‘Bangsat kecil, engkau siapa
berani mencampuri urusan kami dan memaki kami?!
Bentak Pat-jiu Kai-ong sambil
mengusap pundaknya yang berdarah.
‘Apa kau memiliki kepandaian
maka berani mencela kami, tikus kecil?!
bentak pula Thian-he Te-it
yang masih ngilu rasa pahanya, dan untung bahwa pahanya itu tidak patah
tulangnya.
Laki-laki itu melangkah maju
menghampiri mereka dengan langkah tegap dan sikap sam sekali tidak takut,
bahkan wajahnya itu berseri-seri memandang mereka seorang demi seorang.
kemudian, setelah berada di tengah-tengah sehingga terkurung, dia berkata,
‘Tadinya aku hanya mendengar
bahwa ada seorang anak baik terancam oleh perebutan orang-orang pandai di dunia
kang-ouw. Ketika tiba disini dan melihat lagak kalian, mau tidak mau aku masuk
dan hatiku memang penasaran menyaksikan gerakan kalian yang sungguh-sungguh
masih mentah. Ilmu tongkat dia itu tentu Pat-mo-tung-hoat yang berdasarkan Ilmu
Pedang Pat-mo-kiam-hoat,!
Katanya sambil menuding ke
arah Pat-jiu Kai-ong. Raja pengemis itu terkejut sekali melihat orang mengenal
ilmu tongkatnya, padahal tadi mereka bertujuh bertanding dengan kecepatan luar
biasa, bagaimana orang ini dapat mengenal ilmu tongkatnya?
‘Dan ilmu tongkat dia itu
lebih lucu dan kacau lagi. Meniru gerakan Kauw Cee Thian Si Raja Monyet, akan
tetapi kaku dan mentah, tidak pantas menjadi gerakan Raja Monyet, pantasnya
menjadi gerakan Raja Tikus!! Dia menuding arah Thian-tok.
‘Brakkk!!! Batu besar yang
berada di samping Thian-tok hancur berantakan karena dipukul oleh tongkatnya.
Dia marah sekali mendengar ucapan yang dianggapnya menghina itu.
‘Manusia lancang, berani kau
menghina Thian-tok?! bentaknya dan tongkatnya sudah diputar hendak menyerang.
Akan tetapi orang itu
membentak,
‘Berhenti!!
Dan aneh, suaranya demikian
berwibawa sehingga Thian-tok sendiri sampai tergetar dan menghentikan gerakan
tongkatnya.
‘Aku melihat kalian
masing-masing memiliki kepandaian khusus namun masih mentah semua. Aku tidak
membohong dan kalau tidak percaya, marilah kalian maju seorang demi seorang,
akan kuperlihatkan kementahan ilmu silat kalian yang kalian pergunakan dalam pertandingan
kacau balau tadi. Hayo siapa yang maju lebih dulu, akan kulayani dengan ilmu
silat kalian sendiri!!
Ucapan ini lebih mendatangkan
rasa heran dan tidak percaya daripada kemarahan, maka Pat-jiu Kai-ong melupakan
pundaknya yang terluka, cepat dia sudah meloncat ke depan, melintangkan
tongkatnya di depan dada sambil berseru,
‘Nah, coba kaubuktikan
kementahan ilmu tongkatku!!
Setelah berkata demikian, Raja
Pengemis ini menyerang, menggunakan tongkatnya untuk menusuk, kemudian gerakan
ini dilanjutkan dengan memutar tongkat ke atas menghantam kepala. Memang
gerakan tongkatnya adalah gerakan pedang, dia ambil dari Ilmu Pedang
Pa-mo-kiam-hoat. Hal ini adalah rahasianya, maka dia heran sekali mendengar
orang itu mengenal ilmu tongkatnya dan sekaligus membuka rahasianya.
Enam orang tokoh yang lain
adalah orang-orang yang telah terkenal, maka mereka menahan kemarahan dan
menonton untuk melihat apakah orang yang tidak terkenal ini benar-benar
memiliki kepandaian aneh dan apakah benar-benar selihai mulutnya yang amat
sombong itu.
Serangan Pat-jiu Kiam-ong itu
tidak ditangkis, akan tetapi tubuh orang itu tiba-tiba saja lenyap! Semua orang
kaget dan bengong melihat betapa tubuh orang itu tahu-tahu telah melayang turun
dari atas pohon, di tangannya terdapat sebatang cabang pohon, yang daunnya
telah dibersihkan. Demikian cepatnya dia tadi meloncat sehingga tidak tampak,
dan entah bagaimana cepatnya tahu-tahu dia telah membikin sebatang tongkat yang
ukurannya sama dengan tongkat yang dipegang Pat-jiu Kai-ong. Begitu dia turun,
Pat-jiu Kai-ong telah menyerangnya dengan kemarahan meluap.
‘Nah, lihatlah. Bukankah ini
Pat-mo-kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Iblis) yang kau rubah menjadi
Pat-mo-tung-hoat?!
Dan orang itu pun kini
mengimbangi permainan ilmu tongkat Pat-jiu Kai-ong dengan gerakan yang sama!
Jurus demi jurus dimainkan orang itu untuk menangkis dan balas menyerang, namun
bedanya, serangannya jauh lebih cepat dan lebih kuat tenaga sinkang yang
menggerakkan tongkat itu! Tokoh-tokoh lain hanya menduga-duga, mengira orang
baru itu meniru gerakan Pat-jiu Kai-ong, akan tetapi Raja Pengemis ini sendiri
mengenal gerakan orang itu yang bukan lain adalah ilmu tongkatnya sendiri yang
digubahnya sendiri! Dia menjadi bingung dan heran, apalagi serangan orang itu
cepatnya melebihi kilat dan dalam belasan jurus saja, tiba-tiba terdengar suara
keras, tongkat di tangan Pat-jiu Kai-ong patah dan si Raja Pengemis ini sendiri
terpelanting dan mukanya pucat sekali karena tadi ujung tongkat lawannya telah
menyambar dahinya tepat diantara mata dan kalau dikehendakinya, tentu dia telah
tewas, akan tetapi orang aneh itu hanya mengguratnya saja sehingga kulit di
bagian itu robek dan berdarah.
Tahulah dia bahwa sia telah
berhadapan dengan seorang yang memiliki ilmu kepandaian yang jauh melampuinya,
tahu pula bahwa nyawanya diampuni maka tanpa banyak cakap dia lalu mundur dan
berdiri dengan muka pucat dan mulut berbisik,
‘Aku mengaku kalah!!
Tentu saja hal ini mengejutkan
enam orang tokoh yang lain! Mereka tadi, dalam pertandingan kacau balau, telah
beradu senjata dengan Si Raja Pengemis, dan mereka maklum bahwa selain ilmu
tongkatnya amat lihai, juga tongkat itu sendiri merupakan senjata pusaka yang
kuat menangkis senjata tajam, di samping tanaga sinkang si Kakek Jembel yang
amat kuat. Namun, dalam belasan jurus saja kakek jembel itu mengaku kalah,
tongkatnya patah dan diantara alisnya terluka, sedangkan tadinya mereka mengira
bahwa orang yang baru datang itu hanya meniru-niru ilmu silat Pat-jiu Kai-ong!
‘Si Jembel tua bangka memang
tolol!!
Tiba-tiba Thian-he Te-it Ciang
Ham meloncat ke depan, tombaknya melintang di tangannya, sedangkan tangan
kirinya dikepal, tangan kiri yang mengandung tenaga mukjizat dan terkenal
dengan sebutan Kang-jiu (Lengan Baja) yang kuat menangkis senjata tajam!
Orang itu tersenyum sabar.
‘Hemm, jadi tadi adalah
Pat-jiu Kai-ong, ketua Pat-jiu Kai-pang yang terkenal? Heran ilmunya masih
serendah itu sudah berani malang melintang di Heng-san. Dan kau ini siapa?
Ginkangmu cukup lumayan akan tetapi permainan tombakmu belum patut disebut
Sin-jiu, dan pukulan itu, tentu yang dinamakan Lengan Baja, sayangnya tidak
cocok dengan sebutannya karena terlalu lemah, hemm, terlalu lemah...!!
Muka Ciang Ham menjadi merah
sekali saking marahnya. Sudah menjadi kebiasaannya kalau dia lagi marah,
matanya mendelik dan kumisnya yang jarang itu bergoyang-goyang menurutkan bibir
atasnya yang tergetar!
‘Si keparat sombong! Tahukah
engkau dengan siapa engkau berhadapan? Aku adalah Thian-he Te-it (Nomor Satu
Sedunia) ketua dari Kang-jiu-pang di Secuan! Bersiaplah untuk mampus di
tanganku!!
Kembali orang itu meloncat ke
atas, kini semua orang yang sudah memperhatikan seluruh gerak-geriknya melihat
bahwa orang itu benar-benar memiliki ginkang yang sukar dipercaya. Hanya dengan
mengenjot ujung kaki, tubuhnya melesat dengan kecepatan yang luar biasa sekali,
lenyap ke dalam pohon besar dan tak lama kemudian sudah melayang turun membawa
sebatang cabang yang panjangnya sama dengan tombak di tangan Ciang Ham, bahkan
ujungnya juga sudah diruncingkan, entah bagaimana caranya!
‘Nah, coba mainkan ilmu
tombakmu dan pukulan Lengan Bajumu yang masih mentah itu.!
Thian-he Te-it Ciang Ham bukan
main marahnya. Sambil mengeluarkan gerengan keras dia menerjang, tombaknya
bergerak dahsyat sehingga mata tombak berubah menjadai belasan banyaknya, semua
mata tombak itu seolah-olah menyerang bagian-bagian tertentu dari lawannya!
Namun orang itu pun menggerakkan tombak cabang pohon dengan gerakan yang sama,
bahakan mata ‘tombaknya! berubah menjadi dua puluh lebih, membentuk bayangan
tombak yang menyilaukan mata dan terjadilah pertandingan tombak yang amat aneh
karena gerakan mereka sama.
Dapat dibayangkan betapa
kagetnya hati Thian-he Te-it Ciang Ham. Ilmu tombak itu adalah ciptaannya
sendiri dan selama ini belum pernah diajarkan kepada siapapun juga, merupakan
kepandaian khasnya yang ampuh. Akan tetapi sekarang dia melihat orang ini
mainkan ilmu tombaknya dengan gerakan yang lebih cepat dan lebih kuat! Marahlah
dia.
‘Setan kau!!
Dia memaki dan kini tombaknya
membuat lingkaran besar, menyambar-nyambar diatas kepala sedangkan lengan
kirinya melakukan pukulan maut karena lengan itu seolah-olah merupakan sebuah
senjata baja yang kuat sekali.
‘Bagus,!
Orang itu berseru, tombaknya
bergerak pula menyambut tombak lawan dan terdengar suara
‘krekkk! ketika ujung tombak
Thian-he Te-it patah disusul bertemunya dua buah lengan.
‘Desss...!!
Thian-he Te-it Ciang Ham
mengaduh, melemparkan tombaknya yang patah, menggunakan tangan kanan
mengurut-urut lengan kirinya. Lengan kiri yang terkenal dengan sebutan Lengan
Baja itu, yang berani menangkis senjata tajam lawan, begitu bertemu dengan
lengan lawan, berubah menjadi seperti bambu bertemu besi. Tulangnya retak dan
sakitnya bukan main! Dia pun bukan anak kecil, seketika tahulah dia bahwa dia
berhadapan dengan seorang yang tingkat kepadaiannya jauh lebih tinggi, membuat
dia seolah-olah berhadapan dengan gurunya, maka dia meloncat ke belakang,
meringis dan berkata nyaring,
‘Aku kalah!!
Hening sejenak. Lima orang
tokoh lain terheran-heran, hampir tidak dapat percaya akan peristiwa yang telah
terjadi. Biarpun mereka mulai merasa heran dan gentar, namun rasa penasaran
membuat mereka lupa akan kenyataan bahwa orang itu benar-benar lihai. Mereka
hendak membuktikan sendiri apakah benar orang aneh ini dapat memainkan ilmu
istimewa mereka yang selama ini mengangkat nama mereka di tempat tinggi di
dunia kang-ouw.
‘Hayo, siapa lagi yang ingin
memamerkan ilmunya yang masih mentah?!
Orang itu sengaja menantang
sambil melemparkan tombak cabang pohon yang telah berhasil mematahkan ujung
tombak pusaka di tangan Ciang Ham tadi.
‘Aku ingin mencoba!!
Thian-tok sudah melompat ke
depan dengan gerakan seperti seekor kera dan tangan kirinya menggaruk-garuk
pantat, tangan kanan memegang tongkat Kim-kauw-pang itu memutar-mutar
tongkatnya.
‘Nanti dulu,! kata orang
itu. ‘Yang bertombak tadi, bukankah dia yang terkenal sekali sebagai ketua
Kang-jiu-pang di Secuan? harap Pangcu (Ketua) menjaga agar anak buahmu tidak
merendahkan nama Kang-jiu-pang dengan melakukan perbuatan melanggar hukum dan
memperbaiki ilmu silatnya.!
Ciang Ham tidak menjawab,
hanya kumisnya bergoyang-goyang karena marahnya.
‘Dan Anda ini, apakah
mempunyai kudis di pantat, ataukah memang hendak meniru lagak seekor monyet?
Kalau begitu, tentulah Anda yang berjuluk Thian-tok, yang kabarnya menjadi
pemuja Kauw Cee Thian, terkenal dengan Ilmu Tongkat Kim-kauw-pang dan Ilmu
Silat Sin-kauw-kun.!
‘Dugaanmu benar, akulah
Thian-tok! Siapakah namamu, manusia sombong?!
Thian-tok Bhong Sek Bin
membentak marah.
‘Ataukah kau tidak berani
mengakui namamu dan bersikap sebagai seorang pengecut tukang mencuri ilmu orang
lain?!
Biarpun diserang dengan
kata-kata yang mnghina itu, orang ini tersenyum saja dan menjawab,
‘Namaku tidak ada perlunya
kauketahui. Kalau aku tidak mampu mengalahkan engkau dengan ilmumu sendiri,
barulah aku akan memperkenalkan diri dan boleh kau perbuat sesukamu terhadap
diriku.!
Thian-tok lalu mengeluarkan
suara memekik nyaring seperti seekor kera marah, akan tetapi sebelum dia
menyerang laki-laki aneh itu telah menyambar tombak cabang pohon yang tadi
dilemparnya ke atas tanah. Tombak itu panjang dan sekali dia menggerakkan jari
tangannya, ujung tombak cabang yang runcing itu telah patah dan berubahlah
tombak itu menjadi sebatang tongkat yang panjangnya sama dengan Kim-kauw-pang
di tangan Thian-tok! Thian-tok sudah menerjang dengan gerakan lincah sekali.
Kim-kauw-pang ditangannya diputar-putar sedemikian rupa, mulutnya menggeluarkan
pekik-pekik dahsyat dan tubuhnya sampai lenyap terbungkus gulungan sinar
tongkat sendiri. Namun dengan enaknya orang itu pun memutar tongkatnya, serupa
benar dengan gerakan Thian-tok bahkan mulutnya juga mengeluarkan pekik seperti
monyet itu dan terjadilah pertandingan yang aneh dan lucu, seolah-olah bukan
sedang bertanding, melainkan Thian-tok sedang berlatih silat dengan gurunya.
Gerakan mereka sama, akan
tetapi gerakan orang itu lebih cepat dan lebih mantap. Kembali belum sampai dua
puluh jurus terdengar suara keras, Kim-kauw-pang di tangna Thian-tok
patah-patah menjadi tiga potong dan Si Racun Langit itu terhuyung mundur dengan
muka pucat karena tulang pundaknya hampir patah terpukul tongkat lawan!
Melihat betapa bekas suhengnya
kalah, Tee-tok marah sekali. Siang-kiam di punggungnya telah dicabutnya dan
tanpa banyak cakap lagi dia telah meloncat maju.
‘Keluarkan senjatamu,
manusia licik! Akulah Tee-tok, hayo lawan siang-kiam-ku ini kalau kau memang
gagah!!
‘Aha, kiranya Tee-tok
Siangkoan Houw yang terkenal. Kulhat tadi ilmu pedangmu adalah pecahan dari
Hui-liong-kiamsut, dan kau pandai pula menggunakan Ilmu Silat Pek-lui-kun. Akan
tetapi seperti yang lain, gerakanmu masih mentah.!
‘Tak usah banyak cakap!
Lawanlah ilmuku!!
Bentak Tee-tok dengan marah
dan dia sudah menerjang maju.
Laki-laki iut mematahkan
tongkatnya menjadi dua potong tongkat yang sama dengan pedang-pedang di kedua
tangan Tee-tok, dan begitu dia menggerakkan kedua tangannya, tampaklah
sinar-sinar bergulung dengan gerakan yang persis seperti gerakan Tee-tok yang
memutar sepasang pedangnya.
Kembali terjadi pertandingan
yang hebat, seru dan aneh. Berkali-kali terdengar suara nyaring bertemunya
pedang dengan tongkat, namun anehnya, tongkat dari cabang pohon itu sama sekali
tidak dapat terbabat putus, bahkan kedua tangan Tee-tok selalu terasa panas dan
perih setiap kali pedangnya bertemu tongkat! Dengan teliti Tee-tok
memperhatikan gerakan orang dan dia terkejut.
Memang benar bahwa orang itu
mainkan jurus-jurus ilmu pedangnya! Dan bukan hanya mainkan jurus ilmu
pedangnya, bahkan telah mendesaknya dengan tekanan yang hebat karena orang itu
jauh lebih lincah dan lebih kuat daripada dia. Lewat lima belas jurus, Tee-tok
berseru,
‘Aku mengaku kalah!! Dia
meloncat mundur, menyimpan pedangnya dan mengangkat tangan menjura ke arah
orang itu sambil berkata,
‘Harap kau menerima
penghormatanku dengan Pek-lui-kun!!
Kelihatannya saja dia memberi
hormat dengan mengangkat kedua tangan ke depan dada, namun dari kedua telapak
tangannya itu menyambar hawa pukulan maut yang mendatangkan hawa panas dan yang
dapat membunuh lawan dari jarak tiga empat meter tanpa tangannya menyentuh
tubuh lawan! Itulah pukulan Pek-lui-kun(Kepalan Kilat) yang mengandung tenaga
sakti yang amat kuat!
Orang itu sudah melempar
sepasang tongkat pendeknya, sambil tersenyum dia pun mejura dengan gerakan yang
sama.
Terjadilah adu tenaga yang
tidak tampak oleh mata. Di tengah udara, diantara kedua orang itu terjadi
benturan tenaga dahsyat dan akibatnya membuat Tee-tok terpental ke belakang,
terhuyung dan dari mulutnya muntah darah segar! Dia tidak terluka hebat karena
tenaganya Pek-lui-kun membalik, hanya tergetar hebat dan mukanya makin pucat.
‘Engkau hebat! Aku bukan
tandinganmu!!
Kata Tee-tok dengan jujur, dan
memandang dengan mata terbelalak penuh kagum dan juga penasaran.
‘Engkau luar biasa sekali
dan aku amat kagum kepadamu, sahabat!!
Gin-siauw Siucai berkata
sambil melangkah maju.
‘Aku tahu bahwa agaknya aku
pun bukan tandinganmu, akan tetapi hatiku penasaran sebelum melihat engkau
mainkan ilmu-ilmuku yang tentu kauanggap masih mentah pula. Aku adalah
Gin-siauw Siucai dari Beng-san, senjataku adalah suling dan pensil bulu entah
kau bisa mainkannya atau tidak.!
‘Gin-siauw Siucai, sudah
lama aku mendengar namamu yang terkenal. Jangan khawatir, aku tentu saja dapat
mainkan ilmumu. Dengan ranting pendek ini aku meniru sulingmu, dan aku pun
memiliki sebatang pensil bulu.!
Orang itu memungut sebatang
ranting yang panjangnya sama dengan suling perak di tangan Gin-siauw Siucai,
juga dia mencabut keluar pensil bulu yang tadi dia pergunakan untuk
mencoret-coret ketika tujuh orang tokoh sakti itu sedang saling bertempur. Akan
tetapi kalau pensil bulu di tangan Gin-siauw Siucai adalah pensil yang dibuat
khas, bukan hanya untuk menulis akan tetapi juga dipergunakan sebagai senjata
sehingga gagangnya terbuat dari baja tulen, adalah pensil di tangan orang itu
hanyalah sebatang pensil biasa saja.
Berkerut alis Gin-siauw
Siucai. Orang itu dianggapnya terlalu memandang rendah kepadanya. Akan tetapi
karena orang itu tersenyum-senyum dan meniru menggerak-gerakkan pensil dan
suling di tangannya, dia lalu berkata,
‘Apa boleh buat, engkau
sudah memperoleh kemenangan. Kalau kau kalah, orang akan menyalahkan aku yang
menggunakan senjata lebih kuat. Kalau aku yang kalah, engkau akan menjadi makin
terkenal, sungguhpun kami belum tahu siapa kau. Nah, mulailah!!
Siucai ini cerdik dan dia
sengaja menantang agar lawannya bergerak lebih dulu.
Akan tetapi orang itu
tersenyum dan sambil menggerakkan kedua senjata istimewa itu berkata,
‘Lihat baik-baik, Siucai.
Bukankah ini jurus terampuh dari suling dan pensilmu?!
Kedua tangan orang itu
bergerak dan Gin-siauw Siucai terkejut mengenal jurus-jurus maut dari kedua
senjatanya dimainkan oleh orang itu untuk menyerangnya! Tentu saja dia dapat
memecahkan jurus ilmunya sendiri dan berhasil menangkis kedua senjata lawan, akan
tetapi seperti juga yang lain tadi, dia merasa betapa kedua lengannya tergetar
hebat, tanda bahwa dalam hal sinkang, dia masih kalah jauh. Namun, Siucai ini
merasa penasaran sekali. Puluhan tahun dia bertapa di Beng-san menciptakan
ilmu-ilmu silat tinggi yang dirahasiakan dan belum pernah diajarkan kepada
siapapun juga. Bagaimana sekarang telah dicuri oleh orang ini tanpa dia
mengetahuinya? Dia melawan mati-matian, mengeluarkan jurus-jurus paling ampuh
dari kedua senjatanya, namun karena kalah tenaga, setiap kali tertangkis dia
terhuyung. Seperti juga yang lain dia tidak mampu bertahan lebih dari dua puluh
jurus. Terdengar suara keras dan kedua senjatanya itu, suling dan pensil
patah-patah bertemu dengan senjata lawan yang sederhana itu. Dia meloncat ke belakang,
menjura dan berkata,
‘Kepandaian Taihiap(Pendekar
Besar) memang amat hebat, aku yang bodoh mengaku kalah.!
Orang itu tersenyum dan memuji
‘Tidak percuma julukan
Gin-siauw Siucai karena memang hebat kepandaianmu.!
Ucapan itu dengan jelas
menunjukkan kekaguman, bukan ejekan, maka Gin-siauw Siucai menjadi makin kagum
dan terheran-heran.
‘Sekarang tiba giliran pinto
untuk kau kalahkan, sahabat, Akan tetapi karena sepasang senjata pinto adalah
hudtim dan kipas, yang tentu saja tidak dapat kau tiru, bagaimana kalau kita
bertanding dengan tangan kosong? Hendak kulihat apakah kau mampu mengalahkan
pinto dengan ilmu silat tangan kosong pinto sendiri?!
Orang itu masih tersenyum,
akan tetapi diam-diam ia terkejut. Tak disangkanya tosu ini agak cerdik. Dia
belum pernah melihat tosu ini mainkan ilmu silat tangan kosong, bagaimana dia
akan dapat menirunya? Akan tetapi dengan tenang dia menjawab,
‘Tentu saja saya akan
melayani kehendak Totiang, akan tetapi sebelum bertanding, saya harap Totiang
tidak keberatan untuk memperkenalkan nama.!
‘Siancai...! Anda licik,
sobat. Semua orang hendak dikenal namanya, akan tetapi engkau sendiri
menyembunyikan nama. Baiklah, pinto adalah Lam-hai Seng-jin yang berkepandaian
rendah...!
‘Aihh, kiranya Tocu (Majikan
Pulau) dari pulau kura-kura? Telah lama mendengar nama Totiang, girang hati
saya dapat bertemu dan bermain-main sebentar dengan Totiang.!
‘Nah, siaplah!!
Lam-hai Seng-jin sudah
memasang kuda-kuda sambil memandang tajam ke arah lawan karena dia ingin sekali
tahu apakah benar lawan ini akan dapat menjatuhkan dia dengan ilmu silatnya
sendiri!, Diam-diam orang itu memperhatikan dan tersenyum, lalu dia pun
memasang kuda-kuda yang sama, kuda-kuda dari Ilmu Silat Tangan Kosong
Bian-sin-kun (Tangan Kipas Sakti), semacam ilmu silat yang berdasarkan sinkang
tinggi sekali tingkatnya sehingga telapak tangan menjadi halus seperti kapas,
namun mengandung daya pukulan maut yang dahsyat sekali.
‘Hiiaaatttttt....!!!
Tosu itu sudah menerjang
dengan pukulan mautnya. Tampak olehnya lawannya mengelak cepat dengan gerakan
aneh, sama sekali bukan gerakan ilmu silatnya, akan tetapi betapa kagetnya
melihat bahwa begitu mengelak lawan itu dalam detik berikutnya sudah menerjangnya
dengan jurus yang sama, jurus yang baru saja dia pergunakan! Maklum akan
hebatnya jurus ini, dia pun cepat mengelak untuk memecahkan ilmunya sendiri,
namun harus diakui bahwa elakan orang tadi dengan gerakan aneh jauh lebih cepat
dan bahkan sambil mengelak orang itu dapat balas menyerang!
Kembali Lam-hai Seng-jin
menyerang dengan jurus lain yang lebih dahsyat, dan seperti juga tadi lawannya
meloncat dan tahu-tahu telah membalasnya dengan serangan dari jurus yang sama!
Tentu saja dia dapat pula menghindarkan diri dan makin lama dia menjadi makin
penasaran. Dikeluarkan semua ilmu simpanan, jurus-jurus maut dari Bian-sin-kun
sampai delapan jurus banyaknya. Semua jurus dapat dihindarkan orang itu dan
tiba-tiba orang itu berseru,
‘Totiang, jagalah serangan
Ilmu Silat Bian-sin-kun!!
Dan dengan gencar kini orang
itu menyerangnya dengan jurus-jurus yang tadi sudah dikeluarkannya, delapan
jurus paling ampuh dari Bian-sin-kun. Karena gerakan orang itu cepat bukan
main, Lam-hai Seng-jin sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk balas
menyerang sehingga dia terancam dan terdesak hebat oleh ilmu silatnya sendiri.
Biarpun dia tahu bagaimana utnuk memecahkan jurus-jurus serangan dari
Bian-sin-kun, namun karena kalah tenaga dan kalah cepat, akhirnya punggungnya
kena ditampar dan dia terpelanting, mukanya pucat dan dia harus cepat-cepat
mengatur pernafasannya agar isi dadanya tidak terluka.
‘Siancai...engkau
benar-benar seorang manusia ajaib...!
Akhirnya dia berkata sambil
bangkit perlahan-lahan.
‘Lepaskan aku...!!
Tiba-tiba terdengar seruan
halus dan semua orang menengok ke arah Sin-tong dan melihat betapa anak ajaib
itu telah dipondong oleh lengan kiri Kiam-mo Cai-li.
‘Hei, lepaskan dia!! Enam
orang kakek sakti maju berbareng.
‘Mundur!!
Kiam-mo Cai-li membentak dan
menempelkan ujung payung pedang di tangan kanan itu ke leher Sin Liong.
‘Mundur kalian, kalau tidak
dia akan mati!!
Melihat ancaman ini, enam
orang itu terpaksa melangkah mundur semua. Laki-laki aneh itu memandang dengan
sinar mata berkilat, kemudian dia melangkah maju dan suaranya halus namun penuh
wibawa ketika dia berkata,
‘Kiam-mo Cai-li, lepaskan
bocah yang tidak berdosa itu!!
‘Hi-hik, enak saja kau.
Mundur atau dia akan mampus di ujung payungku!!
Dia menempelkan ujung payung
yang runcing itu ke leher Sin Liong yang tak mampu bergerak dalam pelukan
lengan kiri yang kuat itu.
Akan tetapi, tidak seperti
enam orang kakek yang lain, laki-laki itu masih tersenyum dan masih melangkah
maju, membuat Kiam-mo Cai-li mundur-mundur dan dia berkata,
‘Bocah itu tidak ada
hubungan apa-apa dengan aku. Kalau kau bunuh dia, bunuhlah. Akan tetapi demi
Tuhan, aku akan menangkapmu dan akan memberikan tubuhmu kepada Beruang Es untuk
menjadi makanannya!! Berkata demikian, laki-laki iut menanggalkan jubah
luarnya.
‘Kau...kau..Pangeran Han Ti
Ong....!
‘Pangeran Han Ti Ong...!!
Para tokoh kang-ouw itu berteriak.
‘Pangeran Pulau Es....!!
Kiam-mo Cai-li yang tadinya
sudah merasa bahwa bocah ajaib itu tentu dapat dibawanya, menjadi marah sekali.
Dia menjerit dengan lengking panjang rambutnya menyambar ke depan, ke arah
leher Pangeran Han Ti Ong, dan pedang payungnya juga meluncur dengan serangan
yang dahsyat.
Laki-laki itu, yang disebut
Pangeran Han Ti Ong, tenang-tenang saja, tidak mengelak ketika ujung rambut
yang tebal itu seperti seekor ular membelit lehernya, akan tetapi ketika pedang
payung berkelebat menusuk, dia menangkap payung itu dan sekali menggaetkan
tangan pedang payung itu dan sekali menggerakkan tangan pedang payung itu
membabat putus rambut yang melibat lehernya. Tangannya tidak berhenti sampai di
situ saja.
Selagi Kiam-mo Cai-li menjerit
melihat rambut yang dibanggakan dan andalkan itu putus setengahnya, kedua
tangan Pangeran Han Ti Ong bergerak, dan tahu-tahu tubuh Sin Liong dapat
dirampasnya setelah lebih dulu dia menampar punggung wanita iblis itu sehingga
tubuh Kiam-mo Cai-li menjadi lemas dan seperti lumpuh!
Dengan Sin Liong dalam pondongan
lengan kirinya, kini Pangeran Han Ti Ong membalik dan menghadapi tujuh orang
itu, tidak mempedulikan Kiam-mo Cai-li yang mangeluh dan merangkak bangun.
‘Apakah masih ada diantara
kalian yang hendak mengganggu anak ini? Sekali ini aku tentu tidak akan
bersikap halus lagi!!
‘Siancai....!! Lam-hai
Sian-jin menjura, ‘Harap Ong-ya maafkan pinto yang tidak mengenal Ong-ya
sehingga bersikap kurang ajar.!
‘Maafkan aku, Pangeran.!
‘Maafkan saya...!
Enam orang kakek itu menggumam
maaf, hanya Kiam-mo Cai-li saja yang tidak minta maaf, bahkan wanita ini
berkata,
‘Pangeran Han Ti Ong, kau
tunggu saja, Kiam-mo Cai-li tidak biasa membiarkan orang menghina tanpa
membalas dendam!!
‘Hemmm, terserah kepadamu.
Aku selalu berada di Pulau Es. Nah, pergilah kalian, orang-orang tua yang tak
tahu diri, tega mengganggu seorang bocah.!
Dengan kepala menunduk, tujuh
orang tokoh kang-ouw yang namanya terkenal itu meninggalkan Hutan Seribu Bunga.
Karena mereka mempergunakan kepandaiannya, maka hanya nampak bayangan-bayangan
mereka berkelebat dan sebentar saja sudah lenyap dari tempat itu.
‘Hemmm...berbahaya...! Han
Ti Ong melepaskan Sin Liong dan menghela napas panjang sambil memandang bocah
itu yang sudah berlutut di depannya.
‘Locianpwe selain sakti dan
budiman juga cerdik sekali...! Sin Liong berkata memuji sambil memandang wajah
Pangeran itu dengan kagum.
Han Ti Ong mengerutkan
alisnya.
‘Hemmm, mengapa kau
mengatakan demikian, terutama apa artinya kau mengatakan aku cerdik?!
‘Locianpwe mengalahkan
mereka, berarti Locianpwe sakti sekali, Locianpwe mengampuni dan membiarkan
mereka lolos, berarti Locianpwe budiman, dan Locianpwe tadi mencatat
gerakan-gerakan mereka dan kemudian mengalahkan mereka dengan ilmu mereka
sendiri yang sudah Locianpwe catat berarti Locianpwe cerdik sekali.!
Wajah yang gagah itu berubah,
mata yang tajam itu memandang heran dan kagum, kemudian dia berkata,
‘Wah, dalam kecerdikan,
belum tentu kelak aku dapat melawanmu! Akal dan kecerdikan memang amat perlu
untuk mempertahankan hidup di dunia yang penuh bahaya ini. Tahukah engkau bahwa
tanpa menggunakan akal budi, memanaskan hati mereka dengan mengalahkan mereka
dengan ilmu mereka sendiri, kalau mereka maju bersama mengeroyokku, belum tentu
aku dapat menang! Sekarang kau sudah bebas dari bahaya, nah, aku pergi...!!
Melihat orang itu membalikkan
tubuh dan melangkah pergi dari situ, Sin Liong memandang ke arah mayat sebelas
orang dusun yang masih menggeletak di situ maka dia berseru,
‘Locianpwe....!.
Pangeran Han Ti Ong berhenti
melangkah dan menoleh. Dia merasa heran sendiri. Tidak biasa baginya untuk
mentaati perintah orang kecuali suara ayahnya, raja ketiga dari Pulau Es. Akan
tetapi, ada sesuatu dalam suara bocah itu yang membuat dia mau tidak mau
menghentikan langkahnya, lalu menoleh dan bertanya,
‘Ada apa lagi?!
Dengan masih berlutut Sin
lIong berkata,
‘Locianpwe, sudilah kiranya
Locianpwe menerima teecu sebagai murid.!
Han Ti Ong kini memutar tubuh
dan menghampiri anak yang masih berlutut itu.
‘Bocah, siapa namamu?!
‘Teecu She Kwa, bernama Sin
LIong. Dengan ringkas Sin Liong lalu menuturkan tentang kematian ayah bundanya
dan mengapa dia melarikan diri dan bersembunyi di hutan itu karena dia ngeri
dan muak menyaksikan kekejaman manusia dan merasa mendapatkan tempat yang
tentram dan damai di tempat itu.
‘Hemm, kau ingin menjadi
muridku hendak mempelajari apa?!
‘Mempelajari kebijaksanaan
yang dimiliki Locianpwe dan tentu saja mempelajari ilmu kesaktian.!
‘Kalau kau hanya ingin
belajar silat mengapa tadi kau menolak ketika para tokoh menawarkan kepadamu
agar menjadi murid mereka? Mereka itu adalah tokoh-tokoh yang memiliki
kesaktian hebat.!
‘Namun teecu masih melihat
kekerasan di balik kepandaian mereka. Teecu kagum kepada Locianpwe bukan hanya
karena ilmu kesaktian, terutama sekali karena sifat welas asih pada diri
Locianpwe.!
‘Tapi kau hendak belajar
silat, mau kau pakai untuk apa? Bukankah kau lebih dibutuhkan dan berguna
berada disini bagi penduduk sekitar Jeng-hoa-san?!
‘Maaf Locianpwe. Tidak ada
seujung rambut pun hati teecu untuk mempergunakan ilmu kesaktian dalam tindakan
kekerasan. Dan tidak tepat pula kalau kepandaian teecu disini berguna bagi para
penduduk. Buktinya, teecu hanya bisa mengobati orang sakit, itu pun kalau
kebetulan jodoh, sedangkan sebelas orang ini, tertimpa bahaya maut sampai mati
tanpa teecu dapat mencegahnya sama sekali. Andaikata teecu memiliki kepandaian
seperti Locianpwe, apakah sebelas orang ini akan tewas secara demikian
menyedihkan? Teecu kini melihat bahwa menolong orang tidak hanya mengandalkan
ilmu pengobatan, juga untuk menyelamatkan sesama manusia dari tindasan orang
kuat yang jahat, diperlukan kepandaian. Mohon Locianpwe sudi memenuhi
permintaan teecu.!
‘Aku adalah seorang penghuni
Pulau Es. Hidup disana tidaklah mudah dan enak, tidak seperti disini. Kau akan
mengalami kesukaran, bahkan menderita ditempat yang dingin itu.!
‘Kesukaran apa pun akan
teecu terima dengan hati rela, karena tiada hasil dapat dicapai tanpa jerih
payah, Locianpwe.!
Han Ti Ong tersenyum. Memang
dia sudah tertarik sekali melihat bocah yang dijuluki Sin-tong ini. Bocah ini
sama sekali tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri, melainkan untuk keselamatan
orang lain yang lemah.
Selain itu, pandang matanya
yang tajam dapat melihat bahwa bocah ini memang benar-benar bocah ajaib,
memiliki ketajaman otak dan pandangan yang luar biasa, juga memiliki darah dan
tulang bersih, bakatnya malah jauh lebih besar daripada dia sendiri! Kalau
tadinya dia tidak mau menerima bocah ini sebagai murid adalah karena dia merasa
malu terhadap diri sendiri, karena kalau dia mengambil anak ini sebagai murid
lalu apa bedanya antara dia dengan tujuh orang yang dihalaunya pergi tadi. Akan
tetapi, memang ada bedanya sekarang setelah Sin Liong sendiri yang mengajukan
permohonan agar diterima menjadi muridnya.
‘Kalau memang sudah bulat
kehendakmu menjadi muridku, baiklah, Sin-Liong. Mari kauikut bersamaku, akan
tetapi jangan menyesal kelak. Hayo!! Han Ti Ong kembali membalikkan tubuhnya
dan hendak melangkah pergi.
‘Suhu, nanti dulu...!!
Pangeran itu mengerutkan
alisnya. Lagi-lagi dia mendengar pengaruh yang luar biasa di balik suara anak
itu yang memaksanya menoleh! Dengan suara kesal dia berkata,
‘Mau apa lagi?!
‘Maaf, Suhu. Teecu mana bisa
meninggalkan sebelas buah mayat itu disini begini saja?!
‘Habis, apa maumu?!
‘Teecu harus mengubur mereka
lebih dulu sebelum pergi.!
‘Kalau aku melarangmu?!
‘Teecu tidak percaya bahwa
Suhu akan sekejam itu, teecu yakin akan kebaikan budi Suhu. Akan tetapi
andaikata Suhu benar melarang teecu, terpaksa teecu akan membangkang dan tetap
akan mengubur mayat-mayat ini.!
Sepasang mata pangeran itu
terbelalak penuh keheranan. Anak berusia tujuh tahun sudah berani memiliki
pendirian seperti batu karang kokohnya.
‘Murid macam apa kau ini?
Belum apa-apa sudah siap membangkang terhadap Guru!!
‘Teecu menjadi murid bukan
membuta, dan teecu ingin mempelajari ilmu yang baik.
Kalau teecu mentaati saja
perintah Suhu yang tidak benar, sama saja dengna teecu menyeret Suhu ke dalam
kesesatan.!
Mata Han Ti Ong makin
terbelalak. Hampir dia marah, akan tetapi dia dapat melihat pa yang tersembunyi
di balik ucapan yang kelihatan kurang ajar ini dan dia mengangguk-angguk.
‘Lakukanlah kehendakmu, aku
menunggu.!
‘Terima kasih! Teecu memang
tahu bahwa Suhu seorang sakti yang budiman!!
Dengan wajah berseri Sin LIong
lalu menggali lubang. Akan tetapi karena dia hanya seorang anak kecil dan yang
dipergunakan menggali hanyalah sebatang cangkul biasa yang kecil pemberian
orang-orang dusun dan yang biasa dia pergunakan untuk menggali dan mencari akar
obat, maka tentu saja menggali sebuah lubang untuk mengubur sebelas buah mayat
bukan merupakan pekerjaan ringan dan mudah!
Mula-mula Han Ti Ong duduk di
bawah pohon dan melirik ke arah muridnya itu yang bekerja keras. Disangkanya
bahwa tentu bocah itu akan kelelahan dan akan beristirahat. Akan tetapi dia
kecele. Sin Liong bekerja terus biarpun kaki tangannya sudah pegal-pegal semua,
dan keringat membasahi seluruh tubuh, menetes dari dahinya dan kadang-kadang
diusapnya dengan lengan baju. Akan tetapi dia tidak pernah berhenti bekerja.
Sudah setengah hari mencangkul, baru dapat membuat lubang yang hanya cukup
untuk dua buah mayat saja. Kalau dilanjutkan, agaknya untuk dapat menggali
lubang yang cukup untuk semua mayat, ia harus bekerja selama dua hari dua malam
atau lebih!
‘Hemm, hatinya lembut tapi
kemauannya keras. Benar-benar bocah ajaib.!
Han Ti Ong mengomel sendiri
dan dia lalu bangkit, dirampasnya cangkul dari tangan muridnya dan tanpa
berkata apa-apa lagi dia lalu mencangkul. Gerakannya amat cepat sekali sehingga
Sin Liong yang mundur dan menonton menjadi kabur pandangan matanya karena
seolah-olah tubuh gurunya berubah menjadi banyak, semuanya mencangkul dan
sebentar saja telah terbuat sebuah lobang yang amat besar dan yang cukup untuk
megubur sebelas buah mayat itu. Tentu saja hati Sin lIong girang bukan main dan
satu demi satu diangkat, atau lebih tepat diseeretnya mayat-mayat itu,
dimasukkan ke dalam lubang dan air matanya bercucuran!
Han Ti ong membantu muridnya
mengguruk atau menutup lubang itu sehingga di tempat itu, di depan gua tempat
tinggal Sin Liong, terdapat sebuah kuburan yang besar sekali.
‘Sudahlah, sudah mati
ditangisipun tidak ada gunanya. Mari kita pergi!!
Sin Liong merasa lengannya
dipegang oleh gurunya dan di lain saat dia harus memejamkan matanya karena
tubuhnya telah ‘terbang! dengan amat cepatnya meninggalkan Gunung
Jeng-hoa-san, entah kemana!
Akan tetapi setelah merasa
terbiasa, Sin Liong berani juga membuka matanya dan dengan penuh kagum dia
melihat bahwa dia dikempit oleh suhunya yang berlari cepat seperti angin saja.
Dia mengenal pula tempat dimana suhunya melarikan diri yaitu ke sebelah timur
Pegunungan Jeng-hoa-san. Tiba-tiba dia melihat sesuatu, juga hidungnya mencium
sesuatu, maka dia cepat berseru,
‘Suhu, harap berhenti dulu!!
Han Ti Ong berhenti.
‘Ada apa?!
‘Suhu, disana itu...!
Suara Sin Liong tergetar dan
ketika Han Ti Ong menoleh, dia pun merasa jijik sekali. Yang ditunjuk oleh
muridnya itu adalah sekumpulan mayat orang yang sudah menjadi mayat rusak dan
bekasnya menunjukkan bahwa mayat-mayat itu tentu diganggu oleh binatang-binatang
buas sehingga berserakan kesana-sini.
‘Mau apa kau?! Han Ti Ong
membentak.
‘Suhu apakah kita harus
mendiamkan saja mayat-mayat itu? Mereka adalah bekas-bekas manusia seperti kita
juga. Kasihan kalau tidak diurus...!
‘Wah, kau memang gatal-gatal
tangan ! Nah, hendak kulihat apa yang akan kau lakukan terhadap mereka?!
Han Ti Ong menurunkan Sin
Liong dan dia sendiri lalu duduk diatas sebuah batu dari tempat agak jauh. Dia
sungguh ingin tahu apa yang akan dilakukan muridnya itu terhadap mayat-mayat
yang sudah demikian membusuk, bahkan dari tempat dia duduk pun tercium baunya
yang hampir membuatnya muntah.
Dengan langkah lebar Sin Liong
menghampiri mayat-mayat itu, sedikit pun tidak kelihatan jijik atau segan.
Kemudian, diikuti pandang mata Han Ti Ong yang terheran-heran bocah itu mulai
menggali tanah dengan hanya menggunakan sebatang pisau kecil, pisau yang
biasanya dipergunakan untuk memotong-motong daun dan akar dan yang agaknya tak
pernah terpisah dari saku bajunya. Anak itu hendak menggali lubang untuk
mengubur dua belas buah mayat bususk itu hanya dengan menggunakan sebatang
pisau kecil! Hampir saja Han Ti Ong tertawa tergelak saking geli hatinya, juga
saking girangnya mendapat kenyataan bahwa muridnya ini benar-benar seorang
bocah ajaib yang mempunyai pribadi luhur dan wajar tanpa dibuat-buat! Dengan
kagum dia meloncat bangun, lari menghampiri yang telah menggali lubang beberapa
sentimeter dalamnya.
‘Cukup Sin Liong. Lubang itu
sudah cukup lebih dari cukup untuk mengubur mereka.!
‘Ehhh...? Mana mungkin,
Suhu...?
‘Ha, kau masih meragukan
kelihaian suhumu? Lihat baik-baik!! Han Ti Ong lalu mengeluarkan sebuah botol
dari saku jubahnya, menggunakan ujung sepatunya mencongkel mayat-mayat itu
menjadi setumpukan barang busuk, dan dia menuangkan benda cair berwarna kuning
dari dalam botol ke atas tumpukan mayat. Tampak uap mengepul dan tumpukan mayat
itu mencair, dalam sekejap mata saja lenyaplah tumpukan mayat itu karena semua,
berikut tulang-tulangnya, telah mencair dan cairan itu mengalir ke dalam lubang
yang tadi digali Sin Liong. Benar saja, cairan itu memasuki lubang dan meresap
ke tanah, tentu saja lubang itu sudah lebih dari cukup untuk menampung cairan
itu.
Dengan mata terbelalak penuh
kagum, Sin Liong lalu menguruk lagi lubang itu dan berlutut di depan kaki
suhunya,
‘Suhu, terima kasih atas
bantuan Suhu. Suhu sungguh sakti dan budiman.!
‘Aahhh....!!
Muka Han Ti Ong menjadi merah
dan dia mengeluarkan seruan itu untuk menutupi rasa malunya. Mana bisa dia
disebut budiman kalau mengubur mayat-mayat itu bukan terjadi atas kehendaknya,
melainkan dia ‘terpaksa! oleh muridnya?
‘Kalau aku tidak salah
lihat, mereka ini adalah pendekar-pendekar gagah. Sungguh kematian yang
menyedihkan dan entah siapa yang dapat membunuh mereka. Mereka kelihatan bukan
orang-orang sembarangan yang mudah dibunuh, Mari kita pergi, Sin Liong!!
Kembali murid itu dikempitnya
dan Pangeran Sakti itu menggunakan ilmu berlari cepat seperti tadi, melanjutkan
perjalanan ke timur menuruni Pegunungan Jeng-hoa-san.
Tak lama kemudian, kembali Sin
Liong yang dikempit berseru,
‘Haiii Suhu, harap berhenti
dulu...!!
Han Ti Ong menjadi gemas. Akan
tetapi dia berhenti juga menurunkan bocah itu dari kempitan di bawah ketiaknya.
‘Mau apa lagi kau? Awas,
kalau tidak penting sekali, aku akan marah!!
‘Lihat disana itu, Suhu.
Tidak patutkah kita menolong orang yang sengsara itu? Siapa tahu dia juga sudah
mati disana...!
Tanpa menanti jawaban suhunya,
Sin Liong sudah lari menghampiri sesosok tubuh yang menggeletak di bawah pohon
tak jauh dari situ. Tubuh itu tidak bergerak-gerak, akan tetapi dari tempat ia
berdiri, Han Ti Ong mengerti bahwa orang itu belum tewas, agaknya pingsan atau
tertidur saja.
Dia tersenyum dan melihat
muridnya sudha menjatuhkan diri berlutut di depan orang itu. Betapa kagetnya
ketika dia mendengar teriakan muridnya,
‘Eihh, Suhu! Dia seeorang
wanita!!
Han Ti Ong terheran. Dia lalu
meloncat ke arah muridnya dan melihat betapa tiba-tiba orang yang disangkanya
pingsan itu sudah meloncat bangun dan langsung memukul kepala Sin Liong dengan
kekuatan dahsyat.
‘Wuuuttt........... plakkk!
Augghhh....!!!
Wanita yang mukanya kotor
matanya merah dan rambutnya awut-awutan itu menjerit ketika pukulannya
tertangkis oleh lengan Han Ti Ong yang amat kuat. Dia terhuyung ke belakang,
sejenak memandang Han Ti Ong dan Sin LIong, kemudian menangis tersedu-sedu dan
bergulingan diatas tanah menangis seperti seorang anak kecil.
‘Jangan....aughhh,
jangan....lepaskan aku....lepaskan ...! Jangan bunuh mereka...!!
Sin Liong tertegun dan
memandang penuh kasihan. Juga Han Ti Ong memandang penuh kasihan. Juga Han Ti Ong
memandang dengan terharu, maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang wanita
yang berotak miring!
‘Toanio(Nyonya), kau
kenapakah...? Sin Liong melangkah ke depan.
Tiba-tiba wanita itu meloncat
bangun dan Han Ti Ong sudah siap melindungi muridnya yang sama sekali tidak
kelihatan takut itu. Akan tetapi wanita itu lalu tiba-tiba tertawa terkekeh.
‘Hi-hi-hi-hikk!!
Aneh sekali, ketika wanita itu
tertawa, Han Ti ONg melihat wajah yang amat cantik manis! Wanita itu adalah
seorang gadis muda yang amat cantik, akan tetapi yang entah mengapa telah
menjadi gila. Pakaian yang dipakainya adalah pakaian pria yang terlalu besar,
rambutnya yang hitam panjang itu riap-riapan tidak diurus, mukanya kotor
terkena debu dan air mata, matanya merah dan membengkak.
‘Hi-hi-hik, kubunuh engkau,
Pat-jiu Kai-ong, aku bersumpah akan membunuhmu untuk membalas kematian dua
belas orang Suhengku!! Kemudian dia menangis lagi. ‘ Hu-hu-huuuuuh....
Cap-sha Sin-hiap dari Bu-tong-pai habis terbasmi....!
Han Ti Ong terkejut dan
teringatlah dia akan nama Tiga Belas Orang Pendekar Bu-tong-pai yang amat
terkenal sebagai tiga belas orang pendekar gagah perkasa pembela keadilan dan
kebenaran, teringat pula bahwa mereka terdiri dari dua belas pria dan seorang wanita,
kalau tidak salah, saudara termuda.
‘Nona, apakah engkau orang
termuda dari Cap-sha Sin-hiap dari Bu-tong-pai?! tanyanya sambil melangkah maju
menghampiri wanita gila itu.
‘Jangan sentuh aku! Manusia
terkutuk, jangan sentuh aku lagi!! Dan tiba-tiba wanita itu menyerang dengan
hebatnya. Han Ti Ong menangkis dan menotok. Robohlah wanita itu, roboh dalam
keadaan lemas tak dapat bergerak lagi.
‘Suhu, mengapa....?! Sin
Liong bertanya penasaran.
‘Bodoh, kalau tidak kutotok,
tentu dia akan mengamuk terus. Coba kauperiksa dia, apakah kau bisa
mengobatinya?!
Sin Liong berlutut dan melihat
wanita itu hanya melotot tanpa mampu bergerak. Setelah memeriksa sebentar, dia
menarik napas panjang.
‘Suhu, dia terkena pukulan
batin yang amat berat, membuat dia menjadi begini, berubah ingatannya. Kalau
kita berada di Jeng-hoa-san, kiranya dapat teecu mencarikan daun penenang untuk
mengobatinya.!
‘Hemm, kau lihatlah Gurumu
mencoba untuk mengobatinya.! Han Ti Ong megeluarkan sebatang jarum emas dari
sakunya, setelah membersihkan ujungnya dia lalu mengahampiri wanita itu dan
menusukkan jarum emasnya di tiga tempat, di tengkuk kanan kiri dan ubun-ubun!
Sin Liong memandang dengan mata terbelalak.
Dia sudah mendengar dari
ayahnya tentang kepandaian orang mengobati dengan tusukan jarum, akan tetapi
sekarang dia menyaksikannya. Dan wanita itu baru mengeluh lalu tertidur dengan
pernapasan yang panjang dan tenang. Ketika gurunya mencabut jarum dan menyimpannya,
gurunya berkata,
‘Coba kau periksa lagi
matanya, apakah sudah ada perubahan?!
Sin Liong membuka pelupuk mata
dan meihat bahwa mata wanita itu yang tadinya mengeluarkan sinar aneh yang
liar, kini telah normal kembali. Dia cepat menjatuhkan dirinya berlutut di
depan Suhunya.
‘Suhu, teecu seperti buta,
tidak tahu bahwa Suhu adalah seorang ahli pengobatan pula.!
‘Hemm, dalam hal mengenal
tetumbuhan obat, mana aku mampu menandingimu? Akan tetapi aku mempunyai
kepandaian menusuk jarum, kepandaian turunan yang tentu kelak akan kuajarkan
kepadamu.!
‘Suhu, teecu mengajukan
sebuah permohonan, harap Suhu tidak keberatan.!
‘Hemm, apa lagi?!
‘Harap Suhu suka menolong
wanita malang ini, dan membiarkan dia ikut dengan kita.!
‘Kau..............kau
gila.......?!
‘Suhu, dia belum sembuh
benar. Kalau dia dibiarkan disini, lalu datang orang jahat, bagaimana?!
‘Ha, kau tidak usah
khawatir. Dia adalah orang termuda dari Cap-sha Sin-hiap, ilmu kepandaiannya
tinggi. Siapa berani mengganggunya?!
‘Buktinya, dua belas orang
suhengnya tewas dan tentu mereka itu adalah mayat-mayat yang tadi kita kubur.
Agaknya yang membunuh adalah Pat-jiu Kai-ong. Selain itu, kalau dia teringat
akan peristiwa itu sebelum sembuh benar, tentu dia akan kumat gilanya dan
apakah Suhu tega membiarkan dia seperti itu?!
Han Ti ong memandang wajah
wanita yang bukan lain adalah The Kwat Lin itu. Dia terheran sendiri mengapa
wajah yang kotor dan rambut yang kusut itu mendatangkan rasa iba yang luar
biasa di hatinya? Mengapa dia merasa tertarik dan ingin sekali menolong wanita
muda ini? Apakah dia sudah ‘Ketularan! watak muridnya, ataukah... ataukah...?
Dia tidak berani membayangkan.
Selama ini hanya isterinya seoranglah wanita yang menarik hatinya, yang
membangkitkan gairahnya, akan tetapi perempuan gila ini.. entah mengapa, telah
membuat dia tertarik dan kasihan sekali.
‘Sudahlah, kau memang
cerewet, dan kalau tidak kuturuti, tentu kau rewel terus. Biar kita membawa
bersama ke Pulau Es, kita lihat saja nanti bagaimana perkembangannya.!
Ucapan terakhir ini seperti
ditujukan kepada hatinya sendiri!
‘Teecu tahu, Suhu adalah
seorang yang budiman.!
Dengan hati mengkel karena
ucapan muridnya itu seperti ejekan kepadanya karena dia mau menolong dara ini
sama sekali bukan karena dia budiman, melainkan karena dia kasihan dan terutama
sekali... tertarik hatinya, dengan kasar dia lalu mengempit tubuh wanita itu di
bawah ketiak kanannya, dan menyambar tubuh Sin Liong di bawah ketiak kirinya
dan larinya Pangeran yang sakti ini secepat terbang menuju ke pantai lautan.
Siapakah sebetulnya manusia
sakti yang ditakuti oleh tujuh orang tokoh kang-ouw itu? Siapakah Pangeran Han
Ti Ong yang pada bagiaan dada bajunya terdapat lukisan burung Hong dan seekor
Naga emas itu?
Dia adalah pangeran dari Pulau
Es. Pulau ini merupakan pulau rahasai yang hanya dikenal orang kang-ouw seperti
dalam dongeng karena tidak pernah ada orang yang berhasil menemukan pulau itu
kecuali beberapa orang nelayan yang perahunya diserang badai dan mereka ini
ditolong oleh manusia-manusia sakti, manusia yang menjadi penghuni Pulau Es,
sebuah pulau dari es dimana terdapat istana indah dan merupakan sebuah kerajaan
kecil penuh dengan orang sakti. Setelah ditolong dan diselamatkan, dan berhasil
kembali ke daratan, para nelayan inilah yang membuat cerita seperti dongeng itu
sehingga nama sebutan Pulau Es terkenal di dunia kang-ouw.
Kerajaan di Pulau Es itu
dibangun oleh seorang pangeran, ratusan tahun yang lalu. Seorang pangeran yang
amat sakti, seorang pangeran yang dianggap pemberontak karena berani menentang
kehendak kaisar, dan pangeran ini bersama keluarganya menjadi pelarian. Dengan kesaktiannya,
dia berhasil melarikan keluarganya ke pantai timur dan menggunakan sebuah
perahu utnuk mencari tempat baru. Tujuannya adalah ke pulau di timur di mana
dahulu sudha banyak orang-orang pandai dari daratan yang melarikan diri dan
menjadi buronan karena berani menentang pemerintah, yaitu Kepulauan Jepang!
Akan tetapi dia tersesat
jalan, perahunya dilanda badai hebat dan perahunya dibawa jauh ke utara sampai
kemudian perahu itu mendarat di sebuah pulau. Pulau Es! Melihat pulau itu
tersembunyi, baik sekali dijadikan tempat persembunyiannya, dan di sekitar situ
terdapat pulau-pulau lain yang tanahnya cukup subur, maka pangeran pelarian ini
mengambi keputusan untuk menjadikan Pulau Es sebagai tempat tinggalnya. Dia
lalu mengumpulkan orang-orang yang setia kepadanya, membawa mereka ke Pulau Es
menjadi pengikut-pengikutnya. Dibangunnya sebuah istana yang kecil namun indah
di
Pulau itu dan berdirilah
sebuah kerajaan kecil di tempat terasing ini!
Berkat kebijaksanaan Raja
Pulau Es ini, para pengikutnya dan keluarga raja hidup aman tentram dan penuh
kebahagiaan di Pulau Es. Para keluarganya hidup rukun dan para pengikutnya
membentuk keluarga-keluarga sehingga penghuni pulau itu berkembang biak. Karena
kesaktian rajanya, dan karena letak pulau itu yang sukar dikunjungi orang luar,
maka kerajaan kecil ini tidak pernah terganggu. Raja itu mewariskan
kepandaiannya kepada keturunannya, merupakan ilmu-ilmu warisan yang hebat, dan
tentu saja para pengikut mereka mendapat pula pelajaran ilmu yang tinggi.
Pangeran Han Ti Ong adalah
keturunan ke empat dari raja pertama di Pulau Es. Pangeran ini berbeda dengan
keturunan raja yang sudah-sudah. Kalau semua keturunan raja hidup di Pulau Es
dan hanya meninggalkan pulau kalau mereka ada keperluan di pulau-pulau kosong
sekitar daerah itu untuk mengambil daun obat, sayur-sayuran atau berburu
binatang, maka Pangeran Han Ti Ong tidak betah tinggal di tempat sunyi itu.
Dia sering kali pergi dari
pulau dan diam-diam dia melakukan perantauan di daratan! Dia adalah orang yang
paling banyak mewarisi ilmu nenek moyangnya sehingga dia adalah orang terpandai
diantara para keluarga raja di Pulau Es. Apalagi karena dengan kesukaannya
merantau di daratan, dia dapat mengambil banyak ilmu-ilmu silat tinggi yang
lain dari daratan sehingga kepandaiannya bertambah. Dan gara-gara perantauan Pangeran
inilah maka Pulau Es menjadi makin terkenal dan nama Pangeran Han Ti Ong
sendiri juga menggemparkan dunia kang-ouw sungguhpun dia jarang sekali
memperkenalkan diri. Melihat bajunya yang terhias gambaran naga dan burung Hong
itu saja sudah cukup bagi para tokoh kang-ouw untuk mengenal manusia sakti dari
PUlau Es ini, seperti peristiwa yang terjadi di Hutan Seribu Bunga ketika
Pangeran ini mengahadapi tujuh orang tokoh besar dunia kang-ouw.
Para Pangeran yang
sudah-sudah, selalu mengambil isteri dari keluarga kerajaan sendiri, yaitu
saudara-saudara misan mereka sendiri. Hal ini adalah untuk menjaga agar
‘darah! kerajaan tetap ‘aseli!. Akan tetapi, berbeda dengan semua kebiasaan
para pangeran, Han Ti Ong yang jatuh cinta kepada seorang dara puteri penghuni
Pulau Es biasa, berkeras mengambil dara itu sebagai isterinya! Padahal
biasanya, dara-dara yang berdarah ‘biasa! ini hanya diambil sebagai
selir-selir oleh para pangeran dan raja.
Akan tetapi, Pangeran Han Ti
Ong tidak mau mengambil selir dan hanya mempunyai seorang isteri, yaitu anak
nelayan yang menjadi pengikut keluarga raja, seorang dara biasa saja, namun
yang sesungguhnya memiliki kecantikan yang mengatasi kecantikan para puteri
raja!, dari isteri tercinta ini, Pangeran Han Ti Ong mempunyai seorang puteri
yang pada waktu itu berusia enam tahun, seorang anak perempuan yang mungil,
cantik, keras hati seperti ayahnya dan gembira seperti ibunya. Anak ini diberi
nama Han Swat Hong (Angin Salju) ini diambil oleh Pangeran Han Ti Ong untuk
menamakan puterinya karena ketika puterinya terlahir, Pulau Es dilanda angin
dan salju yang amat kuat!
Pada pagi hari itu Swat Hong,
nak perempuan berusia enam tahun lebih itu, duduk bengong di tepi pantai Pulau
Es. Dia sengaja memilih tempat sunyi yang agak tinggi ini untuk melihat jauh ke
selatan, dan hatinya penuh rindu terhadap ayahnya yang sudah pergi selama tiga
bulan itu.
‘Hong-ji (Anak Hong)...!
Swat Hong menoleh dan melihat
bahwa yang memanggil tadi adalah ibunya, dia lalu meloncat bangun, lari
menghampiri ibunya, meloncat dan merangkul leher ibunya dan menangis, Ibunya
tertawa.
‘Aih-aihhh... anakku yang
biasanya periang tertawa mengapa menangis? Mengapa bulan yang berseri gembira
menjadi suram? Awan hitam apakah yang menghalanginya?!
‘Ibu, kau...kau kejam!!
‘Ihh! Ibumu kejam? Mungkin
kalau sedang menyembelih ikan atau ayam. Akan tetapi ibumu tidak kejam terhadap
manusia.! Memang watak Liu Bwee, ibu anak itu, atau isteri Pangeran Han Ti Ong
adalah lincah gembira yang menurun pula kepada Swat Hong.
‘Ibu kejam, mengapa Ibu
tidak berduka? Apakah Ibu tidak rindu kepada Ayah?!
Tiba-tiba muka wanita itu
menjadi merah sekali dan terasa lagi dua titik air mata meloncat turun ke atas
pipinya. Melihat ini, Swat Hong melorot turun dan bertepuk-tepuk tangan,
‘Hi-hi, Ibu menangis! Ibu
juga rindu kepada Ayah? Hayoh, Ibu sangkal kalau berani!!
Memang watak anak-anak, begitu
melihat orang lain berduka, dia sendiri lupa akan kedukaanya dan merasa
terhibur! Ibunya berlutut, memeluk dan menciuminya, akan tetapi masih
bercucuran air mata, Swat Hong yang tadinya berbalik menggoda ibunya yang
dianggapnya rindu kepada ayahnya seperti juga dia tadi, kini menjadi terheran
dan berkhawatir.
‘Ibu, mengapa ibu berduka?
Apa yang terjadi? Apakah diam-diam ibu begitu merindukan Ayah dan
menyembunyikannya saja?!
Liu Bwee memaksa diri
tersenyum dan menghapus air matanya, mengangguk-angguk sebagai jawaban karena
masih sukar baginya untuk mengeluarkan suara tanpa terisak menangis, akan
tetapi puterinya itu adalah seorang anak yang amat cerdik, maka tentu saja
tidak dapat dibohonginya semudah itu.
‘Ibu ada apakah? Harap Ibu
beritahu kepadaku, siapa yang menyusahkan hati Ibu? Akan kuhajar dia!!
Swat Hong mengepal kedua
tinjunya yang kecil seolah-olah orang yang menyusahkan hati ibunya sudah berada
disitu dan akan dihantamnya. Melihat sikap anaknya ini, hati Liu Bwee terharu
sekali dan ingin dia menangis lagi, akan tetapi ditekannya perasaan harunya dan
dia tertawa.
‘Aih, Hong-ji, kalau ada
yang kurang ajar kepada ibumu, apakah Ibumu tidak dapat menghajarnya sendiri?!
Swat Hong tertawa.
‘Memang aku tahu bahwa
kepandaian Ibu juga hebat, biarpun tidak sehebat Ayah, akan tetapi tidak puas
kalau aku tidak menghajar dengan kedua tanganku sendiri kepada orang yang
menyusahkan hati Ibu.!
‘Anakku yang manis...!!
Untuk menekan harunya, LIu Bwee mengangkat tubuh anaknya, dipeluk, diciuminya
kemudian dia membentak,
‘Terbanglah!! dan melempar
tubuh anak itu ke atas.
Swat Hong bersorak gembira.
Itulah sebuah diantara permainan mereka. Dia senang sekali kalau dilempar ke
udara oleh Ibunya, terutama kalau ayahnya yang melakukannya karena lemparan
ayahnya membuat tubuhnya ‘terbang! tinggi sekali. Namun kini lemparan ibunya
cukup menggembirakan hatinya karena biarpun Ibunya tidak sekuat ayahnya,
lemparannya cukup membuat tubuhnya melambung tinggi melewati puncak pohon!
Ketika tubuhnya melayang
turun, ibunya sudah siap menyambutnya, akan tetapi dasar anak nakal, dia
menggunakan kesempatan ini untuk berlatih! Dia cepat membalikkan tubuh sehingga
kedua kakinya diatas dan cepat dia menggunakan kedua tangannya untuk menyerang
ibunya, mencengkram ke arah ubun-ubun. Itulah jurus terakhir yang dilatihnya
dari ayahnya yang seharusnya dilakukan dengan loncatan ke atas dan menyerang
ubun-ubun kepala lawan, akan tetapi kini dilakukannya ketika dia melayang
turun!
‘Haaiiiit...!!! Untuk
memperingatkan ibunya, Swat Hong menjerit sebelum menyerang.
Tentu saja Liu Bwee tidak
perlu diperingatkannya lagi. Semenjak menjadi isteri Pangeran Han Ti Ong,
wanita puteri nelayan yang tentu saja seperti semua penghuni Pulau Es telah
memiliki dasarilmu silat tinggi, telah digembleng oleh suaminya dengan ilmu-ilmu
simpanan yang tinggi sehingga dia menjadi seorang yang sakti seperti semua
keluarga kerajaan itu. Melihat kegembiraan puterinya, dia pun cepat mengelak,
dari samping dia menyambar kedua lengan anaknya dan dengan bentakan nyaring
kembali tubuh anaknya dilemparkan ke atas!
Tubuh itu melayang tinggi dan
tiba-tiba dari atas Swat Hong berteriak girang,
‘Heiii, Ibu... itu Ayah
datang....!!!
Mendengar ini, Liu Bwee cepat
lari kepinggir tebing tinggi dan memandang ke laut. Wajahnya berseri-seri, jantungnya
berdebar karena penuh rindu kepada suaminya. Benar saja. Tampak sebuah perahu
dan dia mudah mengenal suaminya yang mendayung perahu itu dengan kekuatan
dahsyat sehingga perahu kecil meluncur seperti seekor ikan hiu yang marah. Akan
tetapi alis wanita ini berkerut ketika dia melihat dua orang lain di dalam
perahu. Seorang wanita muda yang cantik! Hatinya terasa tidak enak. Dia tidak
akan mengikat suaminya, dan sebagai seorang isteri pangeran calon raja tentu
saja dia maklum bahwa suaminya berhak mengambil selir-selir sebanyaknya. Akan
tetapi entah mengapa, kedatangan suaminya dengan dua orang itu, terutama
seorang wanita cantik, mendatangkan rasa gelisah yang aneh didalam hatinya.
‘Ibuuuu.....tolong dulu
aku...........!!