Anak Harimau Bagian 36

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 36

Bagian 36

Untuk berjaga jaga terhadap segala ke-mungkinan yang tak diinginkan, Lan See -giok bangkit berdiri, sorot matanya yang tajam dipancarkan memperhatikan sekitar situ.. sedang ke sepuluh jari tangannya bersiap sedia melepaskan serangan ke arah tempat yang mencurigakan...

Siau cian serta Cay soat mendayung sema-kin kuat. sampanpun bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya menembusi jalan air selebar delapan depa itu.

"Sreeet....!"

Sampan kecil itu menerjang masuk dengan cepat. Mendadak . . . . . dari balik hutan ila-lang itu bergema suara tempik sorak yang gegap gempita "Sau-pocu telah kembali....!

"Hooore . . . sau pocu telah kembali..."

Menyusul sorak sorai yang amat nyaring itu. ilalang disingkap orang dan muncul enam orang lelaki kekar berpakaian renang warna hijau dengan wajah penuh peng-hara-pan.

Lan See giok merupakan seorang yang kaya akan perasaan, sehabis mendengar suara sorak sorai tersebut dia menjadi ter-pengaruh emosi. hawa murni yang telah dihimpun pun segera dibubarkan kembali.

Siau cian dan Cay soat yang menyaksikan kejadian ini pun dibikin tertegun.

Sebaliknya berkilat sepasang mata Hu-yong siancu, cepat dia bangkit berdiri, lalu bisiknya kepada Lan See giok.

"Anak Giok, ayolah kita makan siasat de-ngan siasat cepat kau tanggapi mereka !"

Cepat Lan See giok mengunjukkan senyu-man di wajahnya, dia mengangkat tangannya dan diulapkan berulang kali kearah ke enam lelaki kekar yang sedang berenang mendekat itu.

Dalam pada itu, dari balik ilalang di depan sana pun saling menyusul bergema tempik sorak yang penuh kegembiraan, lalu dari mana-mana muncul orang yang berenang mendekat.

Lan See-giok kuatir kehadiran mereka akan menunda rencananya, sambil memberi tanda kepada siau- cian dan Cay soat agar mempercepat dayungnya, dia pun mengulap kan tangannya sambil berteriak keras:

"Musuh besar belum pergi jauh, harap saudara sekalian tetap berjaga di pos masing-masing, ingat jangan bergerak meninggalkan pos masing-masing secara sembrono!"

Sementara pembicaraan berlangsung sam-pan kecil itu meneruskan perjalanannya me-lesat ke dalam lorong air, tapi kawanan lelaki kekar yang berada di kedua sisi lorong itu tetap memberi sambutan yang meriah. .

Hu-yong siancu sangat terharu oleh keja-dian tersebut. dia tak menyangka kehadiran Lan See giok dalam benteng Wi-lim-poo mesti hanya berlangsung selama dua hari, namun kehadirannya telah meninggal-kan kesan yang begitu mendalam dihati lelaki--lelaki kekar anggota benteng itu...

Semakin ke dalam sampan itu bergerak, sambutan yang diberikan semakin bertam-bah meriah, dimana mana muncul tangan manusia yang sedang menggapai, atau wa-jah-wajah gembira yang bersorak sorai...

Di samping membalas sambutan orang-orang itu dengan senyuman, dalam hati kecilnya Lan See giok juga maju sendiri, pikirnya. "

"Yaa, dari mana mereka bisa tahu kalau kedatanganku kali ini adalah bertujuan membunuh loo-pocu mereka?"

Setelah menempuh perjalanan sekian waktu lagi. muncul banyak jalan lorong yang bercabang cabang, dalam keadaan begini Siau cian dan Cay soat tidak tahu harus me-nempuh jalan yang mana.

Untung saja di kedua sisi jalan telah mun-cul banyak lelaki kekar yang memberi pe-tunjuk belok ke kiri kanan, ke barat atau utara..-

Setelah menempuh perjalanan sekian waktu, akhirnya mereka ke luar dari pepoho-nan ilalang yang lebat dan semua pemanda-ngan pun muncul di depan mata.

Seratus kaki di depan mereka, kini nampak sebuah bangunan benteng yang besar dan kokoh. di atas lorong benteng tergantung tiga buah lentera merah yang besar dan bergo-yang goyang ketika terhembus angin.

Berhubung tempik sorak telah bergema semenjak sampan memasuki lorong air. maka ketika sampan itu akhirnya muncul di bawah benteng, sorak sorai yang keras pun kembali menggema di situ."

Enam orang lelaki kekar, berbaju merah celana hijau, bersama sama meniup terompet mereka begitu melihat Lan Se giok telah muncul di situ.

Tambur yang menderu deru seperti guntur membelah pula keheningan. sementara para pengawal bersama sama mengangkat tombak mereka memberi hormat.

Menyaksikan keadaan demikian, tanpa terasa Lan See-giok jadi teringat kembali dengan upacara perkenalan yang diselengga-rakan Oh Tin-san setahun berselang, hal tersebut membuat perasaannya menjadi tak karuan.

Hu-yong siancu diam-diam memberi tanda kepada Si Cay soat dan Ciu Siau cian agar meneruskan perjalanan untuk menghindari segala kemungkinan, setelah itu bisiknya kepada Lan See giok.

"Anak Giok, pembunuhan atas ayahmu merupakan dendam yang lebih dalam dari-pada samudra, harap kau jangan melupakan tujuan kedatanganmu kemari!"

Lan See giok terkesiap dan buru-buru menyahut, hampir saja air mata jatuh berli-nang membasahi wajahnya.

Ketika sampan berada puluhan kaki dari pintu gerbang, suara gemerincing nyaring bergema memecahkan keheningan, pintu gerbang yang tertutup pelan-pelan bergerak ke atas.

Agak emosi juga Siau cian dan Cay- soat setelah menyaksikan kejadian ini, terutama sekali setelah menyaksikan arsitek pemba-ngunan benteng Wi-lim-poo yang begitu megah "

Untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan, Lan See giok berdiri di ujung sampan dengan wajah serius meski senyum tetap dikulum, sementara tangan-nya berulang kali diulapkan untuk mem-balas hormat para lelaki bertombak yang berada di atas dinding benteng.

Bagaikan anak panah yang terlepas dari busur, sampan itu melesat masuk ke dalam pintu benteng, dari balik benteng segera ber-gema sorak sorai penuh kegembiraan. suara tambur dari bangunan loteng juga di-bunyi-kan bertalu talu.

Sepanjang tanggul lorong air, manusia berdesakan memberi sambutan yang meriah, malah boleh dibilang sambutan yang mereka berikan mendekati kalap.

Diam-diam Siau - cian dan Cay soat gem-bira melihat kejadian tersebut, mereka tidak mengira kalau usaha mereka me-masuki benteng Wi-lim-poo dapat berlangsung de-ngan luar biasa lancarnya. dengan lega-nya hati mereka sampan pun bergerak makin lamban.

Sementara itu Lan See-giok merasa kehe-ranan oleh kejadian yang dihadapinya, dia tidak mengerti apa sebabnya diantara para penyambut yang amat ramai itu sama sekali tidak nampak Oh Tin-san dan Say--kui hui? Diapun heran mengapa masalah kaburnya dia dari benteng tidak disiarkan Oh Tin san kepada segenap anak buahnya? Atau mung-kin mereka berdua yakin dia tak akan berani datang ke sini lagi?

Pada saat itulah sebuah sampan kecil tiba-tiba muncul dari ruangan tamu telaga emas dan bergerak mendekat.

Mengetahui siapa yang datang, dengan perasaan terkejut Lan See giok berpaling ka arah Hu-yong siancu sembari berkata.

"Bibi yang datang adalah Be Siong pak. orang menyebutnya Say go yong, dia adalah juru pikir Oh Tin san. orangnya licik dan banyak akal muslihatnya, sebentar bibi mesti berhati-hati terhadapnya."

Dengan tenang Hu-yong siancu mengang-guk tanda mengerti, di samping itu diapun mulai memperhatikan si kakek bungkuk yang waktu itu berdiri hormat di atas sam-pan.

Kakek bungkuk itu berperawakan pendek dan kecil, dia mengenakan jubah panjang berwarna putih. bermata segi tiga dan meme-lihara jenggot kambing, sorot matanya dili-puti perasaan kaget dan gelisah tapi senyu-man penuh di bibir, jelas seorang manusia berwajah licik.



Ketika kawanan lelaki kekar yang memberi sambutan di kedua sisi tanggul melihat kemunculan Be Siong pak. suasana seketika berubah menjadi amat hening.

Be Siong pak segera menjura kepada Lan See giok dari kejauhan.. lalu dengan wajah penuh senyuman licik dia berkata:

"Hamba Be Siong pak gembira sekali, mendengar kedatangan kembali sau pocu. bila penyambutan agak terlambat harap sau pocu sudi memaafkan"

Lan See giok tertawa tergelak. dia batas memberi hormat seraya merendah.

"Tidak berani. tidak berani. banyak tahun tak bersua muka, Be to enghiong masih tetap nampak segar bugar"

Be Siong pak sama sekali tak berani melirik kearah Hu-yong siancu, Si Cay soat maupun Ciu Siau cian, ketika mendengar perkataan dari Lan See-giok tersebut, Ia segera tersenyum sambil menyahut dengan hormat:

"Kesemuanya ini tak lain berkat puji syu-kur dari sau pocu..."

Sambil berkata dia memandang sekejap ke arah Hu-yong siancu yang memegang kemudi serta Cay soat dan Siau cian yang memegang dayung. lalu buru-buru serunya kepada ka-wanan lelaki kekar yang berada di sisi tang-gul.

""Ayo kemari dua orang untuk mengganti kan kedua nona ini."

"Tidak usah Be lo-enghiong..." cegah Lace See giok .

Belum selesai is berkata, tiba-tiba dari arah ruang tamu telaga emas telah berkumandang suara keleningan kecil yang amat ramai. .

Paras muka Lau See giok berubah hebat sekilas sinar tajam melintas dibalik matanya..

Hu-yong siancu segera mengerti, sudah pasti Manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin-san yang telah datang,

Dari ujung lorong air itu muncul sebuah perahu berkepala naga emas, perahu itu meluncur datang dengan kecepatan tinggi, ternyata orang yang berada di ujung geladak adalah seorang gadis genit bergaun panjang, waktu itu dia sedang menggapai kearah ke mari dengan wajah penuh kegelisahan.

Be Siong pak yang menjumpai habl itu segera bejrteriak keras: g

"Nona telah dabtang untuk menyambut ke-datangan sau pocu"

Lan See giok segera berpaling, betul juga ternyata Oh Li cu yang datang, hal ini mem-buat hatinya amat kecewa, tapi ia toh berta-nya juga.

"Sejak kapan nona kembali ke benteng?"

Waktu itu Be Siong pak sedang sibuk me-merintahkan orang untuk menggantikan pe-megang dayung, jadi ia tidak melihat akan perubahan wajah Lan See giok, kini Setelah berpaling meski di jumpai pula perubahan aneh pada wajan pemuda itu, dia mengira hal tersebut dikarenakan tak bersua dengan lo pocu, karenanya hal mana tak dipikirkan ke dalam hati.

Sahutnya kemudian dengan hormat. "Baru senja kemarin tiba di benteng."

Lan See giok terkejut juga oleh kecepatan Oh Li cu pulang ke benteng, tapi ia tidak memberi tanggapan lebih jauh. hanya tanya-nya kemudian sewaktu tidak menjumpai ke-hadiran Oh Tin-san di atas perahu naga emas tersebut:

"Mana Lo-pocu?"

"Semenjak Sau pocu meninggalkan ben-teng, keesokan harinya lo pocu dan hujin tu-rut meninggalkan benteng pula..."

Lan See giok terkejut dan segera berkerut kening, timbul perasaan gelisah, mendongkol dan tak tenang yang akhirnya meletus men-jadi api kemarahan, berkilat sorot matanya.

Oleh pandangan sang pemuda yang meng-gidikkan hati itu, Bee Siong-pak gemetar keras dan cepat-cepat menundukkan kepala nya kembali...

Baru sekarang Hu-yong siancu mengerti, apa sebabnya selama setahun lebih ini me-ngapa jejak Oh Tin san suami istri tidak nampak, lantas kemana perginya Oh Tin san berdua? Inilah yang membuat pusing kepalanya.

Dalam pada itu, Hu-yong siancu yang melihat Lan See giok memperlihatkan sikap yang kurang wajar segera mendehem dan ujarnya dengan tenang,

"Anak Giok, nona Oh tiba!"

Ketika mendengar sebutan anak Giok." Be Siong pak segera mengangkat kepalanya dan memandang sekejap wajah anggun pe-rem-puan itu dengan terkejut, ia nampak agak termangu.

Lan See giok segera menyadari bakan kekhilafanjnya, cepat dia gmemusatkan kem-bbali pikirannya sambil mendongakkan kepala, waktu itu perahu naga emas telah berada lima kaki dihadapannya.

Tampak Oh Li cu sedang mengulapkan tangannya berulangkali dengan wajah gem-bira bercampur gelisah, dibalik matanya yang genit, dia seakan akan hendak memperingat-kan kepada pemuda itu agar jangan banyak bicara.

Ketika Oh Li cu menyaksikan Hu-yong siancu juga berada di atas kapal tersebut, dengan kejut bercampur girang ia segera ber-sorak gembira.

"Aaah, bibi! Baik. baikkah kau?"

Kemudian dengan sikap yang amat tulus dia memberi hormat kepada perempuan tersebut.

Tentu saja peristiwa ini membuat Be Siong pak tertegun, ia betul-betul dibuat semakin kebingungan.

Lan See giok, Siau clan dan Cay soat saling. menyapa pula dengan Oh Li cu, ada yang memanggil enci Oh, ada pula yang me-nyebut enci Cu. suasana betul-betul riang gembira.

Dengan senyum ramah menghiasi wajah-nya Hu-yong siancu menyapa pula.

"Baik baikkah kau nona Oh!"

Setelah perahu naga emas itu bersandar di sisi sampan kecil. Oh Li cu mempersilahkan Hu-yong siancu sekalian naik ke atas kapal-nya.

Hu-yong siancu pun tidak menampik, tidak melihat bagaimana gerakan tubuhnya tahu-tahu dia sudah melambung ke tengah udara.

See-giok, Cay soat dan siau cian segera menyusul pula di belakangnya dan melayang ke atas perahu.

Untuk kedua kalinya Be Siong pak dibuat termangu, apalagi kawanan lelaki yang ber-kerumun di sekeliling situ, mereka benar-benar terkesima dibuatnya, mimpi pun mereka tidak mengira kalau dalam dunia persilatan terdapat ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurna dan hebatnya.

Menanti Siau cian serta Cay soat telah meninggalkan tempat duduknya. maka di-bagian buritan sampan kecil itu segera mun-cul sebuah gambar kepala setan yang berta-ring. lambang khas dari pihak Lim-lo pah pimpinan Toan Ki tin.

Paras muka Be Sriong pak serta zOh Li cu segeraw berubah hebat.r saking kagetnya mereka berdua sampai menjerit tertahan, se-baliknya kawanan lelaki yang berada di kedua tanggul menjadi gaduh.

Hu-yong siancu dapat menyaksikan semua nya itu dengan jelas. sambil tertawa hambar segera ujarnya kepada Oh Li-cu.

"Kemarin malam anak Giok sedang pulang ke benteng dengan naik sampan kecil.. ketika tiba di tengah te1aga, ia saksikan di situ berlabuh beratus buah kapal perang, anak Giok mengira kapal-kapal itu milik benteng kalian, siapa tahu setelah mendekat baru diketahui sebagai pasukan kapal perang dari Lim lo pah, akibatnya terjadilah bentrokan kekerasan, namun alhasil anak Giok berhasil menghajar Toan Ki tin hingga terluka parah, malam itu juga Toan Ki tin telah memimpin pasukannya kembali ke telaga Tong ting. itulah sebab nya kami datang dengan mema-kai sampan kecil milik mereka"

Baru saja Hu-yong siancu menyelesaikan kata katanya. para lelaki kekar yang berada di sekitar sana telah bersorak sorai penuh kegembiraan. ada yang berlarian menyampai kan berita itu kepada rekan rekannya, ada pula yang lari ke loteng benteng dan me-nyiarkan kabar tersebut ke seantero benteng.

Tak heran kalau dalam waktu singkat berita tentang dirobohkannya Toan Ki tin oleh sau pocu telah tersebar rata di seluruh benteng Wi-lim-poo:

Be Siong pak berpikir agak tertegun, sete-lah berulang kali mengalami rasa terkejut bercampur gembira, manusia yang paling pandai mengumpak ini sekarang betul-betul kebingungan sehingga dia tak tahu bagai-mana mesti mengucapkan selamat kepada Lan See-giok.

Dengan sorot mata penuh rasa terima kasih Oh Li cu memandang sekejap ke arah Lan See giok, demi keleluasaan mereka dalam berbincang, tampaknya dia sengaja hendak menyingkirkan Be Siong-pak dari situ, maka serunya kemudian dengan gembira.



"Be congkoan untuk merayakan kemena-ngan sau pocu, seluruh isi benteng harus ikut merayakan nya, terselenggaranya pesta tersebut kuserahkan pertanggungan jawab-nya kepadamu, sedang sau pocu sudah lelah karena bertempur semalaman, biar aku yang menjamunya dalam benteng, jadi dia tak akan menghadiri pesta kalian."

Be Siong pak merasa semangatnya bangkit kembali setelah mendengar ucapan tersebut, cepat dia meluruskan yang bungkuk serta mengiakan.

Oh Li cu mempersilahkan Hu-yong siancu dan Lan See giok sekalian naik ke perahu naga emasnya diiringi suara dentingan bel berangkatlah perahu tersebut menuju ke dalam benteng.

Hu-yong siancu duduk dikursi utama milik Oh Tin san sambil memperhatikan sekejap ruang perahu yang gemerlapan itu kemudian tanyanya dengan penuh perhatian.

"Nona Oh, ketika semalam kau kembali, apakah sudah kau tanyakan arah kepergian lo-pocu dan hujin?"

Dengan cekatan Oh Li cu yang duduk di kursi sebelah kiri memandang sekejap ke arah beberapa orang lelaki berpakaian ring-kas yang berada tak jauh dari situ, lalu jawabnya dengan hormat.

"Berhubung ayah pergi dengan tergesa gesa sehingga tidak memberi pesan yang jelas, maka tak seorangpun yang tahu kemanakah mereka berdua telah pergi"

Hu-yong siancu tahu kalau Oh Li cu merasa kurang leluasa untuk berbicara di sini, maka diapun mengangguk serta tidak banyak bertanya lagi.

Siau cian dan Cay soat duduk termenung sambil mengawasi bangunan rumah di air sepanjang perjalanan. tampaknya mereka tertarik oleh keadaan bangunan di situ,

Setelah melewati lagi dua pintu gerbang, dia menembusi sebuah jembatan besar sam-pailah mereka dalam benteng, perahu naga emas pun berlabuh di depan bangunan rumah Oh Li cu.

0h Li cu mengajak Hu-yong siancu. Cay soat dan Siau cian memasuki gedung bagian belakang, banyak dayang segera munculkan diri serta menyambut kedatangan mereka.

Sedangkan Lan See giok sendiri segera teringat dengan pengalamannya dimasa Lampau disaat dia sedang berdua dengan On Li cu. waktu itu keadaannya sungguh berbe-da dengan keadaan sekarang.

Setelah Oh Li cu menjelaskan kbeadaan yang diajlaminya semalamg. diapun menitabh-kan dayang untuk menyiapkan hidangan lezat. tapi berhubung ada kaum dayang turut hadir di situ maka mereka tidak membicara-kan soal jejak yang menyangkut Oh Tin san.

Seusai bersantap, dengan alasan sau pocu perlu beristirahat, semua dayang di-perintah-kan agar mengundurkan diri.

Setelah Oh li cu mempersilahkan Hu-yong siancu sekalian memasuki kamarnya untuk beristirahat.

Ketika memasuki kamar Oh Li cu. Lan See giok segera dibuat tertegun, ternyata dalam semalam, saja kamar tidur Oh Li cu telah dirubah dari warna merah menjadi warna biru, hal ini mendatangkan suasana yang nyaman bagi siapapun yang memandang,

la mengerti apa yang telah menyebabkan Oh Li cu berubah begini, sebaliknya Hu-yong siancu, Cay soat, dan Siau cian selain me-rasa ruang itu nyaman, sama sekali tidak tahu kalau Oh Li cu telah merubah sama sekali croak dekorasi dalam ruangan-nya

Kalau Siau cian menemukan perubahan yang menyolok dari watak Oh Li cu maka Cay soat justru memperhatikan pandangan pe-nuh rasa cinta dari Oh Li cu terhadap engkoh Giok nya.

Lain halnya dengan Hu-yong siancu, dia cuma menguatirkan jejak Oh Tin san suami istri, sebab hal ini menyangkut soal dendam kesumat Lan See giok.

Selesai menghidangkan air teh. Oh Li cu baru mengeluarkan sepucuk surat dari bawah pembaringannya dan diserahkan kepada Hu-yong siancu.

Hu-yong siancu tahu pasti ada yang tak beres maka surat itu segera diteliti dengan seksama.

Pada sampul bagian depan, tertera bebe-rapa huruf yang cukup besar.

"Ditujukan untuk anak Cu pribadi."

Biarpun Hu-yong siancu melihat sampul surat telah robek, tak urung ia bertanya lagi kepada Oh Li cu dengan suara rendah.

"Sudah nona Oh baca isi suratnya?"

"Sudah" Oh Li cu mengangguk dengan hormat. "anak Cu telan melihat dengan sek-sama, silahkan bibi untuk memeriksa sekali lagi-.."

Dari panggilan "bibi" kepadanya, Hu-yong siancu segera memahami apa maksud Oh Li cu berbuat demikian, maka dia punb tidak menampikj lagi dan memergiksa isi surat btersebut.

Tapi wajahnya berubah hebat sambil me-ngangkat kepalanya cepat ia bertanya.

"Tahukah nona Oh tujuan mereka ke sana?"

Dengan cepat Oh Li cu menggeleng, "Anak Cu bodoh, tak dapat kutebak maksud tuju-an mereka," sahutnya lirih.

Hu-yong siancu segera memberi tanda kepada Lan See giok. Siau cian serta Cay- soat untuk ikut membaca isi surat tersebut.

Lan See-giok paling menguatirkan jejak Oh Tin san, maka ia menghampiri perempuan tersebut lebih dulu dan membaca iri surat tersebut, tapi wajahnya segera berubah.

Dalam surat tersebut hanya tercantum be-berapa huruf yang garis besarnya mengata-kan bahwa mereka telah berangkat ke luar lautan, menuju ke tempat kediaman Wan san popo untuk membalas dendam. bila Oh Li-cu telah kembali maka dia diminta untuk me-ngurusi masalah benteng dan paling lambat setengah tahun kemudian pasti akan kem-bali. Seusai membaca surat tersebut, Lan See giok segera bertanya kepada Oh Li-cu.

"Apa hubungan antara Wan San popo de-ngan Oh Tin-san?"

"Wan-san popo adalah guru dari ibu...bukan guru dari ibu angkatku Say kui hui."

Lan See giok berkerut kening sambil ter-menung, lalu sambil menoleh ke arah Hu-yong siancu katanya.

"Bibi, menurut pendapat Anak Giok, keper-gian Oh Tin san, suami istri ke bukit Wan san tak lebih karena dua alasan, pertama karena dia mulai gugup dan panik sehingga berusaha untuk menghindari suhu To Seng cu kedua diapun ingin memperdalam ilmu-nya di bukit Wan san agar di kemudian hari bisa mencari bibi untuk membalas den-dam...."

Siau cian, Cay soat serta Oh Li cu segera mengangguk tanda setuju dengan pendapat itu.

Berbeda sekali dengan Hu-yong siancu, katanya.

"Kalau menurut pendapatku, tujuan mereka yang terutama mungkin menghadapi To seng cu Cia locianpwe"

Tergerak hati Cay soat. dia seperti teringat akan sesuatu, segera bisiknya kepada Lan See giok.

"Engkoh Giok, urcapan bibi memazng benar, kau swudah lupa dengarn perkataan Lam hay lo koay tahun berselang sebelum pergi me-ninggalkan suhu, bukankah dia bilang sam-pai berjumpa di rumah kediaman Wan san popo . . . ?"

Sekali lagi paras muka Lan See giok berubah setelah mendengar ucapan tersebut, kepada Hu-yong siancu kembali ia berkata.

`Bibi, Lam hay lokoay memang telah ber-kata begitu, menurut pendapat anak Giok, tidak kembalinya suhu hingga kini bisa jadi sudah termakan perangkap mereka, kita su-dah seharusnya berangkat ke Wan san dalam waktu singkat."

Hu-yong siancu termenung sesaat, lalu sa-hutnya dengan tenang.

"Lebih baik menunggu sampai si naga sakti pembalik sungai Thio lo enghiong pulang kembali, kita baru berunding sebelum me-mutuskan untuk mengambil suatu tindakan, siapa tahu Thio lo enghiong masih lebih tahu daripada kita?"

Lan See giok merasa perkataan ini ada benarnya juga, maka diapun segera mengu-sulkan.

"Bagaimana kalau sekarang juga anak Giok pergi ke dusun kaum nelayan? Siapa tahu Thio loko dan Thi gou telah kembali?"

"Jangan!" cegah Hu-yong siancu." saat ini segenap anggota benteng sedang bergembira atas kedatanganmu, kau tak boleh pergi se-cepatnya . . . "

"Bibi, biar aku saja yang menjemput Thio loko" buru-buru Cay soat menyela.

Oh Li cu yang mendengar perkataan terse-but segera berubah wajahnya. dengan ge-lisah ia berkata.

" Bibi, jangan kalian ajak si naga sakti -pembalik sungai Thio locianpwe datang ke-mari, sebab selama ini Thio locianpwe dan pihak Wi-lim-poo bersikap bermusuh-an"



Lan See giok tahu bahwa apa yang dikata-kan Oh Li cu memang benar, maka katanya kemudian:

"Lebih baik aku saja yang pergi. sebab Thio loko berniat menjumpaiku secepat-nya."

"Kalian tak usah pergi semua," ucap Hu-yong siancu dengan kening berkerut. "biar aku seorang diri pergi ke situ, karena aku masih ada masalah yang perlu dirundingkan dengan Thio lo enghiong."

Cay soat menguatirkan keselamatan Siau -thi-gou, cepat-cepat dia berkata pula.

"Kalau begitu, biar aku dan bibi pulang le-bih dulu, sebab di rumah aku masih ada ku-daku dan perlu secepatnya menengok keadaan adik Thi gou."

Hu-yong siancu merasa seorang diri me-mang sulit mengurusi dua ekor kuda sekali-gus, maka diapun mengangguk.

"Baik. biar anak Soat yang ikut aku pu-lang, aku seorang diri memang tak akan mampu mengurusi dua ekor kuda sekaligus."

"Tapi Thio loko ada urusan yang ingin segera dibicarakan denganku..." kata Lan See-giok agak gelisah.

"Besok, kau boleh mencari kesempatan untuk mengajak nona Oh berpesiar ke luar benteng. aku akan menunggu kedatangan kalian di rumah kediaman Thio lo enghiong" usul Hu-yong siancu.

Lan See giok mengangguk sambil mengia-kan, Oh Li cu pun memerintahkan dayang-nya untuk mempersiapkan perahu,

Tengah hari itu, Hu-yong siancu dan Cay soat dihantar oleh See giok bertiga berangkat meninggalkan benteng Wi-lim-poo menuju ke dusun kaum nelayan.

Mereka baru kembali ke dalam benteng setelah menyaksikan sampan yang di tum-pangi Hu-yong-siancu berdua telah berada ratusan kaki dari benteng.

Untuk pertama kali ini Siau-cian hidup berpisah dari ibunya, terutama sekali tinggal dalam lingkungan yang masih asing baginya, timbul suatu perasaan yang tak terlukiskan dengan kata-kata di dalam hatinya, untung Lan See-giok selalu mendampinginya sehing-ga tidak sedikit kesulitan yang dapat di atasi.

Oh Li cu cukup mengetahui akan bobot Siau cian dalam perasaan Lan See-giok, ter-hadap kelembutan, ketenangan sikapnyba yang jarang bjerbicara dia seglalu memperhatib-kan secara bersungguh-sungguh .....

Sesungguhnya Lan See-giok sudah me-ngetahui akan perasaan hati Siau cian dan se-lalu menaruh perhatian khusus terhadap-nya, tapi berhubung selama ini adik Soatnya yang binal selalu hadir di situ, maka ia tak berani memperlihatkan perhatian yang berle-bihan.

Tapi sekarang setelah Hu-yong siancu dan Si Cay soat pergi, rasa perhatian tadi oto-ma-tis tertera nyata di atas wajahnya.

Oh Li-cu ternyata cukup tahu diri, ia mengerti andaikata tiada belas kasihan dari Siau cian dan bantuan dari Hu-yong siancu, jangan harap ia akan tercapai cita-citanya sepanjang hidup

Betul kakak kandungnya Tok Nio-cu telah 'menjamin" kepadanya berulang kali bahwa selama Lan See giok masih hidup di dunia ini. dia pasti punya akal untuk memenuhi pengharapannya. tapi persoalan di dunia, terlalu banyak perubahannya, siapa yang bisa menduga keadaan dimasa-mendatang?

Siau cian segera menemukan kalau Oh Li cu berdiri seorang diri di belakangnya. maka diapun mengalihkan pembicaraan ke soal lain. tapi biarpun kedua orang itu berbincang sambil tertawa, namun kedua belah pihak sama-sama tak mampu menyembunyikan kemurungan yang melekat di wajah mereka, Lan See giok melihat hal ini dengan jelas. dia merasa berkewajiban untuk mengusahakan agar enci Ciannya menjadi gembira.

Setelah masuk ke pintu gerbang suara ge-lak tertawa dan orang bertaruh kedengaran di mana-mana, satu ingatan segera melintas dalam benaknya, kepada Siau-lian si dayang

yang berada di belakangnya ia pun berse-ru: "Siau-lian, aku hendak melihat lihat keadaan di ruang tamu telaga emas."

Siau - lian mengiakan dengan hormat, sampan kecil itupun melaju lebih cepat.

Selamanya Oh Li cu tak pernah mem-bang-kang keinginan Lan See-giok, karenanya dia tak banyak berbicara, sedangkan Siau-cian yang melihat Oh Li cu tidak memberi penda-pat apa-apa tentu saja lebih tak leluasa un-tuk menghalangi.

Tatkala sampan muncul di lorong air yang lebar, para pengawal yang berada di luar ru-ang tamu telaga emas telah melihat kedata-ngan mereka, seorang diantaranya segera berlarian memasuki ruangan yang lebar itu.

Suasabna gaduh yang sjemula mencekam gruangan itu sekbetika menjadi tenang, tapi menyusul kemudian meledak kembali tempik sorak yang gegap gempita.

Menyusul suara bangku ditarik, berpuluh puluh manusia dengan aneka macam pakaian telah bermunculan dari ruangan sambil bersorak sorai menyambut kedata-ngan sampan kecil itu.

Be Siong pak yang bungkuk diiringi ke em-pat komandan kapal perang sama-sama menampilkan diri pula dari ruangan dan menyambut kedatangan sau cengcu nya de-ngan hormat.

Sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibir Lan See giok, dengan mata ber-kilat dia mengulapkan tangannya berulang kali---

Dalam keadaan begini, Siau cian dan Oh Li cu tak mampu berbicara lagi, terpaksa mereka mengalihkan perhatiannya ke wajah manusia-manusia yang berjajar di tepi der-maga dengan wajah memerah dan sorot mata yang setengah mabuk itu.

Tiba-tiba di tepi tanggul, Lan See giok segera berbalik badan dan berkata sambil tertawa.

"Cici berdua silahkan naik ke daratan lebih dulu!"

Ditatap begitu banyak manusia, Siau cian merasa pipinya memerah, apa lagi oleh sikap Lan See giok sekarang, ia semakin tersipu sipu dibuatnya,

Sementara dia masih ragu, Oh Li cu. telah menuntun tangannya sambil berkata dengan senyuman dikulum.

"Adik Cian adalah tamu sedang adik Giok adalah tuan rumah, sudah sepantasnya, adik Cian yang naik lebih dulu."

"Tentu saja, tentu saja? Lan See giok segera menimpali, "mana ada tuan rumah naik lebih dulu?" "

Sementara berbicara, tidak kelihatan gera-kan apapun, tabu-tahu tubuhnya sudah, naik ke daratan.

Seketika suasana dicekam keheningan lagi, Be Siong pak dan ke empat komandan pasu-kan. ditambah puluhan lelaki kekar lainnya sama-sama memandang dengan tertegun.

Bukan saja mereka terkejut oleh kehebatan Siau cian. terutama sekali oleh kecantikan wajahnya, mereka benar-benar dibuat terke-sima.

Sebagai tuan rurmah, Lan See-gizok pun memperkewnalkan Be Siongr-pak beserta ke empat komandan-pasukan itu kepada si nona

"Dia adalah satu-satunya putri kesayangan Hu-yong-siancu Han lihiap, nona Ciu siau cian adanya"

Seruan tertahan sekali lagi bergema di se-luruh arena, malah ada diantara mereka yang maju sampai berapa langkah agar bisa mengamati wajah putri cantik itu lebih jelas lagi.

Sebaliknya Be Siong-pak dan ke empat komandan pasukan itu sama-sama terkesiap buru-buru mereka memberi hormat kepada gadis tersebut....

Dalam hati kecilnya Siau cian menggerutu karena kelancangan mulut adik Gioknya tapi di luar dia tetap merendah kepada Be Siong-pak sekalian dengan senyuman di-ku-lum bagaikan mengiringi seorang kaisar mereka mengiringi Lan See-giok sekalian memasuki ruangan.

Di meja bagian tengah terdapat lima buah tempat yang semula memang dipersiapkan buat Lan See-giok sekalian, maka mereka bertiga pun menempati tempat masing-masing.

Begitulah perjamuan pun berlangsung amat meriah sehingga matahari condong ke barat, saat itulah Lan See giok sekalian baru kembali ke gedung mereka.

Tiba di gedung kediaman Oh Li-cu Lan See giok sudah mabuk oleh arak, sedang wajah Siau cian juga berubah menjadi merah padam karena pengaruh alkohol, untung saja tenaga dalam yang mereka miliki cukup sem-purna sehingga tak sampai roboh tak sadar-kan diri seperti kebanyakan orang lainnya.

Oh Li cu mengajak Lan See giok berdua menuju ke kamar tidurnya dan memberi mangkuk kuah hati teratai kepada mereka, pengaruh arak seketika bilang sebagian be-sar.

Mendadak Lan See giok teringat akan se-suatu, semenjak tiba di benteng Wi-lim-poo dia merasa tak pernah-bertemu dengan Thio Wi kang si muka monyet, dengan nada tak mengerti segera tanyanya.



"Apakah Thio Wi kang tidak berada dalam benteng?"

Oh Li cu berkerut kening lalu menjawab dengan sedih: "Menurut Be congkoan, suatu malam entah mengapa, tiba-tiba Thio Wi--kang memasuki ruang pribadi lo-pocu, se-tengah jam kemudian mendadak terdengar jeritan ngeri bergema dari ruangan tersebut, lalu muncul Thio Wi-kang dengan sem-poyo-ngan dan akhirnya, roboh tewas, mimik wa-jahnya memperlihatkan rasa ketakutan yang luar biasa, seakan akan bertemu setan saja.

Lan See giok merasa amat tergetar perasaannya. dengan nada tidak mengerti tanya-nya kemudian. "Apakah ada jago-jago lihay yang di tempatkan di gedung pribadi pocu untuk menjaga keamanan di situ ?"

Oh Li-cu menggeleng.

"Pintu gedung terkunci rapat, pada hakekatnya tak nampak seorang manusia-pun."

"Darimana Be congkoan bisa tahu kalau Thio Wi kang kaburnya dari dalam gedung pribadi pocu?", tanya Siau-cian dengan tidak mengerti?"

"Be congkoan sendiripun mendapat kete-rangan tersebut dari seorang dayang.

Dengan kening berkerut Lan See-giok segera termenung, lama kemudian dia ber-gumam.

"Heran, mengapa ditengah malam bisa Thio Wi-kang memasuki gedung kediaman pocu? Bila gedung itu tidak dijaga orang mengapa pula Thio Wi-kang bisa mati cara menda-dak..."

"Pernahkah kau memasuki gedung untuk melakukan pemeriksaan---?! tanya Siau cian tiba-tiba sambil menengok kearah Oh Li-cu.

Oh Li-cu segera mengangguk, "Aku bersa-ma Be congkoan telah melakukan pemerik-saan semalam---"

"Adakah sesuatu yang kau temukan?" tanya -Lan See- giok penuh perhatian.

Oh Li cu segera menggeleng.

Kecuali gerendel jendela sebelah kiri sudah dibongkar, tidak kujumpai sesuatu yang aneh."

Mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, dengan suara lirih kembali dia berbisik:

"Seingatku, dulu Thio Wi-kang adalah ang-gota benteng Wi-lim-poo ini.."

Tergerak perasaan Lan See-giok dan Ciu Siau cian oleh perkataan itu, tanpa terasa bisiknya:

"Apa kau bilang"

Oh Li-cu menbghela napas sedjih:

"Aaaai, magsalah telah berbkembang jadi be-gini, aku rasa akupun tak usah menyimpan rahasia ini bagi Oh Tin-san suami istri lagi.

Lan See-giok dan Ciu Siau cian kembali saling berpandangan sekejap sesudah mendengar perkataan ini.

Oh Li cu mengalihkan sorot matanya dan memandang ke tempat kejauhan sana, lama kemudian dia baru berkata:

"Peristiwa ini terjadi pada lima belas tahun berselang, waktu itu aku baru berusia em-pat-lima tahunan. waktu itu pe-milik benteng Wi lim poo bukan Oh Tin san suami istri, menurut apa yang masih ku ingat, waktu itu pocunya adalah seorang kakek bermuka merah yang berusia tujuh puluh tahunan, orang menyebutnya Phoa -yang-ong.

"Suatu tengah malam, aku terbangun dari tidurku oleh suara kasak-kusuk orang yang berbicara bisik-bisik, ketika aku membuka mataku, kujumpai Be congkoan, Thio wi--kang dan Oh Tin san suami istri sedang berunding secara serius.

"Waktu itu aku tidak mendengarkan de-ngan seksama, tapi masih sempat kudengar Thio Wi kang dan Be congkoan berbisik demikian: - -- dengan berbuat demikian, siapa pun tak akan menyadari apa yang ter-jadi. sedang WI lim poo akan menjadi milik-mu - - - "

"Benar juga, tak sampai berapa hari kemu-dian Phoa yang ong ditemukan tewas, maka atas dukungan banyak orang Oh Tin san pun menjadi majikan baru dari benteng Wi-lim Poo."

Mendengar kisah tersebut Lan See-giok berkerut kening dengan mata berkilat, kata-nya dengan amarah meluap.

"Tidak kusangka benteng Wi-lim-poo masih menyimpan suatu dendam kesumat yang le-bih dalam dari samudra, mendingan kalau aku, Lan See-giok tidak mengetahui rahasia tersebut. setelah kuketahui hari ini. Aku bertekad akan menyelidiki persoalan ini sam-pai tuntas - - "

Siau cian menunggu sampai Lan See-giok menyelesaikan kata katanya, kemudian ia baru menengok kearah 0h Li-cu sambil ber-tanya:

"Ketika Oh Tin-san suami istri meninggal-kan surat untukmu, apakah Be Siong-pak ikut mengetahui?"

Oh Li-cu segera menggeleng:

"bAku rasa dia tajk tahu, karena gsurat itu diam-bdiam diserahkan kepadaku oleh se-orang dayang yang paling dipercaya oleh Say-kui hui---"

"Sewaktu Oh Tin-san suami istri pergi, adakah seseorang yang melihatnya?" kem-bali Siau cian bertanya pelan.

Sekali lagi Oh Li-cu menggeleng,

"Dalam soal ini aku tidak bertanya"

Tapi sesudah berhenti sejenak, seperti memahami sesuatu diapun bertanya.

"Apakah adik Cian curiga Oh Tin-san suami istri masih berada di dalam benteng?"

"Orang luar sama-sama mencurigai Oh Tin-san suami istri sedang melatih sejenis ilmu silat secara diam-diam!" sela Lan See giok dari samping.

Siau-cian kembali berkata pula:

"Bila Oh Tin-san suami istri tidak bersem-bunyi di dalam gedungnya, ini berarti gedung tersebut tentu ada sesuatunya."

Ucapan ini agaknya sangat mengena di hati Oh Li-cu. tiba-tiba dia mengusulkan:

"Ucapan adik Cian benar, akupun merasa gedung itu amat mencurigakan, bagaimana kalau kita menyelidikinya sekarang juga..."

"Tidak sampai perkataan dari Oh Li-cu itu selesai diutarakan, Siau-cian telah mengge-lengkan kepalanya seraya menukas:

"Tidak, dalam masalah ini kita harus ber-tindak ditengah malam buta. tapi kau harus tetap berada disini untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan."

Oh Li-cu merasa perkataan tersebut ada benarnya juga, andaikata sampai terjadi se-suatu yang tak diinginkan, dia memang perlu untuk bertindak cepat, apalagi kepandaian silat yang dimilikinya amat terbatas, keikut sertaannya justru malah merupakan beban bagi mereka berdua.

Dalam pada itu, Lan See-giok mulai men-curigai Oh Tin-san tetap berada dalam gedungnya, atau sekalipun sudah mengun-jungi bukit Wan san. bisa jadi secara diam-diam ia telah kembali ke situ.

Terbayang akan rOh Tin san, pemzuda itu jadi inwgin sekali berarngkat sekarang juga,

Tapi diapun tahu, dalam menghadapi per-soalan semacam ini. bukan saja tak boleh gegabah, bahkan harus memegang rahasia rapat-rapat. karena itu diapun menanyakan letak dan situasi dalam gedung tempat kediaman Oh Tin-san tersebut kepada Oh Li cu dengan sejelas jelasnya.

Menjelang kentongan pertama. Lan See -giok kembali ke kamar sebelah timur untuk beristirahat. sudah dua malam ia pernah tidur di situ. dalam ruangan terdapat pintu yang berhubungan langsung dengan kamar tidur Oh Li cu.

Untuk menghindari pembicaraan orang, Siau Cian dan Oh Li cu tidur bersama,

Menyusul datangnya malam. suasana dalam benteng Wi lim poo juga mulai dicekam keheningan, kecuali suara tambatan sampan di lorong air, tidak kedengaran suara lain di sekitar sana.

Lan See-giok segera turun dari pembari-ngannya, Siau Cian dan Oh Li-cu pun mun-cul dari kamarnya.

Mereka bertiga berunding sebentar. ke-mudian anak muda itu membuka jendela belakang.

Suasana di luar kamar amat hening dan tak kedengaran sedikit suara pun, diam-diam Lan See giok memberi tanda kepada Siau cian. kemudian melompat keluar melalui jendela itu.

Siau cian segera mengikuti dibelakangnya dan melayang keluar tanpa menimbulkan sedikit suarapun. gerakan tubuhnya enteng bagaikan selembar daun kering.

Lan see giok berdiri menempel di atas dinding sambil memperhatikan sekejap situasi di sekeliling situ, kemudian sambil menarik tangan Siau cian melayang ke muka.

Oh Li cu yang mengamati dari balik jendela diam-diam merasa terkejut, ia dapat melihat bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki , Siau cian ternyata tidak kalah dengan ke-mampuan Si Cay soat. murid dari To Seng cu tersebut, bahkan kehebatannya masih se-tingkat lebih atas.

Sementara dia termenung, Lan See giok dan Siau cian telah lenyap dari pandangan mata, maka diapun menggelengkan kepala sambil menghela napas sedih, kemudian merapatkan kembali jendela belakang.

Dalam pada itu, Lan see giok dan Siau cian dengan menelusuri tempat kegelapan telah tiba di depan pintu gedung kediaman Oh Tin-san..

Walaupun Lan See giok pernah dua hari berdiam dalam benteng Wi-lim-poo tersebut namun belum pernah mengunjungi gedung kediaman Oh Tin-san ini, untung ada pe-tunjuk dari Oh Li-cu, sehingga sedikit banyak ia telah mempunyai gambaran atas keadaan di situ.

(Bersambung ke Bagian 37)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar