Auwyang Hong bertubuh tinggi dan besar. Meski pun telah sedikit menekuk
kedua kakinya untuk menjalankan ilmu Kodok-nya, ia masih lebih tinggi
dari pada Ang Cit Kong. Ia sekarang menggunakan tongkat yang ketiga,
yang baru dibikinnya, sebab dua tongkat ularnya yang pertama telah
lenyap. Tongkatnya ini, di bagian ujungnya berukiran kepala manusia,
tetapi aneh dan mengerikan. Di situ dililitkan dua ekor ular berbisa,
tapi kedua ular ini baru, kurang lincah dibandingkan dua ularnya yang
dulu. Di samping itu, ia sekarang bertempur melawan Pengemis Utara untuk
keempat kalinya, maka caranya berbeda.
Pertama kali ia melawan Cit Kong di Gunung Hoa San ini, dan itu juga
untuk memperebutkan kehormatan dan Kiu Im Cin Keng. Yang kedua terjadi
di Pulau Persik, yaitu untuk membela Auwyang Kongcu yang berebut jodoh
dengan Kwee Ceng. Yang ketiga ialah pertempuran di laut.
Usia kedua pihak semakin lanjut, tetapi berbareng dengan itu, ilmu silat
mereka juga semakin maju, maka pertarungan menjadi hebat. Inilah pibu
untuk nama baik, menyangkut hidup atau mati. Siapa yang alpa atau kurang
gesit, ia harus menerima nasibnya. Dalam sekejap seratus jurus lebih
telah dilewatkan.
Mendadak sang putri malam menghilang. Langsung suasana menjadi gelap.
Perubahan seketika itu terjadi karena pergantian waktu, sang malam telah
lewat dan akan digantikan oleh sang fajar. Suasana akan menjadi terang.
Namun sekarang kedua pihak sukar melihat satu sama lain dengan jelas.
Mereka saling menyerang dengan lebih banyak menutup diri.
Kwee Ceng dan Oey Yong menonton dengan perhatian tertumpah sepenuhnya.
Bagaimanapun, mereka mengkhawatirkan guru mereka. Mereka maju beberapa
langkah, supaya kalau perlu mereka bisa menolong guru mereka.
Mata Kwee Ceng mengawasi tajam tapi hatinya berpikir, "Mereka inilah
jago-jago nomor satu di zaman ini, hanya bedanya yang satu orang gagah
dengan hati mulia; yang lain berhati buruk, mengganas karena
mengandalkan kekosenannya. Jadi, ilmu silat tidak mengenal baik dan
jahat, hanya terbawa oleh orang yang bersangkutan. Siapa baik, ilmu
silatnya menambah kebaikan; siapa jahat, ilmu silatnya menambah
kejahatan." la cemas ketika mendengar Racun Barat dan gurunya bergantian
berseru, tanda hebatnya pertarungan mereka.
"Suhu telah terluka parah, itu artinya dia telah menyia-nyiakan waktu
hampir dua tahun," anak muda ini berpikir lagi, hatinya berdebar-debar.
"Memang ilmu silat mereka seimbang, tapi kalau Suhu terhalang begitu,
mungkin Racun Barat mempunyai kepandaian lebih. Pertarungan ini berarti
hanya dengan satu langkah maju dan satu langkah mundur. Kalau Suhu
kalah? Ah, sayang aku telah memberi ampun hingga tiga kali pada jago
dari Barat ini...."
Kwee Ceng kembali ingat ajaran Khu Ci Kee bahwa kepercayaan dan
kebajikan besar haruslah dibedakan dari kepercayaan dan kebajikan kecil.
Kalau karena kepercayaan dan kebajikan kecil orang roboh, itu bukan
lagi kepercayaan dan kebajikan. Singkatnya, itu bukanlah kehormatan.
"Racun Barat mengatakan untuk berkelahi satu lawan satu, dengan cara
terhormat," anak muda ini berpikir lebih jauh. "Habis bagaimana kalau
dia tetap bertindak curang? Bagaimana kalau dia lantas mengganas dengan
lebih hebat lagi? Berapa banyak korban jatuh karenanya? Dulu-dulu aku
tak dapat membedakan arti kepercayaan dan kebajikan ini, jadi aku telah
melakukan banyak ketololan...."
Karena berpikir begini, Kwee Ceng lantas berketetapan membantu gurunya. Tapi belum lagi ia maju, didengarnya suara Oey Yong.
"Auwyang Hong, dengar!" demikian si nona. "Kakak Ceng telah berjanji
padamu, hendak memberi ampun jiwamu tiga kali. Siapa tahu ternyata kau
mengandalkan kekosenanmu, tetap menghinaku. Untuk menjadi orang kecil
tak ternama dari Rimba Persilatan, kau tak surup, bagaimana mungkin kau
hendak memperebutkan gelar jago nomor satu di kolong langit ini?"
Racun Barat telah melakukan kejahatan yang tidak terhitung banyaknya,
namun ia orang yang selalu menepati janji, belum pernah menyangkal
kata-kata atau janjinya. Ia juga sangat jumawa. Ia memaksa Oey Yong
karena sangat terpaksa, sebab ia ingin sekali si nona menjelaskan isi
kitab itu padanya. Sekarang selagi hebatnya ia bertarung melawan Ang Cit
Kong, nona itu mengungkit-ungkit kesalahannya. Kupingnya panas, karena
itu gerakan tangannya terlambat, ia hampir kena sodok tongkat si
pengemis.
"Kau dinamakan Racun Barat," kata Oey Yong lagi, "maka tak bisa
dikatakan apa-apa mengenai segala perbuatan busukmu, tapi kau diberi
ampun sampai tiga kali oleh orang muda. sungguh kau telah kehilangan
muka! Bagaimana dapat kau menelan kata-katamu sendiri terhadap orang
muda? Sungguh kau menyebabkan orang-orang gagah kaum kangouw tertawa
hingga mulut mereka mencong! Auwyang Hong, Auwyang Hong! Ada satu hal
pada dirimu yang tak dapat dikalahkan siapa pun di kolong langit ini,
kau orang nomor satu yang tak tahu malu!"
Racun Barat gusar bukan kepalang, tetapi ia tahu maksud si nona yang
hendak membangkitkan amarahnya, supaya perhatiannya terpecah, supaya ia
tidak dapat mengutamakan pertempurannya dengan Ang Cit Kong. Tegasnya,
supaya ia kalah. Karena itu, sebagai orang licik, ia tidak mau dirinya
kena bakar. Ia tidak menghiraukan ocehan itu. Tapi Oey Yong sangat
cerdik, ia tidak mau berhenti mengoceh, bahkan menyebutkan kebusukan
yang sebenarnya belum pernah dilakukan Auwyang Hong. Ia sengaja supaya
Racun Barat dipandang sebagai manusia terjahat di dunia ini.
Mulanya Racun Barat dapat bersabar, namun akhirnya terbakar juga, ia
lantas membela diri, menyangkal tuduhan si nona. Inilah yang diharapkan
Oey Yong, ia lantas mengoceh lebih jauh. Maka Racun Barat berkelahi di
dua kalangan. Melawan Pengemis Utara, ia bersilat dengan kaki dan
tangannya; melayani Oey Yong, ia bersilat dengan lidahnya. Sedangkan
dalam hal bersilat lidah. Oey Yong lebih pandai dari pada Cit Kong.
Lewat sekian lama, Auwyang Hong merasa terdesak. Saat itu ia teringat,
"Pengemis tua ini tentunya tak mengerti Kiu Im Ciu Keng, maka, untuk
merebut kemenangan, aku mesti menggunakan ilmu itu." Ia lantas
menggunakan ilmunya itu. Tidak peduli yang didapatnya ajaran sesat, ia
lihai dan berbakat baik sekali, hingga ia memperoleh kemajuan juga.
Dengan begitu berubahlah gerakan tongkatnya.
Ang Cit Kong terkejut. Ia mesti melayani dengan memasang mata tajam luar biasa, dengan kegesitan yang bertambah.
Oey Yong dapat melihat perubahan di kedua pihak, ia kini berkata nyaring, "' Goansu-engji, pasi-palok-pou, soaliok-bunpeng!"
Auwyang Hong mendengar itu dan terperanjat. "Apa arti kata-kata Sanskerta itu?" pikirnya.
Ia tidak tahu si nona cuma asal mengoceh, kata-kata itu tidak ada
artinya. Oey Yong tidak berhenti bicara, ia menambahkan kata-kata yang
lain lagi. la juga berseru-seru dan menghela napas bergantian, beberapa
kali nadanya seperti bertanya.
"Apa yang kau katakan?" akhirnya Racun Barat bertanya.
Oey Yong menyahut dengan kata-kata Sanskerta ngawur, hingga jago dari
See Hek itu makin bingung. Mendadak Ang Cit Kong berseru, "Kena!"
Pengemis Utara tahu perhatian Racun Barat telah dikacaukan, ia
menggunakan kesempatan itu untuk menyerang, tongkatnya menghajar ke
batok kepala lawannya yang tangguh itu. Auwyang Hong kaget melihat
datangnya serangan itu, ia menjerit sambil berkelit, terus menyeret
tongkatnya dan berlari pergi.
"Ke mana kau hendak pergi?" bentak Kwee Ceng sambil meloncat untuk
mengejar, tetapi ia tidak dapat mencandak. Auwyang Hong lari dan
melompat berjumpalitan tiga kali, lalu bergulingan dan lenyap di balik
jurang.
Ang Cit Kong bengong, demikian juga Oey Yong. Hanya sebentar, lantas
keduanya saling memandang dan tertawa. Kwee Ceng ikut tertawa.
"Yongjie," kata si pengemis sesaat kemudian, "kali ini aku berhasil
mengalahkan si Bisa Bangkotan, semua ini karena jasamu...." Ia menghera
napas.
Oey Yong tersenyum. "Tapi, Suhu," kata si nona. "Bukankah itu kepandaian ajaranmu sendiri?"
"Sebenarnya itu bakatmu sendiri!" Cit Kong tertawa. "Dengan adanya tua
bangka yang licin sebagai ayahmu, muncullah anak perempuan yang licin
seperti kau!"
"Bagus ya!" tiba-tiba terdengar seruan di belakang mereka. "Di belakang
kau omong jelek tentang orang lain! Pengemis Bangkotan, kau malu atau
tidak?"
"Ayah!" Oey Yong berteriak seraya melompat maju, lalu berlari-lari ke arah dari mana suara itu datang.
Sekarang sang matahari sudah menyingsing. maka terlihat kemunculan
seorang dengan jubah hijau yang melangkah dengan tenang. Orang itu tidak
lain adalah pemilik Pulau Persik. Oey Yok Su.
Oey Yong menubruk ayahnya, merangkulnya. Sang ayah balas merangkulnya.
Ayah itu mengawasi putrinya. Ia melihat anaknya telah berubah, sifat
kanak-kanaknya berkurang, sekarang romannya mirip dengan mendiang
istrinya. Oey Yok Su bahagia sekaligus sedih.
"Sesat Tua." kata Ang Cit Kong, "kau ingat tidak apa yang kubilang
padamu di Pulau Persik, bahwa anakmu sangat cerdik dan banyak akalnya.
Orang lain dapat dikelabuinya tapi ia sendiri tak bakal dapat terpedaya,
bahwa kau tak usah mengkhawatirkannya? Nah, sekarang katakan, benar
atau tidak perkataan si Pengemis Tual?”
Oey Yok Su tersenyum, sembari menarik tangan anaknya ia mendekati Pengemis Utara.
"Aku memberi selamat padamu yang telah membikin si Tua Bangka Berbisa
kabur!" katanya. "Dengan kekalahannya itu, legalah hatimu dan hatiku.”
Ang Cit Kong tersenyum. "Jago di kolong langit ini adalah kau dan aku si
Pengemis Tua," katanya. "Tapi melihat anakmu ini, cacing dalam perutku
langsung mengamuk tak keruan, liurku pun meleleh. Mari kita lekas-lekas
bertempur! Bagiku sama bagusnya baik kau mau pun aku yang jadi jago, aku
hanya menunggu menyikat habis hidangan yang lezat-lezat!"
"Ingat!" seru Oey Yong. "Kalau kau kalah, baru aku akan masak untukmu!"
"Fui. tak tahu malu!" Cit Kong membentak. "Jadi kau hendak menggencetku, ya?"
Oey Yok Su beradat tinggi, katanya, "Pengemis Tua, setelah terluka kau
menyia-nyiakan waktumu selama dua tahun, maka sekarang aku khawatir kau
bukan tandinganku! Yongjie, aku tak peduli siapa menang siapa kalah, kau
mesti memasak dan mengundang gurumu bersantap!"
"Benar begitu!" puji Cit Kong. "Itu baru kata-kata guru besar! Pemilik
Pulau Persik mana boleh berpandangan cupet seperti anak gadisnya!
Sekarang mari kita mulai, tak usah menanti sampai tepat tengah hari!"
Sehabis, berkata. Cit Kong mengangkat tongkatnya lalu maju menyerang. Oey Yok Su menggelengkan kepalanya.
"Baru saja kau bertempur lama melawan Racun Barat," katanya. "Meski
benar kau tak letih, tapi kau toh telah mengeluarkan banyak tenaga. Mana
dapat aku Oey Yok Su mau menang tempo! Baiklah kita tunggu sampai
tengah hari tepat, supaya kau sekalian bisa menghimpun tenagamu
kembali!"
Cit Kong tahu itu benar dan pantas sekali, tetapi ia tidak dapat menahan
sabar, maka ia mendesak untuk mulai bertempur saja. Oey Yok Su
sebaliknya, ia duduk di batu tidak memedulikan si Pengemis Tua. Melihat
kedua orang tua itu berkutat, Oey Yong menengahi.
"Ayah, Suhu, aku punya cara." katanya. "Dengan caraku ini kalian bisa langsung bertempur tanpa ada yang menang tempo."
"Bagus!" kata Cit Kong dan Yok Su berbarengan. "Bagaimana caranya?"
"Ayah dan Suhu adalah sahabat kekal, siapa menang siapa kalah akhirnya
toh persahabatan di antara kedua belah pihak akan terganggu juga," jawab
Oey Yong. "Pibu hari ini adalah pibu yang menghendaki menang atau
kalah, bukan?"
Cit Kong dan Yok Su telah berpikir serupa, maka mereka mengiyakan.
Lantas keduanya bertanya bagaimana cara si anak atau si murid.
"Caraku begini," kata Oey Yong. "Mula-mula Ayah bertempur melawan Kakak
Ceng. Coba lihat, dalam berapa jurus Ayah dapat mengalahkannya. Setelah
itu Suhu bertempur melawan Kakak Ceng. Umpama dalam 99 jurus Ayah dapat
mengalahkan Kakak Ceng sedangkan Suhu mesti menggunakan seratus jurus,
maka Ayahlah yang menang. Sebaliknya kalau Suhu menang dalam 98 jurus,
Ayahlah yang kalah."
"Bagus, bagus!" Cit Kong memuji. "Kakak Ceng bertempur lebih dulu
melawan Ayah." Oey Yong berkata lagi. "Kedua pihak masih segar dan
bertenaga cukup. Kalau nanti Kakak Ceng melawan Suhu, mereka sama-sama
bekas bertempur, jadi seimbang. Tidakkah itu adil?"
Oey Yok Su mengangguk. "Cara ini baik." katanya. "Anak Ceng, mari maju. Kau pakai senjata atau tidak?"
"Terserah!" jawab Kwee Ceng. Ia setuju dengan cara sama tengah itu. Ia lantas akan melangkah maju.
"Perlahan dulu!" Oey Yong mencegah. "Masih ada yang harus dijelaskan.
Bagaimana umpama dalam tiga ratus jurus Ayah dan Suhu masih belum
sanggup mengalahkan Kakak Ceng?"
Ang Cit Kong tertawa tergelak.
"Sesat Tua," katanya, "mulanya aku sangat mengagumi putrimu yang pandai
sekali membela ayahnya, ha..., siapa tahu dia toh tetap wanita, dia
akhirnya membela pihak luar juga! Tapi ini wajar! Sebenarnya dia ingin
sekali supaya si tolol ini yang memperoleh gelar orang gagah nomor satu
di kolong langit."
Sesat Timur bertabiat sangat aneh. Setelah mendengar ucapan putrinya dan
si Pengemis Utara, ia memutuskan, "Biarlah kubikin tercapai keinginan
anakku ini." Ia lantas berkata. "Apa yang dikatakan Yongjie benar
adanya. Kita dua tua bangka, kalau kita tak dapat mengalahkan Anak Ceng
dalam tiga ratus jurus, mana kita punya muka untuk terhitung sebagai
orang-orang nomor satu?"
Namun, setelah berkata begitu, ia berbalik pikir lagi. "Aku bisa saja
mengalah, membiarkan dia sanggup melayaniku sampai tiga ratus jurus;
tapi jika si Pengemis Tua tak sudi mengalah, tentu dia bakal dapat
mengalahkan Anak Ceng dalam tiga ratus jurus itu! Dengan demikian, aku
jadi bukan mengalah pada Anak Ceng, melainkan pada si Pengemis Tua...,"
Ia jadi ragu-ragu.
Ang Cit Kong langsung menolak tubuh muridnya.
"Lekas mulai!" katanya. "Mau tunggu apa lagi?"
Kwee Ceng terhuyung ke depan Oey Yok Su, yang terpaksa mengambil
keputusan segera. Ia berkata dalam hati, "Baiklah, sekarang aku mencoba
dulu tenaga dalamnya, sebentar akan kupikirkan lagi." Tangan kirinya
bergerak ke arah pundak si anak muda. "Jurus pertama!" serunya.
Kalau Oey Yok Su berpendirian tidak tetap, demikian juga Kwee Ceng.
Pemuda ini berpikir. "Sudah pasti aku tak dapat menjadi orang kosen
nomor satu di dunia ini, tapi manakah yang akan kubiarkan menang, ayah
Yongjie atau Suhu?"
Tengah ia ragu-ragu, tangan Oey Yok Su menyambar padanya. Tangan
kanannya terangkat untuk menangkis. Karena ia belum sempat memperbaiki
diri, dengan bentroknya tangan mereka, ia terpental hingga hampir jatuh.
Lantas ia mendapat pikiran baru, "Aku gila! Kenapa mesti kupikirkan
soal mengalah atau tidak? Biarpun kukeluarkan semua kepandaianku, mana
bisa aku melawan sampai tiga ratus jurus?"
Maka ketika serangan kedua Oey Yok Su tiba. ia berniat melawan. Ia akan
membiarkan mereka berdua menggunakan kepandaian mereka untuk
mengalahkannya, terserah siapa lebih dulu dan siapa ketinggalan, ia
sendiri tidak mau berat sebelah.
Selelah jurusnya yang kedua dapat dihindari, Oey Yok Su melanjutkan
serangannya lebih jauh. Baru beberapa jurus ia sudah heran sekali hingga
bertanya dalam hati, "Baru setahun lebih berlalu, kenapa anak tolol ini
sudah maju begini rupa? Kalau aku mengalah, kecuali tiga ratus jurus
yang disebutkan itu, mungkin aku terkalahkan olehnya...."
Dalam beberapa jurus itu, lantaran ia mengalah dan cuma memakai tujuh
bagian tenaganya, Oey Yok Su berada di bawah angin. Itulah sebabnya ia
heran. Maka selanjutnya ia bersilat dengan ilmu Lok Eng Ciang.
Kwee Ceng sekarang benar-benar bukan Kwee Ceng yang dulu. Yok Su telah
mencoba belasan jurus, namun pemuda itu belum bisa diunggulinya. Ia
menukar dengan belasan macam jurus lagi, tetapi masih belum berhasil
juga. Demikianlah puluhan jurus telah dilewatkan.
Setelah seratus jurus lebih, Kwee Ceng yang jujur bertindak alpa, ia
nyaris kena tendang kaki kiri lawan. Syukurlah ia keburu melompat
mundur, tapi karena itu kedudukan kedua pihak jadi seimbang.
Oey Yok Su menarik napas lega. "Hebat," pikirnya. Baru setelah
menggunakan tipu ia bisa mengubah keadaan, tapi untuk menang di atas
angin ia mesti bekerja lebih keras lagi. Setelah pengalaman pertamanya
itu Kwee Ceng memasang kedudukan kokoh teguh, biar diserang bagaimana
juga, ia tetap membela diri. la telah mengambil sikap, walaupun tidak
menang asal jangan sampai kalah.
"Dua ratus tiga!" Oey Yong menghitung. "Dua ratus empat!"
Oey Yok Su menjadi bingung juga. "Tangan si Pengemis Tua lihai,
bagaimana kalau dia dapat merobohkan muridnya dalam tempo seratus
jurus?" pikirnya. "Di mana aku mesti menaruh mukaku?'
Maka kembali ia bekerja keras untuk menyerang hebat. Baru sekarang Kwee
Ceng terdesak, malahan ia hampir sukar bernapas. Ia merasa seperti
tertindih gunung, matanya mulai kabur. Oey Yok Su menyerang hebat
sekali. Cepat serangannya itu, tetapi sang wasit, putrinya sendiri, juga
cepat sekali hitungannya. Saat Kwee Ceng merasa bibir dan lidahnya
kering, kaki dan tangannya lemas, hingga ia akan berseru menyerah kalah,
mendadak terdengar suara nyaring si nona, "Tiga ratus!"
Segera muka Oey Yok Su memucat, ia melompat mundur. Kwee Ceng menderita
hebat sekali. Matanya kabur, kepalanya pusing, kaki dan tangannya
kehilangan tenaga. Pertempuran telah berhenti, tapi ia belum berhenti
bergerak, ia berputar-putar dan terhuyung-huyung, hampir ia roboh ketika
sadar bahaya yang mengancam dirinya. Mendadak ia menancapkan kaki
kirinya dengan tipu Cian Kin Twi, Berat Seribu Kati. Baru sekarang ia
dapat berdiri tegak. Untuk memulihkan kesegarannya, tangan kanannya
bergerak; dengan ilmu silat Hang Liong Sip-pat Ciang ia menyerang
sepuluh kali. Otaknya lantas menjadi jernih. Ia diam sejenak, terus
berkata, "Tuan Oey, beberapa jurus lagi pastilah aku roboh...!"
Sesat Timur malu dan sedih, ia sedikit mendongkol, tetapi menyaksikan
ketangguhan anak muda itu ia berbalik menjadi girang. Luar biasa pemuda
itu dapat bertahan dari serangannya dengan tipu silat Ki-bun Ngo-coan,
yang telah dipahaminya selama belasan tahun. Dengan ilmu itu ia biasa
membikin letih lawannya.
"Pengemis Tua," katanya pada Ang Cit Kong, "aku tak berguna, kaulah yang
mendapatkan gelar orang gagah nomor satu di kolong langit ini!" Ia
memberi hormat, terus memutar tubuh untuk berlalu.
"Tunggu dulu, tunggu dulu!" kata Cit Kong. "Segala di dunia bagaikan catur, perubahannya tak dapat diterka...."
Ia lantas menghampiri Kwee Ceng, melemparkan tongkatnya, lalu dari
pinggangnya ia menghunus sebilah pedang yang diserahkannya pada Kwee
Ceng. Ia berkata, "Kau menggunakan senjata, aku akan melawanmu dengan
tang'an kosong!"
Kwee Ceng melengak. "Suhu...." katanya, "mana..."
"Ilmu silat tangan kosongmu aku yang mengajarkannya. Kalau kau
menggunakan kepalanmu, apa itu namanya pibu?” kata si orang tua.
"Majulah!"
Kata-kata ini disusul dengan sambaran tangan kiri untuk merampas pedang
Kwee Ceng. Kwee Ceng tidak dapat menerka maksud gurunya itu, ia
melepaskan pedangnya, tidak melawan.
"Anak tolol!" damprat Cit Kong. "Kita sedang pibu, tahu!"
Ia menyerahkan kembali pedang itu dengan tangan kirinya, tapi tangan
kanannya merampas lagi. Kali ini Kwee Ceng menghindarkan pedang itu
hingga tidak terampas.
"Satu!" Oey Yong lantas menghitung.
Ang Cit Kong langsung menggunakan Hang Liong Sip-pat Ciang. Tentu saja
ia hebat luar biasa. Sambaran-sambaran anginnya sedemikian rupa, hingga
meskipun bersenjatakan pedang Kwee Ceng tidak dapat mendekati lawannya
ini. Sebenarnya si anak muda tidak biasa menggunakan senjata, tapi
setelah didesak Auwyang Hong di rumah batu, ia jadi pandai
menggunakannya. Tapi berbeda dari orang-orang lain, ia menggunakan
kepandaian senjatanya delapan bagian untuk pembelaan diri, dua bagian
untuk penyerangan.
Dari Kanglam Cit Koay ia memperoleh apa yang dinamakan "kepandaian
kasar". Setelah mendapatkan Kiu Im Cin Keng baru ia memperoleh kemajuan
yang berarti, sekarang ditambah dengan kepandaiannya dalam menggunakan
senjata. Menghadapi Auwyang Hong, ia membela diri dari serangan tombak
kayu, sekarang ia membela diri dari serangan tangan kosong.
Ang Cit Kong girang mendapati muridnya dapat bertahan demikian bagus.
"Anak ini dapat maju, tak kecewa aku mendidiknya." pikirnya. "Tapi kalau
aku merobohkannya dalam dua ratus jurus, itu jelek untuk si Sesat Tua.
Lebih baik aku menanti sampai dua ratus jurus lebih, baru aku
menggunakan tangan berat...."
Lalu Pengemis Utara menggunakan ilmu silat Hang Liong Sip-pat Ciang,
Delapan Belas Jurus Menaklukkan Naga. Ia mengurung muridnya, angin
serangannya mendesir-desir.
Dalam sikapnya ini Ang Cit Kong telah membuat kekeliruan. Kalau ia terus
mendesak, mungkin Kwee Ceng kewalahan dan perlawanannya patah. Tapi ia
mengulur tempo, mau menanti hingga dua ratus jurus. Ia lupa Kwee Ceng
orang muda, tenaganya sedang penuh. Apalagi setelah mempelajari Kiu Im
Toan Kut Pian, pemuda itu telah maju jauh sekali. Sebaliknya Cit Kong
sendiri orang tua, jadi tidak dapat beradu ulet. Demikianlah, ketika ia
sudah menyerang hingga sembilan putaran, atau artinya 162 jurus,
serangannya tidak dahsyat lagi seperti semula. Bahkan sesudah sampai
jurus kedua ratus, di samping tangan kanannya memegang pedang, tangan
kiri Kwee Ceng jadi semakin hebat.
"Ini hebat," pikir si Pengemis Utara yang merasa tidak tenang. Tapi ia
orang yang berpengalaman, ia tahu ia tidak bisa beradu tenaga, maka
terpaksa ia menggunakan akalnya dan mementang terbuka kedua lengannya.
Kwee Ceng dapat melihat perubahan itu, ia heran. "Ini jurus yang belum
pernah Suhu ajarkan padaku...," pikirnya. Kalau menghadapi orang lain,
tentu ia lelah merangsek ke tong-kiong tengah, .untuk menyerang dada.
Namun menghadapi gurunya, ia tidak bisa bertindak telengas. Karena itu
ia mesti berpikir dulu untuk menyerang.
"Tolol!" tegur si guru. "Kau teperdaya!"
Mendadak kaki kiri sang guru melayang naik, menendang pedang muridnya
hingga terlepas, sedangkan tangan kanannya menyambar ke pundak. la hanya
menggunakan delapan bagian tenaganya, karena tidak berniat melukai si
murid. Ia yakin muridnya akan roboh dan ia sendiri akan menang. Tapi ia
keliru.
Walaupun muda, Kwee Ceng telah banyak pengalaman, tubuhnya sering
menderita, hal itu bagaikan semacam latihan untuknya. Hajaran itu hanya
membikin ia terhuyung beberapa langkah dan membuat pundaknya terasa
sakit, tidak sampai membikin ia roboh.
Maka kagetlah si guru yang lantas berseru, "Lekas kibaskan tanganmu tiga kali, lalu sedot napas, nanti kau terluka dalam!"
Kwee Ceng menurut. Benar saja, ia langsung merasa lega. "Saya menyerah," katanya.
"Tidak!" kata guru itu. "Kalau kau menyerah, si Sesat Tua mana puas! Sambutlah!" Tangannya lantas menyambar.
Sekarang Kwee Ceng tidak mempunyai senjata, ia mesti melawan dengan
tangan kosong. Ia menghindar dengan jurus Kong-beng-kun ajaran Ciu Pek
Thong, semacam ilmu silat lunak yang paling lunak yang diciptakan Bocah
Tua Nakal setelah ia membaca kitab Too Tek Keng bagian "Serdadu kuat
bisa musnah, kayu kuat bisa patah, yang keras kuat jatuh di bawah, yang
lunak lemas jatuh di atas."
Air adalah benda terlunak di kolong langit ini, tidak ada yang
melebihinya, tetapi kuat serangannya tidak ada yang dapat menahan. Hang
Liong Sip-pat Ciang adalah ilmu silat yang terkeras, maka mesti dilawan
dengan ilmu yang terlunak. Tapi Kwee Ceng tidak melawan hanya dengan
yang lunak, melainkan juga dengan yang keras, sebab di samping pandai
Kong-beng-kun, Pukulan Memisah Diri, ia pun paham Hang Liong Sip-pat
Ciang dari gurunya ini. Jadi kedua tangannya bergerak masing-masing,
keras dan lunak. Dengan begitu, gurunya kewalahan.
Oey Yong menonton sambil menghitung. Melihat tidak ada tanda-tanda Kwee
Ceng bakal kalah, ia girang. Ia menghitung terus sampai 299.
Ang Cit Kong mendengar hitungan itu. Mendadak muncul tabiatnya yang suka
menang sendiri, ia menyerang dengan jurus Kang Liong Yu Hui yang hebat
sekali, bagaikan gunung roboh dan laut terbalik. Setelah itu ia
menyesal, karena khawatir Kwee Ceng tidak dapat mempertahankan diri dan
akan terluka parah, la berteriak, "Hati-hati!"
Kwee Ceng mendengar peringatan itu saat tangan gurunya sudah di depan
mukanya, la kenal baik serangan itu, sebab waktu mempelajari Hang Liong
Sip-pat Ciang, itulah jurus pertamanya. Ia mengerti bahwa tidak ada
jurus Kong-beng-kun yang dapat menghindari serangan itu, maka ia
menggunakan jalan keras lawan keras, ia menyambut dengan Kang Liong Yu
Hui juga.
Tidak ampun lagi kedua tangan beradu keras, hingga terdengar bunyi
nyaring. Sebagai akibatnya, tubuh kedua orang itu sama-sama bergetar.
Oey Yok Su dan putrinya terkejut, hingga mereka berseru, keduanya
melangkah menghampiri.
Guru dan murid itu seperti berpegangan, tangan mereka bagaikan menempel
satu sama lain. Kwee Ceng mempertahankan diri. Ia lantas tahu, jika
mengalah ia akan terluka parah. Ia tahu baik bahwa gurunya lihai. Maka
ia hendak menanti sampai tangan gurunya sudah tidak begitu membahayakan,
baru ia mau menyerah kalah.
Ang Cit Kong kaget berbareng girang mendapati muridnya bisa bertahan,
segera timbul rasa sayangnya, hingga berkuranglah tabiat suka menang
sendirinya. Ia lantas memikirkan cara untuk mengalah supaya muridnya
mendapat nama. Maka perlahan ia memperlunak tenaganya.
Tepat selagi guru dan murid itu tidak menang dan tidak kalah, dari balik
jurang terdengar tiga kali seruan nyaring, dibarengi munculnya seorang
yang berjungkir balik hingga tiga kali. la adalah Racun Barat Auwyang
Hong, yang muncul lagi tiba-tiba.
Kwee Ceng dan Ang Cit Kong mengendurkan tenaga mereka berbareng serta
melompat mundur, dengan begitu mereka bisa mengawasi si Racun Barat yang
bajunya robek rubat-rabit dan mukanya berlepotan darah.
Kembali orang itu berteriak. "Raja Langit telah tiba! Giok Hong Taytee
turun ke bumi!" Lantas dengan tongkat ularnya ia merabu keempat orang
yang berada di situ.
Ang Cit Kong menjumput tongkatnya, lalu menangkis, hingga mereka jadi
bertempur. Setelah beberapa jurus, ia heran. Oey Yok Su, Kwee Ceng, dan
Oey Yong juga tidak kurang herannya. Aneh sekali kelakuan Racun Barat
ini. la berkelahi tetapi adakalanya mencakar muka sendiri, menyentil,
mendepak kempolannya sendiri, atau tengah menyerang, mendadak ia menarik
pulang serangannya untuk diubah dengan jurus yang lain.
Menyaksikan demikian, Ang Cit Kong mengambil sikap membela diri. Lewat
beberapa jurus kembali Auwyang Hong memperlihatkan keanehannya. Beruntun
tiga kali ia menggaplok mukanya sendiri, hingga terdengar suara nyaring
diikuti jeritannya yang keras. Setelah itu mendadak ia melonjorkan
kedua tangannya untuk merayap di depan Cit Kong.
Pengemis Utara girang. Ia berpikir, "Menyerang anjing adalah
keistimewaan tongkatku ini. Sekarang kau bersikap seperti anjing,
bukankah kau mengantarkan dirimu sendiri masuk ke jaring?" Ia menusuk
pinggang lawannya itu.
Sekonyong-konyong Auwyang Hong membalikkan tubuh, dengan begitu ia
menindih ujung tongkat, terus menggelindingkan tubuhnya mendaki tongkat.
Cit Kong terkejut hingga tongkatnya terlepas. Menyusul itu, tubuh Racun
Barat mencelat tinggi, kedua kakinya berbareng menendang ke arah kedua
mata lawannya,
Cit Kong terkejut, ia melompat mundur. Oey Yok Su maju seraya mencabut pedangnya, lalu menusukkannya pada si Racun Barat.
"Toan Hongya, aku tak takut It Yang Ci-mu!" kata Auwyang Hong yang menangkis, tapi terus merangsek untuk menubruk.
Oey Yok Su mengerti jago dari See Hek ini sedang kacau pikirannya, namun
heran, serangannya justru lebih hebat dari pada waktu ia sadar. la
tentu tidak tahu, karena Auwyang Hong belajar Kiu Im Cin Keng palsu yang
sangat menyita pikiran dan tenaganya. Ia menjadi tersesat, tetapi
karena bakatnya baik dan ilmu silatnya sudah tinggi, sesat atau tidak,
ia telah memperoleh kemajuan yang luar biasa, hingga dua orang kosen ini
menjadi kewalahan.
Selang beberapa puluh jurus, Oey Yok Su keteter hingga mesti mundur.
Tempatnya segera diambil alih Kwee Ceng yang maju dengan pedangnya.
Tiba-tiba Racun Barat menangis dan berkata, "Oh, anakku, kau mati sangat
mengenaskan...." Tiba-tiba ia melemparkan tongkat ularnya untuk
melompat dan merangkul anak muda di depannya.
Kwee Ceng tahu tentunya ia disangka Auwyang Kongcu. Karena mendengar
jeritan dan keluhan orang itu, ia menjadi tidak tega menurunkan tangan
jahat. Di lain pihak, ia juga takut. Maka ia mengulurkan tangannya untuk
menolak.
Auwyang Hong lihai sekali. Walau pun ia berkelakuan aneh, gerakannya
sangat gesit, tangan kirinya lantas memegang lengan Kwee Ceng dan tangan
kanannya memeluk. Si anak muda meronta, tapi kalah tenaga, ia tidak
berhasil meloloskan diri.
Ang Cit Kong dan Oey Yok Su terkejut, keduanya melompat maju untuk
menolong. Dengan It Yang Ci, Cit Kong menotok jalan darah hong-bwee-hiat
di punggung Racun Barat agar Kwee Ceng dilepaskan. Arah aliran darah
Auwyang Hong telah bertentangan, sehingga ia tidak dapat ditotok.
Totokan itu tidak terasa olehnya, ia tidak menghiraukannya.
Oey Yong memungut batu untuk menyerang kepala Auwyang Hong, tetapi
tangan kanan si Racun Barat meninju batu itu sampai terpental masuk ke
jurang. Karena itu, Kwee Ceng dapat memberontak sambil terus melompat
mundur.
Oey Yok Su juga sudah menyerang si edan itu. Auwyang Hong tidak lagi
memakai ilmu silat biasa, tetapi hebat bukan main. Sering ia memiringkan
tubuh, atau berdiri tegak, atau menjatuhkan diri tengkurap dengan
sebelah tangannya menekan tanah, hingga tangannya yang lain dapat
digunakan untuk berkelahi terus. Tentu saja cara berkelahi itu sulit
dilayani Sesat Timur.
Oey Yong khawatir ayahnya akan salah tangan maka ia berteriak, "Suhu,
menghadapi orang edan ini jangan kita pakai aturan lagi, mari kita
keroyok dia!"
"Di waktu biasa, kita bisa berbuat begitu untuk membekuknya," kata Ang
Cit Kong. "Tapi sekarang adalah hari pibu di Hoa San ini. Dunia tahu
kita mesti bertempur satu lawan satu, kalau sekarang kita mengepungnya,
kita bakal ditertawakan orang kangouw."
Selagi Pengemis Utara bicara, serangan aneh Auwyang Hong bertambah
dahsyat, bahkan orang itu meludahi Oey Yok Su hingga majikan Pulau
Persik itu gelagapan dan melangkah mundur. Sehabis itu Auwyang Hong
menyerang sambil membungkuk, berarti ia tidak melihat ke atas. Oey Yok
Su girang melihatnya, dalam hati ia berkata, "Dasar dia edan, dia
kacau!" Langsung ia menotok jalan darah geng-hiang-hiat.
Totokan itu baru mengenai kulit muka, tapi mendadak Auwyang Hong
menyambar dengan mulutnya, menggigit jari telunjuk penyerangnya. Dalam
kagetnya Oey Yok Su segera menyerang dengan tangan kirinya ke jalarr
darah tay-yong-hiat. Tapi Auwyang Hong juga sebat sekali, ia menangkis
dengan tangan kanannya dan memperkeras gigitannya.
Kwee Ceng maju berbareng bersama Oey Yong, masing-masing dengan pedang
kayu dan tongkat bambu. Baru sekarang Auwyang Hong melepaskan
gigitannya, tapi sebagai gantinya, ia mencakar ke muka si nona, untuk
itu ia memakai kedua tangannya atau kesepuluh jarinya. Selagi berbuat
begitu ia memperlihatkan roman bengis sekali, sedangkan mukanya
berlepotan darah.
Oey Yong kaget hingga menjerit, ia melompat ke samping, tapi ia disusul.
Kwee Ceng menggempur punggung jago dari See Hek itu, ia menangkis.
Dengan begitu barulah Oey Yong lolos dari ancaman bahaya.
Baru belasan jurus si anak muda melayani orang edan itu, pundak dan pahanya beberapa kali kena hajar, syukur tidak berbahaya.
"Anak Ceng, mundur!" kata Cit Kong. "Biar aku yang mencoba melayaninya!"
Pengemis Utara melompat maju, hingga ia bertempur lagi melawan Racun
Barat. Kali ini mereka bertempur lebih hebat dari pada tadi. Setelah
menyaksikan serangan orang itu terhadap Oey Yok Su dan Kwee Ceng, Cit
Kong melihat masih ada jalan untuk menghadapi ilmu silat kacau Auwyang
Hong itu, maka sekarang ia melawan dengan perhatian. Hap Mo Kang
digunakan si Racun Barat secara bertentangan, yang mestinya ke kanan
menjadi ke kiri, yang mestinya ke atas menjadi ke bawah, demikian
seterusnya. Umumnya, tujuh dalam sepuluh, gerakan itu tidak meleset.
Maka, meski keteter Cit Kong bisa juga balas menyerang, satu kali
melawan tiga kali.
Oey Yok Su juga memperhatikan ilmu silat Racun Barat itu. Selagi anaknya
mengurus lukanya, ia meneliti lebih jauh. Dalam hal ini, ia lebih
cerdas dari pada Ang Cit Kong, maka ia pun lantas menemukan cara
menghadapi ilmu itu. Segera ia mengajari Cit Kong berulang-ulang.
"Cit Kong, tendang dia! Hajar dia pada jalan darah ki-koat. Serang jalan
darah thian-cui" Semua petunjuk ini diberikan selagi semua jalan darah
itu terbuka. Sebagai penonton, Oey Yok Su dapat melihat jelas sekali.
Ang Cit Kong menuruti petunjuk itu, maka tidak lama kemudian
kedudukannya seimbang dengan lawannya. Meski begitu Cit Kong dan Yok Su
jengah sendiri, sebab mereka berdua mesti mengepung Racun Barat.
Suatu ketika Cit Kong mendapat kesempatan untuk bisa menghajar Racun
Barat dengan tepat, namun tiba-tiba Auwyang Hong kembali meludah, hingga
Cit Kong batal menyerang dan mesti berkelit. Lalu ia dirabu dan
diludahi lagi hingga gelagapan. Biarpun cuma ludah, tapi bisa merusak
mata bila mengenainya. Si pengemis tidak sudi mandah begitu saja. Tidak
ada jalan lain, ia menangkap ludah itu dengan tangannya, lantas terus
menyerang.
Baru beberapa jurus kembali Auwyang Hong meludah. Rupanya inilah
siasatnya untuk mengacaukan lawan. Cit Kong mendongkol sekali. Ia merasa
dirinya seperti dihina. Ia juga jijik dengan ludah Racun Barat yang
masih melekat di tangan kanannya, karena sangat repot, ia tidak sempal
mengusapkan tangannya ke bajunya.
"Kena!" serunya mendadak setelah lewat beberapa jurus. Tangan kanannya
menepuk muka Auwyang Hong. Tampaknya ia hendak memulas muka orang itu
dengan ludahnya sendiri, tidak tahunya diam-diam ia hendak menotok
dengan It Yang Ci, totokan istimewa untuk menaklukkan Hap Mo Kang.
Meski seperti gila, Auwyang Hong sebenarnya sangat gesit dan dapat
berpikir, la menanti tibanya tepukan tangan lawan. Ketika jari-jari
tangan Cit Kong dikeluarkan untuk menotoknya, ia hendak menyambut dengan
gigitannya seperti sebelumnya ia menggigit tangan Oey Yok Su.
Oey Yok Su, Kwee Ceng, dan Oey Yong yang pasang mata jadi terkejut.
Mereka melihat berkelebatnya gigi putih Racun Barat. Ketiganya langsung
berteriak, "Awas!"
Mereka lupa bahwa Ang Cit Kong, yang berjulukan Kiu Ci Sin Kay si
Pengemis Aneh Berjari Sembilan, sudah tidak mempunyai telunjuk kanan,
yang telah dikutunginya sendiri untuk mengurangi keserakahannya gegares.
Ketika Auwyang Hong menggigit sasaran kosong, seluruh gigi atas dan
gigi bawahnya bercatrukan keras sekali.
Inilah kesempatan yang paling baik, Ang Cit Kong tidak mau
menyia-nyiakannya. Selagi mulut Racun Barat terkatup rapat, Cit Kong
mengeluarkan jari tengahnya untuk menotok jalan darah tee-chong-hiat di
pinggir mulut lawannya.
Ong Tiong Yang dan Toan Hongya biasa menggunakan telunjuk, tetapi Cit
Kong tidak mempunyainya, maka ia menggunakan jari tengah sebagai
pengganti. Auwyang Hong tidak menyangka, maka ia menggigit seperti biasa
untuk menyambut totokan, tidak tahunya ia kehilangan sasaran.
Melihat Cit Kong berhasil, Oey Yok Su bertiga akan berseru girang, namun
sebelum itu tiba-tiba mereka tersentak. Mendadak Pengemis Utara
berjumpalitan roboh ke tanah, sedangkan Racun Barat terhuyung mundur
beberapa langkah, gerakannya mirip orang mabuk. Setelah dapat berdiri
tegak, ia tertawa terbahak sambil melengak.
Sudah diketahui bahwa jalan darah Auwyang Hong telah bertentangan
semuanya, maka totokan Ang Cit Kong bukan mengenai tee-chong-hiat tapi
justru jalan darah besar ciok-yang-beng wi-keng. Tapi waktu ditotok
tubuh Racun Barat cuma mati sedetik, sehabis itu ia pulih seperti biasa.
Maka ia sebat luar biasa balas menghajar pundak lawannya.
Cit Kong melihat serangan itu. ia tidak sempat menangkis, ia lantas
berkelit. Benar ia kena hajar, tapi karena sembari berkelit, ia bisa
membuang diri dengan berjumpalitan. Tentu saja ia tidak menyerah begitu
saja. sambil berkelit tadi ia berbareng menyerang dengan jurus Kian
Liong Cay Tian. Tapi karena kenanya tidak telak, Racun Barat cuma
terhuyung.
Cit Kong tidak terluka parah. Sejenak tubuhnya terasa kaku, ia tidak
dapat lantas bergerak leluasa, tidak dapat segera maju lagi. Karena
orang ternama, ia malu dengan kekalahannya, maka setelah bangun lagi ia
memberi hormat pada Racun Barat seraya berkata, "Saudara Auwyang, aku si
pengemis tua takluk padamu, kaulah orang kosen nomor satu di kolong
langit ini!"
Auwyang Hong mendongak, ia tertawa lama. Kemudian ia mengulap-ulapkan kedua tangannya ke udara.
"Toan Hongya." katanya pada Oey Yok Su, "kau takluk atau tidak padaku?"
Sesat Timur mendongkol sekali, dalam hati ia berkata. "Bagai mana bisa
gelar orang gagah nomor satu di kolong langit ini dirampas orang edan?
Bagaimana kami bisa menemui orang banyak?" Meski begitu ia menginsafi
kenyataan, la tidak bisa melawan jago dari Barat ini. Maka akhirnya ia
mengangguk. Ia pun tidak peduli dipanggil Toan Hongya oleh si edan itu.
Auwyang Hong lantas berpaling pada Kwee Ceng. "Nak," katanya, "ilmu
silat ayahmu sangat lihai, di kolong langit ini tak ada tandingannya
lagi, kau girang atau tidak?"
Orang-orang merasa aneh mendengar Racun Barat memanggil anak pada
keponakannya. Itu tidak mengherankan, karena tidak seorang pun
mengetahui rahasianya. Sebenarnya Auwyang Kongcu dilahirkan oleh kakak
ipar Auwyang Hong setelah berbuat serong dengannya, maka walau pun bagi
orang luar mereka itu anak dan keponakan, sebenarnya mereka adalah ayah
dan anak. Ia belum sadar, ia masih menganggap Kwee Ceng sebagai anaknya,
seperti ia mengira Oey Yok Su adalah Toan Hongya. Setelah puluhan
tahun, ia seolah membuka rahasianya sendiri dengan menyebut-nyebut
anaknya itu.
Kwee Ceng jujur, tanpa menghiraukan panggilan orang itu ia berkata, "Kami semua tak sanggup mengalahkanmu."
Auwyang Hong tertawa geli sekali.
"Nona mantuku yang baik, kau girang atau tidak?" ia bertanya pada Oey Yong sambil memandangnya.
Oey Yong tengah masygul, karena terpaksa menyaksikan ayahnya, Ang Cit
Kong, dan Kwee Ceng dipecundangi Racun Barat, hingga ia memikirkan upaya
untuk menghadapi orang kosen yang edan ini. Begitu sekarang ditegur si
edan, ia langsung menyahut.
"Siapa bilang kau orang kosen nomor satu di kolong langit ini? Ada satu
orang yang mesti kauhadapi, kau pasti tak sanggup mengalahkannya!"
Mendengar perkataan itu Auwyang Hong gusar hingga menepuk dadanya.
"Siapa? Siapa dia?" tanyanya keras. "Suruh dia datang melawanku!"
Oey Yong menatap mata orang itu. Ia memusatkan tenaganya untuk Uap Sim
Tay-hoat ilmu mempengaruhi hati dari Kiu im Cin Keng yang semacam ilmu
sihir. Selama rapat di Gunung Kun San, Telaga Tong Teng, ia telah
mempergunakan ilmu itu terhadap Pheng Tianglo hingga pengemis itu
tertawa tidak mau berhenti. Kalau diterapkan terhadap orang yang tenaga
dalamnya cetek, ilmu itu gampang mempan; namun tidak demikian halnya
terhadap orang lihai. Dalam kitab itu tercantum pesan bahwa ilmu itu
tidak dapat sembarang digunakan, sebab bisa mencelakai diri sendiri.
Tapi Oey Yong menggunakannya juga karena tidak menemukan cara lain,
sedangkan Auwyang Hong tampaknya kacau pikirannya.
Dalam keadaan biasa, memang Auwyang Hong tidak dapat dipengaruhi Oey
Yong, yang tenaga dalamnya kalah jauh, kalau dibalik ia bisa celaka.
Tapi sekarang ia sedang kacau, ia tidak dapat melawan. Sambil mengawasi
ia masih bertanya, "Siapa? Siapa dia? Suruh dia datang melawanku!"
"Dia lihai luar biasa, kau pasti tak dapat melawannya!" kata Oey Yong, matanya tetap mengawasi tajam.
"Siapa? Siapa dia? Suruh dia datang melawanku!"
"Dia bernama Auwyang Hong!"
"Auwyang Hong?" Racun Barat menggaruk-garuk kepalanya.
"Benar, Auwyang Hong! Kau boleh lihai, tapi kau tak bakal dapat melawan Auwyang Hong!"
Kacau pikiran Racun Barat. Ia merasa mengenal baik nama Auwyang Hong
itu, tetapi tidak dapat mengingatnya. Ia cuma merasa Auwyang Hong itu
sangat berdekatan dengannya, hanya entah siapa....
"Sebenarnya siapa aku ini?" tanyanya kemudian.
"Kau adalah kau!" jawab Oey Yong tertawa dingin, matanya terus menatap. "Kau sendiri tak tahu, mengapa kau menanyaiku?"
Auwyang Hong bingung. Ia seperti berpikir keras untuk mengetahui siapa
dirinya sendiri. "Aku ini siapa? Sebelum dilahirkan, aku ini apa?
Setelah mati, aku ini apa?' Lalu ia bertanya lagi, "Sebenarnya aku
siapa? Aku berada di mana? Aku kenapa?"
"Auwyang Hong mau mencarimu untuk mengadu kepandaian!" kata si nona. "Dia hendak merampas kitabmu, kitab Kiu Im Cin Keng."
"Mana dia sekarang? Dia ada di mana?"
"Itu dia, di belakangmu!" jawab Oey Yong sambil menunjuk ke belakang
Racun Barat. Auwyang Hong memutar tubuhnya cepat luar biasa, lantas
melihat bayangannya sendiri yang berdiri di belakangnya. Ia melengak.
"Lihat, dia hendak menghajarmu!" kata Oey Yong cepat. Auwyang Hong
mendak, segera menyerang. Karena ia bergerak, bayangannya turut
bergerak. Ia terkejut. Segera ia menyerang lagi, tangan kiri dan
kanannya bergantian. Ia bergerak sangat cepat, bayangannya bergerak sama
cepatnya. Satu kali ia melompat berkelit, tubuhnya diputar hingga ia
menghadap matahari. Sudah tentu ia kehilangan bayangannya.
"Hai. kau lari ke mana?" teriaknya. Ia melesat ke kiri.
Di sebelah kirinya ada lereng, di situ terlihat bayangannya. Tidak ayal
lagi Auwyang Hong meninju. Tentu saja ia menghajar batu gunung. Ia
merasa sakit bukan main dan berteriak, "Kau sangat lihai!" la lantas
menendang. Tentu saja ia berjengit sendiri, sebab ia menendang gunung
dan kakinya terasa sakit sekali seperti kepalannya barusan. Sekarang ia
jadi jeri sendiri. Mendadak ia memutar tubuhnya dan lari.
Karena berlari ke arah matahari, ia tidak melihat bayangannya lagi.
Setelah lari beberapa tombak, ia menoleh. Ia kaget melihat bayangannya
berada di belakangnya dan berteriak, "Biar kau saja yang menjadi orang
kosen nomor satu di kolong langit ini! Aku menyerah kalah!"
Karena ia berhenti lari dan tidak bergerak, bayangannya pun diam. Ia
tidak berkata apa-apa lagi, ia memutar tubuh lagi untuk berlalu. Namun
ia masih menoleh, hingga melihat bayangannya itu mengikutinya. Ia
menjadi kaget dan takut, lantas berlari sekeras-kerasnya sembari
menjerit-jerit. Ia menuruni gunung, sampai sekian lama masih terdengar
jeritannya, "Jangan kejar aku! Jangan kejar aku!"
Oey Yong dan Ang Cit Kong saling mengawasi, sama-sama menghela napas.
Mereka tidak menyangka, demikian rupa nasib jago yang lihai sekali.
Oey Yong duduk bersila. Sehabis mengerahkan tenaga dan pikirannya
demikian keras, ia letih. Setelah sekian lama bersemedi, ia baru
bangkit. Suara Auwyang Hong kadang-kadang masih terdengar, tetapi ia
sudah terpisah dari mereka beberapa lie. Yang terdengar adalah
kumandangnya.
"Dia tak bakal hidup lebih lama lagi," kata Cit Kong.
"Aku... aku siapa ya?" mendadak Kwee Ceng bertanya seorang diri. Oey
Yong terkejut. Ia mengira pemuda tolol ini tentunya telah dibikin
bingung oleh Racun Barat.
"Kau Kwee Ceng! Kau Kakak Ceng!" kata Oey Yong lekas-lekas. "Jangan pikirkan dirimu, pikirkan diri orang lain!"
Anak muda itu melengak. lalu sadar. "Benar!" katanya. "Suhu, Tuan, mari kita turun gunung!"
"Anak tolol!" bentak Cit Kong. "Kau masih memanggilnya Tuan! Nanti kau kugaplok!"
Kwee Ceng melengak, ia menatap Oey Yong yang tersenyum. "Ayah Mertua!" panggilnya kemudian dengan jengah.
Oey Yok Su tertawa, rupanya ia senang dipanggil Ayah Mertua. Ia menarik
tangan anak gadisnya, lalu menarik tangan menantunya itu. dan berkata
pada Pengemis Utara, "Saudara Cit, hari ini barulah kita berdua
mengerti, ilmu silat itu tak ada batas habisnya, jadi di kolong langit
ini juga tak ada orang kosen nomor satu!"
"Tapi aku berani bilang ilmu masak Anak Yong paling hebat!" kata Pengemis Utara tanpa ditanya.
Oey Yong tersenyum. "Jangan puji-puji aku!" katanya. "Mari kita
lekas-lekas turun gunung! Kalian akan kumasakkan beberapa macam
hidangan!"