Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 59: Pertandingan Di Kuil siauw Lim sie

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 59: Pertandingan Di Kuil siauw Lim sie
Bab 59 Pertandingan Di Kuil siauw Lim sie

Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong telah tiba di rimba itu. Akan tetapi, ia tidak melihat pemuda tersebut. oleh karena itu, ia mencari ke sana ke mari dan akhirnya menemukan sebuah gubuk kecil.

Perlahan-lahan Thio Han Liong memasuki gubuk itu, namun tidak tampak siapa pun. Di dalam, kosong sama sekali.

Thio Han Liong berdiri termangu-mangu. la yakin pemuda itu telah meninggalkan gubuk tersebut. Lalu ia harus ke mana mencarinya? Thio Han Liong menghela nafas panjang, akhirnya meninggalkan gubuk itu

Kini Thio Han Liong melakukan perjalanan tanpa arah tujuan. Dua hari kemudian ia tiba di sebuah kota kecil. la

mampir di sebuah rumah makan dan memesan beberapa macam hidangan.

Setelah hidangan-hidangan itu disajikan, ia pun mulai bersantap. Di saat bersamaan, tampak beberapa orang rimba persilatan memasuki rumah makan itu. Mereka duduk dekat meja Thio Han Liong, dan mulai bercakap-cakap sesudah memesan beberapa macam hidangan.

“Tak disangka Tong Hai sianli begitu berani mengundang para ketua untuk berkumcul di kuil siauw Lim sie, sedangkan ketua siauw Lim Pay pun bersedia menjadi tuan rumah. Bukankah itu sungguh mengherankan?"

"Betul. Lagipula... entah apa sebabnya Tong Hai sianli mengundang para ketua itu untuk berkumpul di kuil siauw Lim sie?"

"Dengar-dengar... pihak Tong Hai ingin bertanding dengan para ketua partai Bu Tong, Go Bi, Kun Lun, Hwa san dan partai Khong Tong, bahkan Kay Pang pun diundang."

"Dunia persilatan baru tenang, tapi kini justru muncul aliran Tong Hai. Jangan-jangan akan menimbulkan bencana...."

"Memang mengherankan. Bagaimana mungkin pihak Tong Hai dapat mengalahkan para ketua itu?"

"Kalau pihak Tong Hai tidak berkepandaian tinggi, tentunya tidak berani datang di Tionggoan. oh ya, aku dengar Tong Hai sianli merupakan gadis yang amat cantik jelita."

Mendengar percakapan itu, Thio Han Liong segera menghampiri mereka sambil memberi hormat.

"Maaf, aku mengganggu saudara-saudara sekalian" "ucapnya sopan.

"Tidak apa-apa," sahut salah seorang dari mereka sambil tersenyum.

"Apakah Anda ingin menanyakan sesuatu?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Betulkah Tong Hai sianli akan bertanding dengan para ketua?"

"Betul." orang itu mengangguk. "Anda belum mengetahuinya?"

Wajah Thio Han Liong tampak agak kemerah-merahan.

"Kapan pertandingan itu akan dimulai?"

"Tanggal lima belas bulan ini, masih empat hari lagi."

"Di kuil siauw Lim sie?"

"Betul. Tapi..." orang itu menatapnya.

"Mungkin Anda tidak keburu ke sana, sebab kalau Anda naik kuda jempolan, harus membutuhkan waktu sekitar enam hari baru sampai di kuil siauw Lim sie."

"Terimakasih," ucap Thio Han Liong, lalu cepat-cepat menaruh setael perak ke atas meja, dan meninggalkan rumah makan tersebut.

Sampai di tempat sepi, ia mengerahkan ilmu ginkangnya, agar cepat tiba di kuil siauw Lim sie. Sementara itu, para ketua telah berkumpul di kuil siauw Lim Sie, di ruang Tay Hiong PoTian (Ruang Para orang Gagah).

"Keng Bun Hong Tio, betulkah pihak Tong Hai akan bertanding ilmu silat dan ilmu surat dengan kita?" tanya ketua Kun Lun pay.

"Betul." Keng Bun Hong Tio manggut-manggut.

"Omitohud Kalian harus berhati-hati, sebab pihak Tong Hai berkepandaian amat tinggi"

"Oh?" Ketua Kun Lun Pay tidak begitu percaya.

"Omitohud" Keng Tiseng Ceng menghela nafas panjang.

"Aku pernah bertanding dengan salah seorang dari pihak Tong Hai sebanyak sepuluh jurus, namun pada jurus kedelapan, aku terpaksa mengaku kalah." katanya.

"Oh?" Para ketua terbelalak ketika mendengar pengakuan Keng Ti seng Ceng. Bahkan mulut mereka ternganga lebar. se jurus kemudian barulah ketua partai Bu Tong bertanya,

"Keng Ti seng Ceng, betulkah begitu?" "Omitohud" Keng Ti seng ceng manggut-manggut.

"Aku berkata sesungguhnya, sama sekali tidak membohong. Kepandaian pihak Tong Hai memang tinggi sekali."

"Kong Ti seng Ceng, apakah Tong Hai sianli berniat jahat terhadap kita?" tanya ketua Hwa san Pay.

"Kelihatannya tidak," jawab Kong Ti seng Ceng dan melanjutkan.

"Kata Tong Hai sianli, siapa yang berhasil lulus dari pertandingan ilmu silat dan ilmu surat, maka akan diundang ke Tong Hai."

"Itu dikarenakan apa?" tanya ketua Khong Tong Pay heran.

"Kong Ti seng ceng mengetahuinya? "

"Omitohud" Kong Ti seng ceng menggeleng kepala.

"Kami sama sekali tidak mengetahuinya . "

"Heran..." gumam ketua Hwa san Pay.

"Apa sebab pihak Tong Hai menantang kita bertanding ilmu silat dan ilmu surat?"

"Tentunya mengandung suatu tujuan," sahut ketua Kun Lun Pay.

"Oleh karena itu, kita semua harus berhati-hati."

Pada saat bersamaan, muncullah rombongan Tong Hai, yang dipimpin Tong Hai sianli. Para Hweeshio siauw Lim sie menyambut kedatangan mereka sambil merangkapkan tangan di dada, sedangkan Tong Hai sianli tersenyum-senyum.

"Omitohud selamat datang" ucap para Hweeshio itu

"Apakah para ketua sudah berkumpul di sini?" tanya Tong Hai sianli.

"Sudah." Para Hweeshio itu mengangguk.

"Sianli dan lainnya dipersilakan masuk"

"Terima kasih," ucap Tong Hai sianli, lalu berjalan ke dalam dengan diikuti yang lainnya.

Sampai di ruang Tay Hiong Po Tian, Keng Bun Hong Tio dan Keng Ti seng Ceng langsung bangkit berdiri menyambut kedatangan mereka. Begitu pula para ketua lainnya.

"Omitohud" ucap Keng Bun Hong Tio sambil memberi hormat.

"Selamat datang, Tong Hai sianli"

"Selamat bertemu" sahut Tong Hai sianli sambil tersenyum-senyum.

"Para ketua yang terhormat, terimalah hormatku"

Tong Hai sianli memberi hormat kepada para ketua yang hadir di situ, dan para ketua itu segera membalas hormatnya.

"Silakan duduk silakan duduk" ucap Keng Bun Hong Tio.

Para ketua dan Tong Hai sianli duduki sedangkan para pengikut Tong Hai sianli tetap berdiri di belakangnya.

"Omitohud" ucap Keng Bun Hong Tio-

"Harap Tong Hai sianli memberitahukan kepada para ketua tentang tujuan pertemuan ini"

Tong Hai sianli mengangguk kemudian bangkit berdiri sambil tersenyum.

"Para ketua yang terhormat, pertemuan ini berdasarkan niat baik, oleh karena itu, aku harap para ketua jangan bercunga" katanya.

"Tong Hai sianli" Ketua Hwa san menatapnya tajam.

"Betulkah pihak kalian menantang kami bertanding ilmu silat dan ilmu surat?" tanyanya.

"Betul." Tong Hai sianli mengangguk dan menambahkan.

"Siapa yang lulus akan kami undang ke tempat tinggal kami."

"Untuk apa yang lulus diundang ke tempat tinggal kalian?" tanya ketua Kun Lun Pay.

"Menemui ayahku untuk membahas sesuatu," jawab Tong Hai sianli.

"Pembahasan itu amat bermanfaat bagi siapa pun, maka kami harap para ketua jangan bercuriga apa-apa"

"Apa yang akan dibahas di sana?" tanya ketua GoBiPay. "Bolehkah kami tahu?"

"Ayahku amat mengagumi ilmu silat Tionggoan, itu mendorong kemauan ayahku untuk menguji ilmu silat

Tionggoan. selain itu, ayahku memperoleh sebuah kitab ilmu silat, tapi ayahku tidak mengerti tulisannya." jawab Tong Hai sianli.

"Ooh" Jie Liancu Ketua Bu Tong Pay manggut-manggut. "Maka Nona ingin menguji ilmu surat kami. Begitu, bukan?" "Ya." Tong Hai sianli manggut-manggut.

"Siapa yang membahas besama ayahku, sudah jelas boleh belajar bersama ayahku pula."

Para ketua amat tertarik. Mereka saling memandang, kemudian Kong Bun Hong Tio bertanya.

"Omitohud Tulisan apa yang di dalam kitab itu?"

"Ayah ku justru tidak mengerti, maka mengutusku ke Tionggoan.",

"Omitohud..." Kong Bun Hong Tio manggut-manggut.

"Tong Hai sianli, cara bagaimana engkau akan bertanding dengan para ketua?"

"Itu akan kuatur," sahut Tong Hai sianli. "Yang penting tidak akan saling melukai." "Omitohud" Keng Bun Hong Tio manggut-manggut. "Kalau begitu, mari kita ke halaman" "Baik," Tong Hai sianli mengangguk.

Mereka bangkit berdiri lalu menuju halaman kuil yang amat luas itu. Tong Hai sianli memandang para ketua, kemudian ujarnya sambil tersenyum.

"Para ketua yang terhormat, pertandingan yang akan dimulai itu hanya menggunakan tangan kosong. Boleh saling menyentuh, tapi tidak boleh saling melukai."

"Omitohud" ucap Keng Bun Hong Tio.

"Para ketua pasti setuju, pertandingan boleh sebera dimulai."

"Baik." Tong Hai sianli manggut-manggut.

"Siapa yang maju lebih dulu?"

"Aku," sahut ketua Hwa san Pay sambil berjalan ke tengah-tengah halaman kuil itu, kemudian memberi hormat.

"Aku harap pihak Tong Hai sudi memberi petunjuk kepadaku"

"Paman Lie, majulah" perintah Tong Hai sianli.

"Ya, sianli." Paman Lie itu langsung menghampiri ketua Hwa san Pay. Mereka saling memberi hormat dan setelah itu mulailah bertanding dengan mangan kosong.

Kepandaian ketua Hwa san Pay memang hebat, tapi masih berada di bawah kepandaian Paman Lie. Maka puluhan jurus kemudian, ketua Hwa san Pay terpaksa mengaku kalah.

Ketua Hwa san Pay kembali ke tempatnya dengan kepala tertunduk, sedangkan Paman Lie kembali ke tempatnya dengan wajah berseri.

Setelah itu yang maju ketua Kun Lun Pay. Tong Hai sianli segera menyuruh Paman Tan menghadapi ketua Kun Lun pay itu seperti yang dialami ketua Hwa san Pay, puluhan jurus kemudian ketua Kun Lunpaypun harus mengaku kalah. Kemudian mereka kembali ke tempat masing-masing .

Kini giliran ketua Go Bi Pay. Tong Hai sianli memandang Bibi Ciu. Wanita itu mengangguk lalu melangkah ke tengah-tengah halaman. Tak lama terjadilah pertandingan yang amat seru, akan tetapi puluhan jurus kemudian, ketua Go Bi Pay tampak terpental tujuh delapan depa, sedangkan Bibi Ciu hanya terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah.

"Aku mengaku kalah," ucap ketua GoBi Pay sambil memberi hormat, lalu kembali ke tempatnya dengan wajah kemerah-merahan.

Setelah itu, ketua Khong Tong Pay maju ke depan. Yang maju dari pihak Tong Hai adalah Bibi Gouw menghadapi ketua Khong Tong Pay.setelah bertanding puluhan jurus, ketua Khong Tong Pay pun harus mengaku kalah.

Kini hanya tinggal BuTong pay dan Kay Pang. Kedua ketua itu saling memandang, setelah itu barulah ketua Bu Tong Pay berjalan ke tengah-tengah halaman.

Di saat bersamaan, tampak sosok bayangan melayang turun. Begitu enteng dan lamban, itu pertanda betapa tingginya ilmu ginkang pendatang itu.

"Han Liong.. Han Liong" seru Jie Lian ciu, ketua Bu Tong Pay dengan girang sekali.

"Han Liong"

"Omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio dengan wajah berseri-seri.

Thio Han Liong sudah berdiri di situ. la memberi hormat kepada para ketua, kemudian memandang Tong Hai sianli seraya menegurnya.

"Tong Hai sianli Kenapa engkau membuat onar di sini?"

"Hi hi" Tong Hai sianli tertawa kecil. “Thio Han Liong, tak disangka kita berjumpa di sini sungguh menggembirakan"

"Hmm" dengus Thio Han Liong dingin.

"Tak terduga sama sekali, kedatanganmu justru membuat kacau rimba persilatan Tionggoan"

"Eeeh?" Tong Hai Sianli tersenyum.

"Jangan menuduh sembarangan. Cobalah engkau bertanya kepada para ketua yang berada di sini"

"Baik" Thio Han Liong memandang Jie Lian Ciu.

"Kakek Jie, apakah benar apa yang dikatakan Tong Hai Sianli?"

"Benar. " Jie Lian Ciu manggut-manggut.

"Pihak Tong Hai hanya ingin menguji ilmu silat dan ilmu surat para ketua. Siapa yang lulus akan diundang ke Tong Hai menemui ayahnya untuk membahas sesuatu."

"Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening.

"Membahas apa?"

"Ayah nya memperoleh sebuah kitab, tapi tidak mengerti tulisan yang di dalamnya, maka mengutus Tong Hai sianli ke Tionggoan. " Jie Lian Ciu memberitahukan.

"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut dan bertanya, "Kakek Jie, apakah sudah ada ketua yang lulus?"

"Kini hanya tinggal aku dan ketua Kay Pang, ketua lain telah kalah," sahut Jie Lian Ciu sambil menghela nafas panjang.

"Oh?" Thio Han Liong terkejut.

"Kalau begitu, biar aku yang mewakili Bu Tong Pay."

"Baiklah." Jie Lian ciu girang bukan main. la memandang Thio Han Liong sambil manggut-manggut, lalu kembali ke tempatnya.

"Tong Hai sianli" Thio Han Liong memberitahukan "Aku akan mewakili Bu Tong Pay"

"Oh?" Tong Hai Sianli menatapnya dengan mata berbinar-binar.

"Baik Kalau begitu aku yang maju menghadapimu"

"Sianli...." Bibi Ciu dan Bibi Gouw terperanjat.

"Biar kami saja yang menghadapinya."

"Kalian berdua bukan tandingannya," ujar Tong Hai sianli.

"Maka harus aku yang maju."

Usai berkata begitu, Tong Hai sianli maju ke hadapan Thio Han Liong, sekaligus memberi hormat. Thio Han Liong cepat-cepat balas memberi hormat, kembdian berkata.

"Sianli. Engkau boleh menyerang lebih dulu"

"Baik" Tong Hai sianli mengangguk lalu mulai menyerangnya bertubi-tubi dengan sengit sekali.

Thio Han Liong berkelit ke sana ke mari, kemudian balas menyerang dengan ilmu Thay Kek Kun. Akan tetapi, belasan jurus kemudian mendadak Tong Hai sianli mulai mengeluarkan jurus-jurus andalannya, sehingga membuat Thio Han Liong menjadi agak kewalahan. Itu sungguh mengejutkan para ketua, karena mereka tidak menyangka Tong Hai sianli berkepandaian begitu tinggi.

"Maaf sianli" ucap Thio Han Liong.

"Aku terpaksa harus menangkis seranganmu"

"Silakan" sahut Tong Hai sianli sambil tersenyum manis.

Thio Han Liong berkelit lagi. Di saat itulah ia mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang. Justru di saat itu juga Tong Hai sianli

menyerangnya, oleh karena Thio Han Liong menangkis dengan jurus Kian Kun Taylo Hap It (segala Galanya Menyatu Di Alam semesta). Blaaam... Terdengar suara benturan keras.

Tong Hai sianli terpental beberapa depa, sedangkan Thio Han Liong tetap berdiri tak bergeming.

"Sianli" Betapa kagetnya Bibi Ciu dan Bibi Gouw.

Mereka berdua langsung melesat ke arah Tong Hai sianli yang jatuh terduduk itu.

"Engkau terluka?"

"Tidak." Tong Hai sianli menggelengkan kepala sambil bangkit berdiri, lalu memandang Thio Han Liong dengan penuh kekaguman.

"Maaf" ucap Thio Han Liong sambil menghampirinya.

"Sianli tidak terluka, kan?"

"Tidak," Tong Hai sianli tersenyum.

"Terima kasih atas kemurahan hatimu tidak melukaiku."

"Sianli...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku....”

"Kepandaianmu amat tinggi sekali, aku mengaku kalah," ucap Tong Hai sianli dengan wajah agak kemerah-merahan.

"Sianli terlampau mengalah kepadaku..." sahut Thio Han Liong sambil memberi hormat.

"Padahal sianli berkepandaian tinggi sekali."

"Han Liong...." Tong Hai sianli menatapnya dengan mata

berbinar-binar.

"Aku tak menyangka kepandaianmu begitu tinggi. Kini aku akan menguji ilmu suratmu."

"Ilmu surat?" Thio Han Liong tercengang mendengar ucapan itu.

"Ya." Tong Hai sianli mengangguk kemudian berkata kepada Bibi Ciu.

"Ambilkan pit (Pensil cina yang ujungnya dibuat dari semacam bulu) dan tinta hitam"

"Ya." Bibi Ciu segera mengambil pit, tinta hitam dan selembar kertas, lalu ditaruh di atas meja.

Tong Hai sianli segera menulis di kertas itu. Tak seberapa lama ia sudah usai menulis dan memperlihatkannya tulisan itu kepada para ketua.

"Para ketua yang terhormat, apakah kalian tahu tulisan apa ini?" tanyanya.

Para ketua menggeleng-gelengkan kepala. Tong Hai sianli lalu memperlihatkan tulisan itu kepada Thio Han Liong.

"Engkau tahu tulisan apa ini?" “Tahu." Thio Han Liong mengangguk "Itu adalah tulisan Thian Tok (India)."

"Engkau tahu apa artinya?" tanya Tong Hai sianli sambil menatapnya.

"Tahu." Thio Han Liong mengangguk lagi.

"Artinya adalah Ih Kin Keng (Kitab Pusaka Pemindahan Urat Nadi). Menurutku, itu merupakan semacam pelajaran ilmu silat."

"Oh?" Tong Hai sianli semakin kagum kepadanya.

"Kalau begitu, engkaulah orangnya yang sedang dicari-cari ayahku."

"Sianli...." Thio Han Liong mengerutkan kening. "Maaf,

bolehkah aku tahu siapa ayahmu?"

"Tong Hai sianjin adalah ayahku." Tong Hai sianli memberitahukan.

"Kami tidak mengerti tulisan Thian Tok maka ayahku mengutusku ke Tionggoan mencari orang yang mengerti tulisan Thian Tok."

"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Untuk menterjemahkan kitab itu?"

"Kira-kira begitulah," sahut Tong Hai sianli sambil tersenyum.

"Siapa yang dapat menterjemahkan kitab itu, dia pun boleh belajar bersama ayahku."

"Tapi...." Thio Han Liong menatapnya tajam.

"Kenapa engkau pun bertanding dengan para ketua partai besar di Tionggoan?"

"Untuk membuktikan bahwa ilmu silat aliran Tong Hai lebih tinggi dari ilmu silat Tionggoan, namun...." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.

"Tak disangka engkau dapat mengalahkanku."

"Sianli, di atas langit masih ada langit. engkau...."

"Tidak salah maka aku kalah bertanding denganmu," ujar Tong Hai sianli dan melanjutkan,

"Oh ya, aku bernama Liang sok Ceng, engkau boleh memanggil namaku saja."

"Itu...." Ragu Thio Han Liong.

"Jangan ragu" desak Tong Hai sianli. "Panggillah namaku" "baik," Thio Han Liong mengangguk "Sok..sok Ceng"

"Terima kasih, Han Liong," ucap Tong Hai sianli dengan tersenyum manis.

"Engkau baik sekali."

"Sok Ceng..." ujar Thio Han Liong.

"Kini sudah tiada urusan di sini, kalian boleh kembali ke Tong Hai."

"Sesuai dengan pesan ayahku, kami harus mengundangmu ke Tong Hai," sahut Tong Hai sianli.

"Tentunya engkau tidak berkeberatan, bukan?"

"Sesungguhnya tidak, tapi...."

"Kenapa?"

"Aku masih harus mencari seseorang, karena itu aku tidak bisa ikut kalian ke Tong Hai, aku mohon engkau sudi memaafkanku"

"Kalau begitu..." pikir Tong Hai sianli sejenak dan melanjutkan.

"Aku beri waktu kepadamu, dalam tiga bulan ini engkau harus datang di pulau Khong Khong To, di Tong Hai"

"Itu...." Kemudian Thio Han Liong manggut-manggut.

"Baiklah dalam waktu tiga bulan, aku pasti berkunjung ke sana. Tapi aku tidak tahu jalannya."

"Engkau berangkat ke pesisir timur, di sana pasti ada orang mengantarmu ke pulau Khong Khong To," sahut Tong Hai sianli.

"Aku tunggu engkau di sana." "Baik," Thio Han Liong mengangguk.

"Terimakasih, Han Liong," ucap Tong Hai sianli dengan wajah berseri-seri.

"Engkau tidak bohong, kan?" tanyanya.

"Aku tidak akan bohong," jawab Thio Han Liong.

"Apa yang kujanjikan, pasti kutepati."

"Bagus, bagus" Tong Hai sianli tampak girang sekali, kemudian memberi hormat kepada para ketua.

"Terimakasih atas kebaikan kalian yang telah memberi petunjuk kepada kami. Kami pun amat berterima kasih kepada Kong Bun Hong Tlo atas kesudiannya membantu kami."

omitohud" sahut Kong Bun Hong Tio sambil tersenyum lembut.

"Tong Hai sianli, terimakasih atas kemurahan hatimu terhadap para ketua."

"Sama-sama," ucap Tong Hai sianli lalu memandang Thio Han Liong.

"Aku mohon pamit, sampai jumpa "

"selamat jalan, sampai jumpa" sahut Thio Han Liong.

Tong Hai sianli menatapnya dalam-dalam, setelah itu barulah meninggalkan kuil siauw Lim sie diikuti yang lain.

"Han Liong...." Jie Lian ciu, song Wan Kiauw dan Jie Thay

Giam menghampirinya dengan wajah berseri-seri.

"Han Liong...."

"Kakek.." Thio Han Liong bersujud di hadapan mereka.

"Omitohud" Keng Bun Hong Tio menghampiri mereka sambil tersenyum lembut

"Han Liong, engkau telah mempertahankan nama baik rimba persilatan Tionggoan."

"Hong Tio..." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Aku...."

"Omitohud" ucap Keng Bun Hong Tio.

"Aku tahu engkau merasa tidak enak terhadap para ketua, namun kalau engkau tidak muncul tepat pada waktunya, tentunya kami akan dipermalukan oleh pihak Tong Hai."

"Betul." Jie Lian ciu manggut-manggut.

"Sebab aku juga tidak sanggup mengalahkan mereka."

"Kakek Jie...." Thio Han Liong menghela nafas panjang.

"Dalam waktu tiga bulan, aku harus pergi ke pulau Khong Khong To."

"Itu memang harus," tegas Jie Lian ciu. "Kalau tidak, namamu pasti akan rusak." "Ya." Thio Han Liong mengangguk "Han Liong," ujar song Wan Kiauw.

"Sucouwmu sudah tua sekali. Beliau amat rindu padamu, maka alangkah baiknya... engkau ikut kami ke gunung Bu Tong."

"Ya." Thio Han Liong mengangguk

"Kita harus memburu waktu, maka bagaimana kalau kita berangkat sekarang?"

"Ng" Jie Lian ciu manggut-manggut. Mereka berpamit kepada para ketua, lalu meninggalkan kuil siauw Lim sie menuju gunung Bu Tong.

Beberapa hari kemudian, mereka sudah tiba di gunung Bu Tong. song wan Kiauw Jie Lian ciu Jie Thay Giam dan Thio song Kee menemani Thio Han Liong ke ruang meditasi menemui Thio sam Hong.

Begitu memasuki ruang meditasi itu, Thio Han Liong segera bersujud di hadapan guru besar tersebut.

"Sucouw...."

"Han Liong...." Betapa girangnya Thio sam Hong.

"Duduklah"

Thio Han Liong segera duduki begitu pula song wan Kiauw dan lainnya. Thio sam Hong terus memandang pemuda itu sambil tersenyum lembut, kemudian manggut-manggut seraya bertanya.

"Han Liong, bagaimana keadaan ayah dan ibumu?" "Kedua orangtuaku baik-baik saja," jawab Thio Han Liong.

"Hanya... mereka merasa enggan meninggalkan pulau Hong Hoang To."

"Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut.

"Memang lebih baik Bu Ki dan isterinya hidup tenang di sana. Kini aku sudah semakin tua...."

"Sucouw...."

"Aaaah..." Thio sam Hong menghela nafas panjang.

"Setiap manusia harus mati, begitu pula aku. Paling lama aku cuma bisa bertahan beberapa tahun lagi. Tapi aku merasa puas sekali, sebab... engkau telah besar dan berkepandaian begitu tinggi. oh ya, kenapa engkau masih belum mau kawin?"

"Sucouw...." Wajah Thio Han Liong kemerah-merahan.

"Setelah tugas-tugasku selesai, barulah aku kawin."

"Apa tugas-tugasmu itu?" tanya Thio sam Hong penuh perhatian.

"Itu...." Thio Han Liong menutur tentang janjinya kepada

Kam Ek Thian yang di gunung Altai dan Tong Hai sianli.

"Karena janji itu, aku harus mencari Yo Ngie Kuang dan mengunjungi pulau Khong Khong To."

"Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut.

"Apa yang engkau janjikan, haruslah ditepati. Jangan mencemarkan nama sendiri lantaran mengingkari janji, itu tidak baik."

"Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk.

"Han Liong" Thio sam Hong tersenyum lembut.

"Setelah itu, engkau harus kawin, karena... aku ingin menyaksikan engkau berkeluarga."

"Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk lagi, wajahnya tampak agak kemerah-merahan.

"Baiklah," ujar Thio sam Hong sambil memejamkan matanya.

"Kalian boleh meninggalkan ruang ini, aku mau beristirahat."

Thio Han Liong bersujud lagi, lalu bersama song Wan Kiauw dan lainnya meninggalkan ruang meditasi itu, menuju ke ruang depan.

"Aaaah..." song wan Kiauw menghela nafas panjang setelah duduk.

"Suhu sudah tua sekali...."

"Oleh karena itu..." sambung Jie Lian ciu sambil memandang Thio Han Liong.

"Setelah beres tugas-tugasmu itu, engkau harus segera kawin."

"Itu...." Thio Han Liong menundukkan kepala.

"Ya."

"Han Liong" song Wan Kiauw memandangnya seraya berkata.

"Engkau harus kawin sebelum sucouwmu wafat, beliau pasti gembira sekali menyaksikan engkau berkeluarga."

"Ya." Thio Han Liong manggut.

"Setelah semua urusan itu beres, aku... pasti kawin."

"Tentunya engkau sudah punya kekasih kan?" tanya Jie Lian ciu sambil tersenyum.

"Ya." Thio Han Liong memberitahukan.

"Dia adalah.... An Lok Keng cu, putri Cu Goan Ciang."

"Maksudmu Putri kaisar? " Jie Lian ciu terbelalak begitu pula yang lain.

"Ayahmu setuju?"

"Setuju." Thio Han Liong mengangguk

"Syukurlah " Jie Lian ciu tersenyum.

"Apabila engkau sempat, ajaklah dia ke mari menemui sucouwmu"

"Ya." Thio Han Liong manggut-manggut dengan wajah agak kemerah-merahan.

"Han Liong " Jie Lian ciu menatapnya dalam-dalam.

"Tong Hai sianli kelihatannya amat menyukaimu. Kalau bertemu dia engkau harus berterus terang kepadanya, bahwa engkau sudah punya kekasih. Itu agar menghindari hal-hal yang tak diinginkan."

"Dan..." tambah song Wan Kiauw.

"Engkau jangan menyinggung perasaannya. Apabila perasaannya tersinggung, dia pasti menimbulkan bencana dalam rimba persilatan Tionggoan."

"Aku akan bicara baik-baik dengannya, sama sekali tidak akan menyinggung perasaannya," ujar Thio Han Liong.

"Bagus." song Wan Kiauw tersenyum.

"Oh ya, kenapa engkau harus mencari Yo Ngie Kuang?"

"Sebab...." Thio Han Liong menutur tentang itu.

"Maka aku harus mencarinya."

"Oooh" song Wan Kiauw manggut-manggut.

"Jadi dia mencuri kitab pusaka Lian Hoa Cin Keng milik Kam Ek Thian?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk kemudian bangkit dari tempat duduknya.

"Aku mau mohon pamit."

"Baiklah." song Wan Kiauw manggut-manggut dan berkesan.

"Begitu semua urusanmu beres, ajaklah An Lok Kong cu ke mari"

"Ya." Thio Han Liong bersujud, lalu meninggalkan gunung Bu Tong untuk mencari Yo Ngie Kuang.


DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar