Karena Siau cian gembira, Lan
See giok tu-rut merasakan hatinya lega, dari kejauhan ia lantas melancarkan
sebuah sentilan udara kosong, segulung angin jari yang lembut dan sama sekali
tak menimbulkan suara lang-sung meluncur ke luar dari halaman dan menyambar
bambu di sudut halaman situ.
Dimana angin jari menyambar
lewat, daun bambu segera berguguran mengotori permu-kaan tanah yang telah
bersih disapu.
Siau cian tidak memperhatikan
hal itu, dia segera menyapu daun tadi, namun daun bambu berikutnya kembali
terjatuh ke tanah.
Berhubung yang rontok bukan
daun ke-ring, lama kelamaan Siau cian merasakan keanehan tersebut, disaat daun
ketiga mela-yang jatuh ke tanah itulah Siau cian segera membentak sambil
tertawa, dengan sapu panjangnya dia menyambar pinggang pemu-da itu.
Lan See giok tertawa terbahak
bahak. de-ngan cekatan dia melejit ke tengah udara dan melompat ke luar dari
halaman.
Gagal dengan sapuannya, merah
padam selembar wajah Siau cian, baru saja dia hen-dak mengejar pemuda itu, mendadak
dari dapur kedengaran Hu-yong siancu berseru keras:
"Anak Cian, cepat siapkan
hidangan untuk adik Giok!"
Mendengar itu dengan senyum
manis di kulum Siau cian melirik sekejap kearah Lan See-giok, kemudian sambil
membuang sapu ke tanah, buru-buru dia masuk ke dapur.
Dengan tenang Lan See-giok
berdiri di de-pan pintu. dia dapat merasakan bahwa sa-puan yang dilakukan
Siau-cian tadi mirip sekali dengan jurus serangan dalam ilmu pedang Tong-
kong-kiam-hoat, namun bila diamati lebih seksama, terasa pula perbeda-annya.
Sementara dia masih berpikir,
Siau-cian sudah muncul membawa sarapan, ketika dilihatnya pemuda itu termangu
di depan pintu, sambil tersenyum segera tegurnya.
"Hai. mengapa cuma
termangu? Ayo cepat, bantu aku membawa hidangan."
Lan See giok segera tertawa,
namun sebe-lum dia melangkah maju, Hu-yong siancu sudah muncul membawa sayur.
Mereka bertigapun duduk
sarapan Hu-yong siancu berada di tengah sementara Lan See giok dan Siau cian
duduk di kedua belah sisinya..
Teringat akan ilmu pedang Tong-kong
kiam-hoat, Lan See-giok terbayang pula akan sifat ingin menang sendiri dari Si
Cay soat, bisa jadi dia akan memanfaatkan kesempatan itu untuk menantang
Siau-cian beradu kepandaian. "
Sampai dimanakah taraf ilmu
pedang yang dimiliki Si Cay soat, Lan See giok pernah menyaksikan dengan mata
kepala sendiri, boleh dibilang ilmu pedangnya sudah menca-pai puncak
kesempurnaan.
Sebaliknya Siau-cian, karena
situasi dan kondisi yang terbatas, mungkin ilmu pedangnya tak sesempurna Si Cay
soat, bu-kan dia pilih kasih, namun dia selalu berang-gapan bahwa kepandaian
dari Si cay soat ha-rus seimbang dengan Siau-cian.
Karena berpendapat demikian,
maka ujar nya kepada Ciu Siau cian.
"Enci Cian, apakah kau
juga berlatih ilmu pedang Tong kong kiam hoat..."
Siau cian menatap wajah Pemuda
itu lekat-lekat, Kemudian mengangguk berulang kali.
Dengan kening berkerut pemuda
itu ber-kata lagi:
"Menurut sapuan yang kau
pergunakan tadi, tampaknya mirip sekali dengan jurus menyapu putus sungai besar
dari ilmu pedang Tong kong kiam hoat, tapi jika kua-mati lebih seksama lagi,
rasanya sedikit rada berbeda--"
Tampaknya Hu-yong siancu sudah
melihat kalau pemuda itu mempunyai tujuan lain, kepada Siau cian katanya
kemudian:
."Selesai bersantap
nanti, keluarkan kitab ilmu pedang, biar anak Giok teliti dimanakah letak
perbedaan itu:"
Siau cian tahu, Lan See giok
adalah se-orang pemuda yang cerdas, dengan kemam-puan melebihi orang lain,
siapa tahu dengan bantuan pemuda tersebut, dia akan men-jumpai banyak intisari
dari ilmu pedang tersebut?
Karenanya dia mengangguk
dengan gem-bira. bahkan melemparkan satu kerlingan ke arah pemuda itu.
Tentu saja Hu-yong siancu
maupun Siau cian tak ada yang menyangka kalau Si Cay soat bakal manfaatkan
kesempatan tersebut untuk menantang Siau cian beradu kepan-daian.
Selesai bersantap, Lan See
giok dan Siau cian bersama sama masuk ke ruang dalam, karena Siau cian tidak
membicarakan ten-tang peristiwa pagi tadi. tentu saja pemuda itu pura tak
menyinggung soal apa yang telah disadapnya semalam.
Hu-yong siancu sendiri hanya
mengawasi bayangan punggung Lan See giok serta Siau cian dengan pandangan
murung dan sedih. kemudian masuk kembali ke kamar tidur. ia sangat berharap
sepasang muda mudi itu dapat saling bercinta.
Sementara itu Sian cian telah mengeluar-kan
sebuah kotak kecil dari dalam almari. kemudian dengan gembira duduk bersama See
giok di tepi pembaringan, ketika kotak dibuka, dalamnya berisikan sejilid kitab
kulit berwarna coklat.
Melihat bentuk dari kitab
pusaka ter-sebut, Lan See giok menemukan bahwa bentuknya mirip sekali dengan
milik Si Cay soat, di atas kulit buku yang berwarna coklat tertulis enam huruf
yang mirip sekali dengan bentuk gagang pedang, ke enam huruf itu adalah:
"TONG KONG-KIAM HOAT KIAM
BOH"
Sewaktu halaman pertama dibuka,
maka dalamnya hanya tercantum dua huruf emas yang berbunyi.
"Ek- Ki"
Melihat hal tersebut, Lan See
giok yang berada di samping Siau cian segera berkata:
"Enci Cian kitab ini
nyatanya berbeda sekali dengan milik adik Soat...."
Tergerak hati Siau cian, dia
segera men-dongakkan kepalanya ,memandang Lan See giok, kemudian tanyanya:
"Lantas kitab yang
manakah yang asli?"
Namun Lan See giok tidak
menjawab, sepasang matanya mengawasi terus wajah Siau cian, karena saat itu dia
baru menemu-kan bahwa di atas wajah si nova yang cantik terdapat kulit yang
halus dan lembut, putih bagaikan susu. pipinya merah seperti buah tho yang
matang, ia tak tahu apakah hal tersebut dikarenakan semalam ia tak sempat
melihat dengan jelas di bawah cahaya lentera ataukah hal ini berkembang setelah
gadis itu menelan dua tetes cairan mestika Leng sik giok-ji.
Merah jengah selembar wajah
Siau cian setelah dipandang secara begitu oleh Lan See giok, sambil mendorong
pemuda itu, serunya lirih "Ayo cepat katakan, dimana sih perbe-daannya?"
Lan See giok belum dapat
menenangkan pikirannya, terpaksa ia menjawab sekenanya: "Sepasang pipimu
nampak lebih merah dari pada semalam, .sorot matamu jauh lebih bersinar
daripada kemarin.--"
Siau cian segera mengayunkan
tangannya siap memukul Lan See giok, serunya sambil berpura pura marah.
"Hei. apa sih yang se-dang kau ngocehkan? Kenapa tidak se-patah katapun
yang bersungguh-sungguh ...."
Ketika berbicara, sepasang
pipinya men-jadi merah, kemudian sambil moncongkan bibirnya yang mungil diam-diam
ia me-nunjuk kearah kamar tidur ibunya.
Biarpun Lan See giok merasa
sikapnya su-dah khilaf, namun ia tak mengacuhkan hal ini. melihat wajah enci
Cian yang tersipu, dia malah tertawa semakin riang, bahkan sambil menempelkan
bibir-nya di sisi telinga Siau cian, ia berbisik -
"Bibi amat menyayangi
diriku. aku tidak takut!"
Melihat pemuda itu hanya
cengar cengir tanpa perasaan takut barang sedikitpun. Siau-cian kuatir pemuda
itu melangkah lebih jauh, maka sambil menarik muka dan ber-pura pura marah dia
berseru.
"Jika kau tak mau diajak
serius, aku pergi saja ... " Sambil berkata dia lantas bangkit berdiri dan
berlagak hendak meninggalkan tempat itu.
Lan See giok menjadi gugup.
saking takut-nya- dia sampai meminta maaf berulangkali, ujarnya lirih.
"Baik, baik, mari kita me-meriksa bersama, cuma kau harus duduk lebih
dulu!"
Sambil berkata dia lantas
menarik ujung baju nona tersebut.
Siau cian berusaha menahan
rasa gelinya, kemudian duduk kembali di samping pemuda itu
Menunggu Siau cian sudah duduk,
Lan See giok baru membalik kitab pusaka itu. sua-sana dalam ruangan pun untuk
sesaat dicekam keheningan.
Ketika Siau cian menjumpai Lan
See giok sedang memusatkan segenap pikirannya untuk membaca kitab pusaka mana,
ada kalanya dia berkerut kening, ada kalanya pula ter-menung. untuk beberapa
waktu ia tak berani banyak komentar.
Tak lama kemudian terdengar
Lan See- giok memuji:
"Waah, dua jilid kitab
pusaka ini, betul-betul berkaitan dan saling mengisi, ibaratnya matahari dan
rembulan, cahaya masing-masing saling mengisi untuk menerangi ja-gad."
"Lantas dimana sih letak perbedaan dari kedua jilid kitab pedang
itu?" tanya Siau cian tidak mengerti.
"Bila dua orang yang
membawa pedang Jit boa kiam dan Gwat hui kiam sama-sama mempelajari ilmu pedang
Tong kong kiam boat, maka bila kedua orang itu saling berta-rung untuk beradu
kepandaian, selama hidup jangan harap bisa diketahui siapa yang lebih unggul
dan siapa lebih lemah. sebab setiap jurus serangan yang dipelajari
masing-masing hanya berguna bila digunakan saling mengisi ...."
Seperti memahami akan sesuatu,
Siau cian segera berkata.
"Tampaknya si pendekar
pedang yang menciptakan ilmu pedang tersebut kuatir bila orang yang
mempelajari, hasil karyanya ke-mudian saling bermusuhan, maka dengan susah
payah dia menciptakan jurus-jurus serangan yang saling mengisi- --- "
Tidak sampai Siau cian
menyelesaikan kata katanya. Lan See giok segera menggelengkan kepalanya
berulang kali.
"Bukan begitu, menurut
apa yang tercan-tum dalam kiam boh sepasang pedang yang digunakan bersama akan
memancarkan si-nar seperti matahari dan rembulan, atas bawah menyerang bersama,
biar naga biar burung hong akan terpaksa semuanya secara mudah, hal ini bisa
disimpulkan bahwa penggunaan sbepasang pedang jsecara bersa-mag sama justru akban
menimbulkan daya ke-kuatan yang jauh lebih mengerikan!"
"Kalau memang demikian,
mengapa To Seng cu locianpwe sama sekali tidak menje-laskan kelebihan tersebut
disaat memberikan pedang itu kepadaku--?" tanya si nona sambil berkerut
kening.
"Aku rasa hal itu hanya
disebabkan sing-katnya waktu yang tersedia, bukankah waktu itu suhu bermaksud
melindungi siaute se-cara diam-diam sehingga pergi secara tergesa gesa? Mungkin
inilah yang menyebabkan ia tak sempat memberi penjelasan yang sejelas jelasnya."
Agaknya Siau cian masih tetap
memikirkan masalah kerja sama serta saling mengisi itu, mendadak dia bertanya:
"Adik Giok, apakah kau
juga pernah mem-pelajari ilmu pedang Tong kong kiam hoat?"
"Siaute tidak
mempelajarinya, tapi aku ma-sih ingat beberapa jurus serangan
diantara-nya" sahut sang pemuda sambil menggeleng.
Dengan wajah riang gembira
Siau cian segera berseru:
"Adik Giok, gunakanlah
senjata gurdi emasmu sebagai pengganti pedang, mari kita mainkan bersama-sama,
coba kita buktikan apakah memang benar jurus serangan pedang itu harus saling
mengisi?"
"Tapi halaman ini terlalu
kecil sahut pe-muda itu ragu. . .
"Kita boleh mencobanya di
tempat aku be-lajar pedang!"
Len See giok tidak tahu
dimanakah Siau cian berlatih ilmu pedangnya dihati hari bi-asa, sehingga dia
bertanya,
" Berapa jauh letaknya
dari sini?"
"Di dalam hutan belakang
dusun situ?" jawab gadis tersebut sambil bangkit berdiri.
Tanpa terasa pemuda itu segera
meman-dang sekejap cahaya matahari yang sudah memenuhi jendela depan, dia masih
ingat Si Cay soat sebentar lagi akan tiba di situ.
Namun sebelum ia sempat
mengucapkan sesuatu, Hu-yong siancu yang berada di kamar seberang telah
memperingatkan:
"Anak Cian, bukankah hari
ini nona Si akan datang kemari... ,?"
Siau cian segera mendusin,
karbena itu dia tidjak mendesak lebgih jauh, cuma dbi atas wa-jahnya segera
terlintas sikap kecewa serta perasaan apa boleh buatnya.
Lan See giok kuatir gadis itu
tak senang hati, dia pun menganggap watak si Cay goat susah diatur, demi
kegembiraan enci cian nya, kepada Hu-yong siancu segera serunya:
"Bibi, jika adik Soat
datang. bibi boleh mengajaknya ke sana, kita sekalian mem-praktekkan ilmu
pedang tersebut bersama sama, aku yakin adik Soat tentu akan merasa gembira
sekali."
Hu-yong siancu nampak ragu
sejenak, na-mun sahutnya kemudian.
"Baiklah, bila nona Si
datang aku akan membawanya ke situ, cuma kalian berdua lebih baik selekasnya
pulang kembali."
Lan See giok mengiakan dan
segera masuk kan kembali kitab kiam boh tersebut ke dalam kotak kecil.
Siau cian mengembalikan kotak
tersebut ke dalam almari, kemudian mengambil pedang Gwat hui kiam nya.
Lan See giok menjumpai sarung
pedang Gwat hui kiam telah diberi selapis sarung kuning dengan bulu kuning dan
pegangan berwarna kuning, suatu perpaduan warna yang sangat serasi.
Setelah menggembol pedang di
pinggang Siau cian baru berkata dengan gembira.
"Belakang dusun sana
merupakan tempat yang terpencil dan jarang ada manusia yang berlalu lalang di
situ, tidak akan menimbul-kan perhatian orang, ayo kita lewat halaman belakang
saja! "
Lan gee giok segera mengangguk
sambit mengiakan,
Mendadak mereka jumpai Hu-yong
siancu berjalan ke luar dari dalam kamar.
Dari sikap gembira dari Lan
See giok. Hu-yong siancu menyimpulkan kalau pemuda itu tak sempat menyadap
pembicaraan mereka semalam, kemudian ketika melihat putri ke-sayangannya
memperlihatkan wajah yang cerah, sikap yang wajar, seakan akan sudah melupakan
keputusan yang diambilnya se-malam, ia segera tertawa lega.
"Di tengah hari bolong
begini. lebih baik kalian berdua jangan bertindak kelewat gegabah!"
pesannya"
Lan See giok dan cian
mengiakan bersama kemudian membuka jendela belakang dan bersama-sama merlompat
ke luar.z setelah ya-kinw tiada orang yarng di seputar situ, mereka baru
melayang ke luar dari pagar pekara-ngan..
Kuda hitam yang sedang makan
rumput di situ, segera meringkik pelan setelah me-lihat kemunculan anak muda
itu.
Lan See giok dengan penuh
senyuman membelai rambut si kuda, kemudian sambil menarik tangan Siau cian
berangkatlah mereka menuju ke luar dusun
Mendadak.....
Dari kejauhan sana terdengar
suara ring-kikan kuda yang bergema datang secara lamat-lamat, suara itu muncul
dari arah se-belah utara.
Kuda Wu wi kou yang mendengar
ringki-kan tersebut seolah-olah merasa gembira sekali. ia segera balas
meringkik dengan suara yang keras sekali.
Dengan cepat Lan See giok
menghentikan langkahnya, kemudian sambil berpaling ka-tanya.
"Tentu adik Soat telah
datang."
Mendengar Si Cay soat datang,
Siau cian juga nampak gembira sekali, ia memang ber-harap bisa selekasnya
mengamati hubungan cinta antara Si Cay soat dengan adik Giok nya telah mencapai
taraf yang bagaimana se-bab hal tersebut menyangkut keputusannya nanti, apakah
harus mengundurkan diri atau tidak:
Dengan senyum dikulum dan
wajah berseri, Siau cian segera berkata:
"Kalau memang sudah
datang, mari kita pulang saja!"
Sambil berkata. dia
membalikkan badan dan balik ke pagar pekarangan sebelah muka.
Tiba di depan pagar, dia
segera me-lompat masuk ke halaman belakang
Selama ini Hu-yong siancu
berdiri di bela-kang kebun sambil mengawasi gerak gerik Lan See giok dan Siau
cian, melihat kedua orang itu pulang kembali, ia pun membuka pintu daun jendela
lebar-lebar.
Secara beruntun Lan See giok
dan Siau cian masuk melewati jendela, pertama-tama Lan See giok yang berseru
lebih dulu.
"Bibi, bisa jadi Soat
sumoay telah datang." "Kalau begitu kau bersama anak Cian segera
menyambut kedatangan nona Si! perintah Hu-yong siancu sambil tertawa ramah.
Buru-buru Lan See giok
mengiakan, ke-mudian menarik tangan Siau cian menuju ke luar.
Melihat tingkah laku pemuda
itu makin lama semakin berani, bahkan dihadapan ibunya pun ia berani menarik
tangannya, merah dadu selembar wajahnya, sementara ia meronta untuk melepaskan
diri dari cekalan orang.
Lan See giok tertegun lalu
berpaling, ia saksikan bibinya sedang memandang ke arah mereka sambil tersenyum
riang karena itu seperti memahami sesuatu buru-buru ia berjalan menuju ke luar
pintu.
Baru tiba di depan pintu,
suara derap kaki kuda yang amat ramai telah berkumandang semakin nyata.
Dengan perasaan terkejut Siau
cian segera berseru.
"Waah, cepat amat lari
kudanya!
Seraya berkata, mereka berdua
membuka pintu dan menuju ke halaman luar. ketika di lihat dari arah sebelah
utara situ terlihat ada segulung bayangan putih diantara titik merah sedang
menelusuri tanggul telaga menuju kemari.
Melihat perbuatan gadis itu
dengan- kening berkerut Lan See giok segera berguman.
"Wah, nampaknya
kepandaian adik Soat dalam ilmu menunggang kuda kian lama kian bertambah
cekatan!"
Sementara itu, kuda putih yang
sedang berlari mendekat tampaknya sudah melihat Lan See giok diiringi suara
ringkikan pan-jang, ia langsung menerjang datang...
Pucat pias wajah Siau cian
melihat hal ini, ia berseru kaget.
Sedangkan Lan See giok segera
berteriak keras memperingatkan
"Hati-hati adik
Soat!"
Ditengah seruan tersebut,
derap kaki kuda bergerak semakin keras, diantara debu yang berterbangan tampak
sesosok babyangan hi-tam mjeluncur datang gdengan kecepatabn ba-gaikan sambaran
kilat.
Setelah mendengar peringatan
dari Lan See giok, agaknya Si Cay soat baru sadar kalau ia sudah sampai di
tempat tujuan, buru-buru tali les kudanya ditarik.
Sekali lagi kuda putih
meringkik panjang tiba-tiba kaki depannya diangkat tinggi-tinggi .....
Bentakan nyaring berkumandang,
baya-ngan merah melejit meninggalkan punggung kuda, lalu dengan jurus daun
kering terhem-bus angin, dia melayang turun dihadapan pemuda See giok,
Orang itu memang tak lain
adalah Si Cay soat.
Begitu mencapai permukaan
tanah, gadis itu segera berseru kepada Lan See giok de-ngan penuh kegembiraan.
"Andaikata kau tidak
menegurku, aku malah tak tahu kalau sudah sampai, tampik nya si kuda putih tahu
kalau aku hendak mencarimu setelah ke luar dari dusun. dia berlarian terus
dengan kencang..... wah, benar-benar menakutkan!".
Lan See giok tertawa riang,
sambil menunjuk kearah Siau cian yang berada di sisinya dia perkenalkan.
"Dia adalah enci
Cian!"
Senyuman yang menghiasi wajah
Si Cay goat makin cerah. dia maju ke muka dan se-runya penuh kegembiraan.
"Baik baikkah kau enci
Cian?, Terima kasih banyak untuk sulaman sarung pedang serta sepatu untukku
coba kau lihat, aku telah mengenakannya--
Sembari berkata ia segera
perlihatkan sepasang sepatunya.
Setelah menyaksikan ilmu menunggang
kuda Si Cay soat yang menggetarkan sukma. kemudian melihat cara gadis itu
berbicara, Siau cian segera membuktikan bahwa ucap-an To Seng cu memang benar,
Si Cay soat memang termasuk seorang gadis yang jujur polos dan terbuka.
Ketika mendengar perkataan
dari Si Cay soat, merah padam selembar wajahnya, buru-buru dia merendah.
"Aaah, buatanku kasar dan
jelek, harap adik Soat jangan menertawakan!"
Tak terlukiskan rasa gembira
Lan See giok setelah melihat kedua orang itu saling me-nyebut saudara, ia segera
tertawa terb-bahak bahak,
j"Haaahhh.. haaaghhh..
haaahhh..b haaahhh.. adik Soat, ayo cepat masuk, bibi sedang menunggumu di
dalam halaman!"
Sembari berkata, dia masuk
lebih dulu ke dalam halaman.
Sebenarnya Si Cay soat
bermaksud me-ngutarakan beberapa patah kata merendah, namun ketika mendengar
Hu-yong siancu hendak bertemu dengannya, cepat-cepat dia masuk ke dalam
halaman.
Sementara itu, Hu-yong siancu
dengan senyuman dikulum dan wajah penuh kasih sayang, sedang menantikan
kedatangan mereka di muka pintu rumah.
"Dia adalah "bibi
Wan." sambil tersenyum Lan See giok segera memperkenalkan.
"Si Cay soat tertegun,
coba pemuda itu ti-dak memperkenalkan mereka, ia tak akan percaya kalau nyonya
muda yang anggun dan cantik di depan pintu itu adalah Hu-yong siancu yang
termasyhur namanya di dunia persilatan.
Sesudah menenangkan hatinya,
buru-buru dia maju ke depan sambil memberi hormat, kemudian mengikuti sebutan
yang dipakai Lan See giok. katanya dengan hormat.
"Soat-ji memberi salam
hormat untuk bibi!"
Cepat-cepat Hu-yong siancu
membangun-kan Si Cay soat, kemudian ujarnya lagi de-ngan penuh kasih sayang,
"Tidak berani.. tidak
berani, harap nona Si bangun berdiri."
Kemudian setelah memandang
sekejap ke arah Si cay soat dengan pandangan kagum, kembali ia berkata kepada
Lan See giok yang selama ini hanya berdiri menyengir.
"Anak Giok, cepat tuntun
kuda nona Si menuju ke belakang!"
See giok mengiakan dengan
hormat dan berlalu, Siau cian juga buru-buru ke dapur untuk menyiapkan air teh
dan makanan kecil.
Hu-yong siancu dengan penuh
kasih sayang menuntun Si Cay soat masuk ke dalam ruangan.
Dengan perbedaan tua dan muda,
mereka sama-sama mengambil tempat duduk, tak lama Siau cian datang
menghidangkan air teh.
Sudah lama sekali Si Cay soat
ingin bertemu dengan Siau cian, sekarang setelah diamatinya dengan seksama,r ia
menjumpai Sziau cian denganw gaun kuningnyar nampak lembut lagi anggun,
terutama sekali sepasang biji matanya yang jeli, penuh pancaran sinar
kecerdasan.
TANPA terasa pikirnya:
"Tak heran kalau suhu
selalu memuji diri-nya"
Ketika ia menjumpai pedang
mestika yang tersoren dipinggang Siau cian ternyata persis sekali bentuknya
dengan pedang Jit hui kiam yang berada di punggung sendiri. dia lantas
menyimpulkan bahwa benda itu tak lain adalah Gwat hui kiam pemberian gurunya.
Hanya saja, ia tak berani
menanyakan hal tersebut secara langsung---
Siau cian sendiripun
berpendapat bahwa Si Cay soat adalah seorang gadis yang lincah dan polos,
seluruh gerak geriknya -penuh dengan daya kehidupan, tak heran kalau adik
Gioknya selalu memanggil adik Soat, dalam hati kecilnya dia berjanji, sejak
kini dia akan bersikap lebih lincah agar bisa semakin menarik perhatian anak
muda tersebut.
Berbeda sekali dengan jalan
pemikiran Si Cay soat, semenjak masih berada di puncak Giok li hong dibukit Hoa
san, setiap kali menyinggung soal Ciu Siau cian, di atas wa-jah engkoh Giok nya
selalu menunjukkan perubahan hal tersebut membuat gadis ini bertekad hendak
bersikap lebih lembut dan halus.
Menanti Siau cian telah menghidangkan
air teh dan makanan kecil, Hu-yong siancu baru bertanya kepada Si Cay soat
sambil tersenyum:
"Nona Si, pukul berapa
kau tiba di per-kampungan nelayan semalam--?"
"Menjelang maghrib,
menurut Thio Tay keng, bibi baru saja pulang.-
Sambil tertawa Hu-yong siancu
manggut-manggut:
"Yaa, aku pergi menengok
Thio lo-eng-hiong, apakah dia sudah pulang ke rumah"
Si Cay-soat termenung -
beberapa saat la-manya, kemudian katanya kembali:
"Menurut perhitungan,
paling tidak besok selewatnya tengah hari mereka baru akan tiba disini, sebab
mereka harus berputar, dulu ke Pek-ho cay, ini berarti lebih jauh setengah
harian perjalanan"
Baru selesai dia berkata, Lan
See giok su-dah masuk ke dalam ruangan dengan lang-kah tergesa-gesa, sambil
menuju ke dalam segera tanyanya dengan gelisah:
"Apakah Thio loko belum
kembali?"
Dengan pandangan penuh
kemesraan Si Cay soat memandang sekejap kearah Lan See-giok, kemudian
menggelengkan kepala-nya berulangkali.
"Biarpun Thio loko bisa
berjalan cepat, namun ditambah dengan kehadiran adik Thi-gou bisa jadi dia akan
menjadi sangat lambat."
Mendadak ia seperti teringat
akan sesuatu, sambil menengok ke arah Hu-yong siancu tanyanya agak terkejut.
"Sewaktu menunggang kuda
datang ke mari tadi. Soat-ji menjumpai di permukaan telaga puluhan li di
sebelah timur laut dusun berkumpul hampir ratusan buah perahu yang sangat besar
dengan panji-panji yang besar, cahaya senjata yang gemerlapan su-dah pasti
perahu itu bukan perahu nelayan! "
Lan See giok yang mendengar
ucapan tersebut, segera menjelaskan dengan tawar:
"Oooh. sudah tentu
kapal-kapal perang Wi-lim-poo. bisa jadi si manusia buas bertelinga tunggal Oh
Tin-san sedang mengadakan lati-han perang-perangan di atas telaga"
Siau-cian memang sangat
berhasrat untuk menjajal ilmu berenang yang dimiliki Si Cay soat tergerak
hatinya setelah mendengar per-kataan itu. sambil menoleh kearah Lan See giok,
ujarnya.
"Bukankah adik Giok
berniat untuk me-nyelidiki Wi-lim-poo? Bagaimana kalau ma-lam nanti kita
berangkat ke situ"!
Si Cay-soat yang memang
bersifat suka bergerak, waktu itu memang berniat untuk melihat kemampuan
Siau-Cian, serta merta ia menyatakan persetujuannya.
Lan See giok sendiri juga
berminat untuk menyaksikan sampai dimanakah kelihaian
"Bibi Wan nya yang pernah
termasyhur dalam dunia persilatan dimasa lalu. kepada Hu-yong siancu ia lantas
meminta.
"Bibi, ikutilah kami pada
malam nanti" Hu-yong-siancu tertawa.
"Bibi sudah banyak tahun
tidakb turun ke air..j....
Si Cay sogat kuatir Hu-yobng
siancu enggan ikut mereka dengan cepat dia menimbrung.
"Nama besar bibi pernah
termasyhur di seluruh kolong langit dan menggetarkan dunia persilatan, Soat-ji
sering mendengar suhu menceritakan soal ini. malah katanya ilmu berenang yang
bibi miliki tak ada se-orang manusiapun yang bisa menandingi, Soat-ji dan
engkoh Giok sering kali menunggu datangnya kesempatan untuk menyaksi-kan
kehebatan bibi, agar bisa menambah pengetahuan, kami dari angkatan muda"
Hu-yong siancu tertawa lagi:
"Itu sih sudah merupakan
kejadian pada banyak tahun berselang, padahal di dalam dunia persilatan
sekarang, terdapat banyak sekali jago-jago persilatan yang mampu menandingi
ilmu berenang ku."
Kemudian setelah melirik
sekejap kearah Lan See giok. ia melanjutkan.
"Kalau toh kalian akan
pergi semua. aku juga kurang lega untuk tetap tinggal di rumah seorang diri.
baik malam nanti aku akan menemani kalian!"
Lan See-giok dan Si Cay soat
menjadi gem-bira setengah mati sehingga hampir saja mencak- mencak.
Hu-yong siancu memandang
sekejap keadaan cuaca, lalu katanya kepada Siau- cian.
"Anak Clan turunkan
pedang itu dan siap kan hidangan!"
Siau cian mengiakan seraya
bangkit berdi-ri, kemudian melepaskan pedangnya siap menuju ke ruang dalam.
Ketika Lan See giok melihat
sorot mata Si Cay soat tiada hentinya ditujukan kearah pedang Siau cian, sambil
tersenyum ia men-jelaskan:
"Adik Soat, pedang milik
enci Cian adalah Pedang Gwat hui kiam pemberian suhu. sekarang telah disarungi
dengan kain kuning serta bulu kuning oleh enci Cian."
"Siaumoay memang selalu
menduga, sudah pasti suhu menghadiahkan pedang Gwat hui kiam tersebut untuk
enci Cian" kata Si Cay soat seperti baru mengerti.
Kemudian sambil berpaling ke
arah - Hu-yong siancu kembali katanya,
"Sebab suhu selalu memuji
kecerdasan enci Cian yang melebihi siapapun, di kemu-dian hari kau pasti akan
menjadi seorang jagboan yang hebat jdi dalam penggugnaan pedang."
bMerah padam selembar wajah
Siau cian, cepat-cepat dia berjalan masuk ke ruang dalam:
"Aaah, Cia locianpwe
memang kelewat me-manjakan anak Cian" seru Hu-yong siancu sambil tertawa
merendah.
"Tadi, sebenarnya enci
Cian dan aku hen-dak berlatih pedang di dusun belakang sana, Eeeh tahunya kau
datang" seru Lan See giok kemudian.
Dengan gembira Si Cay-soat
segera berse-ru:
"Selesai bersantap nanti,
aku juga mau ikut, biar aku membantu dulu enci Cian menanak nasi !"
Sambil berkata dia lantas
melepaskan pedang jit-hoa-kiam dari punggungnya,
Hu-yong siancu memang sangat
berharap Si Cay soat bisa bergaul lebih akrab dengan Siau cian, tentu saja dia
tidak bermaksud menghalangi niatnya, malah dia berseru.
"Nona Si, kau toh tamu.
masa harus turun ke dapur?"
Lan See-giok yang ada di
sampingnya segera menimbrung.
"Adik Soat sangat pandai
membuat Ang sioo hi, hari ini kau mesti memperlihatkan kebolehan mu agar bibi
pun ikut mencicipi nya." Merah padam selembar wajah Si Cay soat serunya
cepat kepada Hu-yong siancu.
"Bibi. kau jangan
mendengarkan obrolan dari engkoh Giok, anak Soat cuma bisa membantu cici Cian
mencuci sayur dan membersihkan beras..."
"Waah, kalau soal itu mah
merupakan penderitaan bagiku, mari kita masuk ke dapur bersama sama, biar bibi
seorang ber-istirahat dengan tenang:"
Siau cian yang berdiri di
depan pintu tak tahan segera tertawa cekikikan sesudah mendengar perkataan itu.
Menyaksikan ketiga orang muda
mudi itu dapat berkumpul dengan riang gembira, Hu-yong siancu turut tertawa
gembira pula, diam-diam ia berdoa kepada Thian, semoga mereka bisa diberi
kebahagiaan hidup, selalu gembira dan tak sampai mengalami nasib setragis apa
yang dialaminya.
Lan See-giok, Siau cian dan Si
Cay soat sama-sama menjadi sibuk di dapur, berhu-bung dapur nya kelewat kecil,
semua orang menganggap See giok hanya mengganggu, namun tiada yang
mempersilahkan rdia agar ke luazr.
Walaupun wawktu bergaul masrih
singkat, tapi Siau cian sudah dapat melihat bagaima-nakah watak yang
sesungguhnya dari Si Cay soat, ia merasa tidak sulit untuk berkumpul dengan
gadis yang polos dan lincah ini, na-mun bukan berarti karena pandangan
terse-but, dia lantas berubah ingatannya semula.
Dengan kerja ketiga orang itu,
hidangan siang dapat dipersiapkan dalam waktu sing-kat.
Lan See giok yang melihat Si
Cay soat dan Siau cian meski baru berjumpa untuk perta-ma kalinya, namun
hubungan mereka begitu baik, hatinya menjadi gembira sekali.
Hu-yong siancu merasa hidangan
yang di masak Si Cay soat memang jauh berbeda, baik Siau cian maupun Si Cay
soat sama-sama merasa pihak lawan jauh lebih pandai daripada dirinya.
Hidangan siang itu dilewatkan
dalam sua-sana penuh gembira .. .. .
Berhubung tengah hari sudah
tiba, banyak orang yang mulai berlalu lalang di dusun, maka Hu-yong siancu
memerintahkan Lan See giok bertiga agar merundingkan soal ilmu pedang di dalam
ruangan, agar tidak menge-jutkan orang-orang dusun.
Selesai membicarakan soal ilmu
pedang" Si Cay soat baru tahu kalau ilmu pedang Tong kong kiam- hoat lebih
berkhasiat bila digunakan dengan kerja sama yang saling mengisi, hal tersebut
membuat si nona segera menghapus kan niatnya untuk beradu kepandaian dengan Ciu
Siau cian.
Tanpa terasa haripun menjadi
gelap Lan See giok dan Si Cay soat menuntun kuda mereka masuk ke halaman rumah,
sedang-kan Hu-yong siancu pergi mempersiapkan sampan kecil miliknya.
Diantara ke empat orang itu,
Hu-yong siancu, Siau cian serta Lan See giok menge-nakan pakaian yang terbuat
dari ulat sutera langit. jadi tidak memerlukan pakaian renang dibalik bajunya.
Pedang Hu-yong kiam yang sudah
lama tersimpan semenjak mengundurkan diri da-hulu, kini digunakan lagi oleh
Hu-yong siancu dengan menyoren nya di pinggang.
Setelah selesai mempersiapkan
diri, mereka memadamkan lentera, mengunci pintu dan melompat ke luar dari
halaman rumah dengan langkah yang sangat berhati hati.
Sebagian besar kaum nelayan
yang tinggal di dusun itu memang hidup secara seder-hana, begitu langit gelap,
merekapun banyak yang naik ke tempat pembaringan. .
Tidak heran kalau suasana
dalam dusun tersebut hening dan sepi sekali meski kentongan pertama baru saja
lewat, tiada kedengaran suara. tiada pula cahaya lentera.
Hu-yong siancu memeriksa sekejap
seke-liling tempat itu. kemudian baru bergerak menuju ke tanggul telaga.
Lan See-giok, Siau-cian serta
Si Cay soat bergerak mengikuti petunjuk dari Hu-yong siancu, oleh sebab itu
mereka selalu mengi-kuti di belakang perempuan itu.
Dengan gerakan tubuh yang
sangat ringan, dan santai Hu-yong siancu bergerak cepat ke muka, kesempurnaan
ilmu meringankan tubuh dari perempuan membuat Si Cay-soat, merasa kagum, bahkan
Lan See-giok yang sangat lihay pun tanpa terasa ikut memuji.
Thian san pay memang bukan
termasyhur karena ilmu pedangnya saja yang hebat, ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki termasuk hebat sekali, apalagi Hu-yong siancu pernah mengalami
penemuan aneh semasa masih muda dulu. ia boleh dibilang berbeda sekali dengan
kemampuan anggota Thian-san pay lainnya. Ketika tiba di atas tanggul. Suasana
di sekitar telaga sangat gelap, hanya suara ombak yang memecah di tepian
bergema membelah keheningan malam.
Hu-yong siancu segera menunjuk
kearah sampan kecil yang terikat depan tanggul itu. kemudian bisiknya.
"Cepat naik ke sampan
yang berada di te-ngah itu, kalian naik lah lebih dulu."
Sembari berkata, dia memeriksa
sekali lagi keadaan di sekeliling tempat itu, menanti Lan See giok sekalian
bertiga sudah naik ke atas sampan, dia baru menyusul belakangan.
Tiba di atas sampan tersebut,
Lan See giok menjumpai sampan tersebut mungil tapi ber-sih, di kiri dan kanan
masing-masing terda-pat sebuah alat pendayung. Bentuknya mirip sekali dengan
sampan milik benteng Wi-lim-poo. Dalam waktu singkat, sampan itu sudah meluncur
ke tengah telaga dengan ke-cepatan tinggbi. jangan dilihjat Siau cian adgalah
seorang gabdis yang lemah lembut, ternyata dia ahli sekali di dalam mendayung
sampan, hanya berapa saat saja sampan tersebut sudah meluncur ke tengah
telaga...
Di dalam keheningan yang
mencekam se-lu-ruh jagad itulah, mendadak Hu-yong siancu berbicara memecahkan
keheningan.
"Anak Giok, apakah kau
sudah menguasai keadaan di dalam benteng Wi-lim-poo?",
Buru-buru Lan See giok
mengangguk.
"Secara garis besarnya
aku tahu, Cuma lantaran waktu di situ terlampau singkat, maka anak Giok tidak
begitu menguasai tentang letak alat - alat. rahasia di dalam benteng serta
posisi penjagaan, yang mereka atur.".
"Kalau kita memang
bermaksud menyeli-diki secara diam-diam, alangkah baiknya bila kita menyusup
masuk lewat air," timbrung Si Cay soat tiba-tiba.
Hu-yong siancu sudah cukup
berpengala-man di dalam pertarungan dalam air, diapun telah banyak menjumpai
ancaman bahaya maut, sehingga boleh dibilang berpengalaman sekali tentang bergerak
di air.
Ketika mendengar usul
tersebut, dengan kening berkerut segera ujarnya.
"Biarpun disini tanpa
penjagaan. Namun alat rahasia yang dipasang tentu berlapis lapis. ini berbahaya
sekali bagi suatu usaha penyusupan, sebaliknya bila kita menyusup lewat atas
permukaan, meski mudah mele-nyapkan pelbagai macam rintangan, namun jejak kita
juga lebih gampang diketahui, pokoknya kita bergerak menurut keadaan yang
paling menguntungkan. jadi tak usah harus berpegang teguh pada sebuah cara dan
sistim belaka.
Si Cay soat dan Lan See giok
segera me-ngangguk berulang kali, sewaktu meman-dang lagi kearah tanggul. di
situ sudah tak nampak setitik bayangan pun.
Sementara itu Siau cian masih
mendayung sampan itu tiada hentinya. Sampan bergerak maju dengan kecepatan luar
biasa.
Makin memandang Lan See giok
merasa semakin tak tega, akhirnya dia berguman seorang diri.
"Benar-benar menyesal,
sampai sekarang aku masih belum dapat mendayung sampan"
Si Cay soat yang cerdas
segerab berkata pula sjambil tertawa. g
"Cici Cian, mabri biar
siau moay mengganti-kan kedudukanmu."
Sambil berkata ia bangkit
berdiri dan ber-maksud menuju ke arah buritan.
Siau cian mendongakkan
kepalanya sambil tertawa merendah, dengan cepat ia meng-ge-lengkan kepalanya.
"Aaah, aku tidak lelah.
harap adik Soat tak usah kemari"
Tapi sebelum ia selesai
berbicara, Si Cay soat telah menyambut dayung itu dari ta-ngannya.
Meskipun Hu-yong siancu tahu
bahwa Siau cian tak bakal lelah. namun dia kuatir hal tersebut akan menimbulkan
kecurigaan Si Cay soat, maka katanya kemudian sambil tersenyum
"Anak Cian, biarlah adik
Soat ikut menda-yung sebentar, memang lebih baik kalau kalian berdua mendayung
secara bergilir,"
Siau-cian tidak membantah
lagi, ia segera menyerahkan sepasang dayung itu kepada Si Cay-soat.
Ketika ia bangkit berdiri
untuk berpindah tempat, mendadak matanya berkilat tajam, serunya dengan nada
terkejut bercampur ke-heranan.
"Ibu, cepat lihat, apakah
tempat itu adalah Wi-lim-poo?"
Lan See giok yang mendengar
perkataan itu segera bangkit berdiri dan memandang ke depan, tapi dengan
terkejut ia segera berseru.
"Aaah, bukan, Wi-lim-poo
terletak dibalik hutan bakau yang sangat luas ......
Sembari berkata, dia menunjuk
ke arah hutan bakau yang berada nun jauh di situ.
Si Cay-soat turut bangkit
berdiri setelah mendengar seruan itu, dari kejauhan sana ia saksikan titik
cahaya lentera berkedip persis seperti bintang di angkasa.
"Aaah, itu kan barisan
perahu besar .yang kulihat tengah hari tadi..." serunya ter-tahan.
Tergerak hati Lan See giok,
segera gumam nya".
"Mengapa sampai waktu se
larut malam ini mereka belum juga kembali ke Wi-lim-poo?" "Anak Giok,
mari kita bergerak menuju ke sana" ajak Hu-yong siancu pelan.
Perkataan tersebut memang
sesuai dengan keinginan Lan See-giok. sebab dengan berla-buh nya, perahu-perahu
perang dari Wi-lim-poo di luar benteng, maka bisa jadi si Manu-sia buas
bertelinga tungrgal 0h Tin san zjuga berada di watas kapal perarng tersebut.
Oh Tin-san pernah
menyembunyikan diri di dalam kuburan kuno, itu berarti dia sudah melihat dengan
jelas pembunuh ayahnya, mungkin orang itu adalah si setan bengis bermata
tunggal dari telaga Tong-ting, mung-kin juga si Makhluk bertanduk tunggal Si Yu
gi dari telaga Pek-toh.
Kemudian diapun hendak
bertanya kepada mereka, darimana bisa tahu tempat per-sem-bunyian ayahnya serta
bagaimana ia mema-suki kuburan, kuno dan akhirnya mem-bunuh si Makhluk
bertanduk tunggal yang hampir sekarat.
Berpikir sampai di situ, Lan
See giok segera berpaling dan serunya kepada Si Cay soat yang berada di buritan
perahu.
"Adik Soat arahkan perahu
ini baik--baik, mari kubantu dengan mendorong pukulan ke atas permukaan."
Sambil berkata. dia me-nyalurkan hawa murninya ke dalam telapak tangan kanannya
kemudian men-dorongnya ke atas permukaan air, segulung tenaga pu-kulan yang
kuat segera meng-hantam permu-kaan air dengan cepat sampan tersebut me-luncur
ke depan bagaikan anak panah yang terlepas dari busur kecepatannya semakin
bertambah...
Dalam keadaan demikian, fungsi
pen-da-yung tersebut menjadi tak ada artinya lagi, maka Si Cay soat
mempergunakannya seba-gai pengatur arah perahu.
Hu-yong siancu memang tahu
bahwa tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok amat sempurna. akan tetapi dia
tidak mengetahui sampai di taraf manakah kesempurnaan tersebut.
Melihat perbuatan pemuda
tersebut de-ngan penuh rasa kuatir ia segera berkata,
"Anak Giok, musuh tangguh
berada di de-pan mata, kau jangan membuang tenaga dengan percuma."
Semalam, Siau cian telah
menelan dua tetes Leng-sik giok ji, ia merasa tenaga dalam yang dimilikinya
telah bertambah be-sar, oleh karena itu serunya kemudian de-ngan gembira.
"Biar kubantu usaha adik Giok." Sambil berkata dia memutar telapak
tangannya den segera disapu ke atas permu-kaan telaga..,..
Ombak segera memecah ke empat
penjuru, sampan kecil yang sedang meluncur pun ber-gerak semakin kencang,
begitu hebatnya se-hingga menimbulkan suara desingan yang tajam.
Si Cay soat terkejut sekali
menyaksikan hal ini, ia tidak menyangka kalau tenaga dalam yang dimiliki Ciu
Siau cian sama se-kali tidak berada di bawah kemampuannya,
(Bersambung ke Bagian 33)