Bab 58 surat undangan Dari Tong Hai sianli
Hari ini Thio Han Liong
meninggalkan gunung Altai kembali ke Tionggoan. Justru sungguh di luar dugaan,
di rimba persilatan Tionggoan telah terjadi sesuatu yang membingungkan.
Ternyata para ketua partai
menerima surat undangan dari Tong Hai sianli (Bidadari Laut Timur), agar
terkumpul di kuil siauw Lim sie pada tanggal lima belas bulan delapan.
Para ketua terheran-heran
setelah menerima surat undangan itu, sebab mereka sama sekali tidak kenal Tong
Hai sianli. Tak lama mulai tersebar tentang itu, maka kaum rimba persilatan
terus menerus memperbincangkan surat undangan tersebut.
Yang paling bingung adalah
Kong Bun Hong Tio, ketua siauw Lim Pay dan Kong Ti seng Ceng. Ke dua padri tua
itu tidak habis pikir tentang itu.
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio sambil menghela nafas panjang.
"Siapa Tong Hai sianli
itu dan kenapa dia mengundang para ketua berkumpul di sini?"
"Suheng " sahut Kong
Ti seng Ceng.
"Aku yakin Tong Hai
sianli berasal dari Tong Hai (Laut Timur), namun aku tidak tahu apa sebabnya
dia mengundang para ketua untuk berkumpul di kuil kita. Itu... sungguh
membingungkan"
"Mungkinkah dia berniat
jahat?" tanya Kong Bun Hong Tio sambil mengerutkan kening.
"Aaaah..." Kong Ti
seng Ceng menghela nafas panjang.
"Itu sulit diduga. Namun
yang jelas para ketua pasti akan berkumpul di sini."
"omitohud" sahut
Kong Bun Hong Tio.
Mereka meninggalkan ruang itu
dan menuju ruang depan.
Tampak beberapa orang berdiri
di ruang itu.
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio.
"Apa pula yang akan
terjadi? Rimba persilatan baru tenang, kini mulai bergelombang lagi."
Mendadak muncul Goan Hian
Hweeshio, yang setelah memberi hormat lalu melapor.
"guru, di luar ada
tamu"
"Siapa tamu itu?"
"Tong Hai sianli bersama
beberapa orang yang terdiri dari lelaki dan wanita. Mereka menunggu di ruang
depan."
"Tong Hai sianli?"
Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng saling memandang. Mereka tidak
menyangka kalau Tong Hai sianli akan berkunjung ke kuil siauw Lim.
"Ya." Goan Hian
Hweeshio mengangguk. "Baiklah." Kong Bun Hong Tio manggut-manggut.
"Kami akan sebera pergi menemui mereka."
Goan Hian Hweeshio
meninggalkan ruang itu sedangkan Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng saling
memandang sambil menggeleng-gelengkan kepala,
"Sutee," ujar Kong
Bun Hong Tio.
"Mari kita temui
mereka"
"suheng " Kong Tt
seng Ceng mengingatkan.
"Biar bagaimanapun kita
harus berhati-hati"
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio setelah berada di ruang depan. Padri tua itu memandang para
tamunya dengan penuh perhatian.
"selamat bertemu, Kong
Bun Hong Tio" sahut gadis cantik jelita yang tidak lain adalah Tong Hai
sianli.
"Maaf, kedatangan kami
telah mengganggu ketenangan Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng"
"omitohud Tidak
apa-apa," ucap Kong Bun Hong Tio. "silakan duduk"
Tong Hai sianli dan lainnya
lalu duduk. begitu pula Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng ceng.
"Maaf" Tong Hai
sianli tersenyum.
"Aku telah mengundang
para ketua untuk berkumpul di sini pada tanggal lima belas bulan delapan, tanpa
seijin Kong Bun Hong Tio"
"Kalau begitu..."
Kong Ti seng Ceng menatapnya tajam. "Nona pasti Tong Hai sianli. Ya,
kan?" "Betul." Tong Hai sianli mengangguk.
"Kami datang dari Laut
Timur. Ayahku adalah Tong Hay sianjin."
"Tong Hai sianli"
Kong Ti seng ceng menggeleng gelengkan kepala.
"Kenapa engkau berbuat
begitu?"
"Kong Ti seng Ceng"
Tong Hai sianli member, hormat.
"Tentunya mengandung
suatu tujuan."
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio.
"Apa tujuan mu, Tong Hai
sianli?"
"Kami ingin bertanding
ilmu sastra, ilmu bahasa dan ilmu silat dengan para ketua." Tong Hai
sianli mem beritahukan sambil tersenyum.
"Kami pernah dengar
tentang partai siauw Lim yang merupakan gudang ilmu silat di Tionggoan. Maka
aku yakin Kong Bun Hong Tip dan Kong Ti seng ceng pasti berkepandaian tinggi
sekali."
"omitohud" sahut
Kong Bun Hong Tio.
"Di atas langit masih ada
langit...."
"Aku tahu itu." Tong
Hai sianli manggut-manggut
"oleh karena itu kami
diutus ke mari untuk bertanding dengan para ketua."
"Maka engkau mengundang
para ketua untuk berkumpul di sini?" tanya Kong Ti seng Ceng tidak senang
"Kenapa Nona begitu tak
tahu aturan?"
"Kong Ti seng Ceng,"
sahut Tong Hai sianli sambi tersenyum.
"Bukankah tadi aku telah
minta maaf? Kenapa sekarang Kong Ti seng Ceng malah menegurku"
"omitohud" ucap Kong
sun Hong Tio.
"Mulut Nona sungguh tajam
ingat, tempat ini adalah kuil siauw Lim"
"Aku tahu." Tong Hai
sianli tertawa.
"Hi hi hi Kelihatannya
Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng sangat beremosi"
"omitohud" Kong Bun Hong
Tio menghela nafas panjang. "Apa keperluan kalian berkunjung ke
mari?"
"Untuk minta maaf atas
kelancanganku, sekaligus memberitahukan tentang tujuanku mengundang para ketua
itu," sahut Tong Hai sianli dan menambahkan.
"Tentunya Kong Bun Hong
Tio tidak berkeberatan mewakili kami menjadi tuan rumah."
"omitohud Tong Hai
sianli...." wajah Kong Bun Hong Tio
kemerah-merahan menahan
kegusarannya.
"Kong Bun Hong Tio"
Tong Hai sianli tersenyum manis.
"Tidak baik gusar
lho"
"omitohud...." Kong
Bun Hong Tio betul-betul kewalahan
menghadapi Tong Hai sianli.
Kemudian padri tua itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Tong Hai sianli"
tanya Kong Ti seng Ceng.
"Apa tujuanmu ingin
bertanding dengan para ketua?"
"Untuk menguji ilmu surat
dan ilmu silat para ketua." Tong Hai sianli memberitahukan.
"siapa yang lulus, kami
akan mengundangnya ke Tong Hai menemui ayahku."
Bagian 30
"Oh?" Kong Ti Seng
Ceng tercengang.
"Kenapa harus
begitu?"
"Terus terang, ayahku
berniat baik, Siapa yang diundang itu pasti akan memperoleh keuntungan, aku
tidak bohong."
"Bagaimana seandainya
para ketua itu tidak hadir?" tanya Kong Ti Seng Ceng mendadak.
"Berarti para ketua itu
cari penyakit," sahut Tong Hai Sianli. "Kami pasti menyerbu ke tempat
mereka." "Omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.
"Kalau begitu, engkau
ingin menimbulkan bencana dalam rimba persilatan Tionggoan?"
"Aku mengundang mereka
secara baik- baik, Jika mereka tidak hadir, itu berarti mereka yang cari
gara-gara dengan kami. Nah, apa salahnya kami menyerbu ke tempat mereka?"
tegas Tong Hai Sianli dengan wajah dingin.
"Omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio dan meng- geleng-gelengkan kepala.
"Kepandaian para ketua
itu amat tinggi, Nona harus tahu itu."
"Aku tahu." Tong Hai
sianli manggut-manggut sambil tersenyum.
"Namun apabila kami
berkepandaian rendah, tentunya tidak berani memasuki daerah Tionggoan ini. Kong
Bun Hong Tio pun harus tahu itu."
"Omitohud" Kong Bun
Hong Tio menghela nafas panjang. "Nona terlampau meremehkan para ketua
itu."
"Kong Bun Hong Tio jangan
salah paham," ujar Tong Hai Sianli sungguh-sungguh.
"Aku justru amat
menghargai para ketua partai yang di Tionggoan, maka kami ingin bertanding
dengan mereka dalam hal ilmu silat dan lain sebagainya."
"omitohud" Kong Bun
Hong Tio menggeleng-ge-lengkan kepala.
"Itu malah akan
menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan. Harap Nona pikirkan secara baik-baik,
jangan bertindak ceroboh."
"Sebelum berangkat ke
Tionggoan, aku sudah memikirkannya dengan matang, barulah berangkat ke
mari," sahut Tong Hai sianli sambil tersenyum.
"Kami pun mengucapkan
terima kasih kepada Kong Bun Hong Tio yang bersedia menjadi tuan rumah."
"Nona." Kong Ti Seng
Ceng mengerutkan kening "Belum tentu kami bersedia menjadi tuan
rumah."
"Mau tidak mau harus
menjadi tuan rumahi" tegas Tong Hai sianli dan menambahkan.
"Sebab kami sudah
menyebarkan surat undangan kepada para ketua partai di Tionggoan, kalau siauw
lim Pay menolak, itu sungguh memalukan."
"Omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio.
"Nona terlampau mendesak
dan tidak menghargai kami."
"Kong Bun Hong Tio,"
sahut Tong Hai sianli.
"Kami justru amat
menghargai siauw Lim Pay, maka memilih pihak siauw Lim Pay sebagai tuan
rumah."
"Nona...." Kong Bun
Hong Tio menggeleng-geleng-kan
kepala.
"Kong Bun Hong Tio merasa
berkeberatan?" tanya salah seorang lelaki berusia lima puluhan dengan nada
dingin.
"Omitohud" sahut
Kong Bun Hong Tio.
"Kami memang merasa
berkeberatan, harap kalian membataikan itu"
"Siauw Lim Pay amat
terkenal di Tionggoan, itu membuat sepasang tanganku menjadi gatal," ujar
lelaki itu dengan wajah dingin.
"Tentunya Kong Bun Hong
Tio tahu akan maksudku."
"Omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio sambil menatapnya.
"Engkau menantang
kami?"
"Kira-kira
begitulah." Lelaki itu manggut-manggut.
"Bagaimana kalau
begini..." ujar Kong Ti Seng Ceng seakan mengusulkan.
"Kita berdua bertanding,
kalau engkau kalah harus segera kembali ke Tong Hai. Apabila aku yang kalah,
maka harus menjadi tuan rumah."
"Baik," Lelaki itu
mengangguk.
"Kita bertanding dengan
senjata atau tangan kosong?"
"Cukup tangan kosong
saja," sahut Kong Ti Seng Ceng.
"Bagus" Lelaki itu
manggut-manggut, kemudian memberi hormat kepada Tong Hai sianli.
"Sianli, perbolehkanlah
aku bertanding dengan Kong Ti Seng Ceng"
"Ng" Tong Hai sianli
mengangguk perlahan sambil tersenyum.
"Tapi jangan melukai Kong
Tiseng Ceng itu."
"Ya," sahut lelaki
itu.
"Omitohud..." ucap
Kong Ti Seng Ceng. Walau ia seorang padri tua, tapi tetap tersinggung oleh
perkataan Tong Hai sianli tadi, yang bernada meremehkannya. la lalu berjalan ke
tengah-tengah ruangan itu.
"Paman Lie," pesan
Tong Hai sianli.
"Engkau harus mengalahkan
Kong Ti Seng Ceng itu"
"Ya, sianli." Paman
Lie mengangguk kemudian melangkah ke tengah-tengah ruangan itu.
"Kita bertanding sepuluh
jurus saja," katanya setelah berhadapan dengan Kong Ti Seng Ceng.
"Omitohud" Kong Ti
Seng Ceng manggut-manggut sambil mengerahkan Lweekangnya.
"Baik" sahutnya.
Paman Lie tersenyum sekaligus
mengerahkan Lweekangnya, mereka berdua saling memandang.
"Omitohud" ucap Kong
Ti Seng Ceng.
"Aku tuan rumah, engkau
boleh menyerang lebih dulu."
"Kalau begitu...
maaf" ucap Paman Lie dan langsung menyerangnya.
Kong Ti Seng Ceng berkelit dan
sekaligus balas menyerang menggunakan Tat mo Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Dharmo),
yaitu ilmu simpanan siauw Lim sie.
"Ha ha ha" Paman Lie
tertawa gelak.
"Cukup hebat pukulanmu,
Kong Tiseng Ceng Cobalah tangkis sin Hwee Ciang (Ilmu Pukulan Api sakti)
ini"
Mendadak Paman Lie menyerang
padri tua itu dengan telapak tangan. Betapa terkejutnya Kong Tiseng Ceng,
karena terasa ada hawa yang amat panas menerjang ke arahnya.
"Paman Lie" seru
Tong Hai sianli mengingatkan.
"Jangan melukai Kong Ti
seng Ceng"
"Ya, sianli." Paman
Lie mengangguk
"Omitohud" ucap Kong
Ti Seng Ceng.
"Ilmu silat aliran Tong
Hai memang hebat sekali"
Tak terasa pertandingan mereka
sudah melewati tujuh jurus. Kong Ti Seng Ceng tampak terdesaki namun tetap
mengempos semangat untuk bertahan.
"Kong Ti Seng Ceng"
ujar paman Lie sungguh-sungguh. "Hati- hati"
Mendadak Paman Lie menyerangnya
dengan jurus andalan. Sepasang telapak tangan lelaki itu kelihatan seperti
mengeluarkan api.
Itu sungguh mengejutkan Kong
Ti Seng Ceng. Maka padri tua itu cepat-cepat mengibaskan lengan bajunya.
Blammm.. Terdengar suara
benturan. Kong Ti Seng Ceng terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah, dan
lengan jubahnya hangus. sedangkan Paman Lie tetap berdiri di tempat, dan
memandang Kong Ti Seng Ceng sambil tersenyum.
"Omitohud...." Wajah
Kong Tiseng Ceng pucat pasi.
"Terima kasih atas
kemurahan hatimu, aku mengaku kalah."
"Ha ha ha" Paman Lie
tertawa.
"Kepandaian Kong Ti Seng
Ceng sungguh mengagumkan, bahkan mau mengalah pula padaku."
"Omitohud" sahut
Kong Bun Hong Tio.
"Kami pasti menepati
janji. Baiklah kami sanggup menjadi tuan rumah."
"Terimakasih, Kong Bun
Hong Tio," ucap Tong Hai sianli dan menambahkan,
"Kong Bun Hong Tio tidak
usah cemas. Kami sama sekali tidak mengandung niat jahat terhadap Siauw Lim Pay
maupun partai lainnya. Percayalah"
"Omitohud" Kong Bun
Hong Tio manggut-manggut. " Kami percaya."
"Baiklah." Tong Hai
sianli bangkit berdiri
"Cukup lama kami berada
di sini mengganggu Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti Seng -Ceng, sekarang kami mau
mohon pamit."
"Omitohud" sahut
Kong Bun Hong Tio.
"Tanggal lima belas
nanti, aku harap Nona tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan"
"Jangan khawatir, Kong
Bun Hong Tio" Tong Hai sianli tersenyum. "sampaijumpa"
"Sampai jumpa" Kong
Bun Hong Tio dan Kong Ti Seng Ceng mengantar mereka sampai di depan kuil.
Setelah mereka tidak kelihatan,
barulah ke dua padri tua itu kembali ke dalam kuit.
"Sutee," bisik Kong
Bun Hong Tio.
"Kenapa baru delapan
jurus engkau sudah mengaku kalah?"
"Suheng...." Kong Ti
Seng Ceng menghela nafas panjang.
"Kalau orang itu
menyerangku dengan sepenuh tenaga, mungkin aku sudah terkapar jadi mayat."
"Oh?"
"Oleh karena itu, aku
harus mengaku kalah." "Omitohud" Kong Bun Hong Tio menghela
nafas panjang. "Mudah-mudahan Tong Hai sianli itu tidak berniat
jahat"
Partai Bu Tong Pay pun telah
menerima surat undangan dari Tong Hai sianli. Itu amat membingungkan song Wan
Kiau Jie Lian ciu Jie Thay Giam dan Thio song Kee.
"Kita sama sekali tidak
pernah mendengar tentang aliran Tong Hai, tapi kini mendadak muncul aliran
tersebut, bahkan mengundang para ketua untuk berkumpul di kuil Siauw Lim sie.
Itu... itu sungguh membingungkan" ujar song Wan Kiauw sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Memang membingungkan.
Jie Lian ciu ketua Bu Tong Pay menghela nafas panjang.
"Sesungguhnya apa tujuan
Tong Hai sianli mengundang para ketua berkumpul di kuil siauw Lim sie?"
"Bagaimana kalau kita
memberitahukan kepada suhu?" tanya Jie Thay Giam.
"Mungkin suhu tahu
tentang aliran Tong Hai."
"Lebih baik kita jangan
memberitahukan kepada suhu, sebab suhu sudah tua sekali," sahut Jie Lian
ciu.
"Tidak baik kita
mengganggunya."
"Kalau begitu...."
song wan Kiauw mengerutkan kening.
"Kita harus ke kuil siauw
Lim sie tanggal lima belas nanti?"
"Kita harus ke
sana," sahut Jie Lian ciu.
"Sebab kalau tidak, pihak
Tong Hai pasti akan ke mari membuat kekacauan."
"Aaaah...." song wan
Kiauw menghela nafas panjang.
"Rimba persilatan baru
tenang, kini mulai bergelombang lagi"
"suhu kita semakin
tua..." ujar Jie Thay Giam.
"Bu Ki dan putranya tidak
ke mari, sedangkan suhu amat rindu kepada mereka."
"Bu Ki tinggal di pulau
Hong Hoang To, tentu tidak bisa sering-sering ke mari. Jie Lian ciu
menggeleng-gelengkan kepala.
"Entah bagaimana Han
Liong, kenapa dia tidak pernah ke mari?"
"Mungkin dia berada
dipulaU Hong Hoang To," sahut song wan Kiauw.
"Kalau dia berada di
Tionggoan, pasti ke mari."
"Ngmm" Jie Lian ciu
manggut-manggut.
"Terus terang, kini yang
kupikirkan adalah pihak Tong Hai. Apa sebabnya Tong Hai sianli mengundang para
ketua berkumpul di kuil siauw Lim sie? Apakah Tong Hai sianli punya suatu niat
jahat? Lalu bagaimana dengan pihak siauw Lim Pay?"
"Aku yakin hal itu sudah
mendapat persetujuan dari Kong Bun Hong Tio. Kalau tidak, tentunya Tong Hai
sianli tidak berani begitu lancang menyebarkan surat undangan itu," ujar
Jie Lian ciu.
"Benar." song Wan
Kiauw manggut-manggut.
"Akupun yakin pihak Tong
Haipasti berkepandaian tinggi. Kalau tidak, bagaimana mungkin mereka berani
berbuat begitu?"
"Itulah yang mencemaskan.
Jie Thay Giam menghela nafas panjang.
"Mungkinkah pihak Tong
Hai berniat menundukkan semua partai besar di Tionggoan?"
"Memang mungkin."
Jie Lian ciu manggut-manggut.
"Oleh- karena itu, kita
harus berhati-hati sampai di siauw Lim sie nanti."
"Perlukah kita berempat
ke sana?" tanya song wan Kiauw.
"Cukup bertiga
saja," sahut Jie Lian ciu.
"Song Kee tidak usah
ikut, karena harus melayani suhu."
"Ya." Thio song Kee
mang angguk.
"Aaaah..." Jie Lian
ciu menghela nafas panjang.
"Mudah-mudahan pihak Tong
Hai tidak berniat jahat"
-ooo00000ooo-
Sementara itu, Thio Han Liong
sudah tiba di Kotaraja, la langsung ke istana menghadap Cu Goan Ciang.
"Han Liong...." Cu
Goan Ciang menatapnya seraya
bertanya.
"Bagaimana? Engkau
memperoleh Thian ciok sin sui itu?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Oooh" Cu Goan Ciang
menarik nafas lega.
"Syukurlah Kalau begitu,
mari kita ke istana An Lok"
Mereka berdua lalu menuju
istana An Lok diiringi para dayang yang berjalan di depan dan di belakang.
Begitu melihat kedatangan
mereka, Lan Lan segera berlari ke dalam untuk melapor kepada An Lok Kong cu.
"Kong cu Tuan Muda Thio
sudah datang"
"Oh?" Wajah An Lok
Kong cu yang pucat pasi itu langsung berseri, namun ia tak dapat bangun, tetap
berbaring di tempat tidur.
Tak seberapa lama kemudian,
muncullah Cu Goan Ciang dan Thio Han Liong. Kaisar itu tersenyum-senyum sambil
mendekatinya.
"Nak, Han Liong berhasil
mendapatkan Thian ciok sin sui itu"
"Ayahanda...." Mata
An Lok Kong cu bersimbah air,
kemudian mengarah pada pemuda
pujaan hatinya.
"Kakak Han Liong...
"
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tersenyum lembut sambil membelainya.
"Aku membawa Thian Ciok
sin sui. Tak kusangka pemilik Thian ciok sin sui adalah orang tua siauw
Cui...."
"Engkau kenal siauw
Cui?" An Lok Kong cu heran.
"Kenal." Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Aku pernah mengobatinya
ketika ia terkena racun."
"Dia... dia cantik
sekali?"
"Cantik," Thio Han
Liong mengangguk sambil tersenyum.
"Gadis itu baru berusia
sekitar sebelas tahun."
"Oooh" An Lok Kong
cu menarik nafas lega.
"Kukira dia sudah
dewasa...."
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong tersenyum.
"Berhubung aku pernah
menyelamatkan anak gadis itu, maka ke dua orangtuanya tidak begitu sulit
memberiku setengah botol Thian ciok sin sui."
"Oh?"
"Tapi...." Thio Han
Liong memberitahukan. "Engkau cukup
minum dua tetes saja."
"Hanya dua tetes?"
An Lok Kong Cu terbelalak.
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Dua tetes Thian ciok Sin
sui sudah cukup memunahkan racun Jiu Kut Tok itu"
Thio Han Liong mengeluarkan
sebuah botol pualam, kemudian berkata kepada An Lok Kong Cu.
"Adik An Lok buka
mulutmu"
An Lok Kong cu sebera membuka
mulutnya. Thio Han Liong langsung menuangkan dua tetes Thian ciok sin sui ke
dalam mulut gadis itu lalu menaruh botolnya di atas meja.
"Han Liong, apakah hari
ini juga putriku akan sembuh?" tanya Cu Goan Ciang.
"Maaf, aku pun tidak
tahu, namun beberapa saat kemudian aku akan memeriksanya," sahut Thio Han
Liong.
Cu Goan Ciang manggut-manggut.
"Mudah-mudahan putriku akan sembuh hari ini"
"Mudah-mudahan" ucap Thio Han Liong.
Beberapa saat kemudian, Thio
Han Liong mulai memeriksa An Lok Kong cu. Sejenak kemudian barulah wajahnya
tampak berseri-seri.
"Sungguh mujarab Thian
ciok sin sui" ujarnya sambil tersenyum.
"Kini racun Jiu Kut Tok
telah punah. Adik An Lok cobalah engkau bangun"
An Lok Kong cu mencoba bangun.
Betapa gembiranya karena ia sudah kuat bangun dan sudah bisa berjalan.
"Aku... aku sudah
sembuh" serunya girang dan langsung memeluk Thio Han Liong erat-erat.
"Kakak Han
Liong...."
"Adik An Lok syukur lah
engkau sudah sembuh bahkan mulai sekarang engkau kebal terhadap racun apa
pun" ujar Thio Han Liong sambil membelainya.
"Oh?" An Lok Keng cu
tercengang.
"Kok bisa begitu?"
tanyanya.
"Karena Thian ciok sin
sui memunahkan racun Jiu Kut Tok di dalam tubuhmu, lalu menyatu pula dengan
obat pemunah racun yang kuberikan kepadamu. Maka membuat dirimu kebal terhadap
racun apa pun."
"Oooh" Betapa
girangnya An Lok Kong cu, kemudian berbisik-bisik di telinga Thio Han Liong.
"Baik." Pemuda itu
manggut-manggut, kemudian berkata kepada Cu Goan Ciang dengan serius.
"Yang Mulia, siapa yang
makan obat pemunah racun dan Thian ciok sin sui, maka orang itu pasti akan
kebal terhadap racun."
"Oh, ya?" Cu Goan
Ciang tampak tertarik.
"Adik An Lok mengusulkan
agar Yang Mulia makan obat pemunah racunku dan setetes Thian ciok sin
sui." Thio Han Liong memberitahukan.
"Ngmm" Cu Goan Ciang
manggut-manggut. "Agar diriku kebal terhadap racun, bukan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Baiklah." Cu Goan Ciang
tersenyum.
Thio Han Liong mengeluarkan
sebutir obat pemunah racun, lalu diberikan kepada Cu Goan Ciang. setelah
menerima obat itu, Cu Goan Ciang pun segera memasukkan ke dalam mulut.
Thio Han Liong mengambil botol
pualam yang di atas meja, kemudian menuang setetes Thian ciok sin sui ke dalam
mulut kaisar itu
"Mulai sekarang Yang
Mulia sudah kebal terhadap racun apa pun." katanya.
"Terima kasih." Cu
Goan Gang tersenyum.
"Kalian berdua
bercakap-cakaplah, aku harus kembali ke istana ku"
Cu Goan Ciang meninggalkan
istana An Lok diiringi para dayang. setelah kaisar itu pergi, Thio Han Liong
dan An Lok Kong cu pergi ke taman bunga lalu duduk di situ sambil mengobrol.
"Kakak Han
Liong...." An Lok Keng cu memandangnya
seraya bertanya,
"Engkau rindu pada Dewi
Kecapi?"
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tersenyum. "Dia kawan kita, tentunya kita rindu padanya."
"Kakak Han
Liong...." An Lok Keng Cu tersenyum. "Engkau
pintar menjawab."
"Adik An Lok engkau harus
tahu," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Hanya engkau yang
kucintai. Aku tidak akan mencintai gadis lain, percayalah"
"Aku percaya." An
Lok Kong cu tersenyum lembut, lalu menaruh kepalanya dibahu Thio Han Liong.
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong memberitahukan.
"Aku mengabulkan satu
permintaan dari pemilik Thian ciok sin sui."
"Oh?" An Lok Keng cu
menatapnya.
"Permintaan apa
itu?"
"Aku harus mencari Yo
Ngie Kuang, murid ayahnya, karena Yo Ngie Kuang mencuri Kitab Lian Hoa cin
Keng."
Kalau begitu" An Lok Keng
cu mengerutkan kening. "Engkau harus pergi lagi?" "Ya."Thio
Han Liong mengangguk. "Sebab aku tidak boleh ingkar janji."
"Kakak Han
Liong...." Wajah An Lok Keng cu langsung
berubah muram.
"Engkau baru pulang, kok
sudah mau pergi lagi?"
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tersenyum.
"Aku akan menemanimu
beberapa hari, setelah itu barulah pergi mencari Yo Ngie Kuang."
"Tapi...."
"Kalau berhasil
mencarinya, aku pasti segera kembali," ujar Thio Han Liong dan
menambahkan.
"Apabila aku belum
kembali, engkau tidak boleh pergi menyusulku. Engkau harus ingat itu"
"Bagaimana kalau engkau
bertahun-tahun tidak kembali?" tanya An Lok Keng cu dengan wajah muram.
"Itu tidak mungkin."
Thio Han Liong tersenyum.
"Percayalah aku pergi
tidak akan begitu lama...."
"Tapi tidak gampang
mencari seseorang, sebab Tionggoan begitu luas." An Lok Keng cu menghela
nafas panjang.
"Aku khawatir,..."
"Jangan khawatir"
Thio Han Liong menggenggam tangannya.
"Aku pasti kembali
secepatnya."
"Kakak Han
Liong...." An Lok Keng cu menundukkan
kepala.
"Engkau... engkau tidak
akan jatuh cinta lagi pada gadis lain, bukan?"
"Tentu." Thio Han
Liong manggut-manggut
"Aku hanya mencintaimu,
tentu tidak akan mencintai gadis lain lagi. Percayalah"
"Ng" An Lok Keng Cu
manggut-manggut. Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong berpamit kepada Cu Goan
Ciang. Gadis itu mengantarnya sampai di luar istana. Begitu sampai di luar
istana, berderailah air matanya.
"Kakak Han
Liong...."
"Adik An Lok" Thio
Han Liong membelainya.
"Engkau harus bersabar
menunggu aku kembali, janganlah engkau pergi menyusulku"
"Ya." An Lok Keng Cu
mengangguk dengan air mata bercucuran membasahi pipinya.
"Kakak Han Liong, aku
harap engkau cepat kembali"
"Ya." Thio Han Liong
manggut-manggut, lalu berjalan pergi selangkah demi selangkah.
An Lok Keng Cu terus memandang
punggungnya dengan air mata berlinang-linang. setelah Thio Han Liong lenyap
dari pandangannya, barulah ia kembali ke dalam istana.
Thio Han Liong masih ingat di
mana ia dan Dewi Kecapi pernah melihat pemuda berlatih ilmu silat di dalam
rimba. Karena itu ia langsung berangkat ke rimba tersebut.