Pendekar Pemanah Rajawali Bab-73 Bisa Bekerja

Sia Tiaw Eng Hiong (Pendekar Pemanah Rajawali), BAB 73 BISA BEKERJA
Anonim
Kata-kata itu cepat dan tajam, Yo Kang mengeluarkan peluh dingin tanpa ia merasa. Ia mencoba menentramkan diri dengan memaksa tertawa. "Mustahilkah Bok Liam Cu mengasih mimpi kepadamu?" katanya.

"Memang. Tanpa impian itu, mana aku ingat kau," menjawab si nona. "Nah, mana sepatumu yang kecil mungil yang tertabur batu permata?" Yo Kang kaget hingga ia melengak.

"Bagaimana kau ketahui itu?" serunya. "Kembalikah Bok Liam Cu yang mengasih impian padamu?"

"Buat apa menyebutkan itu pula" si nona membaliki sambil tertawa dingin. "Ketika kau telah membunuh Cu Cong, kau masuki barang-barang permata ibuku ke dalam sakunya korbanmu itu, supaya kalau orang luar melihatnya, mereka bisa menyangka dia telah dipergoki ayahku dan karenanya dia menerima kebinasaannya. Ini tipu daya keji memang bagus sekali, hanya kau telah melupakan satu hal, yaitu gelarannya Cu Cong, ialah Biauw Ciu Sie-seng, si Mahasiswa Tangan lihay."

Auwyang Hong pintar sekali akan tetapi ia tidak dapat mengerti maksudnya perkataan nona itu.

"Kalau dia Biauw Ciu Sie-seng, habis bagaimana?" tanyanya heran.

"Hm.." menyahut nona itu. "Saudara Yo ini cuma tahu menjejalkan barang permata ke dalam saku orang, dia tidak tahu yang Cu Cong pun telah mengambil barang permata dari sakunya sendiri."

"Barang permata apakah itu?" tanya Auwyang Hong masih heran.

"Di dalam ilmu silat Cu Cong memang kalah dari pada kau," Oey Yong menerangkan, "Tetapi dia pun seorang lihay. Di saat dari tarikan napasnya yang penghabisan, dia telah mengambil serupa barang, barang mana dia genggam di tangannya. Tentu sekali kamu tidak dapat ketahui itu, tidak dari bermula hingga di akhirnya .Jika bukan karena adanya permata itu pastilah aku tidak menyangka yang paduka pangeran yang muda ini sudah mati tetapi hidup pula dan bahkan berkunjung ke pulau Tho Hoa To."

"Sungguh menarik," Auwyang Hong tertawa. "Sungguh lihay Biauw Ciu Sie-seng Dia telah kehilangan jiwanya tetapi dia dapat meninggalkan bukti. Kalau begitu, barang yang dia ambil itu mestinya sepatu yang kau sebutkan itu."

"Tidak salah Barang-barang permata ibuku yang disimpan di dalam kuburannya itu, aku telah melihatnya semenjak aku kecil, aku ingat dan mengenali semuanya, hanya ini sepatu mungil belum pernah aku melihatnya. Cu Cong menggenggam ini erat-erat, mesti ada sebabnya. Pula sepatu ini ada ukiran hurufnya, yang dasarnya huruf Pie yang di baliknya huruf Ciauw. Lama aku pikirkan artinya kedua huruf itu, tidak dapat aku jawabannya, maka ketika malam itu aku bermimpi, memimpikan enci Bok menjual silat di kota Pakkhia dengan dia memancar bendera yang bersulamkan empat huruf Pie Bu Ciauw Cin, baru aku ingat dan sadar, baru aku mengerti Bukankah Pie Bu Ciauw Cin itu berarti mengadu silat untuk mengamproki jodoh? Bukankah kedua huruf Pie dan Ciauw itu diambil dari empat huruf itu?" Auwyang Hong tertawa bergelak.

"Sepatu ini mempunyai riwayat asmara demikian bagus. Hahaha!" See Tok tertawa berulang-ulang, agaknya dia sangat gembira, sebaliknya Kwa Tin Ok, kemurkaannya tidak terkira-kirakan. Ia menjadi mendapat tahu semakin jelas nasib saudara-saudaranya, lelakon yang hebat dan menyedihkan sekali di pulau Tho Hoa To itu. Ia hanya heran mengapa Oey Yong dapat menerka demikian jitu.

Putrinya Oey Yok Su percaya Tin Ok masih belum mengerti jelas, maka ia sengaja berkata pula. Tapi sebab Tin Ok lagi bersembunyi, ia menjelaskannya kepada Auwyang Hong, yang juga tentunya masih bingung. Ia kata, "Ketika itu hari enci Bok mengadakan pertunjukan silat, buat mengadu kepandaian untuk merangkap jodohnya, maka paduka pangeran yang muda telah turun ke dalam gelanggang di mana ia telah memperlihatkan kepandaiannya. Aku berada di itu tempat, aku menyaksikannya sendiri pertandingan itu. Diakhirnya pertempuran, paduka pangeran yang muda telah merampas sebelah sepatunya enci Bok. Itu artinya, di dalam pertandingan itu dialah yang menang. Hanya mengenai kapan perang kapan jodoh, urusan itu ruwet sekali"

Mendengar keterangan Oey Yong sampai di situ, mereka yang hadir lantas pada berpikir sendirinya. Ketika itu saksi-saksi terdiri antaranya dari Nio Cu Ong dan See Thong Thian. Mereka menjadi teringat akan peristiwa yang telah lewat itu, yang ada hubungannya sama halnya Wanyen Lieh kematian istrinya dan Yo Kang menemui ayahnya.

Oey Yong tidak memperdulikan mereka yang lagi berpikir itu, ia melanjuti keterangannya "sampai di sini, maka teranglah sudah duduknya hal. Paduka pangeran yang muda dan enci Bok telah mengikat janji, tanda mata dari pertunangan mereka ialah sepasang sepatunya enci Bok itu, sepatu kumala yang berukiran huruf-huruf Pie Bu Ciauw Cin. sepatu yang sebelah memakai huruf-huruf Pie dan Ciauw itu, dan yang sebelah lagi tentulah Bu dan Cin. Paduka pangeran muda bukankah terkaanku ini tidak salah?" Yo Kang berdiam, tidak dapat ia berbicara.

"Setelah mengerti ini, yang lainnya tak sulit lagi," si nona masih meneruskan. "Han Po Kie terbinasa karena cengkeraman ilmu silat Kiu Im Pek kut Jiauw. Di dalam dunia ini, yang meyakinkan ilmu yang dahsyat itu cuma Hek Hong Siang Sat berdua, tetapi dua-duanya mereka sudah mati. Maka itu orang luar pastilah lantas mengingat kepada guru mereka, yang mestinya pandai ilmu itu. Guru itu bukan lain dari pada Oey Yok Su ayahku. Siapa tahu semasa hidupnya Tiat Sie Bwee Tiauw Hong, si Mayat Perunggu, telah mengambil seorang murid yang pandai. Tentang huruf ‘sip’ yang ditulis Lam Hie Jin huruf tidak lengkap itu pastilah diartikan huruf ‘Yo’, hanya sungguh aku tak nyana Kwee Ceng si bocah dungu itu, dia memaksa membilangnya huruf Oey."

Di waktu mengucapkan kata-katanya yang terakhir ini, nona itu muram mukanya, tandanya ia sangat berduka. Auwyang Hong tertawa pula terbahak dan lama. "Kalau begitu tidaklah heran Kwee Ceng si bocah itu selama di Yan Ie Lauw telah hendak mengadu jiwanya dengan ayahmu" katanya.

"Memang tipu daya keji kamu ini sangat bagus," kata Oey Yong. "Dan dia, dalam murka dan sedihnya, sukar dapat menerkanya. Aku juga mulanya menyangka kau telah menawan budak-budak gagu dan memaksanya mereka menunjuki jalan, tetapi hari ini barulah aku ketahui sebenarnya Sa Kouw adalah orang yang mengajak kamu masuk ke dalam. Di dalam ini hal tentunya, ini engko Yo telah menjanjikan dia untuk membawanya pulang ke Gu-kee-cun. Sa Kouw sangat girang maka ia lantas menuruti saja kata-kata kamu. Sekarang aku mengerti, pasti kamu telah menyembunyikan diri di dalam kuburan ibuku, lalu kamu menyuruh mengundang Kanglam Liok Koay datang ke situ. Pasti sekali kamu memakai alasan ayahkulah yang mengundang mereka. Setelah Liok Koay masuk, terang sudah Auwyang Peehu yang menjaga pintu Mana Liok Koay dapat meloloskan diri lagi dari tangan beracun? Ini dia yang dinamakan akan menangkap pie di dalam keranjang." (pie = sejenis kura-kura).

Tin Ok merasakan hatinya menggetar. Ia heran dan kagum sekali. Si nona bercerita seperti dia menyaksikan sendiri peristiwa hebat di dalam liang kubur itu. Di dalam otaknya maka berbayangkan kejadian hari itu.

"Auwyang Peehu," berkata pula Oey Yong. "Ketika di tepi laut, kau telah menemukan baju dan topengnya ayahku, kau mengenakan itu untuk menyamarkan diri. Di dalam kuburan, cahaya memang remang-remang. Begitu bergebrak, beberapa orang dari Liok Koay telah terluka atau terbinasa. Di dalam keadaan seperti itu, maka bisa mereka mengenali baik-baik siapa musuh mereka? Demikian sudah terjadi Lam Hie Jin mengatakan kepada Kwa Tin Ok bahwa musuh mereka ialah ayahku. Yang benar ialah Cu Cong dan Coan Kim Hoat terbinasakan di tangan peehu, Han Po Kie dibunuh engko Yo. Dan Han Siauw Eng mati membunuh diri. Kwa Tin Ok dan Lam Hie Jin telah mencoba melarikan diri. Mereka bertempur pula di kamar semedhi ayahku, di sana kamu sengaja melepaskan Tin Ok satu orang. Ketika Lam Hie Jin mengetahui bahwa si penjahat ialah si orang she Yo, ia telah menjadi korbannya racun hingga ia tidak sempat menyelesaikan suratnya."

Auwyang Hong menghela napas.

"Eh, budak cilik, dugaanmu lihay sekali," ia berkata, memuji. "Sebenarnya kejadian ada hal yang sangat kebetulan. Itulah dasar nasibnya Liok Koay Ketika aku bersama anak Kang pergi ke pulau Tho Hoa To itu, kami tidak tahu yang mereka berada juga di pulau itu."

"Nasib. Itulah benar." berkata Oey Yong. "Kang Lam Cit Koay itu tersohor namanya, itu disebabkan perbuatan-perbuatan mereka yang mulia. Bicara tentang ilmu silat, dia mana ada di pandangan mata peehu. Maka itu, kalau kamu berdua sampai bertindak demikian rupa, bercapai lelah secara demikian, mesti ada maksud tujuannya."

"Melihat kecerdikan kau, bocah, kau tentu tidak dapat dikelabui." kata Auwyang Hong tertawa.

"Nanti aku menerka," berkata Oey Yong, "Kalau aku menerka keliru, harap peehu tidak buat kecil hati. Aku menduga pada permulaannya kamu datang ke Tho Hoa To, kamu mengharap- harap Coan Cin Cit Cu serta ayahku nanti bertarung hebat hingga. dua-duanya sama terbinasa, supaya kau yang menjadi Pian Chong yang menikam harimau, agar dengan satu kali bergebrak saja, dapat kau memusnahkan Coan Cin Cit Cu dan Tho Hoa To. Sayang kamu datang terlambat satu tindak. Ialah ayahku bersama-sama Coan Cin Cit Cu sudah berangkat meninggalkan pulau. Tempo ini engko Yo bicara sama Sa Kouw, ia mendapat tahu kehadirannya Liok Koay, maka lantas saja kamu berdua menunjuki kepandaian kamu yang lihay, kamu membunuh lima di antaranya, kamu membuatnya segala apa seperti juga mereka terbinasakan ayahku. Kamu juga membunuh habis semua bujang gagu di situ, guna melenyapkan saksi-saksi. Dengan begitu bukankah kemudian akan terjadi Ang Cit Kong, Toan Hongya dan yang lainnya nanti membikin susah ayahku? Engko Yo ini cerdik, dia khawatir ayahku nanti keburu pulang lebih dulu dan ayahku mungkin akan melenyapkan segala bukti, maka itu ialah yang mengusulkan supaya Kwa Tin Ok dibiarkan dapat lari. Tin Ok buta tetapi lidahnya tidak kurang suatu apa, benar dia tidak dapat melihat, dia dapat ngoceh tidak karuan."

Tin Ok menjadi bersedih dan bergusar dan malu sekali, ia menyesalkan kesembronoannya telah menduga yang tidak-tidak terhadap Oey Yok Su dan putrinya ini.
Auwyang Hong menghela napas. Ia berkata pula saking kagumnya, "Aku sangat mengagumi Oey Lao Shia yang telah mempunyai anak dara begini cerdas dan pintar, setiap kata-katanya tepat mengenai ulu hatiku."

Oey Yong tidak membilang apa-apa atas kekaguman See Tok itu, ia hanya bilang, "Sekarang ini Kwee Ceng telah kena tipu daya kamu, dia memusuhkan aku dan ayahku, dia sampai seperti tidak mau hidup bersama kami di dalam dunia ini. Tapi biarkanlah dia, sekarang urusan di antara kita. Kalau besok kau menolong ayahku, apabila keponakanmu masih hidup, ah... pembicaraan dulu hari tentang perjodohan, tidakkah itu dapat ditimbulkan pula?"

Auwyang Hong heran.

"Mau apa dia menimbulkan urusan perjodohan itu?" pikirnya.

"Sa Kouw," menanya Oey Yong kepada si nona tolol tanpa ia menantikan perkataannya See Tok. "Ini saudara she Yo orang baik sekali, bukan?"

"Benar," menyahut si tolol itu. "Dia hendak membawa aku pulang ke rumahku. Aku tidak suka berdiam di pulau."

"Kau mau pulang, kau hendak bikin apa di rumah?" tanya putrinya Tong Shia. "Di rumahmu itu telah ada orang yang mati, di sana ada setan."
"Oh, ya!" berseru si tolol itu. "Benar sekali Tidak. aku tidak mau pulang."

"Kau tahu siapa yang membunuh orang yang mati di rumahmu itu?"

"Aku tahu, aku melihatnya sendiri, ialah ini saudara yang baik."

Menyusul perkataannya Sa Kouw ini, di situ terdengar dua kali suara nyaring. Dari beradu dan jatuhnya dua rupa senjata rahasia, lalu Oey Yong tertawa dan berkata. "Engko Yo, biarkanlah dia bicara terus. Kenapa kau menggunai senjata rahasia untuk mengambil jiwanya?"

"Si tolol ini ngaco belo!" berseru Yo Kang, yang barusan menyerang Sa Kouw. "Dia dapat menyebutkan segala omongan yang tidak-tidak."

"Sa Kouw bicara terus," berkata nona Oey kepada si tolol itu. "Kau bicaralah, kakek ini sangat suka mendengarkannya."

"Tidak, aku tidak mau bicara," menyahut Sa Kouw. "Saudara yang baik ini melarang aku bicara."

"Benar," berkata Yo Kang cepat. "Kau rebahkan dirimu dan tidurlah Jikalau kau membuka mulutmu satu kali saja, nanti aku menyuruh setan makan padamu."

Nona itu ketakutan, ia menyahuti, "Ya," berulang-ulang. Kwa Tin Ok mendengar suara seperti orang mengerebongi diri,

"Sa Kouw," berkata Oey Yong, yang tidak berputus asa, "Jikalau kau tidak suka bicara sama aku, untuk menghilangi saat iseng ini, nanti aku menyuruh kakek membawa kau pergi."

"Tidak, aku tidak mau pergi." kata nona tolol itu.

"Kalau begitu, kau bicaralah Ini saudaramu yang baik telah membunuh orang di rumahmu. Kau tahu, orang macam apakah yang dia bunuh itu?"

Orang banyak menjadi heran. Tidak karu-karuan nona ini bicara dari hal pembunuhan. Akan tetapi Yo Kang, bulu romanya telah bangun berdiri semua. Ia lantas menyiapkan pula senjata rahasianya. Kalau Sa Kouw membuka rahasianya, hingga Auwyang Hong bakal menjadi bercuriga, hendak ia membinasakan si nona. Meski begitu, ia kata di dalam hatinya, "Ketika aku membinasakan Auwyang Kongcu, yang melihatnya cuma tiga orang yaitu Bok Liam Cu, Thia Yauw Kee dan Liok Koan Eng. Mungkinkah rahasiaku ini telah bocor?"

Kuil itu menjadi sunyi sekali. orang tinggal menanti jawabannya Sa Kouw. Kwa Tin Ok bahkan menahan napas. Lewat sekian lama, Sa Kouw tidak terdengar suaranya, hanya terdengar suara napas di hidungnya, tandanya ia sudah tidur. Yo Kang merasakan hatinya lega, tetapi telapakan tangannya basah, karena kekhawatirannya, disebabkan menggenggam terus senjata rahasianya. Ia pikir "Kalau dia dikasih tinggal hidup terus, dia bisa jadi bahaya untukku, maka aku mesti mencari jalan untuk menyingkirkan dia."

Pangeran ini melirik kepada Auwyang Hong. Ia mendapatkan See Tok duduk dengan kedua matanya ditutup rapat, mukanya tertuju cahaya rembulan. Dia tenang sekali, dia seperti tidak menghiraukan segala apa di sekitarnya.

Selama itu, orang mulai menyangka Oey Yong cuma mengoceh. Dengan Sa Kouw sudah tidur pulas, urusan tadi artinya telah beres. Maka kemudian mereka pada merebahkan diri atau menyender, untuk beristirahat. Di antaranya ada yang lantas meram melek.

Justru kesunyian menguasai kuil itu, mendadak orang dibikin terkejut dengan jeritannya Sa Kouw, "Jangan pelintir tanganku. Aduh! Aduh!"

Oey Yong pun segera berteriak-teriak. "Setan! Setan! Setan yang kakinya buntung. Sa Kouw kaulah yang membunuh itu pemuda yang ganteng, sekarang dia datang mencari kau." Di dalam kesunyian itu, seram suaranya si nona.

"Bukan! Bukan aku yang membunuhnya!" menyangkal Sa Kouw, dia berteriak-teriak. "Yang membunuhnya ialah saudara yang baik ini."

Belum habis suara si tolol, atau segera itu disusul sama suara bergedebuk dari jatuhnya benda yang berat. Itulah tubuhnya Yo Kang, yang roboh terguling. sebab dia telah berlompat, dengan tangannya yang hebat dia menyerang batok kepalanya si nona tolol, tapi Oey Yong menghalangi dia, dengan tongkat keramatnya, nona ini membuatnya orang jatuh terbanting

Sekejap itu, kalutlah keadaan. See Thong Thian beramai segera mengurung Oey Yong. Putrinya Oey Yoksu tidak menggubris sikap banyak orang itu, dia menunjuk ke pintu seraya berkata nyaring "Kongcu yang berkaki buntung, mari masuk ke mari Sa Kouw ada di sini."

Sa Kouw memandang ke arah pintu, ia tidak melihat apa juga. Ruang itu gelap. Tapi ia takut setan semenjak kecilnya, ia tetap ketakutan. Maka ia menarik tangan bajunya Oey Yong.

"Jangan cari aku" ia berkata kepada si setan yang ditunjuki nona Oey. "Yang membunuh ialah ini saudara yang baik, yang menggunai tombak besi. Aku melihatnya dari belakang pintu dapur. Jangan cari aku."

Auwyang Hong mendengar itu semua, mendadak ia tertawa terbahak. Adalah di luar dugaannya sang keponakannya yang ia sayang sebagai mustika itu terbinasa di tangannya Yo Kang. Ia mau percaya Sa Kouw sebab kalau lain orang mendusta, si tolol ini tidak mungkin. Ia berduka berbareng murka sekali. Dengan mata mendelik ia mengawasi pangeran itu dan berkata. "Siauw-ongya, keponakanku itu memang harus mati. Dia telah dibunuh. Bagus! Bagus!"

Suara itu tajam, mengaung di telinga, bahkan kawanan burung gagak menjadi kaget, mereka lantas berbunyi gegaokan, terbang kelabakan. Yo Kang kaget dan jeri sekali. Ia pikir, habislah jiwanya. Ia melirik ke kiri dan kanan, untuk melihat jalan lolos.

Wanyen Lieh juga tidak menjadi kecuali, dia takut bukan main. Ketika suara gagak mulai reda, dia berkata, "Auwyang Sianseng, nona ini tolol, dia mirip orang gila, kenapa sianseng percaya dia? Keponakanmu itu adalah orang undanganku, aku dan anakku sangat menghormatinya, mana bisa menjadi dengan tidak sebab musabab anakku membunuh dia?"

Auwyang Hong tidak menyahut, hanya tubuhnya mencelat ke arah Sa Kouw, tangan kirinya mencekuk lengan nona tolol itu.

"Karena apa dia membunuh keponakanku?" tanyanya bengis. "Lekas bilang!" Sa Kouw kaget, dia ketakutan.

"Bukan aku yang membunuh dia. Jangan tangkap aku." Dan ia meronta sekuat-kuatnya. Tapi hebat cekalan See Tok, ia tidak dapat melepaskan diri saking takutnya, ia lantas menangis, berulang kali ia memanggil-manggil, "Ibu...! Ibu...!"

Auwyang Hong mengulangi pertanyaannya hingga beberapa kali, tetapi tidak memperoleh jawaban. Saking takutnya, Sa Kouw berhenti menangis, dia mendelong memandang jago dari Barat itu.

"Jangan takut Sa Kouw," Oey Yong menghibur, suaranya halus. "Kakek ini hendak memberikan kue pada mu."

Nona ini tidak menolongi si tolol seperti tadi ia menghajar Yo Kang sebab ia tahu Auwyang Hong tidak nanti, atau sedikitnya tidak bakal lantas membinasakan orang. Bahkan perkataannya itu menyadarkan See Tok. Ia tahu sekarang, makin ia bengis, makin susah si tolol membuka mulutnya. Maka ia merogoh sakunya, akan mengeluarkan bakpauw yang telah dikeringkan, yang ia jejalkan di tangan nona itu. Ia pun tertawa dan kata, "Benar. Nah, kau makanlah kue ini."

Dasar tolol, Sa Kouw ambil kue itu Ia bersenyum. Dengan cepat ia lupa akan kebengisannya See Tok.

"Dulu hari itu si pemuda yang kakinya buntung memeluki satu nona," kata Oey Yong tenang. "Kau lihat, nona itu cantik atau tidak?"

"Sangat cantik," menyahut Sa Kouw wajar. Tidak dapat ia memikir yang ia lagi dilagui. "Kemana perginya dia sekarang?"

Oey Yong tidak menjawab, ia hanya menanya, "Tahukah kau siapa nona itu?" Ia terus berlaku sabar dan wajar.

Si tolol agaknya gembira sekali, dia puas, hingga dia menepuk tangan "Aku tahu, dialah istrinya ini saudara yang baik," sahutnya.

Mendengar itu, Auwyang Hong tidak bersangsi lagi. Ia memang tahu keponakannya itu sangat gemar pelesiran. Ia mau menduga, rupanya disebabkan main gila kepada Bok Liam Cu, Auwyang Kongcu menerima kebinasaannya. Ia hanya heran Yo Kang dapat membinasakan keponakannya yang ia tahu lihay, tidak perduli kakinya buntung. Bagaimana keponakannya itu dibunuhnya? Maka ia berpaling kepada si pangeran muda. Ia kata sabar. "Dia berani kurang ajar terhadap siauw-onghui, dia harus mampus berlaksa kali." Siauw-onghui ialah istri siauw-ongya, pangeran muda.

"Bukan... bukan aku yang membunuhnya" Yo Kang menyangkal, suaranya tidak lancar.

"Habis siapa?"

Kali ini suaranya See Tok menjadi keras dan bengis secara tiba-tiba, kedua matanya pun bersinar tajam. Yo Kang ketakutan hingga kaki tangannya lemas. Ia yang biasanya berotak terang, sekarang mati daya, sampai tak bisa ia membuka mulut.

"Auwyang Peehu," Oey Yong berkata, "Jangan kau sesalkan siauw-ongya berlaku telengas, juga tak usah kau sesalkan keponakanmu yang sangat gemar pelesir itu, hanya kau harus persalahkan dirimu yang berkepandaian sangat lihay."

Auwyang Hong berpaling dengan cepat. Ia heran. "Kenapa?" tanyanya.

"Aku pun tak tahu kenapa. Hanya ketika aku sedang berada di Gu-kee-cun, di sana aku mendengar dua orang tengah berbicara. Mereka itu seorang pria dan seorang wanita, dan bicaranyapun di sebelah tembok. sungguh aku tidak mengerti." See Tok kena dibikin bingung, ia berada dalam kegelapan. "Apa itu yang mereka bicarakan?"

"Nanti aku menyebutkannya setiap patah yang mereka bicarakan itu, tidak nanti aku menambahkan satu huruf juga. Tolong kau menjelaskannya nanti padaku. Aku tidak melihat mereka itu, aku tidak tahu, yang pria siapa yang wanita siapa. Aku hanya mendengar yang pria bilang, 'urusan aku membunuh Auwyang Kongcu ini, apabila sampai teruwar di luaran, sungguh berbahaya.' Yang wanita kata, 'seorang laki-laki, dia berani berbuat, ia berani bertanggung jawab Jikalau kau takut, tidak seharusnya kemarin kau membunuh dia. Benar pamannya dia itu lihay tetapi kita tak bakal dapat dicari.'"

Auwyang Hong mengawasi. Ketika ia mendapatkan nona itu terus berdiam, ia menanya, "Pembilangannya perempuan itu benar. Apa katanya pula si lelaki?"

Yo Kang mendengar pembicaraan itu, ia takut bukan main, terhadap Oey Yong, ia sangat gusar. Kebetulan itu waktu sinar rembulan masuk ke dalam, diam-diam ia bergerak. dengan perlahan ia menghampirkan ke belakang si nona. Ia menyingkir dari sinar rembulan itu.

Selagi berindap-indap. ia mendengar jawabannya Oey Yong, "Kata- katanya si lelaki itu membuatnya aku berpikir bahwa semua disebabkan kepandaian kau yang sangat lihay hingga kau membikin keponakanmu itu celaka. Lelaki itu kata, 'Adikku sekarang ini aku ada memikir satu jalan. Pamannya itu sangat kosen, aku ingin mengangkat dia menjadi guru. sebenarnya sudah lama aku memikir begini, hanya di dalam kalangan dia itu ada aturan yang ditaati, ialah kepandaian diwariskan di dalam satu generasi hanya kepada satu orang. Maka itu, kalau dia sudah mati baru pamannya dapat menerima aku sebagai muridnya.'"

Tidak usah Oey Yong menjelaskan lagi siapa pria itu, lagu suaranya pun sudah menerangkannya. Dengan pandai ia meniru lagu suaranya Yo Kang, hidup sedari kecil di kota raja, ibunya, Pauw Sek Yok. adalah orang Lim-an, sedang di dalam istana ada banyak orang Kim, maka itu, suaranya itu campur aduk antara lagu bicaranya orang selatan dan orang utara. Dengan demikian gampang sekali orang mengenalinya.

Auwyang Hong berulang kali mengasih dengar suara mengejek, "Hm" Lalu ia menoleh ke arah Yo Kang. Ia baru melihatnya si anak muda tidak ada di tempatnya atau mendadak ia mendengar suara, "Buk" disusuli teriakan dari kesakitan, lalu nampak Yo Kang dengan tangan kanannya mengucurkan darah dan mukanya pucat pias sebagaimana itu terlihat di cahayanya si Putri Malam.

Hebat Oey Yong membuka rahasia, maka pemuda she Yo itu tidak dapat menguasai pula hatinya. Ia hendak melampiaskan kemurkaannya, jalannya ialah membunuh nona she Oey itu. Maka setelah datang dekat si nona, ia berlompat seraya tangannya menyambar ke batok kepalanya nona itu, untuk dicengkeram dengan ilmu cengkeraman Kiu Im Pek-kut Jiauw.

Oey Yong ketahui serangan gelap itu, ia berkelit, maka tangannya si anak muda tiba pada pundaknya. Dia mencengkeram kuat sekali, dalam sengitnya, ia menggunai semua tenaganya maka itu, justru ia mengenai baju lapis yang berduri, tangannya itu nancap di duri baju. Bukan main dia merasakan sakit, maka tak dapat dia tidak menjerit, setelah mana, dia mengasih turun tangannya itu, hampir dia pingsan menahan nyerinya.

Di tempat yang gelap itu, tidak ada orang yang melihat apa yang sudah terjadi, malah mereka tidak tahu juga, pemuda itu bercelaka di tangan si nona atau di tangan Auwyang Hong. oleh karena orang tidak tahu pasti dan mereka pun jeri terhadap See Tok. Semua berdiri diam sambil mengawasi saja.

Adalah Wanyen Lieh yang mengajukan diri untuk memegangi anaknya.

"Anak Kang, kau kenapa?" ia tanya. "Apamu yang terluka?" Ia menghunus goloknya dan menyerahkan itu pada si anak. Ia berkhawatir Auwyang Hong membalaskan sakit hati keponakannya .

"Tidak apa-apa," menyahut Yo Kang, yang mencoba melawan rasa sakitnya. Ia pun menyambuti golok dari ayahnya itu atau mendadak ia merasakan tangannya kaku, golok itu terlepas dan jatuh berisik di lantai. Ia lekas-lekas membungkuk. untuk memungutnya. Apa celaka, lengannya menjadi kaku, lengan itu tidak mau mengikuti lagi suara hatinya. Dalam kagetnya, dengan tangan kirinya ia memencet tangan kanannya, tetapi ia tidak merasakan apa-apa. Maka ia lantas mengawasi Oey Yong. "Bisa! Bisa!" serunya. "Kau menggunai bisa melukakan aku?"

Pheng Lian Houw semua menjadi bingung, meski begitu, mereka lantas mengambil keputusan. Biarnya Auwyang Hong lihay, di situ ada Wanyen Lieh si pangeran Kim yang berpengaruh, jadi biar bagaimana, perkaranya Auwyang Kongcu itu harus diselesaikan secara baik. Begitu melihat roman menakuti dari Yo Kang, sebagian menghampirkan pangeran muda itu, untuk menghiburi, yang sebagian lagi mendekati Oey Yong, antaranya ada yang berseru, "Lekas keluarkan obatmu untuk mengobati siauw-ongya"

Oey Yong beriaku tenang. "Baju lapisku tidak berbisa," ia kata tawar, "Jangan kamu bergelisah tidak karuan Di sini ada orang yang harus membunuh dia, tidak ada perlunya aku melukai padanya."

Ketika itu Yo Kang menjerit, "Aku aku tidak dapat bergerak" Lalu teriihat dia menekuk kedua dengkulnya, tubuhnya turun dengan perlahan-lahan, sedang dari mulutnya terdengar suara tidak tegas.

Mendengar jeritan dan suara orang itu, Oey Yong heran. Ia lantas mengawasi Auwyang Hong, paras siapa nampaknya terkejut. Ketika ia juga menoleh kepada Yo Kang, muka si anak muda tersungging senyuman, mulut terbuka seperti tertawa. Di antara sinar rembulan, wajah pemuda itu menjadi luar biasa sekali.

Mendadak ia ingat. "Inilah Auwyang Peehu yang menurunkan tangan jahat, kau jangan sesalkan aku," ia berkata.

Auwyang Hong heran, ia berkata. "Melihat dari rupanya, dia memang terkena racun ular di tongkatku, memangnya aku berniat memberi dia rasa, siapa tahu si budak cilik telah mewakilkan aku. Bagus, bagus sekali Hanya ular berbisa itu cuma aku seorang yang mempunyai, entah dari mana si budak cilik mendapatkannya?"

"Aku mana mempunyai semacam ular?" kata Oey Yong. "Kaulah yang menggunai racun itu Mungkin kau sendiri tidak merasa."

"Benar-benar aneh!" seru See Tok.

"Auwyang Peehu," berkata si nona. "Aku ingat peristiwa dulu hari ketika kau dan Loo Boan Tong bertaruh. Kau telah memberi makan racun ularmu kepada seekor ikan cucut, setelah ikan itu mati, dagingnya dimakan ikan yang lain, ikan itu keracunan dan lantas mati. Demikian seterusnya, racunmu itu menular tidak putusnya. Benar bukan?" Auwyang Hong tertawa.

"Jikalau racunku bukannya istimewa, tidakkah nama See Tok itu nama kosong belaka?" ia bilang puas.

"Benar," menyahut si nona. "Lam Hie Jin itu ikan cucut yang pertama."

Ketika itu Yo Kang telah menjadi seperti orang kalap. Dia bergulingan di lantai. Nio Cu Ong mencoba memeluknya, tidak ada hasilnya. Auwyang Hong tidak dapat menangkap artinya perkataan Oey Yong.

"Coba kau memberi penjelasanmu," ia bilang.

"Bukankah kau telah menggigitkan ularmu kepada Lam Hie Jin?" berkata si nona. "Ketika itu hari aku bertemu dia di Tho Hoa To, dia telah memukulku satu kali. Tinjunya itu mengenai pundakku yang kiri Dengan begitu, di duri dari baju lapisku lantas ketinggalan sisa bisanya. Barusan siauw-ongya menghajar aku, kebetulan dia kena mencengkeram baju lapisku, karena dia terluka, darah beracun itu masuk ke dalam darahnya. Hm... dialah ikan cucut yang ketiga."

Mendengar keterangan si nona, orang merasa bergidik sendirinya. sungguh hehat bisanya Auwyang Hong itu. Yo Kang telah menerima pembalasannya sendiri, dia mau mencelakai lain orang, dia sendiri yang menjadi korban.

Mendengar sampai di situ, Wanyen Lieh menghampirkan Auwyang Hong di depan siapa ia menekuk lututnya.

"Auwyang Sianseng," ia berkata. "Siauw-ong minta sukalah kau menolongi jiwanya putraku, nanti siauw-ong tidak bakal melupakan budimu yang sangat besar ini." Auwyang Hong tertawa lebar.

"Jiwa anakmu ialah jiwa, jiwa keponakanku bukannya jiwanya," katanya. Ia lantas menyapu Pheng Lian Houw semua, muka siapa terang di sinar rembulan, terus ia kata dengan suara dalam, "orang gagah yang mana yang tidak puas, baik lekas-lekas maju untuk bicara."

Bukannya orang maju, orang justru mundur. Pula tidak ada yang berani membuka mulut. Selagi orang menjublak itu, mendadak Yo Kang berlompat bangun dan menghajar Nio Cu Ong hingga pahlawan itu roboh. Wanyen Lieh lantas bangun berdiri.

"Lekas bawa siauw-ong ya ke Lim-an!" ia memberi titah. "Mari kita mengundang tabib yang pandai untuk mengobati dia."

Auwyang Hong mendengar perkataannya pangeran itu, sembari tertawa, ia kata. "Racunnya si bisa bangkotan mana ada tabib di kolong langit ini yang sanggup mengobatinya? Lagi pula mana ada tabib pandai yang tidak menyayangi jiwa?" dengan dia berani merusak usaha, Wanyen Lieh tidak mau melayani bicara.

"Masih kamu tidak mau lekas-lekas menolongi siauw-ongya?" bentaknya kepada semua pahlawannya.

Belum lagi Yo Kang dipegang, untuk dibawa pergi, dia sudah berlompat tinggi hingga hampir kepalanya sundul dengan penglari, ketika dia sudah turun pula, dia menuding pangeran Kim itu sambil berseru, "Kau bukannya ayahku sudah kau bikin celaka ibuku, sekarang kau bikin celaka juga aku."

"Siauw-ongya, sabar" See Thong Thian membujuk. Ia mendekati, untuk memegang kedua lengannya pangeran itu.

Yo Kang lihay, dia mendahului menangkap lengan orang she See itu, lalu dia menggigit jempolnya. See Thong Thian menjerit bahna sakitnya, dia menarik tangannya, terus dia melengak. Dengan lantas dia merasai tangannya kaku, hingga dia menjadi kaget tidak terkira. Oey Yong mengawasi jago itu, ia kata dingin. " Inilah ikan cucut yang keempat."

Cian Ciu Jin-touw Pheng Lian Houw kaget sekali. Dia memang bersahabat paling rapat dengan See Thong Thian. Dia pula paling pandai menggunai racun, maka dia tahu apa yang dia mesti lakukan. See Thong Thian itu sudah keracunan. Dengan sebat luar biasa, dia menghunus goloknya, dengan itu dia membabat kutung sebelah lengannya sahabatnya itu Hauw Thong Hay kaget bukan main. Ia tidak tahu maksudnya Lian Houw.

"Pheng Lian Houw, kau melukai sukoku" ia membentak. Ia lantas maju untuk menyerang.

Tapi Thong Thian, yang menahan sakitnya, berteriak, "Tolol! Pheng Toako justru menolongi aku!" Thong Hay batal menyerang, ia melengak.

Yo Kang menjadi kalap. pikirannya waswas. Ia menyerang kalang kabutan, ia meninju, menendang dan menggigit juga. orang telah melihat contoh dalam dirinya See Thong Thian, mereka semua ketakutan, mereka pada menyingkirkan diri, semua lari ke luar, hingga kacaulah mereka. Burung-burung gagak dengan turut kaget lagi dan beterbangan dengan berisiknya. Maka di pekarangan yang kosong di depan kuil, terlihat bayangan mereka terbang serabutan, suara mereka saling sahut dengan teriakan-teriakannya Yo Kang

Wanyen Lieh juga turut pergi ke luar kuil, tapi ia masih menoleh dan memanggil, "Anak Kang! Anak Kang!" Yo Kang mengucurkan air mata.

Wanyen Lieh girang, ia mementang kedua tangannya, untuk menyambuti putranya itu. Maka berdua mereka saling merangkul. "Anak. kau sudah mendingan?" tanya ayah itu. Tapi di sinar rembulan, ia menampak wajah orang yang tidak wajar, yang matanya terbuka lebar, terang dia belum sadar, sedang giginya bercatrukan. Ia kaget ketika si anak mengangkat tangan kirinya, menghajar ke arahnya. Dalam kagetnya ia bukan lompat mundur atau lari, ia menjoroki tubuh putranya itu.

Pangeran muda itu kehabisan tenaganya, dia roboh terguling, terus dia tidak merayap bangun. Menampak demikian, hatinya Wanyen Lieh mencelos, tidak berani ia mengawasi pula, lantas ia lari terus, di luar kuil, ia lompat naik atas kudanya, untuk dikasih kabur, maka ia segera diiringi sekalian pahlawannya. Lekas sekali, mereka telah lenyap berikut bayangan, mereka.

Auwyang Hong mengawasi tubuhnya Yo Kang. Pemuda itu lagi bergulingan. Oey Yong pun mengawasi. Maka mereka berdua ada masing-masing pikirannya sendiri yang satu berduka berbareng gusar, yang lain terharu dan puas. Mereka sama-sama membungkam, sampai mendadak mereka mendengar suara berkeresek di atas genting.

"Mau apa kau mencuri mendengari?" menegur Auwyang Hong. "Turunlah!"

Oey Yong kaget. Ia menyangka Kwa Tin Ok yang naik ke genting. Ia lantas melihat satu bayangan orang berlompat turun, orang itu lari masuk.

"Enci Bok! ia berseru. Ia lantas mengenali orang. "Enci kau datang."

Nona itu tidak menghiraukan panggilan, ia lari terus pada Yo Kang, yang ia lantas angkat tubuhnya untuk dipondong. "Kau masih kenali aku?" ia menanya halus.

Yo Kang menyahut, suaranya tidak karuan, terdengarnya cuma, "Ho ho..."

"Ah, kau tidak dapat melihat aku," kata Liam Cu. Ia memutar tubuh, untuk mendapat sinar rembulan, untuk si anak muda melihat mukanya. Ia tanya pula. "Kau kenali aku atau tidak?"

Yo Kang mendelong mengawasi nona itu. selang sesaat, baru ia mengangguk. Liam Cu girang.

"Hidup di dalam dunia sungguh sengsara," katanya perlahan. "Kau menderita, aku juga. Mari kita pergi. Maukah kau?"

Yo Kang mengangguk pula. Tapi mendadak dia berteriak. Liam Cu duduk mendeprok. dia memeluki erat-erat. Menyaksikan semua itu, Oey Yong menghela napas. Tapi lekas juga ia menjadi heran. Tubuh Liam Cu bergerak turun, menindih tubuh Yo Kang, kepalanya jatuh di pundak si anak muda. Habis itu, keduanya terlihat tidak bergerak lagi.

"Enci Bok! Enci Bok!" ia memanggil-manggil, kaget. Liam Cu tidak menyahuti, ia seperti tidak mendengar, tubuhnya terus diam.

Nona Oey bingung, ia segera menghampirkan, dengan perlahan ia pegang pundak si nona, untuk diangkat, atau mendadak tubuh itu roboh ke belakang

Lagi sekali Oey Yong berteriak bahna kagetnya. Hanya sekarang ia melihat di dada si nona menancap ujung tombak buntung, napas si nona sudah berhenti. Ketika ia memandang Yo Kang, dada itu pun bekas tertusuk tombak, darahnya mengalir ke luar. Anak muda itu juga sudah putus jiwa.

Liam Cu tidak tega mengawasi Yo Kang tersiksa, maka itu ia memeluknya dengan memasang tombak pendeknya di dada si anak muda, tempo ia memeluk kuat, ujung tombak melesak dalam, maka matilah kekasihnya itu, setelah mana, ia menikam dadanya sendiri dengan cara serupa. Dari itu keduanya pulang bersama ke lain dunia.

Oey Yong mendekam di tubuh Liam Cu, ia menangis sedih. Ia bersedih untuk nasib buruk nona itu. Kemudian, kapan ia ingat peruntungannya sendiri, yang masih kusut, ia menangis semakin sedih.

Auwyang Hong terus mengawasi semenjak tadi, sampai kemudian ia kata. "Bagus matinya mereka, buat apa ditangisi lagi? Setengah malaman sudah orang mengacau, sekarang akan lekas terang tanah. Mari kita melihat ayahmu." Si nona berhenti menangis.

"Di saat ini mungkin ayahku sudah pulang ke Tho Hoa To, buat apa dilihat lagi?" bilangnya.

Auwyang Hong melengak, terus ia tertawa dingin. "Oh, budak, budak, kiranya kau menjual orang," katanya keras.

"Di bagian depan dari kata-kataku, memang aku mendustai kau," berkata Oey Yong. "Ayahku orang macam apa, mustahil dia membiarkan dirinya dikurung imam-imam busuk dari Coan Cian Kauw? Jikalau aku tidak menyebut-nyebut Kiu Im Cin-keng, maka kau mau mengijinkan aku memeriksa Sa Kouw?"

Kwa Tin Ok mendengar semua itu, ia kagum dan menyayangi Oey Yong. Ia sekarang mengharap-harap si nona mendapat akal untuk menyingkir dari hadapannya manusia yang lihay dan berbahaya ini.

"Di dalam kata-katamu ada terkandung tiga bagian kebenaran, kalau tidak, aku si bisa bangkotan tidak nanti kena terpedayakan," kata Auwyang Hong. "Baiklah, sekarang kau menjelaskan salinan dari ayahmu itu, jangan ada satu huruf juga yang dilompati."

"Jikalau aku lupa, bagaimana?" Oey Yong tanya.

"Paling baik kau mengingat-ingatnya. Kalau budak secantik kau ini kena dicatol ularku, itulah harus disayangi."

Oey Yong jeri juga. Ia telah menyaksikan hebatnya kebinasaannya Yo Kang. Maka ia berpikir keras. "Taruh kata aku memberitahukan terjemahan It Teng Taysu, tidak nanti dia gampang-gampang melepaskan aku Bagaimana caranya aku harus menyingkir dari dia ini?"

Ia tidak dapat pikiran yang baik, maka ia anggap baiklah ia bersikap ayal-ayalan, untuk menang tempo.

"Jikalau aku melihat huruf sansekertanya, mungkin aku dapat menjelaskan semua," katanya kemudian. "Coba kau membacakan, nanti aku mencoba-coba."

"Siapa sanggup membaca di luar kepala bahasa asing itu?" kata Auwyang Hong. "Sudah, jangan kau main gila denganku."

Mendengar orang tidak dapat menghapal, Oey Yong mendapat pikiran. Ia menganggap pastilah See Tok memandang kitabnya itu sebagai jiwanya.

"Baik," katanya, "Sekarang kau keluarkan kitabmu itu."

Auwyang Hong menurut. Dari dalam sakunya, ia mengeluarkan satu bungkussan, yang ia buka. Bungkusan itu terdiri dari tiga lapis kertas minyak. Itu dia kitab yang ditulis Kwee Ceng.

"Hm" tertawa si nona di dalam hatinya. "Engko Ceng menulis ngaco, dia memandangnya sebagai mustika."

Auwyang Hong menyalakan api, untuk menulis sisa lilin. Ia lantas membaca.

"Itu artinya mesti pandai melihat lalu membuatnya menjadi dua belas macam tarikan napas," Oey Yong menjelaskan. See Tok girang. Ia membaca pula.

"Setelah dapat menghindari diri dari pelbagai ancaman maka perlahan-lahan akan masuk ke jalan kesempurnaan," si nona menjelaskan pula. Kembali See Tok membaca. si nona berpikir, lalu ia menggeleng kepala. "Salah, kau salah membacanya." katanya.

Auwyang Hong membaca lagi tetapi si nona menggoyang pula kepalanya.

"Tidak salah, begini tulisnya," kata See Tok. " Heran, kenapa kau tidak mengerti?"

Oey Yong bergelisah, ia mengawasi tajam. Ia ingin orang lekas-lekas ingat dan mengerti.

"Ah, mungkin Kwee Ceng si bocah salah menulisnya." katanya si nona kemudian. "Mari aku lihat."

See Tok tidak takut orang main gila, ia menyerahkan kitabnya. Oey Yong menyambut dengan tangan kanan, tangan kirinya mengambil api, ia bersikap hendak menyuluhi, atau mendadak ia berlompat ke belakang hingga setombak lebih. Lilin dan kitab ia lantas dekati satu dengan lain.

"Auwyang Peehu, kitab ini kitab palsu" katanya mendadak. "Biar aku bakar saja."

Auwyang Hong kaget bukan main.

"Eh, eh, kau kata apa?" katanya. " Lekas pulangi padaku."

"Kau menghendaki kitab atau jiwaku?" si nona tanya.
"Jiwamu buat apa?!" bentak See Tok. "Lekas pulangi!" Ia bersikap hendak berlompat maju, guna merampas.

Oey Yong tidak takut, ia malah membawa api lebih dekat ke kitab. "Kau bergeraklah" katanya mengancam. "Setiap kali kau bergerak. setiap kali aku membakar sehelai Akhirnya kau akan menyesal seumur hidupmu."

Auwyang Hong kalah gertak. "Hm..." ia mendongkol. "Kau letaki kitab itu. Kau pergilah."

"Kaulah seorang guru besar, tidak dapat kau menelan kata-katamu," kata si nona tertawa.

See Tok mengasih lihat roman bengis. "Aku bilang lekas kau letaki kitab itu" katanya, suaranya dalam. "Kau pergilah."

Oey Yong percaya, sebagai orang kenamaan, biarnya kejam, See Tok akan pegang perkataannya itu, maka ia lantas meletaki kitab dan lilin.

"Auwyang Peehu, maaf," katanya tertawa. Ia memutar tubuh untuk pergi dengan membawa tongkatnya.

Auwyang Hong tidak berpaling lagi, mendadak ia menghajar ke belakang, kepada patung Ong Gan Ciang, hingga patung itu pecah separuhnya dan roboh dengan berisik. Terus dia membentak, "Orang buta she Kwa, kau ke luarlah."

Oey Yong kaget bukan kepalang. Inilah ia tidak sangka. Ia lekas menoleh.

Kwa Tin Ok tidak mau bersembunyi lebih lama, ia berlompat turun seraya memutar tombak di depannya. Nona Oey mendusin dengan lantas. orang selihay See Tok tidak nanti gampang-gampang diakali, pastilah suara napasnya ketua Cit Koay itu telah terdengarnya, hanya semenjak tadi, si Bisa dari Barat berlagak pilon saja. Terpaksa ia kembali, ia berlompat ke samping Tin Ok. bersiap untuk membelanya.

"Auwyang Peehu, aku tidak jadi pergi," katanya "Kau kasihlah dia pergi."

"Jangan, Yong-jie" berkata Tin Ok. " Kau pergi, kau cari anak Ceng. Kau menyuruh dia membalaskan sakit hati kami enam saudara."

Si nona menjadi berduka. "Kalau Kwee Ceng percaya aku, dia sudah mempercayainya dari siang-siang," ia kata masgul. "Kwa Tayhiap. jikalau kau tidak pergi, penasaran ayahku sukar dijelaskannya, sukar dilenyapkan. Kau bilangi Kwee Ceng, aku tidak sesalkan dia dan minta dia jangan bersusah hati."

Tin Ok seorang laki-laki, tidak sudi ia ditolong dengan si nona mengorbankan diri, maka itu ia berkutat sama nona itu. Auwyang Hong jadi babis sabar.

"Eh, budak cilik," tegurnya. "Aku telah memberi ijin kau pergi, perlu apa kau masih banyak rewel?"

"Aku justru tidak mau pergi" si nona membelar.

"Auwyang Peehu, baik kau usir pergi ini si buta yang menyebalkan, nanti aku melayani kau berunding. Asal jangan kau melukai dia."

Auwyang Hong berpikir. " Kau tidak mau pergi, itu lebih baik lagi. Apa sangkut pautnya dengan aku kalau si buta ini mampus atau hidup terus?" Maka ia bertindak maju, ia menjambak dada Tin Ok.

Ketua Cit Koay itu menggeraki tombaknya untuk membela diri, tetapi ketika tombak bentrok sama tangan, toya itu terlepas dan tangannya dirasai kesemutan, dadanya juga sedikit sakit. Tombaknya itu mencelat ke atas, menembusi wuwungan. Terpaksa ia berlompat mundur. Akan tetapi belum lagi ia dapat menaruh kaki, tubuhnya sudah disambar See Tok dan diangkat. Ia seorang berpengalaman, ia tidak menjadi gugup atau takut, tangan kirinya diayun, hingga dua biji lengkak besi menyambar ke muka jago dari Wilayah Barat itu.

Auwyang Hong tidak menduga orang dapat bertindak demikian, terpaksa ia berkelit sambil melengak seraya tangannya melemparkan tubuh jago Kang Lam itu ke arah belakangnya.

Melihat itu, Oey Yong menjerit. Tubuh Tin Ok terlempar mendahului lengkaknya itu, hingga dia terancam bahaya senjata rahasianya sendiri Tapi si buta itu lihay sekali, dia mendengar suara angin, dia mengulur tangannya, menyambuti lengkaknya itu, maka ia turun ke bawah dengan tidak kurang suatu apa.

"Bagus" berseru Auwyang Hong memuji. "orang buta she Kwa, kau lihay. Nah, kau pergilah, aku beri ampun padamu."

Kwa Tin Ok bersangsi, ia tidak lantas bertindak pergi. Oey Yong mengerti keragu-raguan orang, ia tertawa dan mengatakan, "Kwa Tayhiap. Auwyang Hong hendak mengangkat aku menjadi guru, dia mau belajar Kiu Im Cin-keng, maka kalau kau tidak mau pergi, apa kau juga hendak mengangkat aku menjadi gurumu?"

Tin Ok masih berdiri diam. si nona boleh tertawa tetapi ia ketahui baik ancaman bahaya untuk nona itu.

Auwyang Hong memandang langit. "Langit sudah terang mari kita pergi," ia mengajak Oey Yong. Ia menarik tangan si nona, untuk dituntun pergi. Cepat jalannya ke luar kuil.

"Kwa Tayhiap. kau ingat apa yang aku tulis di tanganmu." kata Oey Yong sambil mengikuti See Tok. Ketika ia mengakhirkan pesannya itu, ia sudah terpisah belasan tombak. tetapi Tin Ok masih dapat mendengarnya. Hanya tertua Cit Koay ini heran, terus ia berdiri menjublak. Ia masih berdiri diam kendati orang sudah pergi jauh. Maka tak lama kemudian, riuhlah suaranya kawanan gagak yang beterbangan di udara.

Masih Tin Ok berdiri diam sampai ia mendengar burung-burung itu terbang ke dalam kuil, untuk berebut makan mayat orang. Ia ingat Bok Liam Cu, ia merasa kasihan untuk nasib buruk nona itu, tidak pantas si nona menjadi umpan burung, maka ia lari ke dalam kuil, ia cari mayatnya, terus ia bawa ke luar, ke belakang, di mana ia menggali lubang untuk menguburnya. setelah itu ia lompat naik ke atas genting, untuk mencari tombak buntungnya.

"Ke mana aku mesti pergi?" tanya ia kepada dirinya sendiri sambil berdiri bengong. Ia pun telah menjadi sebatang kara.

Sementara itu, banyak burung gagak mengasih dengar suaranya yang sedih, lalu bergantian mereka jatuh sendirinya dari udara dan mati. Mereka telah makan daging beracun dari Yo Kang dan mati karenanya. Menduga kepada nasibnya burung-burung itu, Tin Ok menghela napas, lalu ia bertindak ke utara. Di hari ketiga, selagi berjalan, ia mendengar suaranya burung rajawali, yang terbang di atasan kepalanya.

"Mungkin anak Ceng ada di sini," pikirnya. Maka lantas ia memanggil-manggil, "Anak Ceng! Anak Ceng!"

Belum lama maka terdengarlah suara kuda lari mendatangi, lantas Kwee Ceng tiba bersama kuda merahnya. Dia girang sekali melihat gurunya dari siapa ia terpisah dalam pertempuran kacau. Dia lompat turun dari kudanya, untuk merangkul gurunya itu seraya memanggil. "Suhu! Suhu!"

Tapinya Tin Ok menggaplok muridnya itu dua kali, hingga si murid melengak, lekas-lekas dia melepaskan pelukannya. Tin Ok masih mencoba menyerang dengan tangan kirinya dan tangan kanannya berulang-ulang dipakai menggaplok mukanya sendiri.

Menampak demikian, Kwee Ceng kaget dan heran. "Suhu!" katanya. "Suhu, kau kenapa?"

"Sebab kau si tolol cilik dan aku si tolol bangkotan," menjawab guru itu keras.

Masih Tin Ok memukuli muridnya dan dirinya sendiri. sampai muka mereka pada bengap. baru dia berhenti sendirinya. setelah ini, dia mencaci kalang kabutan kepada muridnya itu.

"Suhu, kenapa?" tanya si murid, yang tetap bingung.

Sekarang ini Tin Ok telah menjadi tenang, maka itu ia lantas menuturkan apa yang telah terjadi di kuil, terutama tentang penuturannya Oey Yong, yang membuka rahasianya Yo Kang dan Auwyang Hong yang membinasakan Cu Cong dan lainnya. Mendengar keterangan itu, Kwee Ceng heran dan girang, malu dan berduka.

"Dengan begitu aku telah berlaku keliru terhadap Yong-jie," katanya, menyesal.

"Maka itu kau bilanglah," Tin Ok menutup ceritanya, "Kita berdua harus mampus atau tidak?"

"Memang suhu," berkata si murid. "Suhu, sekarang mari kita lekas menolongi Yong-jie" Kwee Ceng menganggap Oey Yong berada dalam bahaya.

"Bagaimana dengan ayahnya?" Tin Ok tanya.

"Oey Tocu membawa Ang Insu ke Tho Hoa To untuk berobat. suhu, ke mana kiranya Auwyang Hong membawa Yong-jie?" Tin Ok berdiam, nampaknya ia berpikir.

"Jikalau Yong-jie tidak dapat lolos dari tangannya Auwyang Hong, entah dia bakal tersiksa bagaimana," katanya. "Anak Ceng, pergilah kau tolongi dia Aku sendiri, hendak aku membunuh diri untuk menghaturkan terima kasih kepadanya..." Kwee Ceng terkejut.

"Suhu, janganlah memikir demikian," ia berkata. Ia berkhawatir karena ia tahu benar tabiat keras dari guru ini, yang biasa melakukan apa yang dikatakan. "Suhu, lebih baik suhu pergi ke Tho Hoa To untuk mengasih kabar, kau minta Oey Tocu lekas menolongi putrinya itu. Dengan sebenarnya aku bukannya lawan dari Auwyang Hong."

Kwa Tin Ok bisa berpikir, maka ia menganggap perkataannya murid itu benar adanya. Karena ini ia batal membunuh dirinya, lantas ia berangkat, guna pergi ke pulau Tho Hoa To.

Kwee Ceng merasa berat sekali untuk berpisahan pula, ia mengikuti.

"Kenapa kau masih belum mau pergi?" membentak sang guru, yang mendapat tahu dirinya diikuti. "Lekas pergi. Jikalau kau tidak dapat menolongi Yong-jie, maka jiwamu akan aku ambil."

Kwee Ceng menghentikan tindakannya, ia mengawasi guru itu berjalan terus, sampai si guru lenyap dari pandangan matanya. Ia masih berdiam sekian lama, karena ia benar-benar bingung ke mana ia mesti mencari Oey Yong. Akhirnya sambil menunggang kudanya dan mengajak burungnya, ia menuju ke arah Tiat Ciang Bio.

Hebat apa yang disaksikan di kuil Ong Gan Ciang itu dan sekitarnya. Banyak sekali bangkai burung gagak bergeletakan, di luar dan di dalam, dan di dalam terlihat seperangkat tulang belulang manusia. Terang itulah sisa tubuhnya Yo Kang. Ia menjadi terharu meskipun ia tahu, pemuda itulah musuh dari guru-gurunya. Ia masih ingat persahabatannya dengan Yo Kang dan perhubungan di antara kedua pihak orang tua mereka. Maka ia pungut semua tulang itu, ia kubur di belakang kuil di sisinya kuburan Bok Liam Cu. Ia memberi hormat sambil berlutut dan mengangguk-angguk dan memuji, "Saudara Yo, saudara Yo Jikalau kau masih ingat budiku ini mengubur tulang-tulangmu, kau harus memayungi aku hingga aku berhasil mencari Yong-jie, dengan begini dapatlah kau menebus segala dosamu selama hidupmu."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar