Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 68: Mao san Tosu

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 68: Mao san Tosu
Bab 68 Mao san Tosu

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tiba di kota Cin Lam. Walau kota tersebut tidak begitu besar, namun penduduknya padat bahkan cukup indah.

Mereka berdua berjalan santai sambil menikmati keindahan kota tersebut. Ketika menikung, tampak begitu banyak warga kota berbaris ke depan sebuah kuil.

"Ada apa, ya?" An Lok Kong cu heran.

"Mungkinkah mereka mau sembahyang?" sahut Thio Han Liong.

"Tidak mungkin." An Lok Kong cu menggelengkan kemala.

"Mereka sama sekali tidak pegang hio, tentu bukan mau sembahyang."

"Mari kita ke sana bertanya" ajak Thio Han Liong.

An Lok Kong cu mengangguk, Mereka berdua mendekati kuil itu, ternyata adalah kuil Kwan Kong, seorang pahlawan di jaman sam Kok (Tiga Negara).

"Paman," tanya Thio Han Liong kepada seseorang. "Ada apa ramai-ramai di sini?"

"Aaaah..." orang itu menghela nafas panjang.

"Beberapa hari ini, terjadi suatu wabah penyakit. Para tabib tak mampu mengobati orang-orang yang terkena wabah penyakit itu, kemudian muncul Mao san Tosu (Pendeta Dari Gunung Mao san). Dialah yang dapat menyembuhkan para penderita wabah penyakit itu."

"Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening.

"Wabah penyakit apa itu?"

"Muntah berak. Dalam waktu tiga hari orang yang terkena penyakit itu pasti mati." orang itu memberitahukan.

"Maka semua orang ke mari membeli obat buatan Mao san Tosu itu, tapi...."

"Kenapa?"

"Obat itu mahal sekali, sebungkus sepuluh tael perak. orang miskin tak mampu membeli obat itu, akhirnya mati begitu saja."

"Paman," tanya An Lok Keng cu mendadak.

"Pembesar kota ini sama sekali tidak turun tangan membantu mereka yang terkena wabah?"

"Pembesar Yap pernah ke mari bermohon kepada Mao San Tosu, agar obatnya jangan dijual terlampau mahal. Tapi Mao san Tosu itu mengatakan, bahwa bahan obat itu amat sulit dicari, maka harus dijual dengan harga tinggi."

"Lalu bagaimana tindakan pembesar Yap?" tanya An Lok Keng cu penuh perhatian.

"Pembesar Yap tidak bisa berbuat apa-apa, tapi membantu fakir miskin dengan uang, agar mereka dapat membeli obat yang diperlukan itu. Tapi... akhirnya pembesar Yap kehabisan uang, bahkan putrinya terkena penyakit aneh pula."

"Penyakit aneh?" An Lok Kong cu mengerutkan kening.

"Ya." orang itu mengangguk.

"Putri pembesar Yap sering duduk melamun, malah kadang-kadang menangis dan tertawa sendiri Banyak tabib yang diundang untuk mengobati, tapi seorang pun tiada yang dapat menyembuhkannya."

"oh?"

"Di saat itulah muncul Mao san Tosu ke rumah pembesar Yap. Katanya mampu mengobati Nona Yap. tapi pembesar Yap harus membayar lima ribu tael emas. Bagaimana mungkin pembesar Yap menyanggupinya? sebab beliau bukan pembesar korup, hanya mengandal pada gajinya."

"Jadi hingga saat ini Nona Yap masih begitu?" tanya Thio Han Liong.

"Ya." orang itu mengangguk.

"Sudah belasan kali pembesar Yap ke kuil bermohon kepada Mao san Tosu, tapi pendeta itu sama sekali tidak meladeninya."

"Paman" tanya Thio Han Liong. "Di mana rumah pembesar Yap?"

"Di sana." orang itu menunjuk ke arah barat.

"Rumah itu cukup besar, tapi sudah tua."

"Terimakasih," ucap Thio Han Liong, lalu menarik An Lok Kong cu untuk diajak ke rumah pembesar Yap.

Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah tiba di rumah pembesar itu. Tampak dua penjaga berdiri di depan pintu pagar.

"Maaf." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu menghampiri mereka.

"Aku ingin bertemu pembesar Yap."

"Aaaah..." salah seorang penjaga itu menghela nafas panjang.

"Pembesar Yap sedang kacau, lebih baik kalian jangan menemui beliau."

"Kami ke mari justru ingin mengobati putrinya." Thio Han Liong memberitahukan.

"Tolong beritahukan kepada beliau"

"Baik." salah seorang penjaga segera berlari ke dalam, sedangkan yang lain menatap Thio Han Liong dengan penuh keraguan.

"Tuan dapat menyembuhkan Nona Yap?" tanyanya tidak percaya.

"Mudah-mudahan" sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.

Di saat bersamaan, penjaga yang pergi melapor itu sudah kembali lalu memberi hormat ke Thio Han Liong seraya berkata.

"Pembesar Yap mempersilakan kalian masuk, Terima kasih," ucap Thio Han Liong.

la bersama An Lok Kong cu berjalan memasuki halaman. Mereka melihat seorang tua berdiri di depan rumah yang ternyata pembesar Yap. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi hormat. orangtua itu pun segera balas memberi hormat.

"Silakan masuk" ucapnya.

"Terimakasih." Thio Han Liong dan An Lok Keng cu melangkah ke dalam.

"Silakan duduk" ucap pembesar Yap sambil menatap mereka dengan ragu-ragu.

Thio Han Liong dan An Lok Keng cu duduki Mereka berdua tahu akan keraguan pembesar Yap. Maka, An Lok Keng cu menatap Thio Han Liong, seakan bertanya apakah Thio Han Liong mampu menyembuhkan Nona Yap? Thio Han Liong manggut-manggut sambil tersenyum, dan itu amat melegakan hati An Lok Kong cu.

"Bolehkah aku tahu siapa kalian?" tanya pembesar Yap dengan ramah.

"Aku bernama Thio Han Liong. Dia adalah tunanganku bernama Cu An Lok," jawab Thio Han Liong memberitahukan.

"Ngmmm" Pembesar Yap manggut-manggut.

"Han Liong, engkaukah yang akan mengobati putriku?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk,

"Dapatkah engkau menyembuhkannya?" tanya pembesar Yap.

"Mudah-mudahan" sahut Thio Han Liong.

"Oh ya sebetulnya Nona Yap menderita penyakit apa?"

"Kata para tabib...." Pembesar Yap menggeleng-gelengkan
kepala.

"Putriku kerasukkan arwah penasaran. Mao san Tosu sudah ke mari, tapi minta lima ribu tael emas. Aku tidak punya uang sebanyak itu. Kalaupun rumahku ini dijual, tidak mungkin aku mendapatkan uang sebanyak itu. Maka aku... aku...."

"Tenang, Pembesar Yap" Thio Han Liong tersenyum.

"Aaah..." Pembesar Yap menghela nafas panjang.

"Bagaimana mungkin aku bisa tenang, kini putriku semakin parah . . . . "

"Maaf, Pembesar Yap Bolehkah kami menjenguk Nona Yap sebentar?" tanya Thio Han Liong.

"Boleh." Pembesar Yap mengangguk, lalu mengajak Thio Han Liong dan An Lok Kong cu ke kamar putrinya.

Kamar tersebut digembok dari luar. Ketika mereka mendekati kamar itu, terdengarlah suara tawa yang menyeramkan, membuat An Lok Kong cu langsung merinding.

"Kakak Han Liong...." An Lok Keng cu tampak agak takut.

"Jangan takut" bisik Thio Han Liong.

"Aaah..." Pembesar Yap menghela nafas.

"Dengarkanlah sendiri, putriku sering tertawa seram dan menangis gerung-gerungan"

"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut dan bertanya, "Pembesar Yap. di mana kunci gembok ini?"

"Mau membuka pintu ini?" Pembesar Yap tampak terkejut. "Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Itu...." Pembesar Yap menggoyang-goyangkan sepasang
tangannya.

"Itu... lebih baik jangan"

"Pembesar Yap." ujar Thlo Han Liong.

"Kalau pintu ini tidak dibuka, bagaimana aku bisa mengobatinya?"

"Tapi...." Pembesar Yap tampak ragu.

"Pembesar Yap." sela An Lok Keng cu.

"Jangan ragu, percayalah kepada Kakak Han Liong"

Pembesar Yap menatap Thio Han Liong sejenak, setetah itu barulah mengeluarkan kunci dan membuka gembok itu, talu berdiri di belakang Thio Han Liong.

Perlahan-lahan Thio Han Liong mendorong pintu itu, lalu melangkah ke dalam diikuti An Lok Kong cu dan pembesar Yap. Tampak seorang gadis duduk dipinggir ranjang, rambutnya awut-awutan. Begitu melihat mereka masuki ia langsung menuding dan menyeringai seraya berteriak-teriak,

"Aku akan telan kalian Aku akan telan kalian Hi hi hi Aku adalah arwah penasaran, aku akan menuntut balas"

"Nak..." panggil pembesar Yap dengan mata basah. "Engkau sudah tidak mengenali ayah lagi?"

"Hik hik hik" Gadis itu tertawa seram, lalu bangkit berdiri sambil menjulurkan sepasang tangannya ke depan, seakan mau mencekik pembesar Yap.

Di saat bersamaan, Thio Han Liong menatapnya dengan sorotan tajam, kemudian berkata lembut.

"Nona Yap. duduklah"

Gadis itu tampak tertegun. Dipandangnya Thio Han Liong lama sekali, kemudian barulah duduk, Itu sungguh mencengangkan An Lok Kong cu dan pembesar Yap.

"Nona Yap." ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Kuatkanlah batinmu dan bersihkan hatimu, pandanglah mataku"

Gadis itu segera memandang mata Thio Han Liong, kemudian mendadak menjatuhkan diri berlutut di hadapannya.

Thio Han Liong menjulurkan tangannya lalu ditaruh di atas kepala gadis itu seraya berkata,

"Kenapa engkau mengganggu keluarga pembesar Yap. apakah engkau punya dendam terhadap beliau?"

"Maaf. Maaf." suara gadis itu berubah parau.

"Mao san Tosu yang menyuruhku ke mari untuk mengganggunya, jangan hukum aku"

"Aku tidak akan menghukummu, sebab engkau hanya diperalat oleh Mao san Tosu itu. Nah, cepatlah engkau pergi"

"Aku...."

"Engkau tidak mau pergi?"

"Aku tidak tahu harus pergi ke mana, sebab Mao san Tosu pasti akan menangkapku lagi."

"Kalau begitu, aku akan membantumu ke suatu tempat," ujar Thio Han Liong sambil mengibaskan tangannya ke arah badan gadis itu.

"Terima kasih Terimakasih...." suara itu makin tama makin

kecil.

Tiba-tiba gadis itu terkulai pingsan. Terkejutlah pembesar Yap dan langsung merangkulnya .

"Tenang, Pembesar Yap" Thio Han Liong tersenyum. "Dia akan tersadar sendiri."

Berselang beberapa saat, gadis itu membuka matanya perlahan-lahan. setelah itu, ia pun menengok ke sana ke mari dengan penuh keheranan.

"Ada apa? Eh? siapa kalian?"

"Nak...." Pembesar Yap memeluknya erat-erat.

"Engkau sudah sembuh Engkau sudah sembuh...."

"Ayah, kenapa aku?" gadis itu terheran-heran.

"Oh ya, siapa mereka itu?"

"Thio Han Liong dan cu An Lok," Pembesar Yap memberitahukan.

"Thio Han Liong yang menyembuhkanmu. "

"Ayah" Kening gadis itu berkerut-kerut.

"Kenapa aku? Memangnya aku sakit? Kok aku tidak tahu sama, sekali?"

"Nak" Pembesar Yap membelainya.

"Beberapa hari lalu, mendadak engkau pingsan. Ketika siuman, engkau...."

"Kenapa aku?"

"Engkau mulai tertawa seram dan menangis gerung-gerungan." Pembesar Yap memberitahukan.

"Bahkan sering mengoceh yang tidak karuan. Di saat itulah muncul Mao san Tosu. Dia bilang sanggup menyembuhkanmu, tapi ayah harus membayar lima ribu tael emas."

"Ayah mana punya uang sebanyak itu?"

"Ayah tidak sanggup membayar setinggi itu, maka terpaksa ke kuil Kwan Kong untuk bermohon kepada Mao san Tosu itu, tapi... dia sama sekali tidak meladeni ayah. Untung hari ini kedatangan Thio Han Liong dan cu An Lok," .

"Maksud Ayah... saudara Thio ini yang menyembuh-kanku?"

"Ya."

"Saudara Thio" Gadis itu segera memberi hormat.

"Terimalah hormatku"

"Jangan sungkan-sungkan" sahut Thio Han Liong sambil memberi hormat.

"Ayahmu seorang pembesar yang baik, kami amat kagum padanya."

"Ha ha ha" Pembesar Yap tertawa geiak. "Mari kita mengobrol di ruang depan saja"
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk. Mereka semua lalu pergi ke ruang depan, dan pelayan pun segera menyuguhkan teh wangi.

"Han Liong," tanya pembesar Yap.

"Betulkah putriku kerasukan arwah penasaran?"

"Sebetulnya itu merupakan suatu ilmu hitam. Mao san Tosu menyuruh arwah penasaran untuk mengganggu Nona Yap. Itu cara Tosu jahat itu mencari uang. Aku pun yakin wabah penyakit itu diciptakan Tosu jahat tersebut," jawab Thio Han Liong.

"Han Liong, engkau masih muda dan juga bukan Tosu maupun Hweeshio, tapi... kenapa engkau mampu

menaklukkan arwah penasaran itu?" tanya pembesar Yap heran.

"Pembesar Yap" Thio Han Liong memberitahukan.

"Aku pernah belajar ilmu Penakluk iblis, maka aku dapat menyembuhkan Nona Yap."

"Oooh" Pembesar Yap manggut-manggut.

"Bukan main"

"Saudara Thio," tanya gadis itu mendadak, "Cu An Lok adalah isterimu?"

"Dia tunanganku," sahut Thio Han Liong.

"Kami akan ke Kota raja untuk melangsungkan pernikahan."

"Oooh" Gadis itu manggut-manggut

"Kalian berdua dari Kotaraja?" tanya pembesar Yap sambil memandang mereka.

"Apakah kalian putra dan putri pembesar di Kotaraja?"

Thio Han Liong hanya tersenyum, begitu pula An Lok Kong cu. Kemudian gadis itu berkata dengan sungguh-sungguh.

"Pembesar Yap amat jujur dan tak pernah melakukan tindak korupsi, tapi kenapa belum naik pangkat?"

"Atasanku tak pernah melapor ke istana, maka pangkatku tidak pernah naik." ujar pembesar Yap sambil tersenyum.

"Itu tidak apa-apa, sebab penduduk di kota ini amat mencintaiku, itu membuatku betah di sini."

"Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut.

"Oh ya" ujar pembesar Yap.

"Aku dengar Mao san Tosu itu mahir ilmu silat. Mungkin dia akan mencari kalian, karena putriku telah sembuh."

"Pembesar Yap" Thio Han Liong memberitahukan.

"Sekarang kami justru mau pergi mencarinya, karena dia yang menciptakan wabah penyakit itu, maka dia yang harus bertanggung jawab . "

"Maaf" Pembesar Yap menatapnya. "Engkau juga pandai bersilat?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk,

"Sungguh hebat engkau, anak muda" Pembesar Yap memandangnya dengan kagum sekali, begitu pula putrinya.

"Sungguh tak disangka..." ujar Nona Yap.

"Engkau begitu hebat"

Thio Han Liong tersenyum, kemudian bangkit berdiri An Lok Keng cu ikut berdiri

"Maaf, Pembesar Yap Kami mau mohon pamit," ucap Thio Han Liong.

"Kalian mau ke kuil itu menemui Mao san Tosu?" tanya pembesar Yap sambil bangkit berdiri, begitu pula Nona Yap.

"Ya," sahut Thio Han Liong.

"Pembesar Yap" An Lok Kong cu memberitahukan. "Kami akan ke mari lagi."
"oh?" Pembesar Yap tampak girang sekali.

"Aku... aku tunggu kalian, semoga kalian berhasil menundukkan Mao san Tosu"

"Permisi, Pembesar Yap" ucap Thio Han Liong, lalu bersama An Lok Keng cu meninggalkan rumah itu. Pembesar Yap dan putrinya mengantar mereka sampai di depan rumah.

Setelah Thio Han Liong dan An Lok Keng cu tidak kelihatan, barulah mereka kembali masuk rumah.

"Nak," Pembesar Yap menatap putrinya dengan penuh kasih sayang.

"Syukurlah engkau telah sembuh"

"Ayah," ujar Nona Yap kagum.

"Pemuda itu amat hebat, sayang sekali sudah punya tunangan. Kalau tidak...."

"Nak" Pembesar Yap menggeleng-gelengkan kepala.

"Ayah pun amat menyukainya, tapi dia sudah punya tunangan. Kalau tidak, ayah pasti menjodohkan kalian."

"Aaah..." Nona Yap menghela napas panjang.

"Sudahlah" Pembesar Yap tersenyum.

"Engkau harus segera menyuruh pelayan masak sekarang, ayah mau menjamu mereka."

"Ayah, betulkah mereka akan ke mari lagi?" tanya Nona Yap girang.

"Mereka tidak akan ingkar janji, percayalah" sahut pembesar Yap.

"Maka engkau harus cepat menyuruh pelayan agar membuat masakan yang lezat."

"Ya, Ayah." Nona Yap langsung masuk ke dalam.

Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu sudah sampai di depan kuil itu. Masih banyak penduduk kota berbaris di situ untuk membeli obat.

"Adik An Lok, engkau tunggu di sini." bisik Thio Han Liong. "Aku akan ke dalam menyeret Tosu itu keluar."

Bagian 35

An Lok Kong Cu mengangguk. Thio Han Liong berjalan memasuki kuil, tapi dihadang oleh beberapa orang penjaga.

"Mau apa engkau ke dalam?" tanya salah seorang penjaga sambil bertolak pinggang dan tersenyum dingin.

"Aku mau bertemu Mao San Tosu," sahut Thio Han Liong.

"Kalau engkau mau membeli obat, harus antri," bisik orang itu.

"Tapi bisa juga engkau langsung ke dalam, hanya saja...."

"Aku mengerti." Thio Han Liong tersenyum, kemudian diselipkannya satu tael perak ke tangan orang itu.

"Bagaimana? Bolehkah aku masuk sekarang?"

"Silakan, silakan" ucap orang itu dengan wajah berseri-seri. "Tuan muda boleh masuk sekarang"

"Terimakasih." Thio Han Liong melangkah ke dalam.

Tampak seorang Tosu sedang duduk, Usianya sekitar lima puluh, bentuk mukanya segi empat dan berhidung besar. la sedang sibuk menjual obatnya. Laci mejanya sudah penuh dengan uang perak.

"Mao San Tosu" bentak Thio Han Liong.

Mao San Tosu tersentak dan langsung menoleh. Wajahnya berubah bengis begitu melihat Thio Han Liong.

"Anak muda" bentaknya.

"Mau apa engkau ke mari?"

"Hem" dengus Thio Han Liong dingin.

"sungguh bagus sekali perbuatanmu, Engkau menciptakan wabah penyakit, lalu memeras penduduk kota ini oleh karena itu, aku harus membasmimu"

"Eh?" Mao san Tosu mengerutkan kening.

"siapa engkau? Kenapa menuduh sembarangan?"

"Mao san Tosu, engkau kira aku tidak tahu semua perbuatanmu?" sahut Thio Han Liong dingin.

"Aku yang menyembuhkan putri pembesar Yap...."

"Apa?" Mao san Tosu langsung bangkit berdiri "Engkau yang menyembuhkan Nona Yap?" "Betul" Thio Han Liong mengangguk.

"He he he" Mao san Tosu tertawa terkekeh-kekeh. "Kalau begitu, engkau ke mari cari mampus" "Engkaulah yang akan mampus" sahut Thio Han Liong. "Anak muda" Mao san Tosu menatapnya tajam. "Lihatlah Ada seekor macan buas menerkammu"

"Memang ada seekor macan buas, tapi macan buas itu sudah berbalik menerkammu" sahut Thio Han Liong. Ternyata ia telah mengerahkan Ilmu Penakluk iblis.

"Haaah..." Betapa terkejutnya Mao san Tosu, sebab ia melihat seekor macan buas sedang menerkam ke arahnya. ia cepat-cepat meniup ke arah macan buas tersebut, dan macan buas itu sirna seketika.

"Mao san Tosu, percuma engkau mengeluarkan ilmu hitam" ujar Thio Han Liong.

"Lebih baik engkau membagi-bagikan obatmu kepada para penduduk. Uang yang sudah engkau terima itu harus dikembalikan pada mereka Kalau tidak, itu berarti engkau mau cari mampus"

"Omong kosong" bentak Mao san Tosu, lalu mendadak menyerang Thio Han Liong.

Cukup lihay dan dahsyat serangan itu, namun yang dihadapinya adalah Thio Han Liong yang berkepandaian amat tinggi, maka serangannya itu tiada artinya sama sekali.

"Aaaakh..." Tiba-tiba Mao san Tosu menjerit dan tubuhnya terpental membentur dinding kuil. "Aduuuh"

Ternyata Thio Han Liong mengibaskan lengan bajunya, sehingga membuat Mao san Tosu itu terpental membentur dinding kuil, lalu terkulai dengan mulut mengeluarkan darah.

Thio Han Liong mendekatinya selangkah demi selangkah dengan tatapan dingin sekali, maka pecahlah nyali Mao san Tosu itu.

"Ampunilah aku, siauhiap. Ampunilah aku...."

"Mao san Tosu" bentak Thio Han Liong.

"Bagaimana cara engkau menciptakan wabah penyakit itu?" "Aku...." Mao san Tosu menundukkan kepala.

"Aku menaruh racun ke dalam sumur penduduk kota, maka mereka keracunan...."

"Engkau sungguh kejam, maka aku tidak bisa mengampunimu"

"Siauhiap" Mao san Tosu menyembah di hadapan Thio Han Liong. "Ampunilah aku...."

"Aku bersedia mengampunimu, tapi engkau harus membagi-bagikan obat itu kepada mereka yang membutuhkan"

"Ya, siauhiap."

"Dan juga..." tambah Thio Han Liong.

"Uang yang ada di dalam laci itu harus diserahkan kepadaku, akan kuserahkan kepada pembesar Yap agar dikembalikan kepada para penduduk kota yang telah membeli obatmu"

"Ya, ya." Mao san Tosu mengangguk.

Mendadak tangan Thio Han Liong bergerak, dan itu membuat Mao san Tosu menjerit lagi. "Aaaakh"

"Aku telah memusnahkan ilmu silatmu, bahkan juga ilmu hitammu" Thio Han Liong memberitahukan.

"Maka engkau jangan coba-coba mengeluarkan ilmu hitam sebab akan merusak dirimu sendiri"

"Haaah...?" Mendengar ucapan itu, Mao san Tosu nyaris pingsan seketika. "Engkau...."

"Ayoh" bentak Thio Han Liong.

"cepat bagi-bagikan obat itu kepada mereka yang antri di depan kuil"

"Ya." Mao san Tosu segera membagikan obatnya itu.

Betapa girangnya para penduduk. mereka bersorak-sorai penuh kegirangan. sebaliknya wajah Mao san Tosu malah meringis-ringis, kemudian ia pun menyerahkan uang yang ada di dalam laci kepada Thio Han Liong.

Thio Han Liong berjalan ke luar, dan An Lok Kong cu menyambutnya sambil tersenyum-senyum.

"Kakak Han Liong," tanya gadis itu.

"Engkau telah memusnahkan kepandaian Mao san Tosu itu?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

Sementara para penduduk memandang Thio Han Liong dengan penuh rasa terima kasih dan Thio Han Liong manggut-manggut. Mereka berdua lalu kembali ke rumah pembesar Yap.

Pembesar Yap dan putrinya berdiri di depan rumah menyambut kedatangan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu. Wajah mereka berseri-seri dan diliputi kekaguman.

"Pembesar Yap" panggil Thio Han Liong sambil memberi hormat.

"Han Liong...." Pembesar Yap memegang bahunya.

"Aku tahu, engkau berhasil menundukkan Mao san Tosu itu."

"Ada yang ke mari melapor?"

"Ya, salah seorang penduduk," sahut pembesar Yap sambil tertawa.

"Para penduduk kota amat kagum dan berterima kasih kepadamu."

"Itu kewajibanku," ujar Thio Han Liong.

"Han Liong, mari kita ke dalam" ujar pembesar Yap.

Thio Han Liong mengangguk. Mereka masuk ke dalam tapi pembesar Yap mengundang mereka berdua ke ruang makan.

"Pembesar Yap...." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu

terheran-heran.

"Ha ha ha" Pembesar Yap tertawa gelak.

"Aku mau menjamu kalian, mari makan bersama"

"Pembesar Yap." sahut An Lok Kong cu.

"Kami kembali ke mari bukan untuk dijamu, melainkan ingin bercakap-cakap saja."

"Kalau begitu...." Pembesar Yap tersenyum.

"Usai makan, barulah kita bercakap-cakap."

"Baiklah," An Lok Kong cu mengangguk,

Mereka makan bersama sambil bersulang. Usai makan mereka kembali ke ruang depan.

Putri pembesar Yap juga ikut disana. Thio Han Liong menaruh bungkusan yang dibawanya diatas meja, setelah itu berkata,

"Pembesar Yap. uang perak yang ada di dalam bungkusan ini adalah kepunyaan penduduk kota yang membeli obat. Harap pembesar Yap mengembalikan uang ini kepada mereka"

"Baik, baik." Pembesar Yap manggut-manggut.

"Apakah Mao san Tosu itu tidak akan menuntut balas terhadap kami?" tanyanya.

"Tentu tidak." Thio Han Liong tersenyum.

"Sebab aku telah memusnahkan kepandaiannya. Maka, kini dia sudah tidak bisa bersilat maupun mengeluarkan ilmu hitamnya."

"Oooh" Pembesar Yap menarik nafas lega. "syukurlah kalau begitu"

"Pembesar Yap" An Lok Kong cu menatapnya seraya bertanya.

"Apakah pembesar Yap akan tetap menjadi pembesar kota ini?"

"Betul." Pembesar Yap mengangguk.

"Karena kami turun-temurun menjadi pembesar di kota ini. Hanya saja aku tidak punya anak lelaki, maka selanjutnya...."

"Pembesar Yap punya anak perempuan, siapa tahu dia akan menikah dengan seorang sarjana yang akan menggantikan pembesar Yap." ujar An Lok Kong cu.

"Aku tidak berharap begitu," ujar pembesar Yap sungguh-sungguh.

"Aku cuma berharap putriku akan menikah dengan lelaki yang Baik, tidak perduli miskin atau kaya."

"Mudah-mudahan Nona Yap akan bertemu pemuda idaman hatinya" ucap Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Terima kasih," sahut Nona Yap sambil menundukkan kepala.

"Nona Cu sungguh beruntung, punya tunangan yang begitu tampan dan hebat"

"Nona Yap" An Lok Kong cu tersenyum lembut.

"Percayalah Kelak engkau pun akan bertemu pemuda yang seperti Kakak Han Liong."

"Mudah-mudahan" ucap Nona Yap sambil menarik nafas dalam-dalam.

"Pembesar Yap." tanya Thio Han Liong mendadak. "Betulkah pembesar Yap tidak berniat naik pangkat?" "Sebetulnya aku tidak berniat naik pangkat, tapi. ..." "Kenapa?"

"Atasanku itu selalu korupsi. Kalau aku bisa naik pangkat menggantikannya penduduk sekitar daerah ini pasti hidup makmur dan sejahtera."

"Ngmmm" Thio Han Liong manggut-manggut.

"Oh ya, bolehkah kami mohon bantuan pembesar"

"Apa yang dapat kubantu?"

"Undang penjabat itu ke mari, kami ingin menemuinya." "Apa?" Pembesar Yap terbelalak. "Itu... bagaimana mungkin?"

"Ayah" Nona Yap tersenyum.

"Bukankah pejabat itu pernah minta giok milik leluhur kita?" "Benar." Pembesar Yap manggut-manggut.
"Maksudmu dengan alasan itu ayah mengundang dia ke mari?"

"Betul, Ayah." Yap In Hong mengangguk.

"Kalau gubernur itu dengar giok tersebut, dia pasti mau ke mari?"

"Tapi...." Pembesar Yap memandang Thio Han Liong.

"Untuk apa gubernur itu diundang ke mari?"

"Itu adalah rahasia kami," sahut Thio Han Liong dengan serius.

"Ayah," sela Yap In Hong.

"Percayalah kepada Kakak Han Liong, dia pasti tidak akan menyusahkan Ayah"

"Baiklah." Pembesar Yap manggut-manggut.

"Kalian tunggulah di sini, aku akan pergi mengundang gubernur ke mari."

"Terima kasih, Pembesar Yap." ucap Thio Han Liong.

Setelah pembesar Yap pergi mengundang gubernur, Yap In Hong mulai bercakap-cakap dengan An Lok Kong cu.

"Nona Cu," tanya Yap In Hong. engkau bisa bersilat juga?" "Ya." An Lok Kong cu mengangguk,
"Kalian berdua memang merupakan pasangan yang serasi," ujar Yap In Hong sambil tersenyum.

"Dulu aku ingin belajar ilmu silat, tapi ditentang oleh ayahku. Alasannya anak gadis tidak boleh belajar ilmu silat, sebab akan membuat tangan menjadi kasar."

"Nona Yap." ujar An Lok Kong cu. "Buktinya tanganku tidak kasar, kan?"

"Ya." Yap In Hong mengangguk.

"Sebaliknya malah halus sekali. seandainya pada waktu itu aku diperbolehkan belajar ilmu silat, tentunya kini aku bisa melindungi ayahku."

"Adik Yap." ujar Thio Han Liong sambil tersenyum. "Engkau berniat sekali belajar ilmu silat?"

"Betul. Kakak Han Liong bersedia mengajariku?" tanya Yap In Hong dengan wajah berseri.

"Aku tidak punya waktu. Tapi aku akan menulis semacam ilmu Lweekang untuk engkau pelajari, termasuk gerak-gerakannya," sahut Thio Han Liong, kemudian wajahnya tampak serius.

"setelah engkau berhasil menguasai ilmu itu, kertas yang berisi pelajaran ilmu itu harus dibakar, agar tidak terjatuh ke tangan penjahat."

"Kakak Han Liong, ilmu apa itu?" tanya Yap In Hong tertarik.

"Ih Kin Kong," sahut Thio Han Liong memberitahukan.

"Itu merupakan ilmu Lweekang yang amat tinggi. Gerakan-gerakannya pun amat hebat, lihay dan dahsyat. Kalau tidak

dalam keadaan yang membahayakan dirimu, engkau tidak boleh mengeluarkan ilmu itu."

"Ya." Yap In Hong mengangguk. "Kalau begitu..." ujar Thio Han Liong. "Tolong sediakan kertas, pit dan tinta"

Yap In Hong manggut-manggut, lalu masuk ke dalam. An Lok Kong cu menatap Thio Han Liong, kemudian bertanya dengan suara rendah.

"Kakak Han Liong, dia akan berhasil mempelajari ilmu Ih Kin Kong itu?"

"Memang sulit," jawab Thio Han Liong dan menambahkan, "Namun aku akan membantunya." "Maksudmu?"

"Aku akan memindahkan sedikit Lweekang ku kepadanya, sebagai dasar Lweekangnya. Engkau setuju, bukan?"

An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum.

"Nona Yap dan ayahnya adalah orang baik, kita memang harus membantu mereka. Kalau Nona Yap berhasil menguasai ilmu itu, maka dia akan dapat melindungi ayahnya."

"Itu tujuanku," ujar Thio Han Liong.

"Oh ya, Kakak Han Liong," bisik An Lok Kong cu. "Engkau ingin memecat gubernur korup itu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"Pembesar Yap akan kuangkat untuk menggantikan gubernur itu."

"Bagus" An Lok Kong cu tersenyum.

"Aku sependapat denganmu."

Thio Han Liong juga tersenyum. Di saat itulah muncul Yap In Hong dengan membawa beberapa lembar kertas, pit dan tinta hitam, kemudian ditaruh ke atas meja.

"Kakak Han Liong," ujar gadis itu sambil tersenyum. "Sudah kusiapkan semuanya." "Terima kasih," ucap Thio Han Liong.

Ia duduk di belakang meja dan mulai menulis ilmu pelajaran Ih Kin Kong, termasuk semua gerakan-gerakannya. Tak seberapa lama, ia telah selesai menulis, lalu diberikannya kertas-kertas itu kepada Yap In Hong.

Betapa kagumnya gadis itu akan keindahan tulisan Thio Han Liong. la menerima kertas-kertas itu dengan wajah berseri.

"Terima kasih, Kakak Han Liong," ucapnya dan sekaligus menyimpan kertas-kertas catatan itu.

"Adik Yap" Thio Han Liong memandangnya seraya berkata,

"Engkau sama sekali tidak punya dasar ilmu Lweekang, maka sulit bagimu untuk mempelajari ilmu Ih Kin Kong. Aku sudah berunding dengan Adik An Lok, dan dia setuju aku membantumu."

"Terimakasih Kakak Han Liong, terimakasih Nona Cu," ucap Yap In Hong.

"Wah Tidak boleh begitu iho" An Lok Kong cu tersenyum.

"Engkau memanggilnya Kakak Han Liong, tapi kenapa memanggilku Nona?"

"Aku... aku harus memanggil apa padamu?"

"Panggil saja namaku"

"Baik." Yap In Hong manggut-manggut.

"Engkau pun harus memanggil namaku, tidak boleh memanggilku Nona lho"

An Lok Kong cu mengangguk. Di saat bersamaan, Thio Han Liong berpesan kepada Yap In Hong.

"Apabila ayahmu pulang bersama gubernur itu, engkau harus bilang bahwa kami baru datang, agar gubernur itu tidak membenci ayahmu. Tentunya engkau pun bisa memberi isyarat kepada ayahmu. Ya kan?"

"Ya." Yap In Hong mengangguk sambil tersenyum.

"Adik Yap" Thio Han Liong memberitahukan.

"Engkau duduklah bersila di lantai, aku akan memindahkan sedikit Lweekang ku ke dalam tubuhmu Kalau merasakan adanya arus hangat mengalir ke dalam tubuhmu, janganlah engkau kaget"

Yap In Hong mengangguk, lalu duduk bersila di lantai. Thio Han Liong duduk di belakangnya, setelah itu sepasang telapak tangannya ditempelkan dipunggung gadis itu, kemudian mengerahkan Kiu Yang sin Rang, sekaligus disalurkan ke dalam tubuhnya.

seketika juga Yap In Hong merasakan adanya aliran hangat menerobos ke dalam tubuhnya. Karena sebelumnya Thio Han Liong sudah memberitahukan, maka gadis itu tidak merasa kaget.

Berselang beberapa saat, barulah Thio Han Liong berhenti menyalurkan Lweekangnya ke dalam tubuh gadis itu, lalu bangkit berdiri seraya berkata,

"Adik Yap. engkau sudah boleh bangun."

Yap In Hong bangun. Dirasakannya sekujur tubuhnya penuh tenaga, dan itu membuatnya terheran-heran.

"Kakak Han Liong Kenapa aku merasa sekujur tubuhku amat bertenaga?"

"Adik Yap" Thio Han Liong memberitahukan.

"Kini engkau sudah memiliki ilmu Lweekang, maka engkau harus giat belajar ilmu Ih Kin Kong."

"Oh ya Bagaimana kalau ayahku tahu?" tanya Yap In Hong dengan wajah cemas.

"Tentang itu, kami akan memberitahukan kepada ayahmu," sahut Thio Han Liong dan menambahkan.

"Aku yakin beliau tidak akan memarahimu" "Terimakasih, Kakak Han Liong," ucap Yap In Hong.

Di saat itulah terdengar suara tawa, dan tak lama masuklah pembesar Yap bersama seorang lelaki berusia lima puluhan, yang ternyata gubernur setempat.

"Ayah" seru Yap In Hong memberi isyarat. "Ketika Ayah pergi, ke dua tamu ini datang" "Oh?" Pembesar Yap agak tertegun.
"Pembesar Yap" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu menghampirinya.

"Kami ke mari, tapi pembesar Yap tidak ada, maka Nona Yap yang menemani kami."

"Oooh" Pembesar Yap manggut-manggut.

"Maaf, siapa kalian berdua?"

"Kami datang dari Kotaraja," sahut Thio Han Liong. "Kebetulan kami tiba di kota ini, maka mampir di sini."

"Ada urusan apa kalian mampir ke rumahku?" tanya pembesar Yap.

"Kami dengar dari penduduk kota ini, bahwa pembesar Yap merupakan pembesar yang amat jujur, sama sekali tidak pernah korupsi. oleh karena itu, kami berkunjung ke mari."

"Terimakasih, terimakasih" ucap pembesar Yap lalu memperkenalkan gubernur itu.

"Beliau ini adalah gubernur setempat...."

"Gubernur Kwa?" tanya Thio Han Liong. Ternyata tadi Yap In Hong memberitahukan kepadanya.

"Betul," sahut pembesar Yap.

Sedangkan Gubernur Kwa mengeluarkan suara hidung, sama sekali tidak pandang sebelah mata kepada Thio Han Liong dan An Lok Kong cu. Kalau ia memperhatikan An Lok Kong cu, tentunya ia akan segera menjatuhkan diri berlutut.

"Gubernur Kwa, silakan duduk" ucap Pembesar Yap. Gubernur Kwa manggut-manggut sambil duduk,

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu masih tetap berdiri Pembesar Yap juga mempersilahkan mereka duduk, akan tetapi mendadak Gubernur Kwa mencetuskan ucapan sindiran.

"Walikota Yap. mereka berdua itu apa? Kenapa engkau harus mempersilakan mereka duduk?"

"Gubernur Kwa...." Pembesar Yap salah tingkah.

"Hmm" dengus An Lok Kong cu.

"Para penduduk di sini, semuanya mengatakan bahwa Gubernur Kwa selalu memeras rakyat dan melakukan tindakan korupsi. Pembesar Yap. apakah itu benar?"

"Aku...." Pembesar Yap terkejut mendengar pertanyaan itu

"Gadis kurang ajar" bentak Gubernur Kwa.

"Siapa engkau, kok berani kurang ajar terhadap seorang Gubernur?"

"Gubernur Kwa, engkau sudah buta barangkali" sahut An Lok Kong cu.

"Betulkah engkau tidak kenal aku?"

"Engkau gadis liar, bagaimana mungkin aku mengenalmu?" Gubernur Kwa menatapnya dingin, kemudian membuang muka. Kalau ia tidak membuang muka, tentunya akan mengenali An Lok Kong cu yang pernah dilihatnya di istana.

"Gubernur Kwa" Thio Han Liong mendekatinya, lalu memperlihatkan sebuah benda.

Begitu melihat benda tersebut, wajah Gubernur Kwa langsung berubah pucat pasi dan ia sebera berlutut.

"Yang Mulia, terimalah hormat hamba" ucapnya sambil membenturkan kepalanya ke lantai.

"Hm" dengus Thio Han Liong. Ternyata ia memperlihatkan Medali Emas Tanda Perintah Kaisar.

"Gubernur Kwa, apa hukumanmu sekarang?"

"Hamba mohon ampun, Yang Mulia" ucap Gubernur Kwa dengan badan bergemetar seperti kedinginan.

Sementara pembesar Yap dan putrinya terbelalak menyaksikan itu. Mereka tidak tahu apa yang telah terjadi, karena pembesar Yap tidak melihat Medali Emas tersebut.

"Gubernur Kwa, dongakkan kepalamu dan perhatikan gadis ini" ujar Thio Han Liong.

"Sebetulnya siapa gadis ini?"

Gubernur Kwa mendongakkan kepalanya perlahan-lahan, kemudian memperhatikan wajah Lok Kong cu dengan seksama. Tak lama wajah Gubernur Kwa bertambah pucat.

"Kong cu..." ujar gubernur Kwa tak tertahan. "An Lok Kong cu...."

Pembesar Yap dan putrinya terkejut bukan main, dan mereka segera berlutut di hadapan An Lok Kong cu.

"Hamba memberi hormat kepada Kong cu" ucap pembesar Yap.

"Bangunlah pembesar Yap dan In Hong" ujar An Lok Kong cu.

"Terimakasih, Kong cu." Pembesar Yap dan putrinya segera bangkit berdiri, kemudian bertanya,

"Kong Cu, siapa sebenarnya Thio Han Liong?" "Wakil ayahku." An Lok Kong cu memberitahukan.

"Haaah...?" Pembesar Yap dan putrinya terkejut bukan main.

"Kami harus segera memberi hormat kepadanya" "Tidak usah" sahut An Lok Kong cu sambil tersenyum.

"Sebab engkau adalah pembesar yang jujur, lagi pula Kakak Han Liong tidak akan menerima hormatmu."

"Aaah...." Pembesar Yap menghela nafas.

"Tak disangka Thio Han Liong adalah wakil Yang Mulia"

Sementara Gubernur Kwa masih berlutut di hadapan Thio Han Liong dengan badan bergemetar, sedangkan Thio Han Liong menatapnya dengan tajam.

"Gubernur Kwa, mulai sekarang engkau dipecat dari jabatan" ujar Thio Han Liong.

"Engkau sekeluarga tidak boleh pergi ke mana-mana harus menunggu petugas dari istana ke rumahmu"

"Ya, Yang Mulia." Gubernur Kwa berlega hati, karena Thio Han Liong tidak menghukumnya .

"Mulai sekarang, Pembesar Yap menggantikan kedudukanmu" ujar Thio Han Liong.

"Sekarang engkau boleh pulang"

"Terimakasih, Yang Mulia." ucap Gubernur Kwa sambil bangkit berdiri, lalu meninggalkan rumah pembesar Yap.

"Yang Mulia...." Ketika pembesar Yap baru mau berlutut,

mendadak ia merasakan adanya tenaga yang amat kuat menahannya, sehingga ia tidak sanggup berlutut.

"Pembesar Yap" Thio Han Liong tersenyum.

"Tidak usah memberi hormat kepadaku. Mulai sekarang pembesar Yap adalah Gubernur setempat."

"Terimakasih, Yang Mulia," ucap pembesar Yap. namun ia tetap tidak bisa berlutut.

"An Lok...." Yap In Hong menatapnya dengan mata tak

berkedip.

"Tak disangka engkau Putri Kaisar." "In Hong" An Lok Kong cu tersenyum.

"Aku dan engkau sama saja. Maka engkau jangan bersikap terlampau hormat kepadaku."

"Tapi...."

"Tidak ada tapi-tapian," tandas An Lok Kong cu.

"Pokoknya engkau tidak boleh berlaku terlampau hormat kepadaku."

"Ya, Kong cu." Yap In Hong mengangguk,

"Eeeh?" An Lok Kong cu menggeleng-geleng kan. kepala. "Panggil saja namaku"

"Ya." Yap In Hong mengangguk lagi.

"Kakak Han Liong, urusan di sini sudah beres, kita harus segera melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja," ujar An Lok Kong Cu.

"Baik," Thio Han Liong manggut-manggut.

Mereka berdua berpamit kepada Pembesar Yap dan putrinya, lalu meninggalkan rumah itu untuk kembali ke Kotaraja.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar