Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 76: Perundingan Di Kuil Siauw Lim sie

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 76: Perundingan Di Kuil Siauw Lim sie
Bab 76 Perundingan Di Kuil Siauw Lim sie

Jie Lian ciu, Seng Hwi, Song Wan Kiauw, Su Hong Sek dan Lian Hoa Nio Cu telah tiba di kuil siauw Lim sie. Kedatangan mereka tentunya amat menggembirakan Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng ceng. Kedua padri tua itu menyambut kedatangan mereka dengan penuh keramahan.

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.

"selamat datang, silakan duduk"

"Terimakasih, Kong Bun Hong Tio," sahut Jie Lian Ciu, kemudian mereka duduk.

"omitohud" ucap Kong Ti seng Ceng, lalu memandang Lian Hoa Nio Cu seraya bertanya,

"Maaf, siapa Nona?"

"Hi hi" Lian Hoa Nio Cu tertawa. "Aku...."

"Dia Lian Hoa Nio Cu," sambung su Hong sek memberitahukan.

"oh?" Kong Ti seng Ceng terbelalak.

"Yang muncul di markas Kay Pang membuat kabur Ban Tok Lo Mo dan muridnya?"

"Betul." Lian Hoa Nio Cu manggut-manggut dan tersenyum. "Itu memang aku."

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.

"Lian Hoa Nio Cu sungguh hebat, dapat membuat kabur Ban Tok Lo Mo dan muridnya"

"Terima kasih atas pujian Kong Bun Hong Tio, namun sesungguhnya aku tidak begitu hebat," sahut Lian Hoa Nio Cu.

"Entah apa sebabnya Ban Tok Lo Mo langsung kabur begitu melihat diriku. Hingga saat ini aku masih bingung dan tidak habis pikir."

"omitohud" Kong Bun Hong Tio menggeleng-gelengkan kemala.

"Itu sungguh mengherankan" "Hi hi" Lian Hoa Nio Cu tertawa. "Memang mengherankan."

"Kong Bun Hong Tio" Jie Lian ciu memberitahukan.

"Ketika kami ke mari, di tengah jalan mendadak muncul Ban Tok Lo Mo dan muridnya, Ban Tok Lo Mo langsung menyerang kami."

"oh?" Betapa terkejutnya Kong Bun Hong Tio.

Kalian berdua dapat mengalahkannya." "Aaaah..." Jie Lian ciu menghela nafas panjang.
"Terus terang, kami berdua tidak sanggup melawannya."

"Tapi kalian...." Kong Bun Hong Tio memandangnya

dengan penuh rasa heran

"Kenapa selamat?"

"Untung di saat itu muncul Lian Hoa Nio Cu," sahut song Wan Kiauw.

"Kalau tidak, entah bagaimana nasib kami."

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.

"Lian Hoa Nio Cu telah menyelamatkan Kay Pang dan Bu Tong Pay."

"Hi hi" Lian Hoa Nio Cu tertawa.

"Mungkin wajahku ada apa-apanya, maka Ban Tok Lo Mo langsung kabur begitu melihatku."

"oh ya" Kong Ti seng Ceng menatapnya dalam-dalam. "Lian Hoa Nio Cu dari perguruan mana?"

"Aliran Lian Hoa (Bunga Teratai) di gunung Altai," jawab Lian Hoa Nio Cu dengan jujur.

"Haaah?" Keng Ti seng Ceng dan Kong Bun Hong Tio tampak terkejut.

"Aliran Lian Hoa di gunung Altai?" "Ya." Lian Hoa Nio Cu mengangguk.

"omitohud" Kong Bun Hong Tio menghela nafas panjang.

"Guru kami pernah memberitahukan, bahwa di gunung Altai terdapat orang aneh yang berkepandaian amat tinggi, namun tidak pernah memasuki daerah Tionggoan."

"Betul." Lian Hoa Nio cu mengangguk.

"orang aneh yang dimaksud adalah Kakek Guruku." "omitohud" ucap Kong Ti seng Ceng.

"Mungkin Ban Tok Lo Mo kenal Kakek Gurumu, maka begitu melihat kemunculanmu, dia langsung kabur."

"Kong Ti seng Ceng," Lian Hoa Nio cu menggeleng-gelengkan kepala. "Itu tidak mungkin, sebab Kakek Guruku bersifat aneh, dan juga tidak pernah berhubungan dengan orang luar, jadi tidak mungkin Ban Tok Lo Mo kenal Kakek Guruku."

"Kalau begitu, itu sungguh mengherankan" Kong Ti seng Ceng menghela nafas panjang.

"omitohud...."

Agak hening seketika suasana di tempat itu karena mereka memikirkan sebab musababnya Ban Tok Lo Mo kabur begitu melihat Lian Hoa Nio cu. Berselang beberapa saat, barulah Jie Lian Ciu bersuara.

"Kong Bun Hong Tio," tanya Jie Lian Ciu sambil memandangnya.

"Kenapa Kong Bun Hong Tio menantang Ban Tok Lo Mo?" "omitohud" sahut Kong Bun Hong Tio.
"Kami merasa bertanggungjawab atas kematian ketua Kun Lun Pay, maka aku menantang Ban Tok Lo Mo agar tidak dicemooh kaum rimba persilatan. Lagipula secara tidak langsung kami mengundang para ketua partai lain untuk berunding."

"oooh" Jie Lian ciu manggut-manggut.

"Kalau begitu memang sungguh kebetulan, Lian Hoa Nio Cu juga berada di sini"

"Betul." Kong Bun Hong Tio manggut-manggut.

"Kita harus membasmi Ban Tok Lo Mo dan muridnya, agar rimba persilatan menjadi aman kembali."

"Tapi...." su Hong sek menggeleng-gelengkan kepala.

"Apakah kita sanggup melawannya?"

"Begini," ujar Lian Hoa Nio Cu.

"Biar aku yang melawannya lebih dulu. Apabila aku mati di tangannya, barulah kalian mengeroyoknya."

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.

"Bagaimana mungkin kami membiarkanmu mati? Alangkah baiknya kita bergabung menyerangnya."

"Tapi...." Jie Lian ciu menggeleng-gelengkan kepala.

"Kita semua adalah ketua partai besar, bagaimana mungkin kita mengeroyoknya? ftu bukan perbuatan orang gagah...."

"Hi hi hi" Lian Hoa Nio Cu tertawa cekikikan.

"Terhadap Ban Tok Lo Mo dan muridnya, kita tidak perlu membicarakan peraturan. Pokoknya kita harus membasminya, itu saja."

"Tapi akan merusak nama baik kita semua," ujar Jie Lian ciu sambil mengerutkan kening.

"Kalau begitu...." Lian Hoa Nio Cu menghela nafas panjang.

"Kita harus berbuat apa?"

"omitohud" sahut Kong Bun Hong Tio, kemudian memandang Lian Hoa Nio Cu seraya bertanya.

"Bagaimana menurutmu, Lian Hoa Nio Cu?"

"Begini saja," jawab Lian Hoa Nio Cu, yang sudah mengambil keputusan.

"Kalau Ban Tok Lo Mo ke mari. biar aku yang melawannya lebih duiu. Kaiau aku terluka atau mati, barulah kalian melawannya."

"Lian Hoa Nio Cu" Kong Bun Hong Tio menghela nafas panjang.

"Itu...."

"oh ya" tanya Kong Ti Seng Ceng sambil memandang Jie Lian Ciu.

"Kenapa Han Liong tidak bersama kalian, dia ke mana?"

"Guru kami menyuruhnya ke gunung Go Bi, karena khawatir Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan menyerang ke sana," jawab Jie Lian ciu memberitahukan.

"sudah hampir sepuluh hari Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berada di sana."

"oooh" KongTi seng Ceng manggut-manggut.

"Kalau dia berada di sini, mungkin...."

"Dia pasti dapat mengalahkan Ban Tok Lo Mo," sela Lian Hoa Nio cu.

"Kepandaiannya tinggi sekali."

"Engkau kenal Thio Han Liong?" tanya Kong Ti seng Ceng.

"Kenal." Lian Hoa Nio cu mengangguk.

"Dia tuan penolong ku, kalau tidak ada dia aku...."

"Kenapa?" tanya Kong Ti seng Ceng.

"Ketika suheng ku pergi ke Tionggoan menyusul Putrinya, aku... aku mencuri sebuah kitab pusaka," ujar Lian Hoa Nio Cu sambil menghela nafas panjang.

"Yaitu Lian Hoa Cin Keng (Kitab Pusaka Bunga Teratai)." "Lian Hoa Cin Keng?" KongTi seng Ceng terbelalak.
"Kitab pusaka apa itu? Apakah kitab pelajaran agama Buddha?"

"Kitab pelajaran ilmu silat yang amat tinggi. Namun aku sama sekali tidak mengetahui satu hal. Itu yang membuat diriku celaka...."

"Engkau mempelajari kitab itu?" tanya Kong Ti seng Ceng.

"Ya." Lian Hoa Nio Cu mengangguk.

"Justru karena aku mempelajari kitab itu, maka tubuhku berubah...."

"Berubah?" Kong Ti seng Ceng dan Kong Bun Hong Tio saling memandang. "Berubah bagaimana?"

"Berubah menjadi... banci," sahut Lian Hoa Nio Cu sambil menundukkan kepala.

"Sebetulnya aku adalah anak lelaki, tapi akhirnya menjadi banci karena mempelajari ilmu silat yang tercantum di dalam kitab Lian Hoa Cing Keng."

"Hah?" Keng Ti seng Ceng dan Keng Bun Hong Tio terbelalak. "omitohud...."

"Setelah itu, aku bertemu Thio Han Liong," lanjut Lian Hoa Nio Cu.

"Ternyata dia sedang mencariku. Dia pernah pergi ke gunung Altai untuk menemui Kam Ek Thian, Kakak seperguruanku. Dia... dia memb erikanku buah Im Ko. Aku makan buah itu dan dua hari kemudian, aku berubah menjadi anak gadis."

"omitohud" ucap Keng Bun Hong Tio.

"Itu sungguh ajaib sekali Anak lelaki berubah menjadi anak gadis Aneh tapi nyata"

"Tapi kalau Thio Han Liong tidak memberikan ku buah Im Ko, saat ini aku tetap banci. oleh karena itu, aku sungguh berhutang budi kepadanya."

"omitohud" Keng Bun Hong Tio manggut-manggut.

"Kamipun pernah mendengar bahwa engkau selalu membasmi para penjahat. Itu karena apa?"

"Karena ke dua orangtuaku dan kakak-kakakku dibunuh oleh para penjahat, maka aku harus membasmi mereka," jawab Lian Hoa Nio Cu.

"oooh" Keng Bun Hong Tio manggut-manggut lagi, kemudian bertanya mendadak sambil memandangnya.

"Lian Hoa Nio Cu, bagaimana kepandaianmu dibandingkan dengan Ban Tok Lo Mo?"

"Kami tidak pernah bertarung, maka aku kurang jelas tentang itu, "jawab Lian Hoa Nio Cu dengan jujur.

"Tapi dia memiliki ilmu pukulan yang amat beracun, sedangkan aku memiliki ilmu pukulan yang amat dingin. Mungkin tingkat kepandaianku masih di bawahnya, namun aku masih sanggup bertahan."

"Ngmm" Kong Bun Hong Tio mengerutkan kening.

"Kalau begitu, engkau berkepandaian paling tinggi di sini. Baiklah, engkau boleh menghadapi Ban Tok Lo Mo duluan, sedangkan kami-"

"Suheng," ujar Kong Ti seng Ceng.

"Bukankah itu amat membahayakan diri Lian Hoa Nio Cu?" Tidak apa-apa," sahut Lian Hoa Nio Cu cepat.

"Aku memang ingin menjajal kepandaian Ban Tok Lo Mo. Mudah-mudahan aku dapat membasminya"

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.

"Biar bagaimanapun engkau harus berhati-hati menghadapinya . "

"Ya." Lian Hoa Nio Cu mengangguk.

"Aaaah..." Jie Lian ciu menghela nafas.

"Mudah-mudahan Han Liong dan An Lok Kong cu ke mari sebelum Ban Tok Lo Mo muncul"

Sudah belasan hari Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tinggal di gunung Go Bi. Dalam waktu itu, Ban Tok Lo Mo dan muridnya sama sekali tidak pernah memunculkan diri

"Aku yakin Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak akan ke mari," ujar ketua Go Bi Pay.

"Kalau pun dia ke mari, pasti akan celaka di dalam perangkap."

"Kalau begitu...." ujar Thio Han Liong sambil memandang
An Lok Keng cu.

"Kami akan pergi esok pagi."

"Baiklah." Ketua Go BiPay tersenyum lembut.

"secara tidak langsung kami telah menyita waktu kalian, sehingga kalian tidak bisa pergi ke mana-mana."

"Itu tidak apa-apa," ujar Thio Han Liong. "sebaliknya justru kami yang telah merepotkan." "Tidak merepotkan." Ketua Go BiPay tersenyum lagi. "oh ya, esok pagi kalian akan pergi ke mana?"

"Mungkin langsung pergi ke Bu Tong Pay." Thio Han Liong memberitahukan.

"Sebelum Ban Tok Lo Mo dan muridnya dibasmi, kami belum mau ke pulau Hong Hoang To, walau aku sudah rindu sekali kepada ke dua orangtuaku."

"Ngmm" Ketua Go BiPay manggut-manggut.

"Ban Tok Lo Mo dan muridnya begitu licik, maka kalian harus menggunakan suatu siasat."

"Siasat apa?"

"Pancing dia keluar"

"Aku justru tidak tahu cara memancing dia keluar." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Ban Tok Lo Mo dan muridnya begitu licik, tentu tidak akan terpancing oleh siasat apa pun. Namun aku yakin dia pasti keluar, tidak mungkin bersembunyi terus."

"Han Liong...." Ketua Go BiPay memandangnya.

"Jadi engkau sudah mengambil keputusan untuk pergi esok pagi?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk.

"Kalau kalian ke pulau Hong Hoang To, jangan lupa sampaikan salamku kepada ke dua orangtuamu" pesan ketua Go Bi Pay.

"Ya." Thio Han Liong manggut-manggut.

"Pasti kusampaikan kepada ke dua orangtuaku."

"Terimakasih, Han Liong," ucap ketua Go Bi Pay sambil tersenyum. Keesokan harinya, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu meninggaikan gunung Go Bi.

"Kakak Han Liong," tanya An Lok Kong cu.

"Kita mau ke mana?"

"Tentunya kembali ke gunung Bu Tong," sahut Thio Han Liong.

"Kita harus melapor kepada Sucouw."

"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.

Beberapa hari kemudian, mereka tiba di kota Yang ciu, sebuah kota perdagangan yang amat ramai. Masakan-masakan di kota itu pun amat terkenal.

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mampir di sebuah rumah makan. Begitu mereka duduk. seorang pelayan langsung menghampiri dengan wajah berseri-seri.

"Tuan dan nyonya mau pesan makanan serta minuman apa?" tanya pelayan sekaligus memberitahukan.

"Rumah makan kami amat terkenal, masakan apa pun ada di sini."

An Lok Kong Cu manggut-manggut, lalu memesan beberapa macam masakan. Itu membuat pelayan tersebut terbelalak dan sikapnya semakin menghormat. Berdasarkan masakan-masakan yang dipesan itu, pelayan sudah tahu bahwa mereka berdua berasal dari keluarga terhormat.

"Bagaimana?" An Lok Keng cu tersenyum.

"Apakah di rumah makan ini ada masakan-masakan yang kupesan itu?"

"Pasti kami usahakan sampai ada," sahut pelayan sambil memberi hormat.

"Nyonya sungguh tahu masakan-masakan lezat, namun harganya...."

"Jangan khawatir." An Lok Keng cu tersenyum.

"Kami mampu membayar. Pokoknya sajikan saja masakan-masakan yang kupesan tadi."

"Ya." Pelayan itu mengangguk. kemudian melangkah pergi.

Berselang beberapa saat kemudian, ia mulai menyarikan semua masakan itu, berikut arak wangi.

Thio Han Liong dan An Lok Keng cu mulai bersantap. Tak lama kemudian tampak beberapa orang memasuki rumah makan itu, yang kelihatannya adalah kaum rimba persilatan. Mereka duduk di dekat meja Thio Han Liong, dan langsung memesan makanan dan minuman.

"Kini ketua siauw Lim Pay telah menantang Ban Tok Lo Mo dan muridnya, namun Ban Tok Lo Mo dan muridnya sama sekali tidak memunculkan diri"

Begitulah awal percakapan mereka sambil minum. Ketika mendengar nama Ban Tok Lo Mo dan muridnya disebut, Thio Han Liong dan An Lok Keng cu tertarik, apalagi ketika orang itu mengatakan, bahwa ketua siauw Lim Pay menantang Ban Tok Lo Mo dan muridnya.

Bagian 39 TAMAT

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mulai mendengarkan dengan penuh perhatian, dan orang itu pun terus melanjutkan percakapannya.

"Ketua Kun Lun Pay pun binasa di tangan Ban Tok Lo Mo."

"Ban Tok Lo Mo dan muridnya pergi menyerang Kun Lun Pay?"

"Tidak. Ketika ketua Kun Lun Pay dan dua muridnya berangkat ke kuil Siauw Lim Pay, mendadak muncul Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Salah seorang murid itu dapat meloloskan diri, tapi ketua Kun Lun Pay mati di tangan Ban Tok Lo Mo. Murid yang satu itu mati di tangan Tan Beng Song, murid Ban Tok Lo Mo."

"Murid Kun Lun Pay yang dapat meloloskan diri itu lari ke mana?"

"Lari ke kui Siauw Lim Sie. Oleh karena itu, ketua Siauw Lim Pay pun menantang Ban Tok Lo Mo dan muridnya."

"Apakah Ban Tok Lo Mo menerima tantangan itu?"

"Entahlah. Yang jelas hingga saat ini Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak pernah muncul di kui Siauw Lim Sie."

Mendengar sampai di situ, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berbisik-bisik.

"Adik An Lok" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Tak disangka ketua Kun Lun Pay binasa di tangan Ban Tok Lo Mo.-."

"Aku justru tidak mengerti, mengapa Kong Bun Hong Tio menantang Ban Tok Lo Mo." tanya An Lok Keng Cu heran.

"Ketua Kun Lun Pay ke kuil siauw Lim sie, pasti untuk berunding mengenai Ban Tok Lo Mo. Namun di tengah jalan dibunuh oleh Ban Tok Lo Mo. oleh karena itu, ketua siauw Lim Pay merasa bertanggungjawab atas kematian ketua Kun Lun Pny, maka menantang Ban Tok Lo Mo."

"oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut. " Kalau begitu kita harus ke mana? Tetap kembali ke gunung Bu Tong ataukah ke kuil siauw Lim sie?"

"Lebih baik kita ke gunung Bu Tong dulu, setelah itu barulah ke kuil siauw Lim sie," sahut Thio Han Liong. "Bagaimana menurutmu?"

"Baik." An Lok Kong cu mengangguk.

Jie Thay Giam dan Thio siong Kee menyambut kedatangan Thio Han Liong serta An Lok Kong cu dengan wajah serius. setehah Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk. barulah Jie Thay Giam bertanya.

"Han Liong, bagaimana keadaan ketua Go Bi Pay?"

"Beliau baik-baik saja," jawab Thio Han Liong dan menambahkan. "Bahkan amat baik dan ramah terhadap kami."

"Ya. " Jie Thay Giam tersenyum. "sebab ayahmu yang mengangkatnya menjadi ketua GoBi Pay, tentunya ketua GoBi Pay harus baik dan ramah terhadap kalian berdua."

"Kakek Jie," tanya Thio Han Liong. "Di mana kakek yang lain?"

"Jie Lian ciu dan song wan Kiauw telah berangkat ke kuil siauw Lim sie," sahut Jie Thay Giam.

"oh?" Thio Han Liong terkejut. "Kakek Jie, betulkah ketua Kun Lun Pay binasa di tangan Ban Tok Lo Mo?"

"Betul." Jie Thay Giam mengangguk. "oleh karena itu, Kong Bun Hong Tio menantang Ban Tok Lo Mo. Akan tetapi, hingga saat ini Ban Tok Lo Mo belum muncul di kuil Siauw Lim sie."

"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Apakah kakek Jie dan Kakek song akan mengalami kejadian yang serupa ketua Kun Lun Pay?"

"Tentu tidak. " Jie Thay Giam tersenyum. " Kalau terjadi sesuatu, kami pasti sudah tahu"

"syukurlah" ucap Thio Han Liong. "oh ya, apakah Kay Pang juga ke kuil siauw Lim sie?"

"seng Hwi dan su Hong sek juga ke sana. Mereka mengutus seorang pengemis tua ke mari memberitahukan," ujar Jie Thay Giam.

"Kalau begitu...." Thio Han Liong memandang An Lok Kong

cu. "Aku dan Adik An Lok harus segera berangkat ke kuil siauw Lim sie."

"Tapi kalian harus menemui guru dulu," ujar Jie Thay Giam.

"Ya." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk. lalu bersama Jie Thay Giam dan Thiosiong Kee pergi ke ruang meditasi.

Begitu mereka memasuki ruang meditasi, Guru Besar Thio sam Hong langsung membuka matanya dan tersenyum lembut.

"sucouw" panggil Thio Han Liong dan An Lok Kong cu sambil bersujud.

"Kalian sudah pulang dari gunung GoBi, bangunlah" ujar Thio sam Hong.

"Ya, sucouw." Thio Han uong dan An Lok Kong cu bangun duduk di hadapan Guru Besar itu.

"Bagaimana keadaan ketua GoBi Pay?" tanya Thio sam Hong.

"Beliau baik-baik saja," jawab Thio Han Liong dan melanjutkan. "Namun Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak muncul di sana."

"Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut. "Itu tidak menjadi masalah. Yang penting kalian sudah ke sana berarti ada perhatian kepada ketua GoBi Pay."

Thio Han Liong mengangguk. sedangkan Jie Thay Giam berkata dengan suara rendah. "Guru Jie Lian ciu dan song wan Kiauw sudah berangkat ke kuil siauw Lim sie."

"Aku sudah tahu." Thio sam Hong manggut-manggut. "Apakah Ban Tok Lo Mo akan muncul di kuil siauw Lim sie?" tanyanya.

"Karena ketua Kun Lun Pay binasa ditangan Ban Tok Lo Mo ketika menuju ke kuil siauw Lim sie, maka Kong Bun Hong Tio menantang Ban Tok Lo Mo. Jie Thay Giam memberitahukan.

"oooh" Thio sam Hong manggut-manggut lagi. "Kalau begitu, Han Liong dan An Lok Kong cu harus segera berangkat ke kuil Siauw Lim sie"

"Ya, sucouw" Thio Han Liong mengangguk.

"Kalian berdua boleh berangkat sekarang, jangan membuang-buang waktu di sini" tegas Thio sam Hong.

"Ya, sucouw," sahut Thio Han Liong dan An Lok Kong cu serentak.

"Han Liong...." Thio sam Hong menatapnya lembut.
"Setelah engkau membasmi Ban Tok Lo Mo, tentunya kalian akan ke pulau Hong Hoang To, Jangan lupa sampaikan salamku kepada ke dua orangtuamu"

"Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk.

"Kalian berdua berangkatlah sekarang" ujar Thio sam Hong sambil memejamkan matanya.

Thio Han Lidng dan An Lok Kong cu bersujud di hadapan
Thio sam Hong, lalu bersama Jie Thay Giam dan Thio siong
Kee meninggalkan ruang meditasi itu.

"Kakek Jie," ujar Thio Han Liong.

"sucouw menegaskan begitu, maka aku dan Adik An Lok harus berangkat sekarang."

"Baiklah." Jie Thay Giam manggut-manggut. "Han Liong, engkau harus berhati-hati menghadapi Ban Tok Lo Mo dan muridnya" pesannya.

"Ya, Kakek Jie." Thio Han Liong mengangguk, kemudian mohon pamit kepada Jie Thay Giam dan Thio siong Kee. setelah itu berangkatlah mereka berdua menuju kuil siauw Lim sie.

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melakukan perjalanan ke kuil siauw Lim sie dengan tergesa-gesa. Bahkan mereka pun menggunakan ilmu ginkang agar cepat tiba di kuil itu.

Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tiba di sebuah kota, dan mereka mampir di sebuah kedai teh.

Begitu mereka duduk, seorang pelayan menyuguhkan dua cangkir teh, kemudian bertanya dengan ramah.

"Tuan dan nyonya mau pesan makanan apa?"

"Kami cuma mau minum teh saja," sahut Thio Han Liong. "Tolong ambilkan satu teko teh"
"Ya." Pelayan mengangguk dan sebera mengambil satu teko teh untuk Thio Han Liong.

Mereka berdua mulai menghirup teh. Kedai teh itu cukup ramai. Para tamu minum teh sambil bercakap-cakap.

"Sungguh kasihan Paman Tan, Ia punya seorang Putri yang begitu cantik, tapi akhirnya malah tertimpa musibah."

"Pembesar Lim memang keterlaluan. la sudah punya beberapa isteri masih ingin memperisteri Putri Paman Tan."

"Karena Paman Tan menolak. maka pembesar Lim menggunakan siasat mengundang Paman Tan ke rumahnya, dan akhirnya Paman Tan dituduh mencuri sebuah permata di rumahnya."

"Pembesar Lim sungguh jahat, selalu memeras rakyat dan sering melakukan tindakan korupsi. Bahkan kini ia ingin memperisteri Putri Paman Tan. Kalau Paman Tan tidak setuju, maka Paman Tan akan dipenjara."

"Aaaah Kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau kita unjuk rasa, bisa-bisa dihajar oleh para pengawalnya. sungguh kasihan nasib Paman Tan Pembesar Lim memberinya waktu tiga hari. Kalau Paman Tan tetap menolakpasti dipenjara...."

Thio Han Liong danAn Lok Kong cu mengerutkan kening ketika mendengar percakapan itu. Mereka berdua saling memandang lalu berbisik-bisik.

"Adik An Lok, bagaimana menurutmu?"

"Kakak Han Liong, biar bagaimanapun kita harus menolong Paman Tan dan Putrinya."

"Baik." Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian menghampiri tamu-tamu yang membicarakan itu

"Maaf, saudara-saudara, bolehkah aku bertanya sesuatu kepada kalian?"

Para tamu itu memandang Thio Han Liong dengan penuh perhatian, karena yakin pemuda itu bukan orang jahat, maka mereka mengangguk.

"Saudara mau bertanya apa?"

"Alamat rumah Paman Tan," sahut Thio Han Liong.

"Karena tadi aku mendengar percakapan kalian mengenai Paman Tan dan putrinya, maka kami ingin berkunjung ke sana."

"Oooh" salah seorang dari mereka manggut-manggut. "Kalau begitu, lebih baik aku antar kalian ke sana."

"Terima kasih. Bolehkah aku. tahu nama saudara?" tanya Thio Han Liong.

"Namaku Lie siauw Man, siapa nama Anda?"

"Thio Han Liong."

"Anda pasti bukan orang kota ini. Apakah Anda dan isteri Anda sedang melancong?"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk. kemudian memanggil An Lok Kong cu. "Adik An Lok, kemarilah"

An Lok Kong cu mendekatinya, kemudian Thio Han Liong memberitahukan.

"Adik An Lok, saudara Lie ini akan mengantar kita ke rumah Paman Tan. Mari kita ikut dia ke sana"

"Baik," An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum, kemudian mengeluarkan satu tael perak dan ditaruhnya di atas meja.

"Nyonya...." terbelalak pelayan melihat uang perak itu.

"Masih ada kembaliannya."

"Silakan ambil," sahut An Lok Kong cu, lalu bersama Thio Han Liong mengikuti Lie siauw Man ke rumah Paman Tan.

"Paman Tan adalah seorang pedagang tahu. Putrinya amat cantik, lemah lembut dan sangat berbakti kepadanya. Lagipula gadis itu merupakan kembang di kota ini." ujar Lie siauw Man.

"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Gadis itu belum punya kekasih?"

"Sudah punya, tapi...." Lie siauw Man menghela nafas
panjang. "Sudah putus hubungan."

"Lho?" Thio Han Liong heran. "Kenapa bisa putus hubungan?"

"Kekasih nya adalah seorang Putra Hartawan yang amat terkenal di kota ini. Hartawan itu melarang Putranya, berhubungan dengannya. Tapi secara diam-diam Putra Hartawan itu masih pergi menengoknya, akhirnya ketahuan ayahnya, maka lalu disekap di dalam kamar, tidak boleh pergi ke mana-mana. Kini Paman Tan tertimpa kasus pencurian, sehingga hartawan itu bertambah tak memandang keluarga Paman Tan."

"Siapa Putra Hartawan itu?"

"Dia bernama Yap Tiong Leng, ayahnya dipanggil hartawan Yap."

"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "oh ya, nama gadis itu?"

"Tan siang Cu."

Mereka terus berjalan ke rumah Paman Tan sambil bercakap-cakap. Tak seberapa lama sampailah mereka di rumah Paman Tan yang amat sederhana itu. "Paman Tan" panggil Lie Siauw Man sambil mengetuk pintu.

"Siapa?" terdengar suara sahutan parau dari dalam. "Aku siauw Man"

"Masuklah Pintu tidak dikunci"

Lie siauw Man mendorong daun pintu itu, lalu mengajak Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu masuk.

Paman Tan terbelalak ketika melihat Thio Han Liong dan An Lok Kong cu, kemudian cepat-cepat bangkit berdiri

"Paman Tan" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi hormat.

"Kalian... kalian...." Paman Tan segera balas memberi

hormat.

"Maaf, bolehkah aku tahu siapa kalian berdua?"

"Namaku Thio Han Liong, dia adalah isteriku," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Paman Tan" Lie siauw Man memberitahukan.

"Ketika aku minum teh di kedai, teman-temanku membicarakan tentang kasus Paman. Pembicaraan teman-temanku terdengar oleh saudara Thio. Kemudian saudara Thio menanyakan alamat rumah Paman, maka mereka kuajak ke mari."

"Aaah..." Paman Tan menghela nafas panjang. Terima kasih atas kunjungan kalian. Terima kasih .... "

"Oh ya di mana Putri Paman?" tanya An Lok Kong cu.

"Putriku berada di dalam kamar," sahut Paman Tan lalu bferseru memanggil Putrinya.

"Siang Cu Cepat ke mari, ada tamu" "Ya" terdengar sahutan dari dalam.

Tak lama kemudian, muncullah seorang gadis cantik jelita, namun wajahnya tampak pucat pasi

"Siang Cu" Paman Tan memberitahukan.

"Dia adalah Tuan Thio dan wanita muda itu isterinya."

Tan siang Cu segera memberi hormat, kemudian duduk di sebelah ayahnya dan bertanya kepada Lie siauw Man.

"Kakak siauw Man, bagaimana keadaan Tiong Leng?"

"Dia masih disekap di dalam kamar," sahut Lie siauw Man sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Dia... dia tidak menitip surat untukku?" tanya Tan siang Cu terisak-isak.

"Ayahnya melarangku menemuinya, maka dia tidak bisa menitip surat untukmu. Aku... tidak bisa berbuat apa-apa." Lie siauw Man menundukkan kepala.

"Kalian berdua...." Thio Han Liong tercengang.

"Oh" Lie siauw Man tersenyum.

"Kami berdua adalah teman dari kecil, maka hubungan kami bagaikan saudara. Lagipula siang Cu pernah membantuku, sehingga aku dapat mempersunting jantung hatiku."

"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.

"Paman Tan," tanya An Lok Kong Cu mendadak. "Sudah berapa lama pembesar Lim menjadi Pembesar di kota ini?"

"Tiga tahun lebih," jawab Paman Tan. "Di mana Pembesar yang lama?"

"Pembesar yang lama masih tinggal di kota ini, tapi...."

Paman Tan menggeleng-gelengkan kepala.

"Beliau adalah Pembesar yang amat baik, adil dan bijaksana. Akan tetapi, tiga tahun yang lalu, mendadak muncul pembesar Lim menggantikan beliau, dan itu sungguh di luar dugaan kami semua sejak itu, pembesar Lim mulai berlaku sewenang-wenang dan lain sebagainya.

"Siapa Pembesar lama itu?"

"Yo Cing Thian."

"Di mana rumahnya?"

"Agak jauh dari sini," sahut Lie siauw Man. "Kalau kalian mau ke sana, aku bersedia mengantar."

"Terima kasih," ucap An Lok Kong cu, kemudian berkata kepada Paman Tan.

"Kami suami isteri bersedia membantu Paman."

"Tapi...." Paman Tan menghela nafas panjang.

"Pembesar Lim amat berkuasa, bagaimana mungkin kalian berdua membantuku?"

"Paman Tan" An Lok Kong cu tersenyum. "Percayalah kepada kami"

"Terima kasih," ucap Paman Tan.

"Paman Tan," tanya Thio Han Liong. "Kapan para pengawal petpbesar Lim akan ke mari?"

"Besok," sahut Paman Tan.

"Begini," ujar Thio Han Liong. "Paman Tan tolak saja"

"Tapi...."

"Jangan takut." Thio Han Liong tersenyum.

"Biar para pengawal pembesar itu membawa kalian ke

tempat sidang, kami pasti muncul di sana menolong kalian." "Terimakasih," ucap Paman Tan.

"Oh ya" An Lok Kong cu memandang Tan Siang cu seraya bertanya,

"Adik Siang cu, betulkah engkau dan Yap Tiong Leng sudah saling mencinta?"

"Itu...." Wajah Tan siang cu langsung memerah, kemudian
ia mengangguk perlahan.

"Ya"

"Baik." An Lok Kong cu manggut-manggut sambil tersenyum.

"Kamipun akan membantumu."

"Itu...." Tan siang cu menggeleng-gelengkan kepala. "Itu

tidak mungkin."

"Percayalah kepada kami" ujarAn Lok Kong cu.

"Kami pasti bisa menolong ayahmu dan membantumu. "

"Oh?" Tan siang cu masih agak kurang percaya. "Sungguhkah?"

"Sungguh" An Lok Kong cu dan Thio Han Liong mengangguk.

"Baiklah. Kami mohon diri"

"Kok cepat?" Paman Tan memandang mereka.

"Ya, sebab kami masih mau ke rumah Pembesar yang lama itu," sahut Thio Han Liong.

"Saudara Lie, tolong antar kami ke rumah Pembesar lama itu"

"Ya." Lie siauw Man mengangguk. Kemudian mereka berpamit kepada Paman Tan dan Putrinya, lalu berangkat ke rumah mantan pembesar kota itu.

Yo Cing Thian menyambut kedatangan mereka dengan penuh keheranan. la sama sekali tidak kenal Thio Han Liong dan An Lok Kong cu, tapi kenal Lie siauw Man.

"Pembesar Yo" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi hormat.

"Eh? Kalian...." Yo cing Thian cepat-cepat balas memberi

hormat.

"Aku... aku sudah bukan Pembesar lagi, kalian...."

"Paman tetap pembesar kota ini," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Paman, namaku Thio Han Liong dan dia isteriku." "Oh, silakan duduk"sahut Yo Cing Thian.

Mereka duduk. Yo Cing Thian memandang Thio Han Liong seraya bertanya,

"Ada urusan apa kalian ke mari?"

"Kami ke mari ingin bertanya, bagaimana cara pembesar Lim menggantikan kedudukan Paman?" Thio Han Liong balik bertanya dengan serius.

"Aaah..." Yo Cing Thian menghela nafas panjang.

"Dia membawa surat dari atasanku, karena itu aku lalu pergi menemui atasanku itu. Namun beliau mengatakan bahwa itu adalah keputusan dari pejabat tinggi dalam istana. oleh karena itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa."

"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.

"Mungkin itu cuma alasan belaka, artinya atasan Paman itu bekerja sama dengan pembesar Lim."

"Dugaanku pun begitu, hanya saja... aku tidak bisa berbuat apa-apa."

Yo Cing Thian menggeleng-gelengkan kepala. "Selama tiga tahun ini, pembesar Lim...."

"Kami sudah mendengar itu, bahkan pembesar Lim pun menuduh Paman Tan mencuri sebuah permata di rumahnya...."

"Sungguh kasihan Paman Tan" Yo cing Thian menghela nafas panjang.

"Aku sama sekali tidak dapat menolongnya."

"Karena itu, kami bermaksud menolongnya," ujar Thio Han Liong dan menambahkan.

"Besok Paman Tan dan putrinya pasti akan dibawa ke tempat sidang, kami harap Paman ke sana"

"Aku ke sana?" Yo Cing Thian tertegun. "Untuk apa aku ke sana?"

"Menyaksikan persidangan itu," jawab Thio Han Liong sambil tersenyum.

"Pasti akan ada suatu kejutan."

"Itu...." Yo Cing Thian berpikir sejenak, kemudian manggut-

manggut. "Baiklah."

"Oh ya" An Lok Kong cu menengok ke sana ke mari. "Di mana anak Paman? Kenapa tidak kelihatan?" "Aaah..." Yo cing Thian menghela nafas panjang. "Kami tidak punya anak."

"Paman," tanya Thio Han Liong. "Di mana Bibi?"

"Sedang ke desa mengunjungi familinya. Kami hidup kesepian karena tidak punya anak...." Yo Cing Thian
menggeleng-gelengkan kepala.

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang, lalu bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Yo Cing Thian.

"Maaf Paman, kami mau mohon pamit," ucap Thio Han Liong dan mengingatkan.

"Paman jangan lupa, besok ke tempat sidang itu"

"Baik." Yo Cing Thian mengangguk.

"Paman, aku pun mau mohon pamit" ujar Lie siauw Man.

"Baiklah." Yo Cing Thian manggut-manggut, kemudian mengantar mereka sampai ke depan rumahnya.

Setelah mereka pergijuuh, barulah ia kembali ke rumah sambil menghela nafas panjang.

"Saudara Thio," tanya Lie siauw Man.

"Kalian mau ke mana sekarang?"

"Mau ke penginapan," sahut Thio Han Liong.

"Bagaimana kalau kalian tinggal di rumahku?" tanya Lie siauw Man sungguh-sungguh.

"Terima kasih." Thio Han Liong tersenyum.

"Lebih baik kami tinggal di penginapan, jadi tidak akan mengganggu Anda."

"Jangan berkata begitu, saudara Thio" Lie siauw Man menatapnya seraya bertanya.

"Oh ya, cara bagaimana engkau menolong Paman Tan dan Putrinya?"

"Kami pasti punya suatu cara, Anda boleh menyaksikannya esok."

"Ha ha ha" Lie siauw Man tertawa. "Aku pasti hadir di sana, bahkan seluruh penduduk kota pun akan hadir di tempat sidang itu Ha ha ha..."

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar