Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 65: Pertandingan Di Pulau Khong Khong To

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 65: Pertandingan Di Pulau Khong Khong To
Bab 65 Pertandingan Di Pulau Khong Khong To

Panorama di gunung Pek Yun san sungguh indah menakjubkan. Tampak Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berdiri di puncak gunung itu sambil menikmati keindahannya.

"Kakak Han Liong," ujar An Lok Kong cu dengan suara rendah.

"Bukan main indahnya pemandangan di sini, rasanya kita berada di sorga."

"Adik An Lok" Thio Han Liong memberitahukan.

"Pemandangan di pulau Hong Hoang To lebih indah. Di sana banyak kabut, sedangkan di sini banyak awan putih."

"oh?" An Lok Kong cu tersenyum.

"Kalau begitu, bagaimana kalau engkau ajak aku ke sana?"

"Setelah kita resmi menjadi suami isteri, barulah aku akan mengajakmu ke sana." sahut Thio Han Liong.

"Lho? Memangnya kenapa?"

"Kita harus kembali ke Kotaraja untuk menikah, lalu berangkat ke pulau Hong Hoang To. Kalau sudah berada di pulau itu, kita sudah jarang ke Tionggoan lagi."

"oooh" An Lok Kong Cu manggut-manggut.

"Tapi bukankah kita sekarang boleh ke pulau Hong Hoang To?"

"Memang boleh, namun...." Thio Han Liong mengerutkan
kening.

"Ada apa?" tanya An Lok Kong cu dengan penuh rasa heran.

"Aku sedang memikirkan Ban Tok Lo Mo dan muridnya," sahut Thio Han Liong sambil menghela nafas panjang.

"Engkau khawatir mereka akan menyerang Bu Tong Pay?" tanya An Lok Kong cu mendadak.

"Memang itu yang kukhawatirkan," Thio Han Liong manggut-manggut.

"Sebab Sucouw sudah begitu tua."

"Kakak Han Liong," ujar An Lok Kong cu sambil tersenyum.

"Aku punya usul."

"Usul apa?"

"Kita ke gunung Bu Tong saja."

"Itu...." Wajah Thio Han Liong tampak berseri. "Sebetulnya

aku memang berpikir begitu, tapi aku khawatir engkau tidak mau, maka... aku diam saja, tidak berani bertanya padamu."

"Kakak Han Liong" An Lok Kong Cu tersenyum.

"Lain kali kalau ada apa-apa, jangan disimpan dalam hati, curahkan saja"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"Engkau memang berpengertian, aku gembira sekali."

"Kakak Han Liong, mari kita berangkat.Jangan buang-buang waktu di sini "

"Baik, Mari kita berangkat sekarang"

Kedatangan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu, tentunya amat mengherankan Jie Lian Ciu, song Wan Kiauw dan lainnya, tapi juga menggembirakan mereka.

"Kakek...." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi
hormat.

"Han Liong " Jie Lian ciu menatap mereka sambil tersenyum lembut.

"Tak kusangka kalian ke mari lagi" "Han Liong," tanya song Wan Kiauw.

"Engkau membawa suatu berita penting ke mari?" "Cukup penting," sahut Thio Han Liong dan bertanya. "Apakah Ban Tok Lo Mo tidak pernah muncul di sini?" "Ban Tok lo Mo?" song Wan Kiauw tercengang.

"Ban Tok Lo Mo adalah si iblis Tua itu." Thio Han Liong memberitahukan.

"Ban Tok Lo Mo memang orang yang diceritakan sucouw." "oh?" song wan Kiauw mengerutkan kening. "Karena itu kalian ke mari?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"Duduklah" ucap Jie Lian ciu.

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk, setelah itu barulah Thio Han Liong berkata.

"Kami bertemu seng Hwi dan su Hong sek, ketua Kay Pang. Mereka sedang mencari Putra mereka."

"siapa yang menculik seng Kiat Hiong?" tanya Jie Lian ciu.

"Tan Beng song, murid Ban Tok Lo Mo," jawab Thio Han Liong, lalu menutur tentang kejadian itu

"Kini im sie Popo tinggal di markas Kay pang."

"oooh" Jie Lian ciu manggut-manggut.

"Tapi...." Thio Han Liong menghela nafas panjang.

"ci Hoat dan Kang Tianglo sudah meninggal." "oh?" Jie Lian ciu dan lainnya terkejut. "siapa yang membunuh mereka?"

"Ban Tok Lo Mo," sahut Thio Han Liong.

"Racun telah menyerang jantung mereka, dan aku tidak bisa menyelamatkan nyawa mereka."

"Aaah..." Jie Lian ciu menghela nafas panjang.

"Tak disangka ci Hoat dan coan Kang Tianglo mati begitu mengenaskan"

"Han Liong" song Wan Kiauw menatapnya. "Kalian datang ke mari karena urusan itu?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"Tapi juga khawatir Ban Tok Lo Mo dan muridnya menyerbu ke mari."

"oooh" song Wan Kiauw tersenyum. "Han Liong, engkau sungguh baik sekali"
"Kakek song, jangan berkata begitu" ujar Thio Han Liong. "oh ya bagaimana keadaan Sucouw?" "Baik-baik saja," jawab song Wan Kiauw.

"Tapi... guru telah berpesan, jangan ada yang mengganggunya."

"Kalau begitu aku tidak perlu menengoknya," ujar Thio Han Liong.

"Agar tidak mengganggunya."

"Ngmm," song Wan Kiauw manggut-manggut.

"Han Liong, tentunya engkau dan An Lok Kong Cu akan tinggal di sini. Ya, kan?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"Sebab aku mau menunggu kemunculan Ban Tok Lo Mo dan muridnya, aku harus membasmi mereka."

"Han Liong," ujar Jie Lian ciu.

"Ban Tok Lo Mo dan muridnya itu memang harus dibasmi, engkau tidak boleh memberi ampun kepada mereka."

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"Han Liong," ujar Jie Lian ciu.

"An Lok Kong cu tidur di kamar tamu, engkau tidur di kamar belakang,"

"Baik, Kakek Jie." Thio Han Liong tersenyum. "Hanya saja... kami telah merepotkan Kakek." "Ha ha ha" Jie Lian ciu tertawa gelak.

"sesungguhnya kamilah yang merepotkanmu, karena engkau dan An Lok Kong cu harus kemari melindungi Bu Tong pay."

"Kakek...." Thio Han Liong menggelengkan kepala.

"Jangan berkata begitu, membuat hatiku jadi tidak enak" "Baiklah." Jie Lian ciu tersenyum.
"sekarang antar-lah An Lok Kong cu ke kamarnya,"

"Ya." Thio Han Liong mengantar An Lok Kong cu ke kamar tamu. sampai di sana, Thio Han Liong membuka pintu kamar itu.

"Adik An Lok, bagaimana? Engkau merasa cocok dengan kamar ini?"

"Cocok." An Lok Kong cu mengangguk, lalu melangkah ke dalam lalu duduk di pinggir ranjang.

"Bersih sekali kamar ini, aku pasti bisa tidur nyenyak di sini."

"Syukurlah" ucap Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Nanti menjelang senja, aku akan mengajakmu ke puncak gunung ini untuk menikmati keindahan panoramanya."

"oh" An Lok Kong cu girang bukan main.

"Kakak Han Liong, engkau baik sekali terhadapku."

"Engkau calon isteriku, tentunya aku harus baik dan menyayangimu," ujar Thio Han Liong dengan suara rendah, kemudian menggenggam tangan gadis itu erat-erat.

"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu langsung mendekap
di dadanya.

"Adik An Lok" Thio Han Liong membelainya.

Ketika hari mulai senja, Thio Han Liong menemani An Lok Kong cu pergi ke puncak gunung untuk menikmati panorama di senja hari.

0oo0

Sementara itu, dalam sebuah kuil tua yang terletak di

gunung Wu san, tampak dua orang sedang duduk. seorang sudah tua sekali, dan yang seorang lagi berusia lima puluhan. siapa mereka? Mereka ternyata Ban Tok Lo Mo dan Tan Beng song muridnya.

"Ha ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.

"Aku sudah membunuh ke dua Tianglo Kay Pang itu. Pihak Kay Pang pasti kalut sekali Ha ha ha..."

"Guru memang hebat-" ujar Tan Beng song.

"Tapi engkau malah tidak becus" sahut Ban Tok Lo Mo. "sungguh memalukan gurumu"

"Guru, aku...."

"Diam" bentak Ban Tok Lo Mo.

"Tujuh delapan tahun yang lampau, kukira diriku sudah berkepandaian tinggi, maka aku pergi ke Tionggoan. Tak tahunya begitu banyak jago di sana, akhirnya aku dipaksa untuk pulang ke pulau Ban Tok To. sejak itu aku terus berlatih, dan kini aku telah berhasil menguasai berbagai macam ilmu pukulan beracun Ha ha ha..."

"Kalau begitu..," ujar Tan Beng song dengan suara rendah.

"Guru harus membunuh para ketua partai besar, barulah Guru bisa disebut jago tanpa tanding di kolong langit."

"Ngmm" Ban Tok Lo Mo manggut-manggut. "Kudengar dalam rimba persilatan Tionggoan, muncul seorang pendekar muda, bernama Thio Han Liong. Betulkah itu?"

"Betul." Tan Beng song mengangguk.

"Kepandaian-nya sungguh tinggi sekali, tiada seorang jago di Tionggoan dapat menandinginya."

"oh?" Ban Tok Lo Mo tertawa dingin.

"Apabila bertemu aku, dia pasti mampus di tanganku"

"Aku yakin Guru dapat membunuhnya."

"Ha ha ha"Ban Tok Lo Mo tertawa terbahak-bahak.

"Siapa yang mampu menangkis ilmu pukulan beracunku? Begitu pula Thio Han Liong itu Ha ha ha..."

"Guru..." ujar Tan Beng song.

"Dulu aku pernah mendengar, Guru bermusuhan dengan pihak pulau Khong Khong To."

"Betul." Ban Tok Lo Mo mengangguk.

"Beberapa puluh tahun yang lalu, aku pernah dikalahkan oleh ayah Tong Hai sianjin. Kami cuma bertanding sepuluh jurus, pada jurus ke sembilan, aku terpental beberapa depa, sedangkan ayah Tong Hai sianjin hanya terdorong beberapa

langkah saja. Itu pertanda Lweekangku lebih rendah, maka aku mengaku kalah."

"Kalau begitu....," ujar Tan Beng song hati-hati.

"Pihak pulau Khong Khong Tojuga berkepandaian tinggi." "Tidak salah," sahut Ban Tok Lo Mo.
"Tapi kini mereka semua sudah bukan tandinganku lagi." "oh?" Wajah Tan Beng song tampak berseri. "Guru aku punya usul."

"Usui apa?" Ban Tok Lo Mo menatapnya.

"Beritahukan Kalau usulmu itu bagus dan bisa dipakai, pasti kuterima."

"Guru" Tan Beng song tersenyum.

"Alangkah baiknya kalau kita ke pulau Khong Khong To."

"Ke Khong Khong To?" Ban Tok Lo Mo mengerutkan kening.

"Untuk apa kita ke sana?"

"Menaklukkan Tong Hai sianjin," sahut Tan Beng song serius.

"Setelah Guru menaklukkan Tong Hai sianjin, sudah barang tentu pihak Khong Khong To di bawah perintah Guru."

Ban Tok Lo Mo manggut-manggut.

"Maksudmu menaklukkan pihak Khong Khong To untuk membantu kita?"

"Ya." Tan Beng song mengangguk.

"Kalau pun pada waktu itu para ketua bergabung, kita sudah tidak takut kepada mereka." Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.

"Ha ha ha Usulmu tepat mengenai sasaran, maka kuterima dengan Baik,"

"Terimakasih, Guru," ucap Tan Beng song dengan wajah berseri-seri.

"Aku yakin Guru pasti bisa meraih gelar sebagai jago tanpa tanding di kolong langit." tambahnya.

"Ha ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa terbahak-bahak, "Itulah tujuanku datang di Tionggoan"
"Guru, kapan kita berlayar ke pulau Khong Khong To?"

"Besok pagi kita berangkat ke pesisir Timur, lalu berlayar kepulau itu," sahut Ban Tok Lo Mo.

"Ha ha ha Tong Hai sianjin pasti tidak menduga kita akan ke sana Ha ha ha..."

Keesokan harinya, berangkatlah Ban Tok Lo Mo dan muridnya kepesisir Timur untuk berlayar kepulau Khong Khong To.

Ban Tok Lo Mo dan Tan Beng song telah tiba di pulau Khong Khong To. Mereka, guru dan murid itu duduk di hadapan Tong Hai sianjin, sedangkan di samping Tocu itu duduk Tong Hai sianli. Gadis itu menatap Ban Tok Lo Mo dan Tan Beng song dengan dingin sekali.

"Sungguh menggembirakan kedatangan ciancwee" ujar Tong Hai sianjin.

"Bolehkah aku tahu, ada urusan apa Cianpwee datang ke mari?"

"Ha ha ha"Ban Tok Lo Mo tertawa.

"Aku ke mari tentunya punya suatu urusan penting."

"Harap cianpwee sudi memberitahukan"

"Puluhan tahun yang lalu, ayahmu pernah mengalahkan aku. oleh karena itu...." Ban Tok Lo Mo memberitahukan.

"Tujuanku ke mari untuk menebus kekalahan itu."

"Maksud Cianpwee bertarung dengan aku?" tanya Tong Hai sianjin dengan kening berkerut.

"Bukan bertarung, melainkan bertanding," sahutBan Tok Lo Mo.

cukup bertanding sepuluh jurus saja." "Cianpwee...."

"Jangan menolak" Ban Tok Lo Mo menatapnya tajam.

"Kalau engkau dapat bertahan sampai sepuluh jurus, maka aku dan muridku akan meninggalkan pulau ini. Tapi apabila engkau kalah, maka kalian semua harus di bawah perintahku."

"omong kosong" bentak Tong Hai sianli. "sok Ceng" Tong Hai sianjin menatapnya. "Jangan turut bicara"

"Ha ha ha"Ban Tok Lo Mo tertawa gelak. "Putrimu amat cantik, tapi galak sekali." "Cianpwee" Kening Tong Hai sianjin berkerut-kerut. "Jadi kita harus bertanding dengan syarat itu?" "Ya." Ban Tok Lo Mo manggut-manggut.

"Baiklah" Tong Hai sianjin mengangguk, lalu berjalan ke tengah-tengah ruangan itu

"Ha ha" Ban Tok Lo Mo meloncat ke hadapannya.

"Kalau engkau dapat bertahan sepuluh jurus, aku pasti meninggalkan pulau ini Tapi apabila engkau kalah, kalian semua harus dibawah perintahku"

"Baik" Tong Hai sianjin mengangguk sambil mengerahkan Lweekang.

"Bersiap-siaplah" ujar Ban Tok Lo Mo.

"Ilmu pukulanku amat beracun engkau harus berhati-hati"

"Terimakasih atas peringatan Cianpwee" sahut Tong Hai sianjin.

"Aku sudah siap menerima pukulan Cianpwee"

"Bagus" Ban Tok Lo Mo tertawa, kemudian mendadak menyerang dengan ilmu pukulan beracun.

"Hati-hati, Ayah" seru Tong Hai sianli cemas.

Di saat bersamaan, Tong Hai sianjin berkelit. Namun serangan susulan dari Ban Tok Lo Mo sudah mengarah kepadanya. Apa boleh buat Tong Hai sianjin menangkis, sehingga menimbulkan suara benturan.

"Hah?" Ban Tok Lo Mo tertegun.

"Engkau tidak apa-apa?"

"Terima kasih atas kemurahan hati Cianpwee" ucap Tong Hai sianjin.

"Karena tidak melukaiku dengan pukulan beracun" "Hmm" dengus Ban Tok Lo Mo dingin.

"Tak kusangka engkau kebal terhadap racun Nah, coba tangkis Ban Tok ciang (ilmu Pukulan selaksa Racun)"

Tong Hai sianjin tidak menyahut, melainkan terus mengerahkan ilmu Ih Kin Keng yang belum lama dipelajarinya.

Mendadak Ban Tok Lo Mo menyerangnya. Bukan main terkejutnya Tong Hai sianjin, sebab sepasang telapak tangan Ban Tok Lo Mo mengeluarkan asap kehijau-hijauan.

Tong Hai sianjin tidak berani menangkis, melainkan berkelit ke sana ke mari menghindari serangan-serangan yang dilancarkan Ban Tok Lo Mo. Tak terasa pertandingan mereka telah melewati delapan jurus, dan itu sungguh membuat Ban Tok Lo Mo penasaran.

Tiba-tiba ia memekik keras, lalu menyerang Tong Hai sianjin dengan sepenuh tenaga. Tong Hai sianjin masih dapat berkelit pada jurus kesembilan, namun terpaksa menangkis pada jurus ke sepuluh, karena tidak sempat berkelit. Blaaam Terdengar suara benturan keras.

Blaaam.

Ban Tok Lo Mo terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah, begitu pula Tong Hai sianjin. setelah berdiri tegak Tong Hai sianjin berkata sambil tersenyum.

"Ban Tok Lo Mo Cianpwee, aku dapat bertahan sepuluh jurus,"

"Engkau...." Ban Tok Lo Mo terbelalak.

"Engkau kebal terhadap racun?" "Ya." Tong Hai sianjin mengangguk.
"Sesuai dengan janji, maka Cianpwee harus segera meninggalkan pulau ini."

"Baik," Ban Tok Lo Mo mengangguk.

"Beng song, mari kita pergi"

Setelah mereka pergi, Tong Hai sianli segera melesat ke arah Tong Hai sianjin,

"Ayah Ayah" Wajah gadis itu berseri-seri.

"Tak kusangka kepandaian ayah sudah begitu maju pesat.

"Nak, Tong Hai sianjin menggeleng-gelengkan kepala.

"Mari kita ke kamar, ayah ingin bicara"

"Ya." Tong Hai sianli mengangguk,

Mereka berdua menuju ke kamar. sampai di kamar itu, Tong Hai sianjin langsung membaringkan dirinya ke tempat tidur

"Nak,..," ujar Tong Hai sianjin dengan suara rendah. "Ayah telah terkena pukulan beracun."

"oh?" Bukan main terkejutnya Tong Hai sianli.

"Bagaimana keadaan ayah?"

"Aaah..." Tong Hai sianjin menghela nafas panjang.

"Ayah menggunakan ilmu In Kin Keng, maka dapat menggeserkan racun itu kejalan darah Wan Kut Hiat dipergelangan tangan. Tapi, kalau dalam waktu dua bulan tidak memperoleh obat pemunah racun, racun itu pasti menjalar dan nyawa ayah pun pasti melayang."

"Ayah...," Wajah Tong Hai sianli berubah pucat pasi. "Harus bagaimana?"

"Terus terang...," ujar Tong Hai sianjin memberitahukan.

"Hanya ada satu orang yang dapat menyelamatkan ayah."

"Siapa orang itu?"

"Thio Han Liong."

"Dia?" Tong Hai sianli terbelalak.

"Ya." Tong Hai sianjin manggut-manggut.

"Dia mahir ilmu pengobatan, ayah yakin dia pasti dapat menyelamatkan ayah."

"Kalau begitu aku akan segera berangkat ke Tionggo.an mencarinya," ujar Tong Hai sianli, yang telah mengambil keputusan itu.

"Baik." Tong Hai sianjin manggut-manggut.

"Ajaklah beberapa orang dan ingat, jangan lewat dua bulan"

"Ya, Ayah." Tong Hai sianli mengangguk.

"Kalau begitu, aku berangkat sekarang saja. Aku akan mengajak Bibi Ciu dan Bibi Gouw."

Tong Hai sianjin menatapnya, kemudian menghela nafas panjang. "Tionggoan begitu luas, bagaimana mungkin engkau dapat mencarinya?"

"Ayah tenang saja Aku pasti dapat mencarinya, percayalah" ujar Tong Hai sianli, lalu meninggalkan kamar itu.

Thio Han Liong, An Lok Kong Cu , Jie Lian ciu dan lainnya duduk bercakap-cakap di ruang depan.

"Heran" gumam Jie Lian ciu.

"Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak ke mari, bahkan tiada kabar beritanya. Bukankah itu sungguh mengherankan?"

"Memang mengherankan," sahut Thio Han Liong sambil mengerutkan kening.

"Mungkinkah Ban Tok Lo Mo dan muridnya sudah pulang ke pulau Ban Tok To?"

"Mungkin." song Wan Kiauw manggut-manggut.

"Kalau tidak bagaimana mungkin tiada kabar beritanya?" "Masuk akal." Jie Lian ciu mengangguk.

"Tapi... kenapa mendadak mereka pulang ke pulau Ban Tok To?"

"Mungkinkah ada seorang jago mengalahkan mereka, maka mereka terpaksa pulang ke pulau itu?" ujar Thio Han Liong, menduga. Jie Lian ciu manggut-manggut. "Itu memang mungkin...."

Mendadak salah seorang murid Jie Lian ciu me masuki ruangan itu, lalu memberi hormat dan melapor.

"Guru, Tong Hai sianli ingin bertemu Thio siauhiap" "Apa?" Jie Lian ciu tertegun.
"Kok dia tahu Thio Han Liong berada di sini? Ada urusan apa dia ingin bertemu Han Liong?"

"Katanya ada urusan penting," sahut murid Jie Lian ciu itu.

"Baik." Jie Lian ciu manggut-manggut.

"Undang dia ke mari"

"Ya."

Tak segerapa lama kemudian, tampak Tong Hai sianli berjalan ke dalam bersama Bibi ciu dan Bibi Gouw. Begitu melihat Thio Han Liong, berserilah wajah gadis itu.

"Han Liong" seru Tong Hai sianli tak tertahan, lalu memberi hormat kepada Jie Lian Ciu dan lainnya.

"Silakan duduk, ucap Jie Lian ciu sambit menatapnya tajam.

Tong Hai sianli dan ke dua wanita itu duduk. sedangkan An Lok Kong Cu terus menatapnya.

"Nona," tanya song Wan Kiauw.

"Ada urusan apa Nona ke mari menemui Han Liong?"

"Ayahku terluka, hanya Han Liong yang dapat mengobatinya," sahut Tong Hai sianli.

"Maka aku ke mari mencarinya."

"Kok engkau tahu aku berada di sini?" Thio Han Liong heran.

"Aku ke kuil siauw Lim sie bertanya kepada Kong Bun Hong Tio. Padri tua itu menyuruhku ke mari," jawab Tong Hai sianli.

"Sungguh kebetulan engkau berada di sini" "Siapa yang melukai ayahmu?" tanya Jie Lian ciu.

"Ban Tok Lo Mo." Tong Hai sianli memberitahukan, lalu menutur tentang itu dan menambahkan.

"Ayahku mengeluarkan ilmu Ih Kin Keng, maka dapat menggeserkan racun itu ke jalan darah Wan Kut Hiat yang di pergelangan tangan. Tapi... itu cuma dapat bertahan dua bulan, setelah itu racun akan menjalar dan nyawa ayahku pasti melayang."

"Engkau sungguh beruntung" ujar Thio Han Liong.

"Kalau aku tidak berada di sini, ayahmu pasti tidak akan tertolong."

"Han Liong, cepatlah ikut aku ke pulau Khong Khong To" Tong Hai sianli tampak tidak sabaran.

"Aku tidak perlu ikut ke sana," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Aku akan memberikanmu dua butir obat pemunah racun untuk ayahmu. setelah ayahmu makan obat pemunah racun ini, dalam waktu tiga hari pasti pulih."

"oh?" Tong Hai sianli kurang percaya.

"Engkau tidak bohong?"

"Untuk apa aku membohongimu?" Thio Han Liong tersenyum, kemudian memberikan dua butir obat pemunah racun kepada Tong Hai sianli.

"Terimakasih, Han Liong," ucap Tong Hai sianli sambil menerima obat itu

"Bungkus dengan kertas ini" Thio Han Liong juga memberikannya selembar kertas.

"Terimakasih" Tong Hai sianli membungkus ke dua butir obat pemunah racun itu, lalu disimpan ke dalam bajunya. setelah itu, ia memandang Thio Han Liong seraya bertanya,

"Nona itu tunanganmu?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memperkenalkan mereka. Mereka berdua saling memberi hormat. Tong Hai sianli memandang An Lok Kong Cu sambil tersenyum.

"Engkau sungguh cantik, pantas Han Liong begitu mencintaimu"

"Engkau pun cantik sekali," sahut An Lok Keng Cu dengan tersenyum lembut.

"Kakak Han Liong sudah menceritakan tentang dirimu kepadaku."

"oh?" Tong Hai sianli tertawa kecil.

"Dia memang pemuda yang amat Baik, bahkan setia sekali. Dia sama sekali tidak mau menyeleweng di belakangmu. Terus terang, aku sudah jatuh hati padanya ketika pertama kali bertemu."

"oh, y a? " An Lok Keng Cu tersenyum lagi.

"Tapi...." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.

"Dia memberitahukan kepadaku, bahwa dia sudah punya tunangan. Nah, itu membuktikannya amat setia. Kalau pemuda lain, mungkin sudah bermain cinta denganku. Namun Han Liong Tidak, itu sungguh mengagumkan"

"Kakak Han Liong juga sudah menceritakan kepadaku tentang itu...."

"An Lok Kong cu, engkau sungguh beruntung" ujar Tong Hai sianli.

"Punya calon suami yang begitu mencintaimu. Aku... aku jadi cemburu nih"

"Tong Hai sianli," ujar An Lok Keng cu.

"Engkau adalah gadis yang cantik dan baik budi, aku yakin engkau akan bertemu pemuda idaman hatimu."

"Mudah-mudahan" sahut Tong Hai sianli. setelah itu ia bangkit berdiri sambil memberi hormat.

"Maaf, aku mohon pamit"

"Baiklah." Thio Han Liong manggut-manggut.

"Engkau memang harus segera pulang. oh ya, simpan baik-baik obat itu"

"Ya." Tong Hai sianli menatapnya.

"Han Liong, kami pihak pulau Khong Khong To berhutang budi kepadamu."

"Jangan berkata begitu" Thio Han Liong tersenyum.

"Ketua Bu Tong...." Tong Hai sianli memberi hormat kepada

mereka.

"sampai jumpa"

Tong Hai sianli dan pengikutnya meninggalkan ruang itu sampai di pintu gadis itu menoleh untuk memandang Thio Han Liong. setelah itu barulah ia melesat pergi.

"Aaaah..." Jie Lian ciu menghela nafas panjang.

"Tak disangka Ban Tok Lo Mo dan muridnya datang di Khong Khong To"

"Pantas sekian lama tiada kabar beritanya," ujar Song wan Kiauw sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Entah ada permusuhan apa di antara Ban Tok Lo Mo dengan ayah Tong Hai sianli?"

"Han Liong," tanya Jie Lian ciu.

"Engkau yakin, dua butir obat pemunah racun itu dapat menyelamatkan nyawa ayah Tong Hai sianli?"

"Aku yakin," sahut Thio Han Liong manggut-manggut.

"sebab Tong Hai sianjin memiliki ilmu In Kin Keng, maka dia dapat bertahan dua bulan. setelah makan obat pemunah racun itu, dia pasti pulih."

"syukurlah" ucap Jie Lian Ciu.

"Kakek.." ujar Thio Han Liong. "Kini Ban Tok Lo Mo pasti sudah berada di Tionggoan. Aku dan Adik An Lok terpaksa harus tinggal di sini lagi."

"Tidak apa-apa," sahut Jie Lian Ciu sambil tertawa. "Kami senang sekali kamu tinggal di sini." "Terima kasih, Kakek Jie," ucap Thio Han Liong.

"Aaah...." Mendadak song Wan Kiauw menghela nafas
panjang.

"Tak disangka Tong Hai sianli merupakan gadis yang baik, bahkan tahu diri dan bersikap terbuka pula."

"Benar." Thio Han Liong mengangguk.

"Ketika dia sampai di pintu, kenapa menoleh lagi memandangmu?" tanya An Lok Keng Cu mendadak tidak bernada cemburu.

"Mungkin dia tahu..." sahut Thio Han Liong menduga. "sulit berjumpa dengan kita lagi."

"oooh" An Lok Kong Cu manggut-manggut.

"Kelihatannya dia amat mencintaimu lho"

"Kira- kira begitulah." Thio Han Liong tersenyum.

"Tapi aku yakin dia akan bertemu pemuda idaman hatinya." "Itu yang kuharapkan," ujar An Lok Keng cu. "Kini Ban Tok LoMo dan muridnya sudah berada di

Tionggoan, entah apa yang akan terjadi lagi?" song wan Kiauw menggeleng-gelengkan kepala, kemudian menghela nafas panjang. "Aaaah..."

Tong Hai sianli telah tiba di pulau Khong Khong To. Tidak sampai satu bulan ia sudah pulang. Betapa gembiranya Tong Hai sianjin yang berbaring di tempat tidur. la memandang putrinya dengan rasa haru.

"Nak..."

"Ayah" panggil Tong Hai sianli dengan mata basah. "Aku... aku sudah bertemu Han Liong"
"Kenapa dia tidak ikut ke mari?" tanya Tong Hai sianjin.

"Dia bilang tidak usah ke mari, tapi memberiku dua butir obat pemunah racun." Tong Hai sianli memasukkan ke dua butir obat pemunah racun itu ke dalam mulutnya.

"Kata Han Liong, setelah ayah makan obat pemunah racun ini, Dalam waktu tiga hari ayah pasti pulih."

"oh?" Tong Hai sianjin tersenyum, dan sekaligus menelan ke dua butir obat pemunah racun yang di dalam mulutnya.

"Ayah...." Mendadak air mata Tong Hai sianli meleleh.

"Nak" Tong Hai sianli tercengang.

"Kenapa engkau?"

"Aku... aku sudah berjumpa dengan An Lok Keng Cu, tunangan Han Liong," sahut Tong Hai sianli terisak-isak.

"Gadis itu memang cantik sekali, bahkan lemah lembut pula."

"oooh" Tong Hai sianjin menghela nafas panjang. "Engkau menangis di hadapan mereka?" "Tidak," Tong Hai sianli menggelengkan kepala.

"Di hadapan mereka aku justru bersikap biasa dan gembira, tapi... hatiku seperti tertusuk-tusuk ribuan jarum...."

"Nak" Tong Hai sianjin tersenyum.

"Sudahlah Jangan dipikirkan lagi, kelak engkau pasti bertemu pemuda idaman hati, percayalah"

"Ayah" Tong Hay sianli menggeleng-gelengkan kepala. "Sulit bertemu pemuda seperti Han Liong." "jangan khawatir" Hibur Tong Hai sianjin.

"Ayah yakin engkau pasti akan bertemu pemuda seperti Han Liong. Engkau harus percaya itu"

"Aaah..." Tong Hai sianli menghela nafas panjang. "oh ya" Tong Hai sianjin mengalihkan pembicaraan. "Di mana engkau bertemu mereka?"

"Di gunung Bu Tong." Tong Hai sianli memberitahukan.

"Begitu aku tiba di Tionggoan, aku langsung ke kuil siauw Lim sic bertanya kepada Keng Bun Hong Tio. Ketua siauw Lim Pay itu menyuruhku ke partai Bu Tong, maka aku segera berangkat ke sana. Kebetulan Han Liong dan An Lok Keng cu berada di sana."

"Nak" Tong Hai sianjin membelainya.

"Kalau Han Liong tidak berada di sana, nyawa ayah pasti melayang."

"Ayah...." Tong Hai sianli terisak-isaki

"Aku baru jatuh cinta, tapi...."

"Nak," Tong Hai sianjin menggeleng-gelengkan kepala. "Jangan dipikirkan lagi tentang itu"

Tong Hai sianli mengangguk, namun air matanya tetap berderai-derai membasahi pipinya.

Dua hari kemudian, Tong Hai sianjin sudah sembuh. Betapa gembiranya Tocu itu, kemudian bangun dari tempat tidur.

"Ayah...." Tong Hai sianli terkejut ketika melihat ayahnya

bangun.

"Ayah sudah sembuh?"

Tong Hai sianjin mengangguk.

"Kini racun itu telah punah, ayah sudah pulih." "Ayah...." Tong Hai sianli menghela nafas panjang.

"Kita berhutang budi lagi kepada Han Liong. Entah bagaimana kita membalasnya?"

"Nak, " Tong Hai sianjin menarik nafas dalam-dalam.

"Dia tidak berharap kita membalas budinya. Dia pendekar muda yang berhati bajik,"

"Ayah kalau dia sudi menerima, aku pun rela menjadi pelayannya," ujar Tong Hai sianli sungguh-sungguh.

"Nak...." Tong Hai sianjin menggeleng-gelengkan kepala.
Hatinya merasa iba terhadap putrinya.

"sudahlah jangan terus memikirkan Han Liong, anggaplah dia adalah kakakmu...."

Walau sudah dua bulan berlalu, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu masih tetap tinggal di gunung Bu Tong. Dalam kurun waktu dua bulan, sama sekali tidak ada kabar beritanya mengenai Ban Tok Lo Mo dan muridnya, dan itu sungguh mengherankan Han liong, An Lok Kong Cu Jie Lian ciu dan lainnya.

"Tiada kabar beritanya mengenai Ban Tok LoMo dan muridnya, mungkinkah mereka sudah pulang ke pulau Ban Tok To?" ujar lie Lian ciu sambil mengerutkan kening.

"Alangkah baiknya kalau dia dan muridnya pulang kepulau itu," sahut song Wan Kiauw.

"Rimba persilatan jadi aman."

"Apakah mungkin Ban Tok Lo Mo dan muridnya pulang kepulau itu?" gumam Thio Han Liong.

"Aku justru khawatir...."

"Apa yang engkau khawatirkan, Han Liong?" tanya Jie Lian ciu.

"Ban Tok Lo Mo dan muridnya sedang mengatur rencana busuk" sahut Thio Han Liong.

"itu tidak mungkin. "jie Lian ciu menggelengkan kepala.

"Aku malah yakin dia dan muridnya telah pulang ke pulau Ban Tok To."

"Mudah-mudahan begitu" ucap song Wan Kiauw.

"Han Liong...." Jie Lian ciu menatapnya seraya berkata.

"seharusnya kalian berdua pergi pesiar, tapi... tertahan di sini, sehingga waktu kalian tersita habis disini...."

"Kakek Jie, jangan berkata begitu," ujar Thio Han Liong. "sebaliknya justru kami yang merepotkan Kakek Jie."

"Han Liong "jie Lian ciu tersenyum.

"Menurut aku, Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak akan muncul di sini. Kalau kalian ingin pergi pesiar, tentunya kami tidak akan menahan."

"Lebih baik tunggu beberapa hari lagi," sahut Thio Han Liong.

"setelah itu barulah kami akan pergi." "Baiklah." Jie Lian ciu manggut-manggut.
Malam harinya Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk di halaman sambil bercakap- cakap.

"Adik An Lok," tanya Thio Han Liong lembut.

"Be-berapa hari lagi kita akan meninggalkan gunung Bu Tong ini. Kita mau pergi pesiar atau kembali ke Kota raja?"

"Itu terserah engkau saja," sahut An Lok Keng cu sambil tersenyum.

"Aku menurut kemauanmu."

"Menurut aku...."Thio Han Liong berpikir, kemudian

berkata.

"Rasanya pesiar kita sudah cukup, lebih baik kita kembali ke Kota raja menemui ayahmu."

"Baik," An Lok Keng cu mengangguk.

"Ayah pasti gembira sekali melihat kita pulang." "Betul." Thio Han Uong manggut-manggut. "oh ya Adik An Lok Bagaimana kalau kita...." "Kenapa kita?"

"Mohon restu ayahmu."

"Maksudmu kita menikah?" tanya An Lok Keng cu dengan wajah agak kemerah-merahan.

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"setelah itu kita menikah di istana, barulah kita berangkat ke pulau Hong Hoang To."

"Aku setuju, Kakak Han Liong," ujar An Lok Keng cu lembut.

"Tapi...." Thio Han Liong menarik nafas dalam-dalam.

"Kita harus menunggu beberapa hari lagi, karena aku khawatir Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan muncul di sini."

"Kakak Han Liong, sudah dua bulan tiada kabar berita tentang mereka, mungkin mereka sudah pulang ke pulau Ban Tok To," ujar An Lok Keng cu.

"Aku justru khawatir...." Thio Han Liong meng- geleng-

gelengkan kepala.

"Mereka sedang mengatur suatu rencana jahat." "Kakak Han Liong" An Lok Kong cu menatapnya lembut "Tidak perlu engkau mengkhawatirkan itu."

"Agar hatiku lebih tenang, maka kita harus menunggu beberapa hari lagi, barulah kita kembali ke Kota raja"

"Aku menurutimu saja."

"Adik An Lok" Thio Han Liong menggenggam tangannya erat-erat.

"Engkau sungguh berpengertian, aku kagum kepadamu,"

Beberapa hari kemudian, mereka berdua lalu meninggalkan gunung Bu Tong, tujuan mereka kembali ke Kota raja.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar