Bab 39 Pertandingan yang Tak seimbang
Thio Han Liong melakukan
perjalanan sambil tertawa geli-Ternyata ia teringat akan kejadian di kota Ciri-
Lam.
"Tak disangka sama
sekali, begitu besar pengaruh Medali Emas Tanda Pengenal Kaisar itu. secara
tidak langsung aku adalah wakil kaisar- Kalau tahu itu apakah ayah akan marah?
Itu tidak mungkin, sebab aku bertindak demi keadilan dan kebenaran, maka aku
yakin ayah tidak akan memarahiku," gumam Thio Han Liong.
Tak seberapa lama kemudian, ia
melihat sebuah kedai teh di pinggir jalan, dan ia cepat-cepat mampir. Pemilik
kedai teh langsung menyuguhkan teh wangi, kemudianjuga bertanya.
"Tuan mau pesan makanan
lain?"
"Terima kasih, tidak
usah," sahut Thio Han Liong.
Ketika ia mulai meneguk teh
wanginya mendadak muncullah seorang pemuda berwajah agak pucat ke dalam kedai
teh itu Begitu melihat pemuda itu, Thio Han Liong langsung berseru.
"Paman Kwan Paman Kwan,
mari duduk di sini"
Pemuda itu ternyata Kwan Pek
Him, murid si Mo- Ketika melihat Thio Han Liong, Kwan Pek Him tampak
tercengang, tapi kemudian tersenyum sambil menghampirinya.
"saudara Thio-..."
la duduk di hadapan -Thio Han Liong. "Tak disangka kita bertemu di
sini." "Betul." Thio Han Liong manggut- manggut.
"Me-mang tak disangka
sama sekali, namun sungguh menggembirakan"
"Tidak salah-" Kwan
Pek Him tersenyum.
Pemilik. kedai itu segera
menyuguhkan teh wangi, dan Kwan Pek Him memesan sedikit makanan ringan.
"saudara Kwan,"
tanya Thio Han Liong. "engkau mau ke mana?" "Aku...," bisik
Kwan Pek Him.
"Aku sedang melaksanakan
perintah Kwce In Loan untuk mencari Tong Koay, Lam Khie dan Pak Hong."
"oh?" Thio Han Liong
mengerutkan kening.
"Mau apa Kwee In Loan
perintahkan engkau mencari ketiga Locianpwee itu?"
"Aaaah.—" Kwan Pek
Him menghela nafas panjang.
"guruku pun sedang
menyelidiki jejak mereka bertiga...."
"saudara Kwan, bolehkah
engkau menjelaskan padaku?"
"Kita adalah kawan baik,
tentunya aku akan menceritakan kepadamu," sahut pemuda itu.
"Hiat Mo sudah berada di
Tionggoan...."
"Apa?" Thio Han
Liong terbelalak. "Hiat Mo sudah berada di Tionggoan?"
"ya." Kwan Pek Him mengangguk-
"Memang sungguh di luar
dugaan, ciu Lan Nio ternyata cucunya. Mereka tinggal di lembah Pek yun
Kok-"
"Oh?" Thio Han Liong
terperangah-"Dia cucu Hiat Mo itu?"
"ya-" Kwan Pek Him
memberitahukan.
"Kekasihmu bernama Tan
Giok Cu bersama Hiat Mo-" "Oh?" Air muka Thio Han Liong tampak
berubah-"Bagaimana keadaannya?"
"Dia—-" Kwan Pek Him
menggeleng-gelengkan kepala-"Dia telah di bawah pengaruh Hiat Mo—"
"Di bawah pengaruh Hiat Mo? Maksudmu?"
"Dia selalu menuruti
perintah Hiat Mo, sama sekali tidak mengacuhkan yang lain," tambah Kwan
Pek Him-
"Bahkan kelihatan seperti
kehilangan sukma- Kalau tidak salah, Hiat Mo telah mempengaruhinya dengan
semacam ilmu sihir-"
"Aaaah—" keluh Thio
Han Liong, kemudian bertanya-"Di mana letak lembah Pek yun Kok itu?"
Aku pasti memberitahukan,
tapi...." Kwan Pek Him merendahkan suaranya.
"Engkau harus ingat,
jangan bilang aku yang memberitahukan Kalau guruku tahu, celakalah
diriku."
"saudara Kwan, aku
berjanji"
"Lembah Pek yun Kok
berada di—." Kwan Pek Him memberitahukan dan menambahkan.
"Kita pun jangan
terlampau akrab di hadapan mereka. Danjuga kalau engkau bertemu Tong Koay, Lam
Khie atau Pak Hong, suruh mereka pindah ke tempat yang lebih aman, agar guruku
tidak dapat menemukan mereka."
"Baik," Thio Han
Liong mengangguk. "oh ya" tanya Kwan Pek Him. "Engkau bertemu
Ciu Lan Hio?" "Tidak-" Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Dia tidak bersama
kakeknya?"
"Dia telah meninggalkan
lembah Pek yun Kok- Kalau tidak salah, dia sedang mencarimu."
"Oh?" Thio Han Liong
mengerutkan kening,
"Saudara Kwan, engkau
harus tahu lho Aku tidak akan mencintai Ciu Lan Nio, hanya menganggapnya
sebagai adik saja. Dalam hal ini, aku harap engkau mengerti"
"Aku mengerti." Kwan
Pek Him tersenyum.
"Namun aku menyesal
sekali, karena tidak bisa membantumu."
"yaah" Thio Han
Liong menghela nafas panjang,
"oh ya Kalau aku bertemu
Ciu Lan Hio, aku pasti menasehatinya agar dia mencintaimu."
"Terima kasih, saudara
Thio."
"Tapi— engkau jangan
terlampau memaksakan diri dan mendesaknya untuk mencintaimu" Pesan Thio
Han Liong.
yang penting engkau harus
sabar dan bersungguh hati terhadapnya, aku yakin suatu hari nanti, dia pasti
jatuh cinta kepadamu."
"oh?" Wajah Kwan Pek
Him berseri.
"saudara Thio, terima
kasih atas petunjukmu."
"sama-sama." Thio
Han Liong tersenyum.
oh ya saudara Thio, engkau
akan pergi mencari Hiat Mo?" tanya Kwan Pek Him mendadak sambil
menatapnya.
"ya." Thio Han Liong
mengangguk-
"saudara Thio...."
Kwan Pek Him menggeleng-gelengkan
kepala.
"Kepandaian Hiat Mo
sangat tinggi sekali, engkau ...."
"Aku memang bukan
lawannya, namun... biar bagaimana pun aku harus bertanding dengan dia."
"saudara Thio, engkau
harus berhati-hati" Pesan Kwan Pek Him dan melanjutkan.
"Aku yakin Hiat Mo tidak
akan membunuhmu, lagi pula Ciu Lan Nio pasti membelamu."
"Aaaah—"" Thio
Han Liong menghela nafas panjang,
"sungguh kasihan Giok
Cu...."
"saudara Thio—-"
Kwan Pek Him menatapnya seraya bertanya.
"Engkau mau ke mana
sekarang?"
"Aku akan langsung
berangkat ke lembah Pek yun Kok-Engkau?"
"Aku... aku ingin mencari
Ciu Lan Nio,"jawab Kwan Pek Him dengan jujur.
"Sesungguhnya aku tidak
mencari Tong Koay, Lam Khie atau Pak Hong, aku cuma keluyuran ke sana ke mari
berharap bertemu Ciu Lan Nio."
"saudara Pek Him"
Thio Han Liong tersenyum..
"Apabila engkau
bersungguh hati terhadap gadis itu, aku yakin suatu hari nanti dia pasti
mencintaimu. "
"Mudah-mudahan" ucap
Kwan Pek Him menambahkan, "Itupun harus ada dukungan darimu-"
"saudara Kwan...."
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala, kemudian bangkit
berdiri-
"Aku mau berangkat
duluan, sampai jumpa"
Thio Han Liong meninggalkan
kedai teh itu, dan mulai menempuh perjalanan menuju Lembah Pek yun Kok-
-ooo00000ooo-
Dua tiga hari kemudian, ketika
Thio Han Liong memasuki sebuah rimba, mendadak terdengar suara tawa gelak-
"Ha ha ha" setelah
ilu, melayang turun sosok bayangan di hadapannya, ternyata Lam Khie-
"Lam Khie
Locianpwee" seru Thio Han Liong girang.
"sungguh kebetulan kita
bertemu di sini"
"Ha ha ha" Lam Khie
tertawa terbahak-bahak-
"Han Liong, apa
kabar?"
"Aku baik-baik saja"
sahut Thio Han Liong dan memberitahukan,
"oh ya Hiat Mo sudah
berada di Tionggoan." "Apa?" Lam Khie tampak terperanjat.
"Siapa yang memberitahukan kepadamu?"
"Aku bertemu Kwan Pek
Him, dia yang memberitahukan kepadaku," jawab Thio Han Liong dengan jujur.
"Kwan Pek Him..."
gumam Lam Khie dengan kening berkerut-kerut.
"siapa orang itu?"
"Dia— dia murid si
Mo"
"oh? Tak disangka murid
si Mo itu begitu baik terhadapmu," ujar Lam Khie sambil tersenyum.
"Jadi— engkau mau pergi
bertanding dengan HiatMo?" "Ya." Thin Han Liong
mengangguk-"Tapi— tidak mungkin aku bisa menang."
"Anggaplah sebagai suatu
latihan bagimu" kata Lam Khic sambil memandangnya.
"sebab engkau masih punya
banyak waktu untuk mengalahkannya, engkau masih muda...."
"Locianpwee».,"
bisik Thio Han Liong.
Lebih baik Locianpwee
bersembunyi di tempat yang aman."
"Lho?" Lam Khie
heran.
"Kenapa?"
"si Mo sedang menyelidiki
tempat Locianpwee- Kalau tidak salah Hiat Mo berniat menangkap Locianpwee- Tong
Koay dan Pak Hong."
"oh?" Kening Lam
Khie berkerut.
Kalau begitu gawatjuga ya?
Ngmm Baiklah aku akan ke tempat yang aman, agar terhindar dari incaran Hiat Mo-"
"Locianpwee," pesan
Thio Han Liong.
"Kalau bertemu Tong Koay
dan Pak Hong...."
Aku pasti menyuruh mereka
bersembunyi di tempat yang aman," sahut Lam Khie cepat, kemudian menghela
nafas panjang.
"Aaah Entah apa yang akan
terjadi dalam rimba persilatan, sebab kini Hiat Mo sudah muncul"
"Locianpwee." tanya
Thio Han Liong mendadak-
"Apakah tiada jago lain
vang dapat mengalahkan Hiat Mo?"
"Tidak ada-" jawab
Lam Khie dan menambahkan.
"Mungkin hanya ayahmu
yang setanding dengan dia-" "Aaafo—" Thio Han Liong menghela
nafas panjang.
"Kalau kali ini aku
kalah, aku... aku pasti akan ke suatu tempat akan melatih lagi."
"Memang harus
begitu." Lam Khie manggut-mang-gut.
"Kali ini anggaplah
sebadai suatu latihan, karena engkau tidak mungkin dapat melawannya, ingat,
jangan cepat putus asa"
"ya, Locianpwee-"
Thio Han Liong mengangguk,-"Han Liong" Lam Khie tersenyum-
"Aku akan pulang keTayli,
entah kapan kita baru berjumpa kembali-"
"Locianpwee berasal dari
Tayli?"
"ya." Lam Khie
tertawa.
"Namaku Toan Thian Ngie,
raja Tayli adalah adik kandungku."
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Ternyata Locianpwee jago
dari Tayli"
"Baiklah- Kita berpisah
di sini, sampai jumpa" ujar Lam Khie lalu melesat pergi.
Thio Han Liong pun melanjutkan
perjalanan ke lembah Pek yun Kok- Walau ia tahu dirinya tidak mungkin dapat
menandingi Hiat Mo, tapi ia telap girang, karena akan bertemu Tan Giok Cu yang
amat dirindukannya.
-ooo00000ooo-
sudah beberapa hari Ciu Lan
Hio sampai di lembah Pek yun Kek- namun gadis itu sering uring-uringan dan
marah-marah, karena tidak berhasil mencari Thio Han Liong.
Ketika ia sedang berjalan
mondar-mandir di dalam kamarnya, mendadak muncul Hiat Mo, yang kemudian ikut
berjalan mondar-mandir di belakangnya.
"Kakek" ciu Lan Hio
cemberut sambil berhenti-"Apa-apaan sih kakek ikut berjalan mondar-
mandir? " "Ha ha" Hiat Mo tertawa gelak-
"Kakek kira engkau sedang
bergerak jalan, maka kakek pun ikut."
"Dasar sudah tua"
Ciu Lan Nio melotot.
"Makin tua makin tak tahu
diri dan makin seperti anak kecil"
"Lan Nio" Hiat Mo
menatapnya-
"Kenapa engkau terus
berjalan mondar-mandir di dalam kamar."
"Aku sedang memikirkan
sesuatu-"
"Memikirkan apa?"
"Kakak Han Liong
menghilang ke mana? Kenapa aku tidak berhasil menemukannya?"
"Ha ha ha"
"Aku sedang kesal, tapi
kakek malah tertawa Kakek senang melihat aku kesal ya?"
"Kakek tertawa karena
punya cucu bodoh," sahut Hiat Mo-
"Tionggoan sedemikian
luas, bagaimana mungkin engkau akan berhasil menemukan Thio Han Liong?"
"Aah—" keluh Ciu Lan
Nio.
"Kakak Han Liong entah
berada di mana sekarang, aku— aku rindu sekali padanya."
"Lan Nio.—" Hiat Mo
menggeleng-gelengkan kepala.
"engkau jangan terus
memikirkan pemuda itu. kakek khawatir engkau akan sakit rindu."
"Sekarang aku sudah sakit
rindu kok."
"oh, ya?" Hiat Mo
tersenyum.
"Lan Hio, engkau harus
ingat Thio Han Liong sudah punya kekasih"
"Aku tahu itu, Kek-"
"Lan Nio," ujar Hiat
Mo sungguh-sungguh.
"Lebih baik aku membunuh
Tan Giok Cu...."
"Kalau Kakek berani
membunuhnya, aku juga tak mau hidup lagi," sahut Ciu Lan Nio.
"Sebab Kakak Han Liong
pasti akan membenciku sampai ke tulang sumsumnya."
"oh?" Hiat Mo
menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau begitu mencintai
Thio Han Liong, namun Thio Han Liong justru mencintai Tan Giok Cu. Sebaliknya...
Kwan Pek Him kelihatan amat tertarik kepadamu, tapi...."
"Kakek...." Ciu Lan
Nio menghela nafas panjang,
"oh ya Kakek harus ingat
lho Tidak boleh sembarangan membunuh orang. Kalau kakek berbuat begitu, aku
pasti membenci kakek selama- lamanya."
"Jangan khawatir"
Hiat Mo tersenyum.
"Kakek tidak akan
sembarangan membunuh orang, percayalah"
"Dan..." tambah Ciu
Lan Nio.
"Kakek pun tidak boleh
melukai kakak Han Liong, apabila dia ke mari bertanding dengan kakek."
"Ha ha ha" Hiat Mo
tertawa gelak.
"Bagaimana mungkin kakek
akan melukainya? Engkau tidak usah mencemaskan itu."
"Kakek...." Ciu Lan
Nio menatapnya.
"Apakah kakak Han Liong
akan mengalahkan kakek?"
"Itu merupakan hal yang
tak mungkin, kakek cuma menghendakinya terus berlatih."
"Kalau begitu...."
Ciu Lan Nio mengerutkan kening.
"Apakah Tan Giok Cu akan
begitu selamanya?"
"Ya." Hiat Mo
mengangguk.
"Kakek...." Ciu Lan
Nio menghela nafas strata berkata.
"Bebaskanlah dia, aku
tidak tega menyaksikannya begitu, dia sama seperti sebuah boneka."
"Itu tidak bisa-"
Hiat Mo menggelengkan kepala-
"sebab sudah terlampau
dalam dia terkena ilmu sihir kakek—"
"Aaaah—" Ciu Lan Nio
menghela nafas panjang.
"Kalau kakak Han Liong
tahu tentang ini, dia... dia pasti membenciku"
"Lan Nio...." Hiat
Mo menatapnya, kemudian meninggalkan
kamar cucunya itu dengan wajah
muram, sesungguhnya ia amat setuju cucunya menikah dengan Thio Han Liong, tapi
Thio Han Liong telah mencintai Tan Giok Cu. Itu membuat Hiat Mo serba salah, la
ingin membunuh Tan ciiok Cu demi cucunya, namun cucunya justru melarangnya
membunuh gadis itu.
-ooo00000ooo-
Pagi ini ciu Lan Nio duduk
melamun di belakang, tiba-tiba berlari kesitu seorang anggota golongan hitam.
"Hei" bentak Ciu Lan
Hio yang sedang kesal itu.
"Kenapa engkau berlari-lari
ke mari? Bikin aku kaget saja"
"Aku harus melapor kepada
kelua...."
"Mau melapor apa?"
"seseorang sedang menuju
ke mari. Kami hanya menahannya sehingga terjadi pertarungan, dia— dia telah
melukai beberapa orang."
"oh?" Ciu Lan Hio
mengerutkan kening.
"siapa orang itu?"
"Dia bernama Thio Han
Liong."
Hah? Thio Han Liong?" ciu
Lan Hio langsung meloncat bangun.
"Aku akan pergi
menemuinya. "
ciu Lan Hio segera melesat
pergi, sedangkan orang itu berlari melesat ke dalam untuk melapor.
Memang Thio Han Liong yang
datang. Belasan anggota golongan hitam terus menyerang. Di saat itulah
terdengar suara bentakan, lalu muncul Ciu Lan Hio.
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong...."
"Adik Lan Hio...."
Thio Han Liong memandangnya.
"Ternyata engkau berada
di sini"
"Kakak Han Liong"
ciu Lan Hio langsung mendekap di dadanya.
"Akhirnya engkau ke mari
juga."
"Adik Lan Hio...."
Thio Han Liong membelainya seraya
bertanya.
"Bagaimana kabarmu selama
ini?"
"Aku baik-baik saja"
sahut Ciu Lan Hio dengan hup.ra rendah.
"Engkau?"
"Aku pun baik-baik
saja." Thio Han Liong menatapnya.
"Aku ke mari mencari Hiat
Mo, tak disangka engkau justru berada di sini."
sementara para anggota
golongan hitam terus saling memandang dengan mata terbelalak-
Mereka tidak menyangka pemuda
itu kenal baik dengan ciu Lan Hio yang amat mereka takuti itu-
"Kakak Han Liong,
aku.—" Ciu Lan Hio menundukkan kepala.
"Aku tidak memberitahukan
kepadamu, sesungguhn a...aku... aku...."
"Kenapa engkau?"
"Aku adalah cucu Hiat
Mo-"
"oh?Jadi Hiat Mo itu
adalah kakekmu?"
"ya."
"Adik Lan Hio, kenapa
engkau tidak memberitahukanku dari dulu?" Thio Han Liong
menggeleng-geleng-kan kepala-
"Aku khawatir engkau akan
meninggalkanku dan membenciku pula, maka aku tidak berani memberitahukan kepadamu,"
sahut Ciu Lan Hio dengan mata ber-simbah air.
"sebetulnya tidak
apa-apa," ujar Thio Han Liong lembut.
"sebab engkau berbeda
dengan Hiat Mo, kakekmu. Engkau tidak kejam dan berhati jahat, maka ku-anggap
engkau sebagai adik-"
"Kakak Han Liong...."
ciu Lan Hio mulai terisak-isak-
"Lebih baik engkau pergi
saja-Engkau— engkau masih bukan tandingan kakekku-"
"Adik Lan Hio," ucap
Thio Han Liong.
"Terima kasih atas
perhatianmu. Tapi biar bagaimana pun, aku harus bertanding dengan
kakekmu."
"Kakak Han
Liong...."
"Adik Lan Hio, aku harap
engkau jangan menghalangiku menemui kakekmu, sebaliknya engkau harus
mengantarku ke lembah ini-"
"Baiklah-" Ciu Lan
Hio mengangguk-
"Mari ikut aku ke
dalam"
"Terima kasih, Adik Lan
Nio" ucap Thio Han Liong.
Ciu Lan Hio melesat ke dalam
lembah dan Thio Han Liong seaera mengikutinya. Tak seberapa lama kemudian,
mereka sudah sampai di markas itu. Tampak beberapa orang berdiri di situ,
mereka adalah Hiat Mo, Kwee In Loan dan Tan Giok Cu.
"Adik Manis Adik
Manis..." seru Thio Han Liong girang.
Cepat-cepat ia mendekatinya.
Akan tetapi, Tan Giok Cu diam
saja, kelihatannya sama sekali tidak kenal Thio Han Liong.
"Adik Manis, aku Han
Liong..." panggil Han Liong dengan air mata meleleh.
"Adik Manis...."
"Anak Muda" Hiat Mo
tertawa.
"Ha ha ha Dia sudah tidak
mengenalmu, percuma engkau memanggilnya. "
"Hiat Mo" bentak
Thio Han Liong.
"Kenapa engkau
menyihirnya menjadi begini?"
"Ha ha ha" Hiat Mo
tertawa gelak-
"Kalau engkau dapat
mengalahkan aku, otomatis aku akan menyembuhkannya. Kalau engkau tidak dapat
mengalahkan aku, selamanya dia akan begini- Ha ha ha..."
"Hiat Mo," sahut
Thio Han Liong.
"Mari kita bertanding,
jangan membuang-buang waktu"
"Baik, baik," Hiat
Mo manggut-manggut seraya berkata.
"Mari kita bertanding
dengan tangan kosong"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk sambil mengerahkan Kiu Yang sin Kang, kemudian mulai menyerang Hiat
Mo-
"Ha ha ha" Hiat Mo
tertawa gelak sambil berkelit, lalu balas menyerang pula, terjadilah
pertandingan yang cukup seru.
Thio Han Liong mengeluarkan
ilmu Thay Kek Kun, siauw Lim. Akan tetapi, semua serangan itu dapat dikclit
oleh Hiat Mo Liongjiauw Kang dan Kiu Im Pek Kut Jiauw menyerang Hiat Mo dengan
gampang sekali. Pu-luhan jurus kemudian, Hiat Mo berhasil merobohkan Thio Han
Liong.
"Kakak Han Liong..."
seru Ciu Lan Nio segera mendekatinya.
"Engkau... engkau
terluka?"
"Aku.—" Thio Han
Liong bangkit berdiri
"Aku— aku tidak
apa-apa."
"Ha ha ha" Hiat Mo
tertawa gelak-
"Anak Muda, engkau harus
berlatih lagi-, engkau boleh mencariku lagi kelak""
"Hiat Mo" ujar Thio
Han Liong.
"Bolehkah aku meraba
wajah Giok Cu sebentar?"
"Boleh-" Hiat Mo
mengangguk-
Thio Han Liong mendekati Tan
Giok Cu, kemudian meraba gadis itu seraya berkata.
"Adik Manis, kali ini aku
gagal menolongmu, tapi aku pasti akan berusaha menolongmu," ujar Thio Han
Liong dengan air mata meleleh.
"Aku pasti kemari lagi
kelak-"
Usai berkata begitu, Thio Han
Liong segera melesat pergi dan itu membuat Ciu Lan Nio langsung berteriak-
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong..." ciu Lan Hio pun segera pergi mengejar Thio Han Liong.
"Lan Hlo Lan Hlo..."
seru Hiat Mo memanggilnya, namun gadis itu sudah tidak kelihatan.
"Hiat Locianpwee,"
bisik Kwee In Loan. "Bukankah lebih baik pemuda itu dibunuh saja?"
"Tidak bisa." Hiat Mo menggelengkan kepala.
"Aku sudah berjanji
kepada cucuku, bahwa aku tidak akan melukai maupun membunuhnya."
"oooh" Kwee In Loan
manggut-manggut.
"Kalau begitu, biar aku
pergi menyusul Loan Nlo."
"Tidak usah, dia akan
kembali ke sini Biar dia menemui pemuda itu, agar hatinya bisa tenang."
"ya." Kwee In Loan
mengangguk-
Ciu Lan Hio melesat laksana
kilat, bahkan gadis itu pun terus berteriak-teriak memanggil pemuda itu.
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong..."
Thio Han Liong tahu gadis itu
menyusulnya, setelah berada di luar lembah Pek Yan Kok, barulah ia berhenti
menunggu gadis itu
"Kakak Han Liong..."
panggil ciu Lan Hio.
"Kenapa engkau pergi
begitu saja, tidak berpamit padaku?"
"Aku, Lan Hio...."
Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Aku telah gagal
menyelamatkan Giok Cu. Aku telah gagal—^
"Kakak Han Liong"
ciu Lan Hio menatapnya dengan mata basah-
"Masih ada aku yang
mencintaimu dengan segenap hati, aku—."
"Adik Lan Hio" Thio
Han Liong tersenyum getir.
"Aku cuma mencintaimu
sebagai adik. Dalam hal ini harap engkau maklum, agar kelak engkau tidak
menderita-"
"Kakak Han Liong—."
ciu Lan Hio terisak-isak-"Adik Lan Hio" Thio Han Liong membelainya-
"Terus terang, aku merasa
bahagia sekali karena engkau mencintaiku- siapa yang dicintai pasti akan
bahagia, namun akan menderita sekali apabila cuma mencintai, seperti halnya
Kwan Pek Him...."
Ketika Thio Han Liong
menyinggung pemuda tersebut, justru tampak sosok bayangan melesat ke balik
sebuah pohon, yakni Kwan Pek Him, yang segera pasang kuping-
"Dia mencintaimu dengan
segenap hati, tapi engkau malah tidak memperdulikannya- Coba engkau bayangkan,
betapa sedih dan tersiksa hatinya-" Lanjut Thio Han Liong.
"Dia seorang pemuda yang
baik, penuh pengertian, perasaan dan amat solider, bahkan penuh perhatian
padamu-Nah, pemuda yang begitu harus engkau cintai-"
"Tapi--"
"Engkau harus tahu, yang
kucintai adalah Giok Cu." Thio Han Liong memberitahukan dengan jujur,
"selain Giok Cu, aku pun
mencintai An Lok Kong cu- Tapi aku tidak bisa memperisteri An Lok Kong cu,
karena aku harus menikah dengan Tan Giok Cu."
"Jadi— engkau tidak
mencintaiku?" tanya Ciu Lan Nio dengan air mata berderai-derai-
Aku pun mencintaimu, hanya
saja mencintaimu, sebagai adik, oleh karena itu, kalau engkau menganggapku sebagai
kakakmu, engkau harus menaruh perhatian kepada Kwan Pek Him- Walau wajahnya
agak pucat dan tampak dingin, namun dalam hatinya penuh perasaan dan cinta
terhadapmu- Kalau engkau menikah dengannya kelak, engkau pasti hidup
bahagia-"
"oh?"
"Dia pun tergolong pemuda
yang sabar, sulit dicari bandingannya-"
"Kakak Han
Liong...."
"Adik Lan Hio" Thio
Han Liong tersenyum.
"Turutilah perkataanku,
sebab aku mau pergi ke suatu tempat untuk melatih ilmu silatku Kita akan
berpisah cukup lama."
"Engkau mau pergi ke
mana?"
"Entahlah."
"oh ya" Ciu Lan Nio
menatapnya seraya bertanya,
"Tadi engkau bilang juga
mencintai An Lok Kong cu, siapa gadis itu?"
"Dia putri kaisar cu
cioan ciang." Thio Han Liong memberitahukan, kemudian menutur tentang
perkenalannya dengan An Lok Kong cu.
"oooh" Ciu Lan Nio
manggut-manggut, lalu bertanya,
"Kakak Han Liong, kapan
engkau akan ke mari lagi?"
"Entahlah-" Thio Han
Liong menggelengkan kepala.
"Sebelum ilmu silatku
mencapai tingkat tertinggi, aku tidak akan ke mari bertanding dengan kakekmu,
setelah aku yakin dapat mengalahkan kakekmu, barulah aku akan ke mari
mencarinya."
"Kakak Han
Liong...."
"Adik Lan Hio" Thio
Han Liong membelainya lagi.
"Turutilah perkataanku,
dan coba menaruhlah sedikit perhatian pada Kwan Pek Him"
Betapa terharunya hati Kwan
Pek Him mendengar ucapan itu. la sama sekali tidak menyangka Thio Han Liong
begitu baik kepadanya, sekaligus menasihati Ciu Lan Hio agar menaruh perhatian
kepadanya pula.
"Kakak Han Liong,
aku...."
"Adik Lan Hio, aku harap kita
bertemu kelak, engkau sudah menikah dengan Kwan Pek Him" ucap Thio Han
Liong dengan tersenyum-
"Adik Lan Hio, sampai
jumpa—-"
Mendadak Thio Han Liong
melesat pergi dan seketika juga ciu Lan Hio berteriak-teriak memanggilny a -
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong..." ciu Lan Hio mulai terisak-isak dengan air mata
berderai-derai.
Di saat bersamaan, muncullah
Kwan Pek Him dari balik pohon lalu dengan perlahan-lahan mendekati gadis itu.
"Lan Hio Lan
Hio...," panggilnya lembut.
Ciu Lan Hio menolehkan kepalanya.
Begitu melihat Kwan Pek Him, ia langsung membanting-banting kaki-
"Mau apa engkau muncul di
sini? Mau apa?" bentaknya.
"Lan Hio...."
"Kakak Han Liong sudah
datang, tapi pergi lagi." Ciu Lan Hio memberitahukan sambil menangis
terisak-isak-
"oh, ya?" Kwan Pek
Him pura-pura tidak tahu apa-apa. "Dia— dia sudah bertanding dengan
kakekmu?" "ya." Ciu Lan Hio mengangguk-
"Tapi— kakak Han Liong
kalah, maka dia pergi. Entah kapan dia akan kemari lagi...-"
"Sudahlah" ujar Kwan
Pek Him menghiburnya-"Jangan menangis, kelak dia pasti ke mari-"
"Dia— dia begitu baik
sekali kepadamu, dan menyuruhku menaruh perhatian padamu-Katanya engkau pemuda
yang baik, penuh perasaan, pengertian dan penyabar."
"oh?"
"Kakak Kwan...,"
panggil ciu Lan Hio mendadak-
"Lan Nio...." Kwan
Pek Him terbelalak dan hatinya
berbunga-bunga.
"Engkau memanggilku Kakak
Kwan?"
"ya, kenapa? Tidak boleh
ya?"
"Tentu boleh," sahut
Kwan Pek Him cepat dengan wajah berseri-seri-
Kakak Kwan...." ciu Lan
Hio menatapnya.
Wajah-mu terlampau pucat, maka
mulai sekarang engkau harus banyak berjemur di mataharipagi agar wajahmu
kelihatan segar."
"ya, ya. Aku... aku pasti
menuruti perkataanmu." Kwan pek Him manggut-manggut.
"Mulai besok pagi aku
pasti berjemur di bawah matahari, agar wajahku tampak segar."
"Hgmm" Ciu Lan Hio
mengangguk-
"Lan Hio" Kwan Pek
Him menatapnya dengan mata berbinar-binar.
"Apa yang harus kulakukan
lagi untukmu?" "Belum kupikirkan" sahul Ciu Lan Hio.
"setelah kupikirkan, barulah kuberitahukan." "Baik," Kwan
Pek Him tersenyum. "Lan Hio, mari kita pulang"
Ciu Lan Hio mengangguk,
kemudian mereka berdua melesat kc dalam lembah menuju markas itu, untuk
menghadap Hiat Mo dan Kwee In Loan.
" Ketua," ujar Kwan
Pek Him.
"Aku tidak berhasil
menyelidiki jejak Tong Koay, Lam Khie maupun Pak Hong."
"oh?" Wajah Kwee In
Loan langsung berubah menjadi tak sedap dipandang.
"Dasar bodoh Tugas yang
begitu kecil tidak dapat engkau laksanakan, apalagi tugas besar?"
"Ketua" bentak Ciu
Lan Hio.
"Kenapa engkau
mem-bentak-bentak dan mencaci Kakak Kwan? Engkau yang goblok tahu"
"Eeeh?" Kwee In Loan
terbelalak-
"Lan Hio,
engkau...."
"Ha ha ha" Hiat Mo
tertawa gelak-
"Lan Hio, kenapa mendadak
engkau membela Kwan Pek Him?"
"Kakek, kalau tidak ada
apa-apanya, apakah aku tidak boleh membelanya?"
"Tentu boleh Ha ha
ha..." Hiat Mo tertawa gelak-"oh ya, engkau berhasil menyusul Thio
Han Liong?" "ya-" Ciu Lan Hio menundukkan kepala-
"Dia bilang apa
kepadamu?" tanya Hiat Mo sambil menatap cucunya itu-
"Dia bilang...." ciu
Lan Hio memberitahukan,
"se-belum ilmu silatnya
mencapai tingkat tertinggi, dia tidak akan ke mari mencari Kakek""
"oh, ya? Bagus,
bagus" Hiat Mo tertawa gelak-
"Ha ha ha Kakek harus
hidup lebih lama untuk menunggunya Ha ha ha—"
Kalau kelak dia muncul di sini
menantang Kakek- berarti dia pasti dapat mengalahkan Kakek-"
"oh?" Hiat Mo
tertawa lagi.
"Ha ha ha—"
"sekarang Kakek boleh
terus tertawa, tapi kelak baru tahu rasa" ujar Ciu Lan Hio, lalu mendadak
menarik Kwan Pek Him untuk diajak ke pekarangan.
"Hiat Locianpwee,"
Kwec In Loan tersenyum.
"Kelihatannya Lan Hio
mulai menaruh perhatian pada Kwan Pek Him."
"Itu lebih baik,"
Hiat Mo manggut-manggut.
"Lagi aku tidak usah
terlampau pusing."
"Tapi—-" Kwee In
Loan menggeleng-gelengkan kepala.
"Kepandaian Kwan Pek Him
belum begitu tinggi."
Kalau cucuku mencintainya, aku
pun bersedia menggemblengnya," sahut Hiat Mo dengan sungguh-sungguh,
"Itu agar kepandaiannya
tidak berada di bawah cucuku." " Kalau begitu..," ujar Kwee In
Loan sambil tertawa.
"Aku boleh membunuh Thio
Han Liong jika aku bertemu dia."
"Lebih baik jangan, sebab
kalau cucuku tahu pasti akan jadi masalah yang besar sekali," sahut
HiatMo-
Lagi pula untuk apa engkau
membunuhnya? Bukankah aku dan dia masih terikat suatu janji?"
"ya." Kwee In Loan
manggut-manggut.
"Maaf, aku lupa...."
sementara itu, Ciu Lan Hio dan
Kwan Pek Him sudah duduk di bawah sebuah pohon di pekarangan. Pemuda itu terus
memandangnya dengan wajah berseri-seri-
"Eh?" Ciu Lan Hio
melotot.
"Kenapa engkau
memandangku dengan cara begitu? Apakah di kepalaku tumbuh tanduk?"
"Lan Hio...," sahut
Kwan Pek Him dengan suara rendah.
"Semakin kupandang
wajahmu tampak semakin cantik,"
"Wuah" Ciu Lan Hio
tertawa geli-
"Baru aku menaruh sedikit
perhatian pada mu, mulai pula engkau merayuku-"
"Aku tidak merayumu,
melainkan berkata sesungguhnya-Wajahmu memang cantik-"
"Juga galak dan liar. Apa
engkau akan tahan?"
"Aku pasti bisa
tahan."
"Aaah—" Ciu Lan Hio
menghela nafas panjang.
"Memang benar apa yang
dikatakan Kakak Han Liong."
"Dia mengatakan
apa?"
"Dia mengatakan pasti
bahagia dicintai, tapi akan menderita kalau mencintai," sahut Ciu Lan Hio
memberitahukan.
"Kini aku merasakan
itu"
"Tapi aku lebih bahagia
lagi apabila saling mencinta," ujar Kwan Pek Him lembut.
"Memangnya aku goblok,
tidak tahu tentang itu" sahut Ciu Lan Hio cemberut dan melotot.
"Aku.. aku...." Kwan
Pek Him langsung menundukkan
kepalanya.
"Hi hi hi" Ciu Lan
Hio tertawa geli-
"Begitu aku cemberut dan
melotot, nyalimu langsung ciut sungguh menggelikan"
"Lan Hio, aku memang
takut padamu."
"Kenapa takut?" Ciu
Lan Hio mengerutkan kening.
"Memangnya aku ini macan
betina yang akan memangsamu?"
"Aku takut...,"
bisik Kwan Pek Him.
"Aku takut... engkau
tidak akan mencintaiku."
"Aku memang tidak akan
mencintaimu," sahut Ciu Lan Hio sambil tertawa.
"Ha ha ha Tunggulah
sampai kucing bertanduk, barulah aku akan mencintaimu."
"Engkau tidak
bohong?" tanya Kwan Pek Him sungguh-sungguh.
"Pokoknya kalau di kepala
kucing tumbuh tanduk, aku pasti mencintaimu," sahut Ciu Lan Hio sambil
tertawa geli.
"Hi hi hi—"
-ooo00000ooo-