Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 61: Berlayar Ke Pulau Khong Khong To

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 61: Berlayar Ke Pulau Khong Khong To
Bab 61 Berlayar Ke Pulau Khong Khong To

Begitu tiba di Tionggoan, Thio Han Liong langsung mencari Yo Ngie Kuang. Namun sudah dua bulan ia mencari ke sana ke

mari, sama sekali tidak menemukan jejak pemuda itu. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk berangkat ke pesisir Timur, untuk berlayar ke pulau Khong Khong To.

Oleh karena itu, ia mulai melakukan perjalanan ke Timur Justru sungguh di luar dugaan, di tengah perjalanan ia berjumpa dengan Ouw Yang Bun, yang sedang mencari putrinya.

"Saudara Han Liong...." Betapa gembiranya Ouw Yang Bun.

"Tak disangka kita berjumpa di sini"

"Saudara Ouw Yang Bun" Thio Han Liong tersenyum, kemudian memegang bahunya seraya bertanya,

"Bagaimana keadaanmu selama ini?"

"Baik-baik saja. Bagaimana keadaanmu?"

"Aku pun baik-baik saja." Thio Han Liong memandangnya seraya berkata.

"Sungguh kebetulan kita berjumpa di sini"

"oh ya, Aku...." Wajah Ouw Yang Bun tampak murung

sekali.

"Belum berhasil menemukan putriku, dia entah di mana?"

"Justru aku akan katakan barusan sungguh kebetulan kita berjumpa di sini," sahut Thio Han Liong.

"Sebab aku akan menyampaikan kabar berita kepadamu mengenai putrimu itu."

"Oh? Engkau tahu dia berada di mana?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan.

"Bu sim Hoatsu telah binasa, namun putrimu tidak bersamanya...."

Thio Han Liong menutur tentang semua itu. Ouw Yang Bun mendengar dengan penuh perhatian dan wajahnya mulai tampak berseri.

"oooh" la menarik nafas lega.

"Jadi kini Putriku berada di gunung Altai?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"Engkau boleh ke sana menengoknya."

"Saudara Han Liong...." Ouw Yang Bun menatap haru.

"Terimakasih...."

"Kalau engkau bertemu Paman Kam Ek Thian tolong memberitahukan bahwa aku masih terus mencari Yo Ngie Kuang" pesan Thio Han Liong.

"Ya." Ouw Yang Bun mengangguk.

"oh ya, kalau engkau bertemu guruku, tolong beritahukan bahwa aku sedang pergi ke gunung Altai"

"Baik," Thio Han Liong manggut-manggut.

"Maaf, aku harus melanjutkan perjalanan"

"Saudara Han Liong, aku berhutang budi kepadamu," ujar Ouw Yang Bun.

"Mudah-mudahan kelak aku dapat membalas sampai jumpa"

Ouw Yang Bun melesat pergi, sedangkan Thio Han Liong menarik nafas lega lalu melanjutkan perjalanannya .

Sementara Ouw Yang Bun terus melakukan perjalanan ke gunung Altai. Tujuh delapan hari kemudian, ia sudah tiba di kaki gunung itu Ketika ia sedang mendaki, mendadak muncul dua wanita menghadangnya. Mereka ternyata Yen Yen dan lng lng.

"Berhenti" bentak Yen Yen sambil menatapnya tajam. "Siapa engkau dan ada apa datang ke mari?" "Maaf" Ouw Yang Bun segera memberi hormat.

"Namaku Ouw Yang Bun. Kebetulan aku berjumpa Thio Han Liong. Dia menyuruhku ke mari menengok putriku."

"Oh?" Yen Yen mengerutkan kening.

"Putrimu bernama ouw Yang Hui sian?"

"Betul, betul." Wajah Ouw Yang Bun langsung berseri.

"Mari ikut kami ke puncak" ajak Yen Yen.

Mereka lalu melesat ke puncak gunung itu dan tak seberapa lama kemudian mereka sudah tiba di sana. Yen Yen dan lng lng mengajaknya masuk ke rumah Kam Ek Thian.

"Silakan duduk" ucap Yen Yen.

"Aku akan melapor dulu. Engkau tunggu di sini, jangan ke mana-mana"

"Ya." Ouw Yang Bun duduk,

Yen Yen masuk ke dalam, namun tidak lama kemudian sudah kembali bersama Kam Ek Thian dan Lie Hong suan.

Ouw Yang Bun segera bangkit dari tempat duduknya dan langsung memberi hormat kepada mereka.

"Silakan duduk" ucap Kam Ek Thian sambil duduk dan Lie Hong suan duduk di sisinya.

"Terimakasih," ucap Ouw Yang Bun sambil duduk,

"Engkau Ouw Yang Bun, ayah ouw Yang Hui sian?" tanya Kam Ek Thian.

"Ya." Ouw Yang Bun mengangguk.

"Aku bertemu Thio Han Liong. Dia yang memberitahukan kepadaku maka aku ke mari."

"oooh" Kam Ek Thian manggut-manggut.

"oh ya" Ouw Yang Bun memberitahukan.

"Dia menyuruhku bilang kepada Tuan bahwa dia masih terus mencari Yo Ngie Kuang."

"Ngmm" Kam Ek Thian manggut-manggut lagi, kemudian memandang Yen Yen seraya berkata,

"Bawa Hui sian ke mari"

"Ya." Yen Yen segera masuk ke dalam. Tak seberapa lama kemudian, wanita itu sudah kembali bersama ouw Yang Hui sian dan Kam siauw Cui. Begitu melihat Ouw Yang Bun, gadis kecil itu langsung berseru sambil berlan lari menghampirinya.

"Ayah Ayah"

"Nak" Mata Ouw Yang Bun bersimbah air. la memeluk putrinya erat-erat lalu membelainya dengan penuh kasih sayang.

"Nak.."

"Ayah..." seru Hui sian terisak-isak.

"Paman dan Bibi yang menyelamatkanku dari tangan pendeta jahat itu "

"Ayah sudah tahu." Ouw Yang Bun terus membelai nya. "Ayah gembira sekali."

"Paman mau membawa Adik Hui sian pulang ke Tionggoan?" tanya Kam siauw Cui mendadak.

"Tidak." Ouw Yang Bun menggelengkan kepala. "Dia boleh tetap tinggal di sini menemanimu. " "oh?" Wajah Kam siauw Cui berseri. "Terimakasih, Paman."

"Ouw Yang Bun" Kam Ek Thian menatapnya.

"Engkau masih ingin kembali ke Tionggoan?"

"Tuan, sebetulnya aku sudah bosan berkecimpung dalam rimba persilatan, maka kalau Tuan mengijinkan, aku... aku ingin tinggal di sini," jawab Ouw Yang Bun sungguh-sungguh dan menambahkan.

"Pemandangan di sini amat indah sekali. Di sini merupakan tempat tinggal yang tenang dan damai."

"oh?" Kam Ek Thian tersenyum. "Betulkah engkau ingin tinggal di sini?" "Ya." Ouw Yang Bun mengangguk. "Baiklah." Kam Ek Thian manggut-manggut. "Engkau boleh tinggal di sini."

"Terimakasih Tuan, terimakasih," ucap Ouw Yang Bun dengan rasa haru.

"Ayah" Betapa gembiranya ouw Yang Hui sian. Kemudian gadis kecil itu pun mengucapkan terimakasih kepada Kam Ek Thian dan Lie Hong suan.

"Terima kasih, Paman, terimakasih Bibi."

"Ha ha ha" Kam Ek Thian tertawa gembira, lalu memandang Lie Hong suan seraya berkata,

"isteriku, mudah-mudahan Han Liong dapat mencari Yo Ngie Kuang secepatnya, jadi urusan itu tidak terus terganjel dalam hati kita"

"Ya." Lie Hong suan manggut-manggut.

"Aku yakin Han Liong pasti berhasil mencari Yo Ngie Kuang, aku yakin itu."

"Kalau kitab itu sudah kembali ke tangan kita, tentu kita dapat berlega hati," ujar Kam Ek Thian.

"Mudah-mudahan Han Liong dapat membujuknya mengembalikan kitab itu"

"Mudah-mudahan" sahut Lie Hong suan dan mengusulkan.

"Suamiku, setelah kitab itu dikembalikan, alangkah baiknya di bakar saja."

"Betul." Kam Ek Thian manggut-manggut.

"Aku setuju. Kitab itu memang harus dibakar, agar tidak menimbulkan masalah lagi."

Sementara itu, Thio Han Liong telah tiba di pesisir Timur. Tampak beberapa buah kapal berlabuh di sana. Thio Han Liong mendekati salah sebuah kapal tersebut. Di saat bersamaan, muncul beberapa orang menghampirinya.

"Siapa saudara, mau apa ke mari?" tanya salah seorang dari mereka sambil menatapnya dengan penuh perhatian.

"Namaku Thio Han Liong. Aku ke mari mencari orang yang bersedia mengantarku ke pulau Khong Khong To."

"oooh" Mereka segera memberi hormat.

"Ternyata Thio siauhiap Maaf, kami tidak mengetahuinya "

"Tidak apa-apa." Thio Han Liong tersenyum.

"Thio siauhiap." salah seorang memberitahukan.

"Sudan dua bulan lebih kami menunggu di sini, itu adalah perintah dari sianli."

"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.

"Saudara-saudara, apakah kalian sudi mengantarku ke pulau Khong Khong To?" tanyanya.

"Itu memang tugas kami," sahut salah seorang itu sambil tertawa.

"Thio siauhiap. mari ikut kami ke kapal."

Ya." Thio Han Liong, mengangguk, lalu mengikuti mereka ke kapal.

Berselang beberapa saat kemudian, tampak sebuah kapal mulai meninggalkan pesisir itu. setelah berlayar dua hari, barulah kapal itu sampai di pulau Khong Khong To.

Sebelum berlabuh, salah seorang awak kapal memasang kembang api, kemudian kembang api itu meluncur ke atas. Thio Han Liong tahu ilu merupakan suatu tanda untuk pihak Khong Khong To.

Ketika kapal berlabuh, Thio Han Liong melihat belasan orang berdiri di darat. Tampak pula Tong Hai sianli berdiri di sana dengan wajah cerah ceria.

"Mari kita turun" ajak salah seorang sambil tersenyum. "Sianli sudah menunggu di sana."

Thio Han Liong mengangguk dan sekaligus meloncat turun ke hadapan Tong Hai sianli. Betapa kagumnya pihak Khong Khong To, sebab dengan jarak hampir tiga puluh depa Thio Han Liong hanya sekali meloncat sudah sampai di hadapan Tong Hai sianli.

"Han Liong...." Tong Hai sianli memandangnya dengan

mata berbinar-binar.

"Sudah lama aku menunggu kedatanganmu."

"Maaf." ucap Thio Han Liong.

"Karena ada sedikit halangan, maka aku terlambat datang."

"Aku kira engkau ingkar janji," bisik Tong Hai sianli.

"Kalau dalam bulan ini engkau belum datang, aku pasti ke Tionggoan."

"Aku tidak akan ingkar janji," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum dan menambahkan.

"Apa yang telah kujanjikan, pasti kutepati."

"Bagus" Tong Hai sianli sok Ceng manggut-manggut.

"Aku paling senang pemuda yang bersifat demikian." "Oh?" Thio Han Liong tersentak.

"Sok Ceng...."

"Eh? Aku...." Wajah Tong Hai sianli kemerah-merahan,

kemudian menundukkan kepala.

"Sok Ceng," ujar Thio Han Liong.

"Tolong antar aku menemui ayahmu agar urusanku di sini cepat beres"

"Baik." Tong Hai sianli mengangguk, lalu mengantar Thio Han Liong ke tempat tinggalnya.

Gadis itu berjalan dengan santai sekali, bahkan sesekali ia pun mencuri meliriknya.

"Sungguh indah pemandangan di sini dan hawa udaranya pun amat sejuk menyegarkan" ujar Thio Han Liong sambil menarik nafas dalam-dalam menghirup udara.

"Engkau suka pulau ini?" tanya Tong Hai sianli mendadak. "Suka." Thio Han Liong mengangguk,

"Kalau begitu...." Tong Hai sianli mengerlingnya.

"Engkau boleh tinggal di sini."

"Itu tidak mungkin, sebab aku masih ada urusan di Tionggoan." sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Han Liong...." Tong Hai sianli ingin mengatakan sesuatu,

namun ditelan kembali dan wajahnya tampak kemerah-merahan.

"Ya, ada apa?" sahut Thio Han Liong.

"Ti... tidak." Tong Hai sianli agak tergagap.

"Maksudku... ayahku pasti gembira sekali atas kedatanganmu."

"oh?" Thio Han Liong tersenyum.

Berselang beberapa saat, terlihat sebuah bangunan yang amat besar dan indah sekali dan belasan penjaga berdiri di depan pintu pagar. Begilu melihat Tong Hai sianli, mereka segera memberi hormat.

"Sianli, Tocu (Majikan Pulau) sudah menunggu di ruang depan."

Tong Hai sianli manggut-manggut, kemudian memandang Thio Han Liong seraya berkata,

"Mari kita masuk."

"Ya." Thlo Han Llong mengangguk.

Setelah melewati halaman yang amat luas, barulah sampai di depan rumahnya. sambil tersenyum Tong Hai sianli mengajak Thio Han Liong masuk. para penjaga langsung memberi hormat, lalu memandang Thio Han Liong seraya berkata.

"Silakan masuk Tuan Muda Thlo"

"Terima kasih" ucap Thio Han Liong lalu mengikuti Tong Hai sianli masuk ke dalam.

Tampak seorang lelaki berusia enam puluhan duduk di sana. Ketika melihat Thio Han Liong lelaki itu tertawa gelak.

"Locianpwee, terimalah hormatku" ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat kepada lelaki tua itu.

"Ha ha ha" Lelaki tua itu ternyata Tong Hay sianjin, ayah Tong Hay sianli.

"Silakan duduk"

"Terimakasih" ucap Thio Han Liong sambil duduk,

"Ayah, dia adalah Thio Han Liong." Tong Hai sianli memperkenalkan.

"Han Liong, orangtua ini adalah ayahku."

Thio Han Liong manggut-manggut, sedangkan Tong Hai sianjin terus tertawa gelak.

"Ha ha ha Ayah sudah tahu Ayah sudah tahu." Tong Hai sianli memandang Thio Han Liong dengan penuh perhatian.

"Bagus, bagus Memang tampan dan sopan santun Ha ha ha..."

"Ayah...." Wajah Tong Hai sianli memerah.

"Ngmmm" Tong Hai sian jin manggut-manggut.

"Tong Hai sianli, memang aku yang mengutusnya ke Tionggoan. Tapi... dia malah membuat onar di sana."

"Ayah" Tong Hai sianli cemberut.

"Aku tidak membuat onar di sana, melainkan menuruti perintah Ayah."

"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa terbahak-bahak.

"Kalau Thio Han Liong tidak muncul menundukkanmu, bukankah engkau akan bertambah angkuh?"

"Ayah...." Tong Hai sianli membanting-banting kaki.

"Han Liong memang berkepandaian tinggi, dia dapat mengalahkanku."

"Ngmm" Tong Hai sianjin manggut-manggut, kemudian menatap Thio Han Liong seraya bertanya,

"Han Liong, siapa orangtuamu?"

"Ayahku bernama Thio Bu Ki, ibuku bernama Thio Beng."

"Hah?" Tong Hai sianjin terbelalak.

"Thio Bu Ki, ketua Beng Kauw itu ayahmu?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"Pantas engkau berkepandaian begitu tinggi, ternyata engkau Putra Thio Bu Ki"

"Tocu kenal ayahku?"

"Aku tidak pernah ke Tionggoan, bagaimana mungkin aku kenal ayahmu? Tapi... aku pernah mendengar mengenai sepak terjang ayahmu. Dia seorang pahlawan yang merobohkan Dinasti Goan (Mongol). sudah lama kudengar nama besar ayahmu. Kini ayahmu berada di mana?"

"Tinggal di culau Hong Hoang To di laut Pak Hai." .

"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa.

"Aku tinggal di pulau Khong Khong To di Tong Hai, dia tinggal di culau Hong Hoang To di Pak Hai. Itu sungguh cocok sekali Ha ha ha..."

"Tocu...?" Thio Han Liong heran akan ucapan Tong Hay sianjin.

"Han Liong," tanya Tong Hay sianjin.

"Tahukah engkau apa sebabnya kami mengundangmu ke mari?"

"Tahu." Thio Han Liong mengangguk.

"Untuk menterjemahkan sebuah kitab yang bertulisan Thian Tok"

"Betul." Tong Hay sianjin manggut-manggut. "Selain itu akupun ingin menguji kepandaianmu. "
"Tocu...." Thio Han Liong mengerutkan kening.

"Jangan menolak" ujar Tong Hay sianjin sambil tersenyum.

"Aku akan mengujimu dengan tiga jurus pukulan, engkau boleh menangkis dan menyerangku pula."

"Tocu...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Engkau tidak boleh menolak, sebab kalau engkau menolak, sama saja tidak menghargaiku," tandas Tong Hai Sianjin.

"Harap engkau mengerti"

"Baiklah." Thio Han Liong mengangguk.

"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gembira.

"Bagus, bagus. Mari kita ke tengah-tengah ruangan.

Thio Han Liong mengangguk, kemudian mereka berdua bangkit berdiri dan berjalan ke tengah-tengah ruangan.

Mereka berdua berdiri berhadap-hadapan. Kemu-dian Tong Hai Sianjin tersenyum seraya berkata.

"Cara kita bertanding begini saja," usul Tong Hai sianjin.

"Aku menyerangmu tiga jurus, setelah itu barulah engkau menyerangku tiga jurus juga."

"Baik" Thio Han Liong mengangguk dan bertanya.

"Bolehkah berkelit?"

"Tentu boleh." Tong Hai sianjin manggut-manggut.

"Bahkan juga boleh menangkis."

"Kalau begitu...," ujar Thio Han Liong.

"Silakan Tocu menyerang lebih dulu aku akan berusaha berkelit atau menangkis"

"Hati-hati" Tong Hai sianjin mengerahkan Lwee-kangnya, sehingga wajahnya tampak memerah.

Thio Han Liong pun segera mengerahkan Kiu Yang sin Kang. la tahu bahwa Tong Hat sianjin berkepandaian amat tinggi, lagiputa tidak main-main.

"Jurus pertama" seru Tong Hai sianjin sambil menyerang.

Betapa dahsyatnya serangan itu sehingga menimbulkan suara menderu- deru bagaikan ombak.

Terkejut juga Thio Han Liong akan serangan itu maka segeralah ia meloncat mundur. Akan tetapi, di saat ia meloncat mundur, di saat itu pula Tong Hai sianjin sudah menyerangnya dengan jurus ke dua, membuat Thu Han Liong tidak sempat berkelit, namun masih sempat baginya mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang, lalu menangkis serangan itu dengan jurus Kian Kun Taylo Bu Pien ( Alam semesta Tiada Batas). Blaaam Terdengar suara benturan yang memekak kan telinga.

Tong Hai Sianjin terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah, sedangkan Thio Han Liong hanya mundur dua langkah. Itu sungguh mengejutkan para penonton. Bahkan Tong Hai sianli, nyaris menjerit saking terkejutnya.

"Bukan main" ujar Tong Hai sianjin setelah berdiri tegak.

"Han Liong, engkau sungguh hebat. Pantas putriku kalah menghadapimu Nah ini jurus ke tiga Hati-hati lah"

Thio Han Liong mengangguk, Di saat bersamaan Tong Hai sianjin menyerangnya dengan sepenuh tenaga Thio Han Liong ingin berkelit, tapi terlambat sehingga ia terpaksa menangkis serangan yang amat dahsyat itu. Menggunakan jurus Kian Kun Taylo Kwi Cong (segala Galanya Kembali Ke Alam semesta).

Blaaammmm.. .Terdengar suara benturan yang amat keras, bahkan terasa bergoncang pula ruangan itu

Blaaammmm Thio Han Llong terhuyung ke belakang, sedangkan Tong Hal sianjin terpental hampir tujuh depa. Namun setelah itu, ia masih dapat berdiri tegak.

"Ayah..." seru Tong Hai sianli sambil melesat ke ayahnya.

"Ayah terluka?"

"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.

"Kalau Han Liong tidak bermurah hati kepada ayah, saat ini ayah pasti sudah terkapar jadi mayat."

"Ayah...." Tong Hai sianli menarik nafas lega.

"Syukurlah Ayah tidak terluka sama sekali"

"Tocu" Thio Han Liong mendekatinya sambil memberi hormat.

"Aku... aku mohon maaf"

"Tidak apa-apa." Tong Hai sianjin tersenyum dan memandangnya dengan penuh kekaguman.

"Engkau sungguh hebat, maka engkau tidak perlu menyerangku lagi, aku pasti tak kuat menangkis seranganmu."

"Tocu...." Thio Han Liong merasa tidak enak dalam hati.

"Sekali lagi aku mohon maaf...."

"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.

"Jangan merasa tidak enak dalam hati, sebab aku yang mendesak mu bertanding tiga jurus"

"Han Liong...." wajah Tong Hai sianli berseri-seri

"Tak kusangka engkau dapat mengalahkan ayahku."

"Aku...." Thio Han Liong menundukkan kepala.

"Mari kita kembali ke tempat duduk" ajak Tong Hai sianjin.

Mereka kembali ke tempat duduk. Tong Haisianpr menatapnya dengan penuh kekaguman.

"llmu apa yang engkau gunakan tadi?"

"Kian Kun Taylo sin Kang."

"Siapa yang mengajarmu?"

"BuBeng siansu."

"Han Liong...." Tong Hai sianjin menghela napas panjang.

"Sungguh hebat ilmu itu. Kalau tadi engkau tidak mengurangi Lweekangmu, aku pasti sudah binasa."

"Tocu...."

"Han Liong...." Tong Hai sianjin menatapnya.

"Pantas engkau tidak mau bertanding denganku. Ternyata engkau sudah tahu aku pasti kalah."

"Tocu, jangan berkata begitu, aku... aku menjadi tidak enak." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Terus terang, ketika sok Ceng memberitahukan kepadaku, bahwa engkau berkepandaian tinggi sekali, aku sama sekali tidak percaya. Maka tadi aku... aaah Malah mempermalukan diri sendiri..."

"Tocu, aku mohon maaf"

"Tidak apa-apa." Tong Hai sianjin tertawa.

"Ha ha Aku justru merasa girang sekali. sekarang aku akan ke kamar mengambil kitab itu."

Tong Hai sianjin segera pergi ke kamarnya, sedangkan Tong Hai sianli terus menatap Thio Han Liong dengan mata tak berkedip.

"Eeeh?" Thio Han Liong tercengang.

"Kenapa engkau menatapku dengan cara begitu?"

"Aku..." sahut Tong Hai sianli sambil menundukkan kepala.

"Aku kagum sekali padamu."

"sok Ceng...." Thio Han Liong menghela nafas panjang.

Di saat bersamaan, tampakTong Hai sianjin kembali ke ruangan itu dengan membawa sebuah kitab.

"Inilah kitab yang bertulisan Thian Tok, Bisakah engkau menterjemahkannya?"

"Mudah-mudahan" jawab Thio Han Liong.

Tong Hai sianjin menyerahkan kitab itu kepada Thio Han Liong. setelah menerima kitab itu, mulailah Thio Han Liong membacanya.

"Han Liong," tanya Tong Hai sianli. "Engkau mengerti semua tulisan itu?" "Mengerti." Thio Han Liong mengangguk. "Oh?" Mulut Tong Hai sianli ternganga lebar "Engkau memang hebat sekali."

"Kalau mau belajar, engkau pun pasti mengerti." ujar Thio Han Liong.

Tong Hai sianli tidak mau menyia-nyiakan kesempatan.

Maka gadis itu langsung berkata.

"Han Liong, ajarilah aku tulisan Thian Tok"

"Itu...." Thio Han Liong tertegun.

"Aku... aku tidak punya waktu." "Apa?" Tong Hai sianli cemberut.

"Tadi engkau bilang mau mengajarku, sekarang malah bilang tidak punya waktu Bagaimana sih engkau?"

"Tadi aku bilang kalau engkau mau belajar, aku tidak bilang mau mengajarmu, lho"

"Nah" Tong Hai sianli tersenyum.

"Aku justru mau belajar, maka engkau harus mengajarku"

"Eeeh...." Thlo Han Llong terbelalak.

"Han Liong" Tong Hai sianjin tersenyum.

"Ajarilah dia agar tidak merasa kecewa"

"Tapi aku harus segera kembali ke Tionggoan"

"Tinggallah di sini beberapa hari.Tidak akan merepotkanmu kan?" ujar Tong Hai sianjin sambil tertawa kemudian bertanya.

"Sebetulnya kitab apa itu?"

"Ih Kin Keng (Kitab Pusaka Pemindahan Urat Nadi)" Thio Han Liong memberitahukan.

"Kitab ini pasti berasal dari Thian Tok, berisi semacam pelajaran ilmu Lweekang tingkat tinggi."

"Oh?" Tong Hai sianjin tampak gembira sekali

"Han Liong, kapan engkau akan mulai menterjemahkannya? "

"Sekarang."

"Kalau begitu.. aku akan menyuruh sok Ceng untuk mengantarmu ke kamar. Lebih tenang engkau menterjemahkannya di dalam kamar."

"Cukup di sini saja." Thio Han Liong tersenyum.

"Sebab aku pun akan mengajar sok Ceng tulisan Thian tok."

"Oh?" Tong Hai sianjin melirik putrinya.

"Han Liong," ujar Tong Hai sianli sambil memandangnya.

"Bukankah lebih baik di dalam kamar saja?"

"Lebih baik di sini, sebab tidak baik kita berdua berada di dalam kamar." sahut Thio Han Liong.

"Engkau...." Wajah Tong Hai sianli kemerah-merahan

"Engkau...."

"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.

"sok ceng, cepatlah siapkan kertas, pit dan tinta hitam"

"Ya." Tong Hai sianli segera menyiapkan semua itu di atas meja.

"Han Liong" Tong Hai sianjin tersenyum.

"Engkau boleh mulai menterjemahkan kitab itu."

Thio Han Liong mengangguk, lalu duduk dekat meja itu. Tong Hai sianli segera duduk di sisinya dengan wajah berseri-seri.

"Ketika berada di kuil siauw Limsie, engkau kok bisa menulis huruf Thian Tok?" tanya Thio Han Liong mendadak.

"Aku cuma meniru," sahut Tong Hai sianli sambil tersenyum.

"Tapi sama sekali tidak tahu artinya."

" Kalau begitu...." Thio Han Liong manggut-manggut.

"Aku akan mulai mengajarmu sekaligus menterjemahkan kitab ini."

"Apakah tidak akan mengganggu konsentrasimu?" tanya Tong Hai sianli lembut.

"Tentu tidak"

"Han Liong, sebetulnya aku tidak berniat belajar tulisan Thian Tok...." Tong Hai sianli merendahkan suaranya.

"Hanya saja... ingin mendekatimu."

"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang kemudian mulai menterjemahkan kitab itu dengan tulisan Han.

"Eeeh?" Tong Hai sianli tercengang.

"Kenapa engkau menghela nafas panjang? Apakah ada sesuatu terganjal dalam hatimu?"

"Tidak." Thio Han Liong menggelengkan kepala

"sok Ceng, kalau mau mengobrol, lebih baik tunggu aku selesai menterjemahkan kitab ini."

"Ya." Tong Hai sianli mengangguk. Gadis itu terus memperhatikan Thio Han Liong yang sedang menterjemahkan kitab itu. Betapa kagumnya akan tulisan Thio Han Liong yang begitu indah, dan itu sungguh di luar dugaannya.

Kitab itu tidak begitu tebal, maka Thio Han Liong tidak begitu lama menyelesaikannya dan itu sungguh mengejutkan Tong Hai sianli.

"Ayah Ayah" seru gadis itu "Ayah...."

Tong Hai sianjin yang duduk diam dengan mata terpejamkan itu tampak tersentak.

"Ada apa, ada apa?" sahutnya.

"Ayah, Han Liong sudah usai menterjemahkan kitab itu." Tong Hai sianli memberitahukan.

"Hah? Apa?" Tong Hai sianjin terbelalak.

"Be.. begitu cepat?"

"Memang sudah selesai," sahut Thio Han Liong, lalu mengembalikan kitab itu sekaligus menyerahkan kertas kertas yang bertulisan Han.

"Harap Tocu simpan baik-baik jangan sampai terjatuh ke tangan penjahat"

Tong Hai sianjin mengangguk sambil menerima kitab dan kertas-kertas tersebut, kemudian membacanya dan tak lama wajahnya tampak berseri-seri.

"lni... ini merupakan pelajaran Lweekang yang amat tinggi" ujarnya sambil tertawa gembira.

"oleh karena itu, janganlah sampai terjatuh ke tangan penjahat" Thio Han Liong mengingatkan.

"Jangan khawatir Aku pasti menyimpannya dengan hati-hati sekali." sahut Tong Hai sianjin.

"Oh ya, bagaimana kalau kita belajar bersama?"

"Terimakasih, Tocu," ucap Thio Han Liong.

"Itu tidak perlu, sebab aku sudah menghafalnya . "

"Apa?" Tong Hai sianjin terbelalak.

"Engkau... engkau telah menghafal seluruhnya?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan.

"Apabila Tocu berhasil menguasai ilmu itu, maka Tocu pun tidak mempan ditotok, sebab Tocu dapat menggeserkan semua jalan darah di tubuh Tocu. selain itu, Lweekang Tocu pun pasti bertambah tinggi."

"oh?" Tong Hai sianjin semakin kagum pada Thio Han Liong, lalu membaca lagi dan tiba-tiba keningnya berkerut.

"Ada apa, Ayah?" tanya Tong Hai sianli.

"Ayah kurang mengerti yang ini...." Tong Hai sianjin

menghela nafas panjang.

"Dalam sekali artinya."

"Yang mana?" tanya Thio Han Liong.

"Yang ini." Tong Hai sianjin memberitahukan.

Thio Han Liong segera membacanya. setelah itu ia pun memberi penjelasan kepada Tong Hai sianjin agar Tocu itu mengerti.

"Oooh" Tong Hai sianjin manggut-manggut mengerti.

Thio Han Liong terus menjelaskan seluruhnya, dan itu sungguh menggembirakan Tong Hai sianjin, maka ia terus tertawa.

"Ha ha ha" Tong Hai sianjin menatapnya.

"Han Liong, engkau betul-betul hebat seandainya aku berhasil menguasai ilmu itu, belum tentu aku dapat mengalahkanmu."

“Tocu.... “Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala

dan berkata,

"Keangkuhan justru akan menjatuhkan diri sendiri Aku harap Tocu tidak akan bersifat begitu, agar aku tidak sia-sia menterjemahkan kitab itu."

"Han Liong...." Tong Hai Sianjin menatapnya sambil

tersenyum.

"Terimakasih atas nasihatmu."

"Tocu, aku mohon maaf, karena terlampau lancang...."

"Tidak apa-apa malahan aku sangat berterimakasih padamu," sahut Tong Hai sianjin, kemudian memandang putrinya seraya berkata,

"Sok Ceng, antar Han Liong ke kamar untuk beristirahat"

"Ya, Ayah." Tong Hai sianli mengangguk, kemudian segera mengantar Thio Han Liong ke kamar.

Tak seberapa lama kemudian mereka sampai di depan sebuah kamar. Tong Hai sianli membuka pintu kamar itu seraya bertanya.

"Han Liong, merasa cocokkan engkau dengan kamar ini?"

"Cocok" Thio Han Liong mengangguk, lalu melangkah memasuki kamar itu dan duduk. Tong Hai sianli mengikutinya dan lalu duduk di hadapannya. Tentunya membuat Thio Han Liong merasa tidak enak.

"sok Ceng...."

"Aku ingin bercakap-cakap sejenak denganmu, boleh kan?"

"Memang boleh. Tapi... tidak baik engkau berada di dalam kamar ini. Lebih baik kita bercakap-cakap di luar."

"Engkau...." Tong Hai sianli cemberut Kemudian dengan

perlahan-lahan gadis itu bangkit berdiri

"Baiklah nanti malam kita bercakap-cakap di halaman belakang saja."

"Di halaman belakang?" tanya Thio Han Liong.

"Keluar dari kamar ini, engkau belok ke kiri" Tong Hai sianli memberitahukan.

"Sampai di ujung terdapat sebuah pintu, keluar dari pintu itu adalah halaman belakang. Di sana terdapat taman bunga yang indah."

"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.

"Baiklah malam ini aku pasti ke sana. Lebih leluasa kita bercakap-cakap di sana daripada di sini."

"Engkau...." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.

Setelah itu barulah ia meninggalkan kamar tersebut.

Seketika juga Thio Han Liong menarik nafas lega. Ternyata ia telah mengambil keputusan, yakni malam ini ia akan berterus terang kepada Tong Hai sianli, bahwa ia sudah punya tunangan, agar gadis tersebut tidak menaruh cinta kepadanya..

Malam harinya, Thio Han Liong pergi ke halaman belakang itu. sampai di sana, ia melihat Tong Hai sianli sedang duduk sambil memandang bulan purnama.

"sok Ceng...." Thio Han Liong mendekatinya.

"oh Han Liong" Tong Hai sianli tersenyum.

"Engkau sudah ke mari"

"Ya." Thio Han Liong berdiri di sisinya.

"Aku tidak tahu bahwa malam ini ternyata malam bulan purnama."

"Bukan main indahnya malam ini..." ujar Tong Hai sianli dengan suara rendah, kemudian memandang Thio Han Liong dengan lembut sekali.

"Sungguh mengesankan malam ini"

"sok Ceng...." Thio Han Liong ingin berterus terang, namun

merasa berat membuka mulut.

"Ada apa, Han Liong?" tanya Tong Hai sianli dengan suara rendah.

"Engkau mau bilang apa?"

"sok Ceng" Thio Han Liong menarik nafas dalam-dalam.

"Aku harus berterus terang agar urusan tidak berlarut."

"Urusan apa?"

"Aku tahu bagaimana perasaanmu terhadapku, tapi...."

Thio Han Liong memberanikan diri memberitahukan.

"Aku... aku sudah punya tunangan."

"oh?" Tong Hai sianli mengerutkan kening, kemudian tersenyum.

"Itu tidak jadi masalah. Walau engkau sudah punya tunangan, bukankah kita tetap boleh berteman?"

"Tentu boleh." Thio Han Liong manggut-manggut.

"Nah" Tong Hai sianli tersenyum lagi.

"Itu sudah cukup bagiku. oh ya, bolehkah aku tahu siapa tunanganmu?"

"An Lok Keng cu." Thio Han Liong memberitahukan.

"Dia adalah Putri kaisar...."

"Aku yakin dia pasti cantik sekali. Kalau tidak bagaimana mungkin engkau akan mencintainya?"

"Dia memang cantik jelita, tapi yang paling penting dia berpengertian, lemah lembut dan amat mencintaiku."

"Engkau pun amat mencintainya, bukan?

"Ya."

"Sungguh bahagia An Lok Kong Cu itu" ujar Tong Hai sianli sambil menghela nafas panjang.

"Nasibnya amat beruntung...."

"sok Ceng "Thio Han Liong tersenyum.

"Percayalah Kelak engkau pun akan bertemu pemuda yang baik"

"Mudah-mudahan" ucap Tong Hai sianli.

"sok Ceng, aku pikir... lebih baik aku kembali ke Tionggoan esok" ujar Thio Han Liong.

"sebab masih ada urusan yang harus kuselesaikan." "Aaaah..." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku ingin menahanmu di sini, tapi...."

"sok Ceng, aku masih harus mencari seseorang, maka harus segera kembali ke Tionggoan. Aku harap engkau maklum dan mengerti"

"Han Liong...." Tong Hai sianli ingin mengatakan sesuatu,

namun dibatalkannya, kemudian menghela nafas panjang.

"sok Ceng, aku mohon maaf karena telah menyinggung perasaanmu...."

"Engkau tidak menyinggung perasaanku." Tong Hai sianli tersenyum getir.

"Memang ada baiknya engkau berterus terang, jadi aku tidak terus mengharap."

"sok Ceng, aku akan kembali ke Tionggoan esok pagi," ujar Thio Han Liong dan menambahkan.

"semoga kita akan berjumpa kelak"

"Aaah..." Tong Hai sianli memandang ke bulan yang bersinar terang itu

"Malam purnama itu merupakan malam kenangan bagiku. setiap malam bulan purnama, aku pasti akan teringat padamu. Namun sebaliknya... engkau pasti akan melupakan diriku yang tinggal di pulau Khong Khong To ini."

"sok Ceng," sahut Thio Han Liong.

"Engkau adalah teman baikku, tentunya aku tidak akan melupakanmu."

"Aku tahu...." Mata Tong Hai sianli mulai basah.

"Engkau cuma menghibur diriku."

"Aku berkata sesungguhnya, sama sekali tidak menghiburmu. Percayalah" Thio Han Liong menatapnya.

"Aku percaya, terima kasih." ucap Tong Hai sianli.

"sok Ceng" Thio Han Liong menarik nafas dalam dalam.

"Aku mau kembali ke kamar...."

"Silakan"

"Engkau?"

"Aku mau duduk di sini."

"Maaf" ucap Thio Han Liong.

"Aku kembali ke kamar...."

Thio Han Liong melangkah pergi. Tak seberapa lam., kemudian berkelebat sosok bayangan ke hadapan Tong Hai sianli.

"sok Ceng...."

"Ayah" panggil Tong Hai sianli. Ternyata sosok bayangan itu adalah Tong Hai sianjin.

"Sudah lamakah Ayah berada di tempat ini?"

"Sebelum Thio Han Liong ke mari, ayah sudah bersembunyi di balik pohon." Tong Hai sianjin mem beritahukan.

"Ayah melihat engkau duduk seorang diri di sini. Karena ingin tahu kenapa engkau duduk seorang diri di sini, maka ayah bersembunyi di balik pohon, tak lama muncullah Thio Han Liong...."

"Ayah mendengar semua percakapan kami?"

"Ya." Tong Hai sianjin mengangguk.

"Kalau ayah datang belakangan, Thio Han Liong pasti mendengar suara langkahku."

"Ayah, dia... dia sudah punya tunangan," ujar Tong Hai sianli sambil terisak-isak dan air mata meleleh

"Nak" Tong Hai sianjin menghela nafas panjang

"Sudahlah, jangan dipikirkan lagi, biarlah dia kembali ke Tionggoan esok pagi"

"Ayah...." Tong Hai sianli mendekap di dadanya

"Nasib ku buruk sekali, bertemu pemuda idaman hati sudah punya tunangan. Aaaah..."

Keesokan harinya, Thio Han Liong berpamit kepada long Hai sianjin dan Putrinya. Tong Hai sianjin menepuk bahunya seraya berkata.

"Han Liong, kapan engkau mau ke mari? Pintu pulau ini terbuka untukmu. Hanya saja... belum tentu engkau akan ke mari."

Thio Han Liong tersenyum.

"Apabila aku sempat, aku pasti ke mari mengunjungi Tocu."

"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.

"Mudah-mudahan"

"Tocu, aku berangkat sekarang," ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat.

"selamat jalan, Han Liong" sahut Tong Hai sianjin.

"sampai jumpa, Tocu" ucap Thio Han Liong, lalu melangkah pergi.

Tong Hai sianli mengantarnya sampai di pantai. Wajah gadis itu tampak murung sekali, maka ibalah hati Thio Han Liong melihatnya.

"Han Liong...."

"Sok Ceng" Thio Han Liong memegang bahu Tong Hai sianli.

"Engkau adalah gadis yang baik kelak pasti bertemu pemuda tampan yang baik pula."

"Han Liong...." Tong Hai sianli terisak-isak.

"Aku... aku tidak akan melupakanmu selamanya."

"sok Ceng...." Thio Han Liong terharu mendengarnya.

"Selamat tinggal"

Thio Han Liong meloncat ke kapal. Tong Hai sianli masih berdiri di tempat. Walau kapal itu sudah mulai berlayar, tak henti-hentinya gadis itu melambaikan tangannya ke arah kapal dengan air mata berderai-derai.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar