Anak Naga Chapter 2: Cinta Tetap Menyala

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 2: Cinta Tetap Menyala
Bab 2 Cinta Tetap Menyala

Dijalanan gunung yang agak sempit itu, tampak seorang biarawati muda menunggang seekor keledai. Biarawati itu berusia dua puluhan. Wajahnya cantik jelita tapi tampak muram sekali.

Keledai itu mendaki jalanan gunung yang sempit itu dengan perlahan. Biarawati muda itu menghela napas panjang

kemudian menengadahkan kepala memandang angkasa sambil bergumam.

"Habis Gelap terbitlah terang. Namun...."

la mengaeleng-telengkan kepala.

"Hatiku tidak pernah terang, selalu diselimuti kegelapan. Kapan hatiku akan terang? Kapan...?"

siapa biarawati muda itu? Dialah Ciu Ci Jiak. sebelum Biat Coat suthay menghembuskan nafas yang penghabisan, menyuruhnya bersumpah.

Karena sumpah itu, Ciu Ci Jiak menggunakan suatu akal licik untuk mencuri golok TO Liong TO dari tangan Kim Mo say ong-Cia sun di pulau Leng Coa TO- setelah itu, ia memfitnah Tio Beng sebagai pelakunya.

"Aaaah..."

Ciu Ci Jiak menghela nafas panjang.

"Gara-gara sumpah itu, kalau tidak, kini aku sudah menjadi isteri Thio Bu Ki.

"Bu Ki Koko, kini engkau dan Tio Beng berada di mana? Aku... aku rindu sekali kepada kalian."

sesungguhnya yang dirindukan Ciu Ci Jiak adalah Thio Bu Ki. Namun ia yakin bahwa kini Thio Bu Ki telah menikah dengan Tio Beng.

"Bu Ki Koko," gumam Ciu Ci Jiak lagi dengan mata bersimbah air.

"Aku... aku tetap mencintaimu. Aku...."

setelah bergumam, ia menangis terisak-tsaki kemudian air matanya meleleh membasahi pipinya.

"Aku masih ingat, kita sudah berpakaian pengantin. Ketika kita baru mau bersujud kepada Langit dan Bumi, mendadak muncul Tio Beng. Kemudian engkau pergi dengannya sehingga menggagalkan pernikahan kita. Aaaah..."

Ciu Ci Jiak menggeleng- Gelengkan kepala sambil melanjutkan,

"itu adalah kesalahanku, aku... aku yang bersalah."

Ciu Ci Jiak terus bergumam sambil mengenang masa lalunya, kemudian menghela nafas panjang dan bergumam lagi.

"Aku telah menyerahkan jabatan ketua kepada Bu Ki Koko-Apakah sekarang dia berada di gunung Go Bi? Aku..."

Tiba-tiba wajahnya berubah agak kemerah-merahan.

"Aku... rindu kepadanya, aku... harus ke sana menemuinya."

Karena itu, Ciu Ci Jiak mengambil keputusan untuk berangkat ke gunung Go Bi. Dalam perjalanan ia mendengar tentang Thio Bu Ki yang menjadi buronan.

"Tak disangka sama sekali" gumamnya sambil menggeleng-telengkan kepala.

"Bu Ki Koko yang berjasa meruntuhkan Dinasti Goan (Mongol), tapi Cu Goan Ctang yang memetik hasilnya dengan suatu siasat liciki sehingga dirinya menjadi kaisar, sungguh tak tahu malu Cu Goan ciang, kini bahkan menurunkan perintah membunuh Bu Ki Koko"

Ciu Ci Jiak terus melanjutkan perjalanannya menuju Go Bi. Beberapa hari kemudian, ia sudah tiba di kaki gunung tersebut. Keledai tunggangannya berjalan mendaki perlahan-lahan dan di saat itulah mendadak muncul beberapa biarawati di hadapannya.

"Haaah...?"

Para biarawati itu terbelalak, kemudian berseru serentak bernada girang,

"sumoay (Adik Perempuan seperguruan)..."

"suci (Kakak Perempuan seperguruan)" sahut Ciu Ci Jiak sambil memberi hormat.

"sumoay Ceng Hun suthay mendekatinya sambil memandangnya dengan mata basah-

"Engkau... engkau pulang ke mari, kami girang sekali" "suci" tanya Ciu Ci Jiak dengan suara rendah-"Bu Ki Koko berada di sini? Dia—-"

"sumoay, mari kita ke atas" ajak Ceng Hun suthay.

"Lebih baik kita hercakap-cakap di dalam kuil saja."

Ciu Ci Jiak mengangguk- Kemudian Ceng Hi mendekatinya sambil tertawa.

"sumoay, engkau jangan menunggang keledai, lebih baik pergunakan ginkang agar cepat sampai di atas"

"Tapi—"

Ciu Ci Jiak memandang keledainya-

"sudah sekian lama keledai ini mengikuti aku—-"

"Kalau begitu, lepaskan di sini saja" ujar Ceng Hun suthay sambil tersenyum.

"Biar dia hidup bebas di gunung Go Bi ini-"

"Baik-" Ciu Ci Jiak mengangguki lalu melepaskan keledainya.

"sumoay, mari kita ke atas" ujar Ceng Hun suthay sambil melesat ke atas menggunakan ginkang. Ciu Ci Jiak langsung mengempos semangatnya, lalu melesat ke atas mengikuti Ceng Hun sulhay dan lainnya.

Ceng Hi, Ceng Kong, Ceng Hun, Ceng Hui, Ceng Ciau Suthay dan lainnya duduk di ruang tengah. Ciu Ci Jiak memberi hormat lalu duduk.

"sumoay panggil Ceng Hi suthay dengan mata berkaca-kaca-

"Kami gembira sekali, karena sumoay pulang."

"suci" tanya Ciu Ci Jiak

"Apakah Thio Bu Ki dan Tio Beng ke mari?"

"Beberapa bulan lalu, mereka berdua memang

kemari...."jawab Ceng Hi suthay,sekaligus menutur tentang itu

"oooh" Ciu Ci Jiak manggut-manggut.

"Pantas kepandaian para suci maju pesat sekali Aku memberi selamat kepada suci karena kini suci sudah menjadi ketua Go Bi Pay"

"sumoay," ujar Ceng Hi suthay sungguh-sungguh-

"Engkau sudah pulang, maka jabatan ketua harus kuserahkan kepadamu."

"suci"

Ciu Ci Jiak tersenyum.

"Aku kemari bukan karena menghendaki jabatan tersebut, melainkan karena sangat rindu kepada kalian"

"sumoay...." Ceng Hi suthay menghela nafas panjang.

"Kami harap sumoay tetap tinggal di sini, jangan berkelana lagi"

"suci" Ciu Ci Jiak tersenyum getir. «Aku akan tinggal di sini beberapa hari, setelah itu mau pergi berkelana."

"sumoay...."

Ceng Hi suthay menatapnya sambil menghela nafas.

"Kami sangat berharap sumoay..."

"suci jangan menahanku di sini" potong Ciu Ci Jiak-

"Beberapa hari kemudian, aku pasti pergi berkelana."

"Sumoaw...." Ceng Hi-suthaw menggeleng-telengkan

kepala.

Malam harinya, Ciu Ci Jiak sama sekali tidak bisa pulas, sebab bayangan Thio Bu Ki selalu muncul di pelupuk matanya, ia bangun lalu duduk di pinggir tempat tidur- Di saat bersamaan, terdengarlah suara ketukan pintu,

"siapa?" tanya Ciu Ci Jiak-

"sumoay" suara sahutan.

"Aku Ceng Hi-"

Ciu Ci Jiak segera membuka pintu. Ceng Hi suthay berjalan ke dalam kemudian duduk di pinggir tempat tidur.

"Suci...." Ciu Ci Jiak mendekatinya seraya bertanya dengan

heran,

"suci ke mari ada suatu penting?"

"iya" Ceng Hi suthay mengangguk.

"suci...." Ciu Ci Jiak memandangnya sambil duduk di

sisinya.

"sumoay", Ceng Hi suthay menghela nafas panjang.

"Engkau sudah menjadi biarawati, namun kelihatannya hatimu masih terganjel sesuatu, ya, kan?"

"Aku...." Ciu Ci Jiak menundukkan kepala.

"sumoay", Ceng Hi suthay memegang bahunya seraya berkata,

"Aku tahu apa yang terganjel dalam hatimu, tidak lain dari cinta."

"suci...."

Wajah Ciu Ci Jiak tampak kemerah-merahan.

"Aaaah..." Ceng Hi Suthay menghela nafas panjang.

"Kini engkau sudah menjadi biarawati, tidak seharusnya masih memikirkan Bu Ki."

"Aku... aku telah berusaha melupakannya, namun...." ciu Ci

Jiak mulai menangis terisak-isak dengan air mata berderai-derai-

"Cinta kepadanya tetap menyala, dan aku... aku tidak dapat memadamkannya."

"Aaaah-.." Ceng Hi suthay menghela nafas panjang lagi. "Kalau begitu, engkau tidak bisa menjadi biarawati."

"suci, aku...."

"Aku tahu...." Ceng Hi suthay tersenyum getir.

"Tujuanmu ke mari, tidak lain hanya ingin menemui Bu Ki. ya, kan?"

"ya."

Ciu Ci Jiak mengangguk perlahan.

"Kupikir dia berada di sini, ternyata dia dan Tio Beng telah pergi- Tahukah suci mereka berdua pergi ke mana?"

"Tidak tahu."

Ceng Hi suthay menggelengkan kepala.

"Tapi Bu Ki mengatakan...."

"Dia mengatakan apa?"

"Dia mengatakan bahwa mereka berdua akan hidup mengasingkan diri di suatu tempat yang sepi, namun dia lidak memberitahukan di mana tempat itu"

"Aaaah..-" Ciu Ci Jiak menghela nafas, "sebetulnya mereka berdua pergi ke mana?"
"sumoay...." Ceng Hi suthay tersenyum.

"Engkau berniat menyusul mereka?" tanyanya.

"Aku...." Ciu Ci Jiak menundukkan kepala.

"Aku yakin..." ujar Ceng Hi Suthay perlahan.

"Kalian bertiga bisa hidup bersama dengan penuh kebahagiaan."

"suci, aku...." wajah Ciu Ci Jiak langsung memerah-

"Aku tidak tahu mereka pergi ke mana-" "sumoay", Ceng Hi suthay menatapnya lembut-"Aku yakin mereka berangkat ke Peng Hwee To-" "Peng Hwee To?" Ciu Ci Jiak tersentak-"Betul- Mereka pasti berangkat ke pulau itu-" "Itu dikarenakan Bu Ki tidak bisa hidup tenang di

Tionggoan, sebab pasukan pilihan Cu Goan ciang terus memburunya," ujar Ceng Hi suthay melanjutkan.

"Dia mengangkatku sebagai ketua, tidak lain demi menjaga partai kita."

"Bu Ki Koko memang berhati mulia dan luhur, selalu membela orang lain mengorbankan diri sendiri."

Ciu Ci Jiak menggeleng-gelengkan kepala, "seharusnya dia yang berhak menjadi kaisar." "sumoay Ceng Hi suthay tersenyum.

"Bu Ki sama sekali tidak berniat menjadi kaisar. Buktinya dia tidak mau menghimpun kekuatan Beng Kauw melawan Cu Goan ciang."

"Dia memikirkan rakyat, tidak mau membuat rakyat sengsara lagi karena peperangan," ujar Ciu Ci Jiak-

"Akhirnya dia mengambil keputusan untuk hidup mengasingkan diri bersama Tio Beng di suatu tempat yang sepi, yakni di Peng Hwee TO di kutub utara."

"Sumoay" Ceng Hi suthay menatapnya seraya bertanya,

"Engkau akan berlayar ke pulau itu?"

"ya."

Ciu Ci Jiak mengangguk pasti-

"Aku harus berlayar ke sana.

"Kapan engkau akan berangkat?"

"Mungkin besok-"

"Besok?"

Ceng Hi Suthay tertegun.

"Kok begitu cepat? Bukankah engkau sudah bilang, akan tinggal di sini beberapa hari?"

"suci- aku...."

"Baiklah."

Ceng Hi suthay manggut-manggut.

"Engkau boleh berangkat besok."

"Terima kasih, suci," ucap Ciu Ci Jiak girang.

"Terima-kasih."

Ciu Ci Jiak meninggalkan gunung Go Bi- langsung berangkat menuju arah utara. Dalam perjalanan ia sering menggunakan ginkang. Ketika ia memasuki sebuah lembah, mendadak terdengar suara jeritan yang menyayal hati, kemudian tampak sosok tubuh berkelebat laksana kilat meninggalkan lembah itu

ciu Ci Jiak tersentak lalu melesat ke arah suara jeritan itu Dilihatnya seorang Hweeshio tengah menggeliat-neliat di tanah, seakan sedang menahan rasa sakit uang luar biasa.

"Taysu" panggil ciu Ci Jiak-

"Aku... aku adalah Hweeshio siauw Lim Pay," sahut Hweeshio itu terputus-putus-

"Toiong... toiong antar aku ke siauw Lim sie (Kuil siauw Lim)"

"Taysu," tanya Ciu Ci Jiak-

"siapa orang itu?"

"Aku... aku tidak tahu-"

Hweeshio itu menggelengkan kepala.

"Kepandaiannya sangat tinggi sekali- Aku— aku terkena pukulannya-"

Ciu Ci jiak segera memeriksa Hweeshio itu. Mendadak ia terbelalak karena melihat di dada Hweeshio itu terdapat bekas sebuah telapak tangan yang kehijau-hijauan.

"Ilmu pukulan apa ini?"

gumam Ciu Ci Jiak dengan kening berkerut. Kemudian ia memasukkan sebutir pil ke mulut Hweeshio itu

"Terima kasih," ucap Hweeshio itu sambil memandangnya.

"Engkau... engkau Ciu Ci Jiak murid Biat Coat suthay, bukan?"

"Betul." Ciu Ci Jiak mengangguk-"Taysu, kenal aku?"

"Aku— aku pernah melihatmu," sahut Hweeshio itu dengan wajah meringis-

"Tolong— tolong antar aku ke siauw Lim sie"

Ciu Ci Jiak mengerutkan kening. "Bagaimana mungkin aku membawa Tawsu ke siauw Lim sie? Tidak mungkin aku membopong Taysu, kan?"

"Aku.."

Hweeshio itu meringis lagi.

"Aku... aku...."

Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara ringkikan kuda. Ciu Ci Jiak tertegun, dan segera ia melesat ke arah suara kuda itu.

Dilihatnya seekor kuda sedang berjalan perlahan. Kemunculan kuda itu sungguh membingungkan ciu Ci Jiak-

Tiada waKiu baginya untuk memikirkan kejadian itu la langsung menuntun kuda itu ke tempat Hweeshio siauw Lim yang terluka parah, kemudian mengangkatnya ke atas punggung kuda. setelah itu, barulah ia meloncat ke atas, dan tak lama kuda itu pun berlari meninggalkan lembah itu.

Beberapa hari kemudian, sampailah di siauw sit san di propinsi Holam. Keesokan harinya, mulai melewati jalanan gunung yang agak sempit. Berselang beberapa saat, ia melihat beberapa air terjun di seberang, setelah kuda tunggangannya menikung, terlihatlah sebuah kuil yang amat besar, yang tidak lain adalah kuil siauw Lim sie.

Di saat itulah tiba-tiba muncul beberapa Hweeshio menghadang di depannya. Namun ketika melihat Ciu Ci Jiak para Hweeshio itu terbelalak-

"Hah? Ketua Go Bi Pay?" seru salah seorang Hweeshio itu, kemudian tampak terkejut.

"Eh? Hweeshio itu... bukankah suheng?"

"Dia memang Hweeshio dari siauw Lim Pay", sahut Ciu Ci Jiak-

"Aku telah membawanya sampai di sini, maka aku harus mohon diri-"

"Maaf" ucap salah seorang Hweeshio-

"Kami harap ketua Go Bi ikut kami ke dalam kuil, kami harus lapor kepada Hong Tio (Ketua)"

Ciu Ci Jiak berpikir sejenaki lalu mengangguk dan meioncat turun dari punggung kudanya, salah seorang Hweeshio segera menuntun kuda itu menuju kuil siauw Lim, dan ciu Ci Jiak berjalan perlahan mengikutinya.

Tak seberapa lama, sampailah mereka di kuil siauw Lim.

salah seorang Hweeshio mempersilakannya masuk.

Ciu Ci Jiak mengangguk sekaligus berjalan ke dalam, "silakan duduk" ucap Hweeshio itu

Hweeshio uang satu lagi langsung ke belakang. Tak lama muncullah dua Hweeshio tua, yaitu Kong Bun Hong Tio (Ketua siauw Lim Pay) dan Kong Ti seng Ceng, adik seperguruannya.

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio sambil tersenyum. "Ternyata ketua Go Bi yang berkunjung" "Kong Bun Hong Tio," sahut Ciu Ci Jiak-"Cepat toiong Hweeshio itu"

Ciu Ci Jiak menunjuk Hweeshio yang terluka parah itu, yang kini telah dibaringkan di sudut kiri.

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio dan segera mendekati Hweeshio yang terluka itu

"Goan Hian....»

"suhu...." sahut Hweeshio itu dengan suara yang lemah

sekali-

"omitohud" Kong Bun Hong Tio cepat-cepat memeriksa dada Goan Hian. Begitu melihat bekas tanda telapak tangan di dada Goan Hian, seketika juga wajah Kong Bun Hong Tio berubah dan berseru terkejut.

"Ceng Hwee Ciang (ilmu Pukulan Api Hijau)"

"Apa?"

Kong Ti seng Ceng juga tampak terkejut.

"Cwng Hwee Ciang?"

"Ya."

Kong Bun Hong Tio mengangguk, kemudian menghela nafas panjang seraya berkata,

"sudah lama ilmu pukulan ini lenyap dari rimba persilatan, tak dinyana kini muncul lagi-bahkan mencelakai murid kita."

"suheng, bagaimana keadaan Goan Hian? Apakah masih bisa ditolong?" tanya Kong Ti seng Ceng.

Kong Bun Hong Tio menggelengkan kepala, kemudian menjawab dengan wajah murung.

"Tidak bisa ditolong lagi. sebab ilmu pukulan ceng Hwee Ciang sangat ganas dan beracun."

Mendadak Kong Bun Hong Tio bertanya kepada Goan Hian. "siapa yang memukulmu?"

"Ti... tidak tahu," sahut Goan Hian dengan suara semakin lemah, bahkan wajahnya mulai kehijau-hijauan.

"orang itu masih muda, dia bilang... dia bilang akan membunuh para Hweeshio siauw Lim Pay."

"oh?" Kong Bun Hong Tio mengerutkan kening.

"Guru..." Goan Hian memberitahukan.

"Kepandaian orang itu... tinggi sekali- Murid-. cuma dapat bertahan... dua puluh jurus."

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio-

"Guru harus berhati-hati, sebab orang itu... orang itu...."

Tiba-tiba kepala Goan Hian terkulai, dan nafasnya pun putus seketika.

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio, lalu berkata kepada Kong Ti seng Ceng.

"sutee, bawa mayat Goan Hian ke dalam"

"Ya, suheng." Kong Ti seng Ceng segera membawa mayat Goan Hian ke dalam, sedangkan Kong Bun Hong Tio duduk di hadapan Ciu Ci Jiak

"omitohud...."

"Maaf, Kong Bun Hong Tio" ucap Ciu Ci Jiak dengan wajah muram.

"Aku turut berduka cita."

"Aaaah—" Kong Bun Hong Tio menghela nafas panjang.

"Tak disangka siauw Lim Pay akan dilanda bencana lagi."

"Kong Bun Hong Tio tahu mengenai ilmu pukulan itu?" tanya Ciu Ci Jiak

"sudah puluhan tahun ilmu pukulan Ceng Hwce Ctang lenyap dari rimba persilatan," jawab Kong Bun Hong Tio memberitahukan,

"ilmu pukulan itu berasal dari Persia, sangat ganas dan beracun, siapa yang terkena pukulan itu takkan dapat tertoiong lagi. Ceng Hwee Ciang yang dimiliki orang itu sudah mencapai tingkat tertinggi, sebab bisa mengatur Goan Hian mati di sini."

"oh?" Ciu Ct Jiak mengerutkan kening.

Kong Bun Hong Tio menatapnya seraya bertanya.

"Dimana engkau bertemu Goan Hian?"

"Di dalam sebuah lembah—" tutur Ciu Ci Jiak

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio-

"sungguh cerdik orang itu, bisa mengatur seekor kuda untukmu"

"Kong Bun Hong Tio tahu siapa orang itu?"

"sama sekali tidak tahu, yang jelas siauw Lim sie akan mengalami bencana, omitohud."

"Heran?"

ciu Ci Jiak sambil menggeleng-gelengkan kepala-"siapa orang itu dan kenapa memusuhi siauw Lim?" "Itu memang sungguh membingungkan"

Kong Bun Hong Tio menghela nafas panjang. "Padahal sesungguhnya, kami tidak punya musuh." "Hong Tio Hong Tio-.."

seorang Hweeshio berlari ke dalam dengan wajah pucat pias.

"Ada apa?" tanya Kong Bun Hong Tio terkejut. "Hong Tio-..." Hweeshio itu memberitahukan. "Goan Tek, Goan Hui dan Goan Beng...."

"Kenapa mereka?" Air muka Kong Bun Hong Tio mulai berubah.

"Mereka... mereka bertiga sudah menjadi mayat."

"Apa?"

Betapa terkejutnya Kong Bun Hong Tio-

"Di mana mayat-mayat itu?"

"Di... di luar."

Kong Bun Hong Tio segera berlarian keluar- Tampak tiga sosok mayat tergeletak di depan kuil, yakni mayat-mayat Goan Tek Goan Hui dan Goan Beng. Kong Bun Hong Tio segera memeriksa mereka, ternyata di dada mereka juga terdapat tanda telapak tangan.

"Hah? Ceng Hwee Ciang" seru Kong Bun Hong Tio tak tertahan.

"Ceng Hwee Ciang...."

Ketika itu muncullah Ciu Ci Jiak dan Kong Ti seng Ceng. Mereka memandang mayat-mayat itu dengan kening berkerut-kerut.

"suheng...." Kong Ti seng Ceng menatap Kong Bun Hong

Tio.

"Mereka bertiga...."

"sudah lama mati" Kong Bun Hong Tio menggeleng-telengkan kepala.

"Kepandaian orang itu sungguh tinggi sekali- bisa membawa ketiga mayat itu ke mari, bahkan perginya tanpa kita ketahui-"

"Aaaah—"" keluh Kong Ti seng Ceng. "siapa orang itu, kenapa memusuhi kita?"

"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio sambil memandang Ciu Ci Jiak-

"Berhubungan dengan adanya kejadian ini, maka—."

"Kong Bun Hong Tio" Ciu Ci Jiak memberi hormat kepada mereka berdua.

"Aku mohon diri"

"Maaf Kami-—"

"sampai jumpa" ucap Ciu Ci Jiak lalu meninggalkan kuil siauw Lim sie.

sepanjang jalan ia tidak habis pikir, siapa yang membunuh para Hweeshio siauw Lim Pay itu? Kelihatannya siauw Lim Pay akan mengalami bencana besar.

Malam harinya, Ciu Ci Jiak bermalam di sebuah penginapan. Ketika ia baru mau tidur mendadak terdengar suara langkah yang nyaring sekali-

"Kami membutuhkan beberapa buah kamar"

Terdengar suara seruan.

seruan itu membuat Ciu Ci Jiak tersentak, karena ia mengenali suara itu. la segera membuka pintu, sekaligus melongok ke luar. yang berseru tadi ternyata In Lie Heng.

Bukan main herannya Ciu Ci Jiak dan segera merapatkan pintu itu kembali.

In Lie Heng adalah salah seorang Bu Tong Cit Hiap (Tujuh Pendekar Bu TOng), murid Thio sam Hong. Kemunculannya bersama beberapa murid Bu TOng, membuat Ciu Ci Jiak tidak habis pikir-

la ingin pergi menyapa In Lie Heng, tapi merasa segan karena pernah bertarung dengannya.

Ciu Ci Jiak berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, akhirnya ia mengambil keputusan untuk menemui In Lie Heng. la membuka pintu kamarnya, lalu menuju ke kamarIn Lie Heng, sekaligus mengetuk pintunya,

"siapa?" tanya In Lie Heng dari dalam.

"Maaf, aku... Ci Jiak datang mengganggu" sahut Ciu Ci Jiak.

Pintu kamar itu terbuka, In Lie Heng berdiri di situ sambil memandang Ciu Ci Jiak dengan penuh keheranan, sebab tidak menyangka akan keberadaannya di penginapan itu

"Ci Jiak.."

"Aku...." Ciu Ci Jiak menundukkan kepala-

"silakan masuk" ucap In Lie Heng.

"Terima kasih-" Ciu Ci Jiak melangkah ke dalam.

In Lie Heng segera mempersilakannya duduki setelah Ciu Ci Jiak duduki barulah In Lie Heng bertanya.

"Kok engkau berada di penginapan ini?"

"Aku dari siauw Lim ste,"jawab ciu Ci Jiak dan menambahkan,

"Telah terjadi sesuatu di sana."

"oh?"

In Lie Heng terkejut.

"Apa yang telah terjadi di siauw Lim ste?"

"Beberapa Hweeshio telah mati-.." ujar Ciu Ci Jiak dan kemudian menutur tentang kejadian itu

"Ceng Hwee Ciang?"

In Lie Heng tertegun.

"Jadi murid-murid Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng mati terkena pukulan itu?"

"Ya." Ciu Ci Jiak mengangguk-

"Menurut Kong Bun Hong Tio, ilmu pukulan itu berasal dari Persia- Tapi... sudah puluhan tahun ilmu tersebut lenyap dari rimba persilatan."

"oh?" In Lie Heng mengerutkan kening. "Apakah Kong Bun Hong Tio tahu siapa pembunuh itu?" tanyanya.

"sama sekali tidak tahu." Ciu Ci Jiak menggelengkan kepala.

"Itu betul-betul merupakan kejadian yang luar biasa siapa sangka, setelah Hun Goan Pek Lek Chiu-seng Kun buta dan punah kepandaiannya di siauw Lim sie, kini...."

"Mungkinkah pembunuh itu punya hubungan dengan seng Kun?" gumam In Lie Heng.

"sebab setahun yang lalu, seng Kun mati di siauw Lim sie-"

"Tidak mungkin pembunuh itu punya hubungan dengan seng Kun," ujar ciu Ci Jiak

"Karena sudah lama seng Kun berguru kepada Kong Kian seng Ceng, dan tinggal di siauw Lim sie dengan gelar Goan Tin Taysu, maka tidak mungkin seng Kun punya hubungan dengan orang luar."

"Kalau begitu...." In Lie Heng menggeleng-gelengkan

kepala,

"siapa pembunuh itu, dia punya dendam apa dengan pihak Siauw Lim Pay?"

"Kita tidak dapat menduganya." Ciu Ci Jiak menghela nafas,

"oh ya In Tay Hiap mau ke mana?"

"Aaaah—" In Lie Heng menghela nafas panjang.

"Kami sedang mencari Thio Bu Ki. Dia terus diburu oleh pasukan pilihan Cu Goan ciang."

"oooh" Ciu Ci Jiak manggut-manggut.

"Tapi apakah In Tayhiap tahu Thio Bu Ki berada di mana?"

"Tidak tahu." sahut In Lie Heng dan menambahkan. "Kuduga dia berada di gunung Go Bi-kami mau ke sana." "Dia tidak ada di sana," Ciu Ci Jiak memberitahukan.

"Aku sudah ke sana. Dia memang pernah ke gunung Go Bi-menyerahkan jabatan ketua kepada Ceng Hi suci"

"oh?"

In Lie Heng memandangnya.

"Maksudmu dia sudah pergi?"

"Ya."

Ciu Ci Jiak mengangguk.

"Dia bersama Tio Beng. Ceng Hi suci memberitahukan bahwa mereka berdua ingin hidup mengasingkan diri di suatu tempat yang sepi-"

"Hidup mengasingkan diri di suatu tempat uang sepi?"

In Lie Heng mengerutkan kening.

"Di mana?"

"Entahlah." Ciu Ci Jiak menggelengkan kepala.

"Aaah—" In Lie Heng menggeleng-gelengkan kepala.

"Guru dan kami sangat memikirkannya. Padahal dia yang berjasa meruntuhkan Dinasti Mongol- namun...."

"Cu Goan ciang memang jahat dan licik" ujar Ciu Ci Jiak sengit.

"Dengan siasat busuk dia menjadi kaisar"

"Tidak seharusnya Cu Goan ciang menurunkan perintah membunuh Thio Bu Ki, sebab Thio Bu Ki sama sekali tidak berniat mengadakan pemberontakan."

"Kalau aku adalah Thio Bu Ki, aku pasti menghimpun kekuatan Beng Kauw untuk memberontak-"

"Itu justru akan membuat rakyat menderita. Bu Ki tidak menghendaki itu-"

"Bu Ki terlampau lemah-"

"Dia bukan lemah, melainkan memikirkan rakyat dan anggota Beng Kauw, maka tidak mau mengadakan pemberontakan-"

"Namanya harum selama-lamanya, sebaliknya nama Cu Goan ciang akan busuk sepanjang masa-"

"Betul-" In Lie Heng manggut-manggut-

"oh ya, engkau mau ke mana?" tanyanya-

"Berkelana,"jawab Ciu Ci Jiak tidak berani berterus terang,

"In Tayhiap?"

"Kami mau pulang ke gunung Bu Tong saja."

In Lie Heng menghela nafas.

"Tidak mungkin kami bisa mencari Bu Ki, maka harus melapor kepada guru."


Keesokan harinya, Ciu Ci Jiak berpisah dengan rombongan Bu Tong Pay. la menuju pesisir utara, sedangkan rombongan Bu Tong Pay pulang ke gunung Bu Tong.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar