Anak Harimau Bagian 32

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 32

Bagian 32

Karena Siau cian gembira, Lan See giok tu-rut merasakan hatinya lega, dari kejauhan ia lantas melancarkan sebuah sentilan udara kosong, segulung angin jari yang lembut dan sama sekali tak menimbulkan suara lang-sung meluncur ke luar dari halaman dan menyambar bambu di sudut halaman situ.

Dimana angin jari menyambar lewat, daun bambu segera berguguran mengotori permu-kaan tanah yang telah bersih disapu.

Siau cian tidak memperhatikan hal itu, dia segera menyapu daun tadi, namun daun bambu berikutnya kembali terjatuh ke tanah.

Berhubung yang rontok bukan daun ke-ring, lama kelamaan Siau cian merasakan keanehan tersebut, disaat daun ketiga mela-yang jatuh ke tanah itulah Siau cian segera membentak sambil tertawa, dengan sapu panjangnya dia menyambar pinggang pemu-da itu.

Lan See giok tertawa terbahak bahak. de-ngan cekatan dia melejit ke tengah udara dan melompat ke luar dari halaman.

Gagal dengan sapuannya, merah padam selembar wajah Siau cian, baru saja dia hen-dak mengejar pemuda itu, mendadak dari dapur kedengaran Hu-yong siancu berseru keras:

"Anak Cian, cepat siapkan hidangan untuk adik Giok!"

Mendengar itu dengan senyum manis di kulum Siau cian melirik sekejap kearah Lan See-giok, kemudian sambil membuang sapu ke tanah, buru-buru dia masuk ke dapur.

Dengan tenang Lan See-giok berdiri di de-pan pintu. dia dapat merasakan bahwa sa-puan yang dilakukan Siau-cian tadi mirip sekali dengan jurus serangan dalam ilmu pedang Tong- kong-kiam-hoat, namun bila diamati lebih seksama, terasa pula perbeda-annya.

Sementara dia masih berpikir, Siau-cian sudah muncul membawa sarapan, ketika dilihatnya pemuda itu termangu di depan pintu, sambil tersenyum segera tegurnya.

"Hai. mengapa cuma termangu? Ayo cepat, bantu aku membawa hidangan."

Lan See giok segera tertawa, namun sebe-lum dia melangkah maju, Hu-yong siancu sudah muncul membawa sayur.

Mereka bertigapun duduk sarapan Hu-yong siancu berada di tengah sementara Lan See giok dan Siau cian duduk di kedua belah sisinya..

Teringat akan ilmu pedang Tong-kong kiam-hoat, Lan See-giok terbayang pula akan sifat ingin menang sendiri dari Si Cay soat, bisa jadi dia akan memanfaatkan kesempatan itu untuk menantang Siau-cian beradu kepandaian. "

Sampai dimanakah taraf ilmu pedang yang dimiliki Si Cay soat, Lan See giok pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, boleh dibilang ilmu pedangnya sudah menca-pai puncak kesempurnaan.

Sebaliknya Siau-cian, karena situasi dan kondisi yang terbatas, mungkin ilmu pedangnya tak sesempurna Si Cay soat, bu-kan dia pilih kasih, namun dia selalu berang-gapan bahwa kepandaian dari Si cay soat ha-rus seimbang dengan Siau-cian.

Karena berpendapat demikian, maka ujar nya kepada Ciu Siau cian.

"Enci Cian, apakah kau juga berlatih ilmu pedang Tong kong kiam hoat..."

Siau cian menatap wajah Pemuda itu lekat-lekat, Kemudian mengangguk berulang kali.

Dengan kening berkerut pemuda itu ber-kata lagi:

"Menurut sapuan yang kau pergunakan tadi, tampaknya mirip sekali dengan jurus menyapu putus sungai besar dari ilmu pedang Tong kong kiam hoat, tapi jika kua-mati lebih seksama lagi, rasanya sedikit rada berbeda--"

Tampaknya Hu-yong siancu sudah melihat kalau pemuda itu mempunyai tujuan lain, kepada Siau cian katanya kemudian:

."Selesai bersantap nanti, keluarkan kitab ilmu pedang, biar anak Giok teliti dimanakah letak perbedaan itu:"

Siau cian tahu, Lan See giok adalah se-orang pemuda yang cerdas, dengan kemam-puan melebihi orang lain, siapa tahu dengan bantuan pemuda tersebut, dia akan men-jumpai banyak intisari dari ilmu pedang tersebut?

Karenanya dia mengangguk dengan gem-bira. bahkan melemparkan satu kerlingan ke arah pemuda itu.

Tentu saja Hu-yong siancu maupun Siau cian tak ada yang menyangka kalau Si Cay soat bakal manfaatkan kesempatan tersebut untuk menantang Siau cian beradu kepan-daian.

Selesai bersantap, Lan See giok dan Siau cian bersama sama masuk ke ruang dalam, karena Siau cian tidak membicarakan ten-tang peristiwa pagi tadi. tentu saja pemuda itu pura tak menyinggung soal apa yang telah disadapnya semalam.

Hu-yong siancu sendiri hanya mengawasi bayangan punggung Lan See giok serta Siau cian dengan pandangan murung dan sedih. kemudian masuk kembali ke kamar tidur. ia sangat berharap sepasang muda mudi itu dapat saling bercinta.

Sementara itu Sian cian telah mengeluar-kan sebuah kotak kecil dari dalam almari. kemudian dengan gembira duduk bersama See giok di tepi pembaringan, ketika kotak dibuka, dalamnya berisikan sejilid kitab kulit berwarna coklat.

Melihat bentuk dari kitab pusaka ter-sebut, Lan See giok menemukan bahwa bentuknya mirip sekali dengan milik Si Cay soat, di atas kulit buku yang berwarna coklat tertulis enam huruf yang mirip sekali dengan bentuk gagang pedang, ke enam huruf itu adalah:

"TONG KONG-KIAM HOAT KIAM BOH"

Sewaktu halaman pertama dibuka, maka dalamnya hanya tercantum dua huruf emas yang berbunyi.

"Ek- Ki"

Melihat hal tersebut, Lan See giok yang berada di samping Siau cian segera berkata:

"Enci Cian kitab ini nyatanya berbeda sekali dengan milik adik Soat...."

Tergerak hati Siau cian, dia segera men-dongakkan kepalanya ,memandang Lan See giok, kemudian tanyanya:

"Lantas kitab yang manakah yang asli?"

Namun Lan See giok tidak menjawab, sepasang matanya mengawasi terus wajah Siau cian, karena saat itu dia baru menemu-kan bahwa di atas wajah si nova yang cantik terdapat kulit yang halus dan lembut, putih bagaikan susu. pipinya merah seperti buah tho yang matang, ia tak tahu apakah hal tersebut dikarenakan semalam ia tak sempat melihat dengan jelas di bawah cahaya lentera ataukah hal ini berkembang setelah gadis itu menelan dua tetes cairan mestika Leng sik giok-ji.

Merah jengah selembar wajah Siau cian setelah dipandang secara begitu oleh Lan See giok, sambil mendorong pemuda itu, serunya lirih "Ayo cepat katakan, dimana sih perbe-daannya?"

Lan See giok belum dapat menenangkan pikirannya, terpaksa ia menjawab sekenanya: "Sepasang pipimu nampak lebih merah dari pada semalam, .sorot matamu jauh lebih bersinar daripada kemarin.--"

Siau cian segera mengayunkan tangannya siap memukul Lan See giok, serunya sambil berpura pura marah. "Hei. apa sih yang se-dang kau ngocehkan? Kenapa tidak se-patah katapun yang bersungguh-sungguh ...."

Ketika berbicara, sepasang pipinya men-jadi merah, kemudian sambil moncongkan bibirnya yang mungil diam-diam ia me-nunjuk kearah kamar tidur ibunya.

Biarpun Lan See giok merasa sikapnya su-dah khilaf, namun ia tak mengacuhkan hal ini. melihat wajah enci Cian yang tersipu, dia malah tertawa semakin riang, bahkan sambil menempelkan bibir-nya di sisi telinga Siau cian, ia berbisik -

"Bibi amat menyayangi diriku. aku tidak takut!"

Melihat pemuda itu hanya cengar cengir tanpa perasaan takut barang sedikitpun. Siau-cian kuatir pemuda itu melangkah lebih jauh, maka sambil menarik muka dan ber-pura pura marah dia berseru.

"Jika kau tak mau diajak serius, aku pergi saja ... " Sambil berkata dia lantas bangkit berdiri dan berlagak hendak meninggalkan tempat itu.



Lan See giok menjadi gugup. saking takut-nya- dia sampai meminta maaf berulangkali, ujarnya lirih. "Baik, baik, mari kita me-meriksa bersama, cuma kau harus duduk lebih dulu!"

Sambil berkata dia lantas menarik ujung baju nona tersebut.

Siau cian berusaha menahan rasa gelinya, kemudian duduk kembali di samping pemuda itu

Menunggu Siau cian sudah duduk, Lan See giok baru membalik kitab pusaka itu. sua-sana dalam ruangan pun untuk sesaat dicekam keheningan.

Ketika Siau cian menjumpai Lan See giok sedang memusatkan segenap pikirannya untuk membaca kitab pusaka mana, ada kalanya dia berkerut kening, ada kalanya pula ter-menung. untuk beberapa waktu ia tak berani banyak komentar.

Tak lama kemudian terdengar Lan See- giok memuji:

"Waah, dua jilid kitab pusaka ini, betul-betul berkaitan dan saling mengisi, ibaratnya matahari dan rembulan, cahaya masing-masing saling mengisi untuk menerangi ja-gad." "Lantas dimana sih letak perbedaan dari kedua jilid kitab pedang itu?" tanya Siau cian tidak mengerti.

"Bila dua orang yang membawa pedang Jit boa kiam dan Gwat hui kiam sama-sama mempelajari ilmu pedang Tong kong kiam boat, maka bila kedua orang itu saling berta-rung untuk beradu kepandaian, selama hidup jangan harap bisa diketahui siapa yang lebih unggul dan siapa lebih lemah. sebab setiap jurus serangan yang dipelajari masing-masing hanya berguna bila digunakan saling mengisi ...."

Seperti memahami akan sesuatu, Siau cian segera berkata.

"Tampaknya si pendekar pedang yang menciptakan ilmu pedang tersebut kuatir bila orang yang mempelajari, hasil karyanya ke-mudian saling bermusuhan, maka dengan susah payah dia menciptakan jurus-jurus serangan yang saling mengisi- --- "

Tidak sampai Siau cian menyelesaikan kata katanya. Lan See giok segera menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Bukan begitu, menurut apa yang tercan-tum dalam kiam boh sepasang pedang yang digunakan bersama akan memancarkan si-nar seperti matahari dan rembulan, atas bawah menyerang bersama, biar naga biar burung hong akan terpaksa semuanya secara mudah, hal ini bisa disimpulkan bahwa penggunaan sbepasang pedang jsecara bersa-mag sama justru akban menimbulkan daya ke-kuatan yang jauh lebih mengerikan!"

"Kalau memang demikian, mengapa To Seng cu locianpwe sama sekali tidak menje-laskan kelebihan tersebut disaat memberikan pedang itu kepadaku--?" tanya si nona sambil berkerut kening.

"Aku rasa hal itu hanya disebabkan sing-katnya waktu yang tersedia, bukankah waktu itu suhu bermaksud melindungi siaute se-cara diam-diam sehingga pergi secara tergesa gesa? Mungkin inilah yang menyebabkan ia tak sempat memberi penjelasan yang sejelas jelasnya."

Agaknya Siau cian masih tetap memikirkan masalah kerja sama serta saling mengisi itu, mendadak dia bertanya:

"Adik Giok, apakah kau juga pernah mem-pelajari ilmu pedang Tong kong kiam hoat?"

"Siaute tidak mempelajarinya, tapi aku ma-sih ingat beberapa jurus serangan diantara-nya" sahut sang pemuda sambil menggeleng.

Dengan wajah riang gembira Siau cian segera berseru:

"Adik Giok, gunakanlah senjata gurdi emasmu sebagai pengganti pedang, mari kita mainkan bersama-sama, coba kita buktikan apakah memang benar jurus serangan pedang itu harus saling mengisi?"

"Tapi halaman ini terlalu kecil sahut pe-muda itu ragu. . .

"Kita boleh mencobanya di tempat aku be-lajar pedang!"

Len See giok tidak tahu dimanakah Siau cian berlatih ilmu pedangnya dihati hari bi-asa, sehingga dia bertanya,

" Berapa jauh letaknya dari sini?"

"Di dalam hutan belakang dusun situ?" jawab gadis tersebut sambil bangkit berdiri.

Tanpa terasa pemuda itu segera meman-dang sekejap cahaya matahari yang sudah memenuhi jendela depan, dia masih ingat Si Cay soat sebentar lagi akan tiba di situ.

Namun sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Hu-yong siancu yang berada di kamar seberang telah memperingatkan:

"Anak Cian, bukankah hari ini nona Si akan datang kemari... ,?"

Siau cian segera mendusin, karbena itu dia tidjak mendesak lebgih jauh, cuma dbi atas wa-jahnya segera terlintas sikap kecewa serta perasaan apa boleh buatnya.

Lan See giok kuatir gadis itu tak senang hati, dia pun menganggap watak si Cay goat susah diatur, demi kegembiraan enci cian nya, kepada Hu-yong siancu segera serunya:

"Bibi, jika adik Soat datang. bibi boleh mengajaknya ke sana, kita sekalian mem-praktekkan ilmu pedang tersebut bersama sama, aku yakin adik Soat tentu akan merasa gembira sekali."

Hu-yong siancu nampak ragu sejenak, na-mun sahutnya kemudian.

"Baiklah, bila nona Si datang aku akan membawanya ke situ, cuma kalian berdua lebih baik selekasnya pulang kembali."

Lan See giok mengiakan dan segera masuk kan kembali kitab kiam boh tersebut ke dalam kotak kecil.

Siau cian mengembalikan kotak tersebut ke dalam almari, kemudian mengambil pedang Gwat hui kiam nya.

Lan See giok menjumpai sarung pedang Gwat hui kiam telah diberi selapis sarung kuning dengan bulu kuning dan pegangan berwarna kuning, suatu perpaduan warna yang sangat serasi.

Setelah menggembol pedang di pinggang Siau cian baru berkata dengan gembira.

"Belakang dusun sana merupakan tempat yang terpencil dan jarang ada manusia yang berlalu lalang di situ, tidak akan menimbul-kan perhatian orang, ayo kita lewat halaman belakang saja! "

Lan gee giok segera mengangguk sambit mengiakan,

Mendadak mereka jumpai Hu-yong siancu berjalan ke luar dari dalam kamar.

Dari sikap gembira dari Lan See giok. Hu-yong siancu menyimpulkan kalau pemuda itu tak sempat menyadap pembicaraan mereka semalam, kemudian ketika melihat putri ke-sayangannya memperlihatkan wajah yang cerah, sikap yang wajar, seakan akan sudah melupakan keputusan yang diambilnya se-malam, ia segera tertawa lega.

"Di tengah hari bolong begini. lebih baik kalian berdua jangan bertindak kelewat gegabah!" pesannya"

Lan See giok dan cian mengiakan bersama kemudian membuka jendela belakang dan bersama-sama merlompat ke luar.z setelah ya-kinw tiada orang yarng di seputar situ, mereka baru melayang ke luar dari pagar pekara-ngan..

Kuda hitam yang sedang makan rumput di situ, segera meringkik pelan setelah me-lihat kemunculan anak muda itu.

Lan See giok dengan penuh senyuman membelai rambut si kuda, kemudian sambil menarik tangan Siau cian berangkatlah mereka menuju ke luar dusun

Mendadak.....

Dari kejauhan sana terdengar suara ring-kikan kuda yang bergema datang secara lamat-lamat, suara itu muncul dari arah se-belah utara.

Kuda Wu wi kou yang mendengar ringki-kan tersebut seolah-olah merasa gembira sekali. ia segera balas meringkik dengan suara yang keras sekali.

Dengan cepat Lan See giok menghentikan langkahnya, kemudian sambil berpaling ka-tanya.

"Tentu adik Soat telah datang."

Mendengar Si Cay soat datang, Siau cian juga nampak gembira sekali, ia memang ber-harap bisa selekasnya mengamati hubungan cinta antara Si Cay soat dengan adik Giok nya telah mencapai taraf yang bagaimana se-bab hal tersebut menyangkut keputusannya nanti, apakah harus mengundurkan diri atau tidak:

Dengan senyum dikulum dan wajah berseri, Siau cian segera berkata:

"Kalau memang sudah datang, mari kita pulang saja!"

Sambil berkata. dia membalikkan badan dan balik ke pagar pekarangan sebelah muka.

Tiba di depan pagar, dia segera me-lompat masuk ke halaman belakang

Selama ini Hu-yong siancu berdiri di bela-kang kebun sambil mengawasi gerak gerik Lan See giok dan Siau cian, melihat kedua orang itu pulang kembali, ia pun membuka pintu daun jendela lebar-lebar.



Secara beruntun Lan See giok dan Siau cian masuk melewati jendela, pertama-tama Lan See giok yang berseru lebih dulu.

"Bibi, bisa jadi Soat sumoay telah datang." "Kalau begitu kau bersama anak Cian segera menyambut kedatangan nona Si! perintah Hu-yong siancu sambil tertawa ramah.

Buru-buru Lan See giok mengiakan, ke-mudian menarik tangan Siau cian menuju ke luar.

Melihat tingkah laku pemuda itu makin lama semakin berani, bahkan dihadapan ibunya pun ia berani menarik tangannya, merah dadu selembar wajahnya, sementara ia meronta untuk melepaskan diri dari cekalan orang.

Lan See giok tertegun lalu berpaling, ia saksikan bibinya sedang memandang ke arah mereka sambil tersenyum riang karena itu seperti memahami sesuatu buru-buru ia berjalan menuju ke luar pintu.

Baru tiba di depan pintu, suara derap kaki kuda yang amat ramai telah berkumandang semakin nyata.

Dengan perasaan terkejut Siau cian segera berseru.

"Waah, cepat amat lari kudanya!

Seraya berkata, mereka berdua membuka pintu dan menuju ke halaman luar. ketika di lihat dari arah sebelah utara situ terlihat ada segulung bayangan putih diantara titik merah sedang menelusuri tanggul telaga menuju kemari.

Melihat perbuatan gadis itu dengan- kening berkerut Lan See giok segera berguman.

"Wah, nampaknya kepandaian adik Soat dalam ilmu menunggang kuda kian lama kian bertambah cekatan!"

Sementara itu, kuda putih yang sedang berlari mendekat tampaknya sudah melihat Lan See giok diiringi suara ringkikan pan-jang, ia langsung menerjang datang...

Pucat pias wajah Siau cian melihat hal ini, ia berseru kaget.

Sedangkan Lan See giok segera berteriak keras memperingatkan

"Hati-hati adik Soat!"

Ditengah seruan tersebut, derap kaki kuda bergerak semakin keras, diantara debu yang berterbangan tampak sesosok babyangan hi-tam mjeluncur datang gdengan kecepatabn ba-gaikan sambaran kilat.

Setelah mendengar peringatan dari Lan See giok, agaknya Si Cay soat baru sadar kalau ia sudah sampai di tempat tujuan, buru-buru tali les kudanya ditarik.

Sekali lagi kuda putih meringkik panjang tiba-tiba kaki depannya diangkat tinggi-tinggi .....

Bentakan nyaring berkumandang, baya-ngan merah melejit meninggalkan punggung kuda, lalu dengan jurus daun kering terhem-bus angin, dia melayang turun dihadapan pemuda See giok,

Orang itu memang tak lain adalah Si Cay soat.

Begitu mencapai permukaan tanah, gadis itu segera berseru kepada Lan See giok de-ngan penuh kegembiraan.

"Andaikata kau tidak menegurku, aku malah tak tahu kalau sudah sampai, tampik nya si kuda putih tahu kalau aku hendak mencarimu setelah ke luar dari dusun. dia berlarian terus dengan kencang..... wah, benar-benar menakutkan!".

Lan See giok tertawa riang, sambil menunjuk kearah Siau cian yang berada di sisinya dia perkenalkan.

"Dia adalah enci Cian!"

Senyuman yang menghiasi wajah Si Cay goat makin cerah. dia maju ke muka dan se-runya penuh kegembiraan.

"Baik baikkah kau enci Cian?, Terima kasih banyak untuk sulaman sarung pedang serta sepatu untukku coba kau lihat, aku telah mengenakannya--

Sembari berkata ia segera perlihatkan sepasang sepatunya.

Setelah menyaksikan ilmu menunggang kuda Si Cay soat yang menggetarkan sukma. kemudian melihat cara gadis itu berbicara, Siau cian segera membuktikan bahwa ucap-an To Seng cu memang benar, Si Cay soat memang termasuk seorang gadis yang jujur polos dan terbuka.

Ketika mendengar perkataan dari Si Cay soat, merah padam selembar wajahnya, buru-buru dia merendah.

"Aaah, buatanku kasar dan jelek, harap adik Soat jangan menertawakan!"

Tak terlukiskan rasa gembira Lan See giok setelah melihat kedua orang itu saling me-nyebut saudara, ia segera tertawa terb-bahak bahak,

j"Haaahhh.. haaaghhh.. haaahhh..b haaahhh.. adik Soat, ayo cepat masuk, bibi sedang menunggumu di dalam halaman!"

Sembari berkata, dia masuk lebih dulu ke dalam halaman.

Sebenarnya Si Cay soat bermaksud me-ngutarakan beberapa patah kata merendah, namun ketika mendengar Hu-yong siancu hendak bertemu dengannya, cepat-cepat dia masuk ke dalam halaman.

Sementara itu, Hu-yong siancu dengan senyuman dikulum dan wajah penuh kasih sayang, sedang menantikan kedatangan mereka di muka pintu rumah.

"Dia adalah "bibi Wan." sambil tersenyum Lan See giok segera memperkenalkan.

"Si Cay soat tertegun, coba pemuda itu ti-dak memperkenalkan mereka, ia tak akan percaya kalau nyonya muda yang anggun dan cantik di depan pintu itu adalah Hu-yong siancu yang termasyhur namanya di dunia persilatan.

Sesudah menenangkan hatinya, buru-buru dia maju ke depan sambil memberi hormat, kemudian mengikuti sebutan yang dipakai Lan See giok. katanya dengan hormat.

"Soat-ji memberi salam hormat untuk bibi!"

Cepat-cepat Hu-yong siancu membangun-kan Si Cay soat, kemudian ujarnya lagi de-ngan penuh kasih sayang,

"Tidak berani.. tidak berani, harap nona Si bangun berdiri."

Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Si cay soat dengan pandangan kagum, kembali ia berkata kepada Lan See giok yang selama ini hanya berdiri menyengir.

"Anak Giok, cepat tuntun kuda nona Si menuju ke belakang!"

See giok mengiakan dengan hormat dan berlalu, Siau cian juga buru-buru ke dapur untuk menyiapkan air teh dan makanan kecil.

Hu-yong siancu dengan penuh kasih sayang menuntun Si Cay soat masuk ke dalam ruangan.

Dengan perbedaan tua dan muda, mereka sama-sama mengambil tempat duduk, tak lama Siau cian datang menghidangkan air teh.

Sudah lama sekali Si Cay soat ingin bertemu dengan Siau cian, sekarang setelah diamatinya dengan seksama,r ia menjumpai Sziau cian denganw gaun kuningnyar nampak lembut lagi anggun, terutama sekali sepasang biji matanya yang jeli, penuh pancaran sinar kecerdasan.

TANPA terasa pikirnya:

"Tak heran kalau suhu selalu memuji diri-nya"

Ketika ia menjumpai pedang mestika yang tersoren dipinggang Siau cian ternyata persis sekali bentuknya dengan pedang Jit hui kiam yang berada di punggung sendiri. dia lantas menyimpulkan bahwa benda itu tak lain adalah Gwat hui kiam pemberian gurunya.

Hanya saja, ia tak berani menanyakan hal tersebut secara langsung---

Siau cian sendiripun berpendapat bahwa Si Cay soat adalah seorang gadis yang lincah dan polos, seluruh gerak geriknya -penuh dengan daya kehidupan, tak heran kalau adik Gioknya selalu memanggil adik Soat, dalam hati kecilnya dia berjanji, sejak kini dia akan bersikap lebih lincah agar bisa semakin menarik perhatian anak muda tersebut.

Berbeda sekali dengan jalan pemikiran Si Cay soat, semenjak masih berada di puncak Giok li hong dibukit Hoa san, setiap kali menyinggung soal Ciu Siau cian, di atas wa-jah engkoh Giok nya selalu menunjukkan perubahan hal tersebut membuat gadis ini bertekad hendak bersikap lebih lembut dan halus.

Menanti Siau cian telah menghidangkan air teh dan makanan kecil, Hu-yong siancu baru bertanya kepada Si Cay soat sambil tersenyum:

"Nona Si, pukul berapa kau tiba di per-kampungan nelayan semalam--?"

"Menjelang maghrib, menurut Thio Tay keng, bibi baru saja pulang.-

Sambil tertawa Hu-yong siancu manggut-manggut:

"Yaa, aku pergi menengok Thio lo-eng-hiong, apakah dia sudah pulang ke rumah"

Si Cay-soat termenung - beberapa saat la-manya, kemudian katanya kembali:

"Menurut perhitungan, paling tidak besok selewatnya tengah hari mereka baru akan tiba disini, sebab mereka harus berputar, dulu ke Pek-ho cay, ini berarti lebih jauh setengah harian perjalanan"



Baru selesai dia berkata, Lan See giok su-dah masuk ke dalam ruangan dengan lang-kah tergesa-gesa, sambil menuju ke dalam segera tanyanya dengan gelisah:

"Apakah Thio loko belum kembali?"

Dengan pandangan penuh kemesraan Si Cay soat memandang sekejap kearah Lan See-giok, kemudian menggelengkan kepala-nya berulangkali.

"Biarpun Thio loko bisa berjalan cepat, namun ditambah dengan kehadiran adik Thi-gou bisa jadi dia akan menjadi sangat lambat."

Mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, sambil menengok ke arah Hu-yong siancu tanyanya agak terkejut.

"Sewaktu menunggang kuda datang ke mari tadi. Soat-ji menjumpai di permukaan telaga puluhan li di sebelah timur laut dusun berkumpul hampir ratusan buah perahu yang sangat besar dengan panji-panji yang besar, cahaya senjata yang gemerlapan su-dah pasti perahu itu bukan perahu nelayan! "

Lan See giok yang mendengar ucapan tersebut, segera menjelaskan dengan tawar:

"Oooh. sudah tentu kapal-kapal perang Wi-lim-poo. bisa jadi si manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin-san sedang mengadakan lati-han perang-perangan di atas telaga"

Siau-cian memang sangat berhasrat untuk menjajal ilmu berenang yang dimiliki Si Cay soat tergerak hatinya setelah mendengar per-kataan itu. sambil menoleh kearah Lan See giok, ujarnya.

"Bukankah adik Giok berniat untuk me-nyelidiki Wi-lim-poo? Bagaimana kalau ma-lam nanti kita berangkat ke situ"!

Si Cay-soat yang memang bersifat suka bergerak, waktu itu memang berniat untuk melihat kemampuan Siau-Cian, serta merta ia menyatakan persetujuannya.

Lan See giok sendiri juga berminat untuk menyaksikan sampai dimanakah kelihaian

"Bibi Wan nya yang pernah termasyhur dalam dunia persilatan dimasa lalu. kepada Hu-yong siancu ia lantas meminta.

"Bibi, ikutilah kami pada malam nanti" Hu-yong-siancu tertawa.

"Bibi sudah banyak tahun tidakb turun ke air..j....

Si Cay sogat kuatir Hu-yobng siancu enggan ikut mereka dengan cepat dia menimbrung.

"Nama besar bibi pernah termasyhur di seluruh kolong langit dan menggetarkan dunia persilatan, Soat-ji sering mendengar suhu menceritakan soal ini. malah katanya ilmu berenang yang bibi miliki tak ada se-orang manusiapun yang bisa menandingi, Soat-ji dan engkoh Giok sering kali menunggu datangnya kesempatan untuk menyaksi-kan kehebatan bibi, agar bisa menambah pengetahuan, kami dari angkatan muda"

Hu-yong siancu tertawa lagi:

"Itu sih sudah merupakan kejadian pada banyak tahun berselang, padahal di dalam dunia persilatan sekarang, terdapat banyak sekali jago-jago persilatan yang mampu menandingi ilmu berenang ku."

Kemudian setelah melirik sekejap kearah Lan See giok. ia melanjutkan.

"Kalau toh kalian akan pergi semua. aku juga kurang lega untuk tetap tinggal di rumah seorang diri. baik malam nanti aku akan menemani kalian!"

Lan See-giok dan Si Cay soat menjadi gem-bira setengah mati sehingga hampir saja mencak- mencak.

Hu-yong siancu memandang sekejap keadaan cuaca, lalu katanya kepada Siau- cian.

"Anak Clan turunkan pedang itu dan siap kan hidangan!"

Siau cian mengiakan seraya bangkit berdi-ri, kemudian melepaskan pedangnya siap menuju ke ruang dalam.

Ketika Lan See giok melihat sorot mata Si Cay soat tiada hentinya ditujukan kearah pedang Siau cian, sambil tersenyum ia men-jelaskan:

"Adik Soat, pedang milik enci Cian adalah Pedang Gwat hui kiam pemberian suhu. sekarang telah disarungi dengan kain kuning serta bulu kuning oleh enci Cian."

"Siaumoay memang selalu menduga, sudah pasti suhu menghadiahkan pedang Gwat hui kiam tersebut untuk enci Cian" kata Si Cay soat seperti baru mengerti.

Kemudian sambil berpaling ke arah - Hu-yong siancu kembali katanya,

"Sebab suhu selalu memuji kecerdasan enci Cian yang melebihi siapapun, di kemu-dian hari kau pasti akan menjadi seorang jagboan yang hebat jdi dalam penggugnaan pedang."

bMerah padam selembar wajah Siau cian, cepat-cepat dia berjalan masuk ke ruang dalam:

"Aaah, Cia locianpwe memang kelewat me-manjakan anak Cian" seru Hu-yong siancu sambil tertawa merendah.

"Tadi, sebenarnya enci Cian dan aku hen-dak berlatih pedang di dusun belakang sana, Eeeh tahunya kau datang" seru Lan See giok kemudian.

Dengan gembira Si Cay-soat segera berse-ru:

"Selesai bersantap nanti, aku juga mau ikut, biar aku membantu dulu enci Cian menanak nasi !"

Sambil berkata dia lantas melepaskan pedang jit-hoa-kiam dari punggungnya,

Hu-yong siancu memang sangat berharap Si Cay soat bisa bergaul lebih akrab dengan Siau cian, tentu saja dia tidak bermaksud menghalangi niatnya, malah dia berseru.

"Nona Si, kau toh tamu. masa harus turun ke dapur?"

Lan See-giok yang ada di sampingnya segera menimbrung.

"Adik Soat sangat pandai membuat Ang sioo hi, hari ini kau mesti memperlihatkan kebolehan mu agar bibi pun ikut mencicipi nya." Merah padam selembar wajah Si Cay soat serunya cepat kepada Hu-yong siancu.

"Bibi. kau jangan mendengarkan obrolan dari engkoh Giok, anak Soat cuma bisa membantu cici Cian mencuci sayur dan membersihkan beras..."

"Waah, kalau soal itu mah merupakan penderitaan bagiku, mari kita masuk ke dapur bersama sama, biar bibi seorang ber-istirahat dengan tenang:"

Siau cian yang berdiri di depan pintu tak tahan segera tertawa cekikikan sesudah mendengar perkataan itu.

Menyaksikan ketiga orang muda mudi itu dapat berkumpul dengan riang gembira, Hu-yong siancu turut tertawa gembira pula, diam-diam ia berdoa kepada Thian, semoga mereka bisa diberi kebahagiaan hidup, selalu gembira dan tak sampai mengalami nasib setragis apa yang dialaminya.

Lan See-giok, Siau cian dan Si Cay soat sama-sama menjadi sibuk di dapur, berhu-bung dapur nya kelewat kecil, semua orang menganggap See giok hanya mengganggu, namun tiada yang mempersilahkan rdia agar ke luazr.

Walaupun wawktu bergaul masrih singkat, tapi Siau cian sudah dapat melihat bagaima-nakah watak yang sesungguhnya dari Si Cay soat, ia merasa tidak sulit untuk berkumpul dengan gadis yang polos dan lincah ini, na-mun bukan berarti karena pandangan terse-but, dia lantas berubah ingatannya semula.

Dengan kerja ketiga orang itu, hidangan siang dapat dipersiapkan dalam waktu sing-kat.

Lan See giok yang melihat Si Cay soat dan Siau cian meski baru berjumpa untuk perta-ma kalinya, namun hubungan mereka begitu baik, hatinya menjadi gembira sekali.

Hu-yong siancu merasa hidangan yang di masak Si Cay soat memang jauh berbeda, baik Siau cian maupun Si Cay soat sama-sama merasa pihak lawan jauh lebih pandai daripada dirinya.

Hidangan siang itu dilewatkan dalam sua-sana penuh gembira .. .. .

Berhubung tengah hari sudah tiba, banyak orang yang mulai berlalu lalang di dusun, maka Hu-yong siancu memerintahkan Lan See giok bertiga agar merundingkan soal ilmu pedang di dalam ruangan, agar tidak menge-jutkan orang-orang dusun.

Selesai membicarakan soal ilmu pedang" Si Cay soat baru tahu kalau ilmu pedang Tong kong kiam- hoat lebih berkhasiat bila digunakan dengan kerja sama yang saling mengisi, hal tersebut membuat si nona segera menghapus kan niatnya untuk beradu kepandaian dengan Ciu Siau cian.

Tanpa terasa haripun menjadi gelap Lan See giok dan Si Cay soat menuntun kuda mereka masuk ke halaman rumah, sedang-kan Hu-yong siancu pergi mempersiapkan sampan kecil miliknya.

Diantara ke empat orang itu, Hu-yong siancu, Siau cian serta Lan See giok menge-nakan pakaian yang terbuat dari ulat sutera langit. jadi tidak memerlukan pakaian renang dibalik bajunya.

Pedang Hu-yong kiam yang sudah lama tersimpan semenjak mengundurkan diri da-hulu, kini digunakan lagi oleh Hu-yong siancu dengan menyoren nya di pinggang.



Setelah selesai mempersiapkan diri, mereka memadamkan lentera, mengunci pintu dan melompat ke luar dari halaman rumah dengan langkah yang sangat berhati hati.

Sebagian besar kaum nelayan yang tinggal di dusun itu memang hidup secara seder-hana, begitu langit gelap, merekapun banyak yang naik ke tempat pembaringan. .

Tidak heran kalau suasana dalam dusun tersebut hening dan sepi sekali meski kentongan pertama baru saja lewat, tiada kedengaran suara. tiada pula cahaya lentera.

Hu-yong siancu memeriksa sekejap seke-liling tempat itu. kemudian baru bergerak menuju ke tanggul telaga.

Lan See-giok, Siau-cian serta Si Cay soat bergerak mengikuti petunjuk dari Hu-yong siancu, oleh sebab itu mereka selalu mengi-kuti di belakang perempuan itu.

Dengan gerakan tubuh yang sangat ringan, dan santai Hu-yong siancu bergerak cepat ke muka, kesempurnaan ilmu meringankan tubuh dari perempuan membuat Si Cay-soat, merasa kagum, bahkan Lan See-giok yang sangat lihay pun tanpa terasa ikut memuji.

Thian san pay memang bukan termasyhur karena ilmu pedangnya saja yang hebat, ilmu meringankan tubuh yang dimiliki termasuk hebat sekali, apalagi Hu-yong siancu pernah mengalami penemuan aneh semasa masih muda dulu. ia boleh dibilang berbeda sekali dengan kemampuan anggota Thian-san pay lainnya. Ketika tiba di atas tanggul. Suasana di sekitar telaga sangat gelap, hanya suara ombak yang memecah di tepian bergema membelah keheningan malam.

Hu-yong siancu segera menunjuk kearah sampan kecil yang terikat depan tanggul itu. kemudian bisiknya.

"Cepat naik ke sampan yang berada di te-ngah itu, kalian naik lah lebih dulu."

Sembari berkata, dia memeriksa sekali lagi keadaan di sekeliling tempat itu, menanti Lan See giok sekalian bertiga sudah naik ke atas sampan, dia baru menyusul belakangan.

Tiba di atas sampan tersebut, Lan See giok menjumpai sampan tersebut mungil tapi ber-sih, di kiri dan kanan masing-masing terda-pat sebuah alat pendayung. Bentuknya mirip sekali dengan sampan milik benteng Wi-lim-poo. Dalam waktu singkat, sampan itu sudah meluncur ke tengah telaga dengan ke-cepatan tinggbi. jangan dilihjat Siau cian adgalah seorang gabdis yang lemah lembut, ternyata dia ahli sekali di dalam mendayung sampan, hanya berapa saat saja sampan tersebut sudah meluncur ke tengah telaga...

Di dalam keheningan yang mencekam se-lu-ruh jagad itulah, mendadak Hu-yong siancu berbicara memecahkan keheningan.

"Anak Giok, apakah kau sudah menguasai keadaan di dalam benteng Wi-lim-poo?",

Buru-buru Lan See giok mengangguk.

"Secara garis besarnya aku tahu, Cuma lantaran waktu di situ terlampau singkat, maka anak Giok tidak begitu menguasai tentang letak alat - alat. rahasia di dalam benteng serta posisi penjagaan, yang mereka atur.".

"Kalau kita memang bermaksud menyeli-diki secara diam-diam, alangkah baiknya bila kita menyusup masuk lewat air," timbrung Si Cay soat tiba-tiba.

Hu-yong siancu sudah cukup berpengala-man di dalam pertarungan dalam air, diapun telah banyak menjumpai ancaman bahaya maut, sehingga boleh dibilang berpengalaman sekali tentang bergerak di air.

Ketika mendengar usul tersebut, dengan kening berkerut segera ujarnya.

"Biarpun disini tanpa penjagaan. Namun alat rahasia yang dipasang tentu berlapis lapis. ini berbahaya sekali bagi suatu usaha penyusupan, sebaliknya bila kita menyusup lewat atas permukaan, meski mudah mele-nyapkan pelbagai macam rintangan, namun jejak kita juga lebih gampang diketahui, pokoknya kita bergerak menurut keadaan yang paling menguntungkan. jadi tak usah harus berpegang teguh pada sebuah cara dan sistim belaka.

Si Cay soat dan Lan See giok segera me-ngangguk berulang kali, sewaktu meman-dang lagi kearah tanggul. di situ sudah tak nampak setitik bayangan pun.

Sementara itu Siau cian masih mendayung sampan itu tiada hentinya. Sampan bergerak maju dengan kecepatan luar biasa.

Makin memandang Lan See giok merasa semakin tak tega, akhirnya dia berguman seorang diri.

"Benar-benar menyesal, sampai sekarang aku masih belum dapat mendayung sampan"

Si Cay soat yang cerdas segerab berkata pula sjambil tertawa. g

"Cici Cian, mabri biar siau moay mengganti-kan kedudukanmu."

Sambil berkata ia bangkit berdiri dan ber-maksud menuju ke arah buritan.

Siau cian mendongakkan kepalanya sambil tertawa merendah, dengan cepat ia meng-ge-lengkan kepalanya.

"Aaah, aku tidak lelah. harap adik Soat tak usah kemari"

Tapi sebelum ia selesai berbicara, Si Cay soat telah menyambut dayung itu dari ta-ngannya.

Meskipun Hu-yong siancu tahu bahwa Siau cian tak bakal lelah. namun dia kuatir hal tersebut akan menimbulkan kecurigaan Si Cay soat, maka katanya kemudian sambil tersenyum

"Anak Cian, biarlah adik Soat ikut menda-yung sebentar, memang lebih baik kalau kalian berdua mendayung secara bergilir,"

Siau-cian tidak membantah lagi, ia segera menyerahkan sepasang dayung itu kepada Si Cay-soat.

Ketika ia bangkit berdiri untuk berpindah tempat, mendadak matanya berkilat tajam, serunya dengan nada terkejut bercampur ke-heranan.

"Ibu, cepat lihat, apakah tempat itu adalah Wi-lim-poo?"

Lan See giok yang mendengar perkataan itu segera bangkit berdiri dan memandang ke depan, tapi dengan terkejut ia segera berseru.

"Aaah, bukan, Wi-lim-poo terletak dibalik hutan bakau yang sangat luas ......

Sembari berkata, dia menunjuk ke arah hutan bakau yang berada nun jauh di situ.

Si Cay-soat turut bangkit berdiri setelah mendengar seruan itu, dari kejauhan sana ia saksikan titik cahaya lentera berkedip persis seperti bintang di angkasa.

"Aaah, itu kan barisan perahu besar .yang kulihat tengah hari tadi..." serunya ter-tahan.

Tergerak hati Lan See giok, segera gumam nya".

"Mengapa sampai waktu se larut malam ini mereka belum juga kembali ke Wi-lim-poo?" "Anak Giok, mari kita bergerak menuju ke sana" ajak Hu-yong siancu pelan.

Perkataan tersebut memang sesuai dengan keinginan Lan See-giok. sebab dengan berla-buh nya, perahu-perahu perang dari Wi-lim-poo di luar benteng, maka bisa jadi si Manu-sia buas bertelinga tungrgal 0h Tin san zjuga berada di watas kapal perarng tersebut.

Oh Tin-san pernah menyembunyikan diri di dalam kuburan kuno, itu berarti dia sudah melihat dengan jelas pembunuh ayahnya, mungkin orang itu adalah si setan bengis bermata tunggal dari telaga Tong-ting, mung-kin juga si Makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi dari telaga Pek-toh.

Kemudian diapun hendak bertanya kepada mereka, darimana bisa tahu tempat per-sem-bunyian ayahnya serta bagaimana ia mema-suki kuburan, kuno dan akhirnya mem-bunuh si Makhluk bertanduk tunggal yang hampir sekarat.

Berpikir sampai di situ, Lan See giok segera berpaling dan serunya kepada Si Cay soat yang berada di buritan perahu.

"Adik Soat arahkan perahu ini baik--baik, mari kubantu dengan mendorong pukulan ke atas permukaan." Sambil berkata. dia me-nyalurkan hawa murninya ke dalam telapak tangan kanannya kemudian men-dorongnya ke atas permukaan air, segulung tenaga pu-kulan yang kuat segera meng-hantam permu-kaan air dengan cepat sampan tersebut me-luncur ke depan bagaikan anak panah yang terlepas dari busur kecepatannya semakin bertambah...

Dalam keadaan demikian, fungsi pen-da-yung tersebut menjadi tak ada artinya lagi, maka Si Cay soat mempergunakannya seba-gai pengatur arah perahu.

Hu-yong siancu memang tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok amat sempurna. akan tetapi dia tidak mengetahui sampai di taraf manakah kesempurnaan tersebut.

Melihat perbuatan pemuda tersebut de-ngan penuh rasa kuatir ia segera berkata,

"Anak Giok, musuh tangguh berada di de-pan mata, kau jangan membuang tenaga dengan percuma."

Semalam, Siau cian telah menelan dua tetes Leng-sik giok ji, ia merasa tenaga dalam yang dimilikinya telah bertambah be-sar, oleh karena itu serunya kemudian de-ngan gembira. "Biar kubantu usaha adik Giok." Sambil berkata dia memutar telapak tangannya den segera disapu ke atas permu-kaan telaga..,..

Ombak segera memecah ke empat penjuru, sampan kecil yang sedang meluncur pun ber-gerak semakin kencang, begitu hebatnya se-hingga menimbulkan suara desingan yang tajam.

Si Cay soat terkejut sekali menyaksikan hal ini, ia tidak menyangka kalau tenaga dalam yang dimiliki Ciu Siau cian sama se-kali tidak berada di bawah kemampuannya,

(Bersambung ke Bagian 33)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar