Mutiara Hitam Chapter 3

Kho Ping Hoo, Mutiara Hitam, Bab 11-15. ‘Dua orang iblis dari mana berani mengacau pertemuan Khong-sim Kai-pang?! Teriakan ini keluar dari mulut Gak-lokai dan Ciam-lokai yang sudah melompat maju dan menerjang dengan tongkat mereka.
Anonim
 Chapter 03

Secara kebetulan, Kam Sian Eng menemukan kitab-kitab pusaka peninggalan Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian (Ibu kandung Suling Emas) dalam istana bawah tanah.

Dalam keadaan setengah gila ia mempelajari semua kitab-kitab itu setelah berhasil membunuh Suma Boan bekas kekasihnya itu. Ia menyembunyikan diri dan tekun mempelajari kitab-kitab pusaka, yaitu kitab-kitab pusaka yang dahulu dicuri dari partai-partai persilatan besar oleh Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian. Tentu saja Kam Sian Eng yang memang tadinya sudah memiliki dasar-dasar ilmu silat tinggi, makin lama menjadi makin hebat kepandaiannya sehingga sukar untuk di bayangkan lagi. Hebat dan juga mengerikan karena pikirannya yang setengah gila itu membuat ia kadang-kadang mempelajari ilmu kesaktian secara keliru yang akibatnya membuatnya menciptakan ilmu-ilmu yang dahsyat seperti ilmu iblis!

Wanita aneh yang muncul di Khitan dan menculik anak perempuan Ratu Yalina itu bukan lain adalah Kam Sian Eng! Tadinya, selagi pikirannya waras dan ia terkenang kepada adik angkatnya di Khitan, Kam Sian Eng bermaksud mengunjungi adiknya yang kini menjadi ratu itu. Secara kebetulan sekali ia tiba di Khitan pada malam hari dan dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi ia memasuki istana dan alangkah herannya ketika ia melihat betapa dalam kamar rahasia itu adik angkatnya yang menjadi Ratu Khitan sedang melahirkan!

Bagaikan disambar petir rasa hati Kam Sian Eng. Dengan air mata bercucuran ia melihat keadaan adik angkatnya dari tempat sembunyinya di atas genteng. Terbayanglah ia akan pengalamannya sendiri. Seperti adik angkatnya ini, ia pun pernah melahirkan anak tanpa ayah! Perbuatan Suma Boan terhadap dirinya telah membuatnya mengandung. Inilah sebetulnya yang membuat batinnya tertekan, membuat ia menjadi makin gila, membuat ia menyembunyikan diri dari dunia ramai, seorang diri di dalam istana bawah tanah. Di situ pula ia seorang diri melahirkan seorang anak laki-laki! Hal itu telah terjadi setahun yang lalu. Dan untuk merawat anaknya terpaksa ia pergi menculik seorang wanita yang mempunyai anak kecil dan memaksa wanita itu untuk selamanya tinggal di dalam istana bawah tanah untuk menyusul dan merawat anaknya! Betapa sedih hati ibu muda yang diculik itu, sukarlah untuk diceritakan. Ia dipaksa iblis betina itu bercerai dari anaknya yang baru berusia dua bulan, untuk dikeram dan hidup di bawah tanah! Akan tetapi, Kam Sian Eng bersikap baik kepadanya dan anak kecil yang mungil itupun sedikit banyak menghibur hatinya, menjadi pengganti anaknya sendiri, seorang anak laki-laki yang entah kapan dapat ia lihat kembali.

Kenangan yang pahit itu membuat penyakit gila Sian Eng kambuh pada saat ia mengintai di kamar Ratu Yalina. Ia mendengarkan semua percakapan, kemudian membatalkan pertemuannya dengan Ratu Yalina dan mengikuti nenek dukun beranak, membunuhnya dan menculik anak perempuan adik angkatnya! Ia sama sekali tidak peduli bahwa perbuatannya ini tentu akan menghancurkan hati Yalina yang kehilangan seorang diantara anak kembarnya!

Dapat dibayangkan betapa kaget dan heran hati ibu muda yang merawat anak Kam Sian Eng ketika pada hari itu wanita yang dianggapnya iblis betina, amat ditakuti akan tetapi diam-diam juga amat dikasihinya itu tiba-tiba pulang membawa seorang anak perempuan yang masih merah kulitnya!

Ya Tuhan! Kouwnio (Nona), apa pula yang kaulakukan ini? Anak siapa ini? Mana Ibunya . ?! Wanita itu berseru sambil membelalakkan matanya. Bahkan Suma Kiat, anak laki-laki berusia setahun yang digendongnya juga memandang dengan mata terbelalak kepada bayi yang dipondong ibunya.

Kam Sian Eng tertawa. Berhadapan dengan orang luar, wanita ini tidak pernah tertawa, akan tetapi terhadap wanita yang diculik dan dipaksanya merawat anaknya itu ia bersikap seperti saudara. Hal ini tidak mengherankan oleh karena memang hanya Phang Bi Li ibu muda inilah yang menjadi temannya di dalam tempat rahasia di bawah tanah.

Hi-hik! Enci Bi Li, kau kubawakan seorang keponakan baru, seorang bayi perempuan yang mungil untuk menjadi teman bermain Kiat-ji (Anak Kiat) kelak. Kaulihat, lucu dan mungil, bukan? Namanya. hemm, coba kucarikan yang baik. Kwi Lan, ya. Kwi Lan. Kam Kwi Lan. Hi-hi-hik!!

Wanita itu segera menerima anak perempuan tadi dari tangan Sian Eng. Memang benar, anak itu mungil dan cantik sekali. Phang Bi Li menahan isak teringat akan anaknya sendiri yang ditinggalkan dalam usia dua bulan! Segera Kwi Lan, anak itu merampas hatinya dan dirawatnya penuh cinta kasih seperti anaknya sendiri. Juga Kam Sian Eng biarpun kadang-kadang kumat gilanya, tak pernah lupa akan segala keperluan Kwi Lan sehingga karena Bi Li sudah tidak menyusui Kiat-ji lagi, wanita aneh itu lalu merampas lembu betina, dibawa masuk ke dalam istana bawah tanah dan dipelihara untuk diambil air susunya.

Karena tempat persembunyian itu merupakan gudang pusaka-pusaka berupa kitab pelajaran pelbagai ilmu silat yang tinggi dan aneh-aneh, maka kedua anak itu, Kiat-ji dan Kwi Lan, semenjak kecil digembleng oleh Kam Sian Eng. Bahkan Bi Li, wanita dusun yang tadinya hanya seorang wanita muda yang lemah, karena setiap hari berkumpul dengan Sian Eng, mulai pula memperhatikan dan belajar ilmu silat!

Setelah dua orang anak itu mulai besar, berusia sepuluh tahun, Phang Bi Li menyatakan kekhawatirannya. Sian-kouwnio, aku tidak peduli kalau kau akan mengeram dirimu selama hidup dalam gedung kuburan ini! Juga aku tidak memikirkan lagi diriku sendiri yang sudah kaupaksa tinggal bersamamu di sini. Aku anggap diriku sudah mati seperti engkau sendiri mati dari dunia luar. Akan tetapi, engkau harus ingat kepada puteramu! Juga harus ingat kepada Kwi Lan. Dua orang anak itu, anak-anak yang tidak punya dosa, yang tidak tahu apa-apa, mengapa hendak kau kubur hidup-hidup di tempat ini? Mereka berhak menikmati hidup di atas tanah di dunia ramai seperti semua anak lain di dunia ini !!

Hik-hik, engkau salah besar, Enci Bi Li! Tempat ini aman tentram, penuh damai dan di sini kita tidak usah mengkhawatirkan apa-apa. Sekali kita muncul di atas tanah dan bertemu dengan orang, akan timbullah keributan dan malapetaka. Bergaul dengan manusia di dunia ramai berarti terjun ke dalam jurang penuh keributan dan penderitaan!! Setelah berkata demikian, tiba-tiba Sian Eng menangis tersedu-sedu dan tidak mau bicara lagi kepada Bi Li!

Akan tetapi, berbulan-bulan lamanya Bi Li tidak pernah bosan untuk membujuk dan membujuk lagi. Apa yang keluar dari mulut wanita ini memang sesungguhnya suara yang keluar dari hatinya. Ia sudah putus asa untuk dirinya sendiri. Ia sudah tidak ingin bertemu dengan keluarganya, karena oleh suami dan keluarganya tentu ia dianggap seorang wanita durjana yang meninggalkan anak yang masih kecil. Selain itu! ia pun, amat mencintai Kwi Lan yang dianggapnya anak sendiri. Ia tidak suka kepada Suma Kiat sungguhpun ketika masih kecil anak itu menyusu dadanya. Anak ini amat nakal.

Tidak! Aku tidak sudi hidup di atas tanah bergaul dengan dunia ramai yang palsu dan keji!! Sian Eng berkali-kali menjerit marah kalau dibujuk oleh Bi Li.

Kalau kau tidak mau aku pun tidak memaksa atau menyuruhmu keluar dari kuburan ini Sian-kouwnio!. Aku hanya menuntut untuk dua orang anak itu. Kenapa engkau begini angkuh? Kalau kita membuat bangunan sederhana di atas kuburan ini, dan memembiarkan dua orang anak ini hidup di udara bebas, dan engkau sendiri sembunyi di sini, bukankah bagimu sama juga? Kalau kau ingin bertemu dengan kami bertiga tinggal panggil saja dan kami tentu sewaktu-waktu akan turun ke sini. Sian-kouwnio! biarpun engkau tidak pernah bercerita aku tahu bahwa engkau adalah seorang wanita sakti keturunan orang gagah yang berkedudukan tinggi. Aku dapat menduga bahwa dahulu kau telah mengalami tekanan batin dan menderita patah hati. Akan tetapi, mengapa karena itu engkau lalu hendak menghukum puteramu sendiri dan Kwi Lan yang tidak dosa?!

Akhirnya dibujuk oleh Bi Li yang diperkuat oleh kedua anak itu yang selalu rewel minta diperbolehkan melihat keadaan di luar, terpaksa Sian Eng mengalah.

Akan tetapi aku pesan, tidak boleh kalian meninggalkan hutan di atas Istana ini. Kalau melanggar aku takkan mengampuni nyawa kalian. Biar Kiat Ji sendiri akan kubunuh mampus kalau berani melanggar!! ancamnya dengan suara bengis dan mata bersinar ganas.

Akan tetapi ancaman yang akan membuat orang lain merasa ngeri ini, seperti tidak didengar oleh Phang Bi Li, Suma Kiat dan Kwi Lan. Mereka bertiga sudah menjadi girang sekali. Segera mereka dibantu pula oleh Sian Eng yang masih terus mengomel sepanjang hari keluar dari pintu rahasia dan mulai membangun sebuah pondok sederhana di dalam hutan di atas istana bawah tanah itu.

Cara Kam Sian Eng menggembleng ilmu silat kepada dua orang anak itu amat luar biasa, Mula-mula ia mengajarkan dasar-daser ilmu silat disamping mengajar ilmu membaca. Setelah kedua orang anak itu berusia sepuluh tahun dan pandai membaca, ia menyuruh mereka membaca kitab-kitab pusaka yang berisi ilmu-ilmu silat tinggi, peninggalan Tok-siauw-kwi. Kitab-kitab ini adalah kitab-kitab rahasia yang mengandung pelajaran pelik dan gawat, bukan ilmu silat biasa.

Tentu saja kedua orang anak itu, terutama sekali Suma Kiat yang otaknya tidak begitu cerdas, amat sukar menyelami isinya. Dan celakanya, ketika mereka bertanya kepada Sian Eng, mereka mendapat penjelasan yang sebenarnya menyimpang daripada pelajaran sesungguhnya. Sian Eng sendiri melatih diri dengan ilmu-ilmu silat tinggi secara keliru sehingga ilmu silat tinggi yang diciptakan orang-orang sakti itu berubah menjadi ilmu dahsyat seperti ilmu ciptaan iblis sendiri! Dengan bekal ilmu pengetahuan yang amat kurang ditambah sukar dan tingginya isi kitab-kitab pusaka, kemudian digembleng oleh seorang yang sudah sesat ilmunya seperti Kam Sian Eng, tentu saja kedua orang anak itupun menjadi pelajar-pelajar ilmu sesat. Namun karena mereka memang berbakat, mereka berhasil memiliki ilmu-ilmu yang amat hebat dan mengerikan.

Diam-diam Kam Sian Eng merasa kagum kepada Kwi Lan. Anak ini amat cerdas, jauh lebih cerdas daripada puteranya sendiri. Kwi Lan mempunyai watak haus akan pelajaran, tidak takut akan kesukaran sehingga diantara kitab-kitiab Pusaka itu, Kwi Lan memilih yang sukar-sukar. Justru sifat kitab-kitab pusaka itu, makin sukar dimengerti, makin sukar dipelajari, makin tinggilah mutunya! Juga Kwi Lan amat tekun berlatih sehingga Suma Kiat yang usianya setahun lebih tua itu tertinggal olehnya.

Semenjak Kwi Lan pandai bicara, menyuruh anak itu menyebut bibi kepadanya. Karena kurang pergaulan dengan anak-anak lain, ketika masih kecil, Kwi Lan tidak dapat membedakan mengapa Suma Kiat yang ia sebut suheng (kakak seperguruan) itu menyebut ibu sedangkan ia sendiri menyebut bibi kepada wanita yang ia anggap sebagai orang paling baik di dunia ini setelah Bibi Bi Li. Memang Phang Bi Li amat kasih kepada Kwi Lan, menganggap anak itu anak kandungnya sendiri. Akan tetapi Sian Eng juga amat baik terhadapnya. Biarpun wataknya kadang-kadang aneh, namun terhadap Kwi Lan ia tidak pernah marah-marah.

Ketika Kwi Lan berusia dua belas tahun dan sudah dua tahun lamanya tinggal di pondok di atas tanah, mulailah Kwi Lan melihat perbedaan-perbedaan. Mulailah ia bertanya-tanya kepada Bi Li tentang perbedaan-perbedaan itu.

Bibi, kenapa Kiat-suheng menyebut Ibu kepada Bibi Sian?! demikian tanyanya pada suatu sore ketika mereka berdua pergi memetik bunga dalam hutan. Ketika itu Suma Kiat turun ke bawah, dipanggil ibunya.

Kenapa? Ah, Lan Lan, alangkah anehnya pertanyaanmu ini. Tentu saja karena Kiat-li memang anaknya!! Karena tidak kuasa menyelami hati dan pikiran Kwi Lan, maka Bi Li menganggap pertanyaan itu wajar-wajar tapi bodoh.

Kwi Lan masih tetap memilih dan memetik bunga, membantu Bi Li.

Kalau aku, kenapa aku harus menyebut Bibi Sian kepadanya?!

Masih tidak sadar akan nada suara aneh dalam pertanyaan ini, Bi Li menjawab.

Anak bodoh, tentu saja engkau menyebut Bibi karena engkau bukan anaknya.!

Kwi Lan menggigit bibirnya yang tiba-tiba gemetar. Setelah menekan hatinya, ia berkata lagi.

Bibi Bi Li, kau dulu pernah bilang ketika Kiat-suheng bertanya tentang ayahnya bahwa dia boleh bertanya kepada Bibi Sian. Bibi Sian marah-marah ketika ditanya dan memaki-maki, bilang bahwa ayah Kiat-suheng sudah mampus. Kemudian Bibi Sian menangis menggerung-gerung. Semenjak itu, Kiat-suheng tidak berani bertanya-tanya lagi tentang ayahnya. Benarkah, Bibi, bahwa Ayah Kiat-suheng telah mati?!

Bi Li mengerutkan keningnya, lalu berkata sambil menarik napas panjang, Bibi Sian-mu itu memang aneh. Aku sendiri tidak tahu. Akan tetapi kalau dia bilang demikian, agaknya memang benar bahwa ayah Kiat-ji telah meninggai dunia.!

Hening sejenak dan mereka melanjutkan pekerjaan memetik bunga.

Bibi Bi Li.. kalau.. Ayah dan Ibuku.. siapakah mereka? Di mana mereka..?!

Bi Li tersentak kaget bagaikan disengat lebah. Cepat ia menoleh dan melihat betapa wajah Kwi Lan menjadi pucat, sepasang matanya memandang tajam kepadanya, bibirnya yang pucat menggigil dan anak itu hampir menangis! Barulah tahu Bi Li bahwa sejak tadi, terjadi hal-hal yang hebat dalam hati dan pikiran anak yang amat disayangnya itu. Baru terbuka matanya bahwa anak ini mulai mengerti dan mencari ayah bundanya. Ia menjadi terharu, mengeluh perlahan lalu merangkul Kwi Lan. Tak tertahan lagi air matanya menetes-netes ketika ia mencium pipi Kwi Lan dan menariknya duduk di atas rumput.

Lan Lan, Anakku sayang.. kau.. kau.. adalah Anakku, Lan Lan.!

Kwi Lan balas pelukan dan ciuman wanita yang semenjak ia kecil telah merawatnya penuh kasih sayang itu. Kemudian ia berkata, ada suaranya mendesak. Bibi Bi Li, kalau engkau Ibuku, mengapa selama ini aku dibohongi? Dan kalau benar aku anak kandungmu, mengapa aku tidak menyebut Ibu, melainkan Bibi kepadamu? Bibi Bi Li, harap jangan membohongi aku lagi, aku sudah besar dan dapat membedakan kebohongan atau bukan. Bibi, katakanlah, siapakah Ayah Bundaku dan di mana mereka sekarang? Mengapa aku bisa terpisah dari mereka dan berada di sini?!

Tiba-tiba Bi Li menangis sedih. Teringat ia akan keadaannya sendiri. Dia sendiri dipaksa berpisah dari suaminya dan dari anaknya yang baru berusia dua bulan! Sedangkan Kwi Lan ini dibawa datang oleh Sian Eng sejak masih bayi, agaknya dipaksa berpisah dari ibu kandungnya!

Aku tidak tahu, Anakku.. aku sendiri sama sekali tidak tahu tentang dirimu sedangkan aku sendiripun dipaksa berpisah dari suami dan anak..!

Kwi Lan tercengang. Ia merangkul wanita itu dan bertanya Apa yang terjadi, Bibi?!

Setelah mengeringkan air mata dan berkali-kali menghela napas Bi Li lalu bercerita. Suamiku seorang penebang pohon dan kami hidup bahagia di dalam dusun. Ketika itu, aku baru berusia dua bulan, melahirkan seorang anak laki-laki. Pagi hari itu, selagi suamiku pergi menebang pohong datang Sian-kouwnio, menangkap dan membawaku pergi meninggalkan Anakku dibawa ke sini.. sampai sekarang..!

Apa..?! Kwi Lan membelalakkan matanya yang jeli. Mengapa..?!

Bi Li tersenyum pahit. Untuk merawat dan menyusui Kiat-ji.!

Anak kandungnya sendiri? Mengapa? Mengapa harus engkau yang menyusuinya, Bibi?!

Bi Li menggeleng-geleng kepalanya. Entahlah. Selamanya Bibimu Sian itu seorang aneh luar biasa. Klat-ji memang anak kandungnya, akan tetapi ia menyuruh aku menyusui dan merawatnya. Ahhh, nasibku sama dengan si Belang..!

Kwi Lan makin heran. Si Belang adalah nama lembu betina yang dipelihara di bawah tanah dan sekarang sudah sangat tua.

Apa maksudmu, Bibi Bi Li?!

Dengan senyum pahit di bibir, Bi Li menjawab, Aku dipaksa ke sini untuk menyusui Kiat-ji, sedangkan si Belang dipaksa ke sini untuk menyusui engkau, Kwi Lan. Setahun setelah aku berada di sini, si Belang didatangkan oleh Sian-kouwnio untuk diambil air susunya untukmu.!

Dan.. aku.. dari manakah aku, Bibi..?! Wajah Kwi Lan pucat dan suaranya mengandung isak.

Aku tidak tahu, Anakku. Aku tidak tahu apa-apa.!

Tiba-tiba Kwi Lan menjatuhkan semua kembang yang dipegangnya. Kini wajahnya menjadi merah, matanya mengeluarkan kilat dan kedua tangannya yang kecil dikepal. Wajahnya yang cantik mungil itu kini nampak beringas mengancam.

Kalau begitu Bibi Sian jahat sekali! Kau dipaksa berpisah dari suami dan anak, sedangkan aku dipaksa berpisah dari Ayah dan Ibu! Sekarang juga aku akan bertanya kepadanya, Bibi. Dia harus memberi keterangan sejelasnya!!

Ssttt, anak bodoh, apa yang hendak kau lakukan ini?! Bi Lian memeluknya erat-erat dengan wajah penuh kekhawatiran. Apakah engkau masih belum melihat betapa Bibimu Sian itu seorang yang amat luar biasa wataknya? Kau tidak boleh bertanya apa-apa kepadanya, tidak boleh membikin susah atau marah kepadanya.!

Mengapa tidak boleh, Bibi?! Kwi Lan bertanya kecewa, akan tetapi mulai membayang pula di hatinya kini rasa takut dan jerih terhadap bibinya yang selalu bersembunyi di bawah tanah itu.

Kwi Lan, apapun juga yang telah terjadi dengan kita, namun engkau sendiri tentu telah merasa betapa baiknya sikap Sian-kouwnio terhadap kita. Segala kebutuhan kita dicukupi, bahkan engkau dianggap seperti anak sendiri, dirawat dan dididik tiada bedanya dengan Kiat-ji, putera kandungnya. Aku pun telah mendapat perlakuan yang amat baik sehingga harus kuakui bahwa keadaan hidupku di sini jauh lebih baik daripada ketika masih tinggal di dusun yang kadang-kadang menderita kurang makan. Makan pakaian cukup, aku pun diberi kebebasan, dan bahkan dilatih ilmu silat. Karena kebaikannya yang ia limpahkan kepada kita inilah, maka sekali-kali kita tidak boleh membikin susah hatinya. Aku tahu, dibalik keadaannya yang serba aneh luar biasa itu, tersembunyi penderitaan batin yang amat hebat pada diri Sian-kouwnio. Ia patut dikasihani. Agaknya ia menculik kita berdua bukan karena jahat, melainkan terpaksa. Ia menculikku karena ia membutuhkan air susuku untuk memelihara puteranya. Kemudian ia menculikmu karena.. agaknya, dia ingin puteranya mendapatkan teman bermain-main.!

Tapi ia tidak peduli betapa anak kandungmu sendiri kehilangan Ibu, dan betapa Ayah-bundaku kehilangan anak!! Kwi Lan membantah.

Benar, akan tetapi memang demikianlah watak sebagian besar manusia. Kepentingan sendiri selalu menutupi kepentingan lain orang.! Bi Li menarik napas panjang. Kita pun tidak boleh membikin marah kepadanya, karena dia seorang aneh luar biasa, kalau sekali ia marah, agaknya ia tidak akan segan-segan untuk sekali turun tangan membunuh kita berdua!! Bi Li bergidik ngeri. Akan tetapi Kwi Lan sama sekali tidak merasa takut, bahkan bertanya dengan suara menuntut.

Bibi, kalau kau melarang aku membikin susah dan membikin marah Bibi Sian, habis apakah aku harus tinggal diam saja dipaksa berpisah dari Ayah Bunda kandungku?! Kini Kwi Lan tidak menangis lagi karena kemarahan memenuhi hatinya.

Bi Li memeluknya dan mengelus-elus rambutnya. Anakku yang baik, sama sekali bukan begitu maksudku. Kau harus bersabar, Anakku. Kau tahu bahwa yang tahu akan rahasia dirimu hanyalah Sian-kouwnio seorang. Hanya dari dialah engkau akan dapat mengetahui siapa Ayah Bundamu. Karena itu, engkau harus bersabar. Kalau sekarang kautanyakan hal itu kepadanya dan dia tidak mau mengaku malah marah, engkau akan bisa berbuat apakah? Jangan-jangan engkau malah akan dibunuhnya! Lebih baik engkau tekun belajar, memperdalam kepandaianmu karena kepandaian silat itu merupakan bekalmu kelak kalau Sian-kouwnio tidak mau mengaku, untuk kaupakai mencari sendiri orang tuamu.!

Terbukanya rahasia tentang keadaan dirinya inilah yang membuat Kwi Lan, makin tekun dan giat belajar. Dia seorang gadis yang keras hati, yang tahan menderita. Biarpun setiap saat pertanyaan tentang ayah ibunya sudah berada di ujung lidah, namun ia dapat selalu menekan dan menelannya kembali, tidak mau bertanya akan hal itu kepada Sian Eng yang makin lama menjadi makin kagum saja akan keadaan keponakan dan muridnya ini Semua kitab simpanan dilalap! habis oleh Kwi Lan bahkan kitab-kitab yang oleh Sian Eng sendiri kurang dimengerti. oleh Kwi Lan dihafal di luar kepala! Memang seperti tidak ada gunanya baginya, karena tidak ada yang menerangkan artinya, juga Sian Eng tidak mengerti. namun Kwi Lan menghafalnya di luar kepala dengan keyakinan bahwa kelak tentu ada gunanya. Dalam hal kemajuan ilmu silat, Suma Kiat tertinggal jauh oleh Kwi Lan sehingga kadang-kadang Sian Eng merenung seorang diri.

Tidak aneh! Kwi Lan keturunan seorang sakti seperti Suling Emas, sedangkan Kiat-ji anak bajingan macam Suma Boan!! Lalu ia menangis seorang diri, menangisi kematian Suma Boan, putera pangeran yang amat dikasihinya, juga amat dibencinya sehingga kedua tangannya sendirilah yang membunuh Suma Boan.

Dua tahun kemudian ketika Kwi Lan telah berusia empat belas tahun pada suatu pagi gadis cilik ini bersama Phang Bi Li mencari kembang seperti dua tahun yang lalu di dalam hutan, tidak jauh dari pondok mereka.

Bagaimana kalau sekarang aku bertanya kepada Bibi Sian tentang orang tuaku, Bibi Bi Li?!

Bi Li menggeleng kepala. Belum waktunya, Kwi Lan. Sedikitnya lima tahun lagi, kalau engkau sudah betul-betul kuat, baru kau boleh bertanya.!

Selagi Kwi Lan hendak bicara lagi, tiba-tiba Bi Li memandangnya dan menaruh telunjuk di bibir. Ssshh, tidakkah kau mendengar sesuatu?!

Kwi Lan mendengarkan penuh perhatian. Ada orang bertempur..!! Akhirnya ia berkata.

Bi Li mengangguk. Agaknya tidak jauh dari sini. Mari kita lihat, akan tetapi kita harus bersembunyi.!

Berlari-larianlah mereka ke arah suara beradunya senjata tajam. Tak lama kemudian sampailah mereka ke tempat bertempur tadi, di pinggir hutan. Mereka bersembunyi di balik pohon-pohon sambil mengintai.

Kiranya yang bertanding itu adalah seorang laki-laki berusia kurang lebih empat puluh tahun, berpakaian seperti seorang jembel miskin sekali, pakaiannya penuh tambalan dan amat butut, melawan pengeroyokan empat orang lain yang pakaiannya juga penuh tambalan. Hanya bedanya, kalau orang pertama yang dikeroyok itu pakaiannya butut dan kotor, adalah pakaian empat orang yang mengeroyok ini, biarpun penuh tambalan, amat bersih dan tambalannya juga berkembangkembang.

Ilmu kepandaian pengemis butut itu lumayan demikian Kwi Lan yang menonton berpikir. Senjatanya hanya sebatang tongkat, akan tetapi gerakannya gesit dan tenaganya besar. Betapapun juga, menghadapi pengeroyokan empat orang pengemis bersih ia nampak repot. Empat orang lawannya itu memegang tongkat yang lebih besar dan panjang, dan biarpun gerakan mereka tidak secepat gerakan Si Pengemis butut, namun ilmu silat mereka lihai dan tenaga mereka tidak kalah besarnya. Selain ini, tempat pertandingan itu dikurung oleh belasan orang pengemis baju bersih yang bersorak menjagoi empat orang kawan mereka dan mengejek Si Pengemis baju butut. Agaknya pertandingan itu sudah berlangsung cukup lama dan tampak betapa pengemis berpakaian butut itu sudah payah. Tubuhnya penuh luka-luka dan napasnya sudah terengah-engah pucat. Namun masih terus melawan penuh semangat.

Aiihhh..!!

Seruan ini mengagetkan hati Kwi Lan. Ketika ia menoleh ke kiri, ia melihat betapa Bi Li memandang dengan mata, terbelalak dan muka pucat sekali ke arah pertempuran. Kemudian, nyonya itu meloncat ke depan bagaikan seekor harimau betina, langsung menerjang tempat pertandingan dan begitu kaki tangannya bergerak, empat orang pengeroyok itu terlempar ke empat jurusan Phang Bi Li cepat menghadapi pengemis baju butut itu sambil berseru suaranya gugup.

Kau.. kau.. bukankah engkau Tang Sun..?!

Pengemis baju butut itu terhuyung-huyung saking lelahnya, mengeluh panjang ketika memandang Bi Li, kemudian berkata lemah.

Bi Li.. ! Kau. Bi Li..? Ah, tidak mungkin..!

Sepasang mata Bi Li sudah bercucuran air mata. Aku betul Bi Li isterimu!!

Pengemis itu terbelalak memandang, napasnya serasa terhenti. Bi Li..? Aduh.. Hauw Lam.. Hauw Lam.. di manakah engkau..? Ini Ibumu, Nak..!! Pengemis bernama Tang Sun itu terguling dan roboh pingsan! Untung Bi Li cepat meloncat dan menubruknya sehingga ia tidak sampai terbanting, akan tetapi alangkah kaget hati Bi Li ketika melihat dia ternyata telah terluka hebat, bahkan tulang iganya ada yang patah-patah. Kiranya laki-laki yang ternyata adalah suaminya ini tadi melakukan perlawanan mati-matian dan nekat dalam keadaan terluka parah mendekati mati! Cepat ia merebahkan suaminya, memanggil-manggil namanya dan menangis.

Sementara itu, sejenak para pengemis baju bersih yang belasan orang jumlahnya tercengang menyaksikan betapa sekali bergerak, wanita setengah tua itu telah membuat empat orang kawan mereka terlempar dan jatuh terbanting tidak mampu bangkit lagi, hanya mengaduh-aduh karena tulang lengan dan kaki mereka patah-patah! Kini melihat betapa pengemis baju butut roboh pingsan dan wanita itu berlutut menangis, timbul kegarangan mereka.

Perempuan liar darimana berani mengganggu kami?! bentak seorang di antara mereka yang bermuka bopeng koban penyakit cacar. Hayo hajar dia!! perintah Si Muka Bopeng ini dengan suara keras. Enam orang pengemis yang tubuhnya tinggi besar dan agaknya menjadi jagoan mereka di samping empat orang pengeroyok yang sudah roboh oleh Bi Li, kini menerjang maju dengan senjata mereka yang sama, yaitu tongkat sebesar lengan setinggi orang.

Saat itulah Kwi Lan turun tangan. Sekali ia menggerakkan kakinya, ia telah melompat dan bukan main kagetnya enam orang pengemis tinggi besar melihat bayangan berkelebat seperti seekor burung terhang dan tahu-tahu seorang gadis remaja yang cantik jelita telah berdiri di depan mereka sambil bertolak pinggang! Akan tetapi setelah melihat bahwa yang muncul menghadang hanyalah seorang gadis cilik belum dewasa dan bertangan kosong pula, mereka memandang rendah dan tertawa.

Ho-ho-ha-ha! Cucuku yang mungil. Minggirlah, Engkongmu (Kakekmu) tidak ada waktu untuk melayanimu.! teriak seorang di antara mereka yang kepalanya gundul.

Eh, Nona cilik yang manis. Apakah engkau menantang berpacaran? Minggirlah lebih dulu, tunggu kalau aku selesai membikin mampus anjing betina tua itu, baru aku layani kau, heh-heh-heh!! kata seorang pengemis tinggi bermuka hitam.

Kwi Lan semenjak kecil berwatak riang gembira, jenaka dan pandai bicara. Hal ini diketahui baik oleh Phang Bi Li, apalagi oleh Suma Kiat yang selalu kalah berdebat. Dan hanya di depan Sian Eng saja gadis ini tunduk dan berubah pendiam. Kini menghadapi orang-orang yang menimbulkan kemarahan di hatinya itu, muncul pula sikapnya yang ugal-ugalan, Sambil tersenyum mengejek ia berkata.

Wah, kalian ini sekumpulan monyet tua tidak tahu malu, berhati palsu, curang dan selayaknya dihajar! Melihat pakaian kalian, jelas bukan orang miskin, akan tetapi sengaja ditembel-tembel biar dianggap pengemis. Ini tandanya kalian bukan pengemis karena keadaan melainkan orang-orang berjiwa pengemis! Lalu mengandalkan jumlah banyak mengeroyok orang malah menghina wanita, ini tandanya kalian berwatak rendah, hina, dan curang! Paling akhir, pandang mata kalian dan ucapan-ucapan tadi menandakan bahwa kalian bersifat kurang ajar, tak tahu sopan santun, maka kalian sudah sepatutnya diberi hajaran biar kapok!!

Mengapa melayani mulut seorang anak nakal? Tangkap dulu dia, kita bawa pulang!! teriak Si Muka Bopeng yang tertarik melihat kelucuan dan kecantikan Kwi Lan, juga berbareng mendongkol karena enam orang anak buahnya dijadikan bahan mainan gadis cilik itu.

Serentak enam orang pengemis tinggi besar itu menerjang Kwi Lan. Mereka seperti berlumba, hampir berbareng tangan mereka diulur dan menubruk untuk menangkap Kwi Lan. Karena perintah kepala mereka bukan membunuh melainkan menangkap, pula karena mereka sendiri pun tidak ingin membunuh gadis cilik yang cantik ini, maka mereka tidak menggunakan tongkat untuk menerjang. Hal ini amatlah menguntungkan, bukan bagi Kwi Lan melainkan bagi enam orang pengemis itu sendiri! Karena sedangkan penyerangan sendiri! Karena sedangkan penyerangan dengan tangan kosong mereka itu saja sudah mendatangkan akibat yang hebat, apalagi kalau mereka menggunakan senjata, tak terbayangkan betapa hebat akibatnya.

Penyerangan itu bertubi-tubi datangnya, saling susul. Akan tetapi, begitu ada tangan menjangkau ke arahnya, Kwi Lan hanya bergerak sedikit, menyambut dengan tangannya sendiri yang kecil dan.. plaakk!! tangan yang besar ini membalik dan menghantam muka Si Penyerang sendiri. Suara plakk! disusul aduhh!! terdengar susul-menyusul dan enam orang itu sudah terhuyung-huyung, ada yang roboh dan mereka semua mengerang kesakitan karena yang paling ringan di antara mereka sudah remuk hidungnya, terkena hantaman tangan sendiri yang secara aneh telah membalik. Lebih hebat adalah Si Muka Hitam, karena tangannya tadi terbuka jari-jarinya hendak mencengkeram dada Si Gadis Cilik, ketika membalik masih dalam keadaan mencengkeram dan tak dapat dicegah lagi, mata kirinya tertusuk jari tangannya sehingga biji matanya tercokel keluar! Adapun Si Kepala Gundul, tepat kena hantaman kepalanya oleh tangannya sendiri sehingga di kepalanya tumbuh tanduk dan ia roboh pingsan, agaknya mengalami gegar otak! Yang lain-lain, sebagian besar kehilangan hidung, atau setidaknya yang hidungnya agak mancung menjadi pesek karena ujungnya telah remuk berikut tulang muda batang hidung!

Semua pengemis baju bersih tertegun, apalagi ketika mendengar gadis cilik itu berkata mengejek, Baru bisa mainkan sedikit ilmu silat Khong-thong-pai yang digerakkan secara ngawur saja kalian sudah sombong! Benar-benar tak tahu malu!!

Si Muka Bopeng cepat melompat maju dengan tongkat melintang. Wajahnya yang bopeng menjadi merah sekali, dan diam-diam ia pun merasa heran. Tidak dapat disangkal lagi, ilmu silat yang dipelajari anak buahnya memang ilmu silat Kong-thong-pai, karena dia adalah seorang murid pelarian dari Kong-thong-pai. Akan tetapi, ilmu tongkat dan ilmu silatnya sudah terkenal, sukar dicari bandingnya dan karena itu pula ia dipercaya oleh para pimpinan pengemis baju bersih untuk memimpin pasukan pengemis di daerah itu, mengepalai pasukan pengemis lima puluh orang banyaknya. Sekarang, bocah ini telah mengenal ilmu silat anak buahnya, tidak hanya mengenal, malah mengejek!

Eh, bocah bermulut lancang den sombong! Kau tahu apa tentang Ilmu silat Kong-thong-pai?!

Mengapa tidak tahu? Apa kaukira ilmu silat Kong-thong-pai yang paling hebat di muka bumi ini? Huh, ilmu silat Kong-thong-pai tidak banyak ragamnya, tidak menang banyak dengan jumlah bopeng di mukamu.!

Saking marahnya, Si Muka Bopeng mencak-mencak dan membanting tongkatnya sampai menancap setengahnya di atas tanah. Keparat aku murid Kong-thong-pai yang jagoan, tahu?!

Kwi Lan memang nakal. Ia membusungkan dada dan menghampiri tongkat itu. Membanting tongkat seperti itu apa susahnya? Aku pun bisa. Lihat!! Ia menggunakan tangan kanan menangkap sisa tongkat yang tampak di atas tanah, diam-diam mengerahkan tenaga sakti lalu mengangkat terus membanting.

Krakk.. cappp!! Tongkat itu ketika ia cabut telah patah di tengah-tengahnya, tepat di permukaan tanah, kemudian ketika tongkat sepotong itu ia tancapkan, benda itu amblas ke dalam tanah tak tampak lagi!

Si Muka Bopeng melongo, juga anak buahnya berseru kaget. Hal ini membuat Si Muka Bopeng marah sekali. Sambil berseru keras ia menerjang dengan pukulan Serbu Masuk Guha Harimau. Pukulan ini keras sekali dan mengarah dada Kwi Lan. Sebuah serangan keterlaluan bagi seorang laki-laki berusia empat puluh tahun terhadap seorang gadis berusia empat belas tahun. Selain serangan maut, juga tidak sopan. Akan tetapi Kwi Lan berseru sambil mengejek.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar