Anak Naga Chapter 5: Meloloskan Diri

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 5: Meloloskan Diri
Bab 5 Meloloskan Diri


sebuah kapal perang berlabuh di pesisir utara, yang turun dari kapal perang itu adalah para Dhalai Lhama, Lie WiEkiong beserta anak buahnya. Pemimpin pengawal istana itu masih membopong Thio Han Liong, sebab Dhalai Lhama jubah merah tetap menotokjalan darah anak kecil itu agar tidak bisa bergerak, jadi tidak bisa meloloskan diri.

Dari pesisir utara mereka menuju kota raja dengan menunggang kuda. Dalam perjalanan tak henti-hentinya Thio Han Liong mengerahkan Kiu yang sin Kang untuk

membebaskan totokan itu la tahu tentang cara tersebut dari ayahnya.

Ketika rombongan itu memasuki sebuah lembah, mendadak Thio Han Liong menjerit-jerit. "Aduuuh Aduuuuh..."

"Kenapa engkau?" tanya Lie WiEkiong terkejut.

"Aku... aku...." Wajah Thio Han Liong meringis-ringis.

"Aku...."

"Beritahukan Kenapa engkau?" Lie WiEkiong mengerutkan kening.

"sakit perut Aduuuh Perutku sakit sekali" Thio Han Liong terus menjerit dengan wajah meringis-ringis.

"Aku... aku mau berak"

"Dhalai Lhama jubah merah" seru Lie WiEkiong.

"Berhenti dulu Han Liong sakit perut, dia mau berak-"

Dhalai Lhama jubah merah segera menghentikan kudanya, begitu pula yang lainnya.

"WiEkiong, bawa dia pergi berak" ujar Dhalai Lhama jubah merah-

"Jangan khawatir Jalan darahnya telah kutotok, maka dia tidak akan bisa meloloskan diri"

"ya."

Lie WiEkiong mengangguk sambil meloncat turun. Kemudian ia membopong Thio Han Liong ke tempat yang agak jauh. setelah menaruh Thio Han Liong, Lie WiEkiong kembali ke tempat semula.

"Ha ha ha" Dhalai Lhama jubah merah tertawa gelak-

"Bocah itu sudah beberapa hari tidak berak, maka tidak heran kalau perutnya sakit. Tahinya pasti bau sekali, pantas engkau tidak mau tunggu di sana"

untuk apa aku menunggu di sana? Bukankah engkau telah menotok jalan darahnya sehingga dia tidak bisa bergerak? Nah, tentunya dia tidak dapat meloloskan diri"

"Betul-"

Dhalai Lhama jubah merah tertawa terbahak-bahak-

"Ha ha ha siapa pun tidak akan mampu membebaskan totokanku, kecuali aku dan adik-adik seperguruanku."

"Ooooh" Lie WiEkiong manggut-manggut.

Cukup lama mereka menunggu di situ. setelah itu barulah Dhalai Lhama jubah merah membuka mulut.

"WiEkiong, engkau boleh ke sana sekarang." ujarnya.

"sebelum dia kau bopong kemari, pantatnya harus kau bersihkan dulu"

Lie WiEkiong mengangguki lalu berjalan ke tempat itu. Sesampainya di sana, ia terbelalak dengan mulut ternganga lebar, karena Thio Han Liong tidak ada lagi di tempat itu.

"Han Liong Han Liong..." teriaknya memanggil anak kecil itu.

Teriakan itu sangat mengejutkan para Dhalai Lhama, maka segeralah mereka melesat ke sana.

"Di mana bocah itu?" tanya Dhalai Lhama jubah merah begitu melayang turun di sisi Lie WiEkiong.

"Entahlah" sahut Lie WiEkiong sambil menggelengkan kepala.

"Dia— dia tidak ada di sini."

"Heran?" kata Dhalai Lama jubah merah.

"Bagaimana mungkin dia bisa menghilang begitu saja?"

"Mungkinkah dia digondol binatang buas?" tf.V"W. Dhalai Lhama jubah kuning.

"Tidak mungkin," sahut Dhalai Lhama jubah merah sambil menengok ke sana ke mari.

"Itu jejaknya."

Ternyata di sebelah kiri terdapat bekas injakan kaki, tapi agak acak-acakan. Sungguh mengherankan

"Bekas itu kok begitu?" gumam Dhalai Lhama jubah kuning,

"sepertinya... diacak-acak binatang buas."

"Ayoh kita cari bocah itu" seru Dhalai Lhama jubah merah sambil menelusuri jejak itu. yang lainnya pun mengikutinya dari belakang.

Belasan depa kemudian, jejak itu tidak ada lagi, tentunya sangat mengherankan para Dhalai Lhama dan Lie WiEkiong.

"Heran?" gumam Dhalai Lhama jubah merah-

" Jejak itu hilang sampai di sini. Kenapa bisa begitu?"

"Mungkinkah—" Dhalai Lhama jubah kuning memandang ke angkasa seraya melanjutkan,

"Bocah itu dibawa pergi oleh burung elang perkasa?"

"Tidak mungkin-" Dhalai Lhama jubah merah menggelengkan kepala-

"Bocah itu pun tak mampu kabur, karena tidak bisa bergerak-"

"Kalau begitu—" Dhalai Lhama jubah kuning mengerutkan kening.

"Bocah itu...."

"Mari kita berpencar mencarinya" seru Dhalai Lhama jubah merah dan menambahkan.

"Nanti kita kembali ke sini lagi."

Mereka lalu berpencar mencari Thio Han Liong. Akan tetapi, ketika mereka kembali ke tempat itu, tiada seorang pun yang membawa serta Thio Han Liong.

"Heran?" gumam Lie WiEkiong. "Bocah itu bisa hilang begitu saja."

"Mungkinkah..." Dhalai Lhama jubah kuning mengerutkan kening.

"Ada seseorang menolongnya? "

"Itu memang mungkin." Dhalai Lhama jubah merah mengangguk-

"Tapi entah siapa orangnya. Maksudku membawa bocah itu kEkota raja, tidak lain hanya ingin memancing Thio Bu Ki ke sana, menukar putranya dengan kitab Kiu Im dan Kiu yang cin Keng. Tapi kini—-"

"Aku yakin Thio Bu Ki tetap akan kEkotaraja," Dhalai Lhama jubah kuning berbisik-bisik di telinga Dhalai Lhama jubah merah.

"Ngmmm" Dhalai Lhama jubah merah manggut-manggut sambil tersenyum- Kelihatan ia setuju akan apa yang dibisikkan oleh Dhalai Lhama jubah kuning itu-

"sekarang mari kita melanjutkan perjalanan kembali kEkotaraja"

sebetulnya Thio Han Liong pergi ke mana? Apakah ada seseorang yang menolongnya? Ternyata tidak, melainkan ia

membebaskan totokan itu dengan Kiu yang sin Kang, setelah itu, ia berpura-pura sakit perut lalu pergi membuang air besar-

Kebetulan Lie WiEkiong meninggalkannya. Maka, ia mengacak-acak tempat itu, dan setelah itu barulah ia mengerahkan ginkang melesat pergi.

la yakin bahwa para Dhalai Lhama akan mengejarnya, karena itu ia meloncat ke atas pohon dan bersembunyi di situ. Dugaannya memang tidak salah, para Dhalai Lhama langsung mengejarnya, untung ia bersembunyi di atas pohon, kalau tidak ia pasti tertangkap kembali oleh para Dhalai Lhama itu.

setelah mendengar suara derap kaki kuda meninggalkan tempat itu, barulah Thio Han Liong meloncat turun dari pohon. Ketika bersembunyi di atas pohon, anak kecil itu telah mengambil keputusan untuk berangkat ke gunung Bu Tong atau ke siauw Lim sie.

Kenapa ia tidak mau kembali ke Pulau Hong Hoang to? Itu dikarenakan ia tidak tahu jalan, lagipula tidak punya uang untuk menyewa kapal, setelah dipertimbangkan lama sekali, akhirnya ia mengambil keputusan tersebut.

la pun ingin menuntut ilmu, agar kelak bisa membalas dendam terhadap para Dhalai Lhama itu. Karena tidak tahu jalan, maka ia melakukan perjalanan tanpa arah.

Dalam perjalanan, ia pun tak lupa melatih Kiu yang sin Kang, Thay Kek Kun dan mulai mempraktekkan teori-teori Kiu Im Pek Kut Jiauw dengan gerakan, Thay Kek Kun (Ilmu Pukulan Taichi) menggunakan tenaga lunak, dan gerakannya

pun amat lemas sekali-Sedangkan Kiu Im Pek Kut Jiauw mengandalkan pada kegesitan, dan kecepatan bergerak-

Ketika Thio Han Liong berusia sekitar enam tahun, Thio Bu Ki sudah menyuruhnya membaca kitab Tok Keng (Kitab Mengenai Berbagai Macam Racun), bahkan juga mengajarnya teori-teori ilmu pengobatan dan cara-cara memeriksa penyakit serta nadi-

Setiap pagi Thio Bu Ki berlatih ilmu pedang, Thio Han Liong pasti menyaksikannya dengan penuh perhatian, otomatis ia ingat semua gerakan ilmu pedang tersebut, Itu tidak usah heran, sebab anak kecil itu sangat cerdas dan ingatannya pun kuat sekali.

Dalam perjalanan ini, ia mengisi perutnya hanya dengan buah-buahan hutan. Walau usianya baru tujuh tahun, tapi ia sangat berani. Ketika ia melewati sebuah hutan, mendadak muncul seekor harimau yang besar sekali, langsung menerkamnya.

Thio Han Liong bukannya takut, melainkan malah merasa girang akan kemunculan harimau itu. la cepat-cepat berkelit. Harimau itu menerkam lagi sambil mengaum. Tapi anak kecil itu justru malah tertawa sambil berkelit, kemudian mendadak meloncat ke atas punggung harimau itu.

sudah barang tentu harimau itu gusar sekali dan terus berloncat-loncatan agar Thio Han Liong jatuh- Akan tetapi, anak kecil itu malah merangkul leher harimau ituu erat-erat, sehingga membuat harimau itu berlari ke sana ke mari-

Anak kecil itu tertawa gembira- setelah merasa puas mempermainkan harimau itu, barulah ia meloncat turun dari punggungnya- Nafas harimau itu memburu karena lelahnya-sedangkan anak kecil itu berdiri di depannya sambil bertolak pinggang.

"Hi hi hi" la tertawa geli-

"Nafasmu ngos-ngosan, sudah tua ya?" Harimau itu diam saja-

"Aku masih berbelas kasihan kepadamu- Kalau tidak, sudah kucungkil sepasang matamu Ayoh, cepat pergijangan ganggu aku"

Entah mengerti atau tidak, namun harimau itu melangkah pergi dengan kepala tertunduk-

"Hihihi"

Thio Han Liong tertawa-

"Harimau tua, engkau sangat menuruti perkataanku."

seusai berkata begitu, Thio Han Liong lalu duduk di bawah pohon. Tiba-tiba air matanya meleleh, ternyata ia teringat akan ciu Ci Jiak, bibinya yang mati secara mengenaskan, la pun teringat akan ke dua orang tuanya, yang terbakar oleh Liak Hwee Tan. Anak kecil itu sama sekali tidak tahu bagaimana nasib ke dua orangtuanya. Taaak.. Suatu benda jatuh menimpa kepalanya.

Betapa terkejutnya Thio Han Liong, la segera meloncat bangun lalu memeriksa benda itu, ternyata adalah sebiji buah

hutan, segeralah ia mendongakkan kepalanya memandang ke atas, tampak beberapa ekor monyet bergantungan di pohon.

"sialan" caci Thio Han Liong.

"Monyet-monyet itu yang menyambit kepalaku Awas, kalian akan kubalas"

Anak kecil itu memungut sebuah batu kecil, kemudian disambitkannya ke arah monyet-monyet itu.

Monyet-monyet itu langsung berloncat-loncatan di dahan sambil bercutt-cuit- setelah itu mereka memetik buah pohon, lalu balas menyambit Thio Han Liong.

"Bagus, bagus Hihihi" Thio Han Liong tertawa gembira, sebab memperoleh buah itu

"Terima kasih, monyet-monyet tolol"

Dipungutnya buah itu, kemudian sambil tersenyum ia memakannya. Monyet-monyet bergantungan di atas bercuit-cuit lagi, kelihatan gembira sekali, setelah merasa kenyang. Thio Han Liong berseru.

"Monyet-monyet, sampai jumpa"

Thio Han Liong melanjutkan perjalanan sambil bersiul-siul. Beberapa hari kemudian sampailah ia di sebuah desa yang cukup besar. Betapa girangnya hati Thio Han Liong. Apalagi ketika ia melihat beberapa anak laki-laki dan anak perempuan sedang bermain, segeralah ia menghampiri mereka-

Anak laki-laki dan anak perempuan yang sedang bermain itu langsung memandangny dengan mata terbelalaki sebab pakaiannya telah kumal dan tersobek sana sini.

"Maaf, bolehkah aku ikut main?" tanya Thio Han Liong sambil tersenyum.

Ternyata anak-anak itu sedang bermain loncat tali. Selama berada di pulau Hong Hoang To, Thio Han Liong tidak pernah bermain dengan anak-anak seusianya. Kini bertemu anak-anak itu, dapat dibayangkan betapa gembiranya.

"Engkau dari mana, kok kami tidak pernah melihatmu?" tanya seorang gadis kecil berusia enam tahunan.

"Aku dari tempat yang sangat jauh- Aku melihat kalian sedang bermain loncat tali, maka aku ingin ikut main," sahut Thio Han Liong.

"Aku tidak kenal denganmu." gadis kecil itu menatapnya seraya bertanya.

"Apakah engkau anak nakal?"

"Namaku Thio— Liong." Thio Han Liong tidak berani berterus terang memberitahukan namanya.

"Aku bukan anak nakal, adik manis. Bolehkah aku tahu namamu?"

"Namaku Tan Giok Cu." Gadis kecil itu tersenyum. "Kenapa engkau memanggilku adik manis?"

"Karena— engkau cantik manis, maka aku memanggilmu adik manis," sahut Thio Han Liong.

"Oh?" Tan ciiok Cu menatapnya.

"Kalau begitu, aku harus memanggilmu kakak tampan." ujarnya perlahan.

"Apa?"

Han Liong tertawa geli-

"Kenapa engkau memanggilku kakak tampan?"

"Sebab engkau sangat tampan," sahut Tan Giok Cu bersikap malu-malu.

"Maka aku memanggilmu kakak tampan." "Terima kasih, terima kasih" ucap Thio Han Liong. "Nah- sekarang aku boleh turut main kan?"

"Boleh-" Tan Giok Cu mengangguki lalu berkata pada yang lain.

"biar Pakaiannya kumal, kotor dan sobek, tapi sekarang dia adalah kawanku, kalian tidak boleh menghinanya."

"Ya" sahut anak-anak itu

"Ayoh, kalian berdua mengayunkan tali, aku akan mengajari dia main loncat tali ini," ujar Tan Giok Cu.

Kedua anak itu segera mengayunkan tali, dan Tan Giok Cu mulai berloncat-loncatan.

"Nah, begini cara main loncat tali" seru gadis kecil itu.

Kakak tampan, engkau bisa?" "Bisa." Thio Han Liong mengangguk.

Tan Giok Cu meloncat ke samping, sedangkan Thio Han Liong meloncat ke arah tali itu, lalu berloncat-loncatan di situ. saking gembiranya, mendadak ia menggunakan ilmu ginkangnya. seketika Tan Giok Cu dan anak-anak lain terbelalak, karena Thio Han Liong berloncat begitu tinggi, bahkan kemudian berjungkir balik pula.

Tan Giok Cu bertepuk-tepuk tangan sambil bersorak-sorai dengan riang gembira, begitu pula yang lain. Berselang beberapa saat, barulah Thio Han Liong berhenti, lalu meloncat ke hadapan gadis kecil itu.

"Kakak tampan" puji Tan Glok Cu.

"Engkau hebat sekali, ayahku masih tidak mampu meloncat begitu tinggi"

"oh?" Thio Han Liong tersenyum.

"Giok Cu, kami mau pulang" ujar salah seorang anak-

"Sudah siang."

"Baiklah." Tan Giok Cu manggut-manggut.

Anak-anak itu langsung pergi, kini hanya tinggal Tan Giok Cu dan Thio Han Liong.

Kakak tampan, engkau mau ke mana?" tanya gadis kecil itu sambil menatapnya.

"Aku...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku tidak tahu mau ke mana, sebab aku tidak punya famili."

"Kasihan" Gadis kecil itu menatapnya lagi.

"oh ya. bagaimana kalau engkau ikut ke rumahku?"

"Ke rumahmu?"

"ya."

"Ayah dan ibumu tidak akan marah?" Jangan khawatir" Tan Giok Cu tersenyum.

"Ayah dan ibu sangat menyayangi ku, mereka pasti tidak akan marah-"

"Tapi...."

"Ayohlah" Tan Giok Cu menarik Thio Han Liong.

"Mari ikut aku sampai di rumah, engkau harus mandi lho" "Aku...." Thio Han Liong tertawa. "Sudah belasan hari aku tidak mandi."

"Pantas badanmu bau" ujar Tan Giok Cu sambil menutup hidungnya dengan tangannya.

"Aku jadi pusing mencium bau badanmu."

"Oh, ya?" Thio Han Liong meliriknya.

"Engkau adalah gadis cantik, tidak merasa malu berjalan bersamaku yang sangat bau ini?"

"Sekarang engkau bau, tapi setelah mandi nanti, engkau pasti tidak akan bau lagi," sahut Tan Giok Cu.

Tak seberapa lama kemudian, mereka berdua sudah sampai di sebuah rumah yang cukup besar, seorang pembantu wanita berlari-lari mendekati mereka. Ketika melihat Thio Han Liong yang pakaiannya tidak karuan itu, terbelalaklah pembantu wanita itu.

"Nona, siapa dia?" tanya pembantu wanita itu dengan kening berkerut-kerut.

"Dia kawanku, namanya Thio Liong," sahut Tan Giok Cu. "Bibi Hiang, di mana ayah dan ibuku?"

"Tuan dan nyonya besar berada di ruang tengah, cepatlah engkau ke dalam" ujar pembantu wanita itu.

Tan Giok Cu manggut-manggut, lalu menarik tangan Liong untuk diajak ke dalam. Tampak sepasang suami isteri berusia empat puluhan duduk di situ. Mereka pun tertegun ketika melihat Tan Giok Cu pulang bersama seorang anak laki-laki dekil.

"Giok Cu..." Tan Ek seng ayah Tan Giok Cu terbelalak.

"Ayahi Ibu" panggil gadis kecil itu dan memperkenalkan Thio Han Liong.

"Dia bernama Thio Liong, Giok Cu mengajaknya ke mari menemui Ayah dan Ibu."

"Lho?" Tan Ek Seng mengerutkan kening.

"Kenapa Giok Cu mengajaknya ke mari menemui ayah dan ibu?"

"Sebab...." Tan Giok Cu memberitahukan.

"Kakak tampan ini tidak punya famili dan tempat tinggal, maka Giok Cu kasihan kepadanya."

"Kakak tampan?" Nyonya Tan terbelalak-

"Giok Cu, kenapa engkau memanggilnya kakak tampan?"

"Ibu...." Tan Giok Cu tersenyum.

"Dia memanggilku adik manis, maka aku memanggilnya kakak tampan. Karena... dia memang tampan."

"Hussh" Nyonya Tan melotot.

" Kecil-kecil sudah kenal tampan segala, dasar"

"Paman, Bibi" panggil Thio Han Liong sambil memberi hormat.

"Aku tidak punya famili dan tempat tinggal, bolehkah aku bekerja di sini?"

"Thio Liong" Tan Ek seng menatapnya tajam.

"Engkau berasal dari mana? Bagaimana bisa datang di desa Hok An ini?"

"Aku berasal dari Pak Hai (Laut utara)." Thio Han Liong memberitahukan, namun berdusta sedikit.

"Aku ikut perahu nelayan keTionggoan, karena ingin merantau."

Kedua orang tuamu tahu?" tanya Nyonya Tan. "Tahu." Thio Han Liong mengangguk-

Aku tidak punya uang, maka ingin bekerja di sini Aku mohon Paman sudi menerimaku"

"Bagus" seru Tan Giok Cu girang.

"Aku punya kawan main, asyiiik."

"Giok Cu" Tan Ek seng menggeleng-gelengkan kepala.

"Ayah belum menerimanya bekerja di sini lho"

"Kalau Ayah tidak menerima kakak tampan bekerja di sini, Giok Cu... pasti menangis tiga hari tiga malam," ujar gadis kecil itu.

"Wuah" Tan Ek seng tertawa.

Kecil-kecil sudah bisa mengancam, dasar" "Suamiku," ujar Nyonya Tan.

"Biarlah anak itu bekerja di sini, jadi putri kita punya kawan."

"Baiklah." Tan Ek seng mengangguki

"Terima kasih Paman", terima kasih Bibi." ucap Thio Han Liong gembira.

"Ngmmm" Tan Ek Seng manggut-manggut.

"Kakak tampan" Tan Giok Cu menatapnya. Jangan lupa lho"

"Apa sih?" Thio Han Liong bingung.

"TUh Sudah lupa kan?" Tan Giok Cu cemberut.

"Tadi sebelum ke mari, aku bilang apa kepadamu? Lupa ya?"

"Apa ya?" Thio Han Liong coba mengingatnya, namun sudah tidak ingat lagi, maka ia menggeleng-gelengkan kepala.

Tan Ek Seng dan isterinya saling memandang, sedangkan Tan Giok Cu terus cemberut, kemudian bersungut-sungut.

"Engkau kok begitu cepat lupa sih? Itu cuma omongan yang tak penting, kalau omongan penting...." Mendadak wajah gadis kecil itu berubah kemerah-merahan.

"Hah?" Tan Ek seng dan isterinya terbelalak, sebab perubahan wajah gadis kecil itu tidak terlepas dari mata mereka.

"oooh" Mendadak Thio Han Liong manggut-manggut.

"Adik manis, sekarang aku sudah ingat."

"oh?" Wajah Tan Giok Cu langsung berseri.

"Katakanlah"

"Mandi," sahut Thio Han Liong.

"Tadi sebelum ke mari engkau bilang kepadaku, sampai di rumahmu aku harus segera mandi."

"Betul."

Tan Giok Cu tertawa-

"Nah, selanjutnya apa yang kubilang, engkau harus ingat lho"

"Ya-" Thio Han Liong mengangguk-

"Bibi Hiang. Bibi Hiang" seru Tan Giok cu.

"Cepat ke mari"

Pembantu wanita itu berlari-lari menghampirinya, lalu memberi hormat kepada ke dua orangtua Tan Giok Cu, setelah itu barulah bertanya kepada gadis kecil itu.

"Ada apa Nona memanggilku?"

"Ah Hiang," sahut Nyonya Tan.

"Antar Thio Liong ke kamar mandi, dan pakaiannya harus diganti"

"ya. Nyonya." Ah Hiang segera mengantar Thio Han Liong kEkamar mandi. Kemudian ia pun menyediakan pakaian baru untuk anak kecil itu.

Berselang beberapa saat. Ah Hiang dan Thio Han Liong kembali ke ruang tengahi seketika juga Tan Giok Cu terbelalak.

"Wuah" serunya-

"Engkau semakin tampan lho"

Thio Han Liong tersenyum-

"sekarang aku tidak bau lagi, engkau boleh coba cium."

"Huh Tak usah ya" sahut Tan Giok Cu sambil cemberut.

sementara Tan Ek seng dan isterinya juga kagum akan ketampanan anak kecil itu, bahkan mereka pun merasa suka kepadanya.

"Thio Liong," ujar Tan Ek seng.

Engkau memang tampan, pantas Giok Cu mau mengajakmu ke mari"

"Ayah-.." Wajah Tan Giok Cu langsung memerah. "Ha ha ha" Tan Ek seng tertawa gelak-

"Bagus, bagus"

"Suamiku" tanya Nyonya Tan berbisik-"Apa yang bagus?"

"Mereka berdua memang cocok- Nan, bukankah bagus sekali?" sahut Tan Ek Seng dan tertawa lagi.

"Suamiku...." Nyonya Tan menggeleng-gelengkan kepala.

"Mereka berdua masih kecil lho"

"Sekarang masih kecil, tapi kelak akan dewasa nanti" seng sambil tersenyum.

"Thio Liong, duduklah"

"Terima kasih. Paman" Thio Han Liong duduk.

"Thio Liong"

Tan Ek seng menatapnya. "Bolehkah aku tahu nama ayahmu?"

"Ayahku bernama Thio Ah Ki," jawab Thio Han Liong, la terpaksa merahasiakan nama

"Ayahmu seorang nelayan?" tanya Nyonya Tan.

"Ya."

Thio Han Liong mengangguk.

"Engkau masih punya ibu?" tanya Nyonya Tan lagi.

"Punya." Thio Han Liong memberitahukan,

"ibuku bernama Tio Beng, pintar sekali menyulam."

Nyonya Tan manggut-manggut.

"Thio Liong, engkau harus tahu, paman adalah kepala desa Hok An ini, maka aku harap engkau bekerja dengan rajin, pokoknya kami tidak akan menyia-nyiakan tenagamu."

"Ya, Bibi." Thio Han Liong mengangguki

"Ibu mau menyuruh kakak tampan kerja apa?" tanya Tan Giok Cu mendadak-

"Jangan disuruh memikul air lho, kasihan dia"

"Giok Cur Nyonya Tan tersenyum lembut. "Bagaimana mungkin ibu menyuruh dia bekerja berat?"

"Tidak apa-apa," ujar Thio Han Liong.

"Aku memang sering memikul air di rumahi pagi dan sore."

"Apa?" Tan Giok Cu terbelalaki.

"Ayahmu kok begitu kejam?"

"Ayahku tidak kejam." Thio Han Liong tersenyum.

"Memikul air merupakan latihan fisik, memperkuat daya tahan tubuh."

"Aku tidak mau memikul air." ujar Tan Giok Cu sambil menggelengkan kepala.

"Engkau pun tidak boleh memikul air di sini."

"Adik manis" Thio Han Liong tersenyum lagi.

"Engkau adalah anak gadis, tentunya tidak boleh memikul air. Aku adalah anak laki-laki—"

"Pokoknya engkau tidak boleh memikul air di sini" tandas Tan Giok Cu dan menambahkan.

"Kalau engkau memikul air, aku... aku pasti marah." "Kalau begitu, aku kerja apa di sini?" tanya Thio Han Liong. "Thio Liong," sahut Tan Ek Seng.

"Engkau cukup menyapu di halaman dan membersihkan rumah, tidak usah memikul air."

"Ya, Paman" Thio Han Liong mengangguk.

"Terima-kasih." Sejak itu Thio Han Liong bekerja di rumah Tan Ek Seng.

Suami isterl itu dan Tan Giok Cu sangat baik terhadapnya, begitu pula Ah Hiang, pembantu wanita itu.

Pagi ini ketika Thio Han Liong sedang menyapu halaman, tiba-tiba muncul Tan Ek Seng dan putrinya.

"selamat pagi, Paman" ucap Thio Han Liong.

"selamat pagi, adik manis" "Pagi" sahut Tan Ek seng sambil tersenyum.

"Kakak tampan" Tan Giok Cu menghampirinya.

"Engkau berhenti menyapu, sebab ayahku akan mengajarku ilmu silat."

"Oh?" Thio Han Liong berhenti menyapu.

"Engkau mau belajar ilmu silat?"

"Ya."

Tan Giok Cu mengangguk.

"Untuk menjaga diri"

"Thio Liong" ujar Tan Ek seng.

"Engkau pun boleh ikut belajar bersama Giok Cu."

"Terima kasih, Paman. Tapi..." Thio Han Liong menggelengkan kepala.

"Aku tidak mau belajar ilmu silat." "Kakak tampan" Tan Giok Cu heran.

"Kenapa engkau tidak mau belajar ilmu silat?" "Aku—." Thio Han Liong menundukkan kepala-"Giok cu" Tan Ek seng tersenyum-"Jangan dipaksa, biar dia menonton saja"

Thio Han Liong menyaksikan Tan Giok Cu belajar silat dengan penuh perhatian.

"Tapi--"

"Adik manis"

Thio Han Liong tersenyum-

"Aku akan melihatmu belajar ilmu silat di sini. Engkau gembira kan?"

"gembira sekali. Tapi—-"

Tan Giok Cu menatapnya.

"Engkau tidak boleh menyapu ya"

"Ya-"

Thio Han Liong mengangguk, lalu duduk di bawah pohon.

Tan Ek seng mulai mengajar putrinya pasang kuda-kuda dan lain sebagainya. Thio Han Liong menyaksikan itu dengan penuh perhatian. selelah hari mulai siang. Tan Ek seng berhenti mengajar putrinya, kemudian berkata.

"Belajar sendiri, ayah mau ke dalam"

Tan Ek seng melangkah ke rumah, sedangkan Tan Giok Cu segera mendekati Thio Han Liong, lalu duduk di sisinya.

"Kakak Tampan, bagaimana gerakanku?"

"Kaku sekali," sahut Thio Han Liong.

"Engkau harus terus berlatih siang dan malam, sebab engkau masih kurang gesit."

"ya." Tan Giok Cu manggut-manggut.

" Aku pasti menurut perkataanmu. Ayoh kita makan dulu"

Thio Han Liong mengangguk. Kemudian mereka berdua benalan ke rumah dengan wajah cerah ceria. Seusai makan. Tan Giok Cu mengajak Thio Han Liong ke ruang belajar. Ternyata Nyonya Tan yang mengajar Tan Giok Cu menulis dan membaca. Nyonya Tan tersenyum sambil memandang Thio Han Liong.

"Engkau boleh ikut belajar menulis dan membaca, bibi bersedia mengajarmu." ujar Nyonya Tan.

"Terimakasih, Bibi," ucap Thio Han Liong dan memberitahukan.

"Aku sudah bisa menulis dan membaca."

"oh?" Nyonya Tan tertegun.

"siapa yang mengajarmu?"

"Ibuku."

"Ibumu?"

"ya."

"Thio Liong" Nyonya Tan tersenyum.

"Coba engkau baca buku ini"

"ya." Thio Han Liong segera membaca buku yang disodorkan Nyonya Tan. Begitu cepat dan lancar, sehingga membuat nyonya Tan melongo-

"Sekarang engkau menulis" ujar nyonya itu-

Thio Han Liong mengangguki lalu mulai menulis. Nyonya Tan terbelalak, sebab tulisan anak itu indah sekali.

"Thio Liong," ujarnya dengan kagum.

"Tulisanmu indah sekali. Engkau menulis sebuah syair ya?"

"Ya." Thio Han Liong memberitahukan.Syair Li Pek yang amat terkenal itu.

"Bibi pasti pernah membaca syair Li Pek-"

"Betul, betul" sahut Nyonya Tan dengan wajah agak kemerah-merahan, la memang pernah membaca syair-syair LiPek namun tidak pernah menghafalnya. Berselang beberapa saat kemudian. Nyonya Tan berhenti mengajar putrinya menulis.

"Sekarang kalian boleh main, tapi tidak boleh lama," ujar Nyonya Tan.

"Ya, Ibu," sahut Tan Giok Cu sambil menarik Thio Han Liong meninggalkan ruang itu.

Nyonya Tan memandang punggung Thio Han Liong, kemudian keningnya berkerut seakan memikirkan sesuatu-

Di saat bersamaan tampak Tan Ek seng memasuki ruang itu.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar