Bab 18
Tokoh-tokoh kang-ouw belum ada yang tampak. Hari masih
terlampau pagi agaknya. Akan tetapi Suling Emas sudah kelihatan duduk di ujung
kursi kehormatan. Di sebelahnya duduk Bu Sin yang bercakap-cakap dengannya
sambil tersenyum-senyum dan wajahnya berseri-seri.
˜Sungguh, Song-koko, kau telah mempermainkan kami
adik-adikmu bertiga secara hebat! Setengah mati kami mencarimu, sampai
mengalami hal-hal yang sengsara dan berbahaya. Mengapa kau tidak mengaku terus
terang bahwa pendekar besar Suling Emas adalah kakak kami Kam Bu Song?!
Suling Emas menahan senyumnya sehingga mukanya tampak
berduka, lalu ia menggeleng-gelengkan kepala dan berkata.
˜Bu Sin, aku sudah hampir lupa akan orang yang bernama
seperti itu. Bagiku, aku adalah Suling Emas..!
Bu Sin mengeluarkan sebuah gelang emas,
˜Twako (Kakak Tertua), biarpun kau sudah melupakan kami,
sebaliknya kami tidak melupakanmu. Ayah kita selalu ingat kepadamu, berusaha
susah payah mencarimu, bahkan di hari terakhir beliau meninggalkan pesan agar
kami bertiga mencarimu dan memberikan benda ini kepadamu. Twako apakah kau
berani bilang bahwa kau melupakan benda ini?! Ia menyerahkan gelang emas itu
kepada Suling Emas.
Melihat benda ini, Suling Emas berubah mukanya, menerima
dan mengamat-amatinya. Ia membaca dua buah huruf yang berbunyi BU SONG terukir
pada gelang emas kecil itu, ia meramkan matanya untuk beberapa detik lamanya,
agaknya untuk membayangkan ketika ia masih kanak-kanak, membayangkan ayah
bundanya, ketika ia membuka kembali matanya, Bu Sin melihat betapa bola matanya
itu agak membasah, dan ia menjadi terharu. Suling Emas mempermainkan gelang itu
dengan kedua tangannya, seakan-akan heran bagaimana benda sekecil itu dahulu
dapat menghias lengan tangannya.
˜Bu Sin..! katanya kemudian, perlahan sekali setengah
berbisik, ˜kau keliru kalau kau menyangka aku melupakan semua. Tidak, aku tidak
pernah melupakan Ayah, biarpun harus kuakui bahwa aku juga tidak dapat lupa
betapa Ayah berpisah dari Ibu, dan menikah lagi. Juga.. aku girang sekali
bertemu dengan kalian bertiga, tapi.. Bu Sin, kupesan kepadamu, jangan membuka
rahasia bahwa aku adalah kakak kalian, belum lagi tiba saatnya. Kelak
mungkin..!
Pada saat itu, Suling Emas tiba-tiba menghentikan
kata-katanya dan matanya memandang keluar ruangan. Bu Sin juga cepat memandang
dan ia melihat dengan mata terbelalak ke arah mahluk yang kini menghampiri meja
sembahyang, menjura dan suaranya terdengar parau dan bergema seakan-akan suara
yang datang dari balik kubur.
˜Pat-jiu Sin-ong, tiga tahun mati, petimu masih belum
dikubur, benar-benar membikin aku merasa kagum.! Ia lalu melangkah maju
menghampiri peti mati, mengamat-amati dengan mata terbelalaknya.
Menyeramkan sekali iblis ini bagi Bu Sin yang baru kali
ini menyaksikannya, seorang manusia tapi mukanya adalah muka tengkorak,
pakaiannya serba hitam. Kalau ia bukan tengkorak hidup, tentulah seorang
manusia yang memakai kedok tengkoran yang menyeramkan.
˜Hek-giam-lo, terima kasih atas penghormatan terhadap
kami,! kata Beng-kauwcu Liu Mo. ˜Kau datang mewakili Kerajaan Khitan ataukah
atas nama pribadimu sendiri?!
˜Khitan tidak ada urusan maupun permusuhan dengan
Nan-cao, Hek-giam-lo juga tidak ada permusuhan dengan Beng-kauw, apalagi
bedanya? Sepuluh tahun yang lalu, dalam pertandingan yang cukup adil, aku
dikalahkan Pat-jiu Sin-ong, sayang dia sudah mati tiga tahun yang lalu. Akan
tetapi karena peti matinya masih berada di sini, apa salahnya aku melihat
sejenak wajah dari bekas sahabatku?! Memang sepuluh tahun yang lalu,
Hek-giam-lo pernah dikalahkan dalam adu kesaktian oleh mendiang Pat-jiu Sin-ong
Liu Gan.
Beng-kauwcu Liu Mo tentu saja cukup tahu akan wataknya
yang seperti iblis, dan aneh sekali. Akan tetapi mendengar bahwa iblis ini
hendak membuka peti mati kakaknya, ia terkejut dan marah sekali. Dengan
gerak-geriknya yang tenang, ia menggerakkan kakinya mendekat, siap mencegah
dengan cara apa pun juga agar iblis hitam tidak melakukan perbuatan yang
lancang ini.
˜Hek-giam-lo, mengingat akan hubungan di antara kita,
harap kau suka lepaskan tanganmu dari peti mati dan jangan mengganggunya.!
Akan tetapi secara tiba-tiba sekali Hek-giam-lo
membalikkan tubuh dan.. kedua tangannya memukul dengan gerakan hebat sekali,
mendatangkan angin pukulan dahsyat ke arah pusar dan dada Beng-kauwcu Liu Mo!
Pukulan ini selain dahsyat dan sakti, juga dilakukan tiba-tiba di luar dugaan,
karena seluruh perhatian ketua Beng-kauw itu tadinya ditujukan ke arah peti
mati yang hendak dijaganya daripada gangguan Hek-giam-lo. Siapa duga, bukan
peti mati yang diserang melainkan dirinya.
Kalau saja bukan Beng-kauwcu Liu Mo yang menghadapi
serangan kilat yang mematikan ini, tentu akan kalah dia yang diserang
Hek-giam-lo. Para tamu dan para pimpinan Beng-kauw sudah mengeluarkan seruan
tertahan saking kaget dan gelisahnya. Akan tetapi, biarpun dalam keadaan
berbahaya sekali, Beng-kauwcu Liu Mo tetap tenang dan tidak kehilangan
kewaspadaannya. Ia mengangkat kedua tangan, secepatnya digerakkan menangkis
pukulan sambil membanting tubuh ke belakang.
Kiranya pukulan Hek-giam-lo itu hanya gertakan belaka
karena tahu-tahu iblis hitam ini sudah menubruk dari samping dan sekali
renggut, tongkat di tangan Beng-kauwcu itu telah dirampasnya. Ia melompat
keluar dari ruangan itu sambil tertawa bergelak.
˜Manusia curang..!! Suling Emas berseru marah, akan
tetapi karena tidak ada perintah dari tuan rumah, ia hanya bangkit berdiri dari
tempat duduknya dan memandang marah.
˜Hek-giam-lo, kembalikan tongkat kami!! Dengan gerakan
ringan Beng-kauwcu Liu Mo melayang keluar mengejar, akan tetapi tiba-tiba dari
samping kiri menyambar sebatang tongkat dengan tenaga dahsyat pula. Beng-kauwcu
Liu Mo yang sudah siap segera mengelak dan ia berhadapan dengan seorang kakek
yang buntung kedua kakinya. Kakek ini bukan lain adalah Pak-sin-tung, adik
seperguruan Hek-giam-lo.
˜Kauwcu, tidak perlu mengejar dia,! kata kakek buntung
ini. ˜Ketahuliah, tongkatmu itu hanya dipinjam, terpaksa dirampas untuk
memenuhi permintaan Tuan Puteri kerajaan kami yang ingin meminjamnya sebentar!!
Pada saat itu Suling Emas sudah berada di belakang
Beng-kauwcu Liu Mo, juga anak buah Beng-kauw sudah ikut mengejar. Para tamu
yang tertarik akan peristiwa hebat itu pun tidak mau ketinggalan, ikut pula
mengejar hendak menonton. Mereka kini seakan-akan telah pindah dari ruangan
sembahyang ke ruangan depan, lalu otomatis membentuk lingkaran lebar dan
mengurung Pak-sin-tung yang ditemani oleh enam orang anak buahnya yang muncul
dari tempat-tempat sembunyi mereka. Seperti kita ketahui, Pak-sin-tung yang mengantar
Lin Lin tidak berani mengikuti gadis itu yang memasuki pintu kecil yang
menembus terowongan, lalu menanti dan mengintai di situ sampai keesokan
harinya. Demikian pula para anak buah yang dua puluh empat orang itu, diam-diam
bersiap di tempat persembunyian masing-masing sehingga melihat Pak-sin-tung
kini mewakili Hek-giam-lo menghadapi ketua Beng-kauw, enam orang di antara
mereka muncul mengawaninya.
˜Siapa kau?! Beng-kauwcu Liu Mo menegur, memandang tajam
kepada kakek yang berdiri di atas sepasang tongkat dan enam orang laki-laki di
belakang kakek ini yang tampak gagah bersemangat. Memang, Pak-sin-tung tidaklah
sepopuler Hek-giam-lo, karena kalau Hek-giam-lo suka merantau dan membuat geger
dunia kang-ouw, adalah Pak-sin-tung berdiam di Khitan sebagai pengawal kaisar
di Khitan, jarang sekali keluar dari Khitan. Karena inilah maka Beng-kauwcu Liu
Mo tidak mengenalnya.
˜Kauwcu, saya yang rendah disebut orang Pak-sin-tung.
Hek-giam-lo adalah suhengku, karena itulah terpaksa saya berlaku kurang ajar
mencegahmu mengejar suheng.!
Merah muka ketua Beng-kauw itu. Ia memang tidak bisa
bicara. Terhadap Hek-gim-lo, ia masih mau turun tangan. Akan tetapi terhadap
seorang yang kurang terkenal seperti Pak-sin-tung ini, betapapun lihai
Pak-sin-tung ia merasa enggan. Ketua Beng-kauw ini bertepuk tangan tiga kali,
suara tepukan tangan ini amat nyaring seperti diadunya dua buah piring baja
sehingga diam-diam Pak-sin-tung kaget bukan main karena tepukan tangan ini saja
sudah membayangkan kehebatan tenaga dalam ketua Beng-kauw itu. Beberapa detik
kemudian, berkelebatlah bayangan orang dan tahu-tahu Kauw Bian Cinjin sudah
berada di situ, menjura di depan Beng-kauwcu sambil berkata penuh hormat,
˜Mohon maaf atas kelambatan siauwte sehingga si jahat
Hek-giam-lo mendapat kesempatan untuk berbuat kurang ajar. Harap Kauwcu sudi
mundur dan biarkan siauwte membereskan si buntung ini.!
Seperti biasa, sikap Kauw Bian Cinjin juga tenang sekali,
akan tetapi di dalam ketenangannya, kakek berpakaian sederhana bertopi caping
yang memegang pecut ini memperlihatkan gerak-gerik yang lincah bertenaga dan
sikapnya berwibawa. Memang terkenallah di Nan-cao, apalagi di kalangan para
pimpinan Beng-kauw bahwa Kauw Bian Cinjin inilah yang menjamin lancar dan
beresnya segala sesuatu mengenai Beng-kauw. Biarpun kepandaian dan kesaktiannya
tidak melampaui suhengnya, yaitu Liu Mo sendiri, namun ia terkenal cerdik,
waspada, dan luas pandangannya. Andaikata ia tidak sedang sibuk menyelidiki
berbagai peristiwa yang mengacau di Nan-cao pada saat itu, tentu ia berada di
dekat ketuanya dan kalau tadi ia hadir, kiranya Hek-giam-lo akan menghadapi
kesukaran besar dalam merampas tongkat. Tadi pun ia hanya dapat melakukan itu
karena melakukan penyerangan gelap lalu melarikan diri dan para pengejarnya
dihadang oleh Pak-sin-tung.
Dengan sikap angker Kauw Bian Cinjin menghadapi
Pak-sin-tung yang masih tersenyum-senyum.
˜Pak-sin-tung, kami tahu bahwa kau adalah sute
Hek-giam-lo dan bahwa dari Khitan kau datang secara sembunyi. Kiranya kau dan
suhengwu merencanakan perampasan tongkat ketua kami. Pak-sin-tung, siapakah
yang harus mempertanggungjawabkan perbuatan rendah ini? Pribadi kau dan
Hek-giam-lo, ataukah Kerajaan Khitan?!
Tak enak juga hati Pak-sin-tung menghadapi sikap serius
ini, apalagi nama Kerajaan Khitan dibawa-bawa. ˜Terus terang saja, Kauw Bian
Cinjin, kerajaan kami tidak tahu-menahu, akan tetapi peminjaman tongkat itu
adalah atas perintah Tuan Puteri kami yang kebetulan kami jumpai di antara para
tamu di sini. Beliau yang ingin meminjam tongkat itu.!
˜Wah, adikmu yang bikin gara-gara..!! Suling Emas
berbisik kepada Bu Sin yang sudah berada di sampingnya, pemuda ini tadi pun
bersama para tamu lain ikut berlari keluar dan ia segera mengambil tempat di
dekat kakaknya. ˜Kautunggu di sini, biar kucari dia!!
Sebelum Bu Sin dapat mengerti apa yang dimaksudken Suling
Emas, pendekar aneh itu telah berkelebat dan lenyap dari situ.
Sementara itu, Kauw Bian Cinjin menoleh dan memandang ke
arah para tamu, lalu berteriak lantang.
˜Kami mohon dongan hormat kehadiran Pek-bin-ciangkun
sebagai wakil dari Khitan!!
Semua orang memandang dan muncullah seorang kakek tinggi
besar bermuka putih, bersikap gagah dan berpakaian serba hijau. Ia menghadapi
Kaw Bin Cinjin, dengan sikap yang gagah seorang perwira tinggi peperangan
memberi hormat dan berkata, suaranya lantang dan agak kaku karena memang ia
seorang Khitan aseli,
˜Semua ucapan Pak-sin-tung benar belaka. Urusan pagi hari
ini sama sekali tiada sangkut-pautnya dengan Kerajaan Khitan dan sepenuhnya
adalah tanggung jawab Hek-giam-lo dan Pak-sin-tung berdua.!
˜Bagus, kami pun memang tidak ingin membawa-bawa pihak
yang tidak bersalah. Pek-bin-ciangkun, sebagai wakil dari Khitan kau telah
melihat sendiri bahwa sekali-kali bukan kami pihak Beng-kauw maupun Kerajaan
Nan-cao tidak menghormat tamu apalagi wakil kerajaan lain, melainkan karena
orang telah berbuat keterlaluan terpaksa kami bertindak. Silakan Ciangkun
kembali ke tempat duduk.! Setelah wakil Khitan itu mengundurkan diri, Kauw Bian
Cinjin menggerakkan pecutnya, menghadapi Pak-sin-tung.
˜Pak-sin-tung, karena jelas bahwa kau dan orang-orangmu
membantu Hek-giam-lo maka kalian bersama Hek-giam-lo yang berani menghina ketua
Beng-kauw harus dihukum. Menyerahlah, dan kami akan mempertimbangkan dengan
adil tentang hukuman. Melawan, kami akan menggunakan kekerasaan.!
˜Ha-ha-ha, Kauw Bian Cinjin, omongan dan sikapmu
benar-benar lucu sekali!! Pak-sin-tung tertawa bergelak. ˜Siapa tidak tahu
bahwa orang-orang seperti kita yang menjunjung kegagahan, berbuat apa yang kita
suka dan sekali berbuat berani menanggung segala akibatnya? Suheng telah
meminjam tongkat Beng-kauwcu atas perintah Puteri junjungan kami, aku telah
mencegah kalian mengejarnya untuk membantu agar perintah itu terlaksana. Nah,
segala kejadian memang disengaja, untuk menyerah tentu saja pantang bagi
Pak-sin-tung. Terserah kau mau apa!!
Kauw Bian Cinjin agaknya ragu-ragu karena mengingat bahwa
mereka sedang melakukan sembahyang, ragu-ragu untuk bertindak pada hari yang
dianggap keramat itu. Akan tetapi ketika menoleh ke arah ketua Beng-kauw,
Beng-kauwcu Liu Mo berkata perlahan.
˜Sute, kehormatan Beng-kauw dilanggar orang, di depan
peti mati mendiang twa-suheng yang mulia, kalau tidak diperlihatkan keangkeran
kita, Beng-kauw akan diperhina orang. Hukum mati dia!!
Cambuk atau pecut panjang di tangan Kau Bian Cinjin
berbunyi ˜tar-tar-tar! tiga kali dan kakek ini sudah melangkah maju sambil
membentak,
˜Pak-sin-tung, terimalah hukuman Beng-kauw!!
Pak-sin-tung tertawa bergelak dan melihat gulungan sinar
hitam kecil panjang yang mengeluarkan suara berciutan menyambar ke arahnya,
cepat ia mengangkat tongkat kirinya menangkis. Terdengar bunyi nyaring sekali
ketika dua senjata ini beradu, disusul mengebulnya asap putih. Agaknya saking
kerasnya pertemuan pecut dan tongkat, sampai mengakibatkan panas yang hampir
membakar tongkat!
Pak-sin-tung terhuyung-huyung ke belakang, namun segera
dapat membalas dengan serangan tongkat kanan lalu disusul lagi dengan tongkat
kiri. Hebat dan aneh memang serangan Pak-sin-tung. Tongkat-tongkat itu adalah
pengganti kakinya, akan tetapi ia dapat mempergunakannya susul-menyusul
sehingga seakan-akan tubuhnya tergantung di udara tanpa kaki! Tidak saja
serangan-serangannya cepat dan aneh gerakannya, akan tetapi juga kedua batang
tongkat itu menyambar dengan hawa pukulan dahsyat sehingga terasa oleh para
penonton deretan terdepan betapa angin pukulan menyambar-nyambar menggerakkan
rambut dan baju mereka. Dari sini saja sudah dapat dibuktikan bahwa julukan
Pak-sin-tung (Tongkat Sakti dari Utara) tidaklah kosong belaka.
Akan tetapi ternyata wakil Beng-kauw itu pun amat hebat
kepandaiannya, malah agaknya menang setingkat dibandingkan dengan Pak-sin-tung.
Kauw Bian Cinjin adalah adik seperguruan mendiang Pat-jiu Sin-ong dan ketua
Beng-kauw yang sekarang, ilmu silatnya tinggi sekali, maka kakak seperguruannya
mempercayakan semua urusan penting kepadanya, pecut di tangan kakek ini
tampaknya memang hanya sebuah pecut biasa yang sering kali dipergunakan oleh
penggembala-penggembala kerbau menggiring ternak ke kandang. Memang di waktu
menganggur, Kauw Bian Cinjin suka menggembala kerbau-kerbaunya yang berjumlah
banyak.
Akan tetapi ia bukanlah penggembala biasa, dan tentu
saja, pecutnya juga bukan pecut biasa, melainkan sebuah cambuk yang terbuat
dari rambut monyet besar dan hanya terdapat di Pegunungan Himalaya. Cambuknya
ini tidak dapat terbabat putus oleh senjata tajam manapun juga, dan mengandung
hawa panas seperti api ketika digerakkan untuk menyerang, sebaliknya di waktu
dipergunakan untuk menangkis, mengandung hawa lemas dingin sehingga mudah
menyedot habis tenaga serangan lawan.
Betapapun pandainya, menghadapi Pak-sin-tung, Kauw Bian
Cinjin bertemu dengan lawan tangguh yang tidak mudah ia kalahkan begitu saja.
Tongkat dan cambuk saling sambar berganti-ganti merupakan tangan-tangan maut
yang pasti akan merenggut nyawa apabila lengah sedikit saja. Puluhan jurus
telah lewat dan sedikit demi sedikit Kauw Bian Cinjin mendesak lawannya.
Gulungan sinar hitam dari pecutnya makin melebar, membentuk lingkaran-lingkaran
yang mengurung lawan sehingga sinar tongkat dari Pak-sin-tung makin menyempit
dan kehilangan ruang gerak.
˜Ciuuuuuttt!! Tiba-tiba cambuk itu berubah menjadi sebuah
lingkaran besar, memutar-mutar mengitari dua pasang tongkat. Baiknya
Pak-sin-tung segera cepat dapat merenggut lepas tongkat kirinya karena kalau
sampai kedua tongkat yang menggantikan kedua kaki itu terlibat pecut, tentu ia
akan roboh karena tidak berkaki lagi! Akan tetapi tongkat kanannya telah
terlibat pecut sedemikian eratnya sehingga tidak akan mungkin terlepas lagi.
Pak-sin-tung mengeluarkan bentakan keras sekali sambil
menggerakkan tongkat kanannya. Ia telah mengerahkan seluruh tenaga yang ada
padanya untuk merenggut lepas tongkatnya dan.. bukan tongkatnya yang terlepas
melainkan tubuh Kam Bian Cinjin yang terlempar ke atas berikut pecut dan
tongkat itu! Tongkatnya tidak terlepas dari libatan pecut, melainkan terlepas
dari pegangannya. Kiranya ketika ia mengerahkan tenaga yang amat kuat untuk
merenggut tongkat ke atas, Kauw Bin Cinjin mempergunakan kepandaiannya melompat
ke atas dan tenaga renggutan lawannya ia tambahi dengan tenaganya sendiri untuk
merampas tongkat. Kemudian, selagi Pak-sin-tung kaget dan terkesiap, dari atas
udara Kauw Sian Cinjin menggerakkan tangan kanannya. Tongkat yang tadinya
terlibat pecut, kini meluncur bagaikan anak panah terlepas dari busurnya, tak
dapat dicegah oleh apa pun juga!
Pak-sin-tung yang hanya berdiri di atas sebatang tongkat,
tidak mampu menangkis atau mengelak lagi, tidak keburu, maka terdengar suara
mengerikan ketika tongkatnya sendiri menerobos dadanya sehingga tembus. Tubuhnya
terjengkang ke belakang, akan tetapi tidak terus rebah melainkan tertahan oleh
tongkat yang menembus dadanya, sehingga tubuh itu seakan-akan bersandar, ia
mati seketika, tubuhnya bagian depan tiada tanda darah sama sekali, akan tetapi
dari punggungnya mengcur darah di sepanjang tongkat yang menahan tubuhnya.
Enam orang Khitan yang melihat keadaan pemimpin mereka
seperti itu, segera maju menyerbu Kauw Bian Cinjin. Kakek ini dengan tenangnya
menggerakkan cambuknya, terdengar bunyi ˜tar-tar-tar..! enam kali dan.. enam
orang Khitan itu roboh tak berkutik lagi karena nyawa mereka pun sudah menyusul
Pak-sin-tung.
Hening di sekeliling tempat itu, akan tetapi hanya untuk
sesaat setelah enam orang itu roboh. Semua mata memandang ke arah tujuh sosok
mayat yang malang-melintang di atas tanah. Kauw Bian Cinjin menghela napas
panjang sambil mengikatkan cambuknya di pinggang, membuka capingnya dan
mengebuti dada dan muka dengan caping. Rambutnya sudah dua warna, panjang dan
digelung ke atas seperti seorang tosu. Kalau tadi ia tampak angker berwibawa
dengan caping, sekarang ia tampak alim seperti seorang pertapa.
Belasan orang telah melangkah maju. Kauw Bian Cinjin
memandang dan ternyata mereka ini adalah Pek-bin-ciangkun perwira tinggi wakil
Khitan dan para pengawalnya. Semua tamu makin tegang, mengira bahwa wakil-wakil
Khitan tentu akan menuntut balas, pertempuran akan makin menghebat. Akan tetapi
mereka keliru. Pek-bin-ciangkun menjura ke arah Kaw Bian Cinjin dan berkata,
suaranya lantang, tegas, tapi sama sekali tidak membayangkan kemarahan.
˜Cinjin, Pak-sin-tung dan enam orang pembantunya telah
melakukan kesalahan terhadap Beng-kauw dan telah terhukum mati, akan tetapi
menurut penilaian kami, mereka mati sebagai laki-laki sejati dan karena mereka
adalah orang-orang Khitan, kami akan membawa pergi dan mengurus jenazah mereka.
Ini bukan permintaan melainkan pemberitahuan karena apa pun yang terjadi, kami
akan melakukannya juga, kalau perlu dengan taruhan nyawa. Sekarang ijinkan kami
pergi dan terima kasih atas penyambutan Kerajaan Nan-cao dan juga Beng-kauw
selama kami menjadi tamu di sini.! Ia menjura dengan hormat.
Kauw Bian Cinjin balas menjura dan berkata, nadanya
menyesal.
˜Mereka memang orang-orang gagah, dan Ciangkun memang
berhak mengurus mayat mereka. Maaf akan semua peristiwa yang sesungguhnya tidak
kami kehendaki ini. Sebagai wakil Beng-kauw saya haturkan terima kasih dan
selamat jalan.!
Pek-bin-ciangkun memberi hormat ke arah ketua Beng-kauw
dan juga ke arah Kaisar Nan-cao yang semenjak tadi duduk dan menonton penuh
perhatian. Kemudian perwira Khitan ini memimpin anak buahnya membawa pergi
tujuh mayat itu pergi meninggalkan Nan-cao.
Seperginya rombongan ini, para tamu menjadi berisik,
apalagi ketika mereka melihat munculnya pengemis mata satu It-gan Kai-ong
secara tiba-tiba. Kakek pengemis ini tahu-tahu sudah berada di depan Kauw Bian
Cinjin dan mengeluarkan suara mengejek.
˜Aha, Beng-kauw telah memperlakukan para tamunya dengan
baik sekali, sekalian memperlihatkan kehebatan Beng-kauw. Agaknya Pat-jiu
Sin-ong sejak dahulu haus darah sehingga untuk menyembahyangi rohnya pun harus
mempergunakan darah tujuh orang manusia. Heh-heh-heh!!
Sirap semua suara berisik tadi dan keadaan kembali
menjadi tegang. Apalagi ketika di belakang It-gan Kai-ong itu tampak dua orang
tokoh mengerikan, dua orang di antara Thian-te Liok-koai, yaitu Toat-beng
Koai-jin si iblis berpunuk dan Tok-sim Lo-tong yang membawa-bawa ular. Iblis
kakak beradik ini hanya berdiri sambil memandang liar dan kadang-kadang saling
pandang dan tertawa-tawa. Benar-benar mereka ini merupakan manusia-manusia yang
tidak normal dan amat menyeramkan.
Melihat munculnya It-gan Kai-ong sudah mendatangkan rasa
marah di dalam hati Kauw Bian Cinjin, apalagi mendengar ucapannya yang mengejek
dan menghina tadi. Dengan muka merah dan suara lantang wakil ketua Beng-kauw
itu berkata, sambil memandang sekeliling.
˜It-gan Kai-ong, kami tahu bahwa kau datang ke sini
dengan niat busuk yang sedianya akan kami rahasiakan. Akan tetapi karena kau
telah membuka mulut, biarlah aku menjawabmu. Orang-orang dari Khitan, biarpun
mereka melakukan kesalahan terhadap Beng-kauw, namun harus kami akui bahwa
mereka adalah manusia-manusia jantan yang patut dihormati, kecuali Hek-giam-lo
si curang. Akan tetapi, kami sama sekali tidak dapat menghormat dan menghargai
orang macam It-gan Kai-ong dan sekutunya yang dateng dihormat sebagai tamu akan
tetapi sebaliknya melakukan usaha-usaha khianat untuk merusak nama baik Nan-cao
dan Beng-kauw. It-gan Kai-ong, apakah kau hendak menyangkal kata-kaaeku?! Kauw
Bian Cinjin memandang tajam, berdiri tegak dan gagah.
It-gan Kai-ong menyeringai. Matanya yang hanya sebuah itu
melayang ke arah Kaisar Nan-cao dan ketua Beng-kauw yang tetap duduk diam tak
bergerak. Kemudian ia menotok-notokkan tongkatnya ke atas tanah dan meludah ke
kiri.
˜Cuhhh, anak kecil bicara besar! Tuduhanmu membabi buta
itu apa buktinya?!
Kauw Bian Cinjin memutar tubuh ke arah ketua Beng-kauw
dan Kaisar Nan-cao yang duduk bersanding.
˜Kauwcu, bolehkan siauwte sekalian membuka semua rahasia
agar didengar oleh para tamu yang terhormat?!
Beng-kauwcu Liu Mo bicara perlahan dengan kaisar, agaknya
mereka berunding, kemudian keduanya mengangguk.
Kauw Bian Cinjin kembali menghadapi It-gan Kai-ong, lalu
berkata lantang.
˜Harap para tamu mendengarnya! Di antara Cu-wi (Tuan-tuan
sekalian) yang hadir sebagai tamu terhormat dan datang dengan hati bersih,
terdapat orang-orang yang datang dengan membawa niat busuk, di antaranya It-gan
Kai-ong. Ada usaha mengadu domba kita dengan Kerajaan Sung, dengan cara mencuri
sebagian barang sumbangan Kerajaan Sung dan mengganti batu-batu pemata dengan batu-batu
biasa. Ini adalah hasil kerja orang-orang Hou-han yang dalam hal ini masih
dapat kami maafkan dan kami telah menghukum orang-orang kami sendiri yang
bersekutu dengan orang-orang Hou-han, mengingat bahwa maksud dari Hou-han hanya
hendak menarik kami menjadi sekutunya dalam memusuhi Kerajaan Sung! Akan tetapi
ada usaha yang lebih busuk lagi dalam hal memusuhi Kerajaan Sung, yaitu ada
usaha untuk meracuni semua wakil dari Kerajaan Sung!!
Semua tamu menjadi berisik. Kagetlah mereka bahwa
diam-diam telah terjadi hal yang demikian hebat, padahal suasananya tetap
gembira dan tenang saja. Hal ini membuktikan bahwa Nan-cao di bawah Beng-kauw
benar-benar pandai menyimpan rahasia dan pandai pula mengatasi keadaan. It-gan
Kai-ong hanya menyeringai dan kadang-kadang meludah ke kanan kiri seperti
sengaja hendak menghina si pembicara.
˜Baiknya usaha busuk itu dapat digagalkan oleh Empek Gan
yang mulia.! Semua orang tertawa dan mata mereka mencari-cari, namun tidak
tampak mata hidung Empek Gan.
˜Siapakah yang melakukah usaha busuk ini? Tidak lain
adalah kaki tangan It-gan Kai-ong! Malah Tok-sim Lo-tong juga telah
dipergunakan untuk menghalang-halangi campur tangan Empek Gan!!
Semua orang memandang kakek tinggi kurus bersikap
kanak-kanak yang telanjang dan iblis ini tidak mempedulikan itu semua,
enak-enak bermain dengan ularnya. Adapun It-gan Kai-ong kembali menotokkan
tongkatnya ke tanah.
˜Kauw Bian Cinjin, jangan sembarangan membuka mulut. Apa
buktinya tuduhan-tuduhan itu?! Mata yang tinggal sebelah itu mengeluarkan sinar
kemarahan.
˜Buktinya memang sukar diadakan karena kami telah
membunuh orang-orang kami sendiri yang berkhianat dan dapat kaupikat untuk
bersekutu. Akan tetapi, It-gan Kai-ong, ada sebuah perbuatan lagi yang jahat
dan dapat dibuktikan. Kau telah menculik puteri Beng-kauwcu!!
Orang-orang menjadi ribut lagi. Tentu saja mereka semua
tahu siapa puteri Beng-kauwcu, yaitu gadis cantik jelita yang menjadi penyambut
tamu, gadis yang pakaiannya hitam putih dan aneh.
Akan tetapi It-gan Kai-ong tetap terkekeh mengejek.
˜Omongan bau! Semua omonganmu bau dan bohong! Tidak ada
saksi tidak ada bukti, apakah Beng-kauw bisanya hanya menuduh dan memfitnah
tanpa bukti?!
Tiba-tiba terdengar suara merdu nyaring,
˜Aku di sini, kakek jahat. Apakah kau hendak menyangkal
lagi?! Dan dari sebelah dalam ruangan berlarilah Liu Hwee bersama Bu Sin,
menuju ke pekarangan itu. Kiranya tadi ketika It-gan Kai-ong muncul, Liu Hwee
cepat mencari Bu Sin dan memberi isyarat kepada pemuda ini untuk menyembunyikan
diri, menanti saat baik untuk muncul membantu paman gurunya membuka rahasia
It-gan Kai-ong. Melihat munculnya gadis itu, bukan main kaget dan herannya
It-gan Kai-ong sehingga ia berdiri memandang dengan mulut bengong.
Tiba-tiba kakek pengemis itu tertawa terkekeh-kekeh.
˜Ho-ho-ho, sama sekali tidak ada hubungannya! Nona ini
kutahan karena memang dia berani menyerang teman-temanku. Tentang meracuni
utusan Sung, ha-ha-ha, orang Beng-kauw, apakah kau sudah mabuk? Aku orang dari
Kerajaan Wu-yue yang selalu menjadi sahabat Sung sejak dahulu, malah aku pun
sudah banyak membantu Kerajaan Sung. Mana mungkin aku berusaha mengganggu
utusan Sung? Harap saudara-saudara utusan Kerajaan Sung memberi penjelasan!!
Matanya yang hanya sebuah itu mencari-cari di antara tamu.
Dua orang panglima dari Kerajaan Sung melompat ke depan.
Mereka ini adalah perwira tinggi Ouwyang Swan dan pembantunya, Tan Hun. Ouwyang
Swan sejenak memandang ke arah It-gan Kai-ong, kemudian menghadapi Kauw Bian
Cinjin sambil berkata.
˜Cinjin, memang ada usaha untuk meracuni kami. Akan
tetapi kami dapat memastikan bahwa bukan It-gan Kai-ong yang melakukannya, juga
kami tak dapat menduga beliau mencampuri urusan busuk ini, karena beliau adalah
sahabat baik kami. Terus terang saja, secara diam-diam It-gan Kai-ong malah
ikut mengawasi dan melindungi barang sumbangan kami, dari utara ke sini.!
˜Ho-ho-ho, bukankah jelas sekarang bahwa Beng-kauw
memfitnah orang? Siapa tidak mengerti akan akal busuk ini? Ho-ho, bagi orang
yang otaknya beku, tentu saja mudah dikelabui dan mengira Beng-kauw merupakan
tuan rumah yang paling bersih dan baik. Akan tetapi sebetulnya semua telah
diatur! Siapa tidak tahu bahwa kehilangan emas permata sumbangan Kerajaan Sung
itu sebetulnya dilakukan oleh orang-orang Beng-kauw sendiri? Semua sudah
mendengar tentang peti mati yang berisi mayat orang Beng-kauw sendiri,
keributan yang terjadi di rumah pemondokan utusan Hou-han. Dua orang Beng-kauw,
kabarnya bernama Su Ban Ki dan Ciu Kang, dibunuh oleh peti mati hidup! Ho-ho-ho,
siapa lagi si peti mati hidup kalau bukan si iblis Cui-beng-kui (Iblis Pengejar
Roh)? Dan sudah lama dunia kang-ouw menduga bahwa Cui-beng-kui adalah orang
Beng-kauw! Kemudian terdengar lagi dua orang pelayan yang melayani utusan Sung
berusaha meracuni para tamu dari Sung, juga terbunuh mati oleh Kauw Bian Cinjin
sendiri. Apa artinya ini semua? Bukan lain karena semua itu adalah akal busuk
orang-orang Beng-kauw sendiri yang diatur oleh Kauw Bian Cinjin!!
Hening di situ, mendengar ucapan panjang lebar ini.
Hebat, pikir para tamu. Keadaan diputar balik, kalau tadi It-gan Kai-ong
dituduh, sekarang si kakek mata satu berbalik menjadi penuduh dan menimpakan
semua kesalahan kepada Beng-kauw. Suasana menjadi tegang sekali dan kini semua
mata ditujukan kepada Kauw Bian Cinjin untuk mendengar apa yang akan menjadi
jawaban wakil ketua Beng-kauw itu.
˜It-gan Kai-ong, tidak percuma kau dijuluki seorang di
antara Thian-te Liok-koai!! jawab Kauw Bian Cinjin. ˜Akan tetapi semua
omonganmu hanya pemutar-balikan fakta belaka, tanpa dasar dan bukti..!
˜Ho-ho-ho, dengar baik-baik, Kauw Bian Cinjin! Kau
menuduh yang bukan-bukan kepada para tamu yang jauh-jauh datang untuk
menyampaikan hormat. Kalau memang semua ini bukan buatan Beng-kauw sendiri,
mengapa semua orang yang bersalah dibunuh? Coba yang mencuri barang sumbangan,
yang menaruh racun pada makanan, tidak dibunuh, tentu mereka dapat dipaksa
mengaku siapa yang berdiri di balik ini semua! Tapi Cui-beng-kui serta-merta
membunuh dua orang murid Beng-kauw, dan kau sendiri membunuh dua orang pelayan.
Terang sekali kau memang sengaja mengatur ini untuk mengadu domba para utusan
agar negara-negara dan kerajaan-kerajaan saling bermusuhan. Kalau
kerajaan-kerajaan lain bermusuhan dan lemah, tentu Beng-kauw akan menjagoi
dunia! Siapa tidak tahu akan akal busukmu?!
Para tamu menjadi ribut saling bicara sendiri ketika
mendengar ucapan ini, ada yang membenarkan It-gan Kai-ong ada pula yang
menentangnya. Agaknya Kauw Bian Cinjin yang pendiam dan tenang itu kalah bicara
oleh si raja pengemis.
Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dan tahu-tahu
seorang pemuda berpakaian sastrawan, bertubuh tinggi tegap bermuka tampan,
telah berada di situ dan berkata.
˜It-gan Kai-ong, di mana-mana kau menimbulkan keributan
belaka! Kepada orang lain kau boleh memutar lidah, akan tetapi kepadaku tidak
mungkin! Aku sudah mengenal isi perutmu!!
˜Suling Emas, kau mau apa? Urusan ini tidak ada
sangkut-pautnya denganmu. Ataukah sekarang pendekar gagah perkasa Suling Emas
telah menjadi kaki tangan Beng-kauw pula?! ejek It-gan Kai-ong, dan Toat-beng
Koai-jin mengeluarkan suara menggereng ketika melihat campur tangannya Suling
Emas sambil berkata,
˜Suling Emas masih ada perhitungan denganku!!
Suling Emas tidak mempedulikan kakek telanjang berpunuk,
juga tidak pedulikan ejekan It-gan Kai-ong, melainkan ia memandang ke arah para
tamu yang kini sudah memenuhi tempat itu sambil berkata.
˜Cu-wi sekalian sudah mengenal akan watak jahat iblis
ini, maka harap jangan mempercaya ocehannya. Pada hakekatnya, dia diperalat
oleh muridnya yang bernama Suma Boan. Siapa tidak mengenal putera pangeran ini
di Kerajaan Sung? Suma Boan itulah, dengan bantuan gurunya ini, berusaha
menggunakan akal untuk mengadu domba kerajaan-kerajaan dengan Kerajaan Sung
agar Kerajaan Sung menjadi lemah dan dia berkesempatan merebut tahta kerajaan.
Siauwte (aku) mempunyai hubungan baik dengan panglima-panglima Sung, tahu benar
akan keadaan di sana dan sudah lama aku mengawas-awasi jejak guru dan murid
pengkhianat ini..!
˜Suling Emas, tutup mulutmu! Kalau kau hendak mencari
perkara denganku, tak perlu di sini. Kau ini seorang jantan atau seorang
perempuan bawel? Ataukah kau sudah diperalat pula oleh Beng-kauw? Ho-ho, agaknya
ada sesuatu rahasia di antara kau dan Beng-kauw! Majulah, jangan kira aku takut
terhadapmu!!
˜Kau tadi bilang, bukan di sini tempat kita bertanding.
Mari kita pilih tempat yang sunyi, jangen di tempat suci ini.!
˜Tempat suci? Beng-kauw suci? Ho-ho-ho, siapa tidak tahu
akan rahasia Beng-kauw yang kotor?! It-gan Kai-ong yang kini merasa terdesak
sengaja hendak merendahkan Beng-kauw agar para tamu lebih percaya kepadanya.
˜Siapa tidak mendengar akan keganasan mendiang Pat-jiu
Sin-ong? Siapa pula tidak mendengar sepak terjang puterinya, Tok-siauw-kui Liu
Lu Sian? Ha-ha-ha, setan cilik yang cantik itu, yang menjatuhkan hati banyak
laki-laki yang jahat seperti setan berbisa..!
Tiba-tiba semua orang terkejut karena secara mengherankan
sekali, dari dalam ruangan itu terdengar suara melengking tinggi, disusul
dengan munculnya sebuah peti mati yang berloncat-loncatan, berguling-gulingan
secara cepat dan aneh ke tempat itu. Sambil bergerak meloncat-loncat, peti mati
ini mengeluarkan bunyi melengking tinggi menyedihkan, namun yang membuat banyak
tamu yang kurang tinggi kepandaiannya, roboh lemas di atas tanah. Suara itu
seakan-akan menusuk hati mereka dan melumpuhkan kedua kaki, hanya mereka yang
sin-kangnya sudah kuat, cepat mengerahkan tenaga dalam untuk melindungi jantung
dan menahan getaran yang melumpuhkan ini.
˜Cui-beng-kui.. ho-ho-ho, akhirnya kau muncul juga!!
It-gan Kai-ong sambil tertawa-tawa girang. ˜Nah, sekarang yang hadir semua
dapat menyaksikan bahwa Beng-kauw adalah tempat sembunyi Cui-beng-kui. Apakah
ini bukan menjadi tanda benarnya dugaanku tadi?!
Peti mati itu kini terletak di pekarangan, empat meter
jauhnya dari It-gan Kai-ong. Suara melengking berhenti dan diganti suara yang
agaknya terdengar dari dunia lain, bergema menyeramkan.
˜It-gan Kai-ong manusia sombong! Mulut kotormu
menyinggung-nyinggung nama wanita yang semulianya di dunia ini, tak mungkin aku
mendiamkannya begitu saja. It-gan Kai-ong, hari ini adalah hari kematianmu,
bersiaplah!!
It-gan Kai-ong adalah seorang di antara Enam Iblis, tentu
saja ia sama sekali tidak gentar menghadapi ucapan ini. Malah ia tertawa
terpingkal-pingkal, menotok-notokkan tongkatnya ke taneh, lalu berkata sambil
meludah.
˜Cui-beng-kui, bukan aku yang akan mati, akan tetapi peti
matimu kini betul-betul akan terisi mayat. Cuh-cuh-cuh!! Tiga kali ia meludah
ke arah peti mati, akan tetapi tiga kali pula ludahnya menyeleweng, tidak
mengenai peti mati melainkan mengenai tanah yang berlubang-lubang oleh air
ludahnya.
˜Krrriiiiittttt!! Tutup peti mati terbuka perlahan dari
dalam. Semua tamu, terutama yang muda-muda dan bukan jago kawakan, menjadi
pucat memandang ke arah peti mati. Juga para jagoan tua yang sudah lama
mendengar nama Cui-beng-kui, memandang penuh perhatian, hati mereka tegang.
Selamanya belum pernah iblis ini keluar dari peti mati, selalu kalau ˜beraksi!
tentu dari peti matinya. Sekarang peti mati terbuka, Cui-beng-kui akan tampak
ujudnya, siapa yang tidak akan tegang hatinya. Bahkan para tokoh Beng-kauw
sendiri menjadi tegang, memandang penuh perhatian. Munculnya Cui-beng-kui ini
tadi saja sudah mengherankan hati para pimpinan Beng-kauw dan juga kaisar
sendiri, karena hal ini tidak mereka duga-duga. Selama ini sepak terjang
Cui-beng-kui penuh rahasia dan tak ada yang tahu di mana ia bersembunyi.
Tutup peti mati terbuka makin lebar, perlahan-lahan dan
mengeluarkan bunyi. Mula-mula tampak sebuah lengan yang kurus dan berkulit
putih pucat penuh keriput, dengan kuku-kuku jari tangan yang panjang-panjang.
Lengan ini menutup peti, terus menyangga ke atas sehingga tutup itu akhirnya
terbuka semua. Semua mata memandang, leher memanjang dan.. sesosok tubuh yang
tinggi kurus bangkit dari dalam peti mati! Bagi penonton yang kurang kuat
hatinya, penglihatan ini akan cukup membuat ia roboh pingsan saking ngeri dan
takutnya.
Cui-beng-kui kiranya seorang laki-laki yang kepalanya
gundul, mukanya pucat seperti muka mayat, pakaiannya putih hanya merupakan kain
putih dibelit-belitkan di tubuh, dari lutut sampai ke leher, kaki dan lengannya
telanjang dan kurus sekali seperti tampak tulang-tulangnya membayang di balik
kulit keriput dan tipis. Seperti juga kuku-kuku jari tangannya, kuku kakinya
juga panjang, runcing melengkung.
Yang menarik adalah sikap Kaisar Nan-cao dan ketua
Beng-kauw. Mereka tiba-tiba melompat berdiri, mata terbelalak dan muka berubah.
˜Kau.. Thai Kun..!! seru Beng-kauwcu Liu Mo, matanya
memandang seperti tak percaya.
˜Ma-ciangkun (Panglima) Ma..!! Kaisar Nan-cao juga
berseru perlahan.
Manusia yang seperti mayat hidup itu hanya memutar tubuh
menghadap ke arah kaisar dan ketua Beng-kauw lalu mengangguk sedikit, tak acuh.
Sekarang terbukalah rahasia Iblis Pengejar Roh (Cui-beng-kui) ini, dan
mengertilah orang-orang Beng-kauw akan pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan
oleh iblis ini secara mengerikan. Kiranya iblis ini adalah Ma Thai Kun, seorang
panglima besar puluhan tahun yang lalu dari Kerajaan Nan-cao, seorang yang
memiliki kepandaian tinggi karena masih terhitung adik seperguruan sendiri dari
Pat-jiu Sin-ong dan Beng-kauwcu Liu Mo! Panglima she Ma ini dahulu menjadi
jagoan istana Nan-cao dan ia adalah seorang di antara banyak pria yang
tergila-gila kepada Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian, puteri dari suhengnya sendiri.
Setelah Liu Lu Sian memilih Kam Si Ek Jenderal Kerajaan Hou-han, maka panglima
ini lalu menghilang dan tak seorang pun tahu di mana ia berada. Siapa nyana,
sekarang panglima itu muncul kembali dalam keadaan yang begitu mengerikan, dan
kiranya Cui-beng-kui, seorang di antara Enam Iblis itu adalah bekas panglima
ini. Kauw Bian Cinjin yang mengepalai penyelidikannya dan tentu saja tahu pula
akan kematian Su Ban Ki dan Ciu Kang, kematian yang aneh karena dilakukan oleh
peti mati hidup yang ia duga tentulah Cui-beng-kui, baru sekarang mengerti
mengapa Cui-beng-kui mencampuri urusan ini. Diam-diam ia bersyukur bahwa
biarpun Ma Thai Kun kini sudah berubah menjadi iblis, namun agaknya masih
memiliki kesetiaan terhadap Nan-cao sehingga turun tangan membunuh dua orang pengkhianat
itu.
˜Ma-suheng, biarkan siauwte menghadapi iblis gembel ini!!
seru Kauw Bian Cinjin. Ia terhitung adik seperguruan Cui-beng-kui. Mereka
adalah empat orang saudara seperguruan. Yang pertama adalah mendiang Liu Gan,
ke dua ketua Beng-kauw sekarang, Liu Mo yang masih adik kandung Liu Gan, ke
tiga adalah Ma Thai Kun dan ke empat Kauw Bian Cinjin. Kauw Bian Cinjin bersama
Liu Mo telah memperdalam ilmunya sehingga jauh melampaui dua tiga puluh tahun
yang lalu, maka kini Kauw Bian Cinjin meragukan apakah suhengnya yang puluhan
tahun menghilang itu akan mampu menandingi It-gan Kai-ong yang ia tahu amat
sakti. Ia sendiri pun masih ragu-ragu apakah ia akan menang, akan tetapi kalau
Ma Thai Kun kepandaiannya masih seperti dua puluh lima tahun yang lalu, tentu
jauh di bawah tingkatnya.
˜Mundurlah!! Cui-beng-kui mendengus, dan dengan
langkah-langkah kaku ia menghampiri It-gan Kai-ong.
˜Siapa menghina dia harus mati di tanganku!!
It-gan Kai-ong tertawa bergelak,
˜Hoh-ho-heh-heh, makin terbukti sekarang betapa bobroknya
moral orang-orang Beng-kauw! Cui-beng-kui, kau disebut suheng oleh Kauw Bian
Cinjin, berarti kau juga sute dari mendiang Pat-jiu Sin-ong dan kau terhitung
paman guru Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian. Akan tetapi agaknya kau pun tergila-gila
kepada murid keponakan yang jelita itu, ha-ha-ha!!
˜Majulah gembel busuk. Hendak kubuktikan apakah kau patut
menerima julukan sejajar dengan aku!! kata mayat hidup itu.
Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara bentakan
nyaring sekali, bentakan seorang gadis yang melompat keluar dari dalam ruangan
sembahyang, sebatang pedang bersinar kuning telanjang di tangannya.
˜Cui-beng-kui, kau pembunuh ayah, terimalah pembalasanku!!
Dengan gerakan bagaikan seekor burung walet yang amat lincah, Lin Lin melompati
kepala banyak tamu, langsung menyerbu ke tengah lapangan, menghadapi
Cui-beng-kui. Gadis ini kelihatan marah sekali, sepasang matanya
berkilat-kilat, kedua pipinya merah, bibirnya cemberut, pedang di tangan
kanannya menggetar.
˜Kau siapa? Jangan kira setelah kau dibebaskan, kau boleh
bicara sesukamu. Siapa ayahmu?!
˜Iblis busuk, setahun lebih kucari-cari kau, setan peti
mati bersuling! Hayo katakan, bukankah kau pembunuh ayahku Kam Si Ek bersama
isterinya dan seorang tamunya? Setahun yang lalu di Ting-chun?!
˜Ho-ho, heh-heh, kiranya kau sudah membunuh sainganmu,
Jenderal Kam Si Ek yang berhasil merenggut Tok-siauw-kwi dari tanganmu?! It-gan
Kai-ong terkekeh-kekeh sambil mundur. ˜Hendak kulihat bagaimana kau akan dapat
membereskan setan cilik ini, Cui-beng-kui. Aku menanti giliran!!
Muka yang pucat dan tak pernah bergerak kulitnya itu kini
sepenuhnya menghadapi Lin Lin, membuat gadis itu merasa ngeri juga. Ia teringat
akan pengalamannya di dalam ruangan peti mati yang menyeramkan. Seperti telah
kita ketahui, ketika Lin Lin memasuki ruangan peti mati melalui terowongan
rahasia, ia melihat peti mati yang mendadak dapat ˜hidup! sehingga ia roboh
pingsan itu ia telah dimasukkan ke dalam sebuah peti mati kosong oleh
Cui-beng-kui! Untung tidak lama Lin Lin pingsan di dalam peti mati. Ia siuman
beberapa menit kemudian dan dapat dibayangkan betapa bingungnya ketika ia
mendapatkan dirinya berada di tempat yang gelap gulita sehingga matanya
seakan-akan buta. Melihat jari tangan sendiri pun tidak tampak! Ia meraba-raba
dan teringatlah ia akan pengalamannya tadi. Hatinya berdebar. Iblis dalam peti
mati itu! Sekarang ia pun berada di dalam peti mati. Tahulah ia bahwa ia telah
ditawan oleh iblis tadi dan dimasukkan peti mati.
Dengan menabahkan hatinya, Lin Lin mendorong penutup peti
itu terbuka. Ia melihat sinar terang, akan tetapi hampir saja ia jatuh pingsan
kembali ketika melihat seorang laki-laki gundul, sebetulnya tak patut disebut
orang laki-laki, melainkan lebih pantas disebut mayat hidup, berdiri terbungkuk
di dekat peti di mana ia rebah. Muka itu! Pucat tak berdarah dan seperti kedok.
Muka mayat! Kedua ujung bibir tertarik ke bawah, hidungnya panjang bengkok ke
bawah.
Akan tetapi Lin Lin teringat bahwa iblis ini adalah
pembunuh ayah ibu angkatnya. Tidak salah lagi kali ini. Mendiang ibu angkatnya
sebelum menghembuskan napas terakhir menyebut-nyebut tentang iblis dalam peti
mati yang mengeluarkan suara seperti suling. Ingatan ini sekaligus mengusir
semua rasa takut dan ngeri.
˜Iblis jahat, kau pembunuh ayah ibuku..!! teriaknya dan
Lin Lin bergerak hendak melompat keluar dari dalam peti.
Akan tetapi iblis itu menggerakkan kedua tangan, menekan
pundak Lin Lin dan gadis ini seketika tak dapat menggerakkan lagi kaki
tangannya yang seakan-akan menjadi lumpuh.
˜Hemmm, bagus sekali. Kau puteri mereka? Kebetulan
sekali, kau cantik dan muda. Kau harus menebus hutang ayahmu, kau harus
mengawani aku di sini, menghiburku, sampai kau atau aku mampus..! Suara iblis
itu berbisik-bisik, mendesis-desis mengerikan dan kini mukanya makin mendekati
muka Lin Lin, tangan yang tadinya menekan pundak kini bergerak ke arah leher
dan dada.
Saking ngeri dan takutnya, Lin Lin menjerit keras. Suara
jeritannya terdengar gemanya dari jauh, agaknya melalui lorong rahasia yang
gelap itu. Akan tetapi hanya satu kali Lin Lin dapat menjerit karena di lain
detik ibils itu sudah menotoknya, membuat ia selain tak mampu meronta, juga tak
dapat mengeluarkan suara lagi. Setengah pingsan Lin Lin merasa betapa dua buah
lengan yang keras karena hanya tulang terbungkus kulit, yang dingin
menjijikkan, akan tetapi amat kuat, memondongnya keluar dari dalam peti.
Pada saat yang amat berbahaya bagi keselamatan Lin Lin
itu, tiba-tiba menyambar hawa dingin yang membawa datang bau semerbak harum
mewangi, kemudian terdengar suara yang sama dinginnya.
˜Ma-susiok, apa yang hendak kau perberbuat?!
Iblis itu yang tadinya sudah melangkah dua tindak,
mendadak berhenti, memutar tubuhnya, dan memandang kepada seorang wanita rambut
panjang riap-riapan yang tahu-tahu sudah berada di depannya. Wanita yang
usianya sudah lima puluh tahun lebih, akan tetapi yang wajahnya masih cantik
jelita, terutama sepasang matanya yang seperti mata burung hong, rambutnya
hitam panjang sekali tidak disanggul, pakaiannya serba hitam sehingga tangan
dan lehernya yang tak tertutup kelihatan makin putih.
Sejenak iblis itu tertegun, kemudian tubuhnya menggigil
dan kedua tangannya gemetar sehingga tubuh Lin Lin terlepas dari pondongannya,
membuat gadis ini jatuh dan bergulingan. Lin Lin terguling agak jauh, akan
tetapi mukanya menghadap ke atas sehingga ia dapat menyaksikan pertemuan dua
orang aneh itu.
˜.. Lu.. Lu Sian..!! Dengan sukar sekali akhirnya iblis
itu mengeluarkan suara. Jantung Lin Lin berdebar keras mendengar disebutnya
nama ini dan ia makin memperhatikan wanita itu. Cantik memang, biarpun sudah
tua, masih cantik jelita. Lebih cantik daripada ibu angkatnya, ibu Sian Eng dan
Bu Sin. Inikah isteri pertama ayah angkatnya? Inikah ibu sekandung dari Kam Bu
Song, kakaknya yang lenyap? Inikah, menurut penuturan bibi gurunya Kui Lan
Nikouw, wanita puteri ketua Beng-kauw yang berjuluk Tok-siauw-kwi?
˜Hemmm, Ma-susiok, dengan perbuatanmu ini, apakah kau
masih ada muka untuk tetap mengaku bahwa kau mencintaku sampai kau mati? Huh,
kiranya kau pun sama saja dengan laki-laki lain, berhati palsu, pandai pura-pura,
mengobral sumpah!!
˜Tidak.. tidak.. Lu Sian, aku.. bertahun-tahun aku
menyiksa diri, aku menantimu.. aku bersetia padamu.. Lu Sian, apakah
kedatanganmu ini menjadi tanda tiba saatnya aku mengecap kebahagiaanku,
melewatkan hidup yang tak berapa lama lagi ini? Apakah timbul rasa iba di
hatimu dan meyakinkan kau bahwa cintaku padamu murni?!
˜Huh, tak perlu bermanis bibir, Susiok. Mau kau apakan
gadis itu tadi?!
˜Eh.. aku.. terus-terang saja.. karena tak tertahankan
lagi kesunyian ini.. melihat gadis itu tadi.. hampir saja.. tapi untung kau
segera datang, Lu Sian. Terima kasih!
Setelah kau di sini, apa artinya gadis ini bagiku? Biar
seribu orang bidadari turun, aku tidak pedulikan mereka asal kau..!
˜Sudahlah, tak perlu banyak membujuk rayu. Kita bukan
orang-orang muda belia. Susiok, di luar terjadi keributan. It-gan Kai-ong
mengacau, kalau kau tidak memperlihatkan jasa terhadap Beng-kauw, mana aku
percaya bahwa kau betul mencintaiku?!
˜Lu Sian, aku tahu, selama ini kepandaianmu sudah hebat
sekali, jauh melampaui kemampuanku. Mengapa kau tidak membasmi mereka yang
mengacau? Aku.. aku malu bertemu dengan orang-orang..!
˜Hemmm, tentang permintaanmu mengawani kau di sini, baru
akan kupertimbangkan kalau kau mau membuat jasa. Kalau tidak, jangan harap malah
aku akan mengusir kau dari tempat ini!!
Terdengar iblis itu mengeluh dan diam-diam Lin Lin merasa
kasihan sekali. Gadis muda ini telah menyaksikan adegan yang amat mengharukan,
adegan tentang cinta kasih yang demikian mendalam. Heran ia mengapa iblis itu
biarpun sudah tua, tetap tidak melupakan kasihnya yang demikian mendalam. Dan
ia merasa terharu dan kasihan melihat iblis yang hampir saja mencelakakannya
itu mengeluh dan melangkah perlahan-lahan ke tempatnya, yaitu peti matinya yang
terbuka lebar. Namun hanya sebentar saja rasa kasihan ini, karena segera ia
teringat bahwa iblis itu adalah pembunuh ayah bundanya yang selama ini
dicari-carinya. Pembunuh kejam yang harus ia balas, apalagi tadi telah
menghinanya dan hampir saja mencelakainya.
Iblis yang bukan lain adalah Ma Thai Kun bekas Panglima
Nan-cao dan yang sekarang terkenal dengan julukan Cui-beng-kui ini dengan suara
keluhan yang kemudian melengking seperti suara suling, memasuki peti matinya,
kemudian peti mati itu bergerak-gerak ke arah dinding. Tangannya terjulur
keluar peti, menekan di ujung bawah kiri dinding itu dan terdengarlah suara
berkerit yang disusul dengan terbukanya sebuah lubang pada dinding itu, lubang
bundar dengan garis tengah satu meter.
˜Lu Sian, aku menaati permintaanmu..! terdengar suara
dari dalam peti yang meluncur cepat keluar melalui lubang itu. Lubang rahasia
itu segera tertutup kembali dengan sendirinya.
Wanita berambut panjang itu menarik napas panjang,
kemudian ia memandang Lin Lin. Tiba-tiba tangannya bergerak dan seketika Lin
Lin terbebas dari totokan. Ia cepat meloncat bangun, menyambar pedangnya yang
menggeletak di dekat peti mati yang tadi menjadi ˜tempat tidurnya!.
˜Bibi, terima kasih atas pertolongan Bibi..! Lin Lin
berkata dengan suara perlahan, karena ia masih ragu-ragu bagaimana ia harus
menyebut wanita ini. Kam Si Ek adalah ayah angkatnya. Kalau wanita ini isteri
Kam Si Ek, berarti juga ibu angkatnya. Akan tetapi ia tidak berani menyebut
ibu, maka lalu menyebut saja bibi.
˜Kau anak Kam Si Ek? Ibumu Bwe Hwa?!
˜Bukan, Bibi. Kam Si Ek adalah ayah angkatku, bersama dua
orang saudara angkat, aku pergi mencari Kakak Kam Bu Song. Bukankah Bibi ini
ibu Kakak Kam Bu Song..?!
Akan tetapi wanita itu tidak menjawab, kelihatan
termenung. Tiba-tiba ia bertanya.
˜Bukankah cintanya amat besar kepadaku? Biarpun sudah
menjadi mayat hidup, ia masih mencintaku. Cinta yang murni..! Ia menarik napas
lagi.
˜CINTA BERNODA DARAH!! Lin Lin berkata suaranya berubah
dingin.
˜Apa kau bilang..?! Wanita itu agaknya heran.
˜Cintanya bernoda darah! Ia telah membunuh ayah dan ibu
angkatku!!
˜Hemmm, bocah, kau tahu apa? Itu karena cemburu yang
ditahan-tahan di samping cinta kasihnya yang mendalam. Mana ada cinta tanpa
cemburu? Ia tidak mengganggu selembar rambut Kam Si Ek selama masih menjadi
suamiku, selama masih mencintaku. Akan tetapi setelah mendengar Kam Si Ek
berpisah dariku, malah mengawini seorang wanita lain, nah, timbullah dendamnya
dan dibunuhnya mereka.!
˜Betapapun juga, dia musuh besarku, harus kubalas dendam
ini!!
Wanita itu mengeluarkan suara ketawa halus.
˜Kau..? Membalas padanya? Hik-hik, lucu sekali.
Sesukamulah!! Tiba-tiba saja wanita rambut panjang itu berkelebat dan lenyap
dari depan Lin Lin, meninggalkan bau harum yang menyengat hidung.
Lin Lin tidak mempedulikan hal itu lagi, ia cepat
menghampiri dinding dan mencari alat rahasianya. Baiknya ia tadi melihat tangan
Cui-beng-kui menekan ujung kiri bawah dinding, maka sekarang ia dapat melihat
sebuah benda bundar sebesar ibu jari kaki terpasang di sudut itu. Cepat benda
ini didorongnya sambil mengerahkan tenaga dan.. terdengarlah suara berkerit
seperti tadi dan dinding itu berlubang. Lin Lin menerobos masuk dengan pedang di
depan dada, siap menghadapi segala ancaman dari depan.
Kiranya lubang itu merupakan lorong sempit. Ia merangkak
terus dan setelah lewat dua puluh meter, ia melompat keluar dari terowongan ini
ke dalam sebuah ruangan di mana terdapat sebuah pintu besar yang menembus ke
ruangan sembahyang!
Demikianlah, pada saat Cui-beng-kui sedang berbantah
dengan It-gan Kai-ong, secara tiba-tiba Lin Lin muncul dan serta merta gadis
ini menghadapi Cui-beng-kui dan memaki-makinya sebagai pembunuh ayah ibu
angkatnya. Cui-beng-kui adalah seorang iblis yang berkepandaian tinggi, selain
terkenal sebagai seorang di antara Enam Iblis juga ia bekas panglima tertinggi
Kerajaan Nan-cao.
Tentu saja ia menjadi marah sekali ketika seorang gadis
remaja berani memaki-makinya di depan orang banyak, apalagi ketika ia mendapat
kenyataan bahwa gadis ini adalah gadis yang membuat ia tadi kesalahan terhadap
kekasihnya, Liu Lu Sian.
˜Betul aku yang membunuh jahanam Kam Si Ek dan isterinya.
Kau mau apa? Bocah lancang, kau punya kepandaian apa berani berlagak di
depanku?!
˜Cui-beng-kui! Biar akan melayang nyawaku, aku
pertaruhkan untuk membalas kematian ayah ibu angkatku!! bentak Lin Lin dan
pedangnya menyambar.
˜Cringgg!! Lin Lin terhuyung ke belakang dan matanya
memandang terbelalak. Kalau ia tidak mengalami sendiri, mana ia dapat percaya?
Pedangnya yang menyambar leher tadi telah ditangkis oleh kuku-kuku jari tangan
mayat hidup itu! Betapa mungkin kuku jari dapat membuat pedangnya terpental dan
ia terhuyung?
˜Lin-moi, jangan lepaskan dia!! tiba-tiba terdengar
bentakan nyaring dan seorang gadis lain berkelebat ke dalam kalangan
pertempuran dengan pedang di tangan.
˜Enci Eng, hati-hati, dia lihai sekali!! Lin Lin girang
melihat Sian Eng muncul dan membantunya, akan tetapi juga khawatir akan
keselamatan Sian Eng karena ia maklum bahwa kepandaian encinya itu masih jauh
terlalu rendah untuk ikut menghadapi iblis yang sakti ini.
˜Eng-moi! Lin-moi! Jangan takut, aku datang!! Bu Sin
melompat dengan pedang di tangan pula. Pemuda ini sejak munculnya Lin Lin tadi,
sudah ingin sekali membantu adiknya, akan tetapi Liu Hwee memegang lengannya
dan mencegahnya sambil mengatakan bahwa Cui-beng-kui bukanlah lawannya. Akan
tetapi melihat kedua orang adiknya sudah berada di sana menghadapi pembunuh
orang tuanya, tentu saja Bu Sin tak dapat tinggal diam lagi. Ia memaksa diri
dan meloncat ke kalangan pertempuran menemani kedua orang adiknya.
˜Heh, bagus sekali! Kalian ini anak-anak Kam Si Ek si
keparat? Mari kuantar kalian menyusul orang tuamu!! Setelah berkata demikian,
Cui-beng-kui mengeluarkan suara melengking nyaring tinggi seperti suara suling,
disusul tubuhnya yang bergerak ke depan dengan kedua lengan menampar ke arah Bu
Sin bertiga.
Pukulan ini mengandung hawa pukulan jarak jauh yang
dahsyat sampai terdengar angin bersiutan menyambar-nyambar, Bu Sin cepat
mengerahkan sin-kangnya namun ia tetap terhuyung-huyung sampai tiga langkah ke
belakang. Lin Lin cepat mengerahkan Khong-in-ban-kin dan berhasil mengelak.
Akan tetapi Sian Eng biarpun sudah mengerahkan sin-kang, tetap saja ia
terguling roboh!
˜Keparat, rasakan pedangku!!
Lin Lin yang berhasil mengelak tadi kini cepat
menggerak-gerakkan pedang menerjang sambil mainkan ilmunya Khong-in-liu-san.
Pedangnya menjadi segulung sinar bundar yang cemerlang, bagaikan bola api
melayang ke arah Cui-beng-kui.
˜Kiam-hoat (ilmu pedang) bagus!! Cui-beng-kui memuji dan
pujian ini sudah membuktikan bahwa ilmu yang ia warisi dari Kim-lun Seng-jin
itu memang bukan ilmu rendah. Sayang bagi Lin Lin bahwa ia kurang matang dalam
latihan dan tentu saja, dibandingkan dengan Cui-beng-kui, ia kalah beberapa
tingkat. Ketika pedangnya menyambar leher, kembali kuku jari tangan iblis itu
menangkis pedang dan sekaligus tangan kanan yang berkuku runcing itu
mencengkeram ke arah perutnya!
Lin Lin terkejut bukan main. Pedangnya yang tertahan kuku
itu seakan-akan menempel. Ia tidak dapat menangkis, juga tidak dapat mengelak,
sedangkan jari-jari tangan kanan yang berkuku runcing mengerikan itu mengancam
perutnya yang tak terlindungi lagi! Pada saat itu, dalam keadaan terancam
bahaya maut, Lin Lin menoleh ke arah Suling Emas, mengharapkan bantuan pendekar
sakti ini. Ia melihat Suling Emas menggerakkan tangan kanan dan.. Cui-beng-kui
meloncat mundur dua langkah, terpaksa melepaskan Lin Lin yang juga cepat
membanting diri ke belakang dan bergulingan.
˜Keparat, siapa main gila..?! Cui-beng-kui mendengus
marah, memandang ke arah kiri dari mana datangnya batu kecil yang demikian kuat
melayang dan mengancam urat nadi pergelangan tangannya tadi.