Mereka baru saja mendarat di
pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti
potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai
kecantikan-nya. Namun ketiga-nya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang
memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiga-nya mempunyai bentuk tubuh nan
elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.
“Ingat ciri-cirinya !” kata
wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut lurus
lemas selewat bahu, pakaian cokelat muda tanpa lengan, celananya putih kusam,
menyandang bumbung bambu tuak”.
Si cantik berpakaian putih
yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu
menyebutkan cirri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah “Pendekar
Mabuk, Suto Sinting”. Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung
member isyarat dengan tangan agar kedua gadis se-usianya itu bergerak mengikuti
langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpaling kepada kedua rekannya
yang telah dipercaya sebagai anak buahnya itu sambil berkata…
“Siapapun tidak boleh terpikat
kepada Pendekar Mabuk. Tahan hati kalian jika rasa terpikat itu muncul dan
meremas jiwa. Karena Gusti Ratu sudah wanti-wanti agar urusan ini dipisahkan
dari urusan pribadi. Paham ?”
“Paham”, jawab mereka.
Yang berpakaian hijau muda
berkata..
“Kalau hatiku nyut-nyutan
melihat ketampanan-nya bagaimana ? Apa tak boleh jatuh lemas ?”
“Lebih baik tikam hatimu
dengan pedang, biar nyut-nyutan-nya hilang !” jawab si cantik berbibir mungil
dan berhidung kecil bangir itu. Si cantik ini tak lain adalah Rindu Malam,
prajurit pilihan dari negeri bawah laut “Ringgit Kencana” yang dipimpin oleh
seorang ratu cantik, adik sepupu Bidadari Jalang, yang bernama “Ratu
Asmaradani”.
Ratu ini pernah ditolong Suto
Sinting ketika tubuhnya hilang separuh karena terkena “Racun Siluman”. Ilmu
Racun Siluman dimiliki oleh “Dampu Sabang”. (Baca serial Pendekar Mabuk dalam
judul “Bandar Hantu Malam”).
Sebenarnya Ratu Asmaradani
mempunyai ilmu “Rambah Bathin” yang membuatnya bisa hadir dalam mimpi
seseorang, seperti halnya yang dialami Pendekar Mabuk ketika menemui peristiwa
“Keris Setan Kobra”.
Tetapi agaknya kali ini Suto
Sinting tidak bisa segera datang menemui sang Ratu yang memanggil-nya liwat
mimpi. Sehingga dikirim lah pasukan kecilnya berjumlah tiga orang untuk mencari
Pendekar Mabuk dan membawanya ke Negeri Dasar Laut.
Tiga utusan itu dipimpin oleh
Rindu Malam yang sudah hafal betul dengan cirri-ciri Pendekar Mabuk. Sebab
hatinya pernah terpikat, namun segera dipendam dalam-dalam setelah sang Ratu
melarang-nya jatuh cinta kepada Suto. Dua anak buah Rindu Malam adalah “Kusuma
Sumi dan Pita Biru”.
Salah satu berambut cepak
seperti lelaki, tanpa ikat kepala, kecuali Pita Biru. Pedang di punggung warna
gagang-nya berbeda-beda.
Pita Biru mempunyai gagang
pedang berwarna kuning ke-emasan, tapi bukan emas tulen. Pakaian-nya serba biru
muda. Rambutnya disanggul dua bagian dengan masing-maasing sanggul diberi pita
biru yang panjang. Sehingga jika tertiup angin seperti ekor cenderawasih.
Usianya sekitar dua puluh empat tahun, samadenganusia Rindu Malam.
Kusuma Sumi lebih muda satu
tahun. Mengenakan pakaian hijau muda yang berwarna cerah. Warna Hijau Muda itu
diberi bintik-bintik kuning emas. Sehingga seperti ditaburi emas dari batas
leher sampai betis. Sebab celananya hanya sampai betis. Kusuma SUmi mempunyai
rambut cepak juga. Tapi wajahnya sedikit lebih lonjong dari Pita Biru. Soal
kecantikan-nya tak disangsikan lagi. Gagang pedang-nya berwarna cokelat muda,
dililit tali putih ter-anyam. Dadanya lebih sekal dari Pita Biru dan Rindu
Malam.
Perjalanan menyusuri hutan
pantai terpaksa dihentikan. Sebenarnya mereka ingin berpencar dalam mencari
Pendekar Mabuk. Tetapi sebelum niat itu terlaksana, mereka harus berhadapan
dengan dua orang lelaki berwajah memuak-kan.
Dua orang lelaki tersebut
berpakaian sama hitamnya. Tapi ikat kepala mereka berbeda warna. Yang agak
gemuk ber-ikat kepala warna merah, sedangkan yang agak kurus ber-ikat kepala
warna kuning.
“Siapa kalian ?” hardik Rindu
Malam kepada kedua lelaki yang cengar-cengir menampakkan sikap binal-nya itu.
“Namaku RohGepuk, dan ini
temanku bernama lebih jelek, yaitu Cucur Sangit”, jawab yang ber-ikat kepala
kuning, agak kurus. Wajahnya lancip, mirip seterika-an.
“Kalau tak salah dugaanku,
kalian orang Lumpur Maut ?!”
“Benar sayang”, jawab Cucur
Sangit yang berwajah hitam, pakai gelang bahar, rambut-nya ikal, hidung-nya
besar, senyum-nya berantakan kemana-mana.
Sambung Cucur Sangit Lagi,
“dan kami tahu kalian pasti orang Ringgit Kencana, karena rambut kalian pendek
seperti rambut lelaki”.
“Ya, memang kami orang Ringgit
Kencana, apa maumu sekarang ?” Rindu Malam bersikap tak ramah. Sebab ia tahu
orang Lumpur Maut tak pernah ada yang beres. Brengsek semua.
Cucur Sangit yang usianya lima
tahun lebih muda dari Roh Gepuk itu segera berkatadengan senyum kalang
kabut-nya “Ketua kami memerintahkan kami untuk mencari letak Teluk Sumbing.
Kami bingung, tak tahu dimana letak Teluk Sumbing. Kalau orang berbibir
sumbing, kami tahu dimana rumah-nya. Tapi letak Teluk Sumbing, kami tak tahu.
Waktu kalian mendarat di pantai, kami sepakat untuk menghadang kalian, dan
menanyakan letak Teluk Sumbing”.
“Teluk Sumbing bukan wilayah
kami !” jawab RIndu Malam. “Teluk Sumbing wilayah kekuasaan Nila Cendani, si
Ratu Tanpa Tapak itu”.
“Ya, kami tahu. Tapi Nila
Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Mabuk. Entah benar atau tidak,
kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Ringgit Kencana pernah
terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing.
Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa
disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak
Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga
diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.
“Ratu kami tidak pernah
memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas
harta yang bukan milik kami !” Kata Rindu Malam.
Roh Gepuk segera menyahut,
“Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di
antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan
mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangit !”
“Puih….!” Kusuma Sumi meludah
benci. “Siapa yang sudi dikawinkan dengan wajah hangus begitu ?! Mending kalau
cakep !”
Roh Gepuk berbisik kepada
Cucur Sangit, “Nasibmu memang apes. Dilelang pun tak ada yang mau sama kamu,
Cur !”.
“Lagi pula kenapa pakai
sayembara begitu segala, malah aku jadi terhina !” Cucur Sangit
bersungut-sungut. Untuk membalas rasa terhina-nya, ia berkata…
“Begini saja nona-nona
cantik….aku punya sayembara lain. Barang siapa dalam tiga hitungan tidak mau
sebutkan dimana letak Teluk Sumbing, maka ia akan mendapat hadiah mati tanpa
nyawa !”
“Itu namanya kalian menantang
kami !” cetus Rindu Malam dengan mata mulai sedikit menyipit karena benci.
Pita Biru segera maju dan
berkata kepada Rindu Malam, “Biar kutangani sendiri dua ekor cacing ini !
Menepilah kalian !”
Kemudian dengan memandang
tajam melalui bola matanya yang bundar itu, Pita Biru berkata kepada kedua
lawan-nya setelah Rindu Malam dan Kusuma Sumi menepi beberapa tindak.
“Hitunglah mulai sekarang,
langsung dengan hitungan tiga ! Tak perlu memakai satu dan dua !”
Inilah gaya tantangan si Pita
Biru yang memang pemberani.
Tentu saja tantangan itu
menggeramkan hati Cucur Sangit. Tapi temannya masih cengar-cengir saja
mentertawakan Cucur Sangit yang menantang tapi justru mendapat balasan
tantangan. Roh Gepuk pun menepi, member tempat untuk Cucur Sangit membuktikan
tantangan-nya. Ia pun berkata pelan sebagai pesan seorang teman..”Hati-hati !
Lembut wajahnya, halus kulitya, mulus dadanya, tapi tajam pedangnya.”
Cucur Sangit tidak
memperdulikan pesan murahan itu. Ia segera mengepalkan kedua tangannya
kuat-kuat. Lalu tubuhnya menyentak membentuk kuda-kuda.
“Hiaaaah…!
Matanya memandang tajam kepada
Pita Biru, sedangkan yang dipandang hanya berdiri tenang dengan kedua kaki
sedikit merenggang dan kedua tangan lurus kesamping, seakan siap menunggu
serangan lawan.
“Jangan menyesal kalau wajah
cantikmu rusak karena pukulanku, sayang !” geram Cucur Sangit, si wajah hitam.
Pita Biru berkata
pelan..”Majulah kalau ingin hidup tanpa jantung !”
Keparat !
Heaaah…!
Wuusss..!
Cucur Sangit melompat
menerjang tubuh sintal itu.
Tiba-tiba tubuh Pita Biru
berputar cepat dengan kaki kanan berkelebat…
Wuutt…!
Plokkk…!
Tendangan putar yang sukar
dilihat itu membuat tubuh Cucur Sangit terpental ke belakang, jatuh berdebum
bagaikan karung beras rontok dari pohon.
Brukkk…!
“Ha..ha..ha..ha…!” Roh Gepuk
tertawa geli, mentertawakan temannya sendiri.
Cucur Sangit kian marah. Ia
segera bangkit, tapi sempat mengusap pipinya yang terasa perih. Dan ia terkejut
mendapatkan pipinya berdarah. Ternyata kulit pipi yang hitam itu robek akibat
tendangan tamparan kaki Pita Biru yang amat cepat itu. Melihat darah di
tangan-nya, Cucur Sangit menatap Pita Biru lebih buas lagi. Geram-nya terdengar
samar-samar.
“Kubalas kelancangan kakimu
itu nona busuk !
Heaaaaaah….!”
Cucur Sangit sentakkan kaki
dan bersalto ke atas.
Wuuttt…!
Kakinya terarah ke kepala Pita
Biru. Tapi dengan cepat Pita Biru sentakkan kaki, dan tubuhnya melesat naik
tegak lurus…
Wuuuttt…!
Kedua kakinya masuk
dipertengahan jarak kaki lawan, lalu menyentak ke kiri dan kanan dengan cepat.
Plakkk…! Breeettt…!
Terdengar ada sesuatu yang
robek. Entah celana Cucur Sangit atau apanya. Yang jelas kaki Cucur Sangit
bagai dipaksakan merentang ke kiri dan kanan. Sedangkan Pita Biru segera
sodokkan dua jari kanan-nya ke ulu hati Cucur Sangit..
Desss…!
Tangan kirinya menyodokkan
pangkal telapak tangan ke wajah lawan..
Plokkk…!
Wuuuttt…!
Bruuukkk…!
Pita Biru mendarat dengan
tegak. Gerakan cepat pada saat melesat di udara itu tak bisa dilihat oleh mata
Roh Gepuk. Tahu-tahu si muka lancip itu melihat temannya timbang, terkapar
dengan mulut remuk, bagian bawah perutnya robek lebar dan telinga, hidung serta
mulut, bahkan matanya mengeluarkan darah segar. Akibat sodokan dua jari Pita
Biru.
Jurus tersebut ternyata sangat
berbahaya. Terbukti dalam sepuluh hitungan kemudian, Cucur Sangit tidak pernah
mau berkutik lagi, karena kehilangan nyawa.
“Edan..!” Geram Roh Gepuk tak
bisa bertepuk tangan. Kini wajahnya menjadi berang karena temannya mati di
tangan gadis muda secantik itu. Sungguh suatu pertarungan singkat yang tak
pernah diduga akan merenggut jiwa temannya.
“Setan Jalang, hantu siang !”
maki Roh Gepuk.
Kau benar-benar lancang nona
buruk !
Berani-beraninya kau
menghilangkan nyawa teman kudengan tidak main-main, hah ?!”
“Aku hanya mengikuti
sayembaranya tadi !”
“Kubalas kematian ini !
kubalas dengan mencabut nyawamu dengan kapakku ini !
Heaaah…!”
Sleepp…!
Kapak bergagang panjang
dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita
Biru..
Wuuutt…!
Tapi mendadak tubuh itu
terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan
jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi.
Wuuuk…! Buugh…!
“Ehhg…!”
Roh Gepuk terpekik pendek.
Lalu jatuh tak tentu keseimbangan…
Bleeegh…!
Pita Biru memandang Kusuma
Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat
itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas…
“yang ini biar kutangani,
mundurlah !”
Pita Biru segera melompat ke
samping…
Weeesss…!
Kejap berikut sudah berdiri
tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan
ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti
pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi
berganti orang.
Roh Gepuk menggeram…
“Kau yang akan menggantikan
nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha ?!”
Kusuma Sumi diam tak banyak
bicara.
Rindu Malam perdengarkan suara,
“Jangan buang waktu, kerjakan secepatnya, Kusuma Sumi !”
Suara itu pun masih tak
dihiraukan oleh Kusuma Sumi. Mulutnya tetap terkatup rapat. Matanya menatap tak
berkedip ke arah lawannya yang sudah memutar-mutarkan kapaknya.
“Hiaatt…!”
Roh Gepuk melepaskan kapaknya
yang terbang memutar-mutar.
Wuukk…!
Wweeng…weeeng…weeng…weeng…!
Kapak itu nyaris menyambar
leher Kusuma Sumi. Tapi wanita cantik itu segera bersalto ke belakang dan
lepaskan satu pukulan tenaga dalam tanpa sinar melalui telapak tangan-nya
seperti tadi..
Wuuusss…!
Traaakk…!
Pukulan itu kenai kapak yang
sedang terbang dengan cepat. Kapak itu terlempar jauh dan jatuh ke semak-semak.
Bruusss…!
Sedangkan tubuh Roh Gepuk
segera melompat cepat menerjang Kusuma Sumi dengan liar.
“Heaaah…!”
Kusuma Sumi pun segera
sentakkan kaki dan menyogsong lompatan itu, mengadu kecepatan tangan di udara.
Plak, plak, plak…! Dug, dug…!
“Aaghh…!” terdengar suara
pekikan Roh Gepuk tertahan. Tubuh lelaki itu melengkung ke belakang terbang
berbeda arah, dan jatuh dengan tubuh kian melengkung. Kepalanya tertekuk
menghantam tanah…
Bruughhh…!
“Leeggg…!”
Roh Gepuk mengerang dengan
mendelik. Lehernya patah, dadanya merah karena pukulan lawan yang mengenainya
dua kali. Pukulan itu bertenaga dalam tinggi. Sehingga darah keluar dari mulut
Roh Gepuk yang tak bisa bernafas dengan lancer itu.
Ia tersengal-sengal sambil
keluarkan darah. Beberapa saat kemudian, tubuh yg tersentak-sentak sekarat itu
berhenti, lemas terkulai di rerumputan. Saat itulah sebenarnya Roh Gepuk telah
kehilangan nyawa dengan bagian dada kian membiru, pakaian-nya yang hitam
dipenuhi debu pada bagian dadanya. Kusuma Sumi segera lepaskan nafas, merasa
tugasnya telah selesai.
Dua orang Lumpur Maut mati di
tangan utusan Ringgit Kencana. Jelas hal itu akan jadi masalah bagi para
utusan. Karena tanpa setahu mereka, pertarungan itu ternyata ada yang
mengintai-nya dari tempat yang jauh. Orang yang mengintai itu segera pergi
larikan diri dengan tergesa-gesa. Ia adalah orang Lumpur Maut juga, yang pada
awalnya bersama-sama dengan Roh Gepuk dan Cucur Sangit. Tetapi ketika kedua
temannya itu menghadang langkah tiga utusan dari Ringgit Kencana, ia sedang
buang air besar di semak-semak pantai. Begitu kembali lagi untuk temui kedua
temannya. Ternyata Cucur Sangit telah terkapar tanpa nyawa dan Rog Gepuk
terlempar, jatuh lalu mati.
“mereka orang-orang Ringgit
Kencana ! Aku harus laporkan kepada sang Ketua, biar sang Ketua bertindak
terhadap mereka !”
Sementara itu, Rindu Malam
berkata kepada kedua anak buahnya yang mempunyai ilmu lebih rendah satu tingkat
darinya..
“Kita berpencar dari sini saja
! Aku ke selatan, Kusuma Sumi ke barat dan Pita Biru ke timur !”.
“Bagaimana dengan kedua mayat
ini ?”
“Biarkan mereka dimakan
binatang buas penghuni hutan pantai ini !”.
“Tapi kita berarti bikin
masalah dengan orang-orang Lumpur Maut !”
“Mereka yang bikin masalah
lebih dulu. Kita hanya melayaninya, tak perlu kalian risaukan hal itu. Yang
penting temukan Pendekar Mabuk dan katakan bahwa Gusti Ratu kita ingin bertemu
dengan-nya”.
“Bagian 2 Hilang”
Note: Jika agan2 tetap ingin membaca episode seruling malaikat cayce akan memberikan link untuk mendownload file djvunya (CAYCE SARANKAN UNTUK MENGUBAH FILE DJVUNYA KE PDF)
LINK: Download Seruling Malaikat *djvu*