Bab 9
Suling Emas menghentikan kudanya di dalam pekarangan
lebar sebuah kelenteng, mengajak Sian Eng turun. Di ruangan depan mereka
disambut oleh beberapa orang hwesio yang segera memberi hormat kepada Suling
Emas.
˜Harap para Losuhu sudi menerima Nona Kam ini sebagai
tamu terhormat dan membantunya dalam usahanya menjumpai saudaranya di kota
raja.!
˜Omitohud.. tentu saja, Taihiap! Silakan masuk, Nona..
dan anggaplah di sini sebagai tempait tinggalmu sendiri,! kata hwesio tua itu
dengan ramah tamah. ˜Apakah Taihiap tidak keberatan untuk singgah dulu dan
minum teh?!
˜Terima kasih, Losuhu. Saya masih mempunyai banyak
urusan.! Kemudian ia menoleh kepada San Eng dan berkata. ˜Di kelenteng ini, kau
berada di tempat yang aman, dan dengan bantuan para Losuhu di sini, kalau
saudaramu berada di kota raja, tentu kau dapat bertemu dengannya. Ingat, kalau
kalian bertiga sudah saling bertemu dan berkumpul, satu-satunya hal terbaik
bagi kalian adalah kembali ke Ting-chun. Nah, selamat berpisah.! Suling Emas
memberi hormat kepada pendeta kepala, lalu meloncat di atas punggung kudanya
yang lari cepat meninggalkan tempat itu.
Sian Eng berdiri bengong, tak dapat berkata sesuatu. Apa
yang dapat ia katakan? Berkumpul dengan orang itu, melakukan perjalanan bersama
beberapa hari, telah membuktikan keluhuran budi Suling Emas, kesopanannya, akan
tetapi juga keanehannya. Agaknya ada sesuatu yang menekan perasaan orang itu,
ada sesuatu yang dideritanya di dalam batin, yang membuatnya tampak pendiam,
tidak pedulian, dan wajahnya yang tampan selalu muram seperti matahari yang
selalu tertutup mendung di musim hujan. Tiba-tiba ia menoleh kepada pendeta
kepala hwesio yang gendut peramah itu.
˜Losuhu, dia itu.. Suling Emas itu.. orang macam apakah
dia?! pertanyaan yang aneh ini keluar begitu saja dari mulut Sian Eng, langsung
sebagai peluapan hatinya. Untung yang diajak bicara adalah seorang hwesio tua,
kalau orang lain tentu akan memalukan sekali. Hwesio itu hanya tertawa,
kemudian menjawab.
˜Bukan hanya kau yang mengajukan pertanyaan seperti ini,
Nona. Banyak orang, di antaranya pinceng sendiri! Tapi, siapa dapat menjawab?
Kalau pinceng yang menjawab hanya begini: dia itu seorang pendekar besar yang
berwatak aneh, kalau sedang menolong orang bijaksana seperti dewa, kalau
menghadapi lawan ganas seperti iblis. Itulah Suling Emas, dan tidak pernah ada
orang yang dapat menceritakan siapa dia. Tapi bagi kami, sudah cukup kalau
mengetahui bahwa dia itu seorang yang baik, selalu berpihak kepada yang benar biarpun
kadang-kadang amat sulit untuk dimengerti, Nona, kami menerima perintahnya,
harus kami kerjakan baik-baik. Silakan masuk, Nona, ada sebuah kamar yang
bersih untukmu. Tentang saudaramu, nanti kita bicarakan dan tentu para murid di
sini siap untuk membantumu mencarinya, kalau betul dia itu berada di dalam kota
raja.!
Lega hati Sian Eng, sungguhpun keterangan tentang diri
Suling Emas itu membuat hatinya makin penasaran dan ingin tahu. Ia memasuki
kelenteng dan memang benar, para hwesio melayaninya penuh penghormatan dan
kesopanan sehingga Sian Eng tidak ragu-ragu untuk mengajak mereka itu
merundingkan tentang kedua saudaranya yang berpisah darinya. Ia memberi
gambaran tentang diri Bu Sin dan Lin Lin dan memesan agar para hwesio yang
melihat kedua orang ini di kota raja, segera memberi tahu kepadanya. Para
hwesio itu tampak bersemangat sekali membantu Sian Eng, dan gadis ini maklum
bahwa semangat ini timbul karena keyakinan bahwa membantu Sian Eng berarti
membantu Suling Emas dengan melaksanakan perintahnya!
Makin kagumlah hatinya terhadap orang rahasia yang
sanggup membikin orang-orang alim seperti hwesio-hwesio ini demikian tunduk dan
setia. Tentu saja dia tidak tahu bahwa para hwesio itu, juga banyak sekali
orang-orang di kota raja, telah berhutang budi besar kepada Suling Emas.
Di bagian depan telah kita ketahui bahwa Lin Lin yang
ditemani Lie Bok Liong, dengan penuh harapan melakukan perjalanan ke kota raja.
Hatinya girang sekali karena memang amat ingin ia bertemu dengan Suling Emas
yang disangka menjadi pembunuh dari Jenderal Kam Si Ek dan isterinya. Untung ia
mendengar percakapan antara Suma-kongcu dan para tokoh pengemis yang menyatakan
bahwa Suling Emas berada di gedung perpustakaan istana. Kita ikuti kembali
perjalanan mereka berdua.
Mereka telah berhasil melarikan diri dari gedung keluarga
Suma di An-sui sebelah barat kota raja, dan melanjutkan perjalanan di malam
hari terang bulan. Mereka berjalan seenaknya, bercakap-cakap gembira. Begitu
gembira, begitu aman seakan-akan tidak ada bahaya sesuatu yang mengintai.
Memang Lin Lin seorang gadis remaja yang gembira dan
masih belum berpengalaman, maka ia pun enak saja melakukan perjalanan dan
bercakap-cakap bersama Lie Bok Liong. Gadis yang masih hijau ini sama sekali
tidak tahu akan bahaya yang mengancam. Adapun Lie Bok Liong, dia adalah seorang
pendekar muda yang sudah kenyang pengalaman, biasanya amat hati-hati, waspada
dan berpandangan luas dan jauh, berwatak jujur dan berhati mulia. Akan tetap
pada malam hari itu, hatinya rusak, kacau-balau oleh juita di sampingnya. Sudah
dua kali ia menempiling jidatnya sendiri karena timbul pikiran yang bukan-bukan
terhadap Lin Lin. Malam terlalu indah, bulan terlalu terang, dan gadis di
sampingnya terlalu cantik jelita. Bok Liong berjalan di samping Lin Lin dengan
hati dan perasaan mawut (berantakan), maka ia pun tidak dapat terlalu
disalahkan kalau dia sendiri menjadi kurang hati-hati, hilang kewaspadaannya.
Di samping Lin Lin, dunia menjadi terlampau indah baginya sehingga sementara
itu ia lupa akan bahaya-bahaya yang mengancam kehidupan dari segenap penjuru.
Biarpun Suma Boan atau Suma-kongcu tidak mengejar sendiri
karena ia maklum bahwa menghadapi dua orang muda yang lihai itu seorang diri
saja ia tidak akan menang, namun sudah tentu saja Suma-kongcu tidak membiarkan
penghinaan terjadi di rumahnya begitu saja. Ia diam-diam menitah seorang
pengawal untuk menghubungi para ketua kai-pang dan tak lama kemudian, para
tokoh perkumpulan pengemis yang kebetulan berada di situ dan dapat dihubungi
sudah mengatur rencana penghadangan terhadap Lin Lin dan Bok Liong. Ada tiga
orang pengemis lihai yang kebetulan dapat dihubungi Suma-kongcu dan yang segera
membawa teman-temannya melakukan pengejaran.
Yang pertama adalah ketua dari perkumpulan pengemis
Hui-houw-kai-pang (Harimau Terbang). Hui-houw-pangcu ini sudah tua, usianya
kurang lebih enam puluh tahun, rambutnya sudah putih semua dan senjatanya
sebatang tongkat baja. Selain lihai sekali ilmu tongkatnya, juga ia amat
terkenal dengan senjata rahasia yang ia sebut bulu harimau. Sebetulnya senjata
ini adalah jarum-jarum halus yang diberi racun, siapa terkena akan menjadi
gatal-gatal yahg menjalar ke seluruh tubuh dan berakhir dengan kematian yang
mengerikan. Hui-houw-pangcu pergi melakukan pengejaran bersama barisannya yang
paling ia banggakan, yaitu Hui-houw-tin (Barisan Macan Terbang). Barisan ini
terdiri dari tiga belas orang tokoh pengemis yang berkepandaian tinggi dan yang
khusus dilatih untuk membentuk Hui-houw-tin.
Besarlah hati Hui-houw-pangcu mengajak barisannya ini,
biarpun ia mendengar dari Suma-kongcu bahwa dua orang muda itu lihai, namun ia
yakin bahwa Hui-houw-tin akan dapat mengalahkan mereka dan dapat menawan mereka
seperti yang diminta oleh Suma-kongcu.
Lewat tengah malam, Lin Lin dan Bok Liong menunda perjalanan
karena mereka merasa lelah dan mengantuk. Bok Liong yang sudah beberapa kali
melakukan perjalanan lewat daerah ini, tahu bahwa di luar hutan terdapat sebuah
kuil kuno yang kosong dan tidak terpakai lagi. Mereka lalu menuju ke kuil itu
dan girang hati Lin Lin dapat mengaso di tempat yang terlindung sehingga hawa
tidak terlalu dingin. Bok Liong segera membuat api unggun dan mereka duduk di
ruangan depan yang agak bersih setelah keduanya menyapu lantai dengan daun-daun
kering.
˜Kau mengaso dan tidurlah, Lin-moi, biar aku menjaga di
sini.!
˜Mana bisa aku tidur kalau dijaga orang? Twako, jangan
kira aku seorang yang mau enak sendiri, tidur pulas membiarkan kau digigiti
nyamuk dan mengantuk. Tidak, kalau kau tidak tidur, aku pun tidak mau tidur.!
Bok Liong tersenyum lebar, dalam hati amat bersyukur
bahwa gadis ini memiliki watak yang demikian baik. Memang, kalau orang sedang
jatuh cinta, segala yang dilakukan orang yang dicintanya selalu baik, setiap
gerak-gerik menyenangkan. Ia maklum bahwa kalau ia bersitegang, gadis yang
keras hati ini tentu betul-betul tidak mau tidur.
˜Baiklah, aku pun akan tidur di sini, kau tidur di situ.
Besok pagi-pagi kita bangun melanjutkan perjalanan ke kota raja.!
˜Nah, begitu baru adil namanya,! kata Lin Lin melihat
pemuda itu merebahkan diri telentang dekat api unggun. Ia pun lalu merebahkan
diri miring, membelakangi api unggun yang menyilaukan mata, berbantal tangan.
Melihat ini, Bok Liong lalu melempar bungkusan pakaiannya.
˜Nih, pakailah untuk bantal, lumayan.!
Lin Lin tidak membantah, memberi hadiah senyum terima
kasih lalu meramkan matanya. Bok Liong tentu saja tidak mau tidur, maklum bahwa
kalau tertidur keduanya di tempat itu, akan berbahaya sekali. Yang paling
berbahaya adalah ular, karena ada beberapa macam ular yang tidak takut akan
api. Juga, kalau api unggun padam tidak ada yang tahu. Ia tadi merebahkan diri
hanya untuk memanaskan hati Lin Lin agar nona itu mau tidur. Karena gadis itu
rebah membelakanginya, dengan leluasa ia dapat memandang belakang tubuh Lin Lin
dan pikirannya melamun jauh, mata dan bibirnya membayangkan gelora hati yang
penuh kasih dan rindu. Inilah yang menjauhkannya daripada kewaspadaan. Ia tidak
tahu bahwa belasan pasang mata sedang mengintai dari tempat gelap!
Tiba-tiba, selagi Bok Liong melamun muluk-muluk, tampak
sinar-sinar kecil berwarna putih berkelebatan menyambar. Bok Liong, seorang
pendekar muda yang terlatih dan sudah banyak makan asam garamnya pengalaman
dunia kang-ouw, terkejut bukan main. Bukan sinar-sinar putih yang menyambar ke
arah dirinya yang ia kejutkan, melainkan sinar yang menyambar ke arah diri Lin
Lin yang sudah pulas! Tanpa berpikir panjang lagi, semata-mata untuk melindungi
diri gadis itu daripada bahaya maut, ia membuang dirinya ke depan Lin Lin
sambil mengebutkan kedua lengan bajunya.
Cepat sekali gerakannya sehingga gerakan ini membuat
beberapa batang jarum halus yang tadinya menyambar ke arahnya, terbang lewat
dan menancap ke dalam dinding. Ia berhasil pula menyelamatkan Lin Lin, akan
tetapi dua batang jarum tak berhasil dikebut runtuh dan langsung menancap pada
pangkal lengannya sebelah kiri.
˜Twako.. ada apa..?! Lin Lin melompat bangun dan secepat
kilat ia melompat lagi mendahului Bok Liong. Sebagai seorang ahil silat tinggi,
begitu sadar daripada tidurnya Lin Lin sudah berada dalam keadaan siap siaga
dan sedetik ia mengira bahwa Bok Liong secara kurang ajar telah mendekatinya.
Selagi ia hendak memaki sambil mencabut pedangnya tiba-tiba ia melihat Bok
Liong merintih-rintih dan menggaruk-garuk pangkal lengan kirinya.
Pada saat itu tampak sinar putih menyambar-nyambar pula.
Maklumlah Lin Lin bahwa mereka diserang oleh lawan dengan senjata rahasia, maka
cepat ia memutar pedangnya, melompat ke depan Bok Liong dan sinar kuning
pedangnya merupakan gulungan yang memukul runtuh sinar-sinar putih bersambaran
itu.
˜Jangan gerak, cabut jarum gosokkan ini!! tiba-tiba
terdengar suara dari jauh, hanya gemanya saja yang terdengar, akan tetapi
tahu-tahu ada sebuah benda kecil melayang jatuh dekat Bok Liong. Ternyata benda
itu adalah sebuah bungkusan kecil. Bok Liong tadinya merasa gatal-gatal bukan
main pada pangkal lengannya sehingga biarpun ia tahu bahwa menggaruknya
merupakan pantangan yang berbahaya, namun ia tidak kuat menahan.
Mendengar suara itu ia terkejut, akan tetapi juga girang
melihat datangnya bungkusan. Apalagi melihat bahwa Lin Lin tidak terluka,
bahkan gadis ini sekarang berdiri melindunginya. Cepat ia merobek bajunya pada
lengan tangan, menggunakan penerangan api unggun yang masih bernyala besar
untuk mencabut keluar dua batang jarum yang hampir amblas semua ke dalam
daging. Bungkusan itu ia buka, ternyata isinya bubuk berwarna kuning. Tanpa
ragu-ragu lagi Bok Liong menggosok-gosokkan bubuk kuning ini pada kedua luka
kecil di pangkal lengan kiri. Hebat! Seketika lenyap rasa gatal-gatal. Dengan
kemarahan meluap Bok Liong mencabut pedangnya, melompat berdiri di samping Lin
Lin dan berseru.
˜Penjahat berhati binatang berwatak pengecut! Kalau
memang ada kepandaian, keluarlah dan mari kita bertempur secara orang gagah!!
˜Sudah lama kami berada di sini, buka matamu baik-baik,
pemuda sombong!!
Bok Liong dan Lin Lin membalikkan tubuh. Kiranya
penyerang gelap itu telah berpindah tempat, kini berada di belakang mereka.
Meremang bulu tengkuk mereka memikirkan betapa bahayanya keadaan mereka tadi.
Kalau penyerang gelap ini menyerang dengan jarum-jarum halus lagi dari
belakang, bukankah amat berbahaya? Jarum-jarum itu demikian halusnya sehingga
tidak terdengar sambarannya. Hanya berkat sinar api unggun maka jarum-jarum
putih itu kelihatan berkelebat sehingga mereka tadi dapat menyampok runtuh.
Kiranya yang berada di situ bukan hanya seorang saja, melainkan empat belas
orang yang kesemuanya berpakaian pengemis. Tahulah mereka bahwa hal ini tentu
ada hubungannya dengan tiga orang yang dirobohkan Lin Lin di gedung
Suma-kongcu.
˜Hemmm, kiranya kalian adalah ahli-ahli pula dalam
senjata rahasia. Aku kagum dan mengaku kalah dalam hal ilmu senjata rahasia.
Akan tetapi, kami tantang kalian untuk menghadapi Barisan Macan Terbang
(Hui-houw-tin). Kalau tidak berani, lebih baik kalian menyerah untuk kami
tawan. Kalau kalian dapat menangkan Hui-houw-tin, barulah aku Hui-houw-pangcu
mengaku kalah.!
Diam-diam Bok Liong dan Lin Lin terkejut dan heran
sekali. Bagaimana pengemis tua ini bicara begitu aneh, menyatakan kagum dan
mengaku kalah dalam ilmu senjata rahasia? Padahal, mereka itu sama sekali tidak
melepaskan senjata, juga dalam menghadapi penyerangan jarum-jarum tadi, biarpun
Bok Liong berhasil menyampok runtuh dan Lin Lin juga berhasil menggunakan
pedang menggagalkan penyerangan ke dua, namun Bok Liong telah terluka. Hal ini
tentu saja sama sekali tak boleh dianggap bahwa mereka berdua telah menang
bertanding senjata rahasia!
Tentu saja kedua orang ini tidak tahu bahwa di dalam
gelap tadi, setelah Lin Lin memutar pedang menyampok runtuh jarum-jarum itu,
masih beterbangan lagi jarum-jarum bertubi-tubi dan susul-menyusul dengan cara
berpindah-pindah dari pelbagai jurusan, sering kali dari arah belakang kedua
orang muda itu. Ini adalah akal Hui-houw-pangcu yang menyerang mereka dari
tempat gelap secara berpindah-pindah. Akan tetapi, semua jarum-jarum yang
menyambar dari tempat tersembunyi itu runtuh semua bertemu dengan benda-benda
kecil yang melayang-layang dari segala jurusan dan ternyata bahwa yang
meruntuhkan jarum-jarum itu adalah daun-daunan, bunga dan buah-buahan kecil
yang secara aneh datang dari jurusan yang berlawanan sehingga Hui-houw-pangcu
tentu saja mengira bahwa benda-benda itu dilepas oleh dua orang muda yang
diserangnya! Akan tetapi, sudah tentu Bok Liong dan Lin Lin tidak mau
menyatakan keheranan ini.
Dengan marah mereka lalu melangkah maju menghadapi
barisan yang sudah tersusun di depan kuil kuno yang ruangan depannya terbuka
itu. Tiga belas orang pengemis dengan tongkat-tongkat baja di tangan, telah
memasang Barisan Harimau Terbang. Tiga orang sebagai kepala, masing-masing dua
orang sebagai sayap kanan kiri, empat orang sebagai empat buah kaki dan dua
orang sebagai ekor.
Bok Liong dan Lin Lin yang memiliki kepandaian tinggi,
tentu saja tidak merasa gentar.
˜Saling membelakangi menghadapi mereka mencegah
penyerangan gelap dari belakang,! bisik Bok Liong. Lin Lin kagum dan segera
menurut nasihat ini karena memang itulah cara terbaik bagi mereka sehingga
dalam pengeroyokan mereka dapat mengerahkan seluruh perhatian ke depan tanpa
takut penyergapan gelap.
Akan tetapi, dugaan ini keliru dan terpaksa rencana Bok
Liong ini tak mungkin dipertahankan. Kiranya tiga belas orang itu sama sekali
tidak mengurung mereka sebagaimana biasanya barisan kalau mengepung lawan yang
sedikit jumlahnya. Mereka itu langsung menerjang dari depan dengan teratur
seperti gerakan seekor harimau terbang sehingga ketika mereka menerjang maju,
hanya Lin Lin yang dihujani serangan sedangkan Bok Liong tidak menghadapi
seorang pun lawan.
Lin Lin tidak gentar dan cepat memutar Pedang Besi Kuning
di tangannya, akan tetapi ia kaget sekali karena senjata tongkat lawan yang
terbuat dari baja tulen itu datangnya susul-menyusul dengan teratur, sehingga
ia sama sekali tidak sempat melakukan serangan balasan karena repot melayani
datangnya bayangan tongkat yang seperti hujan menimpanya dari atas, kanan, kiri
dan bawah!
Melihat cara penyerangan mereka ini, tentu saja Bok Liong
khawatir kalau-kalau Lin Lin celaka di tangan barisan aneh itu. Apa lagi
hatinya amat tidak enak kalau barisan itu hanya menerjang Lin Lin dan
membiarkan ia menganggur menjadi penjaga punggung Lin Lin belaka. Ia berseru
keras dan membalik lalu menerjang, membantu Lin Lin. Akan tetapi ia masih tetap
waspada, menjaga agar mereka jangan terlena dan tertipu.
Memang Bok Liong sudah banyak pengalamannya dalam
pertempuran. Ia cukup maklum akan kelihaian pedang Lin Lin, juga ia mengerti
bahwa gadis ini kalau marah kepada lawan bisa menjadi ganas sekali. Secara
langsung mereka berdua tidak mempunyai permusuhan pribadi dengan para pengemis,
maka ia pun menganggap tiada perlunya menurunkan tangan besi kepada mereka.
˜Lin-moi, kau menahan serangan mereka, biarkan aku yang
membalas!!
˜Baik!! jawab Lin Lin, kembali kagum karena maklum bahwa
hanya cara itulah yang memungkinkan mereka dapat balas menyerang, yaitu yang
seorang bertahan, yang seorang pula menyerang. Segera ia memutar pedangnya
menjadi segulung sinar kuning yang berkilauan membungkus dirinya dan di lain
pihak Bok Liong melompat ke belakang Lin Lin membiarkan semua tongkat menyerang
gadis itu, kemudian dari samping ia menerjang. Hasilnya baik sekali, terdengar
teriakan kesakitan dan seorang di antara tiga orang yang merupakan bagian
kepala, roboh terguling terluka pahanya oleh ujung pedang Bok Liong.
Akan tetapi tiba-tiba pada saat itu, sinar putih
bersambaran dari belakang. Inilah yang dikhawatirkan Bok Liong. Baiknya pemuda
ini sudah waspada sejak tadi. Melihat sinar putih menyambar, cepat ia memutar
pedang sambil melompat ke belakang Lin Lin dan runtuhlah semua jarum tersampok
sinar pedangnya. Hati Bok Liong menjadi khawatir juga. Kalau begini caranya
mereka melakukan pengeroyokan, berabe juga. Ia melirik dan melihat betapa
pertahanan Lin Lin amat kuat dan kokoh seperti benteng baja, biarpun gadis itu
tidak akan mendapat kesempatan untuk balas menyerang, namun dengan pertahanan
macam itu, biar ada dua barisan Hui-houw-tin, kiranya belum tentu akan dapat
membobolkan pertahanannya dalam waktu satu dua jam!
˜Lin-moi, tahan terus, aku menangkap kepalanya!! bisiknya
kembali.
Lin Lin sudah percaya betul akan kecerdikan kawannya.
˜Baik,! jawabnya tanpa ragu-ragu lagi. Bok Liong melompat
dengan tiba-tiba, gerakannya cepat sekali. Dengan hanya beberapa lompatan ia
sudah tiba di balik gerombolan pohon dari mana jarum-jarum itu tadi menyambar.
Dan.. apa yang dilihatnya? Ia berdiri bengong memandang Hui-houw-pangcu yang
roboh terlentang dengan tubuh kaku, kedua tangan masih menggenggam jarum-jarum
beracun! Ternyata pengemis tua ini telah ditotok jalan darahnya yang membuat
tubuhnya kaku tak dapat bergerak untuk beberapa jam lamanya.
Siapa yang melakukan hal ini? Tak salah lagi, pikir Bok
Liong, tentu dia yang tadi telah menolongnya dengan pemberian obat pemunah
racun! Akan tetapi ia tidak ada waktu untuk mengherankan soal ini karena di
sana Lin Lin masih menghadapi pengeroyokan barisan Hui-houw-tin yang biarpun
sudah roboh seorang, masih amat kuat dan cukup berbahaya. Hatinya lega, karena
dengan robohnya ketua Hui-houw-pang yang suka main jarum beracun ini, ia tidak
khawatir lagi akan serangan gelap dari belakang. Cepat ia membalikkan tubuh dan
melompat ke tempat pertempuran, serta merta menerjang dari samping. Karena
kegembiraan dan kelegaan hati melihat penyerang gelap itu tak berdaya lagi,
pemuda ini menyerang penuh semangat dan pedangnya merobohkan dua orang
pengeroyok!
Akan tetapi, biarpun berkurang tiga orang, ternyata
barisan Hui-houw-tin ini malah mengamuk lebih hebat. Inilah keistimewaan
Hui-houw-tin, seperti seekor harimau kalau terluka akan lebih hebat sepak
terjangnya. Hal ini adalah karena kalau barisan itu masih lengkap tiga belas
orang, ruang gerak penyerangan mereka amat sempit dan terbatas. Makin berkurang
jumlahnya, makin leluasa mereka bergerak sehingga tampaknya makin buas. Namun,
malang bagi mereka, kini yang mereka keroyok adalah murid-murid orang sakti
yang telah mewarisi ilmu kepandaian yang amat tinggi, jauh melebihi tingkat
mereka.
Setelah kini merasa yakin bahwa dari belakang takkan ada
yang menyerang dengan senjata rahasia, dengan enaknya Bok Liong membabati lawan
seorang demi seorang secara cepat sehingga tak sampai seperempat jam, para
pengeroyok itu tinggal empat orang lagi yang cepat melempar tongkat dan
berlutut mohon diampuni! Lin Lin gemas sekali, lengannya bergerak hendak
membabat dengan pedangnya, akan tetapi lengannya disentuh Bok Liong.
˜Sudahlah, Lin-moi. Mereka hanya menjalankan perintah.
Kita tidak mempunyai permusuhan pribadi dengan mereka. Mari kita pergi!!
Pengalaman dalam pertempuran ini membuka mata Lin Lin
bahwa kawannya adalah seorang pemuda yang selain lihai ilmu silatnya, juga
cerdik dan berpengalaman. Kalau saja ia tadi seorang diri menghadapi para
pengemis ini, agaknya ia akan terancam bahaya hebat. Mengingat ini, biarpun
hatinya tidak puas karena tidak boleh membunuh para pengeroyoknya, namun ia
tidak membantah dan bersama Bok Liong mereka melompat pergi dan berlari cepat
meninggalkan tempat itu. Bulan purnama sudah condong ke barat, akan tetapi
sinarnya masih menerangi jagat. Peristiwa tadi mengusir kantuk dan mereka
berjalan terus memasuki hutan.
Malam telah menjelang fajar ketika bulan yang sudah turun
itu tertutup puncak gunung dan sinarnya menjadi suram. Keadaan yang gelap
ditambah hawa yang amat dingin memaksa dua orang muda itu kembali berhenti di
dalam hutan, memilih tempat terbuka di antara pohon-pohon besar dan mereka
berjongkok menghadapi api unggun yang mendatangkan hawa hangat nyaman.
˜Liok-twako, kau tadi meninggalkan aku untuk menangkap
Hui-houw-pangcu, bagaimana hasilnya? Belum kauceritakan padaku.!
Bok Liong menarik napas panjang. Tadi ia memang sengaja
tidak bercerita, karena khawatir kalau-kalau gadis yang aneh ini bersikeras
hendak mencari penolong itu. Seorang penolong yang tidak mau memperlihatkan
diri tak perlu dipaksa muncul, dan biasanya hanya orang-orang sakti yang
bersikap seperti itu.
˜Lin-moi, dalam pertempuran tadi, kita berdua hanya dapat
keluar dengan selamat berkat pertolongan seorang sakti.!
˜Sudah kuduga, malah tadinya kusangka gurumu yang
melempar obat kepadamu, Twako.!
˜Bukan Suhu, melainkan orang lain, entah siapa. Obatnya
pemunah racun amat manjur, dan ilmu kepandaiannya hebat sekali.!
˜Bagaimana kau bisa tahu, Twako?!
˜Tak ingatkah kau akan ucapan Hui-houw-pangcu yang
mengaku kalah bertanding senjata rahasia dengan kita? Padahal kita sama sekali
tidak pernah melepaskan senjata rahasia. Bagaimana dia bisa mengaku kalah
bertanding am-gi (senjata gelap)? Tidak bisa lain, tentu penolong kita yang
telah menundukkanya, mungkin dengan cara menggempur jarum-jarumnya dengan am-gi
lain yang amat lihai. Dan tahukah kau apa yang terjadi ketika aku
meninggalkanmu untuk menghajar ketua Hui-houw-pang yang curang itu? Ia telah
roboh kaku, siapa lagi kalau bukan penolong kita yang menotoknya. Di kedua
tangannya masih penuh jarum-jarum beracun yang belum sempat ia sambitkan kepada
kita.!
˜Siapakah dia Twako? Ah, setelah ia menolong kita, kenapa
tadi kau diam saja? Mengapa tidak memanggil-manggil supaya dia muncul? Aku
ingin sekali berkenalan dengan dia, Twako, ingin..!
˜Ingin apa?! Bok Liong sendiri terheran mendengar
suaranya yang berbeda dari biasa, den lebih heran lagi merasa betapa dadanya
sesak dan perasaannya tidak senang. Cemburu! Tapi ia tidak sadar akan hal ini.
˜Ingin mengajak ia bertanding, menguji kepandaiannya!!
Jawaban ini membuat Bok Liong melengak heran, akhirnya ia
tertawa. Gadis pujaan hatinya ini benar-benar aneh, lucu, manis dan hebat!
˜Lin-moi, kalau seorang sakti tidak menghendaki dilihat
orang, jangan harap akan dapat bertemu dengannya. Terang bahwa dia membantu
kita dengan sembunyi, itu hanya berarti bahwa dia tidak mau kita melihatnya,
maka jalan terbaik hanya membiarkan dia melanjutkan sikap itu. Memaksa dia muncul
sama dengan menentang kehendaknya den ini bukanlah pernyataan terima kasih yang
baik.!
˜Huh, siapa memaksa dia menolong kita? Aku sendiri sih
tidak butuh akan pertolongannya. Kalau memang dia merasa diri begitu tinggi den
begitu mulia sehingga menganggap tidak berharga mengadakan pertemuan dengan
kita, mengapa dia menolong kita tanpa kita minta? Uh, aku belum percaya apakah
benar-benar dia itu seorang sakti, lebih tidak percaya lagi apakah dia
bermaksud baik dengan pertolongannya itu.!
˜Ssstttt.. Lin-moi, kenapa kau bilang begitu..?!
Lin Lin melompat berdiri.
˜Biar! Aku tetap tidak percaya bahwa dia bermaksud baik.
Kau boleh takut kepadanya, Liong-twako, akan tetapi aku tidak takut. Kalau dia
betul orang baik-baik, kenapa main rahasia-rahasiaan? Siapa sudi main
kucing-kucingan dengan orang yang tidak kita kenal? Orang begitu hanya
menonjolkan keangkuhan dan kesombongannya, merasa lebih tinggi daripada orang
lain!!
Bok Liong kebat-kebit hatinya. Celaka, pikirnya. Gadis
ini sudah kumat, dan ia dapat menyelami perasaan gadis ini yang membuatnya mau
tak mau hanya makin mengaguminya. Terang bahwa Lin Lin wataknya aneh, tapi
polos, tidak takut kepada siapa pun juga, tidak suka akan orang yang plin-plan
dan palsu-palsuan. Akan tetapi betapapun juga, hatinya merasa amat tidak enak
terhadap penolongnya. Bagaimana kalau penolong itu mendengar ucapan Lin Lin
ini?
˜Ahhhhhh..!!
Bok Liong melompat bangun, memandang ke kanan kiri.
˜Eh, kau mengapa, Twako?!
˜Lin-moi, apakah kau tidak mendengar tadi? Terang ada
orang yang menghela napas panjang, dekat sekali..!
Lin Lin ikut memandang ke kanan kiri, terheran-heran.
˜Aku tidak mendengar apa-apa. Ah, Twako, kau jadi seperti
anak kecil mendengar dongeng mengerikan sehingga menjadi ketakutan dan di
mana-mana kelihatan setan. Hi-hik!!
Merah muka Bok Liong, lalu ia duduk kembali.
˜Lin-moi, belum lama kau terjun di dunia kang-ouw, kau
belum tahu banyak tentang orang-orang sakti..!
Sebelum Lin Lin sempat menjawab, tiba-tiba terdengar
desis keras dan Lin Lin menjerit,
˜Ular..!! Ia seperti sebagian banyak wanita, merasa jijik
dan geli melihat ular, akan tetapi, sebagai seorang pendekar wanita, tentu saja
ia tidak takut. Cepat sinar kuning berkelebat dan di lain saat tubuh ular telah
buntung menjadi dua potong!
Mata Bok Liong terbelalak ketika ia memandang bangkai
ular itu.
˜Wah, celaka, kita agaknya berhenti di daerah ular api!
Ular macam ini tidak takut api dan amat beracun. Racunnya panas dan membuat
tubuh korbannya hangus seperti dimakan api, maka ia disebut ular api. Eh.. awas
Lin-moi..!! Bok Liong sudah mencabut pedangnya, dua kali ia mengelebatkan
pedangnya dan dua ekor ular roboh dengan leher putus. Ternyata itu adalah dua
ekor ular yang menyambar dari atas ke arah Lin Lin!
˜Wah.. ular api tak mungkin dapat melayang tentu ada yang
melemparkannya..! Lin-moi, awas, agaknya ada musuh menyerang..!
˜Aku tidak takut! Segala pengecut curang, kalau berani
muncul akan kupenggal batang lehernya!! teriak Lin Lin dengan marah sekali
karena semalam itu selalu diganggu orang-orang yang tidak mau menyerang atau
membantu dengan terang-terangan.
Jawaban teriakan Lin Lin ini adalah suara ketawa yang
disusul munculnya seorang laki-laki tua berpakaian pengemis. Kaki kiri kakek pengemis
ini buntung, sebagai penggantinya ia memegang sebatang tongkat panjang, tongkat
yang bengkak-bengkok seperti tubuh ular. Pakaiannya yang penuh tambalan itu
serba lorek dan belang-belang seperti kulit ular. Ketika Lin Lin memandang
penuh perhatian, baginya muka orang itu pun mirip muka ular!
˜Hemmm, kiranya Sin-coa-kai (Pengemis Ular Sakti) yang
main-main dengan kami!! kata Bok Liong dengan suara mengejek. Ia sudah
mendengar tentang pengemis ini yang merupakan kepala atau pimpinan dari
serombongan pengemis yang suka mengumpulkan racun ular den menjualnya pada
toko-toko obat. Sebagai ahli menangkap ular berbisa, tentu saja pengemis ini
amat lihai, malah julukannya juga Pengemis Ular Sakti! Akan tetapi, ia pun
sudah mendengar akan praktek-praktek jahat yang dilakukan pengemis ini dan
rombongannya, yaitu menjual racun-racun ular pada penjahat-penjahat untuk
maksud-maksud keji. Maka ia memandang rendah dan mengejek.
˜Ha-ha-ha, orang muda bermata tajam, kiranya mengenal
pula Sin-coa-kai! Ha-ha, kalau sudah mengenal nama dan mengetahui kelihaianku,
lebih baik menyerah agar kuserahkan kalian kepada Suma-kongcu. Heh, pantas saja
Suma-kongcu berusaha keras untuk menangkap kalian, kiranya ada bidadari ini
yang begini denok dan can..!
˜Swinggggg..!!
Pengemis itu berteriak kaget dan menjatuhkan diri
bergulingan ke atas tanah ketika tiba-tiba pedang di tangan Lin Lin menyambar,
merupakan sinar kuning yang secepat kilat menerima leher pengemis itu.
˜Lin-moi, awas belakang..!! Bok Liong memperingatkan, khawatir
kalau gadis itu terlalu bernafsu dan marah mengejar Si Pengemis Buntung. Betul
saja dugaannya, Si Buntung itu tidak datang sendiri, melainkan bersama tujuh
orang pembantunya. Pada saat itu, dari tempat-tempat gelap melompat bayangan
orang dan terdengar suara mendesis-desis dari semua penjuru. Lin Lin kaget dan
terpaksa menunda pengejarannya kepada Sin-coa-kai. Sepasang matanya yang tajam
itu terbelalak ketika melihat puluhan ekor ular api merayap datang dari depan
dan belakang, digiring oleh Sin-coa-kai dan teman-temannya.
˜Lin-moi, serbu..!!
Bok Liong sambil memutar pedangnya dan menerjang maju.
Lin Lin mengikuti sepak terjang Bok Liong dan dua orang muda itu dengan gagah
menghadapi ular-ular yang telah menjadi nekat karena telah diberi obat perangsang
oleh Sin-coa-kai. Dalam beberapa detik saja bangkai ular bergelimpangan
diterjang pedang Lin Lin dan Bok Liong.
Akan tetapi kini Sin-coa-kai dan teman-temannya mulai
menyerang dari lain jurusan, menggunakan tongkat-tongkat ular yang panjang
seperti toya. Lin Lin dan Bok Liong tentu saja tidak gentar, melawan dengan
hebat. Akan tetapi mereka menjadi sibuk juga karena ular-ular itu kini menjadi
makin banyak, merayap-rayap mengerikan.
˜Lin-moi, ikuti aku, ke atas pohon!! kembali Bok Liong
memberi tahu temannya. Sambil memutar pedang untuk menjaga diri dari sambaran
tongkat lawan, mereka mengerahkan gin-kang dan melayang ke atas pohon. Akan
tetapi terdengar suara ketawa Sin-coa-kai disusul teriakan kaget kedua orang
muda itu yang cepat-cepat melayang turun kembali karena pohon itu pun penuh
dengan ular hijau yaitu ular daun yang biarpun tidak beracun namun cukup
menjijikkan dan galak!
˜Ha-ha-ha-ha, apakah kalian tidak menyerah saja?!
˜Menyerah kepalamu!! bentak Lin Lin sambil menerjang
penuh amarah. Terjangannya hebat sekali, biarpun Si Buntung berhasil
menghindarkan bahaya dengan jalan menggulingkan diri, namun seorang pembantunya
terbabat pedang sehingga putus lengan kirinya!
Sin-coa-kai memaki marah, lalu bersuit keras. Hebat
akibatnya. Ular-ular itu seperti menjadi gila mendengar suitan ini dan menyerbu
lebih ganas daripada tadi. Kewalahan juga Lin Lin dan Bok Liong menghadapi
ular-ular kalap itu, apalagi tongkat-tongkat para pengemis masih selalu
mengancam dan mencari kesempatan baik.
Pada saat itu, tampak asap tipis dan tercium bau yang
pedas. Seketika kedua mata Lin Lin dan Bok Liong mengeluarkan air mata! Inilah
semacam asap beracun yang dilepas oleh Sin-coa-kai! Terbuat daripada daun-daun
dicampur racun ular lalu dibakar. Asap daripada ramuan ini merupakan asap
beracun yang akan membuat setiap orang lawan mengeluarkan air mata, semacam
˜gas air mata! model kuno! Para pengemis sendiri tentu saja sudah memakai obat
pemunah sehingga mereka tidak terpengaruh.
˜Celaka..!! teriak Bok Liong. ˜Lin-moi, kita membuka
jalan mata!!
Mereka berusaha sedapat mungkin untuk membuka kedua mata
yang terus bercucuran air mata, pedang di tangan mereka gerakkan otomatis
menjaga tubuh. Akan tetapi, teringat akan ular-ular yang menyerang kaki mereka,
kedua orang muda itu menjadi bingung, tidak berani melangkah keluar dari tempat
itu.
Tiba-tiba terdengar pekik Sin-coa-kai marah,
˜Heeeiiiii, bedebah! Siapa berani main-main dengan
ular-ularku?! Akan tetapi bentakan ini disusul rintihan Si Buntung itu. Asap
yang memerihkan mata juga tidak menyerang lagi.
Lin Lin dan Bok Liong masih terus memutar pedang menjaga
diri. Setelah mata mereka tidak pedas lagi dan dapat dibuka, barulah mereka
mendapat kenyataan bahwa keadaan mereka itu amat lucu. Di depan tidak ada
musuh, bangkai ular bertumpuk-tumpuk di sana-sini, dan mereka tadi masih terus
bersilat memutar pedang!
Muka Bok Liong menjadi merah sekali.
˜Wah, alangkah tolol kita. Sudah ada orang sakti
menolong, ular-ular mati dan semua pengemis diusir pergi, dan kita masih terus
main pedang seperti wayang tanpa penonton!!
˜Lagi-lagi penolong tak diundang! Kalau memang sudah
menolong, kenapa tidak mau memberi tahu sehingga kita menjadi tontonan yang
mentertawakan? Benar-benar dia memandang rendah!!
˜Eh, Lin-moi. Berkali-kali dia menyelamatkan nyawa kita,
kenapa kau malah marah-marah? Mana bisa kita menjadi tontonan kalau di sini
tidak ada siapa-siapa yang akan menonton kita? Sebaliknya kita harus berterima
kasih kepada pendekar sakti dan menol..!
˜Siapa bilang tidak ada penonton? Apa kaukira dia itu
tidak sedang terkekeh-kekeh mentertawakan kita yang bersilat sendiri melawan
angin? Benar-benar kau tolol dan dapat dipermainkan orang, Twako!!
Bok Liong tersenyum. Baru berkenalan sebentar saja, sikap
gadis ini sudah amat intim, tidak ragu-ragu mengecapnya tolol segala! ˜Jadi kau
tidak berterima kasih kepadanya, Moi-moi?!
˜Tidak! Aku tidak minta dia tolong, perlu apa berterima
kasih?!
˜Habis, andaikata dia muncul di depanmu, kau mau apa
terhadapnya?!
˜Mau apa? Menebus penghinaan ini di ujung pedang, apa
lagi?!
˜Penghinaan?!
˜Dia menolong tanpa diundang, bergerak secara sembunyi,
ini berarti mempermainkan kita dan amat memandang rendah, apakah yang begini
masih belum patut dikatakan penghinaan?!
Tiba-tiba Bok Liong meloncat ke kiri, menyingkap
alang-alang sambil berseru,
˜Harap Locianpwe sudi menjumpai kami..!! Akan tetapi ia
kecewa karena di belakang alang-alang itu tidak ada siapa-siapa.
˜Eh, apa kau masih terus bermain sandiwara setelah
bertanding pedang angin tadi, Twako? Siapa yang kauajak bicara?!
Bok Liong menggeleng-gelengkann kepalanya.
˜Jelas benar tadi kulihat bayangan orang di sini! Malah
ketika aku melompat sampai di sini, masih kudengar elahan napasnya! Heran
benar..!
˜Sudahlah, Twako. Kau lagi-lagi melihat serta mendengar
setan.!
˜Benar, Lin-moi. Kalau dia tidak mau menemui kita, dicari
juga sia-sia. Mari kita lanjutkan perjalanan, siapa tahu Suma-kongcu masih
mempunyai banyak kaki tangan yang hanya akan mengganggu kita. Lebih cepat
sampai di kota raja lebih baik. Kota raja sudah dekat dan sekarang pagi.!
Keduanya lalu berlari meninggalkah tempat itu. Lin Lin
bergidik melihat bangkai banyak ular menggeletak di sana-sini, anehnya,
sebagaian besar bangkai-bangkai itu pecah kepalanya. Padahal ia tahu benar
bahwa pedangnya dan pedang Bok Liong tak mungkin bisa membikin kepala ular
remuk, paling-paling membuntungi leher. Diam-diam ia kagum juga akan kepandaian
orang yang telah menolong mereka, akan tetapi hatinya tetap tidak puas. Orang
itu sombong, pikirnya.
Dugaan Bok Liong memang benar. Yang memenuhi permintaan
Suma Boan untuk mencoba menangkap dua orang muda itu ada tiga rombongan.
Pertama adalah rombongan Hui-houw-kai-pang, rombongan ke dua adalah rombongan
Sin-coa-kai-pang. Adapun ke tiga hanya terdiri dari seorang saja. Orang ini
adalah seorang tokoh perkumpulan pengemis dari daerah barat yang bemama Hek-i
Lo-kai (Pengemis Tua Baju Hitam). Kepandaian ilmu silatnya tidaklah terlalu
tinggi biarpun ia cukup lihai dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain, akan tetapi
yang membuat ia amat terkenal adalah kelicikan dan kecurangannya. Ia pandai
bicara, pandai bersandiwara dan selain ini ia pun memiliki kepandaian membuat
obat peledak yang sukar dapat dilawan oleh seorang ahli silat tinggi sekali
pun.
Obat peledak itu mengandung racun dan pecahan-pecahan
besi berkarat yang amat berbahaya. Semacam granat model kuno! Mengandalkan
kecerdikannya, Hek-i Lo-kai ini beroperasi sendirian saja, tidak suka
ramai-ramai main keroyokan. Ketika mendengar perintah Suma Boan, ia
tergesa-gesa melakukan pengejaran. Karena mendengar bahwa dua orang muda itu
lihai dan sedang menuju ke kota raja, ia tidak mau berlaku sembrono seperti dua
rombongan yang telah gagal itu, melainkan mendahului pergi ke kota raja dan
menanti di luar tembok kota raja.
Demikianlah, ketika Lin Lin dan Bok Liong tiba di luar
kota raja, hari telah menjelang siang. Di luar pintu gerbang mereka melihat
seorang kakek pengemis duduk bersila di alas tanah di dekat jalan raya, matanya
yang meram terus itu agaknya buta, kedua tangannya ditelentangkan di depan dada
dan mulutnya tiada hentinya minta-minta kepada orang yang lewat di jalan itu.
Beberapa potong uang tembaga telah diperolehnya, bertebaran di depannya.
Melihat seorang pengemis, Bok Liong curiga. Ia menyentuh
tangan Lin Lin dan memberi isyarat dengan matanya. Lin Lin menoleh dan
tersenyum.
˜Twako, kau benar-benar seperti seekor burung yang hampir
terkena anak panah, menjadi ketakutan pada bayangan sendiri. Masa setelah
gangguan para pengemis itu, sekarang kalau melihat setiap orang pengemis kau lalu
mencurigainya? Hi-hik, lucu! Dia itu benar-benar seorang gembel. Lihat, dia
betul-betul minta-minta, wajahnya pucat matanya buta. Eh.. lihat.. dia sakit,
Twako..!!
Benar kata-kata Lin Lin itu. Pengemis tua berbaju hitam
kotor itu merintih-rintih, memegangi perutnya, mukanya menjadi pucat sekali,
matanya yang buta mendelik tampak putihnya saja.
˜Ahhh.. auuuhhhhh.. aduh, mati aku..! keluhnya perlahan,
keringat besar-besar memenuhi mukanya.
Seorang pedagang tahu yang memikul tahang (keranjang
kayu) yang sedang kosong dan sedang menuju pulang ke desanya di luar kota,
berhenti di depan pengemis itu, memandang penuh iba.
˜Lopek, kau kenapa?!
Pengemis itu mengeluh dan meringis kesakitan, nyata amat
sukar ia mengeluarkan suara menjawab.
˜Aduhhh.. napasku.. sesak.. terpukul.. kumat lagi..
sesak.. auuughhh!! Kakek pengemis itu muntahkan darah segar! Si penjual tahu
kaget dan makin iba.
˜Wah, kau sakit berat, Lopek. Ah, bagaimana baiknya?!
Beberapa orang yang kebetulan lewat, hanya menengok lalu melanjutkan perjalanan
mereka. Siapa mau peduli akan nasib seorang gembel tua? Pedagang tahu itu
merasa kasihan karena ia sendiri pun seorang miskin, tentu saja ia dapat
merasai penderitaan gembel ini.
Sebagai ahli-ahli silat kelas tinggi, tentu saja Lin Lin
dan Bok Liong maklum apa artinya keadaan kakek itu. Kakek itu menderita luka
dalam dan keadaan amat berbahaya. Lukanya mengeluarkan darah dan tentu akan
menutup pernapasannya kalau tidak dihentikan. Cara menghentikannya tentu dengan
menotok jalan darah di punggung dan mengurut urat di dada dan leher.
Lin Lin adalah seorang gadis remaja yang wataknya polos
dan juga aneh. Ia mudah tersinggung, perasaannya halus, mudah marah mudah
gembira, mudah kasihan mudah membenci. Dengan langkah lebar ia menghampiri
kakek itu, tidak peduli lagi akan pencegahan Bok Liong.
˜Kakek, kau terluka di dalam, biar kutolong kau..! kata
Lin Lin.
˜Auhhhhh.. oohhh.. terima kasih..!
Lin Lin segera menghampiri punggung kakek itu, menotoknya
dengan dua jari tangannya. Gerakannya gesit sekali dan kedua jarinya amat kuat
sehingga sekali menotok saja ia berhasil. Kakek itu meringis kesakitan dan
napasnya bertambah sengal-sengal. Lin Lin menjadi gugup, cepat ia mengulur
tangan hendak meraba leher dan mengurut dada. Tiba-tiba tangan kakek itu yang
tadinya menekan-nekan perutnya, bergerak cepat dan tampak sinar berkilat ketika
tangan yang telah mencabut pedang pendek ini menusuk ke arah dada Lin Lin!
˜Keparat!!
Bok Liong yang sudah waspada cepat menerjang maju dan
mengirim tendangan, sedangkan Lin Lin yang menjadi kaget sekali namun tak
kehilangan akal segera membuang diri ke belakang sambil berjungkir-balik.
Tendangan Bok Liong keras sekali, membuat tubuh kakek pengemis itu terpental
dan bergulingan sampai sepuluh meter jauhnya, pedang pendeknya terlempar entah
ke mana. Akan tetapi kakek pengemis yang sekarang sudah tidak buta lagi itu,
mengeluarkan dua buah benda sebesar kepalan tangan.
Pada saat itu, dari barat datang seekor kuda membalap
cepat. Penunggangnya seorang pemuda berpakaian hitam, jubah panjang berwarna
hitam menutup celana sutera putih. Tepat sekali kudanya datang lewat ketika
kakek pengemis yang bukan lain adalah Hek-i Lo-kai itu melontarkan dua buah
granathya ke arah Lin Lin dan Bok Liong.
˜Tiarap semua..!!
Nyaring sekali suara ini dan tubuh jangkung di atas kuda
itu menyambar ke arah dua buah alat peledak, sekali sambar dua buah benda
berbahaya itu telah berhasil ia tangkap! Bukan main hebatnya gerakan ini,
terlihat oleh Lin Lin dan Bok Liong yang otomatis sudah rebah di atas tanah.
Kuda itu berhenti sebentar dan penunggangnya menoleh ke arah Hek-i Lo-kai yang
berdiri dengan muka pucat dan kedua kaki menggigil.
˜Am.. pun.. ampunkan..!
˜Hek-i Lo-kai, kali ini tidak ada ampun!! Tampak sinar
hitam dari cambuk di tangan penunggang kuda itu bergerak, terdengar suara
˜tar-tar-tar! tiga kali dan robohlah Hek-i Lo-kai! Penunggang kuda itu membedal
kudanya, tanpa bicara sesuatu kudanya membalap memasuki pintu gerbang. Akan
tetapi, setibanya di pintu gerbang, penunggangnya menoleh ke arah Lin Lin.
Lin Lin dan Bok Liong melompat bangun dan menghampiri
Hek-i Lo-kai yang merintih-rintih dan mencoba bangun. Alangkah kaget dan ngeri
hati Lin Lin dan Bok Liong melihat betapa punggung kakek itu telah melengkung
dan di situ tampak tiga garis melintang berwarna hitam, menembus baju, kulit
dan daging sampai tampak tulangnya!
˜Aduh.. ampun.. Suling Emas..!
Mendengar ini, Lin Lin dan Bok Liong terkejut. Terutama
Lin Lin. Jadi penunggang kuda yang gagah perkasa, seorang laki-laki yang belum
tua, tampan dan gagah, dia tadi Suling Emas?
˜Gembel tua jahat, kaubilang dia Suling Emas? Betulkah
itu?! Lin Lin bertanya.
˜Sul.. Suling Emas.. tak kenal.. ampun..! Kakek ini roboh
lagi, muntah darah dan tanpa berkelojotan lagi ia menghembuskan napas terakhir!
Melihat terjadi peristiwa pembunuhan, si pedagang tahu
cepat-cepat mengangkat pikulannya dan pergi meninggalkan tempat itu juga mereka
yang menyaksikan peristiwa itu segera pergi dari situ setelah mendengar
disebutnya nama Suling Emas. Nama ini meyakinkan mereka bahwa kakek gembel yang
tadi pura-pura buta dan mengemis, tentulah seorang penjahat besar.
˜Berbahaya..! kata Bok Liong. ˜Dia ini kiranya Hek-i
Lo-kai dan tentulah dua buah benda tadi adalah dua senjata peledak yang kalau
tadi tidak disambar Suling Emas, tentu menghancurkan tubuh kita berdua.
Hebat..!!
Tiba-tiba seorang hwesio muda menghampiri mereka dan
memberi hormat. Hwesio muda inilah satu-satunya orang yang tidak pergi dan
sejak tadi ia menatap wajah Lin Lin.
˜Maaf kalau pinceng mengganggu. Apakah Lihiap yang
bernama Kam Lin Lin?!
Lin Lin menengok, tercengang dan Bok Liong sudah
mengerutkan kedua alisnya yang tebal, siap menghadapi segala kemungkinan. Dalam
keadaan seperti itu, ia menaruh curiga kepada setiap orang.
˜Maaf,! kata hwesio itu lagi, ˜tentu Lihiap merasa heran,
akan tetapi pinceng mencari Lihiap atas suruhan Nona Kam Sian Eng. Menurut
gambarannya, Lihiap tentu yang bernama Kam Lin Lin, hanya entah, apakah Sicu
ini yang bernama Kam Bu Sin..!
Lenyap kecurigaan kedua orang muda itu. Malah Lin Lin
berjingkrak gembira sambil bertanya, ˜Di manakah Enci Siang Eng?!
˜Silakan Ji-wi ikut pinceng, dia berada di kelenteng
kami.!
˜Bagaimana dia? Selamatkah? Dan di mana Sin-ko? Bagaimana
Enci Sian Eng bisa berada di kelentengmu?!
Diberondong pertanyaan-pertanyaan ini, hwesio itu hanya
tersenyum, lalu menjawab.
˜Tidak leluasa kita bicara di tengah jalan. Marilah,
nanti di kelenteng tentu Ji-wi akan mendengar sejelasnya dari Nona Sian Eng
sendiri.!
Mereka bertiga segera memasuki kota raja dan menuju ke
kelenteng. Lin Lin yang sudah tidak sabar itu lari saja memasuki kelenteng
hampir menabrak seorang hwesio tua yang menyapu lantai sehingga hwesio itu
menggeleng-geleng kepalanya dan mulutnya bersungut-sungut,
˜Omitohud.. cantik liar, jangan-jangan siluman musang..!!
Pada saat itu, Sian Eng keluar dari ruangan dalam.
Melihat siapa orangnya yang berlari-lari datang dari luar, ia berteriak girang
dan lari menyambutnya. Di lain saat enci adik itu sudah saling rangkul dan
saling cium sambil tertawa-tawa gembira.
˜Lin Lin, bocah nakal kau!! Siang Eng berseru sambil menciumi
adiknya.
˜Enci Eng, kau tahu siapa yang kutemui di jalan tadi?
Sampai mati kau tentu tidak akan dapat menduga,! bisik Lin Lin dengan wajah
tegang, ˜dia bukan lain adalah Suling Emas!!
Akan tetapi Lin Lin keliru dan kecewa. Kiranya encinya
sama sekali tidak kelihatan terkejut, hanya menggumam perlahan,
˜Hemmm, ya?! kemudian Sian Eng melihat seorang pemuda
berdiri termangu-mangu dan canggung menghadapi pertemuan enci adik yang mesra
itu.
˜Lin Lin, kau maksudkan dia itukah Suling Emas?! Tentu
saja Saan Eng bertanya dengan suara berbisik agar tidak terdengar pemuda itu.
˜Hi-hik, bukan.. bukan dia. Dia itu sahabat baikku,
orangnya baik, kepandaiannya lihai, tapi dia bukan Suling Emas, dia Lie Bok
Liong koko. Oya Liong-twako, mari sini! Mari kuperkenalkan dengan Enciku yang
lihai dan cantik!! Bok Liong menjadi merah wajahnya, apalagi melihat betapa
Sian Eng dan Lin Lin tadi kasak-kusuk dan sekarang enci itu mencubit adiknya
yang tersenyum-senyum nakal. Akan tetapi karena Lin Lin melambaikan tangan
memanggilnya dan enci adik itu memandang kepadanya, tidak enak kalau ia tidak
menghampiri. Dengan jantung berdebar ia menghampiri mereka lalu mengangkat
kedua tangan memberi hormat sambil menundukkan muka, tidak berani menatap wajah
Siang Eng karena merasa sungkan dan malu.
˜Liong-twako, betul tidak kataku? Enciku cantik jelita
dan.. aduhhh! Galaknya yang tidak nguati (tak tertahankan)!! Kemudian sambil
tertawa ia berkata kepada Sian Eng, ˜Enci Eng, Liong-twako ini baik sekali,
menemaniku sepanjang jalan, mengantarku sampai di sini, malah di jalan membantu
aku menghadapi pengemis-pengemis jahat. Orangnya jujur, sopan, tidak kurang
ajar, dan..!
˜Hushhh, terlalu kau, Lin Lin!! Sian Eng membentak
adiknya, lalu mengangkat kedua tangan di depan dada membalas penghormatan Bok
Liong sambil berkata halus,
˜Harap Lie Bok Liong Taihiap sudi memaafkan adikku yang
nakal dan suka menggoda orang ini. Terima kasih saya haturkan atas kebaikan
Taihiap terhadap adikku..!
˜Wah-wah-wah, apa-apaan ini? Taihiap-taihiapan segala
macam! Aduh, bisa mekar hidung Liong-twako kausebut Taihiap. Sebut saja Twako,
mengapa sih? Terhadap sahabat baik masih banyak sungkan dan peraturan, itu
palsu namanya!!
˜Eh.. oh.. maaf, Nona.. eh, saya..!
˜Nah-nah-nah, Taihiap dan Nona, Tuan dan Nyonya, jemu aku
mendengarnya! Liong-twako, dia ini Enci Siang Eng, Enciku sendiri, tahu kau?
Kalau kau menyebut aku Lin-moi, Moi-moi, kadang-kadang Siauw-moi, mengapa
kepada Enciku kau menyebut Nona? Kalau begitu kau pun harus menyebut aku Nona
Besar dan aku akan menyebutmu Tuan Besar. Hayo, bagaimana?!
Memang nakal sekali Lin Lin. Ia tidak peduli akan segala
perasaan sungkan, bingung dan malu yang dirasakan oleh Bok Liong di saat itu.
Sian Eng merasa kasihan terhadap korban kenakalan adiknya ini. Hemmm, pikirnya,
pemuda ini agaknya pendiam dan baik, tentu saja bukan lawan Lin Lin. Teringat
ia akan Suling Emas yang aneh wataknya dan tidak pedulian itu. Rasakan kau
nanti Suling Emas, kalau sampai jumpa dengan adikku Lin Lin, bisa mati berdiri
kau dipermainkan! Tiba-tiba ia teringat akan pemberitahuan Lin Lin tentang
Suling Emas tadi, wajahnya berubah serius.
˜Lin Lin, jangan mengganggu orang. Kita masih harus
bicara banyak. Sin-ko sampai sekarang belum juga datang.!
Lin Lin sadar lalu menoleh kepada Bok Liong.
˜Liong-twako, jangan marah, ya? Aku juga berterima kasih
padamu, lho! Kau memang baik sekali kepadaku. Sekarang aku sudah bertemu dengan
Enci Sian Eng, hanya tinggal kakakku Bu Sin yang masih belum kami ketahui
berada di mana. Apakah kau suka menolongku mencarinya, Twako?!
˜Aku akan girang sekali kalau dapat membantumu mencari
kakakmu, Lin-moi. Tentu akan kutanya-tanyakan kepada kenalanku, harap jangan
khawatir.!
˜Kalau begitu, aku dan Enci Sian Eng akan menanti di sini
beberapa hari, menanti berita darimu tentang Sin-ko.!
˜Lin Lin, Lie Bok Liong Ta..!
˜.. Twako..!! Lin Lin memotong.
Siang Eng merah mukanya dan memandang tamunya kebetulan
Bok Liong juga memandang. Terpaksa dua orang muda yang menjadi malu dan jengah
ini tersenyum dan seketika suasana menjadi lebih wajar, rasa malu menipis.
˜Baiklah! Liong-twako masih lelah, baru saja datang masa
sudah kauserahi tugas lagi. Jangan keterlaluan, dumeh (mentang-mentang) orang
suka menolong kau lalu menekan.!
˜Ah, tidak.. sama sekali tidak!! Bok Liong cepat
membantah. ˜Ji-wi Moi-moi (Adik Berdua) tak usah sungkan. Aku sudah mendengar
semua dari Lin-moi dan aku pasti akan berusaha sedapat mungkin untuk mencari
berita tentang kakak kalian. Harap saja dalam waktu dua pekan ini kalian tidak
pergi dari tempat ini, atau andaikata pergi dan pindah juga, memberi tahu
kepada para Losuhu di sini sehingga kalau aku datang, aku akan dapat tahu ke
mana harus menjumpai kalian untuk menyampaikan hasil usahaku mencari kakak
kalian, sekarang aku pamit dulu.!
Melihat Bok Liong memberi hormat lalu mundur dan hendak
pergi, Lin Lin cepat berseru.
˜Twako, nanti dulu!!
˜Ada apa?! Terlalu cepat Bok Liong membalikkan tubuh dan
sinar yang memancarkan kasih mesra terlepas daripada pandang mata yang awas.
˜Aku pesan.. kalau kau bertemu dengan gembel-gembel jahat
itu..!
˜Ya, lalu bagaimana?!
˜Aku titip tiga pukulan atau sekali tusukan pedang.!
Bok Liong tertawa dan mengangguk-angguk.
˜Dan jangan lupa, kalau kau berjumpa dia di jalan
katakan..!
˜Dia siapa?!
˜Siapa lagi kalau bukan Suling Emas? Katakan bahwa aku
menanti di kelenteng ini dan sampaikan tantanganku kepadanya!!
Sian Eng terkejut bukan main akan tetapi ia masih sempat
melihat betapa wajah pemuda itu membayangkan ketidaksenangan hati. Akan tetapi
Bok Liong kembali mengangguk-angguk, lalu berkata,
˜Baiklah, Lin-moi, dan kau.. kau yang baik-baik menjaga
diri.. selamat berbisah sampai jumpa lagi.! Ia melompat dan pergi dari situ.