Bab 24
Gugup sekali hati Bu Sin sehingga lecutan rambut itu kini
mulai merobek kulitnya karena saking gugup dan bingung melihat gadis yang
dicintanya terancam, pengerahan tenaganya mengendur.
˜Siang-mou Sin-ni, kalau kau berani mengganggu dia,
kakakku Suling Emas tentu akan menghancurkan kepalamu!!
˜Huh, siapa takut Suling Emas? Dia mau apa? Lihat,
kubunuh sekarang juga bocah she Liu kekasihmu ini, Suling Emas bisa berbuat
apa?! Iblis betina itu mengangkat tangan kirinya, siap menghantam kepala Liu
Hwee.
Akan tetapi tiba-tiba ia menjerit, tubuhnya terangkat ke
atas dan sebelum iblis betina ini tahu apa yang terjadi, tubuhnya sudah
tergantung di atas pohon. Kiranya ada orang yang tadi menariknya ke atas dengan
cara mencengkeram rambut-rambutnya, dan kini orang telah mengikatkan ujung
rambutnya pada batang pohon yang tinggi di atasnya! Ketika ia melirik ke atas
dengan heran, ternyata yang melakukan perbuatan ini bukan lain adalah.. Suling
Emas!
Dengan kaget Siang-mou Sin-ni hendak melepaskan diri,
akan tetapi tiba-tiba berkelebat sinar kuning dan punggungnya telah tertotok
ujung suling sehingga ia tidak mampu bergerak lagi!
˜Siang-mou Sin-ni, di mana-mana kau hanya membikin onar!!
seru Suling Emas dengan suara dingin dan marah ketika ia melirik ke arah Liu
Hwee yang kini berlutut di tanah dengan muka merah sambil berusaha menutupi
tubuhnya yang setengah telanjang, dan Bu Sin yang juga robek-robek pakaiannya,
bahkan mandi darah oleh lecutan-lecutan tadi.
˜Twako..!! seru Bu Sin dengan girang sekali.
Suling Emas tidak dapat menjawab karena pada saat itu
Siang-mou Sin-ni sudah memaki-makinya.
˜Suling Emas, kau pengecut hina-dina! Kau menyerangku
dengan cara pengecut! Hayo lepaskan aku dan kita bertanding sampai selaksa
jurus! Cih, kau laki-laki apa? Pengecut tak tahu malu!!
Akan tetapi Suling Emas tidak melayaninya, bahkan
tangannya meraih dan.. seketika pakaian luar Siang-mou Sin-ni terlepas dari
tubuhnya, membuat iblis betina ini menjadi setengah telanjang karena yang
menutupi tubuhnya kini hanyalah pakaian dalam!
˜Heee, setan neraka! Mau apa kau dengan pakaianku?!
Kemudian suaranya berubah, halus dan ragu-ragu,
˜Suling Emas.. kalau kau.. suka kepadaku, kenapa tidak
menanti sampai kita berdua saja..? Mau apa kau melepaskan pakaianku!!
˜Huh, perempuan hina!! Suling Emas mendengus marah, lalu
melompat dari atas pohon, menyerahkan pakaian itu kepada Bu Sin sambil berkata,
˜Kauberikan ini kepada Bibi Kecil Liu Hwee, kemudian kau bersama dia kembalilah
ke Nan-cao.!
Bu Sin menerima pakaian itu lalu menghampiri Liu Hwee.
Sebagai seorang laki-laki gagah yang memegang kesopanan, ia membuang muka tidak
mau memandang Liu Hwee yang setengah telanjang itu, menyodorkan pakaian sambil
berkata.
˜Hwee-moi, cepat pakailah ini!!
Dengan cepat dan lega hati Liu Hwee lalu menyambar
pakaian itu dan sebentar saja ia sudah memakai pakaian Siang-mou Sin-ni yang
serba hitam. Untung baginya, bentuk tubuh iblis betina itu ramping dan sama
dengan tubuhnya sehingga pakaian itu pas betul.
˜Bu Song, kau bunuh saja perempuan jahat itu!! Liu Hwee
berkata sambil menghampiri Suling Emas.
˜Hi-hik, kau yang pengecut tak tahu malu!! Siang-mou
Sin-ni memaki. ˜Lepaskan aku dan kalian akan kubunuh mampus semua!!
˜Bibi Kecil Liu Hwee, harap kau dan Sin-te (Adik Sin)
suka cepat kembali ke Nan-cao. Iblis ini biar aku yang menghadapinya. Setelah
aku dapat menolong Lin Lin, tentu aku akan kembali ke Nan-cao pula. Eh, Bu Sin,
di mana adanya Sian Eng? Kenapa tidak bersamamu?!
Dengan kening berkerut Bu Sin menceritakan pengalamannya
di dalam terowongan rahasia, betapa mereka menjadi tawanan Hek-giam-lo kemudian
betapa Siang Eng dibawa lari oleh Suma Boan dan dia sendiri diculik Siang-mou
Sin-ni.
˜Hemmm, sudahlah. Agaknya kali ini aku takkan bisa
mengampunkannya lagi!! kata Suling Emas dengan suara gemas. ˜Kalian lekas
kembali ke Nan-cao dan menanti aku di sana. Terlalu banyak orang jahat memusuhi
kita dan tak mungkin dapat membagi diri untuk mengamati kalian. Aku pasti akan
dapat mencari Sian Eng, Lin Lin, dan membawa kembali tongkat Beng-kauw.!
˜Paman Guru Kauw Bian Cinjin juga sudah keluar pintu
untuk membantumu merampas kembali tongkat pusaka,! kata Liu Hwee menerangkan.
˜Bagus, tenaga Paman Kauw Bian Cinjin dapat diandalkan.
Sekarang kalian lekaslah kembali ke Nan-cao.!
Liu Hwee dan Bu Sin tidak membantah lagi, segera mereka
berlari cepat meninggalkan tempat itu. Akan tetapi setelah berlari kurang lebih
dua jam lamanya, Liu Hwee berhenti dan berkata.
˜Bu Sin koko, cukup jauh kita berlari. Mari sekarang kita
kembali.!
Bu Sin memandang heran. ˜Hwee-moi, apa maksudmu?!
Gadis itu tersenyum dan dunia ini serasa lebih cemerlang
dan indah bagi Bu Sin. Semenjak jaman purba sampai jaman sekarang, senyum
seorang gadis selalu mendatangkan keajaiban bagi pria yang mencintanya, keajaiban
yang indah, seindah bunga mekar tersiram embun di waktu pagi, atau matahari
mengintai di ufuk timur mengusir kemuraman subuh. Untuk senyum inilah seorang
yang mabuk cinta siap sedia mengorbankan apa saja!
˜Koko, betulkah hatimu rela begitu saja kalau kita berdua
kembali ke Nan-cao sedangkan tugas sedemikian banyaknya yang harus diurus oleh
kakakmu? Kedua orang adikmu terancam bahaya, tongkat pusaka terampas musuh,
bagaimana mungkin kita pulang begitu saja tanpa memberi bantuan sedikit pun
juga?!
˜Cocok dengan isi hatiku, Moi-moi. Aku pun merasa tidak
enak sekali kalau harus pergi begitu saja berpeluk tangan, bukanlah sikap
seorang yang menjunjung tinggi kegagahan. Akan tetapi Song-twako yang
memerintah, bagaimana aku dapat membantah?!
˜Kakakmu itu memang lihai sekali, agaknya dengan orang
seperti dia turun tangan, semua urusan pasti akan beres. Akan tetapi, aku sama
sekali tidak setuju kalau harus tinggal diam saja. Tadi pun aku hendak
membantahnya, akan tetapi tidak baik di depan iblis betina itu kalau kita
saling bantah. Karena itu aku tadi diam saja. Sekarang, mari kita kembali dan
mengambil jalan kita sendiri, mencari kedua orang adikmu. Biarlah kita berlumba
dengan Suling Emas!!
Gembira sekali hati Bu Sin, kegembiraan bertumpuk-tumpuk
karena tidak saja ia gembira dapat membantu untuk menolong kedua orang adiknya,
juga ia senang sekali dapat melakukan perjalanan ini bersama Liu Hwee, dapat
sama-sama menempuh bahaya!
˜Bagus! Mari kita berangkat, Moi-moi!!
Mereka kini berlari ke arah timur, akan tetapi belum lama
mereka berlari kembali Liu Hwee berhenti.
˜Perempuan tadi, dia.. dia agaknya amat mencintamu,
Koko!!
˜Huh, iblis betina itu!! Bu Sin mendengus, mukanya
berubah merah sekali.
˜Tadi.. tapi dia cantik sekali, Sin-ko, dan di dunia ini,
entah berapa banyaknya pria yang tergila-gila dan jatuh hati kepadanya.!
˜Uhhh, kecantikan iblis seperti keindahan warna kulit
seekor ular beracun. Sudahlah, kita tak perlu bicara tentang dia, aku jijik
kalau mengingat dia!! kata Bu Sin.
˜Syukurlah kalau begitu. Aku sudah khawatir sekali.
Sin-ko, di dunia ini hanya ada dua orang wanita yang benar-benar hebat dan
sukar dapat dilawan oleh laki-laki yang bagaimana gagah pun. Pertama adalah
mendiang enci Lu Sian, ke dua adalah Coa Kim Bwee atau Siang-mou Sin-ni itulah.
Senjata mereka yang paling mengerikan adalah kecantikan mereka.!
˜Kurasa terdapat perbedaan besar antara encimu yang
menjadi ibu kandung Bu Song twako itu dengan iblis betina Siang-mou Sin-ni.
Hwee-moi, mari kita lanjutkan perjalanan dan kalau boleh, aku ingin sekali
mendengar penuturanmu tentang riwayat hidup mendiang Tok-siauw-kui Liu Lu Sian
yang hebat itu.!
Liu Hwee tersenyum lalu menggerakkan kaki, dan mereka
berdua kini melanjutkan perjalanan biasa. Liu Hwee mulai menuturkan riwayat
mendiang Tok-siauw-kui Liu Lu Sian yang luar biasa dan hebat, akan tetapi yang
hanya diketahui sebagian saja oleh Liu Hwee (riwayat ini dituturkan dengan
jelas dalam cerita SULING EMAS).
Sementara itu, setelah kedua orang muda itu pergi, Suling
Emas lalu menggunakan sulingnya membebaskan totokannya pada tubuh Siang-mou
Sin-ni. Setelah jalan darahnya bebas, dengan mudah saja wanita itu dapat
melepaskan diri dari atas cabang pohon di mana rambutnya yang panjang tadi
diikatkan oleh Suling Emas. Dapat dibayangkan betapa hebat kemarahan wanita ini
yang sekarang berdiri di depan Suling Emas hanya dengan pakaian dalam yang
serba ringkas, pendek, dan terbuat daripada sutera merah! Kalau saja sepasang
matanya tidak menyala-nyala liar, mukanya tidak membayangkan kemarahan yang tak
dapat dikendalikannya lagi, agaknya Siang-mou Sin-ni akan kelihatan amat
menggairahkan dalam pakaian seperti itu dan rambut yang hitam panjang
riap-riapan membantu pakaian dalam yang kurang cukup menutupi bagian-bagian
tubuhnya itu.
˜Keparat..! Jahanam..! Kau.. kau.. terlalu menghinaku..
kau harus mampus..!!
Kata-katanya sukar sekali keluar di antara dengus
napasnya yang panas, kedua kakinya bergerak maju perlahan-lahan, kedua
tangannya berkembang, jari-jari tangannya seperti kuku harimau hendak
mencengkeram, ujung rambutnya yang terlalu panjang terseret di atas tanah.
Suling Emas mengerutkan keningnya dan melangkah mundur.
˜Siang-mou Sin-ni, ingat! Kini belum waktunya kita
mengadu kepandaian untuk menentukan siapa yang lebih unggul. Tunggu nanti tiba
saatnya di puncak Thai-san, aku akan mewakili mendiang ibu kandungku. Kita
lihat siapa yang lebih kuat.!
˜Tidak peduli! Kau harus mampus sekarang juga. Kau
terlalu menghinaku!!
˜Hemmm, kau sombong. Dengan apa kau hendak membunuhku?
Dengan rambutmu? Ataukah dengan alat khim yang kaucuri dari Bu Kek Siansu? Ah,
tidak akan ada gunanya, Siang-mou Sin-ni. Lebih baik kau bertapa lagi
memperdalam ilmumu, agar kelak di puncak Thai-san kau dapat melayaniku
sedikitnya seratus jurus!!
˜Suling Emas, kaulah yang sombong! Kau kira aku tidak
memiliki ilmu untuk membunuhmu? Nah, kauterimalah ini!!
Tiba-tiba sekali wanita itu membuka mulutnya dan sinar
merah yang panjang kecil bagaikan seekor ular merah menyambar dari dalam mulut
itu ke arah Suling Emas. Pendekar ini terkejut juga, tidak mengira bahwa wanita
iblis ini memiliki kepandaian seaneh ini yang selamanya belum pernah ia lihat
atau dengar. Cepat ia miringkan kepala, tidak berani menyambut benda yang
menyambar ke arah mukanya itu. Benda itu menyambar lewat kepalanya, akan tetapi
alangkah terkejutnya ketika tiba-tiba pandang matanya berkunang dan napasnya
menjadi sesak. Kiranya benda berupa sinar merah itu adalah darah. Darah hidup!
Darah yang mempunyai pengaruh hebat sekali, yang
membuatnya tiba-tiba menjadi pening. Sebelum Suling Emas dapat mengusir
kepeningannya, tiba-tiba angin bertiup dari depan, alat musik khim sudah
menghantam ke arah kepalanya dibarengi suara kekeh tertawa yang seram.
˜Aiiihhhhh..!! Suling Emas mengumpulkan semangat, menjatuhkan
diri ke kiri sehingga sambaran alat khim itu tidak mengenai dirinya, akan
tetapi pada saat itu, selagi ia masih nanar, tahu-tahu tubuhnya sudah terlibat
oleh rambut yang amat kuat, yang melihat kaki tangan dan lehernya bagaikan
puluhan ekor ular yang mengeroyoknya!
Suling Emas maklum bahwa nyawanya berada dalam bahaya
maut. Cepat ia mengerahkan seluruh sin-kang di tubuhnya dan seketika lenyaplah
kepeningan kepalanya. Dengan gerakan menggoyang tubuh sambil mengembangkan
tangan kaki.
Terdengar Siang-mou Sin-ni memekik penuh kekecewaan
melihat calon korbannya dapat terlepas begitu cepatnya. Di lain saat Suling
Emas sudah memegang suling dan kipasnya.
˜Iblis betina, kiranya kau mempunyai ilmu setan yang
jahat. Akan tetapi jangan harap kau dapat mengakali aku lagi. Hayo majulah!!
Dengan sikap tenang penuh wibawa Suling Emas berdiri
tegak dengan sepasang senjatanya yang amat terkenal itu di kedua tangan,
matanya menatap tajam. Siang-mou Sin-ni ragu-ragu, maklum bahwa ilmunya
Tok-hiat-hoat-lek masih belum cukup kuat untuk merobohkan Suling Emas, namun ia
merasa gembira sekali karena biarpun ilmunya belum matang betul, namun ia tadi
sudah hampir dapat mengalahkan Suling Emas. Andaikata ilmunya sudah matang,
tentu tidak semudah itu Suling Emas menyadarkan diri dan sudah mampus di
tangannya. Ia tertawa dan sekali berkelebat tubuhnya mencelat jauh pergi dari
tempat itu. Suara ketawanya masih terdengar jelas seperti suara kuntilanak,
disusul kata-katanya mengejek,
˜Suling Emas, kau tunggu saja, di puncak Thai-san aku
takkan gagal lagi seperti tadi!!
Sejenak Suling Emas termenung. Ia teringat betapa dahsyat
ilmu yang dipergunakan Siang-mou Sin-ni tadi. Hampir saja ia menjadi korban.
Kalau tadi ia tidak lekas-lekas dapat menguasai dirinya dan melenyapkan
kepeningannya, tentu ia sudah menjadi korban. Diam-diam ia bergidik. Ilmu
semburan darah segar tadi benar-benar mengerikan dan kelak ia harus berlaku
hati-hati sekali apabila berhadapan dengan iblis betina itu.
***
Dengan amat tekun dan rajin Lin Lin menghafalkan ilmu
yang tertulis pada tiga belas helai kertas tipis yang ia dapatkan di dalam
tongkat pusaka Beng-kauw itu. Memang segala sesuatu sudah menjadi takdir Tuhan.
Ketika masih hidup, Pat-jiu Sin-ong Liu Gan sengaja menciptakan tiga belas jurus
ilmu silat sakti ini yang merupakan inti sari daripada isi tiga buah kitab
pusaka Sam-po-cin-keng, bahkan dipilih jurus-jurus yang dapat mengatasi isi
kitab itu, karena ketika menciptakan ilmu ini, Pat-jiu Sin-ong Liu Gan memang
bermaksud untuk menurunkannya kepada Beng-kauw untuk menghadapi puterinya yang
murtad. Dengan demikian, ilmu ini ia tinggalkan untuk Beng-kauw. Akan tetapi,
biarpun sudah lama tongkat pusaka yang dijadikan tempat penyimpanan wasiat ini
berada di tangan Liu Mo ketua Beng-kauw yang baru, namun belum pernah dapat
ditemukan oleh Liu Mo atau tokoh Beng-kauw yang lain. Sekarang, tanpa disengaja
sama sekali, Lin Lin dapat menemukan wasiat ini dan mempelajarinya. Bukankah
ini jodoh namanya?
Karena ia termasuk seorang anak yang cerdas, Lin Lin
segera dapat menghafal wasiat ini di luar kepala, dan ia dapat menduga bahwa
ilmu mujijat ini tak boleh sekali-kali diketahui orang lain. Maka setelah ia
hafal benar, yaitu selama lima belas hari di atas perahu, ia segera
merobek-robek tiga belas helai kertas tipis itu dan menebarkan sobekan-sobekan
kecil ke sungai.
˜He, apakah itu?! bentak Hek-giam-lo dan tubuhnya
tahu-tahu sudah berada dekat Lin Lin. Betapapun juga, iblis hitam ini merasa
curiga karena selama setengah bulan ini, Lin Lin tak pernah keluar, juga tidak
pernah memperdengarkan protes atau memperlihatkan sikap rewel. Kini tiba-tiba
gadis itu keluar dan menebarkan potongan-potongan kertas banyak sekali ke
sungai.
Akan tetapi ia terlambat mencegah atau memeriksa karena
potongan-potongan kertas yang amat kecil-kecil itu sudah melayang-layang ke
permukaan sungai, seperti kupu-kupu terbang melayang lalu hingap di atas air.
Hek-giam-lo merasa penasaran, tubuhnya berkelebat dan bagaikan seekor kelelawar
besar, tubuhnya melayang ke permukaan air, tangannya menyambar dan dengan
gerakan kedua kakinya, tubuh itu membalik kembali ke atas perahu. Beberapa
potongan kertas berada di tangannya.
Diam-diam Lin Lin kagum bukan main. Benar-benar sakti
Hek-giam-lo ini dan merupakan lawan yang berat sekali. Ia harus berhati-hati
dan tidak boleh sembrono, biarpun sudah memiliki hafalan ilmu mujijat yang ia
dapatkan dari dalam tongkat pusaka Beng-kauw. Dengan sepasang mata bersinar
penuh ejekan ia memandang Hek-giam-lo yang sudah melihat potongan-potongan
kertas itu. Lin Lin tadi sudah berlaku hati-hati sekali sehingga kertas yang
dirobek-robek itu hanya merupakan potongan sebesar ibu jari. Memang ada satu
dua huruf di tiap potongan kertas, akan tetapi apa artinya? Dan untuk dapat
mengumpulkan potongan-potongan kertas itu serta memasangnya kembali seperti
semula, tak mungkin dapat dilakukan orang!
˜Apa ini..?! Hek-giam-lo meneliti potongan-potongan
kertas itu, menoleh ke arah Lin Lin dengan perasaan ingin tahu sekali.
˜Kenapa kau tidak mau menduga-duga? Coba terka.
Hek-giam-lo, kau yang terkenal sebagai seorang di antara Enam Iblis, sakti dan
cerdik, masa tidak bisa menduga apa adanya surat yang kurobek-robek menjadi
potongan-potongan kecil itu?! Suara Lin Lin mengejek dan mempermainkan karena
setelah ia menguasai ilmu itu, timbul kembali kejenakaan dan kelincahannya.
˜Tuan Puteri, harap jangan main-main! Hamba telah diberi
tugas oleh kaisar untuk menjaga Tuan Puteri dan membawa Paduka sampai ke Khitan
dengan selamat. Sebagai calon ratu, Tuan Puteri harus hamba jaga teliti dan
tidak boleh sekali ada rahasia. Surat apakah, tadi?!
˜Kiranya Hek-giam-lo yang terkenal cerdik itu tidak dapat
menduga? Hemmm, kalau kau memang amat ingin mengetahui, bolehlah kuberi tahu.
Surat yang kurobek-robek tadi adalah surat dari.. kekasihku. Nah, puaskah kau?
Jangan kau ingin tahu apa isinya. Rahasia dong!! Lin Lin bersikap nakal dan
mempermainkan sehingga diam-diam Hek-giam-lo mendongkol juga.
˜Paduka maksudkan surat dari Lie Bok Liong pemuda tolol
itu?!
Lin Lin menghela napas panjang dan seketika ia
menghampiri pinggir perahu dan pandang matanya mencari-cari ke tepi pantai.
Disebutnya nama pemuda itu mengingatkan ia akan penderitaan Bok Liong yang
mati-matian membelanya.
˜Bukan, bukan dia. Liong-twako adalah seorang yang amat
baik, gagah perkasa dan ia amat mencintaku. Akan tetapi bukan dia..! Mulutnya
tidak melanjutkan kata-katanya, akan tetapi hatinya berbisik,
˜Bukan dia orang yang merampas hatiku, bukan dia orang
yang kucinta..!
˜Kau mencari dia?! kini suara Hek-giam-lo yang penuh
ejekan sehingga Lin Lin terkejut sekali. Selama setengah bulan ia bersembunyi
di dalam perahu saja. Bagaimana jadinya dengan Bok Liong? Jangan-jangan pemuda
yang nekat itu menyerbu lagi dan dibunuh oleh Hek-giam-lo.
˜Di mana dia? Kauapakan Lie Bok Liong twako?! bentaknya
dengan mata terbuka lebar.
˜Paduka cukup cerdik, mengapa tidak menduga sendiri?!
Kini Hek-giam-lo yang mengejeknya.
Lin Lin membanting-banting kakinya.
˜Hek-giam-lo, aku tahu kau seorang iblis yang tidak
segan-segan melakukan segala macam kejahatan di dunia ini, akan tetapi aku pun
tahu bahwa kau terlalu sombong untuk bersikap pengecut dan membohong terhadap
seorang gadis cilik macam aku! Nah, apakah kau telah membunuh Lie Bok Liong?!
˜Orang macam dia, perlu apa aku membunuhnya? Dia sudah
mau mampus dan sekarang tentu sudah mampus kalau saja gurunya, pelukis sinting
itu tidak datang dan membawanya pergi.!
˜Apa kau bilang? Empek Gan datang? Tentu kau telah
dipukulnya? Mengapa dia tidak membunuhmu?!
˜Badut tolol itu mana berani? Dia datang membawa pergi
muridnya, tergesa-gesa dan ketakutan.!
˜Kau bohong, aku tidak percaya!!
Hek-giam-lo hanya mengangkat bahu, lalu membalikkan tubuh
meninggalkan Lin Lin ke kepala perahu. Lin Lin menoleh ke sana ke mari, akan
tetapi pandang mata para anak buah perahu yang mentertawakannya membuat ia
gemas dan dengan marah ia kembali memasuki bilik perahu. Hatinya panas dan
ingin ia memberontak dan pergi dari perahu. Akan tetapi ia tidak bodoh. Ilmu
baru yang didapatnya belum terlatih masak-masak, pula di atas perahu tidak
berani ia sembarangan bergerak. Sekali perahu digulingkan sehingga ia terjatuh
ke dalam air, ia takkan dapat melawan pula. Ia harus bersabar dan menanti
kesempatan baik.
Dengan makin tekun Lin Lin mulai melatih diri, siang
malam ia melatih diri. Bukan main girang hatinya ketika pada setiap gerakan
pukulan, terasa ada angin pukulan yang antep dan dahsyat menyambar keluar dari
tangannya yang terbuka. Dinding bilik perahu sampai berguncang dan hal inilah
yang membuat Hek-giam-lo menjadi curiga sekali dan malam itu, menjelang subuh,
mendadak Hek-giam-lo membuka pintu bilik dan menerobos masuk.
Baiknya ketika itu Lin Lin sudah melatih jurus yang ke
sembilan. Jurus ini dilakukan dengan duduk, merupakan pukulan jarak jauh yang
dilakukan sambil duduk. Pukulan kedua tangan itu merupakan gerakan lingkaran
sehingga angin pukulannya memutari tubuhnya dapat menghantam lawan yang berada
di manapun juga tanpa mengubah kedudukan tubuh yang duduk. Untuk melatih jurus
ini, Lin Lin duduk di atas pembaringannya, maka ketika tiba-tiba pintu biliknya
terbuka, ia tidak menjadi gugup, melainkan menghentikan pukulan-pukulannya dan
bersikap seperti orang bersamadhi, sikap yang sudah lajim dilakukan oleh
ahli-ahli silat tinggi apalagi waktu menjelang subuh adalah waktu terbaik untuk
bersamadhi.
Melihat ˜tuan puteri! itu duduk bersamadhi, sama sekali
tidak bergerak, Hek-giam-lo tidak berani mengganggu. Akan tetapi
getaran-getaran pada dinding bilik sekarang berhenti. Makin curigalah iblis
itu. Ia menutup pintu bilik dan melompat keluar, menyelidik di sekeliling
perahu, bahkan ia menyelidiki ke darat. Akan tetapi ia tidak menemukan sesuatu.
Kecurigaan Hek-giam-lo ini yang mengganggu latihan Lin
Lin. Pada keesokan harinya, secara mendadak Hek-giam-lo menghentikan perahu,
lalu mengambil keputusan untuk melakukan perjalanan ke utara melalui darat!
Hek-giam-lo sudah timbul curiga, tidak hanya pada diri Lin Lin, melainkan
curiga kalau-kalau ada orang pandai yang hendak merampas Lin Lin dan tongkat
pusaka Beng-kauw daripadanya. Hal ini mungkin saja, apalagi setelah muncul
Gan-lopek yang membawa pergi muridnya dari pantai.
˜Aku tidak mau melakukan perjalanan di darat!! Lin Lin
membentak marah. ˜Lebih enak melalui air, tidak lelah dan dapat tidur nyenyak!!
˜Tidak bisa, Tuan Puteri. Air sungai ini akan membawa
kita ke laut, sedangkan Khitan letaknya bukan di laut. Kita harus mendarat
sekarang juga. Jangan khawatir, untuk Paduka, hamba akan menyediakan seekor
kuda yang baik.!
Tentu saja keberanian yang diajukan oleh Lin Lin ini
hanya pura-pura belaka. Sesungguhnya ia ingin melakukan perjalanan dengan
perahu agar ia leluasa melatih ilmunya. Dengan perjalanan melalui darat, ia
akan kelihatan terus, di bawah pengawasan Hek-giam-lo dan tentu saja tidak akan
ada kesempatan untuk berlatih.
Namun Lin Lin cukup cerdik untuk membantah terus karena
hal ini tentu akan menimbulkan kecurigaan. Selain itu, biarpun ia kini tak
mungkin dapat berlatih lagi, namun terbukalah kesempatan baginya untuk
melarikan diri, sungguhpun ia takkan sembrono melakukan hal ini kalau tidak
mendapatkan kesempatan yang baik.
Kesempatan ini tak pernah ia dapatkan karena Hek-giam-lo
selalu mengawalnya sendiri dengan hati-hati dan teliti sekali. Ia diberi seekor
kuda pilihan yang baik sedangkan Hek-giam-lo berjalan cepat di belakangnya. Lin
Lin cukup maklum bahwa melarikan kudanya itu akan percuma, tidak saja di situ
terdapat banyak kuda-kuda yang cepat, akan tetapi juga orang sakti macam
Hek-giam-lo tak mungkin dapat ditinggal lari di atas kuda. Untuk nekat
melarikan diri dan melawan, akan sia-sia belaka dan akibatnya hanya membuat
perlakuan mereka terhadapnya kurang baik. Kini biarpun ia merupakan seorang
setengah tawanan, namun mereka, bahkan Hek-giam-lo sendiri, selalu bersikap
menghormat. Ia selalu diberi hidangan yang lezat dan selalu diperhatikan
keperluannya.
Beberapa pekan kemudian, pada suatu sore, tibalah mereka
di perbatasan yang menjadi wilayah bangsa Khitan. Suku bangsa Khitan adalah
bangsa perantauan di sebelah utara, sering kali berpindah wilayah sesuai dengan
keadaan dan musim. Mereka terkenal sebagai bangsa yang gagah berani dan pandai
menunggang kuda, pandai melakukan perang.
Hek-giam-lo menghentikan rombongannya dan menyuruh
orang-orangnya mendirikan kemah di tempat itu, yaitu di sebuah padang rumput
yang luas. Ia sendiri lalu menunggang kuda untuk mengabarkan kepada rajanya
tentang kedatangan Puteri Yalina!
Pada waktu itu, karena tekun mempelajari bahasa
bangsanya, sedikit-sedikit Lin Lin sudah pandai berbahasa Khitan. Memang ada
hubungan darah, maka bahasa ini baginya amat mudah dipelajari. Maka ia mengerti
akan perintah Hek-giam-lo dan terbukalah kesempatan baik baginya. Hek-giam-lo
pergi meninggaikan rombongan itu!
Akan tetapi pada saat Hek-giam-lo pergi, datanglah
serombongan wanita cantik yang ternyata adalah dayang-dayang yang serta-merta
melayaninya. Mereka ini terdiri dari selosin orang wanita muda yang cantik,
mereka datang membawa makanan asing yang enak, membawa pakaian-pakaian indah
dan perhiasan untuk Sang Puteri Yalina, calon permaisuri!
Memang watak Lin Lin nakal dan ingin sekali ia mencoba
pakaian itu. Maka ketika ia didandani, ia menurut saja. Akhirnya ia tertawa
sendiri cekikikan ketika melihat bayangannya di cermin. Ternyata ia telah
menjadi seorang puteri asing yang pakaiannya aneh beraneka warna, bahkan
kepalanya ditutup perhiasan terbuat daripada emas penuh batu permata!
˜Pantaskah aku memakai ini?! tanyanya dalam bhhasa Khitan
kepada para dayang yang tertawa-tawa gembira melihat puteri itu cekikikan di
depan cermin.
Mereka serentak menjatuhkan diri berlutut dan menghujani
Lin Lim dengan pelbagai pujian. Lin Lin merasa bangga sekali. Alangkah
senangnya menjadi ratu, pikirnya. Dilayani, dihormati, dan menjadi orang
terpenting di antara bangsa yang mempunyai laki-laki gagah dan wanita cantik
ini. Akan tetapi ketika ia teringat bahwa ia akan dijadikan permaisuri oleh
paman tirinya sendiri, yang bernama Kubakan dan sekarang menjadi Raja Khitan,
ia bergidik dan cepat-cepat ia melepaskan pakaian asing itu, mengenakan pakaian
sendiri. Ia tidak mempedulikan protes para dayang itu, bahkan lalu meloncat
keluar dari perkemahan dengan maksud hendak lari.
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika selosin orang dayang
yang muda-muda dan cantik itu tiba-tiba mengejar dan mengurungnya dengan pedang
di tangan. Mereka ternyata bukanlah dayang biasa, melainkan gadis-gadis yang
terlatih baik dan kini mereka membentuk barisan pedang yang mengurung Lin Lin
dengan gerakan yang cekatan dan sigap.
˜Harap Tuan Puteri jangan pergi meninggalkan perkemahan
ini. Hamba semua telah menerima perintah Sri Baginda untuk menjaga Paduka,
Lo-ciangkun (Panglima Tua) tadi memesan bahwa kalau perlu hamba semua harus
mempergunakan kekerasan mencegah Paduka pergi.! Kata seorang di antara mereka.
˜Perempuan rendah! Bukankah aku ini ratumu? Berani kau
menghalangi kehendakku?! gertak Lin Lin dengan marah.
˜Ampun, Tuan Puteri. Paduka adalah calon ratu dan hamba
sekalian tentu saja mentaati semua perintah Paduka. Akan tetapi lebih dulu
hamba harus mentaati Sri Baginda, kemudian Lo-ciangkun, baru Paduka.!
˜Kalian berani? Hemmm, agaknya sudah bosan hidup.
Majulah!! tantang Lin Lin, akan tetapi selosin dayang itu tidak bergerak, hanya
tetap mengurung.
˜Mana hamba berani menyerang Paduka? Hanya kalau Paduka
hendak melarikan diri, terpaksa hamba sekalian harus mencegah.!
˜Oh, begitukah? Nah, aku mau pergi, hendak kulihat kalian
bisa berbuat apa!! Sambil berkata demikian Lin Lin meloncat ke kiri menerjang
dua orang dayang yang menjaga di situ. Akan telapi dengan gerakan cepat sekali
mereka menggerakkan pedang, merupakan dinding pedang yang menghalangi perginya.
Gerakan mereka jelas membuktikan bahwa dua belas orang dayang ini merupakan
tenaga-tenaga terlatih baik dan agaknya mereka betul-betul akan menyerangnya
kalau ia bersikeras melarikan diri dari tempat itu. Dan pada saat itu, sudah
datang pula para orang Khitan berlari-lari, jumlah mereka lebih dari dua puluh
orang!
Bangkit kemarahan di hati Lin Lin. Sebetulnya ia tidak
mempunyai rasa benci kepada orang-orang Khitan karena setelah ia menjadi
tawanan Hek-giam-lo beberapa lamanya, ia mendapat kesan yang amat baik terhadap
orang-orang Khitan. Mereka adalah orang-orang yang berani, jujur, dan amat
setia. Mereka hanya melakukan perintah atasan mereka dan semua tugas mereka
jalankan dengan taruhan nyawa.
˜He, dengarlah kalian semua!! serunya sambil mencabut
pedang dengan tangan kanan sedangkan tongkat Beng-kauw berada di tangan
kirinya.
˜Aku Puteri Yalina amat suka kepada bangsaku, akan tetapi
aku benci kepada paman tiriku Kubakan yang menjadi raja lalim dan hendak
memperisteri aku, keponakannya sendiri! Aku juga benci kepada Lo-ciangkun
Hek-giam-lo yang kejam! Dengarlah, aku bersedia menjadi ratu kalian kalau kedua
orang itu sudah tidak ada. Demi arwah ibuku, Puteri Tayami yang gagah perkasa,
dan demi arwah kakekku, Raja Kulukan yang bijaksana, aku suka menjadi Ratu
Khitan asalkan kedua orang jahat itu sudah tewas! Sekarang, terserah kepada
kalian, adakah yang masih hendak menangkap aku? Boleh maju!!
Beberapa orang dayang dan beberapa orang penjaga ketika
menyaksikan Lin Lin berdiri sambil mengucapkan kata-kata ini penuh wibawa, serta-merta
menjatuhkan diri berlutut. Bahkan disebutnya nama-nama mendiang Kulukan dan
Tayami membuat beberapa orang dayang menangis.
˜Hamba setia kepada Puteri Yalina!! teriakan-teriakan ini
terdengar riuh-rendah.
Akan tetapi tidak semua dayang dan tidak semua penjaga
berlutut dan menyatakan setianya, bahkan sebagian besar merasa lebih taat
kepada Raja Kubakan dan lebih takut kepada Hek-giam-lo. Jumlah mereka yang
menentang Lin Lin ini ada dua pertiga bagian dan kini sembilan orang dayang
menerjang maju dengan pedang-pedang mereka menyerang Lin Lin!
˜Trang-cring-tranggggg..!! Terdengar jerit kesakitan dan
pedang-pedang beterbangan ketika Lin Lin menggerakkan pedang dan tongkat
Beng-kauw, diputar untuk menangkis disertai pengerahan tenaga sin-kang. Tidak
hanya pedang sembilan orang dayang itu runtuh beterbangan, juga sebagian ada
yang terguling roboh karena hebatnya tenaga tangkisan Lin Lin, sebagian
meloncat mundur dengan muka pucat. Lin Lin sendiri terheran-heran. Bagaimana
tangkisannya bisa begitu hebat? Sama sekali ia tidak menduga bahwa semua ini adalah
berkat ilmu baru yang didapatkannya, yaitu ilmu dari lembaran-lembaran rahasia
di dalam tongkat Beng-kauw.
Namun sembilan orang dayang itu, seperti juga para
petugas lain, amat setia kepada tugasnya. Biarpun pedang mereka sudah hilang
dan mereka semua maklum bahwa tuan puteri yang mereka harus cegah perginya ini
memiliki ilmu kepandaian yang jauh lebih tinggi daripada mereka, mereka tidak
mundur dan kini dengan tangan kesong mereka menubruk maju dengan maksud
menangkap Lin Lin.
Lin Lin tidak tega untuk menggunakan senjata menghadapi
mereka, maka ia cepat menyimpan pedangnya yang tadi membuat banyak orang Khitan
berlutut karena pedang itu adalah Pedang Besi Kuning yang dahulu menjadi pusaka
keramat Kerajaan Khitan, kemudian dengan dorongan tangan kanannya ia menerima
serangan para dayang itu.
˜Wuuuttttt..!! Dari tangan kanan Lin Lin menyambar angin
pukulan dahsyat karena gadis ini sudah menggunakan tenaga dari ilmunya yang
baru yang pernah dilatihnya dalam perahu dan yang angin pukulannya menggetarkan
dinding sehingga pernah Hek-giam-lo menjadi curiga.
Hebat akibatnya. Sembilan orang dayang itu seperti
daun-daun kering tertup angin, mereka terlempar dan menjerit kesakitan. Ketika
mereka terbanting roboh, hanya enam orang saja yang mampu merangkak bangun
dengan muka pucat dan lemah, sedangkan yang tiga orang lagi, yang paling depan,
tak dapat bangun lagi karena mereka telah tewas dengan mulut, hidung dan
telinga mengeluarkan darah!
Alangkah kagetnya hati Lin Lin. Ia sampai berdiri melongo
dan tercengang, hatinya dipenuhi rasa menyesal dan rasa girang. Ia menyesal
karena tanpa ia sengaja ia telah melukai para dayang, bahkan membunuh tiga
orang di antara mereka, akan tetapi juga girang karena mendapat kenyataan bahwa
ilmu mujijat yang ia dapat dari dalam tongkat Beng-kauw itu ternyata merupakan
ilmu yang ampuh! Hatinya menjadi besar sekali dan ia kini menghadapi para
penjaga yang belasan orang banyaknya itu dengan bentakan nyaring.
˜Yang berani kurang ajar terhadapku sudah terhukum!
Mundur kalian semua, kalau tidak, calon ratumu akan turun tangan besi. Aku
sayang kepada mereka yang taat, akan tetapi aku harus membasmi mereka yang
mencoba menahan kepergianku!!
Sejenak para perajurit Khitan itu tertegun. Mereka
terheran-heran melihat betapa gadis ini yang tadinya, biarpun cukup lihai,
namun masih dapat mereka atasi, kini mendadak memiliki ilmu pukulan yang
demikian dahsyatnya. Sebagai ahli-ahli silat yang mengerti akan ilmu silat
tinggi, belasan orang Khitan itu mengenal ilmu pukulan dahsyat, maka diam-diam mereka
menyesal sekali mengapa Hek-giam-lo sudah pergi dari situ. Biarpun mereka dapat
mengandalkan tenaga banyak teman, namun dengan ilmu pukulan sakti seperti itu,
agaknya sukar mencegah gadis ini melarikan diri. Mereka tidak takut terhadap
Lin Lin biarpun gadis itu memiliki ilmu dahsyat, mereka jauh lebih takut dan
ngeri kalau sampai gadis ini lenyap, takut akan kemarahan dan hukuman yang akan
dijatuhkan Hek-giam-lo terhadap mereka!
˜Tuan Puteri, hamba sekalian harus mencegah kepergian
Paduka dengan taruhan nyawa!! teriak seorang penjaga dan mereka lalu maju
mengurung Lin Lin, merupakan pagar manusia yang tak dapat dilalui begitu saja
tanpa membuka jalan berdarah!
˜Kalian keras kepala!!
Setelah berkata demikian, Lin Lin kembali mengayun tangan
kanannya mengirim pukulan jarak jauh. Kali ini dua orang laki-laki terguling
roboh dan beberapa orang lagi terhuyung-huyung. Akan tetapi dari kanan kiri dan
belakang mereka mendesak maju, siap untuk merobohkan Lin Lin atau kalau mungkin
menangkapnya. Kembali Lin Lin mengirim pukulan, kini malah tongkat Beng-kauw di
tangan kiri ia pergunakan untuk menyapu kaki mereka. Ada beberapa orang lagi
roboh, dan dua orang malah patah tulang kaki mereka terbabat tongkat pusaka
Beng-kauw.
˜Mundur kalian! Hemmm, apakah kalian sudah bosan hidup?!
bentak Lin Lin karena mereka demikian nekat sudah menyerbu lagi sehingga ia
tidak melihat jalan keluar. Kembali beberapa orang ia robohkan dan ia sudah
menggerakkan kaki meloncat keluar dari kepungan melalui tempat mereka yang
sudah roboh ketika tiba-tiba para pengeroyoknya terpelanting dan terdengar
suara orang mendengus marah.
Lin Lin berdiri tegak dan memandang kepada Hek-giam-lo
yang sudah berdiri di depannya! Berdebar jantung gadis ini, akan tetapi ia sama
sekali tidak takut, malah ia menentang pandang mata Hek-giam-lo dengan
pandangan menantang.
˜Tuan Puteri, Sri Baginda sudah mengirim joli untuk
menjemput Paduka, kenapa Paduka membikin ribut di sini? Apa yang Paduka
kehendaki?! Kini suara Hek-giam-lo malah lebih hormat daripada yang
sudah-sudah, agaknya hal ini karena mereka sudah dekat dengan Raja Khitan, akan
tetapi di dalam suara ini pun terkandung kemarahan tertahan.
˜Aku mau pergi dari sini! Aku tidak sudi dijadikan isteri
paman tiriku! Tua bangka tak tahu malu dia, dan kau tidak tahu diri, hendak
memaksa aku menjadi isteri seorang kakek. Hemmm, andaikata kakekku masih hidup,
atau ibuku, kau tentu akan dihajar, Hek-giam-lo!!
˜Tangkap dia!! bentaknya kepada para pembantunya.
Karena Hek-giam-lo sudah hadir di situ, orang-orang itu
menjadi lega hatinya. Kalau sebelum iblis itu datang Lin Lin sampai terlepas
dari tangan mereka, pasti mereka akan mengalami hukuman siksa sampai mati yang
amat mengerikan, akan tetapi sekarang Hek-giam-lo berada di situ, berarti iblis
itulah yang bertanggung jawab sepenuhnya. Pula, kehadiran iblis ini membesarkan
hati mereka, membuat mereka tidak takut akan kelihaian sang puteri. Serentak mereka
maju mendesak, hendak menangkap Lin Lin.
Lin Lin kembali mengayun tangannya, kini ia tidak hendak
menyembunyikan lagi ilmunya. Terdengar Hek-giam-lo mendengus keras dan iblis
ini pun menggerakkan tangannya sehingga angin pukulan yang dahsyat menyambar ke
arah Lin Lin, bertemu dengan angin pukulan Lin Lin. Akibatnya, Lin Lin
terdorong dan terjengkang ke belakang, akan tetapi Hek-giam-lo juga
terhuyung-huyung. Hal ini membuat Hek-giam-lo kaget setengah mati. Dari mana
tiba-tiba gadis itu memiliki sin-kang yang sedemikian hebatnya? Ia berseru
keras dan melompat maju, ketika itu Lin Lin juga sudah bangkit kembali dan
memutar kedua senjatanya, yaitu Pedang Besi Kuning dan tongkat Beng-kauw.
˜Semua mundur, biarkan aku menghadapinya!! Hek-giam-lo
membentak ketika tiga orang pembantunya dalam sekejap mata saja roboh oleh
kedua senjata Lin Lin.
Kini Hek-giam-lo sendiri yang maju dan berhadapan dengan
Lin Lin yang memandangnya penuh ketabahan. Lin Lin sama sekali tidak jerih.
Kalau sebelum ia mendapatkan ilmu muiijat saja ia sama sekali tidak takut,
apalagi sekarang. Ilmu itu membuat ia laksana seekor harimau betina mendapat
sayap.
˜Hek-giam-lo, kau kira aku takut kepadamu?! katanya dan
kini ia menggerakkam kedua senjatanya dengan gerakan ilmu silat yang ia pelajari
dari dalam gulungan-gulungan kertas.
Dua sinar berkilauan menyambar, bergulung-gulung dan
mengeluarkan bunyi bersuitan. Hek-giam-lo terkejut dan melompat mundur, kedua
lengan bajunya bergerak ke depan untuk menangkis.
˜Heh, dari mana kau mendapatkan ilmu ini?! bentaknya.
Lin Lin tidak menjawab hanya tertawa mengejek sambil
menerjang maju lagi. Sayang sekali bahwa dia kurang latihan sehingga biarpun
kedua senjatanya mengeluarkan hawa pukulan yang berdesir-desir, namun ia belum
mampu mengerahkan tenaga sepenuhnya dan gerakan-gerakannya masih kaku. Namun
tak dapat disangkal lagi bahwa terjangannya ini dahsyat sekali sehingga
diam-diam Hek-giam-lo menjadi kaget dan kagum. Tokoh sakti ini pun mengerti
bahwa jika ilmu gadis ini terlatih baik, tentu gadis ini akan merupakan lawan
yang berat dan sedikitnya setingkat dengan kepandaiannya!
Hek-giam-lo adalah seorang yang cerdik. Ia dapat menduga
bahwa ilmu aneh ini tentu didapatkan oleh Lin Lin selama menjadi tawanan di
dalam perahu dan ia teringat akan desir angin pukulan pada tengah malam itu di
perahu. Kini ia mengerti bahwa pada waktu itu, tentu Lin Lin yang sedang
berlatih. Dari mana gadis ini mendapatkan ilmu itu? Gadis itu tidak bertemu
siapapun juga, tidak pernah meninggalkan perahu. Tongkat itu? Tongkat pusaka
Beng-kauw! Tentu di situlah rahasia ilmu itu.
Dengan gembira karena ingin sekali mendapatkan ilmu aneh
ini yang pasti akan dapat menambah kelihaiannya, Hek-giam-lo mempergunakan
gin-kangnya menyelinap di antara sambaran sinar senjata, lalu mengeluarkan
senjatanya yang menyeramkan, yaitu sabit bergagang panjang yang amat tajam.
˜Serahkan tongkat pusaka Beng-kauw!! bentaknya sambil
menyerang dengan sabitnya.
Gerakannya hebat, tenaganya mujijat sekali sehingga Lin
Lin terpaksa meloncat mundur karena silau menyaksikan kelebatan sinar senjata
lawan. Namun ia berhasil menangkis senjata lawan dengan senjatanya sendiri yang
membuatnya kembali terhuyung-huyung dan telapak tangannya terasa sakit sekali.
Namun hal ini saja sudah membuat Hek-giam-lo terheran-heran. Hanya ahli silat
kelas tinggi saja yang mampu mempertahankan terjangannya tadi dengan akibat
hanya terhuyung-huyung. Tadinya ia memperhitungkan bahwa sedikitnya gadis itu
akan melepaskan sepasang senjatanya!
Karena penasaran kembali ia menerjang dengan sabitnya.
Dalam pertandingan, apalagi kalau menemui lawan tangguh, Hek-giam-lo lupa
segala. Karena Lin Lin dapat menangkis terjangannya tadi membuat ia lupa dan
bersemangat sehingga kini ia menerjang dengan serangan maut tanpa mempedulikan
apakah gadis calon ratu, calon permaisuri rajanya itu akan mampu menangkisnya.
˜Tranggg..!! Lin Lin kembali berhasil menangkis dengan
pedangnya, dibantu pula dengan tongkat, namun kini ia terguling. Alangkah heran
hati Hek-giam-lo karena begitu terguling, gadis itu sudah meloncat lagi, malah
kini membalas dengan serangan-serangan yang tak kalah ganasnya. Ia sampai
memekik kaget dan memutar senjatanya untuk menangkis. Adapun Lin Lin yang
bangkit semangatnya karena hawa sin-kangnya kini ternyata mampu bertahan
terhadap kekuatan lawan yang tersalur dalam setiap serangannya, kini menerjang
dengan tabah dan penuh tenaga.
Namun, betapapun juga, karena ilmu barunya itu baru ia
kuasai beberapa bagian saja, sama sekali belum terlatih, mana ia mampu
mengimbangi seorang jago kawakan seperti Hek-giam-lo yang menjadi seorang di
antara Enam Iblis Dunia? Sebentar saja ia sudah sibuk sekali, hanya mampu
menangkis ke sana ke mari tanpa mampu membalas kembali.
Hek-giam-lo mendengus dan setelah sekarang Lin Lin tak
dapat menandinginya, teringatlah ia lagi bahwa gadis ini adalah calon
permaisuri raja, maka gerakan senjatanya tidak lagi merupakan ancaman maut,
melainkan kini ia berusaha menangkap gadis itu.
˜Lepaskan tongkat!! bentaknya, senjatanya menyambar ke
arah dada. Lin Lin kaget sekali karena sambaran itu cepat bukan main. Ia
menangkis dengan pedangnya dan.. pedangnya menempel pada senjata lawan, lekat
tak dapat ditarik kembali. Dengan gemas ia menggunakan tongkatnya mengemplang
kepala lawan, namun tangan kiri Hek-giam-lo menyambut tongkat itu, menangkap
dan membetot. Lin Lin tak kuasa bertahan dan terpaksa tongkatnya berpindah
tangan. Akan tetapi karena Hek-giam-lo membagi tenaga untuk merampas tongkat,
gadis itu berhasil melepaskan pedangnya.
˜Kembalikan tongkat itu!! Lin Lin berseru keras sambil
menusukkan pedangnya. Akan tetapi kini Hek-giam-lo seperti tidak pedulikan dia
lagi. Senjata sabitnya ia pergunakan untuk menangkis, sedangkan matanya
memeriksa tongkat Beng-kauw, mencari rahasianya. Tiba-tiba ia teringat akan
kertas yang dirobek-robek oleh Lin Lin dan disebar di sungai. Ia menggeram keras
dan membentak.
˜Kertas yang kau robek-robek dahulu itu.. surat rahasia
apakah itu?! suaranya terdengar penuh kemarahan dan kini ia hanya menyebut Lin
Lin dengan ˜kau! saja.
˜Peduli apa kau?! Lin Lin balas membentak sambil
menyerang lagi. Akan tetapi sebuah tangkisan membuat ia terhuyung ke belakang.
Kini Hek-giam-lo yang mendesak maju.
˜Serahkan rahasia tongkat Beng-kauw kepadaku!!
˜Rahasia apa?! Lin Lin menjawab, kaget.
˜Rahasia ilmu yang kau pelajari. Cepat!!
˜Tidak.. tidak ada..!! Lin Lin gugup karena rahasianya
diketahui.
˜Jangan bohong! Aku perlu sekali ilmu itu, berikan!!
Hek-giam-lo mendesak dan menerjang dengan sabitnya. Serangan ini kuat sekali
sehingga ketika Lin Lin menangkis, pedangnya terlepas dari pegangan tangannya
dan mencelat.
˜Ho-ho-ho, Bayisan, aku bisa membiarkan kau merajalela di
dunia akan tetapi kalau kau mengganggu puteri dari Tayami, aku yang akan
menghalangimu!! Tiba-tiba terdengar suara orang dan Pedang Besi Kuning yang
mencelat dari tangan Lin Lin tadi telah disambar dan berada di tangan orang
ini. Ketika semua orang memandang, kiranya yang datang adalah seorang laki-laki
tua berkepala botak, bertubuh pendek gemuk, kakinya tidak bersepatu, jenggotnya
panjang sampai ke dada.
˜Kim-lun Seng-jin..!! Lin Lin berseru girang sekali
melihat munculnya kakek ini. Kim-lun Seng-jin mengedip-ngedipkan matanya kepada
Lin Lin dengan cara yang lucu, kemudian mengangsurkan Pedang Besi Kuning.
˜Anak baik, Tuan Puteri Yalina yang mulia, kau terimalah
pedang ini. Pedang ini memang hakmu. Lekas kau pergi dari sini, belum saatnya
kau kembali kepada bangsamu. Biar aku yang menandingi Bayisan yang dahulu
mengganggu ibumu dan sekarang hendak mengganggumu lagi.!
˜Terima kasih, kek! kata Lin Lin sambil menerima
pedangnya. ˜Tapi aku tidak mau pergi, aku mau membantumu menghadapi iblis
tengkorak ini.!
˜Heh-heh-heh, bukan saatnya. Ilmumu tadi memang aneh,
mujijat dan hebat, akan tetapi masih mentah, kurang terlatih. Pergilah!! Sambil
berkata demikian, Kim-lun Seng-jin menendang dan.. karena tidak
menyangka-nyangka, tubuh belakang Lin Lin kena ditendang, membuat tubuh gadis
itu terlempar dan melayang jauh! Anehnya, Lin Lin tidak merasa sakit dan
tahulah ia bahwa kakek itu tidak main-main, melainkan melihat bahwa perlu
sekali ia segera melarikan diri. Karena tadinya memang ingin membebaskan diri
dari tangan orang-orang Khitan, Lin Lin lalu lari secepatnya sambil berseru.
˜Kakek botak, terima kasih! Kelak kalau aku menjadi ratu,
kau kuangkat menjadi Koksu!!
˜Heh-he-he! He, Bayisan, tak boleh kau mengejarnya.
Akulah lawanmu, tua sama tua, heh-heh!! kata Kim-lun Seng-jin sambil menerjang
maju ketika melihat betapa Tengkorak Hitam itu sudah menggerakkan kaki hendak
mengejar Lin Lin. Terjangan kakek botak itu hebat sekali karena ia telah
mengeluarkan senjatanya yang aneh, yaitu sepasang roda emas yang gemilang dan
berputar-putar di tangannya. Hek-giam-lo mendengus dan meloncat ke kiri
menghindarkan diri, lalu berkata nyaring.
˜Kim-lun Seng-jin, kau orang buangan dari Khitan,
pengkhianat dan orang yang tak tahu malu. Raja sendiri sudah tidak mengakui
kau, mau apa kau turut campur?!
˜Hueh-heh-heh-heh! Bayisan, kita dahulu sama-sama
perajurit, sama-sama berjuang untuk membela suku bangsa Khitan yang selamanya
menjadi bangsa perantau yang disia-siakan dan tak tentu tempat tinggalnya! Akan
tetapi sekarang setelah kau menjadi antek nomor satu dari Kubakan yang
berkhianat, kau banyak tingkah dan membuka mulut besar! Siapa tidak tahu bahwa
sebetulnya kedudukan raja atas suku bangsa Khitan berada dalam hak keturunan
Puteri Tayami? Sekarang Puteri Yalina, keturunan Tayami sudah dapat ditemukan,
akan tetapi bukan dia diangkat menjadi ratu, malah akan dikawini oleh paman
tirinya sendiri? Si Kubakan. Dan kau berani bilang aku seorang pengkhianat?
Heh-heh-heh, tidak lucu!!
˜Tutup mulutmu! Kau kira aku takut padamu?!
˜Bayisan, dahulu pun antara kita sudah sering terjadi
perselisihan faham, dan biarpun kau lebih muda, tingkat kepandaian kita
seimbang. Sekarang setelah kau menjadi seorang di antara Thian-te Liok-koai,
agaknya kepandaianmu sudah banyak maju, sebaliknya aku makin tua dan makin
lemah. Akan tetapi, jika kau hendak mengganggu Puteri Yalina, aku mempersiapkan
tulangku yang sudah rapuh dan kulit dagingku yang sudah lembek untuk
melawanmu.!
˜Tua bangka bosan hidup!! Hek-giam-lo berseru keras dan
senjatanya yang menyeramkan itu menyambar, berubah menjadi sinar hitam yang
diselingi sinar kilat seperti halilintar menyambar.
Kim-lun Seng-jin maklum akan kesaktian Hek-giam-lo, maka
dia pun tidak banyak cakap lagi, segera menggerakkan kedua tangannya dan
sepasang roda emas itu berputar-putar dengan indahnya melindungi seluruh tubuh.
Berkali-kali terdengar suara nyaring dan bunga api berpijar menyilaukan mata
apabila senjata kedua orang jagoan Khitan ini bertemu.
Orang-orang Khitan yang berada di situ melongo, kagum dan
tegang. Mereka semua tahu siapa adanya Kim-lun Seng-jin, seorang tokoh tua
bangsa Khitan yang dikabarkan meninggalkan kelompok bangsanya dan merantau,
dianggap musuh oleh raja yang sekarang, akan tetapi merupakan seorang tokoh
besar di masa lalu. Mereka tidak berani membantu karena membantu Hek-giam-lo
tanpa diperintah berarti mencari kematian sendiri karena dianggap menghina
Hek-giam-lo.
Selain ini, mereka pun berarti mencari mati kalau
mencampuri pertandingan itu karena gerakan kedua orang sakti itu terlalu cepat
bagi mereka. Sukar bagi mereka untuk dapat mengikuti jalannya pertandingan
dengan pandang mata. Yang tampak oleh mereka hanyalah gulungan sinar hitam
menyambar-nyambar di antara dua gulung sinar emas, sedangkan dua orang tokoh,
itu tidak tampak bayangannya lagi.
Biarpun usianya sudah sangat tua dan kalah tenaga, namun
Kim-lun Seng-jin termasuk seorang tokoh sakti yang berkepandaian tinggi.
Dahulu, sewaktu Hek-giam-lo yang masih bernama Panglima Bayisan masih kecil,
Kim-lun Seng-jin sudah menjadi Panglima Khitan yang sukar dicari bandingnya.
Bahkan ketika Bayisan sudah menjadi panglima yang jagoan, Kim-lun Seng-jin
masih menjadi tokoh di Khitan sampai akhirnya kakek ini pergi dari Khitan
karena tidak suka melihat perebutan kekuasaan, sedangkan raja sendiri, ketika
itu adalah Raja Kulukan ayah Puteri Tayami (kakek Lin Lin), malah menaruh
curiga ketika Kim-lun Seng-jin memberi nasihat. Ketika itu, Kim-lun Seng-jin
masih bernama Kalisani (baca ceritaSuling Emas).
Namun, kini menandingi Hek-giam-lo, kakek itu makin lama
makin repot juga. Hek-giam-lo selama ini memang memperoleh kemajuan hebat,
apalagi belum lama ini ia telah berhasil merampas setengahnya daripada kitab
simpanan Bu Kek Siansu yang setengahnya lagi dirampas It-gan Kai-ong. Dengan
separuh kitab ini ia telah memperoleh kemajuan yang luar biasa sekali sehingga
setelah bertempur selama seratus jurus, mulailah Kim-lun Seng-jin terdesak
hebat. Kini sinar senjata sabit berkilat-kilat menyambar dan setiap gerakan
merupakan jangkauan maut yang mengerikan.
Namun anehnya, Kim-lun Seng-jin terdengar tertawa-tawa
bergelak, ia merasa gembira sekali dengan pertandingan ini. Kakek ini memang
selalu merasa khawatir kalau-kalau ia sebagai seorang Khitan, akan tewas di
perantauan di tangan jago silat yang banyak terdapat di seluruh penjuru bumi.
Akan tetapi sekarang, nasib membawanya kembali ke perbatasan Khitan dan bahkan
bertanding dengan seorang tokoh Khitan nomor satu di waktu itu. Lebih-lebih
kegembiraannya bahwa ia dapat bertahan sampai seratus jurus lebih, ini saja
sudah merupakan kenyataan yang amat menggembirakan hatinya.
˜Hueh-heh-heh, Hek-giam-lo. Ternyata namamu kosong
melompong! Mana patut bersombong menjadi seorang di antara Enam Iblis Dunia?
Ha-hah, menghadapi seorang kakek yang sebelah kakinya sudah masuk lubang kubur
macam aku saja, sekian lamanya belum juga dapat mengalahkan!!
˜Ciuuuuuttttt!! Sabit itu menyambar dengan gerakan
seperti halilintar. Saking marahnya, Hek-giam-lo mempergunakan seluruh tenaga.
Kim-lun Seng-jin cepat menangkis dengan roda emas kiri.
˜Cringgggg!! Hebat bukan main pertemuan antara kedua
senjata ini, tapi Kim-lun Seng-jin yang cerdik membarengi pertemuan senjata ini
dengan melontarkan roda emas kanan ke arah lawan. Karena pembagian tenaga ini,
apalagi memang ia sudah amat lemah dan tenaganya kalah kuat, maka roda emas
kiri yang bertemu dengan sabit secara hebat menjadi patah, bahkah tangan
kirinya terluka oleh sabit yang sempat menyerempetnya. Akan tetapi di lain
pihak, Hek-giam-lo yang tidak menyangka akan serangan kilat dari roda emas
kanan yang dilontarkan, tak sempat mengelak dan dadanya terpukul.
˜Desss..!! Sekiranya bukan Hek-giam-lo yang dihantam
lontaran roda emas, tentu sudah pecah dadanya. Akan tetapi Hek-giam-lo sempat
mengerahkan sin-kangnya sambil menjerit keras sekali. Roda emas menghantam
sebagian dada dan pundak kirinya, terpental kembali dengan keras dan diterima
tangan kanan Kim-lun Seng-jin yang juga terluka tangan kirinya, mengucurkan
darah dan mukanya pucat. Akan tetapi kakek ini tertawa-tawa gembira sekali.
˜Heh-heh-heh, Hek-giam-lo, pecahlah dadamu! Mampuslah,
heh-heh-heh!!
Hek-giam-lo muntahkan darah segar, kemudian ia
mengeluarkan suara menggereng seperti seekor binatang buas, lalu menubruk maju
dengan gerakan senjata sabitnya. Tampak sinar berkelebat. Kim-lun Seng-jin
berusaha menangkis.
˜Tranggggg!! Roda emasnya patah lagi, akan tetapi sabit
di tangan Hek-giam-lo juga terlepas dari pegangan. Namun Hek-giam-lo terus maju
dan kedua tangannya seperti dua cepitan baja sudah mencekik leher Kim-lun
Seng-jin. Kakek ini tak bergerak lagi, seketika tewas pada saat tangan yang
beracun dari Hek-giam-lo menyentuhnya. Akan tetapi iblis buas itu tidak juga
mau melepaskan leher lawannya sebelum leher itu patah tulangnya, kemudian ia
membanting tubuh itu, menyambar sabitnya dan.. pada detik-detik berikutnya
tubuh Kim-lun Seng-jin sudah hancur dicabik-cabik sabit! Hanya mukanya yang
tidak disentuh sabit. Dari leher ke bawah hancur sampai kelihatan tulangnya.
Anehnya, muka itu tetap saja tersenyum seakan-akan mentertawakan kelakuan
Hek-giam-lo yang seperti gila saking marahnya. Hek-giam-lo sendiri terluka,
patah tulang pundaknya dan terluka sebelah dalam dadanya. Akan tetapi tidak
berbahaya, dan setelah menelan obat penawar, ia cepat melakukan pengejaran ke
arah larinya Lin Lin.
Akan tetapi, pertandingan melawan kakek Kim-lun Seng-jin
tadi memakan waktu cukup lama, sampai seratus jurus lebih, dan tentu saja Lin
Lin telah lenyap dari situ, sukar untuk dicari jejaknya. Apalagi gadis ini
cukup cerdik untuk mengambil jalan yang sepi, melalui hutan-huan dan selalu
menghindarkan diri daripada pertemuan dengan manusia sehingga pengejarnya,
Hek-giam-lo, sama sekali tidak mendapatkan keterangan ke mana arah larinya Lin
Lin.
Biarpun hari telah terganti malam, Lin Lin tidak pernah menghentikan
larinya, menyusup-nyusup hutan liar. Untung baginya, malam hari itu sore-sore
bulan sudah keluar, biarpun belum bulat penuh, namun cukup untuk menerangi
jalan di dalam hutan. Dengan pedang terhunus di tangan, gadis ini terus
melanjutkan perjalanannya, mengarah selatan karena ia tahu bahwa dirinya saat
itu berada di utara. Andaikata tidak ada bulan muncul, kiranya sukar juga
baginya untuk memilih arah.
Setelah lewat tengah malam dan keadaan hutan yang
dimasukinya gelap sekali karena daun-daun pohon raksasa menutupi sinar bulan,
baru Lin Lin menghentikan larinya. Ia naik ke atas sebuah pohon raksasa, duduk
di atas cabang tersembunyi di balik daun-daun, lalu beristirahat. Enak sekali
rasanya duduk beristirahat setelah setengah malam terus berlari dengan hati
tegang itu. Kini ia merasa lega, bebas dari tawanan Hek-giam-lo. Segera ia
duduk bersila sambil melatih samadhi menurut pelajaran ilmunya yang baru dan
sebentar saja lenyaplah semua rasa lelah, tubuhnya terasa segar dan dalam
sekejap mata saja ia sudah berhasil mendiamkan panca inderanya, mengheningkan
cipta dan mengumpulkan hawa murni untuk memperkuat tenaga sakti di tubuhnya.
Pada keesokan harinya, setelah matahari mulai mengusir
embun pagi yang membuat hawa udara amat dingin, baru Lin Lin menyudahi
samadhinya, apalagi karena suara kicau burung pagi yang menggembirakan itu
tiba-tiba terganggu oleh suara melengking tinggi yang menggetarkan perasaannya.
Suara suling! Jantungnya berdebar tegang. Suara melengking macam itu banyak
sudah ia dengar keluar dari mulut orang-orang sakti, di antaranya pernah pula
Hek-giam-lo mengeluarkan suara seperti itu di kala mengerahkan tenaga saktinya.
Jangan-jangan Hek-giam-lo sudah mengejar sampai ke situ!
Tidak takut, pikirnya! Kalau dia datang dan benar-benar
dapat menyusulku, aku harus melawannya sampai mati! Akan tetapi kembali ia
mendengarkan dengan teliti. Mengapa suara itu berbunyi terus-menerus? Dan
lengking itu membentuk lagu. Suling! Debaran darahnya makin kencang dan dengan
hati-hati ia meloncat dari cabang ke cabang, dari pohon ke pohon seperti seekor
tupai yang gesit, menuju ke arah suara yang ia tahu tentu amat jauh.