkap Thio
Han Liong. Pada waktu itu pemimpin pasukan pilihan bernama Lie We Kiong sama
sekali tidak membantu para Dhalai Lhama. sesungguhnya di saat itu Lie Wie Kiong
bisa turun tangan membunuh Thio Han Liong, tapi tidak dilakukannya. oleh karena
itu, Thio Bu Ki mulai percaya akan keterangan putranya.
"Paman" ujar An Lok
Kong cu.
"Itu memang benar.
sebelum para Dhalai Lhama dan Lie Wie Kiong berangkat ke mari, ayahku memang
berniat membunuh Paman. Namun malam harinya, ayahku terus berpikir dan teringat
akan satu hal, yakni apabila tiada Thio Bu Ki tiada dinasti Beng dan ayahku pun
tidak bisa menjadi kaisar, maka... keesokan harinya, ayahku berpesan kepada Lie
Wie Kiong dan para Dhalai Lhama, tidak boleh membunuh Paman, harus undang Paman
ke istana secara baik-baik, Tak tak disangka para Dhalai Lhama itu justru
membunuh Bibi Ci Jiak dan melukai paman, bahkan menyerang Paman dan Bibi dengan
Liak Hwee Tan."
"Kong cu," tanya Tio
Beng sambil menatapnya.
"Benarkah keteranganmu
itu?"
"Apabila aku bohong, aku
pasti disambar petir" sahut An Lok Kong cu.
"Ngmmm" Tio Beng
manggut-manggut, kemudian memandang Thio Bu Ki sambil tersenyum dan berkata,
"Bu Ki Koko, An Lok Kong
cu menyamar sebagai pemuda, itu membuatku teringat akan masa lalu."
"Betul." Thio Bu Ki
tersenyum.
Engkau pun pernah menyamar
sebagai pemuda, sehingga aku sama sekali tidak tahu bahwa engkau anak
gadis."
"Ayah" Thio Han
Liong memberitahukan.
Ketika aku bertemu Adik An
Lok, aku pun tidak tahu bahwa dia anak gadis. setelah aku ke Kotaraja
menemuinya di istana An Lok, barulah aku tahu bahwa dia anak gadis, juga putri
kaisar."
"Han Liong." tanya
Thio Bu Ki.
"Bagaimana sikap Cu Goan
ciang terhadapmu?"
"Baik sekali," jawab
Thio Han Liong dan menambahkan.
"Paman Cu pun menyerahkan
sebuah Tanda Perintah kepadaku, agar aku menghukum pembesar korup dan pembesar
yang berbuat sewenang-wenang."
Thio Han Liong memperlihatkan
Tanda Perintah itu Thio Bu Ki memandang Tanda Perintah itu, kemudian menghela
nafas panjang.
"Cu Goan ciang memang
cerdik, Dia tahu ayah dan engkau tidak mau menjadi pejabat tinggi, maka
menyerahkan Tanda Perintah Kaisar itu kepadamu. Itu berarti engkau adalah
wakilnya," ujar Thio Bu Ki dan melanjutkan.
"Namun engkau harus
merasa bangga, karena Cu Goan ciang mempercayaimu."
"Paman." sela An Lok
Kong cu dengan wajah berseri-seri.
"Ayahku memang sangat
mempercayai Kakak Han Liong, bahkan juga amat menyukainya."
"oh?" Thio Bu Ki
menatapnya.
"Kong cu, kenapa ayahmu
menjadi begitu baik terhadap Han Liong?"
"Paman jangan memanggilku
Kong cu, panggil saja namaku" ujar An Lok Kong cu dengan sungguh-sungguh .
"Baik," Thio Bu Ki
manggut-manggut.
"Han Liong memanggilmu
adik An Lok, maka aku memanggilmu An Lok saja."
"Terima kasih
Paman," ucap An Lok Kong cu dan memberitahukan.
"ayahku begitu baik
terhadap Kakak Han Liong, itu dikarenakan ayahku pernah berbuat salah terhadap
Paman, maka ayahku ingin menebus kesalahan itu.^
"Oooh" Thio Bu Ki
manggut-manggut.
Ketika aku mau berangkat ke
desa Hok An untuk menghibur Kakak Han Liong, ayahku pun berpesan agar membujuk
Kakak Han Liong mengajakku ke pulau ini. setelah itu aku harus mengundang Paman
dan Bibi ke Kotaraja, ayahku ingin bertatap muka dengan paman dan Bibi"
"Itu...." Thio Bu Ki
memandang Tio Beng.
Bagian 25
"An Lok," ujar Tio
Beng sambil tersenyum.
"Kami tidak berani
berjanji tentang itu, karena... lihatlah wajah kami yang telah rusak ini
Bisakah kami ke Kota raja?"
"Bukahkah Kakak Han Liong
membawa daun Soat San Ling. che? Daun itu dapat menyembuhkan wajah Paman dan
Bibi kan?"
"Itu belum tentu,"
sahut Thio Bu Ki.
"Tapi kami akan
mencobanya,"
"Seandainya wajah Paman
dan Bibi pulih, tentunya sudi ke Kotaraja kan?" An Lok Kong cu memandang
mereka dengan penuh harap.
"Itu akan kami pertimbangkan
setelah wajah kami pulih," ujar Thio Bu Ki kemudian memandang Kwa Kiat Lam
seraya berkata.
"Saudara Kwa tinggallah
engkau di sini beberapa hari"
"Tentu." Kwa Kiat
Lam tersenyum.
"Sebab aku masih harus
mengantar mereka ke Tionggoan."
"Terima kasih Paman
Kwa," ucap Thio Han Liong.
"Han Liong" Thio Bu
Ki menatapnya tajam.
"Kapan engkau akan pergi
mencari Hiat Mo untuk membuat perhitungan?"
"Itu..." pikir Thio
Han Liong sejenak, lalu melanjutkan. "Setelah Ayah dan ibu ke
Kotaraja."
"Han Liong...." Thio
Bu Ki tersenyum.
"Engkau juga menghendaki
kami ke Kotaraja?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Sebab Adik An Lok
bermaksud baiki sedangkan ayahnya juga bertujuan yang benar, yakni ingin
menjernihkan kesalahpahaman belasan tahun yang lalu itu."
"oh?" Thio Bu Ki
menatapnya, lama sekali barulah berkata.
"Baik, kalau wajah ayah
dan ibu pulih, kita berangkat bersama ke Kotaraja."
"Terima kasih,
Paman," ucapan Lok Kong cu dengan wajah berseri.
"Ngmm" Thio Bu Ki
manggut-manggut, kemudian memandang Thio Han Liong seraya berkata.
"Kini kepandaianmu sudah
tinggi sekali, apakah engkau berniat pergi mencari para Dhalai Lhama itu?"
"Ayah, aku memang ingin
membuat perhitungan dengan mereka," sahut Thio Han Liong.
Thio Bu Ki menghela nafas panjang.
"Itu telah berlalu,
engkau tidak usah mencari mereka lagi."
"Ayah..." Thio Han
Liong heran.
"Ayah tahu kini
Iweekangmu telah sempurna, tapi...." Thio
Bu Ki menggeleng-gelengkan
kepala.
"Mereka berjumlah
sembilan orang, ilmu itu sungguh sulit dihadapi."
"Ayah" Thio Han
Liong memberitahukan.
"Bu Beng siansu sudah
memberi petunjuk kepadaku, bagaimana cara memecahkan ilmu itu. Maka aku harus
mencari para Dhalaai Lhama itu."
"Kakak Han Liong,"
sela An Lok Kong Cu.
"Guru-guruku memiliki
ilmu Ie Kang Tui Tik yang amat lihay dan dahsyat, engkau harus
berhati-hati."
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"An Lok," tanya Thio
Bu Ki. "Para Dhalai Lhama itu guru-gurumu?"
"Ya, Paman" An Lok
Kong Cu mengangguk dan menambahkan.
"Tapi aku tidak akan
membela guru-guruku itu, sebab mereka yang bersalah dalam hal itu. Tapi....
Kakak Han Liong, janganlah engkau membunuh para Dhalai Lhama itu"
"Baiklah," sahut
Thio Han Liong.
"Terima kasih Kakak Han
Liong," ucap An Lok Kong Cu.
"Oh ya Kalian mengobrol
di sini saja" ujar Thio Bu Ki.
"Kami mau ke kamar
mengobati wajah, mudah-mudahan bisa pulih"
"Ayah," tanya Thio
Han Liong.
"Kapan bisa tahu
hasilnya?"
"Tiga hari," sahut
Thio Bu Ki.
"Kalau tidak bisa pulih,
berarti tidak ada obat lain yang dapat menyembuhkannya."
"Ayah," ujar Thio
Han Liong sambil tersenyum.
"Bu Beng siang su yang
mengatakan daun soat san Ling Che itu dapat menyembuhkan wajah Ayah dan ibu,
maka aku yakin akan itu."
"Mudah-mudahan" ucap
Thio Bu Ki, lalu masuk ke dalam bersama isterinya.
Tiga hari kemudian, Thio Bu Ki
dan Tio Beng membersihkan muka yang ditempeli daun soat san Ling Che, setelah
itu mereka saling memandang. seketika mereka berseru tak tertahan.
"Bu Ki Koko
Wajahmu...."
"Beng Moy
Wajahmu...."
Ternyata wajah mereka telah pulih.
Dapat dibayangkan betapa gembiranya hati mereka.
Kemudian mereka
berpeluk-pelukkan. Lama sekali barulah mereka berjalan keluar. Kini usia mereka
sudah hampir lima puluh tahun, tapi setelah wajah mereka pulih, mereka tampak
gagah dan cantik.
Thio Han Liong, An Lok Kong Cu
dan Kwa Kiat Lam sedang bercakap-cakap di pekarangan. Ketika mendengar suara
langkahi mereka segera menolehkan kepalanya dan terbelalak.
"Ayah, ibu...."
"Paman, Bibi...."
Sedangkan Kwa Kiat Lam terus
memandang mereka dengan mata terbelalak dan mulutnya ternganga lebar.
"Wajah kami telah pulih,
ini... ini sungguh diluar dugaan" ujar Tio Beng dengan suara agak
bergetar-getar saking gembiranya.
"Selamat, Ayah selamat
ibu" ucap Thio Han Liong. "Paman, Bibi" ucap An Lok Kong Cu sambil
tersenyum. "Kuucapkan selamat pada Paman dan Bibi."
"Terima kasih, Terima
kasih...." Thio Bu Ki dan Tio Beng
tersenyum.
"Ha ha ha" Kwa Kiat
Lam tertawa gelak.
"Selamat, selamat"
"Ha ha ha" Thio Bu
Ki tertawa terbahak-bahak,
"Kalau Han Liong tidak
memperoleh soat san Ling Che, wajah kami pasti tidak bisa pulih, selamanya kami
bermuka menyeramkan bagaikan muka setan iblis."
"Ayah, ibu." ujar
Thio Han Liong dengan suara rendah. "Jangan melupakan janji itu"
"Janji apa?" tanya Thio Bu Ki
"Bukankah Ayah sudah
berjanji, apabila wajah Ayah dan ibu sudah pulih, maka Ayah dan ibu akan pergi
ke Kotaraja?" sahut Thio Han Liong memberitahukan.
"Tidak baik Ayah ingkar
janji."
"Itu...." Thio Bu Ki
memandang Tio Beng seakan minta
pendapat.
"Karena engkau telah
mengatakan begitu, haruslah ditepati" ujar Tio Beng dan menambahkan,
"Janganlah kita
mengecewakan mereka. Mereka menghendaki kita ke Kotaraja, sudah pasti ada
maksud tertentu."
"Oh?" Thio Bu Ki
tercengang.
"Mereka mempunyai maksud
apa?"
"Bu Ki koko" Tio
Beng menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau kan pernah muda,
masa sih tidak tahu maksud mereka?"
"Beng Moy, terus terang
aku tidak mengerti.Jelaskanlah" desak Thio Bu Ki.
"Mereka berdua... saling
mencinta, tentunya sangat berharap kita pergi menemui Cu Goan ciang."
Thio Bu Ki manggut-manggut,
kemudian tertawa gelak.
"Ternyata mereka
menghendaki kita dan cu Goan ciang menjodohkan mereka Ha ha ha...."
"Ayah...." wajah
Thio Han Liong memerahi begitu pula
wajah An lok Kong Cu, tapi
mereka amat girang dalam hati.
"Baiklah." Thio Bu
Ki memandang mereka.
"Besok pagi kita
berangkat ke Tionggoan."
Keesokan harinya, berlayarlah
mereka menuju Tionggoan. Betapa gembiranya An Lok Kong Cu. Ia tidak menyangka
akan berhasil mengundang ke dua orangtua Thio Han Liong ke Kotaraja.
Beberapa hari kemudian, mereka
sudah tiba di pesisir utara. Thio Bu Ki, Tio Beng, Thio Han Liong dan An Lok
Kong Cu berpamit kepada Kwa Kiat Lam.
"Saudara Kwa, kami pamit
dulu," ujar Thio Bu Ki.
"Ha ha ha" Kwa Kiat
Lam tertawa gelak.
"Aku tidak akan pergi ke
mana-mana, tetap berada di pesisir utara ini. Kapan kalian mau pulang ke pulau
Hong Hoang To, aku pasti mengantar."
"Terima kasih, saudara
Kwa," ucap Thio Bu Ki.
"Sampai jumpa"
"Selamat jalan"
sahut Kwa Kiat Lam.
Thio Bu Ki dan lainnya
meninggalkan pesisir utara. Di tengah jalan Thio Bu Ki berkata.
"Sudah lama aku tidak
bertemu Thay suhu danpara supek, bagaimana kalau kita singgah ke gunung Bu Tong
dulu?"
"Itu memang baik
sekali," sahut Tio Beng.
"Aku pun amat rindu
kepada mereka."
"Ini merupakan suatu
kesempatan, kita harus mengunjungi Bu Tong Pay dulu," ujar Thio Han Liong,
lalu bertanya kepada An Lok Kong cu.
"Engkau setuju?"
"Tentu setuju,"
sahut An Lok Kong cu cepat dengan tersenyum.
"Ha ha ha" Thio Bu
Ki tertawa.
"Beng Moy, dulu engkau
tidak begitu menurut seperti An Lok, amat nakal dan bandel."
"Eh? Bu Ki koko" Tio
Beng cemberut.
"Aku pun menurut
kepadamu, kalau tidak... bagaimana mungkin engkau dapat menumbangkan Dinasti
Goan? Padahal aku adalah Putri Mongol. Demi cintaku kepadamu, maka aku
mengkhianati bangsaku sendiri lho"
"Aku tahu itu Beng Moy.
Karena itu, hingga saat ini dan selanjutnya, aku tetap mencintaimu. Nah,
bukankah cintaku kepadamu tak pernah luntur?" ujar Thio Bu Ki sambil
tersenyum.
"Bu Ki koko..." Tio
Beng tersenyum bahagia.
Menyaksikan itu Thio Han Liong
dan An Lok Kong Cu saling memandang, kemudian An lok Kong cu tertawa geli.
"Hi hi hi Paman dan Bibi
sungguh bahagia. sudah berusia hampir setengah abad, namun masih tetap saling
mencinta. Itu merupakan contoh yang baik bagi Kakak Han Liong."
"An Lok" Tio Beng
tersenyum.
"Bilang saja engkau
menghendaki Han Liong mencintaimu selama-lamanya Ya, kan?
"Bibi...." wajah An
Lok Kong Cu langsung memerah.
"Ha ha ha"Thio Bu Ki
tertawa.
"Han Liong, engkau harus
mencintai An Lok seperti ayah mencintai ibumu."
"Ya, Ayah." Thio Han
Liong mengangguk.
Padahal ia masih teringat Tan
Giok Cu, tapi ekspresi wajahnya tidak memperlihatkan itu, agar An Lok Kong Cu
tidak tersinggung.
Beberapa hari kemudian, mereka
sudah tiba di gunung Bu Tong. Mendadak muncul beberapa murid Bu Tong Pay Begitu
melihat Thio Han Liong, mereka segera memberi hormat.
"Han Liong..."
"Mari kuperkenalkan"
sahut Thio Han Liong.
"Ini Ayah dan ibuku"
"Apa?" Murid-murid
Butong Pay itu terbelalak.
"Aku harus segera pergi
melapor kepada guru"
Salah seorang murid Butong Pay
langsung melesat ke atas, yang lain mempersilakan mereka ke siang cing Koan,
kuil Bu Tong Pay.
Betapa gembiranya song wan
Kiauw Jie Lian ciu Jie Thay Giam dan Tho siong Kee. Mereka berempat menghambur
ke luar menyambut kedatangan Thio Bu Ki.
"Supek" seru Thio Bu
Ki sambil bersujud, begitu pula Tio Beng, Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu.
"Bangunlah" song Wan
Kiauw membangunkan Thio Bu Ki.
"Eeeh? Kata Han Liong
wajah kalian berdua rusak berat, tapi kok tidak?"
"Diobati dengan daun soat
san Ling che, maka wajah kami pulih." Thio Bu Ki memberitahukan.
"Oooh" song Wan
Kiauw manggut-manggut.
"Mari kita masuk"
Mereka masuk ke siang Cin
Koan, lalu duduk di ruang depan jie Lian ciu memandang mereka seraya berkata.
"Tak disangka kita
bertemu lagi. Dua puluh tahun lebih rasanya begitu cepat berlalu."
"Ya." Thio Bu Ki
manggut-manggut.
"Supek bagaimana keadaan
Thay suhu ? Beliau baik-baik saja ?"
"Suhu baik-baik saja,"
sahut Jie Lian ciu, lalu menatap Thio Han Liong seraya berkata.
"Kami sudah mendengar
tentang kejadian di lembah Pek Yun Koki namun masih kurang jelas, lebih baik
engkau tuturkan lagi."
Thio Han Liong mengangguk lalu
menutur semua kejadian itu sejelas-jelasnya termasuk kejadian di gunung soat
san.
"Bu Beng sian su ?"
Jie Lian ciu mengerutkan kening.
"Aku sama sekali tidak
pernah mendengar tentang Bu Beng sian su itu. Betulkah sian su itu begitu lihay
dan tinggi kepandaiannya? "
"Betul, Kakek Jie."
Thio Han Liong mengangguk. "Beliaupun mengajarku ilmu Kian Kun Taylo sin
Kang." "Oh?" terbelalak Jie Lian cu.
"Ilmu itu hebat sekali.
Aku menyerang Han Liong dengan Kiu Yang sin Kang, dia menangkis dengan ilmu
itu, sehingga membuat aku terpental." Thio Bu Ki memberitahukan, sekaligus
menjelaskan mengenai ilmu Kian Kun Taylo sin Kang.
"Haaahi..?"Jie Lian
ciu dan yang lainnya terbelalak. "Begitu hebat ilmu Kian Kun Taylo sin
Kang itu?" "Benar." Thio Bu Ki manggut-manggut.
"Lagipula Han Liong makan
buah soat san Ling Che, yang berkhasiat menambah Iweekangnya. selain itu ia pun
memperoleh petunjuk dari Bu
Beng sian su. oleh karena itu, kini kepandaiannya telah jauh berada di atas
kepandaianku. "
"Syukurlah" ucap Jie
Lian ciu.
Setelah bercakap-cakap sejenak,
barulah mereka ke ruang meditasi menemui Guru Besar Thio sam Hong. Dapat
dibayangkan betapa gembiranya Guru Besar itu.
"Ha ha ha" Thio sam
Hong tertawa gelak.
"Bu Ki, tak kusangka
masih bisa bertemu engkau. Kini...
tenanglah hatiku"
"Thay suhu...." Mata
Thio Bu Ki tampak basah.
Mereka bercakap-cakap cukup
lama, setelah itu barulah Thio Bu Ki dan lainnya pergi beristirahat.
Keesokan harinya, Thio Bu Ki,
Tio Beng, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melanjutkan perjalanan menuju ke
Kotaraja.