Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 77: Pertarungan Mati Hidup Di Kuil siauw Lim sie (Tamat)

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 77: Pertarungan Mati Hidup Di Kuil siauw Lim sie (Tamat)
Bab 77 Pertarungan Mati Hidup Di Kuil siauw Lim sie (Tamat)

Asisten pembesar Lim dan beberapa pengawal datang di

rumah Paman Tan, namun Paman Tan tetap menolak lamaran pembesar Lim. oleh karena itu, Paman Tan dan putrinya dibawa ke tempat sidang.

Ketika mereka dibawa, penduduk kota itu mengikuti mereka ke tempat sidang, tampak pula Yo Cing Thian dan Lie siauw Man. Namun mereka semua tidak boleh masuk ke ruang sidang, hanya berada di luar saja.

Paman Tan dan putrinya berdiri di tengah-tengah ruang sidang. Tak lama kemudian muncullah pembesar Lim. setelah Pembesar itu duduk. Asistennya segera membentak. "Kalian berdua cepatlah berlutut"

Paman Tan dari Putrinya langsung berlutut. Pembesar Lim memukul meja, biasa Itu untuk menakuti terdakwa.

"Sidang dimulai" teriak Asisten pembesar Lim.

"Tan song Hang" bentak pembesar Lim.

"Aku mengundangmu ke rumah secara baik-baik, tapi engkau malah mencuri sebuah permata di rumahku Nah, engkau mau mengaku?"

"Tidak" sahut Paman Tan. "Aku tidak mencuri permata itu, aku difitnah"

"Masih berani menyangkal?" Pembesar Lim melotot. "Pengawal, cepat pukul dia lima puluh kali"
"Jangan Jangan..." ujar Tan siang cu. "Pembesar Lim, jangan menyuruh pengawal memukul Ayahku"

"Ayahmu mencuri di rumahku, tentunya dia harus dihukum Tapi...." Pembesar Lim memandang gadis itu sambil

tersenyum.

"Kalau engkau bersedia menikah denganku, aku pasti membebaskan Ayahmu"

"Dasar bandot tua Bandot tua yang tak tahu malu" teriak para penduduk yang berdiri di luar.

"Pengawal suruh mereka diam. Kalau tidak, mereka akan ditangkap dan dipenjara" ujar pembesar Lim dengan wajah merah padam.

Sebelum para pengawal itu keluar, para penduduk sudah diam, maka sidang itu dimulai lagi.

"Berhubung engkau tetap menyangkal," ujar pembesar Lim.

"Maka engkau harus dipukul lima puluh kali Pengawal, laksanakan"

Beberapa pengawal langsung menekan punggung Paman Tan, agar orang tua itu tengkurap.

"Jangan....Jangan pukul Ayahku." teriak Tan siang cu.

"Ha ha ha" Pembesar Lim tertawa gelak.

Sementara di luar tampak dua orang berbisik-bisik. Mereka adalah Yo Cing Thian dan Lie siauw Man.

"Heran kenapa Thio Han Liong dan isterinya belum muncul? Jangan-jangan mereka berbohong?"

"Paman Yo" Lie siauw Man tersenyum. "Mereka suami isteri bukan orang semacam itu. Aku yakin mereka pasti datang."

Di saat bersamaan, tampak dua sosok bayangan berkelebat memasuki ruang sidang, lalu melayang turun dekat Paman Tan dan Putrinya.

Bukan main terkejutnya pembesar Lim dan Asistennya, begitu pula Paman Tan dan Putrinya, termasuk Yo Cing Thian dan Lie siauw Man.

"Tak kusangka mereka berdua adalah sepasang pendekar," ujar Yo cing Thian dengan wajah berseri.

"Sebelumnya aku sudah menduga," sahut Lie siauw Man.

"Kalau tidak. bagaimana mungkin mereka berani menyatakan akan menolong paman Tan dan Pntrinya? Ha ha Pembesar Lim ketemu batunya hari ini"

"Siapa kalian?" bentak pembesar Lim.

"Sungguh berani kalian mengacau di ruang sidang" "Ini bukan ruang sidang" sahut Thio Han Liong. "Melainkan ruang untuk memfitnah orang baik-baik" "Engkau bilang apa?" Pembesar Lim melotot. "Pengawal, cepat tangkap mereka ..cepaaat"

"Ya," sahut para pengawal dan langsung mendekati Thio Han Liong.

"Kalian berani menangkapku?" Thio Han Liong tersenyum, kemudian mendadak mengibaskan tangannya, dan seketika juga para pengawal itu terpelanting.

"Haah?" Pembesar Lim terbelalak menyaksikan itu "Kalian... kalian penjahat?"

"Kami bukan penjahat" sahut Thio Han Liong sambil mendekati pembesar Lim, lalu memperlihatkan sebuah benda.

Begitu melihat benda tersebut, menggigillah pembesar Lim dan Asistennya. Mereka berdua segera menghampiri Thio Han Liong dan menjatuhkan diri berlutut di hadapannya.

Tentunya kejadian itu amat mengherankan semua orang.

Yo cing Thian dan Lie siauw Man saling memandang.

"Apa yang telah terjadi?" tanya Yo Cing Thian.

"Entahlah." Lie siauw Man menggeleng-gelengkan kepala. "Itu sungguh membingungkan"

Sementara Thio Han Liong menatap pembesar Lim dan Asisten dengan tajam sekali.

"Katakan yang sebenarnya, kalian memfitnah orangtua itu ataukah memang benar orangtua itu mencuri sebuah permata di rumahmu?" ujarnya kemudian.

"Dia... dia memang mencuri," sahut pembesar Lim tergagap-gagap.

"Yang mulia, hamba sama sekali tidak tahu mengenai kejadian itu, hamba tidak ikut campur," ujar Asisten itu.

"Yang Mulia...." Pembesar Lim memberitahukan.

"Dia yang mengusulkan begitu untuk memfitnah Tan song Hang."

"Yang Mulia," Wajah Asisten itu pucat pias.

"Pembesar Lim ingin memperisteri Tan siang cu, maka bertanya kepada hamba punya akal apa? Hamba terpaksa mengusulkan akal itu."

"Jadi orangtua itu tidak mencuri di rumah pembesar Lim?" tanya Thio Han Liong.

"Memang tidak," sahut Asisten itu.

"Pembesar Lim cuma ingin memfitnah Tan song Hang saja."

"Bagus, bagus" Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian berseru memanggil seseorang.

"Lie siauw Man, kemarilah"

"Ya" Lie siauw Man segera berlari memasuki ruang sidang. "Apa yang harus kulakukan, saudara Thio?"

"Suruh beberapa orang yang berbadan kekar ke mari" sahut Thio Han Llong.

"Baik," Lie siauw Man langsung memanggil beberapa orang yang berbadan kekar, untuk berdiri di hadapan Thio Han Liong. Thio siauhiap.

"Apa yang harus kami lakukan?"

"Pembesar Lim dan Asistennya telah memfitnah orangtua itu, maka mereka harus dihukum. Pukul pantat mereka masing-masing seratus kali"

"Hah?" Betapa terkejutnya pembesar Lim dan Asistennya. "Ampun, Yang Mulia Ampun..." "Pukul" bentak Thio Han Liong.

"Plak Plak Plaaak" Terdengar suara pemukulan dan jeritan pembesar Lim dan Asistennya. "Aduuuh Aduuuh Ampun..."

Sementara Yo Cing Thian yang berdiri di luar terheran-heran, sebab pembesar Lim dan Asisten berlutut di hadapan Thio Han Liong, bahkan memanggilnya "Yang Mulia". Lalu sebetulnya siapa Thio Han Liong? Yo cing Thian tidak habis pikir.

"Rasakan Rasakan" seru para penduduk kota sambil bertepuk-tepuk tangan. "Pukul terus, pukul terus..."

Pukulan sudah dilaksanakan seratus kali namun tidak terdengar suara jeritan lagi. Rupanya pembesar Lim dan Asistennya telah pingsan.

"Saudara Thio" Lie siauw Man memberitahukan.

"Mereka berdua sudah pingsan."

"Tambah lima puluh kali lagi" sahut Thio Han Liong.

"Ampun Ampun Yang Mulia" ujar pembesar Lim dan Asistennya, yang ternyata pura-pura pingsan.

"Pembesar Lim, mulai saat ini engkau kupecat dari jabatan.

Begitu pula Asistenmu" ujar Thio Han Liong.

"Terima kasih, Yang Mulia" Pembesar Lim dan Asistennya segera berlutut. "Terima kasih...."

"Lie siauw Man, lepaskan topi dan pakaian Dinas Pembesar Lim" ujar Thio Han Liong.

"Ya." Lie siauw Man langsung melepaskan topi dan pakaian Dinas Pembesar itu, lalu ditaruh di atas meja.

"Engkau sering melakukan tindak korupsi" Thio Han Liong menuding pembesar Lim.

"Maka hasil korupsi itu harus engkau serahkan ke mari. Kalau tidak, kalian sekeluarga akan dihukum pancung "

"Ya, Yang Mulia."

"Lie siauw Man, panggil Paman Yo ke mari" ujar Thio Han Liong.

"Ya." Lie siauw Man segera pergi memanggil Yo ong Thian.

Mantan pembesar utu menghampiri Thio Han Liong dan An Lok Kong cu dengan mata terbelalak, tapi Thio Han Liong dan An Lok Kong cu hanya tersenyum-seiyum.

"Yo Cing Thian, terimalah perintah" ujar Thio Han Liong sambil memperlihatkan Medali Tanda Perintah Kaisar.

"Hah?" Bukan main terkejutnya Yo Cing Thian ketika melihat benda itu, dan langsung menjatuhkan diri berlutut di hadapan Thio Han Liong.

"Hamba menerima perintah."

"Mulai sekarang engkau adalah Pembesar Kota ini, karena pembesar Lim telah dipecat. Hasil korupsinya harus disita lalu dikirim ke Kotaraja," ujar Thio Han Liong.

"Terimakasih, Yang Mulia," ucap Yo Cing Thian dengan mata basah.

"Bangunlah, Paman Yo" Thio Han Liong tersenyum.

"Terimakasih, Yang Mulia." Yo Cing Thian segera bangkit berdiri

"Lie siauw Man" panggil Thio Han Liong.

"Ya, saudara Thio.... Eh Yang Mulia" Lie siauw Man
berlutut. " Hamba siap menerima perintah."

"Mulai saat ini engkau kuangkat menjadi Asisten Pembesar Yo," ujar Thio Han Liong.

"Itu karena engkau cukup berpendidikan dan berhati baik. Laksanakan tugasmu dengan baik"

"Terimakasih, Yang Mulia," ucap Lie siauw Man gembira. "Terimakasih...."

"Saudara Lie" Thio Han Liong tersenyum. "Bangunlah"

Lie siauw Man segera bangkit berdiri, kemudian memandang Thio Han Liong dengan mata terbelalak.

Sementara Paman Tan dan putrinya terbengang-bcngong di tempat. Mereka berdua memandang Thio Han Liong dan An Lok Keng Cu dengan mata tak berkedip.

"Paman Yo," ujar Thio Han Liong. "putri Paman Tan punya seorang kekasih dari keluarga yang kaya raya, maka orangtua kekasihnya tidak merestui mereka. Karena itu, aku usulkan Paman mengangkat Tan siang cu sebagai anak angkat"

"Ya, Yang Mulia," sahut Yo Cing Thian.

"Paman Yo" Thio Han Liong tersenyum. "Panggil saja namaku"

"Tapi...."

"Paman Yo, kini bukan saat Dinas, jadi Paman boleh memanggil namaku," ujar Thio Han Liong dan memberitahukan.

"Paman Yo, isteriku adalah An Lok Kong cu. Putri Kaisar."

"Haah?" Betapa terkejutnya Yo Cing Thian dan Lie siauw Man. Mereka segera berlutut di hadapan An Lok Kong cu.

"Kong cu, terimalah hormat hamba"

"Paman Yo, saudara Lie, bangunlah" ujar An Lok Kong cu sambil tersenyum.

Yo Cing Thian dan Lie siauw Man bangkit berdiri Di saat itulah Paman Tan dan Putrinya berlutut di hadapan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu.

"Hamba...."

"Bangunlah, Paman Tan" Thio Han Liong membangunkan Paman Tan, sedangkan An Lok Kong Cu membangunkan Tan siang cu.

"Saudara Tan" Yo cing Thian mendekatinya seraya berkata.

"Atas perintah Yang Mulia, maka kuangkat Tan siang cu sebagai Putriku. Engkau tidak berkeberatan, bukan?"

"Terimakasih, Pembesar Yo, terimakasih..." ucap Paman Tan.

"Terimakasih, Pembesar Yo," ucap Tan siang cu sambil memberi hormat.

"Ha ha ha" Yo Cing Thian tertawa gelak.

"Siang cu, engkau harus memanggilku Ayah Angkat" "Ayah Angkat" panggil Tan Siang cu.

"Ha ha ha..." Yo Cing Thian tertawa gembira.

"Paman Yo," bisik An Lok Kong cu.

"Dari hasil sitaan korupsi yang dilakukan pembesar Lim, tolong berikan seribu tael perak kepada Paman Tan, agar dia bisa membeli sebuah rumah"

"Ya, Kong Cu." Yo Cing Thian mengangguk.

"Paman Yo," pesan Thio Han Liong.

"Setelah selesai penyitaan hasil korupsi nya, suruh mantan pembesar itu pulang ke kampung halamannya"

"Ya, Yang Mulia." Yo Cing Thian manggut-manggut.

"Saudara Lie" Thio Han Liong memandangnya sambil tersenyum.

"Kini Tan Siang Cu adalah Putri Angkat pembesar Yo, tentunya sudah sederajat dengan keluarga hartawan Yap bukan?"

"Betul." Lie siauw Man mengangguk.

"Nah Bantulah mereka agar terangkap menjadi suami isteri" pesan Thio Han Liong sungguh-sungguh .

"Ya, pasti kulaksanakan dengan baik," jawab Lie Siauw Man.

"Berhubung urusan di sini telah usai, kami mau mohon pamit. Sampai jumpa" ucap Thio Han Liong, lalu bersama An Lok Kong Cu. melesat pergi.

"Haaah...?" Semua orang melongo, karena dalam waktu sekejab Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu sudah lenyap dari pandangan mereka.

Sementara itu di dalam kuil tua di gunung wu San, tampak Ban Tok Lo Mo membuka matanya, kemudian tertawa gelak.

"Guru" wajah Tan Beng song langsung berseri.

"Pas tiga puluh hari Guru bangun, apakah Guru sudah berhasil?"

"Sudah berhasil Ha ha ha..." Ban Tok Lo Mo terus tertawa gelak.

"Kini sudah waktunya aku membunuh ketua siauw Lim, Bu Tong dan Kay Pang"

"Guru, kapan kita berangkat ke kuil siauw Lim sie?" "Hari ini," sahut Ban Tok Lo Mo.
"Aku yakin ketua lain pasti berkumpul di kuil siauw Lim sie, aku akan membunuh mereka semua Ha ha ha..."

Setelah itu, berangkatlah mereka berdua ke kuil siauw Lim sie menggunakan ginkang.

Di dalam kuil siauw Lim sie, tampak Kong Bun Hong Tio, Kong Ti seng Ceng dan lainnya sedang memperbincangkan sesuatu.

"Heran?" ujar seng Hwi sambil mengerutkan kening.

"Kenapa hingga saat ini Ban Tok Lo Mo dan muridnya belum muncul?"

"Biar bagaimanapun," ujar Jie Lian ciu.

"Kita harus sabar menunggu. Kalau kita terpencar, itu akan membahayakan diri kita."

"omitohud" Kong Bun Hong Tio manggut-manggut.

"Jangah-jangan Ban Tok Lo Mo sedang menunggu di bawah gunung, siapa yang meninggalkan kuil ini, pasti dibunuhnya."

"Benar." su Hong Sek mengangguk. "oleh karena itu kita harus tetap menunggu di sini."

Mereka menunggu dengan sabar. Beberapa hari kemudian, di saat mereka sedang bercakap-cakap di ruang depan, mendadak terdengar suara tawa yang amat menyeramkan. "He he he he He he he,.."

"Omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio. "Ban Tok Lo Mo telah ke mari, mari kita ke luar menyambutnya "

Mereka segera ke luar. Tampak Ban Tok Lo Mo dan muridnya berdiri di halaman kuil.

"Kong Bun Hong Tio" seru Ban Tok Lo Mo.

"Engkau menantangku. Kini aku sudah ke mari He he he,.."

"Ban Tok Lo Mo" bentak Lian Hoa Nio Cu sambit melesat ke hadapannya. sebelumnya ia telah makan obat pemunah racun pemberian Thio Han Liong.

"Aku akan melawanmu lebih dulu"

"Lian Hoa Nio Cu" Ban Tok Lo Mo mengerutkan kening.

"Dua kali aku kabur melihatmu, itu bukan berarti aku takut kepadamu, melainkan merasa tidak tega membunuhmu"

"Oh?" Lian Hoa Nio Cu tersenyum. "Kenapa engkau merasa tidak tega membunuhku?"

"Karena...." Ban Tok Lo Mo menghela nafas panjang.

"Engkau mirip cucuku yang telah lama meninggal, maka aku merasa tidak tega membunuhmu"

"Huh" dengus Lian Hoa Nio Cu.

"Aku bernama Yo Pit Loan, bukan cucu mu yang telah mampus itu Maka engkau tidak perlu merasa tidak tega membunuhku, sebab hari ini aku akan membunuhmu"

"Ha ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.

"Baiklah Hari ini aku pun akan membunuh kalian semua Ha ha ha..."

"Ban Tok Lo Mo, bersiap-siaplah untuk mampus" bentak Lian Hoa Nio Cu dan sekaligus menyerangnya .

"Ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa. la berkelit dan balas menyerang.

Terjadilah pertarungan yang amat dahsyat, Ketua siauw Lim Pay dan lainnya menyaksikan pertarungan itu dengan penuh perhatian.

Cepat sekali puluhan jurus telah lewat. Lian Hoa Nio Cu mulai mengeluarkan ilmu andalannya, yakni Lian Hoa Ciang Hoat.

Menyaksikan ilmu pukulan yang begitu lihay dan hebat, Ban Tok Lo Mo pun mengeluarkan Ban Tok ciang.

Telapak tangan Ban Tok Lo Mo menyiarkan bau amis, sedangkan sepasang telapak tangan Lian Hoa Nio Cu mengeluarkan hawa yang amat dingin.

Di saat mereka bertarung mati-matian, tiba-tiba berkelebat dua sosok bayangan ke balik sebuah pohon, ternyata Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu.

"Kakak Han Liong, cepatlah tolong Lian Hoa Nio Cu" bisik An Lek Keng Cu.

"Tenang" sahut Thio Han Liong dengan suara rendah.

"Lian Hoa Nio Cu belum terdesak. Apabila dia terdesak, barulah aku turun tangan."

Pertarungan itu masih seimbang, dan itu membuat Ban Tok Lo Mo penasaran sekali. Lagi pula Lian Hoa Nio Cu tidak takut terhadap hawa racun.

Mendadak Ban Tok Lo Mo meloncat ke belakang. Lian Hoa Nio Cu tidak mengejarnya, hanya menatapnya dengan tajam.

"Lian Hoa Nio Cu" ujar Ban Tok Lo Mo dingin.

"Engkau memang hebat, tapi... sebentar lagi kalian semua pasti mampus"

"Engkaulah yang pasti mampus" sahut Lian Hoa Nio Cu. "Bukan kami"
"Muridku" ujar Ban Tok Lo Mo dengan suara rendah. "Cepatlah menyingkir, aku mau mengeluarkan ilmu Toat Beng Mo Im (suara iblis Pemutus Nyawa) membunuh mereka"

Tan Beng song sebera menyingkir, dan itu sungguh mengherankan An Lok Kong cu.

"Kakak Han Liong, Ban Tok Lo Mo mau berbuat apa?" tanyanya.

"Mungkin dia akan mengeluarkan semacam ilmu yang amat dahsyat, maka menyuruh muridnya menyingkir," sahut Thio Han Liong.

"Kalau begitu, Lian Hoa Nio Cu dalam bahaya."

"Tenang Kita lihat dulu"

Ban Tok Lo Mo menarik nafas dalam-dalam, kemudian bersiul dan memekik sekeras-kerasnya. Makin lama makin meninggi suara pekikan itu.

Begitu mendengar suara pekikan itu, pucatlah wajah Kong Bun Hong Tio dan lainnya, begitu pula Lian Hoa Nio cu. Mereka segera duduk bersila menghimpun Lweekang untuk melawan kekuatan suara pekikan itu.

"Kakak Han Liong...." Wajah An Lok Keng Cu mulai
memucat. "Suara pekikan itu...."

"Cepatlah engkau menghimpun Lweekang untuk melawan suara pekikan itu" sahut Thio Han Liong, kemudian juga mulai menghimpun Kiu Yang sin Kang.

Akan tetapi, suara pekikan itu kian lama kian meninggi. Kong Bun Hong Tio dan lainnya mulai tak tahan sehingga badan mereka mulai bergoyang-goyang.

"Adik An Lok," bisik Thio Han Liong sambil mengeluarkan lonceng saktinya.

"Aku akan melawan suara pekikan itu dengan suara lonceng sakti ini. Engkau harus mengawasi Tan Beng song, jangan sampai dia meloloskan diri."

An Lok Kong cu mengangguk.

Thio Han Liong keluar dari balik pohon, lalu membunyikan lonceng saktinya sambil mendekati Ban Tok Lo Mo.

"Ting Ting Ting..." suara lonceng sakti itu begitu halus dan lembut, namun justru dapat menekan suara pekikan Ban Tok Lo Mo. Begitu mendengar suara lonceng itu, Kong Bun Hong Tio dan lainnya langsung merasa lega, darahnya cun tidak bergolak lagi dan mereka sebera memandang.

Betapa gembiranya mereka ketika melihat Thio Han Liong.

Sementara Thio Han Liong terus membunyikan lonceng saktinya, sedangkan Ban Tok Lo Mo memperkeras suara pekikannya, sehingga wajahnya berubah merah padam. Akan tetapi, suara lonceng itu bagai ribuan jarum menusuk hatinya,

akhirnya ia tidak tahan dan berhenti mengeluarkan ilmu Toat Beng Mo Imnya.

"Engkau... Thio Han Liong?" Ban Tok Lo Mo menatapnya dengan mata tak berkedip.

"Ya" Thio Han Liong mengangguk sambil menyimpan lonceng sakitnya ke dalam bajunya.

"Ha ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa gelak. "Thio Han Liong, hari ini engkau pasti mampus" "Ban Tok Lo Mo" sahut Thio Han Liong.

"Lebih baik engkau segera kembali ke pulau Ban Tok To, jangan mengacau di rimba persilatan Tionggoan Kalau tidak...."

"Lihat serangan" Ban Tok Lo Mo langsung menyerangnya dengan BanTok Gang yang amat beracun itu.

Thio Han Liong berkelit, kemudian balas menyerang dengan ilmu Kiu lm Pek Kut Jiauw.

Ketika melihat kemunculan Thio Han Liong, Tan Beng Song sudah ketakutan setengah mati. Di saat Thio Han Liong mulai bertarung dengan gurunya, ia ngeloyor pergi perlahan-lahan.

"Mau kabur ke mana?" bentak An Lok Keng cu sambil melesat ke arahnya.

"An Lok Kong cu...." Tan Beng song mengerutkan kening,
kemudian mendadak menyerangnya .

Di saat bersamaan, berkelebat sosok bayangan ke arah mereka, yang tidak lain adalah Lian Hoa Nio Cu.

"An Lok Keng cu, mari kita habiskan dia" ujarnya sambil menyerang Tan Beng song.

"Curang" teriak Tan Beng song. "Kalian berdua...."

"Hi hi hi" Lian Hoa Nio Cu tertawa.

"Terhadap engkau yang begitu licik memang harus curang"

"Baik" Tan Beng song mulai mengeluarkan ilmu Ban Tok Ciang.

Akan tetapi, An Lok Keng Cu dan Lian Hoa Nio Cu justru tidak takut akan hawa racun itu.

Belasan jurus kemudian, Tan Bengsong sudah mulai terdesak. dan tak lama terdengarlah suara jeritan yang menyayat hati.

"Aaaakh..." itulah suara jeritan Tan Beng song. Badannya terpental belasan depa, dan begitu terkapar nafasnya juga putus seketika.

"Hi hi hi" Lian Hoa Nio Cu tertawa nyaring, kemudian berseru.

"Ban Tok Lo Mo, muridmu telah mampus, cepatlah susul dia Hi hi hi"

Betapa gusarnya Ban Tok Lo Mo. Mulailah ia mengerahkan Ban Tok Sin Kang, (Tenaga sakti selaksa Racun) untuk menyerang Thio Han Liong.

Sedangkan Thio Han Liong sudah mengerahkan Kian Kun Tay Lo sin Kang, maka ketika diserang, ia sama sekali tidak berkelit, melainkan menangkis serangan itu dengan jurus Kian Kun Taylo Kwi Cong (segala Galanya Kembali Ke Alam semesta). "Blaaam..." Terdengar suara benturan yang amat dahsyat.

Thio Han Liong terhuyung-huyung ke belakang tujuh delapan langkah, sedangkan Ban Tok Lo Mo terpental belasan depa. Ketika badannya terkulai, tampak pula asap kehijau-hijauan mengepul dari badannya. "Aaaakh Aaaakh..." jerit Ban Tok Lo Mo.

Tak seberapa lama kemudian, seluruh badannya mencair dan akhirnya hanya tersisa tulang-tulangnya .

" Ha a a h?" semua orang merinding melihatnya.

Ternyata Ban Tok Lo Mo terkena serangan balik dari Lweekangnya sendiri. Pukulan yang amat beracun itu justru membuatnya mati secara mengenaskan.

"omitohud...." ucap Kong Bun Hong Tio sambil

menggeleng-gelengkan kepala.

Sedangkan Thio Han Liong masih berdiri mematung di tempat. la tidak menyangka bahwa Ban Tok Lo Mo akan mati begitu mengenaskan.

"Kakak Kakak.." seru Lian Hoa Nio Cu sambil mendekatinya, lalu mendekap di dadanya. "Kakak...."

"Adik Pit Loan" Thio Han Liong membelainya. "Kita bertemu di sini...."

"Kakak. aku rindu sekali pada mu," bisik Lian Hoa Nio Cu, kemudian memandang An Lok Kong cu sambil tertawa.

"Adik An Lok. bolehkan aku melepaskan rasa rinduku kepada Kakak?"

"Tentu boleh," sahut An Lok Kong cu sambil tersenyum lembut.

"Terima kasih," ucap Lian Hoa Nio Cu.

"Nah, selamat tinggal sampai jumpa" Lian Hoa Nio Cu melesat ke dalam tandunya, dan tak lama kemudian melesat pergi.

"omitohud...." ucap Kong Bun Hong Tio sambil memandang

tandu yang makin lama makin mengecil.

"Bukan main Lian Hoa Nio Cu itu Dia dapat mengendalikan gejolak cintanya, itu sungguh luar biasa"

"Han Liong Jie Lian ciu, song Wan Kiauw, seng Hwi dan Yu Hong sek menghampirinya.

"Untung engkau cepat datang, kalau tidak...."

"Terus terang," ujar Thio Han Liong dengan jujur.

"Kalau tidak memiliki lonceng sakti, aku pun tak akan sanggup melawan suara pekikan Ban Tok Lo Mo itu?"

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio sambil menghampiri Thio Han Liong.

"Kalau tidak salah, itu adalah ilmu Toat Beng Mo Im. Ilmu itu telah lama hilang dari rimba persilatan, tapi tak disangka Ban Tok Lo Mo memiliki ilmu itu. Kalau Han Liong tidak memiliki lonceng sakti, kita semua pasti mati."

"Han Liong, betulkah engkau tidak sanggup melawan ilmu Toat Beng Mo Im?" tanya Jie Lian ciu.

"Kalau aku mengerahkan ilmu Penakluk iblis, tentunya sanggup bertahan, namun yang lain pasti mati," sahut Thio Han Liong sambil menghela nafas panjang.

"Seandainya dulu Bu Beng siansu tidak menghadiahkan lonceng sakti ini kepadaku, hari ini...."

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.

"BuBeng Siansu telah mencapai kesempurnaan, maka tahu apa yang akan terjadi hari ini."

"oh?" Thio Han Liong terbelalak.

"Kalau tidak, bagaimana mungkin beliau menghadiahkan lonceng sakti ini kepadamu?" ujar Kong Bun Hong Tio.

"ooh" Thio Han Liong manggut-manggut.

Di saat bersamaan mendadak terjadi suatu keanehan. Temyata lonceng sakti yang berada didalam baju Thio Han

Liong melayang ke luar, kemudian meluncur pergi bagaikan meteor.

"Haaah?" Betapa terkejutnya Thio Han Liong, namun sudah terlambat untuk mengejar lonceng sakti itu.

"Han Liong...." Terdengar suara yang amat halus
mendengung ke dalam telinganya.

"Kini sudah saatnya aku mengambil kembali lonceng sakti ini, harus kusimpan di suatu tempat."

"Siansu...." Thio Han Liong segera bersujud.

"Omitohud...." Kong Bun Hong Tio, Kong Ti seng Ceng dan
lainnya juga ikut bersujud.

Lama sekali barulah mereka bangkit berdiri. An Lok Keng cu terheran-heran menatap Thio Han Liong.

"Kenapa engkau bersujud?"

"Aku mendengar suara Bu Beng siansu, beliau mengambil lonceng sakti itu," sahut Thio Han Liong.

"Maka aku segera bersujud."

"Kenapa aku tidak mendengar suara itu?" An Lok Kong cu merasa bingung.

"Kami pun tidak mendengar suara itu," ujar Su Hong Sek. "Sebab suara itu dikirim khusus untuk Han Liong." "Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut. "Omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.

"BuBeng siansu sungguh telah mencapai kesempurnaan, namun kita semua justru tidak kenal beliau."

"BuBeng siansu berasal dari Thian Tok (India), namun sudah merantau ke mana-mana." Thio Han Liong memberitahukan.

"Aku bertemu beliau di gunung soat san. Beliaulah yang mengajarku ilmu Kian Kun Taylo sin Kang dan lain sebagainya."

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio. "Han Liong, engkau sungguh beruntung"

"Kini Ban Tok Lo Mo dan muridnya telah dibasmi, aku dan isteriku akan segera ke pulau Hong Hoang To."

"Han Liong," tanya Jie Lian ciu.

"Engkau tidak mau ke gunung Bu Tong?" "Kakek Jie" Thio Han Liong memberitahukan.

"Kami justru dari sana, bahkan kami pun telah menemui su-couw."

"Oooh" Jie Lian ciu manggut-manggut. "Oh ya, bagaimana keadaan ketua GoBi Pay?"

"Beliau baik-baik saja," jawab Thio Han Liong, kemudian tersenyum.

"Pihak GoBi Pay telah mempersiapkan sebuah perangkap untuk menjebak Ban Tok Lo Mo dan muridnya, namun Ban Tok Lo Mo dan muridnya malah muncul di sini."

"Sungguh cerdik ketua GoBi Pay" ujar Jie Lian ciu.

"Han Liong" Kong Bun Hong Tio menatapnya seraya berkata,

"Dulu ayahmu meraih gelar Bu LimBeng cu (Ketua Rimba Persilatan), kini engkau justru meraih gelar Pendekar Nomor Wahid Di Kolong Langit."

"Kong Bun Hong Tio" Wajah Thio Han Liong kemerah-merahan,

"Aku tidak berani menerima gelar itu, maaf"

"omitohud" Kong Bun Hong Tio tersenyum.

"Bagus, bagus. Hingga saat ini engkau tetap merendahkan diri."

"Saudara kecil" seng Hwi menepuk bahunya.

"Kalian berdua akan pulang ke pulau Hong Hoang To, kira-kira kapan kalian akan mengunjungi kami?"

"Entahlah," sahut Thio Han Liong sambil menggelengkan kepala.

"Sebab kami berdua sudah berjanji, setelah Ban Tok Lo Mo dan muridnya dibasmi, kami tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan lagi. Kami ingin hidup tenang, damai dan bahagia di pulau Hong Hoang To."

"Han Liong...." Mata su Hong sek mulai basah. "Kalian...
kalian jangan melupakan kami"

"Kami tidak akan melupakan kalian," ujar Thio Han Liong berjanji.

"Kalau kami sempat, pasti mengunjungi kalian."

"Terimakasih, Han Liong," ucap su Hong sek, ketua Kay Pang.

"Han Liong...." Jie Lian ciu memegang bahunya.

"Kalian mau berangkat sekarang?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Sampaikan salam kami kepada ayah dan ibumu pesan Jie Lian ciu. "Kami amat rindu kepadanya."

"Pasti kusampaikan." Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian memberi hormat kepada semua orang yang ada di situ, lalu menarik An Lok Keng cu untuk diajak melesat pergi.

"omitohud..." ucap Kong Bun Hong Tio.

"Entah kapan kita akan berjumpa dengan mereka berdua lagi...."

Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berangkat ke pesisir Utara untuk berlayar ke pulau Hong Hoang To. Mereka melakukan perjalanan dengan penuh kegembiraan. sampai di sini para pembaca yang budiman, untuk mengetahui tentang pulau Hong Hoang To.

(Silakan baca cerita berjudul: Ksatria Baju Putih)

TAMAT

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar