Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 69: Pernikahan Yang Sederhana Tapi Semarak Dan Bahagia

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 69: Pernikahan Yang Sederhana Tapi Semarak Dan Bahagia
Bab 69 Pernikahan Yang Sederhana Tapi Semarak Dan Bahagia

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja dengan santai, penuh kegembiraan dan canda ria .Sepanjang jalan, mereka sama sekali tidak mendengar tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya.

"Adik An Lok, engkau tidak merasa heran terhadap Ban Tok Lo Mo dan muridnya?" tanya Thio Han Liong.

"Memangnya kenapa?" An Lok Kong Cu balik bertanya dengan heran.

"Mereka berdua muncul mendadak, lalu menghilang begitu saja. Bukankah itu aneh sekali? Lagipula tiada seorang kaum rimba persilatan yang tahu tempat tinggal mereka."

"Kakak Han Liong, jangan memikirkan itu, sebab akan mengganggu pikiranmu"

"Mereka berdua menghilang begitu saja.Justru amat mengganggu pikiranku," sahut Thio Han Liong.

"Sebelum Ban Tok Lo Mo dan muridnya dibasmi, hatiku tidak akan bisa tenang sama sekali."

"Kakak Han Liong...." An Lok Kong Cu menggeleng-

gelengkan kepala.

"Sudahlah tidak usah memikirkan itu, mereka berdua pasti bersembunyi di suatu tempat rahasia, maka tiada seorang pun mengetahuinya."

"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Aku khawatir, Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan mencelakai rimba persilatan."

"Mereka berdua memang sudah mencelakai rimba persilatan. sudahlah Kakak Han Liong, jangan memusingkan itu" An Lok Kong Cu mengalihkan pembicaraan.

"Oh ya ilmu Penakluk iblis khusus nya untuk melumpuhkan berbagai macam ilmu hitam, sihir dan ilmu sesat?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk,

"Pantas engkau dapat menyembuhkan Yap In Hong." An Lok Kong Cu tersenyum.

"Kelihatannya gadis itu amat menyukaimu."

"Karena merasa berhutang budi kepadaku," sahut Thio Han Liong.

"Ayahnya adalah seorang pembesar yang amat jujur, kini rakyat di daerah itu pasti akan hidup makmur."

"Ya." An Lok Kong cu mengangguk, "Kakak Han Liong...."

Ketika An Lok Kong cu ingin melanjutkan, tiba-tiba Thio Han Liong memberi isyarat, agar An Lok Kong cu diam.

"Ada orang datang." bisiknya.

"Oh?" An Lok Kong cu mengerutkan kening. "Heran Di tempat sepi ini kok ada orang lain?"

Berselang beberapa saat kemudian muncullah dua orang Tosu yaitu Mao san Tosu dan yang satunya adalah seorang Tosu yang sudah tua renta, namun tampak gagah dan sepasang matanya berkilat-kilat.

"Guru" Mao san Tosu menunjuk Thio Han Liong.

"Orang itu...."

"Ngmmm" Tosu tua renta itu manggut-manggut.

"Anak muda, wajahmu amat tampan, tidak mirip penjahat. Tapi... kenapa hatimu begitu kejam?"

"Tosu tua" bentak An Lok Kong Cu.

"Jangan bicara sembarangan"

"Diam" hardik Tosu tua renta dengan suara berwibawa. "Mulai sekarang engkau menjadi bisu"
"Hah?" An Lok Kong Cu terperanjat, karena ia langsung tak mampu berbicara lagi.

"Akh Ukh"

"Tosu tua" Thio Han Liong memberi hormat.

"Sungguh tinggi ilmu sesatmu, tapi tak berguna di hadapanku"

"Anak muda" Tosu tua renta itu menggeleng-gelengkan kepala.

"Sayang sekali, padahal wajahmu sangat tampan"

"Tosu tua" Thio Han Liong tersenyum. "Bolehkah aku tahu siapa engkau?"

"Liang Goan Tosu dari Mao san" Tosu tua renta itu memberitahukan.

"Mao san Tosu adalah muridku Kenapa engkau begitu kejam menyiksanya?"

"Tosu tua" Thio Han Liong mengerutkan kening.

"Aku yang kejam atau dia yang jahat?"

"Engkau memusnahkan kepandaiannya, bahkan merampok uangnya juga sungguh jahat engkau" sahut Liang Goan Tosu.

"Kami para Tosu dari Mao san, sama sekali tidak pernah mengganggu orang, juga tidak pernah mencampuri urusan rimba persilatan, hanya menekuni ilmu yang diturunkan leluhur Tapi ketika muridku mengobati para penduduk kota, engkau muncul dan memusnahkan kepandaiannya, bahkan juga merampok uangnya oleh karena itu, aku harus menuntut balas"

"Muridmu itu yang memberitahukan begitu?" tanya Thio Han Liong.

"Ya." Liang Goan Tosu mengangguk.

Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. sementara An Lok Kong cu terus mengeluarkan suara "Akh akh ukh ukh" seperti gadis bisu. Thio Han Liong menatapnya sambil mengerahkan ilmu Penakluk Iblis, kemudian berkata lembut.

"Adik An Lok, engkau tidak bisu. Mulai sekarang engkau sudah bisa bicara. Ayoh bicaralah"

"Ka.... Kakak Han Liong." An Lok Kong cu langsung bisa

bicara lagi, dan itu sungguh menggirangkannya .

Liang Goan Tosu terperanjat, karena tidak menyangka kalau Thio Han Liong memiliki batin yang begitu kuat.

"Anak muda, cukup hebat engkau. Baik, mari kita bertanding ilmu gaib" Tantang Liang Goan Tosu.

"Tosu tua...."

"Diam" bentak Liang Goan Tosu dan mulai mengerahkan ilmu gaibnya.

"Anak muda, engkau telah berdosa maka harus dibakar dengan api"

Mendadak Thio Han Liong melihat api muncul dari bumi membakar dirinya. Maka, cepatlah ia meloncat ke belakang. Namun di mana kakinya menginjak di situ muncul api membakarnya .

"Ha ha ha" liang Goan Tosu tertawa gelak. "Anak muda, engkau pasti terbakar hangus"
An Lok Kong cu tercengang. la tidak melihat api, namun melihat Thio Han Liong meloncat ke sana ke mari.

"Tosu tua" Thio Han Liong berdiri tegak di tempat, kemudian menghempaskan kakinya tiga kali di bumi seraya berkata,

"Api dari bumi kembali ke dalam bumi"

Sungguh menakjubkan, api itu langsung masuk ke dalam bumi. Air muka Liang Goan Tosu berubah seketika, lalu ditatapnya Thio Han Liong dengan tajam sekali.

"Anak muda, siapa engkau?"

"Namaku Thio Han Liong"

"Engkau menggunakan ilmu apa melawan ilmuku?"

"Aku menggunakan ilmu Penakluk Iblis"

"Hah? Apa?" Liang Goan Tosu tampak terkejut sekali. "Engkau telah menguasai ilmu itu?" "Ya" Thio Han Liong mengangguk.

"Itu tidak mungkin ..tidak mungkin" Liang Goan Tosu menggeleng-gelengkan kepala.

"Engkau masih muda, tidak mungkin telah menguasai ilmu yang teramat tinggi itu"

"Tosu tua" ujar Thio Han liong sungguh-sungguh. "Aku memang telah menguasai ilmu itu"

"Orang yang berjiwa polos, berhati bersih dan memiliki batin yang kuat, barulah bisa berhasil mempelajari ilmu Penakluk Iblis itu. Engkau begitu kejam, bagaimana mungkin bisa berhasil...."

"Tosu tua" Thio Han Liong tersenyum.

"Muridmu itu memfitnahku dan membohongimu. sebetulnya kejadian itu bukanlah seperti apa yang diceritakan muridmu"

"Oh?" Liang Goan Tosu mengerutkan kening, kemudian menatap Mao san Tosu dengan tajam.

"Engkau membohongiku dengan cerita itu?" "Guru, aku...." Wajah Mao san Tosu pucat pasi.

"Jadi benar engkau membohongiku?" Liang Goan Tosu tampak gusar sekali.

"Ayo jawab"

"Guru, ampunilah aku" Mao san Tosu langsung berlutut di hadapan Liang Goan Tosu.

"Aku... aku sakit hati terhadap pemuda itu, maka...."

"Aaaah..." Liang Goan Tosu menghela nafas panjang. "Anak muda. Aku mohon maaf"
"Tidak apa-apa, Tosu tua" Thio Han Liong tersenyum.

"Anak muda," tanya Liang Goan Tosu.

"Bagaimana kejadian itu, bolehkah engkau menceritakannya? "

"Ketika kami tiba di kota Cin Lam..." tutur Thio Han Liong tentang kejadian itu.

Liang Goan Tosu mendengarkan dengan penuh perhatian. wajahnya tampak gusar sekali. seusai Thio Han Liong menutur, Tosu tua itu menatap Mao san Tosu dengan tajam.

"Engkau telah melanggar sumpah maka engkau harus bunuh diri" bentak Liang Goan Tosu.

"Guru...."

"Lakukanlah"

"Baik, Guru."

Ketika Mao san Tosu baru mau membunuh diri, tiba-tiba terdengar suara yang amat lembut.

"Engkau tidak usah bunuh diri, cukup bertobat saja" Itu adalah suara Thio Han Liong menggunakan ilmu Penakluk iblis.

"Aku mau bertobat. Aku mau bertobat...."

"Bagus" Thio Han Liong tersenyum.

"Mao san Tosu, bangunlah"

Mao san Tosu segera bangkit berdiri. Liang Goan Tosu menghela nafas panjang, kemudian memandang Thio Han Liong seraya bertanya,

"Kenapa engkau menolongnya?"

"Dia sudah tidak bisa melakukan kejahatan lagi, maka harus diampuni," jawab Thio Han Liong.

"Tosu tua, bawa dia pulang dan bimbing dia dengan ilmu kebatinan, agar dia mengamalkan ilmu itu kelak"

"Betul." Liang Goan Tosu manggut-manggut, kemudian memandang Thio Han Liong dengan kagum sekali.

"Kalau engkau sempat, sudikah engkau mampir di gunung Mao san, tempat tinggalku?"

"Aku tidak berani berjanji. Tapi apabila aku punya waktu, aku akan ke gunung Mao san mengunjungi Locianpwee," jawab Thio Han Liong.

"Terima kasih," ucap Liang Goan Tosu.

"Anak muda, sampai jumpa"

Liang Goan Tosu menarik Mao san Tosu meninggalkan tempat itu. Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu memandang punggung mereka sambil menghela nafas panjang.

"Adik An Lok" Thio Han Liong memberitahukan.

Ilmu gaib Tosu tua itu tinggi sekali. Hanya ilmu Penakluk iblis yang dapat mengalahkan ilmu gaibnya itu."

"Oh?" ujar An Lok Kong Cu.

"Untung Tosu tua itu tidak berhatijahat. Kalau dia berhati jahat seperti muridnya...."

"Kalau dia berhati jahat, tentunya ilmu gaibnya tidak akan begitu tinggi," sahut Thio Han Liong dan menambahkan,

"Sesungguhnya tadi dia sama sekali tidak berniat jahat terhadapku, melainkan hanya ingin menjajal ilmu gaibku saja."

"oh?" An Lok Kong cu tersenyum.

"Pantas engkau begitu ramah terhadapnya."

"Adik An Lok" Thio Han Liong menggandeng tangannya.

"Mari kita melanjutkan perjalanan" ajaknya.

An Lok Kong cu mengangguk, Mereka lalu melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja. Bukan main girangnya hati An

Lok Kong cu, sebab begitu tiba di Kotaraja, ia akan segera menikah dengan Thio Han Liong.

Ketika sampai di sebuah rimba, mendadak Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang, ternyata mereka mendengar suara rintihan.

"Adik An Lok" Thio Han Liong memberitahukan.

"Itu adalah suara rintihan orang terluka."

"Kalau begitu, mari kita ke sana melihatnya" ajak An Lok Kong cu.

"Baik," Thio Han Liong mengangguk.

Mereka berdua melesat ke arah suara rintihan itu. sampai di sana mereka melihat seorang tua terkapar dan merintih-rintih.

"Paman tua" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mendekatinya.

"Engkau terluka?"

"Anak muda, aku... aku terluka...."

"Siapa yang melukaimu?"

"Aaaah..." orangtua itu menghela nafas panjang.

"Ban Tok Lo Mo yang melukaiku."

"Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening.

"Kenapa dia melukaimu?"

"Dia... dia membunuh anakku. Aku mencarinya untuk membalas dendam, dan dapat menemukannya di sini. Namun aku tak menyangka kalau kepandaiannya sangat tinggi dan dapat melukaiku dengan ilmu pukulan beracunnya."

"Paman tua," ujar Thio Han Liong.

"Jangan khawatir aku akan memeriksa lukamu."

"Terima kasih, Anak muda," ucap orangtua itu. "Terima kasih...."

Thio Han Liong membungkukkan badannya. Di saat itulah mendadak orangtua itu mengayunkan tangannya ke arah Thio Han Liong dan An Lok Kong CU, dan tampak bubuk putih mengarah pada mereka. Betapa terkejutnya Thio Han Liong, namun ia cepat-cepat menyambar An Lok Kong cu sambil meloncat ke belakang.

"He he he" orangtua itu tertawa terkekeh-kekeh, lalu melesat pergi.

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tidak sempat mengejarnya. Ternyata orangtua itu tidak meninggalkan tempat tersebut, melainkan hanya bersembunyi di balik sebuah pohon. la menahan nafas sambil mengintip.

"Adik An Lok, engkau tidak apa-apa?" tanya Thio Han Liong dengan rasa cemas.

"Aku tidak apa-apa." sahut An Lok Kong cu.

"Engkau?"

"Aku pun tidak apa-apa." Thio Han Liong mengerutkan kening.

"Entah siapa orangtua itu? Dia menyerang kita dengan racun...."

"Kakak Han Liong, bukankah kita kebal terhadap racun apa pun?" An Lok Kong cu memandangnya .

"Aku lupa." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Tadi aku amat terkejut dan mengkhawatirkanmu, maka aku menyambarmu sekaligus meloncat ke belakang. Kalau aku ingat diri kita kebal terhadap racun apa pun, aku pasti menangkap orangtua itu."

"Bagaimana kita pergi menyusulnya?"

"Percuma," sahut Thio Han Liong.

"Orangtua itu sudah pergi jauh, sebab ilmu ginkangnya cukup tinggi."

"Heran" gumam An Lok Kong cu.

"Sebetulnya siapa orangtua itu? Kenapa dia ingin membunuh kita dengan racun?"

"Aku tidak habis pikir dan tidak dapat menduga siapa orangtua itu," ujar Thio Han Liong dengan kening berkerut-kerut.

"Sebab wajah orangtua itu amat asing bagiku."

"Kakak Han Liong, mulai sekarang kita harus berhati-hati," ujar An Lok Kong cu.

"Jangan sampai terjebak oleh penjahat."

"Ng" Thio Han Liong mengangguk,

"Adik An Lok, mari kita melanjutkan perjalanan"

Mereka melanjutkan perjalanan lagi. setelah mereka pergi jauh, barulah orangtua yang bersembunyi di belakang pohon itu menarik nafas lega.

"Heran?" gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku menyerangnya dengan racun ganas, tapi... mereka kok tidak apa-apa? Mungkinkah mereka kebal terhadap racun?"

siapa orangtua itu, ternyata adalah samaran Tan Beng song, yang diutus Ban Tok Lo Mo untuk membunuh Thio Han Liong dan An Lok Kong cu.

"Hmm" dengus Tan Beng Song.

"Di depan sana masih ada perangkap. mereka pasti akan mampus di dalam perangkap itu He he he..."

Sementara Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu terus melanjutkan perjalanan, mereka pun membicarakan tentang orangtua itu.

"Kakak Han Liong, mungkinkah orangtua itu adalah Ban Tok Lo Mo?"

"Tidak mungkin." Thio Han Liong menggelengkan kepala.

"Orang itu tampak belum begitu tua, maka aku yakin dia bukan Ban Tok Lo Mo."

"Heran?" An Lok Kong cu menghela nafas panjang. "Sebetulnya siapa orangtua itu?"

"Dia menyebut Ban Tok Lo Mo, berarti dia kenal si Iblis Tua itu," gumam Thio Han Liong dengan kening berkerut-kerut.

"Dia ingin membunuh kita, tentunya tahu siapa diri kita. Jadi orangtua itu adalah... Tan Beng song, murid Ban Tok Lo Mo."

"Oh?" An Lok Kong cu tersentak. "Orangtua itu adalah murid Ban Tok Lo Mo?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"Dia pasti menyamar, agar aku tidak mengenalinya."

"Maksudmu wajahnya dirias?"

"Ya."

"Kalau begitu, kita harus berhati-hati," ujar An Lok Kong cu, kemudian bertanya.

"Kakak Han Liong, kejadian itu akan membuatmu batal kembali ke Kota raja?"

"Tentu tidak," Thio Han Liong tersenyum.

"Sebab dua hari lagi kita akan tiba di Kota raja, kenapa harus dibatalkan?"

"Oooh" Lega rasanya hati An Lok Kong cu mendengar itu. "Terimakasih, Kakak Han Liong."

"Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum. "Kenapa engkau berterima kasih kepadaku?"

"Aku.." Wajah An Lok Kong cu tampak kemerah-merahan. "Engkau jahat ah"
Mendadak An Lok Kong cu mencubit lengannya, dan itu membuat Thio Han Liong menjerit kesakitan.

"Aduuuh"

"Rasakan"

"Adik An Lok" Thio Han Liong ingin balas mencubitnya.

Tapi An Lok Kong cu langsung berlari ke depan. Thio Han Liong terus mengejarnya, namun mereka justru tidak tahu bahwa ada perangkap di depan sana. Di saat itulah mendadak Thio Han Liong berseru keras.

"Adik An Lok Cepat berhenti, ada sesuatu yang aneh"

An Lok Kong Cu segera berhenti, lalu berbalik menghampiri Thio Han Liong.

"Apa yang aneh?"

"Lihatlah rerumputan di sini" Thio Han Liong menunjuk rerumputan yang kelihatan seperti pernah diinjak.

"Kenapa sih?" An Lok Kong Cu tidak menyadari hal itu. "Ada apa di sini?"

"Rerumputan itu seperti pernah diinjaki maka aku menjadi curiga," sahut Thio Han Liong.

"Kenapa harus bercuriga?" An Lok Kong Cu heran.

"Bukankah di sini terdapat binatang liar? Mungkin rerumputan terinjak binatang liar."

"Itu bukan bekas injakan binatang liar." Thio Han Liong memberitahukan.

"Melainkan bekas injakan kaki orang."

"Mungkin pemburu? "

"Tadi kita bertemu orangtua yang ingin membunuh kita, lalu engkau berpesan kepadaku agar berhati-hati. Nah, kita harus berhati-hati."

Thio Han Liong mengambil beberapa buah batu sebesar kepalan, lalu dilemparkan ke depan. Tak lama setelah batu itu jatuh ke tanah, terjadilah ledakan dahsyat, kemudian asap dan api langsung membumbung tinggi.

"Haaah...?" Wajah An Lok Kong cu berubah pucat pias seketika.

"Kakak Han Liong...."

"Adik An Lok...." Thio Han Liong menggenggam tangan An

Lok Kong cu erat-erat.

"Kakak Han Liong," bisik An Lok Kong cu dengan suara bergemetar.

"Kita nyaris mati hangus di sana."

"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.

"Kalau tadi aku tidak melihat rerumputan itu, kita pasti sudah mati hangus."

"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu menatapnya.

"Hampir saja kita menikah di alam baka."

"Adik An Lok" Thio Han Liong membelainya.

"Kita masih dilindungi Thian (Tuhan). Menyaksikan itu, aku...."

"Tidak berani berbuat dosa, bukan?"

"Ya."

"Engkau memang tidak pernah berbuat dosa, maka Thian (Tuhan) masih melindungi kita."

"Adik An Lok...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan

kepala.

"Itu pasti perbuatan Tan Beng song."

"Dia dan gurunya sungguh menghendaki kematian kita. Padahal... kita belum bermusuhan dengan mereka"

"Tapi mereka justru tahu, kalau kita akan membasmi mereka. oleh karena itu, mereka turun tangan lebih dulu."

"Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut. "Kalau begitu, kita harus lebih berhati-hati."

"Ng" Thio Han Liong mengangguk, lalu melanjutkan perjalanan dengan hati-hati sekali.

Setelah mereka meninggalkan tempat itu, muncullah seseorang dari balik sebuah pohon. orang itu tidak lain Tan Beng Song, yang menyamar sebagai orangtua.

"Sialan" caci nya. "Mereka masih terhindar dari perangkap itu Tapi kelak mereka pasti mampus di tanganku"

-ooo00000ooo-

Cu Goan Ciang menyambut kedatangan Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu dengan penuh kegembiraan. Kaisar itu memandang mereka dengan wajah berseri-seri

"Ayahanda, kami sudah pulang."

"Yang Mulia"

"Ha ha ha" Cu Goan Ciang tertawa gembira.

"Syukurlah kalian sudah pulang dengan selamat Duduklah"

Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu duduk, kemudian An Lok Kong Cu menutur semua yang mereka alami. Cu Goan Ciang mendengarkan dengan mata terbelalak, lalu menarik nafas dalam-dalam.

"Rimba persilatan memang begitu, bunuh membunuh dengan berbagai cara. Kini kalian sudah pulang, maka legalah hatiku."

"Terima kasih atas perhatian Ayahanda," ucap An Lok Kong Cu.

"Nah" Cu Goan Ciang menatap mereka dalam-dalam seraya berkata,

"Sudah saatnya kalian menikahi jangan ditunda-tunda lagi" "Ya," sahut An Lok Kong Cu dan Thio IHan Liong serentak.

"Bagaimana menurut kalian, perlukah aku menyelenggarakan pesta besar-besaran dan semeriah-meriahnya? "

"Tidak perlu," jawab Thio Han Liong.

"Kami sudah bersepakat untuk menikah dengan cara yang paling sederhana, tidak ada pesta, musik maupun tarian apa pun."

"Oh?" Cu Goan ciang menatap putrinya seraya bertanya. "Setujukah engkau?"

"setuju." An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum.

"Itu merupakan contoh yang baik untuk para pejabat tinggi istana. Kalau kita tidak berfoya-foya, tentunya mereka pun tidak berani berfoya-foya pula."

"Bagus, bagus" Cu Goan ciang tertawa terbahak-bahak.

"Tapi biar bagaimana pun, aku harus mengundang para pejabat tinggi dalam istana. Kalian jangan menolak"

"Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk, "Kalau begitu..." pikir Cu Goan ciang dan melanjutkan, "Lusa kalian harus menikah."

An Lok Kong cu memandang Thio Han Liong dengan wajah agak kemerah-merahan, dan agak malu-malu.

"Terimakasih, Yang Mulia," ucap Thio Han Liong.

"Ha ha ha" Cu Goan ciang terus tertawa gembira. "Ha ha ha..."

Malam harinya, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk berdampingan di taman bunga. Wajah mereka tampak berseri-seri.

"Adik An Lok," tanya Thio Han Liong.

"Engkau merasa keberatan kita menikah dengan cara sederhana?"

"Aku tidak mempermasalahkan itu," sahut An Lok Kong cu sungguh-sungguh.

"Yang penting kita saling mencinta dan hidup bahagia selama-lamanya."

"Betul" Thio Han Liong manggut-manggut.

"Itu yang paling denting bagi kita, bukan pesta yang meriah."

"Kakak Han Liong," tanya An Lok Kong Cu dengan suara rendah.

"Kalau aku sudah menjadi nenek-nenek, apakah engkau masih tetap mencintaiku?"

"Ha ha ha" Thio Han Liong tertawa mendadak.

"Eh?" An Lok Kong Cu tercengang.

"Kenapa engkau tertawa?"

"Adik An Lok, kalau engkau sudah menjadi nenek-nenek tentunya aku pun sudah menjadi kakek-kakek," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Aku tetap mencintaimu."

"Kakak Han Liong...." An Lok Kong Cu langsung mendekap

di dadanya.

"Aku bahagia sekali."

"Sama-sama," sahut Thio Han Liong sekaligus membelainya.

"Aku pun bahagia sekali."

"Kita tinggal di istana sekitar sepuluh hari, setelah itu barulah kita pergi ke pulau Hong Hoang To. Bagaimana?"

"Aku setuju."

"Terimakasih, Kakak Han Liong."

Hari itu Thio Han Liong dan An Lok, Kong Cu melangsungkan pernikahan. sesuai dengan apa yang dikatakan cu Goan ciang, maka yang diundang hanya beberapa pejabat tinggi dalam istana.

Walau sederhana pernikahan itu, namun amat semarak dan bahagia. Para pejabat tinggi dalam istana tak henti-hentinya

memuji Thio Han Liong, sehingga membuat Cu Goan ciang terus tertawa gembira.

"Ha ha ha Aku sungguh gembira sekali hari ini, karena putriku menikah dengan Han Liong"

"Yang Mulia," ujar salah seorang pejabat tinggi.

"Tak disangka Yang Mulia akan berbesan dengan pendekar besar Thio Bu Ki.Mari kita bersulang untuk itu Ha ha ha..."

Mereka mulai bersulang lagi sambil tertawa, sedangkan An Lok Kong cu tersenyum malu-malu.

Berselang beberapa saat kemudian, para penjabat tinggi itu berpamit. setelah itu, cu Goan ciang berkata sambil tersenyum.

"Kalian boleh kembali ke istana An Lok. Nikmatilah hari pernikahan kalian"

"Ya, Ayahanda."

"Ya, Yang Mulia."

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berjalan ke istana An Lok, sedangkan cu Goan ciang masih tertawa gembira.

dik An Lok..." bisik Thio Han Liong setelah berada di dalam kamar.

"Engkau merasa bahagia?"

"sungguh bahagia sekali," An Lok Kong cu mengangguk. "Engkau?"

"Juga bahagia sekali," sahut Thio Han Liong sambil menatapnya lembut dan mesra.

"Hari ini adalah hari pernikahan kita. Walau tanpa musik dan carian, namun amat semarak dan bahagia."

"Benar oh ya, para pejabat tinggi itu terus memujimu. Itu... membuat aku merasa bangga sekali."

"Oh?" Mendadak Thio Han Liong memeluknya erat-erat, kemudian mengecup bibirnya.

"Kakak Han Liong...."

"Ng?"

"Mulai sekarang, setiap hari engkau harus memelukku dan... mengecup bibirku"

"Baik," Thio Han Liong mengangguk.

"Aku pasti memelukmu sambil tidur. Boleh kan?" "Tentu boleh." An Lok Kong cu tersenyum manis. "Dan jangan lupa mengecup bibirku"

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berdiri di dekat taman bunga. Ketika mereka menikmati keindahan bunga yang baru mekar, tiba-tiba muncul Lie Wie Kiong menghampiri mereka, kemudian memberi hormat sambil melapor.

"Putri Hui mengantar upeti untuk kaisar, dan ingin bertemu Kong cu."

"Dia tahu aku berada di dalam istana?" tanya An Lok Kong cu.

"Tidak tahu. Katanya ingin bertemu Cu An Lok, maka Yang Mulia menyuruhku ke mari untuk melapor, "jawab Lie Wie Kiong pemimpin pengawal istana.

"Baik," An Lok Kong cu mengangguk.

"Aku dan Kakak Han Liong akan sebera ke sana."

"Ya, Kong cu." Lie Wie Kiong memberi hormat lagi, lalu meninggalkan istana An Lok itu.

"Kakak Han Liong, tak disangka putri Hui itu ke mari mengantar upeti," ujar An Lok Kong cu sambil tersenyum.

"Mari kita temui"

Thio Han Liong mengangguk, mereka berdua lalu berjalan ke ruang tamu istana kaisar.

Kemunculan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu di ruang tamu itu, justru membuat Dewi Kecapi Putri Hui terbelalak.

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi hormat kepada Cu Goan ciang, setelah itu barulah mereka memandang Dewi Kecapi yang duduk bersama para pengawalnya.

"Dewi Kecapi Apa kabar?" tanya An Lok Kong cu.

"Engkau...." Dewi Kecapi menatapnya dengan mata tak
berkedip.

"Engkau An Lok Kong cu?"

"Ya." An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum lembut.

"Dewi Kecapi, aku tidak menyangka kalau engkau ke mari mengantar upeti."

"An Lok Kong cu...." Dewi Kecapi tertawa gembira.

"Han Liong...."

"Dewi Kecapi," ucap Thio Han Liong.

"Selamat bertemu"

"Han Liong...." Dewi Kecapi memandangnya sambil
tersenyum.

"Kita berjumpa di sini." An Lok Kong cu memberi hormat kepada Cu Goan ciang, kemudian berkata,

"Ayahanda, perbolehkanlah Ananda mengajak Dewi Kecapi ke istana An Lok Kami ingin bercakap-cakap. sebab Ananda dan Kakak Han Liong adalah teman baiknya."

"Silakan, silakan" cu Goan ciang manggut-manggut.

"Terima kasih, Ayahanda," ucap An Lok Kong cu, lalu bersama Thio Han Liong mengajak Dewi Kecapi ke istana An Lok.

sampai di istana itu, Dewi Kecapi menengok ke sana ke mari dengan kagum sekali.

"Sungguh indah tempat ini" ujarnya.

"Ini adalah istana An Lok, tempat tinggalku." An Lok Kong cu memberitahukan.

"Oh?" Dewi Kecapi terbelalak.

"Pantas engkau mengajakku ke mari, ternyata istana ini tempat tinggalmu"

"Engkau menyukai tempat ini?" tanya An Lok Kong Cu.

"Suka sekali," sahut Dewi Kecapi.

"Di tempat tinggalku hanya tenda dan gurun pasir, tiada pemandangan yang sedemikian indah."

"Dewi Kecapi," tanya An Lok Kong cu.

"Bagaimana kalau engkau tinggal di sini beberapa hari?" "Itu..." Wajah Dewi Kecapi berseri. "Apakah tidak akan mengganggumu?"

"Tentu tidak," sahut An Lok Kong cu. "Sebaliknya aku malah merasa senang sekali."

"Kalau begitu...." Dewi Kecapi berpikir sejenaki kemudian

manggut-manggut.

"Baiklah."

"Dewi kecapi" An Lok Kong cu memandangnya serada bertanya.

"Engkau sudah punya kekasih?"

"Ng" Dewi Kecapi mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan.

"Syukurlah" ucap An Lok Kong cu sambil tersenyum. "Kami mengucapkan selamat kepadamu." "Terimakasih," sahut Dewi Kecapi. "Oh ya, kalian sudah menikah?"

"Kemarin dulu kami menikah." An Lok Kong cu memberitahukan.

"Kalau kemarin dulu engkau ke mari, tentunya dapat menyaksikan pernikahan kami."

"Sayang sekali." Dewi Kecapi menggeleng-gelengkan kepala.

"Kami terlambat tiba di sini."

"Dewi Kecapi," tanya Thio Han Liong sambil tersenyum. "Dimana engkau bertemu pemuda idaman hatimu itu?"
"Dia adalah pemuda Hui juga. Hanya saja beberapa tahun yang lalu dia pergi merantau, akhirnya berguru pada seorang pertapa sakti. Beberapa bulan lalu dia pulang, kebetulan bertemu aku. Karena iseng maka aku menantangnya bertanding..." tutur Dewi Kecapi.

"Kami bertanding seri, itu membuatku kagum sekali. sejak itu kami pun menjadi teman, dan kini kami saling mencinta."

"Kok dia tidak ikut kemari?" tanya An Lok Kong cu.

"Dia tidak sempat, karena harus mengurusi ini dan itu," sahut Dewi Kecapi sambil tersenyum.

"Bulan depan kami akan melangsungkan pernikahan, maka jika kalian sempat, hadirlah"

"Ya." An Lok Kong cu mengangguk. Dewi Kecapi menginap beberapa malam di istana An Lok, setelah itu barulah kembali ke daerah Hui. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengantarnya sampai di depan istana. Betapa terharunya Dewi Kecapi atas kebaikan dan keramahan mereka berdua.

setelah Dewi Kecapi dan para pengawalnya berangkat, Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu pergi menghadap Cu Goan ciang.

"Ha ha ha" Cu Goan ciang tertawa gelak

"Tak kusangka kalian adalah teman baik Putri Hui itu" "Tapi dia tidak tahu ananda adalah An Lok Kong cu." "Oooh" Cu Goan ciang manggut-manggut.

"Pantas dia bertanya kepadaku, di mana tempat tinggal Cu An Lok? Ha ha ha..."

"Ayahanda," ujar An Lok Kong cu. "Kami ingin ke pulau Hong Hoang To." "Itu memang harus," sahut Cu Goan ciang.

"Tapi jangan sekarang, tunggu beberapa hari lagi" "Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk. "Kami mohon diri kembali ke istana An Lok."

"Baik." Cu Goan ciang manggut-manggut sambil tersenyum.

An Lok Kong Cu dan Thio Han Liong memberi hormat, lalu kembali ke istana An Lok. Mereka berdua sama sekali tidak tahu, bahwa dalam rimba persilatan akan terjadi sesuatu yang amat menggemparkan.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar