"Cepat kerahkan orang untuk mencari gadis itu!"
The Kwat Lin berkata, dan sibuklah mereka semua mencari
Swat Hong, namun sampai habis seluruh lorong terowongan itu dijelajahi dan
sampai jauh di luar, di sekitar Rawa Bangkai, tetap saja tidak tampak bayangan
gadis itu yang seolah-olah lenyap ditelan bumi!
"Heran sekali, tadi ketika ditinggalkan pemuda itu,
dia masih pingsan!"
Kata Ouwyang Cin Cu ketika mereka bertiga kembali
berkumpul di dalam guha di depan sumur ular.
"Kenapa kau pucat sekali? Gadis itu tidak terlalu
berbahaya kukira. Andaikata dia berhasil melarikan diri, biarkan dia datang.
Pemuda itu yang lebih hebat pun dapat kita basmi,"
Kata Kiam-mo Cai-li ketika melihat betapa The Kwat Lin
nampak ketakutan dan mukanya pucat.
"Aihhh... kau tidak tahu....! Lenyapnya Swat Hong
begitu aneh...., aku takut kalau-kalau...."
"Mengapa? Apa yang perlu ditakuti?"
Ouwyang Cin Cu juga berkata.
"Kalau ayahnya yang datang, kita celaka. Baru
muridnya saja sudah demikian sukar dilawan, apalagi Gurunya..."
"Bekas suamimu?" Kiam-mo Cai-li bertanya.
"Raja Pulau Es?"
Ouwyang Cin Cu juga berkata sambil menengok ke kanan
kiri, karena gentar juga mendengar tentang guru pemuda luar biasa tadi.
"Kalau begiu, sebaiknya kita cepat mengunjungi utara
dan menghadap An Tai-goanswe," kata Kiam-mo Cai-li.
"Benar, kalau terlalu lama, tentu aku akan ditegur.
Beliau telah menanti-nanti!" kata pula Ouwyang Cin Cu karena kini hatinya
gentar sekali seperti halnya Kiam-mo Cai-li.
"Memang sebaiknya kita pergi hari ini juga. Akan
tetapi hatiku belum puas kalau belum yakin benar akan kematian Sin Liong.
Pemuda itu terlalu berbahaya dan lihai, siapa tahu dia masih belum mati di
dalam sana."
"Aiihhhh, siapa dapat hidup di lempar ke dalam sumur
yang penuh ular berbisa itu?" Ouwyang Cin Cu berkata sambil bergidik
karena dia merasa ngeri juga memikirkan hal itu. Kiam-mo Cai-li tertawa.
"The lihiap, mengapa khawatir? Aku sebagai pemilik
tempat ini mengerti betul bahwa sumur itu merupakan sumur maut. Entah sudah
berapa banyak..... eh, orang-orang yang kulempar ke situ dan tidak pernah ada
yang dapat hidup kembali. Sumur itu dahulunya memang merupakan sarang ular-ular
berbisa, kemudian kutambah lagi dengan ratusan ekor ular berbisa lain. Kurasa
jangankan baru pemuda itu, biar dewa sekalipun kalau terjatuh ke dalam sumur
itu tentu mampus!"
Dan memang apa yang diceritakan oleh wanita ini benar.
Sudah banyak pria yang dia lempar ke dalam sumur itu, yaitu para pria yang
diculiknya dan menjadi korban nafsu berahinya. Setelah dia merasa bosan, para
korban itu dilempar ke dalam sumur menjadi mangsa ular-ular berbisa.
"Betapapun juga,aku masih belum yakin benar,
Cai-li."
"Kalau begitu, kita runtuhkan saja guha ini agar
sumur tertutup dan tidak ada jalan keluar lagi baginya andaikata dia benar
masih hidup."
Ouwyang Cin Cu memberikan usulnya.
"Memang baik sekali begitu," kata The Kwat Lin.
Kiam-mo Cai-li setuju dan mengerahkan semua anak buah Rawa Bangkai, juga
orang-orang kerdil untuk meruntuhkan guha itu sehingga sumur ular itu tertutup
oleh batu-batu besar dan tidak ada jalan keluar dari tempat yang terpendam
batu-batu besar itu. Kemudian bergegas tiga orang ini mengajak anak buah mereka
meninggalkan Rawa Bangkai dan diam-diam secara terpencar, mereka melakukan
perjalanan ke utara untuk membantu pergerakan Jenderal An Lu Shan yang sudah
mulai mempersiapkan kekuatannya untuk menyerbu kota raja.
Ke manakah perginya Swat Hong? Apakah dia berhasil siuman
dan sempat melarikan diri? Tidak mungkin, Andaikata dia siuman dan melihat Sin
Liong dikeroyok, dia pasti akan membantu suhengnya itu, kalau perlu sampai mati
bersama. Bukan watak Swat Hong untuk melarikan diri, menyelamatkan dirinya
sendiri apalagi suhengnya terancam bahaya. Tidak, ketika pertolongan tiba, dara
ini masih dalam keadaan pingsan.
Ketika Sin Liong lari mengejar Ouwyang Cin Cu, muncullah
seorang kakek tua renta yang bercaping lebar, berdiri memandang Han Swat Hong
samabil menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian dia menghampiri dara itu,
membetulkan bajunya yang lepas, lalu memanggul tubuh gadis yang pingsan itu
keluar dari dalam guha dengan gerakan yang cepat sekali. Setelah berada di
dalam sebuah hutan yang jauh di luar daerah Rawa Bangkai, kakek itu berhenti,
menurunkan Swat Hong dan mengurut tengkuk gadis itu beberapa kali, Swat Hong
membuka matanya dan menlihat seorang kakek tua renta, akan tetapi hampir dia
jatuh lagi karena tubuhnya masih lemah.
"Duduklah dulu, engkau masih pening dan lemah."
Suara ini sedemikan halusnya sehingga mengelus hati Swat
Hong yang menjadi tenang dan sabar kembli. Dia duduk, memejamkan mata sebentar
mengusir kepeningannya, lalu mengangkat muka memandang kakek yang berdiri
didepannya sambil tersenyum itu.
"Tuan.. Tuan siapa....?"
"Anak manis, apakah benar namamu Han Swat
Hong?"
Swat Hong terbelalak lalu mengangguk.
"Apakah kau datang dari Pulau Es?"
Kembali Swat Hong terkejut dan terheran, akan tetapi
untuk kedua kalinya dia mengangguk.
"Tuan...siapa....?"
"Hemmm.... kalau begitu Ibumu adalah Liu Bwee dan
ayahmu Han Ti Ong?"
Swat Hong tak dapat menahan keheranan hatinya.
"Bagaimana tuan bisa tahu?" kakek itu
tersenyum, memperlihatkan mulut yang sudah tak bergigi lagi.
"Mengapa tidak tahu..kalau Han Ti Ong itu adalah
cucuku?"
"Ouhhh...!"
Swat Hong terbelalak sebentar, kemudian cepat menjatuhkan
diri berlutut. Kiranya dia berhadapan dengan Kong-couwnya (kakek buyut) yang
pernah dia dengar telah meninggalkan Pulau Es sebagai seorang pertapa! Kini
mengertilah dia bahwa kakek buyutnya ini telah menolongnya.
"Ha-ha-ha, kebetulan saja aku mendengar pemuda itu
memanggil-manggilmu sehingga aku tertarik akan She Han yang diteriakkannya.
Melihat engkau berada dalam bahaya, aku segera membawamu keluar dari guha ke
tempat ini."
"Saya menghaturkan terima kasih atas pertolongan
Kong-couw... akan tetapi, di mana Suheng?"
"Hemm, pemuda yang lihai itu, dia Suhengmu?"
"Benar, Kong-couw, dia adalah murid Ayah."
"Ahh, dia terlalu berbahaya keadaannya. Kau
beristirahatlah di sini, pulihkan tenagamu, aku akan kembali ke sana dan
melihat keadaannya."
Swat Hong mengangguk dan kakek itu berkelebat pergi dari
situ. Swat Hong merasa kagum sekali. Kakek buyutnya itu sudah tua sekali, tentu
lebih dari seratus tahun usianya namun gerakannya masih demikian ringan dan
cepat. Hatinya merasa lega melihat kakeknya itu pergi untuk menolong Sin Liong,
maka dia lalu duduk bersila dan mengatur pernapasannya untuk memulihkan
tenaganya.
Samar-samar teringatlah dia akan peristiwa di dalam guha
dan mukanya terasa panas sekali. Teringatlah dia betapa dia telah menjadi
seperti gila di dalam guha itu, ketika suhengnya mengobatinya dan mengusir hawa
beracun dari tubuhnya. Kalau dia membayangkan peristiwa itu..... betapa dia
tanpa malu-malu memeluk suhengnya, menciumnya.... ah, dia bisa mati karena
malu! Namun semua itu hanya teringat seperti dalam mimpi saja, bayang-bayang
suram dan dia sendiri masih tidak percaya apakah peristiwa itu benar-benar
terjadi, ataukah hanya dalam mimpi belaka? Kalau sungguh terjadi betapa
malunya! Dan agaknya tidak mungkin dia berani melakukan hal itu, sungguhpun di
sudut hatinya memang terdapat suatu kerinduan yang hebat terhadap suhengnya.
Akan tetapi siapa tahu, di dalam guha yang aneh itu. Aihh, kalau benar-benar
telah terjadi hal itu , betapa dia dapat bertemu muka dengan suhengnya? Karena
pikiran dan hatinya tak pernah berhenti bekerja dan melamun, waktu berlalu
dengan amat cepatnya sampai tidak terasa oleh Swat Hong bahwa kakek buyutnya
telah pergi setengah hari lamanya!
Baru dia sadar kembali dan teringat akan kakek ini
setelah kakek itu datang kembali ke situ tahu-tahu sudah duduk di dekatnya,
menghapus keringat dari dahi yang berkeriput itu.
"Aihh...!"
Kakek itu menarik napas panjang sambil memandang Swat
Hong yang sudah membuka mata dan memandang kakek itu dengan penuh pertanyaan.
"Bagaimana, Kong-couw? Mana Suheng?"
Kembali kakek iru menarik napas panjang dan
menggeleng-geleng kepalanya.
"Mereka sungguh jahat, Suhengmu biar lihai tidak
dapat melawan kelicikan dan kecurangan mereka. Suhengmu tertangkap dan....
terbunuh...."
Sepasang mata itu terbelalak, mukanya pucat sekali.
"Terbunuh? Suheng.... terbunuh....?"
"Ya, dilempar ke dalam sumur ular...."
"Aahhhh....!"
Swat Hong menjadi lemas dan tentu akan roboh kalau tidak
di sambar oleh kakek itu. Dara itu pingsan dengan muka pucat sekali. Kakek itu
merebahkannya dan mengerutkan alisnya, merasa kasihan sekali karena dia dapat
menyelami perasaan gadis ini, cucu buyutnya yang agaknya mencinta Suhengnya.
Setelah siuman dari pingsannya, Swat Hong menangis dengan sedihnya. kakek itu
membiarkan dia menangis beberapa lamanya, kemudian berkata dengan suara halus
dan penuh pengertian,
"Han Swat Hong, aku tidak menyalahkan engkau berduka
dan menangis, karena kematian Suhengmu itu amat menyedihkan. Akan tetapi, kita
harus berani membuka mata melihat dan menghadapi kenyataan seperti apa adanya.
Suhengmu tewas, hal ini adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diubah oleh
siapa dan oleh apapun juga. Sudah demikianlah jadinya, tidak akan berobah
biarpun kita akan berduka sampai menangis air mata darah sekalipun. karena itu
lihatlah kenyataan ini dan bersikaplah tenang dan tabah."
Swat Hong menyusut matanya.
"Dia.... dia adalah satu-satunya orang.... setelah
aku kehilangan Ibu dan Ayah...."
Sukar membendung membanjirnya air mata akan tetapi
perlahan-lahan, mendengarkan nasihat kakek buyutnya, dapat juga Swat Hong
menekan kedukannya dan menghentikan tangisnya.
"Kong-couw, apakah yang terjadi dengan Suheng? Harap
ceritakan dengan sejelasnya."
Kakek itu menarik napas panjang.
"Aku terlambat. Ketika tiba di sana, tempat itu
sudah kosong. The Kwat Lin dan teman-temannya sudah melarikan diri dari Rawa
Bangkai. Aku menangkap seorang kerdil yang masih tinggal di sana dan dari orang
inilah aku mendengar betapa Suhengmu dikeroyok dan akhirnya dapat ditangkap dan
dilempar ke dalam sumur ular."
"Ketika dia dilempar belum mati, apakah dia tidak
dapat ditolong?"
Swat Hong bertanya penuh harapan. Kakek itu, yang selama
dalam perantauannya setelah meninggalkan Pulau Es, menyebut diri sendiri Han
Lojin (Kakek Han), menggeleng kepala.
"Guha terowongan itu diruntuhkan oleh Kwat Lin,
sumur ular telah tertutup batu-batu besar. Suhengmu tidak mungkin dapat
ditolong lagi karena sumur itu penuh ular berbisa dan Suhengmu pingsan ketika
dilempar ke situ."
Sepasang mata yang merah karena tangis itu mengeluarkan
sinar berapi dan kedua tangan itu dikepal,
"Aku harus bunuh mereka! Aku harus balaskan kematian
Suheng! kalau tidak, hidupku tidak ada artinya lagi. Kong-couw, sekarang juga
aku akan cari mereka!"
Dia sudah bangkit berdiri dan hendak pergi dari situ.
Akan tetapi kakek itu memegang lengannya dan berkata dengan suara penuh wibawa,
"Tahan dulu!"
Swat Hong memandang kakek itu dengan alis berkerut.
"Mengapa Kong-couw menghalangi niatku membalas
dendam?"
"Melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa tanpa
pertimbangan lebih dulu adalah perbuatan bodoh dan sikap yang ceroboh. Karena
tidak mengukur kekuatan sendiri, Suhengmu telah membeli dengan nyawanya. Apakah
perbuatan bodoh seperti itu hendak kau contoh pula? Aku mendengar keterangan
dari si kerdil itu bahwa mereka itu bersama anak buahnya pergi ke utara, ke
Telaga Utara untuk menggabungkan diri dengan pemberontak An Lu Shan. kalau
engkau menyusul ke utara, mana mungkin engkau seorang diri akan menghadapi
mereka yang mempunyai pasukan ratusan ribu orang? Apakah kau hanya akan
mengantar nyawa dengan sia-sia belaka di sana?"
"Aku tidak takut, Kong-couw!" Kakek itu
tersenyum.
"Tentu saja tidak takut, akan tetapi bodoh kalau
sampai begitu. Kau ini akan membalaskan kematian Suhengmu ataukah akan membunuh
diri?"
Swat Hong sadar dan terkejut juga karena baru sekarang
terbuka matanya bahwa dia hanya menuruti hati duka dan sakit. Dia menunduk dan
berkata dengan lirih,
"Aku harus membalaskan kematian Suheng, dan juga aku
harus merampas kembali semua pusaka Pulau Es yang dilarikan The Kwat Lin untuk
memenuhi pesan terakhir Ayahku."
"Baiklah, akan tetapi engkau tidak mungkin bisa
melaksanakan tugas berat itu seorang diri saja. Marilah pergi bersamaku, aku
sudah hafal akan keadaan di Telaga Utara dan biarlah aku yang akan menyelidiki
di sana nanti."
Swat hong tentu merasa girang sekali memperoleh bantuan
kakeknya yang berilmu tinggi dan dia tidak membantah. Maka berangkatlah ke dua
orang ini ke utara. Setelah tiba di dekat Telaga Utara, Han Lojin mulai
menyelidiki sebagai sebagai seorang tukang pancing yang bercaping lebar. Swat
Hong dia suruh menanti di dalam kuil tua di sebelah hutan. Seperti telah
diceritakan di bagian depan, Han Lojin kemudian bertemu dengan cucu mantunya,
Liu Bwee, dan Ouw Sian Kok yang dikeoyok oleh orang-orangnya An Lu Shan dan menyelamatkan
kedua orang itu. Dia tidak berhasil bertemu dengan The Kwat Lin karena wanita
ini, bersama dengan Kiam-mo Cai-li dan juga Ouwyang Cin Cu, telah memperoleh
tugas lebih dulu dari An Lu Shan dan telah berangkat ke kota raja untuk
menyelundup dan membantu gerakan dari dalam secara rahasia. Oleh karena inilah
, maka ketika menyelidiki ke Telaga Utara, Han Lojin tidak pernah mellihat The
Kwat Lin dan akhirnya dia malah bertemu dan menyelamatkan cucu mantunya.
Demikianlah, Liu Bwee dan Ouw Sian Kok ikut bersama kakek
sakti itu memasuki hutan.Ketika tiba di kuil, kakek itu berkata kepada Liu
Bwee,
"Engkau akan bertemu dengan seseorang yang tidak kau
sangka-sangka, maka bersiaplah engkau menghadapi peristiwa ini."
Tentu saja Liu Bwee menjadi terheran-heran dan tidak
mengerti. Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara orang ,
"Kong-couw, aku sudah pulang?"
Dan munculah Swat Hong! Tiba-tiba Swat Hong yang berlari
ke luar itu berhenti dan seperti telah berubah menjadi patung. Ibu dan anak itu
saling berpandangan, keduanya tidak bergerak seperti terkena pesona.
"Ibuuuuu.....!!"
"Swat Hong..... Hong-ji, anakku....!"
Keduanya berlari ke depan, kedua lengan terbuka, air mata
bercucuran di wajah yang berseri penuh kebahagiaan, keduanya bertemu, saling rangkul
dan saling dekap sambil menangis! Pertemuan yang sama sekali tidak pernah
mereka sangka-sangka, pertemuan yang mengundang keharuan hati mendatangkan
segala bayangan duka yang dipendam di lubuk hati. Ouw Sian Kok terbatuk-batuk
menahan haru. Teringat dia akan puterinya sendiri, namun diam-diam dia merasa
girang bahwa Liu Bwee dapat berjumpa dengan anaknya.
Dia saling pandang dengan Han Lojin dan tersenyum sambil
mengangguk-angguk, dan pergi menjauh untuk memberi kesempatan kepada ibu dan
anak itu saling bertemu dan bicara.
"Ibu...., Ayah.... Pulau Es....." Liu Bwee
mengangguk dan menghusap rambut puterinya.
"Aku sudah tahu....."
".......dan Suheng......"
Liu Bwee memandang puterinya dan mengangkat dagu Swat
Hong.
"Apa maksudmu? Suhengmu kenapa?"
Melihat ibunya belum tahu, Swat Hong terisak lagi
menangis.
"Hong-ji, tenanglah. Mari kita bicara yang baik.
Mengapa Suhengmu? Apa saja yang telah terjadi sejak kita berpisah?"
"Suheng.... Suheng telah tewas, Ibu...."
Liu Bwee terkejut bukan main, terbelalak dan memandang
pucat kepada putrinya akan tetapi melihat puterinya menangis penuh duka, dia
mendekapnya dan menghibur,
"Mati hidup bukanlah urusan kita, Hong-ji. tenanglah
dan ceritakan semua pengalamanmu kepada Ibumu."
Swat Hong lalu menceritakan semua pengalamannya semenjak
ibunya meninggalkan Pulau Es, menceritakan dengan lengkap namun singkat dan
didengarkan oleh ibunya penuh perhatian. Ketika puterinya itu bercerita tentang
Soan Cu, Liu Bwee menengok dan menggapai ke arah Ouw Sian Kok sambil berseru,
"Ouw-twako, ke sinilah. Anakku telah bertemu dengan
puterimu, Ouw Soan Cu!"
Mendengar seruan ini, Ouw Sian Kok melompat bangun dan
lari menghampiri, berkata kepada Swat Hong,
"Aihhh, han-siocia (Nona Han), benarkah kau telah
bertemu dengan anakku?"
Suaranya agak gemetar karena keharuan hatinya mendengar
tentang puterinya. Swat Hong memandang laki-laki setengah tua yang gagah itu,
lalu mngangguk. Kiranya ibunya telah bertemu dan bersahabat dengan ayah Soan
Cu, pikirnya! Dia telah mendengar akan ayah Soan Cu yang lari meninggalkan
Pulau Neraka semenjak isterinya meninggal dunia. jadi inikah orangnya?
Dia lalu melanjutkan penuturannya yang amat menarik hati
itu sampai pada peristiwa penyerbuannya bersama suhengnya ke Rawa Bangkai
sehingga suhengnya tewas dan dia tertolong oleh kakek buyutnya. Hening sekali
setelah Swat Hong mengakhiri ceritera, hanya isak tertahan gadis itu masih
terdengar.
"Hemm, sungguh jahat sekali The Kwat Lin itu!"
Tiba-tiba Ouw Sian Kok berkata sambil mengepal tinjunya.
"Han-siocia, aku Ouw Sian Kok bersumpah untuk
membantumu menghadapi iblis betina itu!"
Swat Hong mengangkat mukanya memandang.
"Terima kasih, Paman Ouw....."
"Akan tetapi, aku harus menemui anakku lebih dulu.
Di manakah engkau bertemu dengan dia untuk terakhir kalinya?"
"Dia kami tinggalkan di Puncak Awan Merah di
Pegunungan Tai-hang-san, di tempat tingal Tee-tok Siangkoan Houw."
"Kalau begitu,biar aku menyusul ke sana!" kata
Ouw Sian Kok dengan gembira.
"Setelah aku bertemu dengan dia, barulah kita
beramai mencari iblis betina itu untuk sama-sama menghadapinya dan
menghancurkannya! Bagaimana pendapat Locianpwe?"
Dia berpaling kepada Han-lojin yang sejak tadi hanya
mendengarkan saja. Juga Swat Hong dan Liu Bwee menoleh dan memandang kakek itu
karena betapapun juga, mereka mengharapkan bantuan kakek ini, juga
keputusannya. Sampai lama Han Lojin diam saja, merenung dan memandang jauh,
kemudian menghela napas panjang.
"Aihh, tak kusangka akan begini jadinya....!
Tadinya, ingin sekali aku melihat kalian berdua melupakan semua hal yang telah
lalu, mulai hidup baru dengan aman dan tenteram, menjauhi urusan kekerasan
dunia yang hanya mendatangkan dendam dan bunuh-bunuhan antara sesama manusia,
sambil mendidik Swat Hong pula. Akan tetapi melihat gejalanya..... mengingat
pula hancurnya Pulau Es ..... dan memang sudah seharusnya kalau pusaka-pusaka
itu dikembalikan ke tempat asalnya...... ahhhh, aku Si Tua Bangka yang sudah
lama mencuci tangan dari urusan duniawi, sekarang terseret pula! Betapa
menyedihkan!"
"Locianpwe, kalau kita masih hidup di dunia ramai,
betapa mungkin kita menghindarkan diri untuk men campuri urusan dunia ramai?
Yang penting kita selalu berada di pihak yang benar."
Ouw Sian Kok membantah. Kakek itu menggeleng-geleng
kepala.
"Engkau belum mengerti, apa sih artinya pihak yang
benar? Apa sih artinya kebenaran? Kebenaran yang dapat disebut dengan mulut,
bukankah kebenaran adanya! Ahhh, sudahlah, tanpa adanya kesadaran, mana mungkin
dapat mengerti? Engkau hendak mencari puterimu, memang sudah sepatutnya dan
semestinya sejak dahulu kau lakukan hal itu. Sekarang aku akan menyertai Liu
Bwee dan puterinya ini ke kota raja......"
"Ke kota raja?" Ouw Sian Kok berseru heran.
"Ya, karena The Kwat Lin telah menerima tugas dari
An Lu Shan untuk menyusun kekuatan di sana menanti saat pemberontakan tiba. Dan
kita tidak perlu terseret oleh pemberontakan, melainkan hanya hendak mencari
The Kwat Lin dan minta kembali pusaka-pusaka Pulau Es."
"Dan membunuh mereka untuk membalaskan kematian
suheng!"
Swat Hong berseru penuh semangat. Han Lojin tidak
menjawab seruan Swat Hong itu, melainkan menoleh kepada Ouw Sian Kok, sambil
berkata,
"Ouw Sian Kok, kalau kau hendak mencari puterimu,
pergilah dan kelak kau boleh menyusul kami di kota raja....."
"Tidak, Locianpwe. Setelah saya mendengar bahwa
iblis betina itu berada di kota raja, saya juga harus ikut ke kota raja untuk
menghadapinya!"
Liu Bwee memandang kepada tokoh Pulau Neraka ini dan
kebetulan sekali Ouw Sian Kok juga memandangnya, maka pertemuan dua pasang
sinar mata itu sudah cukup bagi mereka untuk mengetahui isi hati masing-masing.
liu Bwee maklum bahwa pria yang gagah itu ingin membantunya karena
mengkhawatirkan dirinya, sebaliknya Ouw Sian Kok juga maklum bahwa bekas ratu
Pulau Es itu girang sekali mendengar bahwa dia akan membantu. Maka tanpa banyak
cakap lagi berangkatlah empat orang ini menuju ke kota raja. Pada waktu itu, suasana
di seluruh negeri telah menjadi panas.
***
Kekacauan terjadi dimana-mana ketika tersiar berita bahwa
pemberontakan An Lu Shan mulai bergerak dari utara. Tersiar berita bahwa di
tapal batas utara telah di mulai perang saudara antara pasukan pemberontak dan
pasukan pmerintah yang tidak kuat membendung datangnya pasukan pemberontak yang
seperti air bah membanjir ke selatan. Berita ini sudah cukup untuk
membangkitkan semangat golongan sesat untuk bangkit dan mempergunakan
kesempatan selagi keadaan negara kacau, rakyat bingung dan pasukan-pasukan
ditarik untuk diperbantukan menghadapi pemberontak sehingga keamanan tidak
terjamin lagi. Memang perang telah dimulai. An Lu Shan telah membuka kedoknya
dan dengan terang-terangan mulai menggelar kan pasukannya. Pada waktu itu,
pasukan pemerintah yang terkuat adalah pasukan penjaga tapal batas utara yang
dianggap merupakan bagian atau daerah yang paling penting untuk dijaga dengan
kuat, maka otomatis pasukan yang terkuat berada di bawah pimpinan Jenderal ini.
Pada jaman itu, kerajaan Tang dipimpin oleh kaisar Beng
Ong yang usianya sudah enam puluh tahun lebih, seorang kaisar yang sayangnya
memiliki kelemahan, yaitu menjadi hamba dari nafsu, sehingga dia seperti boneka
lilin di dalam tangan halus selir Yang Kui Hui. Pada waktu itu, Kerajaan Tang
mempunyai dua buah kota raja atau ibu kota. Yang pertama, di mana Kaisar Beng
Ong duduk bertahta dan menjadi pusat pemerintahannya, adalah ibu kota Tian-an.
Adapun ibu kota yang ke dua adalah Lok-yang.
An Lu Shan yang selain mempunyai bala tentara yang besar
jumlahnya dan pasukan-pasukan pilihan, juga dibantu oleh banyak orang-orang
kang-ouw yang berilmu tinggi. Hal ini adalah karena banyak orang-orang kang-ouw
merasa tidak suka kepada Kaisar tua yang berada di bawah telapak kaki selir
cantik itu, juga banyak pembesar yang diam-diam merasa dendam kepada Yang Kui
Hui karena selir ini dengan mudah begitu saja mempengaruhi Kaisar untuk memecat
pembesar-pembesar tinggi dan menggantikan kedudukan mereka dengan kedudukan
lebih rendah, semua ini untuk menarik keluarga-keluarganya agar dapat menduduki
tempat-tempat penting!
Gerakan pemberontakan An Lu Shan dimulai dari utara di
dekat Peking, terus membanjir ke selatan. Dengan mudahnya dia melumpuhkan semua
perlawanan yang dilakukan oleh pasukan-pasukan yang masih setia kepada Kaisar,
bahkan pasukan yang takluk segera menyerah dan menjadi pasukan pembantunya.
Dengan mudah saja pasukan-pasukan pemberontak menyeberangi Sungai Kuning dan
menyerbu Lok-yang, ibu kota ke dua dari kerajaan Tang.
Komandan pasukan yang mempertahankan Lok-yang, ibu kota
ke dua dari Kerajaan Tang ini adalah seorang panglima yang setia dan dengan
gigih dia memimpin pasukannya mempertahankan Lok-yang mati-matian. Akan tetapi,
yang amat melemahkan pertahanan itu adalah gangguan-gangguan dari dalam kota
itu sendiri yang dilakukan oleh kaki tangan An Lu Shan. Pada saat Lok-yang
diserbu inilah rombongan Han Lojin berada di Lok-yang ketika mereka berusaha
mencari The Kwat Lin yang dikabarkan membantu An Lu Shan dengan mempersiapkan
diri di ibu kota itu. Han Lojin, Ouw Sian Kok, Liu Bwee dan Swat Hong terkurung
di dalam kota Lok-yang ketika ibu kota ke dua ini di serbu pemberontak.
Mereka menyaksikan sendiri betapa Panglima Coa Cun dengan
gagah berani mem pertahankan ibu kota ke dua itu dengan pasukannya sehingga
tidaklah mudah bagi pasukan pemberontak untuk menguasai kota raja ini. Han
Lojin dan rombongan yang memang bermaksud untuk mencari The Kwat Lin, ikut
hilir mudik bersama parang penghuni yang ketakutan, memasang mata dan ketika
terjadi pembakaran di pusat pasar dan serangan-serangan gelap yang ditujukan
kepada komandan-komandan pasukan oleh serombongan orang yang gerakannya amat
lihai, Han Lojin dan rombongannya cepat mendatangi tempat kekacauan ini.
Akhirnya setelah lari ke sana-sini setiap mendengar ada
kekacauan yang dilakukan oleh segerombolan mata-mata musuh, di taman belakang
istana pangeran muda yang berkuasa di Lok-yang, mereka melihat gerombolan
pengacau itu dan serta merta Han-Lojin, Ouw Sian Kok, Liu Bwee Dan Swat Hong
menyerbu dan mencari The Kwat Lin. Akan tetapi, mereka berhadapan dengan
belasan orang pengacau yang dipimpin oleh Kiam-mo Cai-li! Gerombolan itu sedang
berusaha untuk membakar istana pangeran dengan panah-panah api dan para
pengawal istana itu sudah malang melintang tewas oleh mereka.
"Dialah Kiam-mo Cai-li, pemiliki istana Rawa
Bangkai,"
Kata Han Lojin sambil menuding ke arah seorang wanita
cantik yang pakainnya mewah dan sedang memimpin belasan orang pembantunya itu
untuk menghujankan anak panah ke arah istana. Sebagian dari istana itu mulai
terbakar. Mendengar bahwa wanita itu adalah seorang di antara pembunuh-pembunuh
suhengnya, Swat Hong sudah tidak dapat menahan kesabaran hatinya lagi. Dia
meloncat keluar dari tempat sembunyinya dengan pedang di tangan, serta merta
menyerang sambil membentak,
"Iblis betina Kiam-mo-cai-li, bersiaplah engkau
menebus nyawa Suheng Kwa Sin Liong!!"
"Singggggg... syuuuuuutttt..... aiihhhh.....!"
Kiam-mo Cai-li cepat mengelak dengan meloncat ke belakang
dan rambutnya yang panjang seperti hidup saja bergerak menyambar ke arah
pergelangan tangan Swat Hong. Namun dara ini cukup cekatan. Melihat sinar hitam
menyambar, dia sudah membalikkan pedangnya membacok sehingga putuslah segumpal
rambut, membuat Kiam-mo Cai-li berteriak kaget dan marah. Ketika dia memandang
dan melihat bahwa yang muncul ini adalah gadis teman Sin Liong, gadis dari
Pulau Es seperti yang di ceritakan oleh The Kwat Lin, dia terkejut bukan main.
Apalagi melihat han Lojin, Ouw Sian Kok, dan Liu Bwee yang jelas membayangkan
kelihaian.
"Panah..!! robohkan mereka!"
Tiba-tiba dia berteriak sambil melompat jauh ke belakang
untuk memberi kesempatan kepada dua belas orang pembantunya menyerang empat
orang ini. Dua belas orang itu adalah anak buah Kiam-Mo Cai-li dari Rawa
Bangkai yang telah dididik khusus menggunakan anak panah berapi. Ketika mereka
mendengar aba-aba ini dan mengenal wajah Swat Hong sebagai gadis yang pernah
menyerbu Rawa Bangkai, cepat mereka membidikan anak panah mereka, dan tampaklah
sinar-sinar berapi menyambar ke pada empat orang itu.
"Wir-wir-wir....!!"
Mengerikan sekali datangnya anak-anak panah yang ujungnya
bernyala itu, dapat dibayangkan betapa mengerikan kalau anak panah yang
bernyala itu mengenai tubuh! Namun, empat orang itu bukanlah orang-orang
sembarangan. Dengan amat mudahnya Han Lojin dan Ouw Sian Kok mengebutkan ujung
baju meruntuhkan semua anak panah yang menyambar ke arah mereka, sedangkan Liu
Bwee dan Swat Hong juga sudah meruntuhkan semua anak panah yang menyambar ke
arah mereka dengan pedang sehingga anak-anak panah itu patah-patah.
"Iblis betina !"
Swat Hong meloncat maju, pedangnya diputar cepat dan dia
sudah menerjang Kiam-mo Cai-li dengan dahsyat.
"Trangggg! Trik-trikkkk!"
Pedang payung di tangan Kiam-mo Cai-li sudah menangkis
dan kuku-kuku jarinya yang panjang mengeluarkan suara berjentrik ketika dia
mencengkeram ke arah Swat Hong yang dapat dielakan oleh dara ini.
"Kalian hadapi mereka. wanita itu lihai dan
berbahaya, aku harus menjaga Swat Hong,"
Kata Han-Lojin kepada Ouw Sian Kok dan Liu Bwee. Liu Bwee
mengangguk dan hatinya lega karena dengan bantuan kakek suaminya itu, dia tidak
mengkhawatirkan keselamatan puterinya. Maka bersama Ouw Sian Kok dia lalu
mengamuk dan celakalah dua belas orang anak buah Rawa Bangkai itu karena mana
mungkin mereka dapat melawan dua orang lihai dari Pulau Es dan Pulau Neraka
ini?
Biarpun mereka semua telah menggunakan pedang dan golok
menyerang dan mengeroyok, namun seorang demi seorang roboh dan tidak dapat
bangkit kembali. Adapun pertandingan antara Swat Hong melawan Kiam-mo Cai-li
amat seru dan menegangkan. Biarpun pada dasarnya Swat Hong memiliki ilmu silat
tinggi yang lebih murni dan kuat, namun menghadapi seorang datuk kaum sesat
seperti Kiam-mo Cai-li yang amat cerdik dan banyak pengalaman, beberapa kali
hampir saja dia terkena cakaran kuku panjang beracun itu. Tiga macam senjata
Kiam-mo Cai-li amat membingungkan Swat Hong. Dengan gerakan pedang yang cepat, Swat
Hong dapat membendung pedang payung dan kuku-kuku jari tangan kiri iblis betina
itu, bahkan dia mulai mendesak dengan permainan pedangnya yang cepat dan
mengandung tenaga dingin itu.
"Mampuslah!" Swat Hong membentak dan pedangnya
menusuk.
"Tranggg...! Brettt...!!"
Pedangnya bertemu dengan pedang payung dan berhasil
menembus dan merobek kain payung, akan tetapi pedangnya itu tercepit di antara
batang-batang payung sehingga kedua pedang bertemu dan saling melekat.
"Hi-hi-hik, kalulah yang mampus!"
Kiam-mo Cai-li berseru, tangan kirinya bergerak
mencengkeram ke arah dada Swat Hong. Kalau sampai kena dicengkeram kuku-kuku
beracun itu, dada Swat Hong tentu akan berbahaya sekali.
"Plak!"
Swat Hong sudah siap dan tangan kirinya menangkap pergelangan
tangan lawan dari bawah. Kini terjadilah adu tenaga karena kedua tangan mereka
sudah tidak bebas lagi. Pada saat itu, rambut panjang Kiam-mo Cai-li bergerak
menyambar ketika dia menggerakan kepalanya sambil tertawa. Bagaikan ular hidup
saja, gumpalan rambut itu menyambar dengan totokan maut! Swat Hong terkejut
bukan main, namun hatinya menjadi lega kembali melihat berkelebatnya bayangan
kakek buyutnya.
"plakkkk!!!" Rambut itu disambar oleh tangan
Han Lojin.
"Aihhh.... lepaskan....!"
Kiammo Cai-li menjerit karena betapapun dia berusaha
menarik rambutnya, tetap saja tidak dapat terlepas bahkan semakin erat.
"Swat Hong, lepaskan dia, mundurlah!"
Han Lojin berseru. Swat Hong tidak berani membantah, lalu
melepaskan pegangan tangannya dan menarik pedangnya melompat mundur.
"Kiam-mo Cai-li, aku hanya ingin bertanya
kepadamu!"
Han Lojin berkata, suaranya halus. Melihat kakek ini yang
dia tahu amat lihai, Kiam-mo Cai-li yang cerdik lalu menjatuhkan diri berlutut
di depan kakek itu, menunduk dan berkata,
"Locianpwe, maafkan saya, saya tidak berani melawan
Locianpwe yang sakti. Pertanyaan apakah yang hendak Locianpwe ajukan kepada
saya?"
Melihat sikap Kiam-mo Cai-li yang begitu ketakutan, Swat
Hong mengerutkan alisnya, akan tetapi Han Lojin mengelus jenggotnya.
"Hemmm, semua orang pernah melakukan penyelewengan
dalam hidupnya. Penyesalan yang disertai kesadaran tinggi mendatangkan
pengertian sehingga si penyeleweng akan merasa jijik untuk melanjukan
penyelewengannya. Kiam-mo Cai-li, sayang kalau kepandaian seperti yang
kaumiliki itu dipergunakan untuk kejahatan. Aku hendak bertanya, di mana adanya
The Kwat Lin?"
"The Kwat Lin? Ohh, dia berada di...... neraka
bersamamu!"
Tiba-tiba wanita itu dari bawah menyerang dengan payung
dan kuku beracunnya.
"Cepppp.... bresss....!"
"Keparat....."
Swat Hong menjerit dan pedangnya bergerak secepat kilat
sebelum Kiam-mo Cai-li sempat mencabut kembali pedangnya dari dada kakek itu.
"Prepppp....! Aihhhh....!!"
Darah muncrat-muncrat dari lambung Kiam-mo Cai-li dan
dada han Lojin.
Kakek itu masih berdiri tegak sambil tersenyum ketika
pedang dicabut keluar dadanya. Kiam-mo Cai-li mengeluarkan teriakan seperti
binatang buas ketika dia menubruk Swat Hong dan menyerangnya. namun Swat Hong
sudah mengelak dan dari samping kembali pedangnya menyambar.
"Crokkkkk!!"
Tubuh Kiam-mo Cai-li yang sudah terhuyung itu tidak dapat
mengelak lagi, lehernya tertusuk pedang dan dia roboh terguling, berkelojotan
dengan mata mendelik memandang ke arah Swat Hong.
"Locianpwe....!"
Ouw Sian Kok yang sudah berhasil bersama Liu Bwee
merobohkan dua belas orang itu, meloncat dan merangkul kakek itu karena kekek
yang masih berdiri tegak itu mendekap dadanya yang bercucuran darah. Kakek itu
menggelengkan kepala, memandang kepada Swat Hong.
"Aihhh, kau ganas sekali, Swat Hong....!"
"Kong-couw.... dia jahat.... patut di bunuh!"
Swat Hong berkata, memandang mayat Kiam-mo Cai-li yang
kini sudah tidak bergerak lagi itu.
"Hayaaaa.... selamanya belum pernah dirobohkan
orang, sekali ini terperdaya kelicikan seorang wanita.... memang sudah
semestinya begini...... kalian..... kurangilah atau lenyapkan sama sekali....
keganasan..... kekerasan, bunuh membunuh ini.... karena siapa menggunakan
kekerasan akan menjadi korban kekerasan pula.... nah, selamat berpisah
anak-anak....."
Tubuh yang bediri tegak itu masih berdiri akan tetapi
kalau tidak dirangkul tentu akan roboh karena pada saat itu juga Han Lojin
telah mengembuskan napas terakhir. Memang luar biasa sekali kakek ini. pedang
payung yang ditusukan secara curang oleh Kiam-mo Cai-li menembus dada dan
menembus pula jantungnya, namun dia masih mampu berdiri tegak dan berkata-kata!
Liu Bwee dan Swat Hong berlutut sambil menangis. Akan tetapi Ouw Sian Kok
berkata,
"Harap kalian bangkit berdiri dan mari kita lekas
membawa pergi jenazah Locianpwe ini keluar kota."
Liu Bwee menyusut air matanyadan menggandeng tangan Swat
Hong, menarik gadis itu bangkit berdiri.
"Ouw-twako benar, Hong-ji. Kita tidak mempunyai
urusan apa-apa lagi di sini, keadaan makin kacau. Tugas kita berada di ibu kota
pertama, Tiang-an."
Diingatkan akan ini, bahwa The Kwat Lin berada di
Tiang-an, Swat Hong memandang ibunya.
"Kami tadi telah memaksa seorang di antara mereka
itu mengaku di mana adanya The Kwat Lin. Dia berada di Tiangan, tugasnya sama
dengan Kiam-mo Cai-li yaitu mengacau kota raja di waktu pemberontak menyerbu ke
sana."
Swat Hong mengangguk, sekali lagi melirik ke arah mayat
Kiam-mo Cai-li, rasa lega dan puas menyelinap di hatinya mengingat akan
kematian suhengnya yang betapapun juga kini sudah agak terbalas dengan matinya
wanita ini, kemudian dia mengikuti ibunya pergi dari tempat itu.
Kekuatan bala tentara yang dipimpin An Lu Shan memang
hebat. Dalam beberapa bulan saja, sekali menyerbu, dia telah menguasai seluruh
daerah di sebelah utara Sungai Huangho. Pasukan-pasukannya akhirnya berhasil
merobohkan pertahanan Lok-yang yang memduduki ibu kota ke dua itu.
Kemudian An Lu Shan kembali mengumpulkan kekuatan
pasukannya dan melanjutkan penyerbuannya menuju ke kota raja Tiang-an! Kematian
Kiam-mo Cai-li membuat Jenderal ini menyesal, tentu saja penyesalan ini
didasari bahwa dia kehilangan seorang pembantu yang boleh diandalkan! Ketika
Kaisar yang sudah tua itu mendengar betapa Lok-yang dalam beberapa hari saja
terjatuh ke dalam tangan pemberontak An Lu Shan, mulailah terbuka matanya
betapa selama ini tidak terlalu mengacuhkan urusan pertahanan dan sebagian
besar waktunya hanya dihabiskannya di dalam kamar tidur dan di atas ranjang
yang lunak hangat dan harum dari selirnya tercinta, Yang Kui Hui. Bangkitlah
semangatnya, semangat mudanya yang kini terlalu lama terpendam itu dan dia
berhasil mengobarkan semangat para pasukannya yang dikumpulkannya di Ling Pao
di mana kaisar membentuk benteng pertahanan yang cukup kuat. Bahkan sekali ini
dia memimpin sendiri untuk berperang menghadapi An Lu Shan dengan hati penuh
kemarahan. Hati siapa tidak akan sakit kalau mengingat betapa dia telah memberi
anugerah besar kepada An Lu Shan, bahkan selirnya yang tercinta telah
menganggap An Lu Shan sebagai putera angkat. Dan kini jenderal itu memberontak!
Dengan penuh kemarahan Kaisar memimpin barisan-barisan
yang dapat dikumpulkannya, didampingi oleh seorang jenderal yang setia
kepadanya, seorang jenderal yang ahli dalam perang bernama Kok Cu It yang
menjadi komandan barisan itu. Barisan ini lalu bergerak dari Ling Pao.
Bertemulah dua barisan yang bermusuhan itu di pegunungan
dan terjadilah perang yang amat dahsyat di sela Gunung Tung Kuan. Perang yang
amat mengerikan dan mati-matian, di mana mayat manusia bertumpuk-tumpuk dan
berserakan, darah manusia membanjiri padang rumput. Namun akhirnya, betapapun
gigih Panglima Kok Cu It melakukan perlawanan setelah dia menyuruh pasukan
pengawal mengiringkan Kaisar lebih dulu menyelamatkan diri ke kota raja, karena
kalah banyak jumlah pasukannya, Tung Kuan jatuh ketangan pihak An Lu Shan.
Pasukan-pasukan yang masih dapat bertahan segera ditarik
mundur ke Ling Pao dan membuat pertahanan di tempat ini. kaisar telah
melanjutkan perjalanan kembali ke Tiang-an di mana dia berkemas-kemas dengan
hati penuh kehawatiran. Tak lama kemudian, Ling pao juga jatuh dan Panglima Kok
Cu It terpaksa membawa sisa pasukannya kembali ke kota raja. Melihat betapa
gerakan An Lu Shan amat kuat dan tidak dapat dibendung, panglima ini
menganjurkan kepada Kaisar untuk pergi mengungsi ke Secuan.
Kaisar mengumpulkan semua pembantunya yang setia dan
akhirnya, atas desakan mereka pula, kaisar menerima usul itu. Berangkatlah
rombongan Kaisar ke barat. Yang berada di dalam rombongan itu, selain Kaisar
sekeluarga tentu saja ter masuk selir Yang Kui Hui, juga perdana Menteri Yang
Kok Tiong kakak dari selir cantik itu berserta semua keluarganya, para Thaikam
yang setia kepada Kaisar, dan beberapa orang ponggawa tinggi yang menjadi kaki
tangan mereka.
Rombongan besar ini dikawal oleh pasukan pengawal istimewa
dan berangkatlah rombongan Kaisar pergi mengungsi di lakukan di waktu malam
agar jangan ada rakyat mengetahuinya. Pelarian yang dilakukan tergesa-gesa ini
pun mencerminkan watak orang-orang bangsawan ini. Selain keluarga mereka, juga
mereka membawa harta benda mereka sebanyak mungkin!
Karena ketamakan itulah maka rombongan Kaisar segera
mengalami akibatnya setelah rombongan besar itu melarikan diri sampai di pos
penjagaan Ma Wei, yang terletak di Propinsi Shen-si sebelah barat, rombongan
ini kehabisan ransum yang tidak berapa banyak itu. pasu kan pengawal yang
menderita kelelahan dan kelaparan, karena sisa ransum yang sedikit diperuntukan
Kaisar dan keluarganya serta para bangsawan , menjadi gelisah dan tampaklah
wajah-wajah yang membayangkan penasaran dan kemarahan, mulai terdengarlah
suara-suara tidak puas di antara para anggauta pasukan.
Perhentian di Ma Wei ini dipergunakan oleh Yang Kok Tiong
untuk mengadakan pertemuan dengan orangorang Tibet. Yang Kok Tiong berusaha
untuk mengadakan kontak dengan Pemerintah Tibet untuk membantu Kaisar dalam
menghadapi pemberontakan dan membujuk seorang pendeta Lama yang berada di
antara orang-orang Tebet itu untuk menyampaikan permintaan bantuannya. Hatinya
juga gelisah ketika melihat betapa anak buah pasukan pengawal mulai tidak puas.
Akan tetapi Kaisar yang sudah merasa lelah dan berduka, tidak tahu akan semua
itu dan dia menenggelamkan dirinya yang dirundung kedukaan itu dalam pelukan
selirnya yang menghiburnya.
Tidak seorang pun di antara para bangsawan itu tahu
betapa di luar terjadi hal yang luar biasa. Seorang laki-laki muda dan seorang
gadis cantik menyelinap di antara penduduk setempat, mendekati tempat mengaso
para pasukan pengawal dan dua orang muda ini berbisikbisik dengan para pasukan.
Mereka ini bukan lain adalah Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki!
Seperti telah kita ketahui, Liem Toan Ki, jago muda dari
Hoa-san-pai itu adalah mata-mata An Lu Shan dan Bu Swi Nio, murid The Kwat Lin,
akhirnya juga menjadi pembantu An Lu Shan karena terbawa oleh Liem Toan Ki yang
menjadi tunangannya itu. Kini, selagi memata-matai keadaan Kaisar yang
melarikan diri, Bu Swi Nio teringat akan kematian kakaknya, maka diambilnya
keputusan untuk membalas dendam kepada Yang Kui Hui yang menyebabkan kematian
kakaknya, Bu Swi Liang. Setelah berunding dengan kekasihnya, mereka berdua lalu
menyelinap di antara penduduk, mengadakan kontak dengan para komandan pasukan
pengawal, mulai menghasut mereka itu.
"Lihat, kita bersusah payah, setengah mati kelelahan
dan kelaparan menjaga keselamatan Kaisar, beliau sendiri bahkan
bersenang-senang dan tidak memperdulikan kita, mabok dalam rayuan Yang Kui Hui
setan kuntilanak itu!" Bu Swi Nio antara lain menghasut.
"Lihat kakaknya yang menjadi perdana menteri itu.
Diam-diam mengadakan perundingan dengan orang-orang Tibet. Dialah bersama
adiknya ular cantik itu yang menjadi pengkhianat dan menjual negara. Coba
ingat, bukankah An Lu Shan diambil anak oleh Yang Kui Hui? Padahal diam-diam
menjadi kekasihnya? Negara telah dijual oleh Yang Kui Hui, diberikan kepada
kekasihnya, An Lu Shan. Dan sekarang agaknya Yang Kok Tiong hendak menjual
keselamatan Kaisar kepada orang-orang Tibet! Aduhhh, sungguh membuat orang
hampir mati penasaran. kaisar dipermainkan seperti itu, namun tinggal diam
karena mabok oleh kecantikan Yang Kui Hui iblis betina yang keji itu!"
Demikian Liem Toan Ki menambah minyak dalam api yang
mulai dikobarkan oleh Swi Nio. Memang para anggauta pasukan sudah gelisah dan
kehilangan ketenangan. Mereka merasa sengsara dan nasib mereka masih belum dapat
ditentukan bagaimana. Mungkin saja mereka semua akan mati konyol jika sampai
dapat disusul oleh pasukan-pasukan pemberontak. Mendengar hasutan-hasutan itu,
mereka menjadi makin gelisah dan akhirnya terdengarlah teriakan-teriakan yang
diam-diam didahului oleh Swi Nio dan Toan Ki.
"Gantung pengkhianat!"
"Bunuh penjual negara!"
"Seret Yang Kok Tiong!"
"Yang Kok Tiong pengkhianat, harus dihukum
mati!"
"Sebelum menjual negara itu mampus, kami tidak mau
pergi!"
Teriakan-teriakan ini makin hebat dan kini seluruh
pasukan sudah bangkit, mengacung-acungkan kepalan dan senjata ke arah
bangunan-bangunan di mana rombongan bangsawan itu berada. Dapat dibayangkan
betapa kagetnya hati Kaisar ketika mendengar teriakan-teriakan itu. Juga yang
lain-lain menjadi kaget setengah mati, terutama Yang Kok Tiong sendiri. Dia
sedang berunding dengan orang-orang Tibet, ketika tiba-tiba Kaisar bersama
pengawal-pengawal pribadi memasuki tempat itu. Kaisar kelihatan marah.
"Siapa mereka ini??" bentaknya sambil menuding
ke arah tujuh orang Tibet yang berada di situ.
"Hamba....hamba sedang berunding.... minta
pertolongan Pemerintah Tibet," jawab Yang Kok Tiong.
"Tangkap orang-orang Tibet itu! Siapa tahu mereka
adalah mata-mata perampok!"
Perintah Kaisar ini diturut oleh para pengawal dan
ditangkaplah tujuh orang Tibet itu yang tidak berani melakukan perlawanan.
Sementara itu, teriakan-teriakan di luar menuntut kematian Yang Kok Tiong makin
menghebat. Berbondong-bondong datanglah para pembantu Kaisar, berkumpul di
tempat Yang Kok Tiong yang duduk dengan muka pucat mendengar tuntutan para
pasukan di luar. Di depan mata semua orang, tanpa malu-malu Yang Kui Hui
menubruk dan merangkul leher Kaisar sambil menangis.
"Sudilah Paduka menolong kakakku.... harap Paduka
menyelamatkan kakakku..." Selir itu menangis.
Didekap dan ditangisi selirnya yang tercinta, kaisar yang
tua itu segera menghardik kepada kepala pengawal pribadinya,
"Tangkap si pembuat ribut itu!" Komandan
pengawal itu berdiri tegak dan menjawab,
"Ampun, Sri Baginda. Akan tetapi yang ribut adalah
seluruh pasukan pengawal!"
"Junjungan hamba ...... tolonglah kakakku.....
selamatkan dia ......!"
Yang Kui Hui menangis. yang Kok Tiong juga menjatuhkan
diri berlutut di depan kaki Kaisar. "Hamba hanya dapat mengharapkan
kebijaksanan Paduka dan menaruh nyawa hamba di dalam telapak tangan Paduka
....!"
"Seret Yang Kok Tiong si pengkhianat keluar!"
terdengar teriakan dari luar.
"Keluarkan jahanam itu, kalau tidak kami menyerbu ke
dalam!"
Suara ini diikuti suara pintu digedor-gedor dari luar.
"Tangkap dia...!!"
Kaisar memerintah dan menudingkan telunjuknya kluar.
Komandan pengawal hendak membuka dau pintu, akan tetapi tiba-tiba dari luar
meloncat masuk pengawal yang menjaga di luar, mukanya pucat dan tubuhnya
menggigil lalu dia menjatuhkan diri di atas lantai menghadap Kaisar sambil
berkata,
"Mereka .... mereka .....akan menyerbu.....!"
Oleh kepala pengawal, Kaisar dan rombongannya dikawal
naik ke loteng. Kemudian Kaisar keluar dan memandang kepada pasukannya yang
memberontak di luar itu. Begitu melihat munculnya Kaisar, para anak buah
pasukan berteriak kacau balau, menuntut agar Yang Kok Tiong diberikan kepada
mereka. Kepala pengawal yang melihat gelagat buruk, diam-diam lalu menotok
perdana menteri itu dan membawanya turun lagi di luar tahunya Kaisar, kemudian dia
membuka pintu dan mendorong perdana menteri itu ke luar.
Banyak tangan yang penuh dendam kebencian menyambut,
tubuh Yang Kok Tiong di seret-seret, hujan pukulan dan makian, penghinaan dan
ludah ditujukan kepadanya. Ketika Yng Kui Hui yang mendengar teriakan-teriakan
kakaknya itu keluar mendekati Kaisar dan menjenguk ke bawah, dia menjerit dan
merangkul Kaisar, menangis. Kaisar sendiri terbelalak memandang betapa perdana
menterinya itu, kakak dari selirnya, disiksa oleh pasukan, dipukuli dan
dimaki-maki.
"Tolonglah kakakku..... tolonglah dia...."
Yang Kui Hui merintih dan menangis. Kaisar lalu berseru
ke bawah dengan suara lantang,
"Haiii! Semua anggauta pasukanku....! Tahan.....!
Jangan lanjutkan perbuatan gila itu!"
"Berhenti....! Kalaian iblis-iblis jahat.......!
Uh-huuuuhhh-huuuu....!!"
Yang Kui Hui juga menjrit-jerit dan akhirnya menutupi
mukanya, demikian pula Kaisar ketika melihat betapa Yang Kok Tiong sudah rebah
dan tidak berkutik lagi, dengan tubuh hancur dan penuh darah.
Tiba-tiba dari dalam rombongan pasukan dan orang-orang
dusun yang banyak berkumpul di tempat itu terdengar suara nyaring seorang
laki-laki,
"Seret iblis betina Yang Kui Hui....! Dialah biang
keladinya! Dialah yang menjatuhkan kerajaan dengan menggoda Sri Baginda!
Semenjak ada dia, kera jaan menjadi lemah dan dikuasai oleh
pengkhianat-pengkhianat!"
Disusul suara wanita,
"Bunuh kuntilanak itu! Dia siluman betina! Dia Tiat
Ki ke dua ....! Dia berzinah dengan An Lu Shan, dia mengumpulkan keluarganya
untuk menguasai kerajaan! Dia harus dihukum gantung.....!�
Suara ini adalah suara Bu Swi Nio yang ingin membalas
kematian kakaknya. Dia menyebutnyebut nama tokoh wanita Tiat Ki, yang dalam
dongeng sejarah adalah seekor siluman rase yang menjelma wanita menjadi selir
Kaisar dan menyeret kerajaan ke dalam kehancuran pula. Mendengar
teriakan-teriakan menghasut dari Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio ini, pasukan yang
haus darah dan yang ridak puas itu lalu berteriak-teriak, menuding-nuding
kepada Yang Kui Hui sambil menuntut agar wanita cantik itu digantung!
"Tidak....!! Kalian gila semua!
Tidaaaakkk....!!"
Kaisar memeluk tubuh selirnya yang pucat dan hampir
pingsan itu, lalu menariknya masuk, diikuti teriakan-teriakan para anak buah
pasukan dan rakyat setempat. Kaisar dengan muka mereh karena marahnya merangkul
Yang Kui Hui yang menangis terisakisak itu, diikuti oleh rombongan. Semua
anggauta rombongan memandang dengan muka pucat, apalagi mereka mendengar suara
ribut-ribut di luar rumah dan kini pintu digedor-gedor lagi.
"Gantung Yang Kui Hui.....!"
"Bunuh siluman itu.....!"
"Kalau tidak, rumah ini kami bakar!!"
Tentu saja Kaisar dan yang lain menjadi makin panik.
Kaisar menjatuhkan diri di atas kursi, mukanya pucat dan keringatnya bercucuran
membasahinya, sementara itu Yang Kui Hui berlutut di dekat kursi Kaisar,
memeluk kaki Kaisar dan memperlihatkan sikap yang memelas sekali, tubuhnya
gemetar karena suara-suara dari luar yang terdengar, suara menuntuk kematiannya
itu seperti ujung pedang-pedang yang ditusuk-tusukan ke ulu hatinya.