Untuk berjaga jaga terhadap
segala ke-mungkinan yang tak diinginkan, Lan See -giok bangkit berdiri, sorot
matanya yang tajam dipancarkan memperhatikan sekitar situ.. sedang ke sepuluh
jari tangannya bersiap sedia melepaskan serangan ke arah tempat yang
mencurigakan...
Siau cian serta Cay soat
mendayung sema-kin kuat. sampanpun bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya menembusi jalan air selebar delapan depa itu.
"Sreeet....!"
Sampan kecil itu menerjang
masuk dengan cepat. Mendadak . . . . . dari balik hutan ila-lang itu bergema
suara tempik sorak yang gegap gempita "Sau-pocu telah kembali....!
"Hooore . . . sau pocu
telah kembali..."
Menyusul sorak sorai yang amat
nyaring itu. ilalang disingkap orang dan muncul enam orang lelaki kekar
berpakaian renang warna hijau dengan wajah penuh peng-hara-pan.
Lan See giok merupakan seorang
yang kaya akan perasaan, sehabis mendengar suara sorak sorai tersebut dia
menjadi ter-pengaruh emosi. hawa murni yang telah dihimpun pun segera
dibubarkan kembali.
Siau cian dan Cay soat yang
menyaksikan kejadian ini pun dibikin tertegun.
Sebaliknya berkilat sepasang
mata Hu-yong siancu, cepat dia bangkit berdiri, lalu bisiknya kepada Lan See
giok.
"Anak Giok, ayolah kita
makan siasat de-ngan siasat cepat kau tanggapi mereka !"
Cepat Lan See giok
mengunjukkan senyu-man di wajahnya, dia mengangkat tangannya dan diulapkan
berulang kali kearah ke enam lelaki kekar yang sedang berenang mendekat itu.
Dalam pada itu, dari balik
ilalang di depan sana pun saling menyusul bergema tempik sorak yang penuh
kegembiraan, lalu dari mana-mana muncul orang yang berenang mendekat.
Lan See-giok kuatir kehadiran
mereka akan menunda rencananya, sambil memberi tanda kepada siau- cian dan Cay
soat agar mempercepat dayungnya, dia pun mengulap kan tangannya sambil
berteriak keras:
"Musuh besar belum pergi
jauh, harap saudara sekalian tetap berjaga di pos masing-masing, ingat jangan
bergerak meninggalkan pos masing-masing secara sembrono!"
Sementara pembicaraan
berlangsung sam-pan kecil itu meneruskan perjalanannya me-lesat ke dalam lorong
air, tapi kawanan lelaki kekar yang berada di kedua sisi lorong itu tetap
memberi sambutan yang meriah. .
Hu-yong siancu sangat terharu
oleh keja-dian tersebut. dia tak menyangka kehadiran Lan See giok dalam benteng
Wi-lim-poo mesti hanya berlangsung selama dua hari, namun kehadirannya telah
meninggal-kan kesan yang begitu mendalam dihati lelaki--lelaki kekar anggota
benteng itu...
Semakin ke dalam sampan itu
bergerak, sambutan yang diberikan semakin bertam-bah meriah, dimana mana muncul
tangan manusia yang sedang menggapai, atau wa-jah-wajah gembira yang bersorak
sorai...
Di samping membalas sambutan
orang-orang itu dengan senyuman, dalam hati kecilnya Lan See giok juga maju
sendiri, pikirnya. "
"Yaa, dari mana mereka
bisa tahu kalau kedatanganku kali ini adalah bertujuan membunuh loo-pocu
mereka?"
Setelah menempuh perjalanan
sekian waktu lagi. muncul banyak jalan lorong yang bercabang cabang, dalam
keadaan begini Siau cian dan Cay soat tidak tahu harus me-nempuh jalan yang
mana.
Untung saja di kedua sisi
jalan telah mun-cul banyak lelaki kekar yang memberi pe-tunjuk belok ke kiri
kanan, ke barat atau utara..-
Setelah menempuh perjalanan
sekian waktu, akhirnya mereka ke luar dari pepoho-nan ilalang yang lebat dan
semua pemanda-ngan pun muncul di depan mata.
Seratus kaki di depan mereka,
kini nampak sebuah bangunan benteng yang besar dan kokoh. di atas lorong
benteng tergantung tiga buah lentera merah yang besar dan bergo-yang goyang ketika
terhembus angin.
Berhubung tempik sorak telah
bergema semenjak sampan memasuki lorong air. maka ketika sampan itu akhirnya
muncul di bawah benteng, sorak sorai yang keras pun kembali menggema di
situ."
Enam orang lelaki kekar,
berbaju merah celana hijau, bersama sama meniup terompet mereka begitu melihat
Lan Se giok telah muncul di situ.
Tambur yang menderu deru
seperti guntur membelah pula keheningan. sementara para pengawal bersama sama
mengangkat tombak mereka memberi hormat.
Menyaksikan keadaan demikian,
tanpa terasa Lan See-giok jadi teringat kembali dengan upacara perkenalan yang
diselengga-rakan Oh Tin-san setahun berselang, hal tersebut membuat perasaannya
menjadi tak karuan.
Hu-yong siancu diam-diam
memberi tanda kepada Si Cay soat dan Ciu Siau cian agar meneruskan perjalanan
untuk menghindari segala kemungkinan, setelah itu bisiknya kepada Lan See giok.
"Anak Giok, pembunuhan
atas ayahmu merupakan dendam yang lebih dalam dari-pada samudra, harap kau
jangan melupakan tujuan kedatanganmu kemari!"
Lan See giok terkesiap dan
buru-buru menyahut, hampir saja air mata jatuh berli-nang membasahi wajahnya.
Ketika sampan berada puluhan
kaki dari pintu gerbang, suara gemerincing nyaring bergema memecahkan
keheningan, pintu gerbang yang tertutup pelan-pelan bergerak ke atas.
Agak emosi juga Siau cian dan
Cay- soat setelah menyaksikan kejadian ini, terutama sekali setelah menyaksikan
arsitek pemba-ngunan benteng Wi-lim-poo yang begitu megah "
Untuk menjaga segala
kemungkinan yang tidak diinginkan, Lan See giok berdiri di ujung sampan dengan
wajah serius meski senyum tetap dikulum, sementara tangan-nya berulang kali
diulapkan untuk mem-balas hormat para lelaki bertombak yang berada di atas
dinding benteng.
Bagaikan anak panah yang
terlepas dari busur, sampan itu melesat masuk ke dalam pintu benteng, dari
balik benteng segera ber-gema sorak sorai penuh kegembiraan. suara tambur dari
bangunan loteng juga di-bunyi-kan bertalu talu.
Sepanjang tanggul lorong air,
manusia berdesakan memberi sambutan yang meriah, malah boleh dibilang sambutan
yang mereka berikan mendekati kalap.
Diam-diam Siau - cian dan Cay
soat gem-bira melihat kejadian tersebut, mereka tidak mengira kalau usaha
mereka me-masuki benteng Wi-lim-poo dapat berlangsung de-ngan luar biasa lancarnya.
dengan lega-nya hati mereka sampan pun bergerak makin lamban.
Sementara itu Lan See-giok
merasa kehe-ranan oleh kejadian yang dihadapinya, dia tidak mengerti apa
sebabnya diantara para penyambut yang amat ramai itu sama sekali tidak nampak
Oh Tin-san dan Say--kui hui? Diapun heran mengapa masalah kaburnya dia dari
benteng tidak disiarkan Oh Tin san kepada segenap anak buahnya? Atau mung-kin
mereka berdua yakin dia tak akan berani datang ke sini lagi?
Pada saat itulah sebuah sampan
kecil tiba-tiba muncul dari ruangan tamu telaga emas dan bergerak mendekat.
Mengetahui siapa yang datang,
dengan perasaan terkejut Lan See giok berpaling ka arah Hu-yong siancu sembari
berkata.
"Bibi yang datang adalah
Be Siong pak. orang menyebutnya Say go yong, dia adalah juru pikir Oh Tin san.
orangnya licik dan banyak akal muslihatnya, sebentar bibi mesti berhati-hati
terhadapnya."
Dengan tenang Hu-yong siancu
mengang-guk tanda mengerti, di samping itu diapun mulai memperhatikan si kakek
bungkuk yang waktu itu berdiri hormat di atas sam-pan.
Kakek bungkuk itu berperawakan
pendek dan kecil, dia mengenakan jubah panjang berwarna putih. bermata segi
tiga dan meme-lihara jenggot kambing, sorot matanya dili-puti perasaan kaget
dan gelisah tapi senyu-man penuh di bibir, jelas seorang manusia berwajah
licik.
Ketika kawanan lelaki kekar
yang memberi sambutan di kedua sisi tanggul melihat kemunculan Be Siong pak.
suasana seketika berubah menjadi amat hening.
Be Siong pak segera menjura
kepada Lan See giok dari kejauhan.. lalu dengan wajah penuh senyuman licik dia
berkata:
"Hamba Be Siong pak
gembira sekali, mendengar kedatangan kembali sau pocu. bila penyambutan agak
terlambat harap sau pocu sudi memaafkan"
Lan See giok tertawa tergelak.
dia batas memberi hormat seraya merendah.
"Tidak berani. tidak
berani. banyak tahun tak bersua muka, Be to enghiong masih tetap nampak segar
bugar"
Be Siong pak sama sekali tak
berani melirik kearah Hu-yong siancu, Si Cay soat maupun Ciu Siau cian, ketika
mendengar perkataan dari Lan See-giok tersebut, Ia segera tersenyum sambil
menyahut dengan hormat:
"Kesemuanya ini tak lain
berkat puji syu-kur dari sau pocu..."
Sambil berkata dia memandang
sekejap ke arah Hu-yong siancu yang memegang kemudi serta Cay soat dan Siau
cian yang memegang dayung. lalu buru-buru serunya kepada ka-wanan lelaki kekar
yang berada di sisi tang-gul.
""Ayo kemari dua
orang untuk mengganti kan kedua nona ini."
"Tidak usah Be
lo-enghiong..." cegah Lace See giok .
Belum selesai is berkata,
tiba-tiba dari arah ruang tamu telaga emas telah berkumandang suara keleningan
kecil yang amat ramai. .
Paras muka Lau See giok
berubah hebat sekilas sinar tajam melintas dibalik matanya..
Hu-yong siancu segera
mengerti, sudah pasti Manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin-san yang telah
datang,
Dari ujung lorong air itu
muncul sebuah perahu berkepala naga emas, perahu itu meluncur datang dengan
kecepatan tinggi, ternyata orang yang berada di ujung geladak adalah seorang
gadis genit bergaun panjang, waktu itu dia sedang menggapai kearah ke mari
dengan wajah penuh kegelisahan.
Be Siong pak yang menjumpai
habl itu segera bejrteriak keras: g
"Nona telah dabtang untuk
menyambut ke-datangan sau pocu"
Lan See giok segera berpaling,
betul juga ternyata Oh Li cu yang datang, hal ini mem-buat hatinya amat kecewa,
tapi ia toh berta-nya juga.
"Sejak kapan nona kembali
ke benteng?"
Waktu itu Be Siong pak sedang
sibuk me-merintahkan orang untuk menggantikan pe-megang dayung, jadi ia tidak
melihat akan perubahan wajah Lan See giok, kini Setelah berpaling meski di
jumpai pula perubahan aneh pada wajan pemuda itu, dia mengira hal tersebut
dikarenakan tak bersua dengan lo pocu, karenanya hal mana tak dipikirkan ke
dalam hati.
Sahutnya kemudian dengan
hormat. "Baru senja kemarin tiba di benteng."
Lan See giok terkejut juga
oleh kecepatan Oh Li cu pulang ke benteng, tapi ia tidak memberi tanggapan
lebih jauh. hanya tanya-nya kemudian sewaktu tidak menjumpai ke-hadiran Oh
Tin-san di atas perahu naga emas tersebut:
"Mana Lo-pocu?"
"Semenjak Sau pocu
meninggalkan ben-teng, keesokan harinya lo pocu dan hujin tu-rut meninggalkan
benteng pula..."
Lan See giok terkejut dan
segera berkerut kening, timbul perasaan gelisah, mendongkol dan tak tenang yang
akhirnya meletus men-jadi api kemarahan, berkilat sorot matanya.
Oleh pandangan sang pemuda
yang meng-gidikkan hati itu, Bee Siong-pak gemetar keras dan cepat-cepat
menundukkan kepala nya kembali...
Baru sekarang Hu-yong siancu
mengerti, apa sebabnya selama setahun lebih ini me-ngapa jejak Oh Tin san suami
istri tidak nampak, lantas kemana perginya Oh Tin san berdua? Inilah yang
membuat pusing kepalanya.
Dalam pada itu, Hu-yong siancu
yang melihat Lan See giok memperlihatkan sikap yang kurang wajar segera
mendehem dan ujarnya dengan tenang,
"Anak Giok, nona Oh
tiba!"
Ketika mendengar sebutan anak
Giok." Be Siong pak segera mengangkat kepalanya dan memandang sekejap
wajah anggun pe-rem-puan itu dengan terkejut, ia nampak agak termangu.
Lan See giok segera menyadari
bakan kekhilafanjnya, cepat dia gmemusatkan kem-bbali pikirannya sambil
mendongakkan kepala, waktu itu perahu naga emas telah berada lima kaki
dihadapannya.
Tampak Oh Li cu sedang
mengulapkan tangannya berulangkali dengan wajah gem-bira bercampur gelisah,
dibalik matanya yang genit, dia seakan akan hendak memperingat-kan kepada
pemuda itu agar jangan banyak bicara.
Ketika Oh Li cu menyaksikan
Hu-yong siancu juga berada di atas kapal tersebut, dengan kejut bercampur
girang ia segera ber-sorak gembira.
"Aaah, bibi! Baik.
baikkah kau?"
Kemudian dengan sikap yang
amat tulus dia memberi hormat kepada perempuan tersebut.
Tentu saja peristiwa ini
membuat Be Siong pak tertegun, ia betul-betul dibuat semakin kebingungan.
Lan See giok, Siau clan dan
Cay soat saling. menyapa pula dengan Oh Li cu, ada yang memanggil enci Oh, ada
pula yang me-nyebut enci Cu. suasana betul-betul riang gembira.
Dengan senyum ramah menghiasi
wajah-nya Hu-yong siancu menyapa pula.
"Baik baikkah kau nona
Oh!"
Setelah perahu naga emas itu
bersandar di sisi sampan kecil. Oh Li cu mempersilahkan Hu-yong siancu sekalian
naik ke atas kapal-nya.
Hu-yong siancu pun tidak
menampik, tidak melihat bagaimana gerakan tubuhnya tahu-tahu dia sudah
melambung ke tengah udara.
See-giok, Cay soat dan siau
cian segera menyusul pula di belakangnya dan melayang ke atas perahu.
Untuk kedua kalinya Be Siong
pak dibuat termangu, apalagi kawanan lelaki yang ber-kerumun di sekeliling
situ, mereka benar-benar terkesima dibuatnya, mimpi pun mereka tidak mengira
kalau dalam dunia persilatan terdapat ilmu meringankan tubuh yang begitu
sempurna dan hebatnya.
Menanti Siau cian serta Cay
soat telah meninggalkan tempat duduknya. maka di-bagian buritan sampan kecil
itu segera mun-cul sebuah gambar kepala setan yang berta-ring. lambang khas
dari pihak Lim-lo pah pimpinan Toan Ki tin.
Paras muka Be Sriong pak serta
zOh Li cu segeraw berubah hebat.r saking kagetnya mereka berdua sampai menjerit
tertahan, se-baliknya kawanan lelaki yang berada di kedua tanggul menjadi
gaduh.
Hu-yong siancu dapat menyaksikan
semua nya itu dengan jelas. sambil tertawa hambar segera ujarnya kepada Oh
Li-cu.
"Kemarin malam anak Giok
sedang pulang ke benteng dengan naik sampan kecil.. ketika tiba di tengah
te1aga, ia saksikan di situ berlabuh beratus buah kapal perang, anak Giok
mengira kapal-kapal itu milik benteng kalian, siapa tahu setelah mendekat baru
diketahui sebagai pasukan kapal perang dari Lim lo pah, akibatnya terjadilah
bentrokan kekerasan, namun alhasil anak Giok berhasil menghajar Toan Ki tin
hingga terluka parah, malam itu juga Toan Ki tin telah memimpin pasukannya
kembali ke telaga Tong ting. itulah sebab nya kami datang dengan mema-kai
sampan kecil milik mereka"
Baru saja Hu-yong siancu
menyelesaikan kata katanya. para lelaki kekar yang berada di sekitar sana telah
bersorak sorai penuh kegembiraan. ada yang berlarian menyampai kan berita itu
kepada rekan rekannya, ada pula yang lari ke loteng benteng dan me-nyiarkan
kabar tersebut ke seantero benteng.
Tak heran kalau dalam waktu
singkat berita tentang dirobohkannya Toan Ki tin oleh sau pocu telah tersebar
rata di seluruh benteng Wi-lim-poo:
Be Siong pak berpikir agak
tertegun, sete-lah berulang kali mengalami rasa terkejut bercampur gembira,
manusia yang paling pandai mengumpak ini sekarang betul-betul kebingungan
sehingga dia tak tahu bagai-mana mesti mengucapkan selamat kepada Lan See-giok.
Dengan sorot mata penuh rasa
terima kasih Oh Li cu memandang sekejap ke arah Lan See giok, demi keleluasaan
mereka dalam berbincang, tampaknya dia sengaja hendak menyingkirkan Be
Siong-pak dari situ, maka serunya kemudian dengan gembira.
"Be congkoan untuk
merayakan kemena-ngan sau pocu, seluruh isi benteng harus ikut merayakan nya,
terselenggaranya pesta tersebut kuserahkan pertanggungan jawab-nya kepadamu,
sedang sau pocu sudah lelah karena bertempur semalaman, biar aku yang
menjamunya dalam benteng, jadi dia tak akan menghadiri pesta kalian."
Be Siong pak merasa
semangatnya bangkit kembali setelah mendengar ucapan tersebut, cepat dia
meluruskan yang bungkuk serta mengiakan.
Oh Li cu mempersilahkan
Hu-yong siancu dan Lan See giok sekalian naik ke perahu naga emasnya diiringi
suara dentingan bel berangkatlah perahu tersebut menuju ke dalam benteng.
Hu-yong siancu duduk dikursi
utama milik Oh Tin san sambil memperhatikan sekejap ruang perahu yang
gemerlapan itu kemudian tanyanya dengan penuh perhatian.
"Nona Oh, ketika semalam
kau kembali, apakah sudah kau tanyakan arah kepergian lo-pocu dan hujin?"
Dengan cekatan Oh Li cu yang
duduk di kursi sebelah kiri memandang sekejap ke arah beberapa orang lelaki
berpakaian ring-kas yang berada tak jauh dari situ, lalu jawabnya dengan
hormat.
"Berhubung ayah pergi
dengan tergesa gesa sehingga tidak memberi pesan yang jelas, maka tak
seorangpun yang tahu kemanakah mereka berdua telah pergi"
Hu-yong siancu tahu kalau Oh
Li cu merasa kurang leluasa untuk berbicara di sini, maka diapun mengangguk
serta tidak banyak bertanya lagi.
Siau cian dan Cay soat duduk
termenung sambil mengawasi bangunan rumah di air sepanjang perjalanan.
tampaknya mereka tertarik oleh keadaan bangunan di situ,
Setelah melewati lagi dua
pintu gerbang, dia menembusi sebuah jembatan besar sam-pailah mereka dalam
benteng, perahu naga emas pun berlabuh di depan bangunan rumah Oh Li cu.
0h Li cu mengajak Hu-yong
siancu. Cay soat dan Siau cian memasuki gedung bagian belakang, banyak dayang
segera munculkan diri serta menyambut kedatangan mereka.
Sedangkan Lan See giok sendiri
segera teringat dengan pengalamannya dimasa Lampau disaat dia sedang berdua dengan
On Li cu. waktu itu keadaannya sungguh berbe-da dengan keadaan sekarang.
Setelah Oh Li cu menjelaskan
kbeadaan yang diajlaminya semalamg. diapun menitabh-kan dayang untuk menyiapkan
hidangan lezat. tapi berhubung ada kaum dayang turut hadir di situ maka mereka
tidak membicara-kan soal jejak yang menyangkut Oh Tin san.
Seusai bersantap, dengan
alasan sau pocu perlu beristirahat, semua dayang di-perintah-kan agar
mengundurkan diri.
Setelah Oh li cu
mempersilahkan Hu-yong siancu sekalian memasuki kamarnya untuk beristirahat.
Ketika memasuki kamar Oh Li
cu. Lan See giok segera dibuat tertegun, ternyata dalam semalam, saja kamar
tidur Oh Li cu telah dirubah dari warna merah menjadi warna biru, hal ini
mendatangkan suasana yang nyaman bagi siapapun yang memandang,
la mengerti apa yang telah
menyebabkan Oh Li cu berubah begini, sebaliknya Hu-yong siancu, Cay soat, dan
Siau cian selain me-rasa ruang itu nyaman, sama sekali tidak tahu kalau Oh Li
cu telah merubah sama sekali croak dekorasi dalam ruangan-nya
Kalau Siau cian menemukan
perubahan yang menyolok dari watak Oh Li cu maka Cay soat justru memperhatikan
pandangan pe-nuh rasa cinta dari Oh Li cu terhadap engkoh Giok nya.
Lain halnya dengan Hu-yong
siancu, dia cuma menguatirkan jejak Oh Tin san suami istri, sebab hal ini
menyangkut soal dendam kesumat Lan See giok.
Selesai menghidangkan air teh.
Oh Li cu baru mengeluarkan sepucuk surat dari bawah pembaringannya dan
diserahkan kepada Hu-yong siancu.
Hu-yong siancu tahu pasti ada
yang tak beres maka surat itu segera diteliti dengan seksama.
Pada sampul bagian depan,
tertera bebe-rapa huruf yang cukup besar.
"Ditujukan untuk anak Cu
pribadi."
Biarpun Hu-yong siancu melihat
sampul surat telah robek, tak urung ia bertanya lagi kepada Oh Li cu dengan suara
rendah.
"Sudah nona Oh baca isi
suratnya?"
"Sudah" Oh Li cu
mengangguk dengan hormat. "anak Cu telan melihat dengan sek-sama, silahkan
bibi untuk memeriksa sekali lagi-.."
Dari panggilan
"bibi" kepadanya, Hu-yong siancu segera memahami apa maksud Oh Li cu
berbuat demikian, maka dia punb tidak menampikj lagi dan memergiksa isi surat
btersebut.
Tapi wajahnya berubah hebat
sambil me-ngangkat kepalanya cepat ia bertanya.
"Tahukah nona Oh tujuan
mereka ke sana?"
Dengan cepat Oh Li cu
menggeleng, "Anak Cu bodoh, tak dapat kutebak maksud tuju-an mereka,"
sahutnya lirih.
Hu-yong siancu segera memberi
tanda kepada Lan See giok. Siau cian serta Cay- soat untuk ikut membaca isi
surat tersebut.
Lan See-giok paling
menguatirkan jejak Oh Tin san, maka ia menghampiri perempuan tersebut lebih
dulu dan membaca iri surat tersebut, tapi wajahnya segera berubah.
Dalam surat tersebut hanya
tercantum be-berapa huruf yang garis besarnya mengata-kan bahwa mereka telah
berangkat ke luar lautan, menuju ke tempat kediaman Wan san popo untuk membalas
dendam. bila Oh Li-cu telah kembali maka dia diminta untuk me-ngurusi masalah
benteng dan paling lambat setengah tahun kemudian pasti akan kem-bali. Seusai
membaca surat tersebut, Lan See giok segera bertanya kepada Oh Li-cu.
"Apa hubungan antara Wan
San popo de-ngan Oh Tin-san?"
"Wan-san popo adalah guru
dari ibu...bukan guru dari ibu angkatku Say kui hui."
Lan See giok berkerut kening
sambil ter-menung, lalu sambil menoleh ke arah Hu-yong siancu katanya.
"Bibi, menurut pendapat
Anak Giok, keper-gian Oh Tin san, suami istri ke bukit Wan san tak lebih karena
dua alasan, pertama karena dia mulai gugup dan panik sehingga berusaha untuk
menghindari suhu To Seng cu kedua diapun ingin memperdalam ilmu-nya di bukit
Wan san agar di kemudian hari bisa mencari bibi untuk membalas
den-dam...."
Siau cian, Cay soat serta Oh
Li cu segera mengangguk tanda setuju dengan pendapat itu.
Berbeda sekali dengan Hu-yong
siancu, katanya.
"Kalau menurut
pendapatku, tujuan mereka yang terutama mungkin menghadapi To seng cu Cia
locianpwe"
Tergerak hati Cay soat. dia
seperti teringat akan sesuatu, segera bisiknya kepada Lan See giok.
"Engkoh Giok, urcapan
bibi memazng benar, kau swudah lupa dengarn perkataan Lam hay lo koay tahun
berselang sebelum pergi me-ninggalkan suhu, bukankah dia bilang sam-pai
berjumpa di rumah kediaman Wan san popo . . . ?"
Sekali lagi paras muka Lan See
giok berubah setelah mendengar ucapan tersebut, kepada Hu-yong siancu kembali
ia berkata.
`Bibi, Lam hay lokoay memang
telah ber-kata begitu, menurut pendapat anak Giok, tidak kembalinya suhu hingga
kini bisa jadi sudah termakan perangkap mereka, kita su-dah seharusnya
berangkat ke Wan san dalam waktu singkat."
Hu-yong siancu termenung
sesaat, lalu sa-hutnya dengan tenang.
"Lebih baik menunggu
sampai si naga sakti pembalik sungai Thio lo enghiong pulang kembali, kita baru
berunding sebelum me-mutuskan untuk mengambil suatu tindakan, siapa tahu Thio
lo enghiong masih lebih tahu daripada kita?"
Lan See giok merasa perkataan
ini ada benarnya juga, maka diapun segera mengu-sulkan.
"Bagaimana kalau sekarang
juga anak Giok pergi ke dusun kaum nelayan? Siapa tahu Thio loko dan Thi gou
telah kembali?"
"Jangan!" cegah
Hu-yong siancu." saat ini segenap anggota benteng sedang bergembira atas
kedatanganmu, kau tak boleh pergi se-cepatnya . . . "
"Bibi, biar aku saja yang
menjemput Thio loko" buru-buru Cay soat menyela.
Oh Li cu yang mendengar
perkataan terse-but segera berubah wajahnya. dengan ge-lisah ia berkata.
" Bibi, jangan kalian
ajak si naga sakti -pembalik sungai Thio locianpwe datang ke-mari, sebab selama
ini Thio locianpwe dan pihak Wi-lim-poo bersikap bermusuh-an"
Lan See giok tahu bahwa apa
yang dikata-kan Oh Li cu memang benar, maka katanya kemudian:
"Lebih baik aku saja yang
pergi. sebab Thio loko berniat menjumpaiku secepat-nya."
"Kalian tak usah pergi
semua," ucap Hu-yong siancu dengan kening berkerut. "biar aku seorang
diri pergi ke situ, karena aku masih ada masalah yang perlu dirundingkan dengan
Thio lo enghiong."
Cay soat menguatirkan
keselamatan Siau -thi-gou, cepat-cepat dia berkata pula.
"Kalau begitu, biar aku
dan bibi pulang le-bih dulu, sebab di rumah aku masih ada ku-daku dan perlu
secepatnya menengok keadaan adik Thi gou."
Hu-yong siancu merasa seorang
diri me-mang sulit mengurusi dua ekor kuda sekali-gus, maka diapun mengangguk.
"Baik. biar anak Soat
yang ikut aku pu-lang, aku seorang diri memang tak akan mampu mengurusi dua
ekor kuda sekaligus."
"Tapi Thio loko ada
urusan yang ingin segera dibicarakan denganku..." kata Lan See-giok agak
gelisah.
"Besok, kau boleh mencari
kesempatan untuk mengajak nona Oh berpesiar ke luar benteng. aku akan menunggu
kedatangan kalian di rumah kediaman Thio lo enghiong" usul Hu-yong siancu.
Lan See giok mengangguk sambil
mengia-kan, Oh Li cu pun memerintahkan dayang-nya untuk mempersiapkan perahu,
Tengah hari itu, Hu-yong
siancu dan Cay soat dihantar oleh See giok bertiga berangkat meninggalkan
benteng Wi-lim-poo menuju ke dusun kaum nelayan.
Mereka baru kembali ke dalam
benteng setelah menyaksikan sampan yang di tum-pangi Hu-yong-siancu berdua
telah berada ratusan kaki dari benteng.
Untuk pertama kali ini
Siau-cian hidup berpisah dari ibunya, terutama sekali tinggal dalam lingkungan
yang masih asing baginya, timbul suatu perasaan yang tak terlukiskan dengan
kata-kata di dalam hatinya, untung Lan See-giok selalu mendampinginya sehing-ga
tidak sedikit kesulitan yang dapat di atasi.
Oh Li cu cukup mengetahui akan
bobot Siau cian dalam perasaan Lan See-giok, ter-hadap kelembutan, ketenangan
sikapnyba yang jarang bjerbicara dia seglalu memperhatib-kan secara
bersungguh-sungguh .....
Sesungguhnya Lan See-giok
sudah me-ngetahui akan perasaan hati Siau cian dan se-lalu menaruh perhatian
khusus terhadap-nya, tapi berhubung selama ini adik Soatnya yang binal selalu
hadir di situ, maka ia tak berani memperlihatkan perhatian yang berle-bihan.
Tapi sekarang setelah Hu-yong
siancu dan Si Cay soat pergi, rasa perhatian tadi oto-ma-tis tertera nyata di
atas wajahnya.
Oh Li-cu ternyata cukup tahu
diri, ia mengerti andaikata tiada belas kasihan dari Siau cian dan bantuan dari
Hu-yong siancu, jangan harap ia akan tercapai cita-citanya sepanjang hidup
Betul kakak kandungnya Tok
Nio-cu telah 'menjamin" kepadanya berulang kali bahwa selama Lan See giok
masih hidup di dunia ini. dia pasti punya akal untuk memenuhi pengharapannya.
tapi persoalan di dunia, terlalu banyak perubahannya, siapa yang bisa menduga
keadaan dimasa-mendatang?
Siau cian segera menemukan
kalau Oh Li cu berdiri seorang diri di belakangnya. maka diapun mengalihkan
pembicaraan ke soal lain. tapi biarpun kedua orang itu berbincang sambil
tertawa, namun kedua belah pihak sama-sama tak mampu menyembunyikan kemurungan
yang melekat di wajah mereka, Lan See giok melihat hal ini dengan jelas. dia
merasa berkewajiban untuk mengusahakan agar enci Ciannya menjadi gembira.
Setelah masuk ke pintu gerbang
suara ge-lak tertawa dan orang bertaruh kedengaran di mana-mana, satu ingatan
segera melintas dalam benaknya, kepada Siau-lian si dayang
yang berada di belakangnya ia
pun berse-ru: "Siau-lian, aku hendak melihat lihat keadaan di ruang tamu
telaga emas."
Siau - lian mengiakan dengan
hormat, sampan kecil itupun melaju lebih cepat.
Selamanya Oh Li cu tak pernah mem-bang-kang
keinginan Lan See-giok, karenanya dia tak banyak berbicara, sedangkan Siau-cian
yang melihat Oh Li cu tidak memberi penda-pat apa-apa tentu saja lebih tak
leluasa un-tuk menghalangi.
Tatkala sampan muncul di
lorong air yang lebar, para pengawal yang berada di luar ru-ang tamu telaga
emas telah melihat kedata-ngan mereka, seorang diantaranya segera berlarian
memasuki ruangan yang lebar itu.
Suasabna gaduh yang sjemula
mencekam gruangan itu sekbetika menjadi tenang, tapi menyusul kemudian meledak
kembali tempik sorak yang gegap gempita.
Menyusul suara bangku ditarik,
berpuluh puluh manusia dengan aneka macam pakaian telah bermunculan dari
ruangan sambil bersorak sorai menyambut kedata-ngan sampan kecil itu.
Be Siong pak yang bungkuk
diiringi ke em-pat komandan kapal perang sama-sama menampilkan diri pula dari
ruangan dan menyambut kedatangan sau cengcu nya de-ngan hormat.
Sekulum senyuman segera
menghiasi ujung bibir Lan See giok, dengan mata ber-kilat dia mengulapkan
tangannya berulang kali---
Dalam keadaan begini, Siau
cian dan Oh Li cu tak mampu berbicara lagi, terpaksa mereka mengalihkan
perhatiannya ke wajah manusia-manusia yang berjajar di tepi der-maga dengan
wajah memerah dan sorot mata yang setengah mabuk itu.
Tiba-tiba di tepi tanggul, Lan
See giok segera berbalik badan dan berkata sambil tertawa.
"Cici berdua silahkan
naik ke daratan lebih dulu!"
Ditatap begitu banyak manusia,
Siau cian merasa pipinya memerah, apa lagi oleh sikap Lan See giok sekarang, ia
semakin tersipu sipu dibuatnya,
Sementara dia masih ragu, Oh
Li cu. telah menuntun tangannya sambil berkata dengan senyuman dikulum.
"Adik Cian adalah tamu
sedang adik Giok adalah tuan rumah, sudah sepantasnya, adik Cian yang naik
lebih dulu."
"Tentu saja, tentu saja?
Lan See giok segera menimpali, "mana ada tuan rumah naik lebih dulu?"
"
Sementara berbicara, tidak
kelihatan gera-kan apapun, tabu-tahu tubuhnya sudah, naik ke daratan.
Seketika suasana dicekam
keheningan lagi, Be Siong pak dan ke empat komandan pasu-kan. ditambah puluhan
lelaki kekar lainnya sama-sama memandang dengan tertegun.
Bukan saja mereka terkejut
oleh kehebatan Siau cian. terutama sekali oleh kecantikan wajahnya, mereka
benar-benar dibuat terke-sima.
Sebagai tuan rurmah, Lan
See-gizok pun memperkewnalkan Be Siongr-pak beserta ke empat komandan-pasukan
itu kepada si nona
"Dia adalah satu-satunya
putri kesayangan Hu-yong-siancu Han lihiap, nona Ciu siau cian adanya"
Seruan tertahan sekali lagi
bergema di se-luruh arena, malah ada diantara mereka yang maju sampai berapa
langkah agar bisa mengamati wajah putri cantik itu lebih jelas lagi.
Sebaliknya Be Siong-pak dan ke
empat komandan pasukan itu sama-sama terkesiap buru-buru mereka memberi hormat
kepada gadis tersebut....
Dalam hati kecilnya Siau cian
menggerutu karena kelancangan mulut adik Gioknya tapi di luar dia tetap
merendah kepada Be Siong-pak sekalian dengan senyuman di-ku-lum bagaikan
mengiringi seorang kaisar mereka mengiringi Lan See-giok sekalian memasuki
ruangan.
Di meja bagian tengah terdapat
lima buah tempat yang semula memang dipersiapkan buat Lan See-giok sekalian,
maka mereka bertiga pun menempati tempat masing-masing.
Begitulah perjamuan pun
berlangsung amat meriah sehingga matahari condong ke barat, saat itulah Lan See
giok sekalian baru kembali ke gedung mereka.
Tiba di gedung kediaman Oh
Li-cu Lan See giok sudah mabuk oleh arak, sedang wajah Siau cian juga berubah
menjadi merah padam karena pengaruh alkohol, untung saja tenaga dalam yang
mereka miliki cukup sem-purna sehingga tak sampai roboh tak sadar-kan diri
seperti kebanyakan orang lainnya.
Oh Li cu mengajak Lan See giok
berdua menuju ke kamar tidurnya dan memberi mangkuk kuah hati teratai kepada
mereka, pengaruh arak seketika bilang sebagian be-sar.
Mendadak Lan See giok teringat
akan se-suatu, semenjak tiba di benteng Wi-lim-poo dia merasa tak
pernah-bertemu dengan Thio Wi kang si muka monyet, dengan nada tak mengerti
segera tanyanya.
"Apakah Thio Wi kang
tidak berada dalam benteng?"
Oh Li cu berkerut kening lalu
menjawab dengan sedih: "Menurut Be congkoan, suatu malam entah mengapa,
tiba-tiba Thio Wi--kang memasuki ruang pribadi lo-pocu, se-tengah jam kemudian
mendadak terdengar jeritan ngeri bergema dari ruangan tersebut, lalu muncul
Thio Wi-kang dengan sem-poyo-ngan dan akhirnya, roboh tewas, mimik wa-jahnya
memperlihatkan rasa ketakutan yang luar biasa, seakan akan bertemu setan saja.
Lan See giok merasa amat
tergetar perasaannya. dengan nada tidak mengerti tanya-nya kemudian.
"Apakah ada jago-jago lihay yang di tempatkan di gedung pribadi pocu untuk
menjaga keamanan di situ ?"
Oh Li-cu menggeleng.
"Pintu gedung terkunci
rapat, pada hakekatnya tak nampak seorang manusia-pun."
"Darimana Be congkoan
bisa tahu kalau Thio Wi kang kaburnya dari dalam gedung pribadi pocu?",
tanya Siau-cian dengan tidak mengerti?"
"Be congkoan sendiripun
mendapat kete-rangan tersebut dari seorang dayang.
Dengan kening berkerut Lan
See-giok segera termenung, lama kemudian dia ber-gumam.
"Heran, mengapa ditengah
malam bisa Thio Wi-kang memasuki gedung kediaman pocu? Bila gedung itu tidak
dijaga orang mengapa pula Thio Wi-kang bisa mati cara menda-dak..."
"Pernahkah kau memasuki
gedung untuk melakukan pemeriksaan---?! tanya Siau cian tiba-tiba sambil
menengok kearah Oh Li-cu.
Oh Li-cu segera mengangguk,
"Aku bersa-ma Be congkoan telah melakukan pemerik-saan semalam---"
"Adakah sesuatu yang kau
temukan?" tanya -Lan See- giok penuh perhatian.
Oh Li cu segera menggeleng.
Kecuali gerendel jendela
sebelah kiri sudah dibongkar, tidak kujumpai sesuatu yang aneh."
Mendadak ia seperti teringat
akan sesuatu, dengan suara lirih kembali dia berbisik:
"Seingatku, dulu Thio
Wi-kang adalah ang-gota benteng Wi-lim-poo ini.."
Tergerak perasaan Lan See-giok
dan Ciu Siau cian oleh perkataan itu, tanpa terasa bisiknya:
"Apa kau bilang"
Oh Li-cu menbghela napas
sedjih:
"Aaaai, magsalah telah
berbkembang jadi be-gini, aku rasa akupun tak usah menyimpan rahasia ini bagi
Oh Tin-san suami istri lagi.
Lan See-giok dan Ciu Siau cian
kembali saling berpandangan sekejap sesudah mendengar perkataan ini.
Oh Li cu mengalihkan sorot
matanya dan memandang ke tempat kejauhan sana, lama kemudian dia baru berkata:
"Peristiwa ini terjadi
pada lima belas tahun berselang, waktu itu aku baru berusia em-pat-lima
tahunan. waktu itu pe-milik benteng Wi lim poo bukan Oh Tin san suami istri,
menurut apa yang masih ku ingat, waktu itu pocunya adalah seorang kakek bermuka
merah yang berusia tujuh puluh tahunan, orang menyebutnya Phoa -yang-ong.
"Suatu tengah malam, aku
terbangun dari tidurku oleh suara kasak-kusuk orang yang berbicara bisik-bisik,
ketika aku membuka mataku, kujumpai Be congkoan, Thio wi--kang dan Oh Tin san
suami istri sedang berunding secara serius.
"Waktu itu aku tidak
mendengarkan de-ngan seksama, tapi masih sempat kudengar Thio Wi kang dan Be
congkoan berbisik demikian: - -- dengan berbuat demikian, siapa pun tak akan
menyadari apa yang ter-jadi. sedang WI lim poo akan menjadi milik-mu - - -
"
"Benar juga, tak sampai
berapa hari kemu-dian Phoa yang ong ditemukan tewas, maka atas dukungan banyak
orang Oh Tin san pun menjadi majikan baru dari benteng Wi-lim Poo."
Mendengar kisah tersebut Lan
See-giok berkerut kening dengan mata berkilat, kata-nya dengan amarah meluap.
"Tidak kusangka benteng
Wi-lim-poo masih menyimpan suatu dendam kesumat yang le-bih dalam dari samudra,
mendingan kalau aku, Lan See-giok tidak mengetahui rahasia tersebut. setelah
kuketahui hari ini. Aku bertekad akan menyelidiki persoalan ini sam-pai tuntas
- - "
Siau cian menunggu sampai Lan See-giok
menyelesaikan kata katanya, kemudian ia baru menengok kearah 0h Li-cu sambil
ber-tanya:
"Ketika Oh Tin-san suami
istri meninggal-kan surat untukmu, apakah Be Siong-pak ikut mengetahui?"
Oh Li-cu segera menggeleng:
"bAku rasa dia tajk tahu,
karena gsurat itu diam-bdiam diserahkan kepadaku oleh se-orang dayang yang
paling dipercaya oleh Say-kui hui---"
"Sewaktu Oh Tin-san suami
istri pergi, adakah seseorang yang melihatnya?" kem-bali Siau cian
bertanya pelan.
Sekali lagi Oh Li-cu
menggeleng,
"Dalam soal ini aku tidak
bertanya"
Tapi sesudah berhenti sejenak,
seperti memahami sesuatu diapun bertanya.
"Apakah adik Cian curiga
Oh Tin-san suami istri masih berada di dalam benteng?"
"Orang luar sama-sama
mencurigai Oh Tin-san suami istri sedang melatih sejenis ilmu silat secara
diam-diam!" sela Lan See giok dari samping.
Siau-cian kembali berkata
pula:
"Bila Oh Tin-san suami
istri tidak bersem-bunyi di dalam gedungnya, ini berarti gedung tersebut tentu
ada sesuatunya."
Ucapan ini agaknya sangat mengena
di hati Oh Li-cu. tiba-tiba dia mengusulkan:
"Ucapan adik Cian benar,
akupun merasa gedung itu amat mencurigakan, bagaimana kalau kita menyelidikinya
sekarang juga..."
"Tidak sampai perkataan
dari Oh Li-cu itu selesai diutarakan, Siau-cian telah mengge-lengkan kepalanya
seraya menukas:
"Tidak, dalam masalah ini
kita harus ber-tindak ditengah malam buta. tapi kau harus tetap berada disini
untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan."
Oh Li-cu merasa perkataan
tersebut ada benarnya juga, andaikata sampai terjadi se-suatu yang tak
diinginkan, dia memang perlu untuk bertindak cepat, apalagi kepandaian silat
yang dimilikinya amat terbatas, keikut sertaannya justru malah merupakan beban
bagi mereka berdua.
Dalam pada itu, Lan See-giok
mulai men-curigai Oh Tin-san tetap berada dalam gedungnya, atau sekalipun sudah
mengun-jungi bukit Wan san. bisa jadi secara diam-diam ia telah kembali ke
situ.
Terbayang akan rOh Tin san,
pemzuda itu jadi inwgin sekali berarngkat sekarang juga,
Tapi diapun tahu, dalam
menghadapi per-soalan semacam ini. bukan saja tak boleh gegabah, bahkan harus
memegang rahasia rapat-rapat. karena itu diapun menanyakan letak dan situasi
dalam gedung tempat kediaman Oh Tin-san tersebut kepada Oh Li cu dengan sejelas
jelasnya.
Menjelang kentongan pertama.
Lan See -giok kembali ke kamar sebelah timur untuk beristirahat. sudah dua
malam ia pernah tidur di situ. dalam ruangan terdapat pintu yang berhubungan
langsung dengan kamar tidur Oh Li cu.
Untuk menghindari pembicaraan
orang, Siau Cian dan Oh Li cu tidur bersama,
Menyusul datangnya malam.
suasana dalam benteng Wi lim poo juga mulai dicekam keheningan, kecuali suara
tambatan sampan di lorong air, tidak kedengaran suara lain di sekitar sana.
Lan See-giok segera turun dari
pembari-ngannya, Siau Cian dan Oh Li-cu pun mun-cul dari kamarnya.
Mereka bertiga berunding
sebentar. ke-mudian anak muda itu membuka jendela belakang.
Suasana di luar kamar amat
hening dan tak kedengaran sedikit suara pun, diam-diam Lan See giok memberi tanda
kepada Siau cian. kemudian melompat keluar melalui jendela itu.
Siau cian segera mengikuti
dibelakangnya dan melayang keluar tanpa menimbulkan sedikit suarapun. gerakan
tubuhnya enteng bagaikan selembar daun kering.
Lan see giok berdiri menempel
di atas dinding sambil memperhatikan sekejap situasi di sekeliling situ,
kemudian sambil menarik tangan Siau cian melayang ke muka.
Oh Li cu yang mengamati dari
balik jendela diam-diam merasa terkejut, ia dapat melihat bahwa ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki , Siau cian ternyata tidak kalah dengan
ke-mampuan Si Cay soat. murid dari To Seng cu tersebut, bahkan kehebatannya
masih se-tingkat lebih atas.
Sementara dia termenung, Lan
See giok dan Siau cian telah lenyap dari pandangan mata, maka diapun menggelengkan
kepala sambil menghela napas sedih, kemudian merapatkan kembali jendela
belakang.
Dalam pada itu, Lan see giok
dan Siau cian dengan menelusuri tempat kegelapan telah tiba di depan pintu
gedung kediaman Oh Tin-san..
Walaupun Lan See giok pernah
dua hari berdiam dalam benteng Wi-lim-poo tersebut namun belum pernah
mengunjungi gedung kediaman Oh Tin-san ini, untung ada pe-tunjuk dari Oh Li-cu,
sehingga sedikit banyak ia telah mempunyai gambaran atas keadaan di situ.
(Bersambung ke Bagian 37)