Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 54: An Lok Kong Cu Bertemu Dewi Kecapi

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 54: An Lok Kong Cu Bertemu Dewi Kecapi
Bab 54 An Lok Kong Cu Bertemu Dewi Kecapi.

An Lok Kong cu duduk melamun dekat taman bunga. Wajahnya tampak muram sekali, kelihatannya ada sesuatu yang tcrganjd dalam hatinya. Kemudian ia pun menghela nafas panjang.

"Kong cu" LanLan, dayang pribadinya menghampirinya.

"Kenapa Kong cu duduk melamun di sini?"

"Aaah..." An Lok Kong cu menghela nafas panjang lagi.

"Lan Lan, sudah dua bulan lebih...."

"Maksud Kong cu, Tuan Muda Thio?" tanya Lan Lan dengan suara rendah.

"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.

"Sudah dua bulan lebih dia pergi, tapi kenapa belum kembali?"

"Kong cu harus sabar," hibur Lan Lan.

"Aku yakin tidak lama lagi Tuan Muda Thio akan kembali."

"Lan Lan...." An Lok Kong cu menggeleng- gelengkan

kepala.

"Aku harus pergi mencarinya." "Kong cu...?" Lan Lan terperanjat. "Itu...."

"Jangan khawatir, Lan Lan" An Lok Kong cu tersenyum. "Aku pasti akan minta ijin kepada ayah." "Oooh" Lan Lan menarik nafas lega.
"Tadi aku kira Kong cu akan pergi begitu saja."

"Tentu tidak. Bagaimana mungkin aku membuat cemas ayahku?" sahut An Lok Kong cu.

"Tapi...." Lan Lan menatapnya seraya bertanya,

"Bagaimana kalau Yang Mulia tidak mengijinkannya? " "Itu tidak mungkin," jawab An Lok Kong cu yakin. "Ayah ku pasti memberi ijin, aku percaya itu." "Mudah-mudahan begitu" ucap Lan Lan.

An Lok Kong cu bangkit berdiri, lalu pergi ke istana Cu Goan ciang. Kebetulan kaisar itu sedang duduk santai di ruang istirahat sambil menikmati teh wangi. Perlahan-lahan An Lok Kong cu mendekatinya.

"Ananda memberi hormat kepada Ayahanda," ucap An Lok Kong cu sambil memberi hormat.

"Oh, Ay Ceng" Cu Goan Ciang tersenyum.

"Duduklah"

"Terima kasih, Ayahanda." An Lok Kong cu duduk.

"Ananda...."

"Ada apa, katakanlah"

"Ananda ingin pergi mencari Han Liong, mohon Ayahanda mengijinkan Ananda" ujar An Lok Kong cu dengan kepala tertunduk.

Kenapa engkau harus pergi mencarinya?" tanya Cu Goan Ciang.

"Bukankah dia akan kembali ke mari?"

"Sudah dua bulan lebih, tapi dia masih belum kembali. Maka... aku ingin pergi mencarinya."

"Nak" Cu goan ciang menatapnya.

"Kenapa engkau tidak bisa sabar menunggu? Lagipula engkau mau kc mana cari dia?"

"Ananda akan ke Tibet, dia pasti berada di sana."

"Nak...." Cu Goan ciang menggeleng-gelengkan kepala.

"Kalau pun ayah melarang, engkau juga pasti akan pergi. oleh karena itu, lebih baik ayah mengijinkanmu. Ya, kan?"

Bagian 28

"Terima kasih, Ayahanda," ucap An Lok Kong cu sambil tersenyum, sehingga wajahnya tampak berseri-seri.

"Oh ya Bagaimana setelah engkau pergi dia malah kembali?" tanya cu Goan ciang sambil memandangnya.

"Suruh dia menunggu ananda di istana An Lok, ananda pasti kembali" sahut An Lok Kong cu.

"Baiklah." cu Goan ciang manggut-manggut "Nak, kapan engkau akan pergi?" "Sekarang."

"Sekarang?" cu Goan ciang mengerutkan kening, kemudian menghela nafas panjang.

"Baiklah, tapi... engkau harus berhati-hati dan lebih baik menyamar sebagai sastrawan muda saja"

"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.

"Dan..." tambah cu Goan ciang.

"Jangan lupa membawa pedang pusaka dan bekal secukupnya"

"Terima kasih, Ayahanda," ucap An Lok Kong cu sambil memberi hormat. Wajah pun tampak cerah ceria.

"Kalau bertemu Han Liong, engkau harus langsung ajak dia pulang, jangan pesiar ke mana-mana"

"Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk. lalu meninggalkan ruangan istirahat itu untuk kembali ke istana An Lok.

An Lok Kong cu telah berangkat ke Tibet, dengan menyamar sebagai sastrawan muda. Beberapa hari kemudian, ketika ia memasuki sebuah lembah, mendadak muncul belasan orang bertampang seram, yang ternyata para perampok.

"Ha ha ha" Kepala perampok itu tertawa gelak sambil menatap An Lok Kong Cu.

"Tak disangka ada sastrawan muda melewati lembah ini Ha ha ha..."

"Siapa kalian?" tanya An Lok Kong cu dengan kening berkerut.

"Kenapa kalian menghadangku? "

"Kami perampok yang akan merampok apa yang engkau bawa" sahut kepala perampok.

"Oh?" An Lok Kong Cu tersenyum.

"Lebih baik kalian jangan menggangguku, biarlah aku lewat."

"Boleh, asal buntalanmu itu ditinggalkan di sini kami tidak akan mengganggumu"

"Tidak bisa" An Lok Kong cu menggelengkan kepala.

"Kalian tidak boleh merampok...."

"Ha ha ha" Kepala perampok itu tertawa terbahak-bahak.

"Hei sastrawan muda, kalau engkau tidak tinggalkan buntalan itu, nyawamu pasti melayang"

"Kalian...."

Pada saat bersamaan, berkelebat sosok bayangan ke arah mereka, yang tidak lain adalah Dewi Kecapi.

"Hmm" dengus Dewi Kecapi sambil menatap kepala perampok itu.

"Aku harap kalian jangan mengganggu sastrawan muda itu"

"He he he" Kepala perampok itu tertawa terkekeh-kekeh.

"Engkau sungguh cantik, kebetulan engkau muncul, jadi aku bisa bersenang-senang denganmu He he he..."

"Diam" bentak Dewi Kecapi gusar dengan mata berapi api.

"Engkau berani kurang ajar terhadapku?"

"He he Engkau sungguh cantik dan montok sudah lama aku tidak tidur dengan kaum wanita, hari ini aku beruntung sekali" ujar kepala perampok dan menambahkan.

"Gadis cantik, mari kita bersenang-senang"

"Engkau memang harus mampus" bentak Dewi Kecapi sambil menyerang dengan kecapinya.

Serangannya membuat kepala perampok itu terkejut bukan main, karena ia tidak menyangka kalau gadis cantik itu berkepandaian begitu tinggi.

"Haaah...?" Kepala perampok itu berkelit.

Akan tetapi, Dewi Kecapi telah menyerangnya lagi. Maka membuat kepala perampek itu agak kewalahan berkelit, dan mendadak meloncat ke belakang.

"Siapa engkau?" tanyanya dengan wajah agak pucat pias.

"Dewi Kecapi"

"Dewi Kecapi?"

"Ya." Dewi Kecapi manggut-manggut.

"Engkau kepala perampok hari ini bertemu aku, maka ajalmu telah tiba."

"Serang dia" seru kepala perampok itu memberi aba-aba kepada anak buahnya.

Seketika juga para anak buahnya menyerang Dewi Kecapi. Akan tetapi mendadak Dewi Kecapi menarik tali senar kecapinya. "Ting Ting Ting..."

"Aaaakh Aaaakh Aaaakh..."Terdengar suara jeritan para perampok itu, tidak tahan akan suara yang bagaikan memukul dada mereka.

"Ting Ting Ting..."

"uaaakh uaaaakh..." Para perampok itu memuntahkan darah. sedangkan kepala perampok itu terhuyung-huyung ke belakang tujuh delapan langkah dengan wajah pucat pias.

"Ting Ting Ting..." Dewi Kecapi terus memetik tali senar kecapinya membuat para perampok itu roboh satu persatu. Akhirnya kepala perampok itu pun roboh dengan mulut mengeluarkan darah, barulah Dewi Kecapi berhenti.

Setelah itu, Dewi Kecapi menghampiri An Lok Kong cu, lalu memandangnya dengan penuh perhatian.

"Terima kasih atas pertolongan Nona," ucap An Lok Kong cu.

"Hi hi hi" Dewi Kecapi tertawa.

"Tak kusangka engkau pun berkepandaian tinggi."

"Tapi kepandaianmu jauh lebih tinggi," sahut An Lok Kong cu dengan tersenyum.

"Bahkan engkau pun cantik sekali."

"Oh ya?" Dewi Kecapi menatapnya.

"Engkau pun cantik sekali."

"Aku cantik?" An Lok Kong cu tercengang.

"Hi hi hi" Dewi Kecapi tertawa cekikikan.

"Engkau kira aku tidak tahu?"

"Maksudmu?"

"Engkau adalah gadis cantik yang menyamar sebagai sastrawan muda. Engkau dapat mengelabui mata orang lain, namun tidak bisa mengelabui mataku."

"Engkau memang hebat," ujar An Lok Kong cu.

"Oh ya bolehkah aku tahu siapa engkau?"

"Aku Putri suku Hui dengan julukan Dewi Kecapi. siapa engkau dan mau ke mana?"

"Aku sedang pesiar." sahut An Lok Kong cu.

"Aku berasal dari Kotaraja."

"Ngmmm" Dewi Kecapi manggut-manggut.

"Aku yakin engkau adalah putri pejabat tinggi di Kotaraja. Ya, kan?"

"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.

"Engkau Putri suku Hui, tapi kenapa berada di Tionggoan?"

"Mari kita duduk di bawah pohon itu" ajak Dewi Kecapi. "Lebih asyik kita mengobrol di sana."

An Lok Kong cu mengangguk. Mereka berdua lalu duduk di bawah sebuah pohon dan mengobrol lagi sambil tertawa-tawa.

"Aku datang di Tionggoan untuk mencari musuh

besarku...." Dewi Kecapi memberitahukan tentang itu.

"Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut.

"Ternyata engkau ingin menuntut balas kepada Bu sim Hoat-su yang membunuh ke dua orangtuamu. Tapi... apakah engkau sanggup melawannya?"

"Kalau pun tidak sanggup, aku tetap harus melawannya." sahut Dewi Kecapi yang telah membulatkan tekadnya.

"Biar bagaimanapun, aku harus membunuhnya."

"Dewi Kecapi, aku sama sekali tidak menyangka kalau engkau Putri suku Hui." An Lok Kong cu menatapnya.

"Kini suku kalian telah bebas dari kekuasaan Dinasti Mongol, sebab Tionggoan telah kembali ke tangan bangsa Han."

"Betul." Dewi Kecapi manggut-manggut dan menambahkan.

"Mungkin tidak lama lagi, kami akan mengirim upeti untuk kaisar Beng."

"Itu tidak perlu, karena kaisar Beng sama sekali tidak pernah menindas suku Hui maupun suku lain, melainkan menghendaki perdamaian."

"Justru itu, kami amat menghormati kaisar Beng dan ingin menjalin hubungan persahabatan." Dewi Kecapi memberitahukan.

"Mungkin aku akan mewakili kepala suku Hui untuk mengantar upeti ke Kotaraja. oh ya, bolehkah aku tahu siapa namamu?"

"Namaku Cu An Lok."

"Kelak kalau aku akan ke Kotaraja, aku pasti mengunjungimu," ujar Dewi Kecapi berjanji.

"Terima kasih." ucap An Lok Kong cu.

"Tapi aku tidak tahu di mana tempat tinggalmu, aku harus ke mana mencarimu?"

"Kalau engkau tiba di istana, tanyakan kepada kepala pengawal istana, dia pasti memberitahukan di mana tempat tinggalku."

"Oooh" Dewi Kecapi manggut-manggut.

"Itu pertanda ayahmu seorang pejabat tinggi dalam istana."

"Ya." An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum. "Maaf. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu? "

"Silakan"

"Engkau sudah punya suami?"

"Belum."

"Kekasih?"

"Juga belum."

"Engkau sedemikian cantik tapi kenapa belum punya kekasih? Apakah belum bertemu pemuda idaman hati?"

"Kira- kira begitulah" Dewi Kecapi tersenyum.

"Belum lama ini aku bertemu dengan seorang pemuda Han. Dia sungguh tampan, lemah lembut, sopan, gagah dan berhati jujur."

"Oh?" An Lok Kong cu tertawa kecil.

"Siapa pemuda itu?"

"Dia berkepandaian tinggi sekali. Aku... aku amat tertarik padanya, bahkan boleh dikatakan telah jatuh hati padanya pula. Namun...." Dewi Kecapi menggeleng-ge-lengkan kepala.

"Kenapa?"

"Dia berterus terang padaku, bahwa sudah punya tunangan."

"Siapa tunangannya?"

"Aku tidak bertanya dan dia pun tidak memberitahukan, akhirnya kami berpisah."

"Engkau rindu padanya?"

"Ya." Dewi Kecapi mengangguk, kemudian menghela nafas panjang.

"Tapi dia sudah punya tunangan, lagi pula kelihatannya amat mencintai tunangannya itu."

"Dari mana engkau tahu itu?"

"Karena di belakang tunangannya, dia sama sekali tidak mau menyeleweng. Itu pertanda dia adalah pemuda sejati, juga amat mencintai tunangannya itu."

"Oh?" An Lok Kong cu tersenyum. "Sebetulnya siapa pemuda itu?" "Dia bernama Thio Han Liong."

"Hah? Apa? Thio Han Liong?" An Lok Kong cu tersentak, namun bergirang dalam hati karena memperoleh kabar berita pemuda tersebut.

"Lho?" Dewi Kecapi menatapnya heran.

"Kenapa engkau tampak begitu tegang? Kenapa sih? Engkau kenal dia?"

"Aku memang kenai dia" An Lok Kong cu mengangguk.

"Ketika berpisah denganmu, dia bilang mau ke mana?"

"Mau ke Kotaraja," sahut Dewi Kecapi.

"Engkau berasal dari Kotaraja, tentunya engkau tahu siapa tunangannya"

"Aku...." An Lok Kong cu ragu menjawabnya.

"Engkau...." Dewi Kecapi tersenyum.

"Jangan-jangan engkau juga jatuh hati padanya, namun dia sudah punya tunangan maka engkau merasa kecewa sekali."

"Aku...." An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.

"Terus terang, aku amat penasaran sekali," ujar Dewi Kecapi.

"Rasanya ingin tahu siapa tunangannya itu"

"Lho? Kenapa?"

"Memperbandingkan kecantikanku dengan kecantikan tunangannya itu. sebab aku adalah gadis yang tercantik dalam suku Hui, mungkinkah tunangannya lebih cantik dariku?"

"Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut sambil tersenyum.

"Pemuda itu sudah punya tunangan, tapi engkau..."

"Terus terang, aku masih ingin mencoba mendekatinya. Kalau dia tertarik padaku, aku pasti mengajaknya ke daerah kami."

"Oh?" An Lok Kong cu terperanjat.

"Kalau begitu secara tidak langsung engkau akan memisahkan pemuda itu dengan tunangannya."

"Cinta memang harus bersaing," sahut Dewi Kecapi.

"Tapi belum tentu aku akan berhasil mendekatinya mendekatinya."

"Kenapa?"

"Sebab dia bukan pemuda mata keranjang, lagi pula amat mencintai tunangannya. Aaaah-"

An Lok Kong Cu diam saja, namun terus memandang Dewi Kecapi dan bergirang dalam hati, sebab Thio Han Liong tidak menyeleweng di belakangnya.

"Pertama kali aku jatuh hati, tapijuga membuat aku kecewa." Dewi Kecapi menggeleng-gelengkan kepala.

"Dia pemuda baik, yang sulit dicari bandingannya." "Dewi Kecapi" An Lok Kong cu tersenyum.

"Aku yakin kelak engkau pasti ketemu pemuda idaman hati, percayalah"

"Oh ya" Dewi Kecapi menatapnya seraya bertanya. "Engkau sudah punya kekasih?" "Aku sudah punya tunangan."

"Engkau sudah punya tunangan, tapi masih tertarik pada Thio Han Liong?" Dewi Kecapi menggeleng-gelengkan kepala.

"Engkau lebih sinting daripada diriku, namun dia memang merupakan pemuda yang baik dan gagah, gadis yang manapun pasti akan tertarik padanya."

"Oh ya Engkau mau ke mana?"

"Aku mau mencari Bu sim Hoatsu. Engkau?"

"Aku harus segera pulang ke Kotaraja. Dewi Kecapi aku sungguh bergembira berkenalan denganmu. Mudah-mudahan kita akan berjumpa kembali kelak"

"Ya." Dewi Kecapi tersenyum.

"Aku pun bergembira sekali berkenalan denganmu. Kalau aku mengantar upeti ke Kotaraja, pasti mengunjungimu."

"Terima kasih," ucap An Lok Kong cu sambi memberi hormat.

"Sampai jumpa"

"Selamat jalan" sahut Dewi Kecapi.

An-Lok Kong cu tersenyum, kemudian melesat pergi laksana kilat. Dewi Kecapi berdiri termangu. la tidak menyangka An Lok Kong cu berkepandaian begitu tinggi.

"Cu An Lok..." gumam Dewi Kecapi.

"Dia menyamar sebagai sastrawan muda sudah tampak begitu cantik, apalagi berpakaian wanita. Dia sudah punya tunangan, siapa tunangannya?"

Dewi Kecapi terus berpikir hingga keningnya berkerut-kerut. Kemudian ia menggeleng-gelengkan kepala.

"Kenapa aku harus memikirkan hal itu?" Dewi Kecapi menghela nafas.

"Itu bukan urusanku, yang penting aku harus berhasil mencari Bu sim Hoatsu."

Usai bergumam, Dewi Kecapi melesat pergi untuk mencari Bu sim Hoatsu. sedangkan An Lok Kong Cu menuju ke Kotaraja,

Beberapa hari setelah An Lok Kong cu meninggalkan istana pergi mencari Thio Han Liong, pemuda itu justru tiba di Kotaraja dan langsung menuju ke istana menghadap Cu Goan ciang.

"Yang Mulia...." Thio Han Liong memberi hormat.

"Han Liong" cu Goan ciang tersenyum lembut.

"Duduklah"

"Terima kasih," ucap Thio Han Liong lalu duduk dan bertanya.

"Di mana Adik An Lok?"

"Dia tidak sabar menunggu." Cu Goan ciang memberitahukan.

"Beberapa hari yang lalu dia berangkat ke Tibet, katanya ingin menyusulmu."

"Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening.

"Dia...."

"Yaah" Cu Goan ciang menghela naf as panjang.

"Dia amat rindu padamu, lagipula sudah dua bulan lebih dia menunggu, namun engkau belum kembali."

"Terhalang oleh sedikit urusan, maka aku terlambat sampai di Kotaraja," ujar Thio Han Liong, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku tidak menyangka Adik An Lok akan berangkat ke Tibet."

"Dia berpesan, apabila engkau kembali harus menunggunya di istana An Lok." Cu Goan Ciang memberitahukan.

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"Engkau boleh ke istana An Lok sekarang untuk beristirahat," ujar cu Goan Ciang, sekaligus menyuruh seorang dayang mengantarnya ke istana itu.

"Terima kasih," ucap Thio Han Liong. la mengikuti dayang ke istana An Lok. sampai di istana itu, LanLan, dayang pribadi An Lok Kong cu menyambut kedatangannya dengan mata terbelalak.

"Tuan Muda, Kong cu...."

"Aku sudah tahu," sahut Thio Han Liong sambil duduk. "Adik An Lok tidak sabar menungguku. "

"Kong cu amat rindu pada Tuan Muda, maka...."

"Aaaah" Thio Han Liong menghela nafas panjang.

"Dia pergi seorang diri Aku khawatir akan terjadi sesuatu atas dirinya."

"Kong cu menyamar sebagai sastrawan muda, lagipula Kong cu berkepandaian tinggi sekali." ujar Lan Lan dan menambahkan.

"Tentunya Kong cu tidak akan terjadi apa-apa."

"Mudah-mudahan begitu" ucap Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Adik An Lok...."

Thio Han Liong terus menunggu di istana An Lok. Tak terasa sebulan telah berlalu. Itu sungguh mencemas-kannya, akhirnya ia pergi menemui Cu Goan ciang.

"Yang Mulia...."

"Aaaah" Cu Goan ciang menghela nafas panjang.

"Aku tahu engkau amat cemas memikirkan Ay Ceng putriku, begitu pula aku. sudah sebulan lebih dia pergi, tapi kenapa belum pulang?"

"Aku khawatir telah terjadi sesuatu atas dirinya," ujar Thio Han Liong.

"Oleh karena itu aku harus menyusulnya."

"Ngmmmr cu Goan ciang manggut-manggut.

"Engkau memang harus pergi mencarinya. Kapan engkau akan berangkat?"

"Hari ini."

"Kalau dia pulang, aku pasti menyuruhnya agar

menunggumu di istana An Lok." ujar cu ,Goan Ciang.

"Pokoknya dia tidak boleh pergi ke mana-mana lagi, harus diam di dalam istana An Lok."

"Dalam waktu satu bulan, aku pasti pulang." Thio Han Liong memberitahukan.

"Jika aku belum pulang dia harus tetap menunggu di dalam istana, tidak boleh meninggalkan istana lagi"

"Itu sudah pasti." Cu ,Goan Ciang manggut-manggut. "Setelah kalian berjumpa haruslah segera pulang." "Ya." Thio Han Liong mengangguk sekaligus ber-pamit . "Yang Mulia, aku berangkat sekarang." "Selamat jalan" sahut Cu Goan ciang. "Hati-hati dalam perjalanan"

"Ya." Thio Han Liong memberi hormat, setelah itu barulah meninggalkan istana dengan hati tercekam, karena memikirkan An Lok Kong cu.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar