Anak Naga Chapter 9: Si Mo (iblis Dari Barat)

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 9: Si Mo (iblis Dari Barat)
Bab 9 Si Mo (iblis Dari Barat)

Kali ini dalam perjalanan menuju gunung Bu Tong, Thio Han Liong tetap menolong fakir miskin dengan uang pemberian Lie Cong Peng. Namun dia menyisakan untuk bekalnya sendiri, tidak dihabiskan seperti tempo hari.

Dua hari kemudian, ketika ia memasuki sebuah rimba, mendadak terdengar suara tawa yang menyeramkan. Betapa terkejutnya Thio Han Liong. Anak kecil itu mengira suara tawa setan atau hantu. Cepat-cepat ia bersembunyi di belakang pohon.

Thio Han Liong mengerutkan kening dan tiba-tiba ia tersenyum geli- Ternyata ia ingat akan perbuatannya terhadap siang Thiam Chun, malam itu ia juga mengeluarkan suara tawa seram menakuti lelaki itu. oleh karena itu, ia pun yakin suara tawa seram itu bukan suara tawa setan iblis.

Timbul dalam hati keberaniannya. Dia berendap-endap mendekati suara tawa seram itu. Ternyata dia melihat beberapa orang terikat di sebuah pohon, terdapat kaum wanita pula. seorang tua berusia tujuh puluhan duduk dekat pohon itu, ia sedang menyantap paha ayam sambil mengeluarkan tawa seram.

"He he he Hik hik hik, seusai bersantap, aku akan membunuh mereka" gumam orangtua itu.

"Se,Mo" bentak salah seorang lelaki yang terikat di pohon.

"Kita tidak punya dendam apapun, kenapa engkau ingin membunuh kami?"

"He he he" Ternyata orangtua itu adalah se Mo ketua golongan hitam.

"Aku memang senang membantai kalian kaum golongan putih He he he—"

Bukan main terkejutnya Thio Han Liong mendengar itu. Dia memperhatikan orangtua itu. Melihat wajah seram menakutkan orangtua itu Thio Han Liong menggigil ketakutan.

(Bersambung ke Bagian 05)

Jilid 05

Si Mo (iblis Dari Barat) itu perlahan-lahan ia bangkit berdiri, kemudian mendekati orang-orang yang terikat di pohon sambil tertawa terkekeh-kekeh.

"He he he Sebelum membunuh, aku akan menyiksa kalian dulur ujar Si Mo, mendadak ia membuka baju salah seorang wanita.

"Jangan.." teriak wanita itu ketakutan, namun bajunya sudah terbuka dan tampak sepasang payudaranya yang montok.

"Wuah" Si Mo tertawa sambil memegang payudara wanita itu.

"Masih segar he he... Akan kusayat payudaramu. He he he..."

Si Mo mengeluarkan sebuah belati mengkilap. Namun ketika hendak menyayat payudara wanita itu, mendadak ia dikejutkan oleh suara bentakan yang amat nyaring.

"Berhenti" Saat itu muncul seorang anak kecil, yang tidak lain Thio Han Liong.

"Eeeh?" Si Mo kaget melihat ada bocah cilik di dalam, rimba itu.

"Paman tua" Thio Han Liong melotot.

"Kenapa Paman tua begitu kejam? Sama sekali tidak punya rasa prikemanusiaan"

"He he he" Si Mo tertawa terkekeh-kekeh.

"Anak kecil, kenapa engkau berkeliaran di sini? Kebetulan sekali, aku belum membunuh anak kecil."

"Paman tua mau membunuh aku juga?" tanya Thio Han Liong, tanpa merasa takut.

si Mo mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Ha ha ha..."

"Hm" dengus Thio Han Liong. "Paman tua seorang Locianpwee, kalau membunuh aku seorang anak kecil, orang-

orang kaum persilatan akan menertawakan hingga rontok gigi mereka"

"Mereka mau tertawa hingga rontok gigi mereka itu urusan mereka. Aku mau membunuhmu juga urusanku" sahut si Mo sambil tertawa.

"Ha ha ha..."

"Paman tua boleh membunuh aku, tapi aku punya syarat" ujar Thio Han Liong mendadak-

"oh?" si Mo tertegun, iblis Dari Barat itu tidak menyangka Thio Han Liong begitu berani.

"Anak kecil, siapa engkau?"

"Namaku Thio Liong" sahut anak kecil itu.

"Paman tua, bagaimana mengenai syaratku?"

"Apa syaratmu?"

"Lepaskan mereka" Thio Han Liong menunjuk orang-orang yang terikat di pohon.

"Dirimu ditukar dengan mereka?"

"Ya"

"Ngmm" si Mo manggut-manggut. "Kelihatannya engkau memang lebih berharga daripada mereka. Baik-lahi aku terima syaratmu."

"Terima kasih, Paman tua," ucap Thio Han Liong.

si Mo segera memutuskan tali yang mengikat kaum rimba persilatan golongan putih itu. Begitu bebas mereka cepat-cepat memberi hormat pada Thio Han Liong.

"Terima kasih. Anak kecil," ucap mereka serentak-

"Cepatlah kalian tinggalkan tempat ini" perintah Thio Han Liong.

"Kalian memang harus cepat pergi Kalau tidak, akan kubunuh kalian" bentak si Mo dengan mata melotot tajam.

orang-orang itu pergi- sementara si Mo terus menatap Thio Han Liong dengan penuh perhatian.

"Engkau memang berbakat untuk belajar ilmu silat. Aku tidak membunuhmu, kalau engkau mau jadi muridku"

"Paman tua begitujahat, aku tidak sudi jadi muridmu," sahut Thio Han Liong sambil menggelengkan kepala.

"Apa?" si Mo langsung melotot. "Jadi engkau lebih suka mati daripada mengangkatku sebagai guru?"

Thio Han Liong mengangguk- "Tak sudi berguru kepada orang jahat"

"Bocah" bentak si Mo sambil mengangkat tangannya siap memukul anak kecil itu.

"Tunggu" seru Thio Han Liong.

"Engkau maujadi muridku?" tanya si Mo bernada girang.

"tidak," sahut Thio Han Liong. "Aku ingin bertanding denganmu, tapi cukup tiga jurus saja"

"Apa?" si Mo terbelalak. "Engkau ingin bertanding dengan aku?"

"Ya" Thio Han Liong mengangguk- "Aku pernah belajar ilmu silat. Kalau dalam tiga jurus engkau tidak mampu merobohkan diriku, maka harus membebaskan aku pergi dari sini"

"Ha ha ha" si Mo tertawa gelak "Baik, baik"

"Paman tua jangan ingkar janji" tegas Thio Han Liong.

"Jangan khawatir, bocah" sahut si Mo- "Aku tidak akan ingkar janji"

"Kalau begitu, silakan Paman tua menyerang aku"

Thio Han Liong mulai mengerahkan Kiu yang sin Kang. si Mo langsung menyerangnya seraya berseru, "jurus pertama"

Thio Han Liong bergerak cepat menghindari serangan itu dan berhasil. Hal itu membuat si Mo terbelalak.

"Eh?" si Mo menatapnya dengan mata tak berkedip. "Tak disangka engkau cukup berisi juga"

"Paman tua, silakan menyerang lagi" seru Thio Han Liong.

"jurus ke dua" seru si Mo sambil menyerang. Kali ini ia menggunakan j urus yang lebih hebat.

Akan tetapi, Thio Han Liong tetap mampu mengelak serangannya. Itu semakin membuat si Mo penasaran sekali.

"Jurus ke tiga" seru si Mo dan langsung menyerangnya.

Thio Han Liong tidak keburu berkelit, maka ia terpaksa menangkis serangan itu. Blaaam Terdengar suara benturan yang dahsyat. Thio Han Liong terpental beberapa depa dan jatuh di tanah namun tidak luka sama sekali. Terheran-heran si Mo memandangnya.

"Engkau tidak terluka?"

"Paman tua" sahut Thio Han Liong sambil bangkit berdiri "Aku tidak terluka, kini aku bebas"

Engkau telah roboh di tanganku, maka engkau harus jadi muridku" ujar si mo

"Kapan aku roboh di tangan Paman tua? Buktinya aku berdiri di sini" Thio Han Liong tersenyum-senyum

"Tadi engkau sudah terpental beberapa depa lalu roboh" si Mo melotot.

"Buktinya aku berdiri di hadapanmu," ujar Thio Han Liong,"sesuai dengan syarat, aku boleh meninggalkan tempat ini.. "

"Tidak bisa"

"Kenapa tidak?"

"Pokoknya engkau harus jadi muridku"

Mendadak tangan si Mo bergeraki seketika juga jalan darah Thio Han Liong tertotok, sehingga sekujur badannya tak bisa bergerak-

"Paman tua curang" bentak Thio Han Liong.

"Aku iblis Dari Barat, sudah pasti selalu berlaku curang. He he he..." si Mo tertawa terkekeh-kekeh

"Bocah Kalau engkau tidak mau jadi muridku, aku akan menyiksamu"

"Pokoknya aku tidak maujadi muridmu, tidak mau"

"Kalau begitu, setiap hari aku akan menyiksamu" ujar si Mo sungguh-sungguh. "Kalau perlu, akan kubunuh kau"

"Dasar iblis" caci Thio Han Liong. "Engkau akan disambar geledek kelak"

"He he he" si Mo tertawa, " Geledek takut padaku bagaimana mungkin geledek akan menyambar aku?"

"Pokoknya aku tidak maujadi muridmu" tegas Thio Han Liong.

" Lebih baik bunuh aku saja"

"He he he" si Mo tertawa terkekeh-

"Aku akan membunuh mu perlahan-lahan. Sekarang aku bertanya sekali lagi, maukah engkau jadi muridku?"

"Tidak mau"

"Kalau begitu—" Mendadak si Mo menatapnya bengis. "Engkau akan merasakan ilmu totokanku Ban Gin Coan sim (selaksa jarum Menembus Hati)"

si Mo menotok jalan darah Hiok Tiong Hiat, Ci Kiong Hiat dan Tian Tong Hiat yang didada Thio Han Liong, seketika anak kecil itu menjerit jerit dengan wajah meringis-ringis. Peluh merembes keluar dari keningnya, karena dirasakan dadanya sakit luar biasa, seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum.

"He he he" si Mo terus tertawa terkekeh-kekeh-"Bagaimana? Engkau maujadi muridku?"

"Ti- tidak"

"Kalau begitu..." ujar si Mo- "Engkau akan terus merasakan kesakitan itu- He he he-"

Pada waktu bersamaan, sayup,sayup terdengar suara kecapi dan suling yang amat halus-Begitu mendengar suara itu air muka si Mo mendadak berubah-

"Hah? Wanita sialan itu-—" si Mo segera melesat pergi-

Tak seberapa lama kemudian, muncullah empat wanita berpakaian putih sambil memainkan alat-alat musik itu Kemudian datang juga wanita berbaju kuning, berusia empat puluhan dan berparas cantik sekali- Namun wajahnya tampak putih sekali seperti tidak pernah terkena sinar matahari-

Dengan langkah lemah gemulai wanita itu menghampiri Thio Han Liong yang masih merintih-rintih kesakitan.

Tangannya bergerak laksana kilat ke tubuh anak kecil itu, ternyata ia membebaskan totokannya.

"Aaah—" Thio Han Liong langsung menarik nafas lega, dadanya sudah tidak sakit dan tubuhnya pun sudah bisa bergerak- Cepat-cepat ia memberi hormat.

"Terima-kasih atas pertolongan Bibi"

"Ngmm" Wanita itu manggut-manggut. "Engkau agak nakal, tapi berhati baik dan berbudi luhur. Bahkan, amat keras hati pula."

"Maaf," ucap Thio Han Liong menatap wanita itu. "Bolehkan aku tahu siapa Bibi yang cantik jelita?"

"Thio Han Liong...." Wanita itu menggeleng-gelengkan

kepala sambil tersenyum.

"Engkaupun agak genit, bagaimana kalau sudahi dewasa kelak?"

"Hah?" Thio Han Liong terperanjat.

"Bibi tahu namaku?"

"Aku juga tahu nama ayah dan ibumu" ujar wanita itu.

"Ayahmu bernama Thio Bu Ki, ibumu bernama Tio Beng."

"Eh?" Makin membelalak mata Thio Han Liong. "Bibi kenal ke dua orangtuaku?"

Kenal" Wanita itu manggut-manggut seraya berkata. "Engkau harus ingat baik-baik syair yang akan kubacakan. Ayahmu pasti ingat padaku apabila mendengar syairku ini."

"oh?" Thio Han Liong langsung pasang kuping-

"Di belakang Ciong Lam san, terdapat Kuburan Mayat Hidup, Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak muncul lagi di dunia Kang-ouw-"

Wanita itu membacakan syair tersebut dan berpesan. "Bertemu ayahmu, bacakanlah syair ini Dia — pasli ingat siapa aku."

"ya. Bibi-" Thio Han Liong mengangguk-

"Han Liong" Wanita itu menatapnya tajam- " Engkau tidak boleh terlampau nakal, juga tidak boleh genit- Itu akan mencelakai dirimu-"

"ya. Bibi-" Thio Han Liong mengangguk lagi- " Aku pasti menuruti nasihat Bibi."

"Bagus" Wanita itu manggut-manggut. " Dan juga engkau tidak boleh ingkar janji- Apa yang pernah engkau janjikan, engkau harus melaksanakannya kelak- Misalnya terhadap Tan Giok Cu, gadis itu masih kecil, tapi dalam hatinya hanya terdapat engkau seorang diri"

"Bibi...." Mulut Thio Han Liong ternganga lebar- "Kok Bibi

tahu itu?"

"Engkau cuma nakal dan suka menggoda, tapi tidak kurang ajar. Kalau engkau kurang ajar, tentu sudah kuhajar," ujar wanita itu tanpa menjawab pertanyaan Thio Han Liong.

"Engkau harus ingat, jangan mengingkari janjimu terhadap gadis kecil itu"

"ya." Thio Han Liong manggut-manggut. "oh ya, bolehkah aku tahu nama Bibi?"

"Aku she yo, engkau panggil aku Bibi yo saja," sahut wanita itu dan menambahkan,

"Belum waktunya engkau berkelana dalam rimba persilatan, maka engkau harus segera pulang ke tempat tinggalmu di pulau itu."

"Bibi kok tahu tempat tinggalku?" Thio Han Liong terheran-heran.

"Bahkan aku pun tahu ayahmu terluka oleh pukulan para Dhalai Lhama itu," ujar wanita itu sambil tersenyum.

"Maka engkau harus cepat-cepat pulang, setelah kepandaianmu tinggi, barulah engkau berkecimpung dalam rimba persilatan membela kebenaran dan membasmi kejahatan."

"Bibi...." Wajah Thio Han Liong agak cemas. "Bagaimana

keadaan ayahku?"

"Tidak apa-apa. Engkau tidak usah cemas, yang penting engkau harus pulang untuk memperdalam kepandaianmu.

Kelak engkau dan Giok Cu harus bersatu padu membasmi kejahatan."

"Maksud Bibi...."

Thio Han Liong girang bukan main. "ingin menerima Giok Cu menjadi murid?"

"Betul."

Wanita itu manggut-manggut sambil tersenyum. "Kelak dia akan menjadi gadis yang cantik sekali, kalian berdua memang cocok dan serasi."

"Bibi...."

Thio Han Liong teringat sesuatu. "Aku memang rindu sekali kepada ke dua orangtuaku, tapi aku tidak tahu harus bagaimana pulang ke pulau itu. Lagipula aku tidak punya uang untuk menyewa perahu."

"Engkau menuju pesisir utara, sampai di sana carilah seorang lelaki bernama Kwa Kiat Lam. Beritahukaniah kepadanya siapa ayahmu, dia pasti mengantarmu pulang ke pulau itu"

"Terima kasih atas petunjuk Bibi, terima kasih."

"Uangmu tidak cukup untuk biaya ke pesisir utara, maka aku akan memberimu uang."

Wanita itu menyerahkan sebuah bungkusan kecil kepada Thio Han Liong.

"Terima kasih, Bibi," ucap Thio Han Liong sambil menerima bungkusan kecil itu.

"oh ya. Bibi, kenapa si Mo begitu kejam?"

"Itu memang sifatnya, engkau harus membasminya kelak" sahut wanita itu, kemudian menghela nafas panjang.

"Aku telah bersumpah tidak akan membunuh, maka aku tidak membunuh si Mo- Kepandaian si Mo sangat tinggi sekali, dan dia pun sering menggunakan racun. Hati-hatilah kalau kelak engkau berhadapan dengannya"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk-

"Aaaah—" Mendadak wanita itu menghela nafas panjang. "Tak disangka kini begitu banyak jago berhati kejam bermunculan dalam rimba persilatan Kelak engkau dan Giok Cu harus membasmi para jago berhati jahat itu"

"Ya." Thio Han Liong mengangguk lagi.

"Baiklah, kita berpisah di sini. &ngkau harus langsung menuju pesisir Utara.Agar lebih cepat sampai di sana, lebih baik engkau membeli seekor kuda." ujar wanita itu lalu melesat pergi. Ke empat pengiringnya juga melesat pergi sambil memainkan alat musik masing- masing.

Thio Han Liong berdiri termangu-mangu, setelah itu barulah ia meninggalkan tempat itu, langsung menuju arah utara.

-ooo00000ooo-

Tan Giok Cu, gadis kecil itu duduk melamun di pekarangan. Tan Ek seng dan Lim soat Hong mendekatinya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Nak," tanya Lim soat Hong lembut. "Kenapa engkau duduk melamun di sini?"

"Ibu, Giok Cu sedang memikirkan Kakak tampan. entah berada di mana dia dan bagaimana"

"Dia pasti sudah sampai di gunung Bu Tong," sahut Lim soat Hong.

"Dan dia pun pasti baik-baik saja."

"Ibu," tanya Tan Giok Cu mendadak- "Bolehkah aku menyusulnya ke gunung Bu Tong?"

Lim soat Hong tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Tidak boleh, sebab engkau masih kecil," jawabnya.

"Bagaimana kalau Ayah mengantarku ke gunung Bu Tong?" gadis itu memandang Tan Ek seng dengan penuh harap.

"Nak" Tan Ek seng menggelengkan kepala- "Ayah tidak sempat, lagipula belum tentu dia berada di gunung Bu Tong. Lebih baik engkau tunggu dia di rumah saja."

"Ayah," tanya Tan Giok Cu dengan mata basah- "Dia pasti ke mari menjumpaiku?"

"Dia sudah berjanji, tentunya akan ke mari menengokmu," sahut Lim soat Hong

"sungguh-sungguh Ibu- Kalau dia tidak ke mari, aku—." Air mata gadis kecil itu meleleh.

"Aku tiada gairah hidup,"

Tan Ek seng dan Lim soat Hong terkejut, kemudian mereka berdua saling memandang. Di saat itulah mendadak terdengar suara kecapi dan suling, yang makin lama makin jelas.

"Heran?" gumam Tan Ek seng. "Kok ada suara musik?"

Pada saat bersamaan, melayang turun empat wanita berpakaian putih- Tak lama kemudian melayang turun lagi seorang wanita berpakaian kuning, dan suara musik tadi berhenti-

"Maaf" ucap wanita berpakaian kuning. " Kedatangan kami telah mengganggu kalian sekeluarga."

Tidak apa-apa" sahut Lim soat Hong dengan ramah. "Bolehkah kami tahu siapa Nona?"

"Aku she yo," jawab wanita itu.

"Nona Yo, ada keperluan apa Nona berkunjung ke mari?" tanya Tan Ek seng sopan, la tahu sedang berhadapan dengan wanita yang berkepandaian tinggi.

"Aku tertarik akan putri kalian, maka aku ke mari," sahut wanita itu sambil memandang Tan Giok Cu.

"Maksud Nona?" Lim soat Hong tidak mengerti-

"Aku berniat menerimanya menjadi murid-" Wanita itu memberitahukan.

"Tentunya kalian berdua tidak berkeberatan kan?"

Tan Ek seng dan Lim soat Hong saling memandang, kemudian Tan Ek seng bertanya,

"Nona bersedia mengajar Giok Cu di sini?"

"Kalau sudah menjadi muridku, tentunya harus ikut ke tempat tinggalku," sahut wanita itu.

"Di mana tempat tinggal Nona?" tanya Lim soat Hong. "Di belakang Ciong Lam san" sahut wanita itu. "Haah?" Lim soat Hong terbelalak-

"Be— begitu jauh, bagaimana mungkin Giok Cu mau ikut Nona ke sana?"

"Aku tidak akan memaksa- Apabila dia tidak mau berarti tiada jodoh dengan aku," ujar wanita itu sambil tersenyum-

Namun, aku yakin dia mau ikut aku ke gunung ciong Lam san. yang penting kalian berdua tidak berkeberatan. Kalau kalian berkeberatan, itu akan menyia-nyiakan kesempatan ini."

"Tapi..-" Lim soat Hong tampak ragu.

"Begini saja Nona" ujar Tan Ek seng. "Bila Giok Cu bersedia ikut Nona ke gunung Ciong Lam San, kami pun tidak berkeberatan."

"Bagus" Wanita itu manggut-manggut, kemudian bertanya kepada Tan Giok Cu.

"Engkau mau belajar ilmu silat tingkat tinggi?"

"Mau. Tapi— Bibi siapa?" gadis kecil itu menatapnya.

"Namaku yo sian sian. Engkau panggil aku Bibi sian sian saja," sahut wanita bernama yo sian sian itu.

"Bibi sian sian, aku— aku tidak mau ikut ke gunung ciong Lam san, aku mau belajar di rumah saja," ujar Tan Giok Cu.

"Giok Cu" yo sian sian tersenyum. " Kalau engkau belajar di rumah, pasti tidak akan maju. Maka alangkah baiknya engkau ikut ke tempat tinggalku, lima tahun kemudian, engkau boleh pulang."

"Lima tahun?" Tan Giok Cu terbelalak. "Tidak mau ah" "Kenapa tidak mau?" tanya yo sian sian lembut. "Karena.—
"

Tan Giok Cu menundukkan kepala.

"Giok Cu" yo sian sian tersenyum. "Aku tahu, engkau sedang menunggu Kakak tampan bernama Thio Han Liong kan?"

"Kok Bibi tahu?" Tan Giok Cu menatapnya heran. " Bibi adalah familinya?"

"Kami bukan famili, tapi aku kenal ayahnya," sahut yo sian sian.

"Kini Kakak tampanmu itu sedang menuju pesisir utara, dia akan berlayar pulang ke rumahnya. Dia akan belajar ilmu silat tingkat tinggi dari ayahnya, maka engkau pun harus belajar ilmu silat tingkat tinggi dariku. Kalau tidak, bagaimana mungkin engkau menjadi pasangannya kelak?"

"Bibi-..." Tan Giok Cu berpikir sejeNak, lalu mengangguk. "Aku mau ikut Bibi kegunung Ciong Lam san."

"Bagus, bagus" yo sian sian tersenyum. "Engkau memang berjodoh menjadi muridku, pasti kuwariskan semua ilmu silatku."

"Terimakasih, Bibi," ucap Tan Giok Cu- "Apakah mulai sekarang aku harus memanggil Bibi guru?"

"Giok Cu" yo sian sian membelainya- "terserah engkau-Engkau boleh memanggilku guru, juga boleh memanggilku bibi-"

"ya. Bibi-" Tan Giok Cu mengangguk " Kapan kita berangkat ke gunung ciong Lam san?" tanyanya.

"saat inijuga" sahut yo sian sian. "Maaf" ucap Lim soat Hong. "Bagaimana kalau berangkat esok saja?"

"Berangkat sekarang atau esok sama saja," sahut yo sian sian sambil tersenyum.

"Lima tahun kemudian, Giok Cu pasti pulang."

"Itu." Lim soat Hong tampak berat sekali berpisah dengan putri tercintanya.-

"Ibu jangan bersedih" ujar Tan Giok Cu.

"Lima tahun kemudian aku pasti pulang dengan membawa kepandaian yang luar biasa."

"Nak,.." Lim soat Hong memeluknya erat-erat.

"Nona, bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Tan Ek seng.

"Tentu boleh." yo sian sian mengangguk.

"Silakan"

"Sebetulnya siapa orangtua Thio Han Liong?" ternyata ini yang ditanyakan Tan Ek seng.

"Engkau tidak kenal dia, tapi pasti pernah mendengar nama besarnya" sahut yo sian sian.

"Dialah yang paling berjasa meruntuhkan Dinasti Goan."

"Dia.—" Tan Ek seng terbelalak. "Thio Bu Ki?"

"Betul." yo sian sian mengangguk. "Bagaimana kepandaiannya, tentunya kalian tahu. oleh karena itu, sungguh beruntung Giok Cu karena aku bersedia menerimanya menjadi murid-"

"ooooh" Tan Ek seng manggut-manggut. " Terima kasih Nona."

"Maaf" ucap Lim soat Hong. "Bolehkah kami tahu, sebetulnya siapa Nona?"

"Di belakang ciong Lam san, terdapat Kuburan Mayat Hidup, Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak muncul lagi di dunia Kang-ouw."

yo sian sian membaca syair tersebut, kemudian mendadak menyambar Tan Giok Cu dan melesat pergi, diikuti ke empat pengiringnya.

"Giok Cu.. Giok Cu..." teriak Lim soat Hong memanggil putrinya- Namun, cuma terdengar suara kecapi dan suling.

"Aaaahi-" seru Tan Ek seng mendadak "Aku sudah tahu siapa Nona yo itu Aku sudah tahu"

"suamiku...." Lim soat Hong terisak-isaki "Giok Cu telah

dibawa pergi."

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa," sahut Tan Ek seng dengan wajah berseri.

"Sungguh beruntung putri kita, sungguh beruntung sekali"

"Suamiku...." Lim soat Hong menatapnya dengan kening

berkerut-kerut. "Kenapa engkau tidak sedih? Giok cu-..."

"Isteriku, engkaupun harus bergembira," sahut Tan Ek Seng. "Tahukah engkau siapaNona yo itu?"

Lim soat Hong menggelengkan kepala-

"isteriku" Tan Ek seng memberitahukan. "Nona yo adalah turunan sin Tiauw Tayhiap yo Ke dan siauw Liong Li"

"Apa?" Lim soat Hong tertegun. "Benarkah itu?"

"Aku yakin benar." sahut Tan Ek seng.

"Syair itu menyatakan bahwa dia adalah keturunan Pasangan Pendekar. Kita... kita juga beruntung, sebab Thio Han Liong adalah anak Thio Bu Ki, yang amat terkenal itu. Ha ha ha..."

Belasan hari kemudian, yo sian sian, Tan Giok Cu dan ke empat pengiringnya telah tiba di hadapan sebuah kuburan tua yang amat besar. Kuburan tua itu terletak di belakang gunung ciong Lam san. Begitu melihat kuburan tua tersebut, pucatlah wajah Tan Giok Cu.

"Bibi, kuburan tua itu sungguh menyeramkan" ujar gadis kecil itu ketakutan.

"Giok Cu" yo sian sian menggeleng-gelengkan kepala-

"Engkau begitu penakut, bagaimana mungkin menjadi pendekar wanita kelak? Han Liong lebih besar setahun darimu, tapi dia begitu berani."

"Aku... aku tidak takut." Tan Giok Cu membusungkan dadanya.

"Kalaupun ada setan keluar dari kuburan tua itu, aku... aku pasti mengusirnya."

"Bagus, bagus" yo Sian sian tersenyum. "Tapi di dalam kuburan tua itu tidak ada setan. Ayohi kita ke dalam"

"Ha a a h?" Tubuh Tan Giok Cu langsung menggigil. "Kita... kita akan masuk ke kuburan tua itu?"

"Ya. Engkau takut?"

"Aku— aku tidak takut" Tan Giok Cu membusungkan dadanya lagi seraya bertanya, "Kita ke dalam untuk mengusir setan?"

"Bukan." yo sian sian tersenyum. "Melainkan akan tinggal di dalam kuburan tua itu"

"Itu... itu bagaimana mungkin?"

"Giok Cu" yo sian sian memberitahukan. "Kuburan tua itu adalah tempat tinggalku. Engkau adalah muridku, maka harus tinggal di dalam kuburan tua itu juga."

"oooh" Tan Giok Cu manggut-manggut.

"Engkau takut?" yo sian sian menatapnya.

"Bibi tidak takut, maka aku pun tidak takut," sahut Tan Giok Cu sambil tertawa kecil.

"Bagus, bagus" yo sian sian membelainya, kemudian tangannya menekan sebuah tombol rahasia, setelah itu ia mendekati sebuah batu, lalu memutar batu itu ke kiri dan ke kanan beberapa kali.

Terdengarlah suara gemuruh- Ternyata mendadak tempat yang mereka injak itu bergeser menimbulkan suara itu, kemudian terlihatlah sebuah lubang di situ.

"Giok Cu, mari kita masuk"

Tan Giok Cu mengangguk, lalu mengikuti yo sian sian memasuki lubang itu melalui undakan tangga. Ke empat pengiring itu pun mengikutinya. Mendadak terdengar suara gemuruh, ternyata lubang yang di atas tadi telah tertutup kembali.

Namun sungguh mengherankan, di dalam ruangan itu tetap terang benderang. Ternyata dinding ruangan itu dibuat dari batu yang memancarkan cahaya. yo sian sian menekan sebuah tombol rahasia, tiba-tiba dinding itu bergeraki dan muncul sebuah pintu rahasia- yo sian sian mengajak Tan Giok Cu masuk ke dalam. Begitu memasuki pintu itu, terbelalaklah Tan Giok Cu karena dirinya berada di sebuah ruangan yang amat indah dan besar, bahkan juga terang benderang.

"Giok Cu, mulai sekarang engkau resmi menjadi muridku," ujar yo sian sian sambil menatapnya tajam.

"Guru" panggil Tan Giok Cu sekaligus bersujud di hadapannya.

"Terimalah hormat dari murid"

"Banguniah muridku" yo sian sian tersenyum lembut dan memberitahukan.

"Mereka berempat adalah pelayanku bernama siauw Cui, siauw La n, siauw Ling dan siauw Cing. Engkau boleh panggil nama mereka."

"ya." Tan Giok Cu mengangguk

"Nona Giok Cu" ucap mereka berempat serentak sambil memberi hormat.

"Terimalah hormat kami"

"sama-sama," sahut Tan Giok Cu dan segera balas memberi hormat kepada mereka itu.

"Giok Cu," ujar yo sian sian. "Mulai besok guru akan mengajarmu Giok Li sin Kang (Tenaga sakti gadis Murni), dan engkau harus rajin-rajin belajar. "

"ya, guru"Tan Giok Cu mengangguk.

"Giok Cu" yo sian sian menatapnya sambil tersenyum."Engkau masih ingat kepada Kakak tampan itu?"

" ingat. Wajahnya selalu muncul di depan mata murid...."

Tan Giok Cu memberitahukan sambil menundukkan kepala-

"Engkau menyukainya?"

"ya."

"Berapa usiamu sekarang?"

"Sepuluh tahun, Guru."

"Baru berusia sepuluh tahun, namun cintamu sudah mulai bersemi- sungguh luar biasa" yo sian sian menggeleng-gelengkan kepala, kemudian berpesan,

"Mulai besok di saat engkau berlatih Giok Li sin Kang, tidak boleh membayangkan wajah Han Liong."

"ya, guru." Tan Giok Cu mengangguk- "Guru, Kakak tampan tidak akan melupakan murid, kan?" tanyanya mendadak.

Kalau dia berani melupakanmu, guru pasti mencabut nyawanya" sahut yo sian sian sungguh-sungguh -

"Guru—-" Bukan main terkejutnya gadis kecil itu- "Guru tidak boleh begitu- Kalau Guru mencabut nyawanya, bagaimana diriku?"

"Giok Cu" yo sian sian membelainya. " Kalau dia tidak setia kepadamu, engkau harus membunuhnya. Tapi itu adalah urusan kelak, jangan dibicarakan sekarang"

"ya, Guru." Tan Giok Cu mengangguk,-

Keesokan harinya, mulailah yo sian sian mengajar Tan Giok

Cu Giok Li sin Kang....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar