“Sudah banyak tahun tidak
ketemu, ilmu pedangmu pasti sudah banyak maju. Dalam dunia rimba persilatan
barangkali sudah tidak ada orang lain yang sanggup menandingi ilmu pedangmu;
sebetulnya kau harus dipanggil Jago pedang nomor satu benar benar, setidak tidaknya
pedang yang ada dipinggangmu itu, jauh lebih indah dari pada orang lain punya”
Muka Liu Sek Ceng seketika itu
juga menjadi merah, tangannya yang tadi terus menggenggam gagang pedang,
seolah-olah takut diketahui oleh orang lain, sekarang buru buru gagang
pedangnya itu digeser kebelakangnnya.
Wajah mereka meskipun merah,
tetapi sedikitpun tidak merasa malu sebab orang yang bisa dimaki oleh Sim Thay
Kun, bukanlah suatu hal yang memalukan.
SEtidak tidaknya dapat
menunjukan bahwa Sim Thay Kun tidak enggap orang itu sebagai orang luar.
Orang yang tidak dimaki
olehnya, sebaliknya merasa tidak enak.
Yo Khay Thay menundukakan
kepala, katanya dengan suara ketakutan : Siaotit tadi berlaku kurang sopan,
harap Thay hujin maafkan”
SIm Thay Kun menggunakan tangannya
didaun telinganya lalu bertanya : “Apa ? apa katamu ? aku tidak dengar”
Yo Khay Thay kembali berkata
dengan muka merah :
“Siao... Siaotit tadi
berlaku... kurang sopan... "
“Oh... kau mengatakan bahwa
kau datang tidak membawa barang anteran ? itu apa salahnya? Biar bagaimana aku
tahu bahwa kau orang pelit, sedangkan untuk makanmu sendiri saja kau masih
merasa berat, bagaimana kau bisa membawa barang antaran untuk orang lain ?”
Yo Khay Thay sepatah katapun
tidak bisa menjawab.
May Kang juga segera berkata :
“Boanpwe tadi juga bukan
hendak berkelahi dengan saudara Heng, hanya dua orang ini... "
“Apa ? kau kata hendak
berkelahi dengan dua orang ini ?” bertanya Sim Thay Kun.
Lalu dengan wajah berseri seri
ia mengawasi Hong Sie Nio dan Siao Cap it long, kemudian berkata sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya :
“Tidak bisa ! Dua orang ini
tampaknya semuanya anak baik baik, mana boleh berkelahi ditampatku ini ? Hanya
anak liar yang tidak tahu aturan itu, bisa mgomong gede dan bertingkah ditempat
ini”
May Kang tercengang, akhirnya
ia menjawab sambil menundukkan kepala :
“Thay Hujin benar”
Hong Sie Nio semakin lama
semakin merasa lucu dan senang terhadap nyonya tua ini. ia merasa bahwa nenek
itu sesungguhnya sangat menyenangkan.
Ia hanya menghapar kalau ia
sendiri nanti sudah berusia tujuh delapan puluh tahun juga seperti nenek ini
lucunya.
***
KEPALA SIAUW CAP-IT-LONG
Sementasa itu Sim Thay Kun
sudah berkata lagi sambil tertawa : “Tamu tamu yang datang ditempat ini
sebetulnya bukan sedikit jumlahnya, akan tetapi sejak Pek Kun menikah, sudah
lama tidak begitu ramai lagi, aku barulah mengerti bahwa orang itu ternyata
bukan datang untuk menengok aku sinenek ini, tetapi hari ini kalian jikalau
ingin juga melihat anak perempuanku yang cantik itu akan menjadi kecewa”
Ia tertawa demikian lucu,
hingga dua matanya hampir hampir terpejamkan semua, katanya pula :
“Anakku itu hari ini tidak
dapat menemui tamu, sebab ia sedang sakit”
“Sakit ? sakit apa ?” bertanya
Yo Khay Thay.
“ANak tolol, perlu apa kau demikian
cemas ? jikalau ia benar benar sakit, apa kau masih bisa demikian gembira ?”
berkata Sim Thay Kun sambil tertawa.
Kembali ia mengedip ngedipkan
matanya, ia sengaja membuat perlahan sampai seperti habis suaranya, katanya :
“Kuberitahukan padamu, ia
bukan sakit, melainkan sedang mengandung. Tetapi kau sekali kali jangan
mengatakan bahwa hal ini aku yang memberitahukan padamu, supaya anakku itu
nanti tidak akan menyesal bahwa aku nenek ini banyak mulut”
Orang orang dalam ruangan itu
kembali bangkit dari tempat duduk masing masing, lalu terdengar ucapan selamat
yang sangat riuh. Yo Khay Thay tampak semakin gembira hingga tertawanya terus
terdengar tidak berhentinya
Hong Si Nio mendelikkan mata
kepadanya, katanya dengan suara perlahan:
“Perlu apa kau begitu gembira?
Anak toh bukan anakmu?”
Mulut Yo Khay Thay segera
bungkam, tidak berani tertawa lagi.
Seorang laki yang dengar kata
orang perempuan semacam itu, sesungguhnya jarang tertampak.
Siauw Cap It Long diam-diam
menghela napas sendiri, sebab ia mengerti seorang laki-laki tidak boleh terlalu
dengar ucapan orang perempuan, orang laki-laki jikalau terlalu dengar kata
mulut perempuan, orang perempuan itu sebaliknya akan menganggap laki-laki itu
tidak ada gunanya.
Siauw Cap It Long tidak
perduli berada di satu tempat dengan banyak orang, selalu seperti menyendiri,
sebab ia selamanya adalah seorang yang berdiri di luar garis, selamanya tidak
suka turut menikmati kesukaan orang lain.
Ia selamanya paling tenang,
maka dia jugalah orang pertama yang lebih dulu melihat kedatangan Lian Seng
Pek.
Ia sebetulnya tidak kenal
dengan Lian Seng Pek, juga belum pernah bertemu muka dengannya, akan tetapi ia
tahu orang yang sekarang berjalan masuk dari luar itu pasti Lian Seng Pek.
Sebab ia selamanya belum
pernah melihat siapa pun juga yang sikapnya demikian sopan santun, di dalam
sikapnya yang sopan santun itu terkandung keagungan yang tidak dipunyai oleh
lain orang.
Di dalam dunia ada banyak
jumlahnya pemuda yang gagah tampan, ada banyak kaum pelajar yang sopan santun
kelakuannya, ada banyak keturunan orang beruang yang sifatnya agung, juga ada
banyak jago muda rimba persilatan yang kesohor namanya, tetapi semuanya tidak
dapat dibandingkan dengan orang yang sekarang sedang berjalan masuk itu.
Siapa pun sebetulnya tidak
dapat mengatakan di mana sebetulnya perbedaan ia dengan orang banyak. Tetapi
tidak perduli siapa orangnya, asal melihatnya sebentar, lalu bisa merasakan
bahwa dia benar-benar berbeda dengan orang banyak.
Thio Bu Kek sebetulnya juga
seorang yang tampaknya amat berwibawa dan agung, sikapnya juga pernah membuat
banyak orang kagum. Jikalau berjalan bersama-sama dengan orang lain, sikap dan
kelakuannya selalu lebih menarik perhatian.
Tetapi sekarang ia berjalan
dengan pemuda ini, Siauw Cap It Long seolah-olah tidak pernah melihatnya.
Ia selalu mengenakan pakaian
yang bahannya paling mahal, potongannya paling cocok dengan bentuk tubuhnya,
apa yang dikenakan tubuhnya selalu dipilih dengan teliti, begitu juga setiap
barang selalu mencocoki dengan dirinya, hingga membuat orang tidak merasa jemu,
juga tidak merasa bahwa perbuatannya itu dibuat-buat, lebih-lebih tidak bisa
merasa bahwa dia itu adalah orang yang kaya mendadak.
Di dalam rimba persilatan
orang seperti Thio Bu Kek jumlahnya tidak banyak, tetapi sekarang berjalan
bersama-sama dengan anak muda tadi, benar-benar seperti pengawalnya saja dia.
Orang ini apabila bukan Lian
Seng Pek, di dalam dunia ini siapa lagi yang mungkin dapat disamakan dengan
Lian Seng Pek? Jikalau Lian Seng Pek bukan sedemikian itu, ia juga sudah bukan
Lian Seng Pek yang asli lagi!
Lian Seng Pek yang berjalan
masuk, begitu masuk sudah melihat Siauw Cap It Long.
Dia juga tidak kenal dengan
Siauw Cap It Long, lebih-lebih belum pernah bertemu muka dengannya, lagipula
sama sekali tidak bisa memikirkan bahwa pemuda yang sekarang berdiri di ambang
pintu ruangan itu adalah Siauw Cap I Long.
Akan tetapi ia hanya
melihatnya sepintas lalu saja, ia sudah merasakan bahwa pemuda ini ada banyak
hal yang berbeda dengan yang lainnya...
Dalam hal apa sebetulnya
berbeda? Dia sendiri juga tidak dapat mengatakan.
Ia ingin memandang lebih lama
kepada pemuda ini, akan tetapi ia tidak dapat berbuat demikian, sebab mengawasi
dan mengamati seseorang terlalu melit, adalah suatu perbuatan yang tidak sopan.
Dalam hidupnya Lian Seng Pek
belum pernah melakukan suatu perbuatan yang melanggar kesopanan........
Ketika semua orang sudah
melihat kedatangan Lian Seng Pek dengan Thio Bu Kek, sudah tentu lantas
terdengar pula suara riuh dari tamu-tamunya di dalam ruangan.
Kemudian Thio Bu Kek pergi
menjumpai Nyonya Besar Sim.
Sim Thay Kun meskipun masih
berseri-seri tetapi dari matanya sudah tidak tampak lagi perasaan gembiranya
seperti tadi, ia agaknya seperti mendapat firasat bahwa urusan agak tidak
beres.
Thio Bu Kek menjura memberi
hormat dan kemudian berkata:
“Boanpwe datang terlambat,
hingga mencapaikan Thay-hujin menunggu lama, di sini Boanpwe haturkan maaf
sebesar-besarnya.”
“Tidak apa, datang terlambat
bagaimana pun juga ada lebih baik daripada tidak datang. Bukankah begitu?”
berkata Sim Thay Kun sambil tertawa.
“Ya,” jawab Thio Bu Kek.
“To Siao Thian, Hay-leng-cu
dan si Raja Garuda tua itu, mengapa mereka tidak datang? Apakah tidak ada muka
untuk menemui aku?”
Thio Bu Kek menghela napas
perlahan, katanya:
“Mereka benar-benar memang
tidak ada muka untuk menemui Thay-hujin......”
Sepasang mata Sim Thay Kun
seperti mendadak berubah menjadi muda, matanya bergerak-gerak dan ia berkata:
“Apakah goloknya telah
hilang?”
Thio Bu Kek menundukkan kepala.
Sim Thay Kun berkata lagi
dengan suara hambar:
“Golok hilang tidak halangan,
asal orangnya jangan sampai ikut-ikutan hilang.”
Thio Bu Kek menundukkan
kepalanya semakin rendah, katanya:
“Boanpwe sebetulnya juga tak
ada muka buat menemui Thay-hujin. Tapi.......”
Sim Thay Kun mendadak tertawa,
katanya:
“Kau tidak perlu memberi
penjelasan, aku juga tahu bahwa dalam urusan ini tanggung-jawabnya bukanlah
diserahkan kepadamu. Ada Raja Garuda tua dengan kalian bersama, ia yang mau
membawa golok itu, maka golok itu pasti hilang di tangannya.”
“Biarpun begitu tapi boanpwe
juga tetap tidak lepas dari kesalahan dalam hal kelalaian. Jikalau tidak dapat
merampas kembali golok itu, boanpwe tidak ada muka lagi untuk bertemu dengan
sahabat-sahabat rimba persilatan,” berkata Thio Bu Kek sambil menghela napas.
“Orang yang bisa merampas
golok dari tangan Raja Garuda tua, dalam dunia ini jumlahnya juga tidak
seberapa, siapakah orangnya yang berani merampas golok itu?” bertanya Sim Thay
Kun.
“Hong Si Nio,” jawab Thio Bu
Kek.
“Hong Si Nio?........... nama
ini aku rasanya sudah pernah dengar. Kabarnya ia memiliki kepandaian yang cukup
tinggi. Tapi kurasa dengan ilmu kepandaian seperti dia, barangkali masih belum
dapat merampas golok dari tangan si Raja Garuda!”
“Sudah tentu ia bukan
sendirian, ada pembantunya,” menjawab Thio Bu Kek.
“Siapa?” bertanya Sim Thay
Kun.
Thio Bu Kek menghela napas
panjang, baru menjawab sepatah demi sepatah:
“Siauw Cap-it-long!”
Orang-orang yang berada dalam
ruangan itu tidak kecewa mendapat nama julukan orang-orang sopan, mendengar
berita yang mengejutkan ini semua ternyata bisa berlaku demikian tenang, tiada
seorang pun di antara mereka yang menunjukkan sikap terkejut atau kecewa,
bahkan tiada seorang pun yang tampak membuka mulut. Sebab mereka tahu, pada
saat seperti itu, ucapan apa pun bisa menimbulkan perasaan pahit bagi Thio Bu
Kek.
Sebagai orang sopan, tidak
nanti mereka berbuat demikian.
Yang menunjukkan perasaan
terkejut hanya dua orang, satu adalah Yo Khay Thay, yang lain adalah Hong Si
Nio.
Yo Khay Thay menatap Hong Si
Nio, Hong Si Nio sebaliknya menatap wajah Siauw Cap-it-long.
Dalam hatinya sudah tentu
merasa sangat heran, sudah tentu ia tahu bahwa golok yang hilang itu bukanlah
golok yang tulen. Kalau begitu di manakah golok yang tulen itu?
Mendengar disebutnya nama
Siauw Cap-it-long, Sim Thay Kun baru mengerutkan alisnya, lalu katanya seperti
menggumam sendiri.
“Siauw Cap-it-long, Siauw
Cap-it-long.... pada waktu paling belakangan ini mengapa aku selalu mendengar
nama orang ini? Segala kejahatan di dalam dunia ini seolah-olah diborong
olehnya sendiri.”
Mendadak ia ketawa dan berkata
lagi:
“Aku si nenek ini benar-benar
ingin melihat rupa orang itu, sebetulnya dia orang yang bagaimana macamnya?
Seseorang dapat melakukan kejahatan demikian banyaknya, sesungguhnya juga tidak
gampang-gampang dapat dilakukan.”
May Kang berkata sambil
cemberutkan muka:
“Orang ini jikalau tidak
disingkirkan, dunia Kang-ouw tidak akan aman, boanpwe cepat atau lambat suatu
kali kelak pasti akan dapat membawa batok kepalanya untuk diperlihatkan kepada
Thay-hujin.”
Sim Thay Kun tidak
menghiraukan segala omongannya, sebaliknya ia berkata kepada Chie Ceng Teng:
“Chie Ceng Teng, kau ingin
batok kepala Siauw Cap-it-long atau tidak?”
Chie Ceng Teng berpikir
sebentar, baru menjawab:
“Ucapan saudara May tidak
salah, selama orang ini belum dapat disingkirkan, dunia Kang-ouw tidak akan
aman.......”
Sim Thay Kun tidak menantikan
habis ucapannya sudah bertanya lagi kepada Liu Sek Ceng:
“Liu Sek Ceng, bagaimana kau?”
“Boanpwe sudah lama ingin
menguji kepandaian orang itu,” menjawab Liu Sek Ceng cepat.
Mata Sim Thay Kun beralih
kepada Lian Seng Pek, kemudian bertanya:
“Dan kau?”
Lian Seng Pek hanya tersenyum
tanpa menjawab.
Sim Thay Kun menggelengkan
kepala, mulutnya menggumam:
“Kau bocah ini segala-galanya
semua baik, sayang tidak terlalu suka bicara..... kalian percaya atau tidak, ia
datang di tempatku sini sudah setengah bulan, tapi aku belum pernah dengar ia
berkata lebih dari sepuluh patah kata!”
Yo Khay Thay membuka mulut,
tetapi segera dikatupkan lagi.
Sim Thay Kun bertanya padanya:
“Kau ingin bicara apa?
Katakanlah. Apakah kau juga ingin meniru dia?”
Yo Khay Thay melirik kepada
Hong Sie Nio, barulah berkata:
“Boanpwe selalu merasakan, ada
kalanya tidak bicara lebih baik daripada terlalu banyak bicara.”
Sim Thay Kun kini tertawa,
katanya:
“Kalau begitu, bagaimana
dengan kau sendiri? Kau ingin membunuh Siauw Cap-it-long atau tidak?”
“Orang itu namanya terkenal di
segala pelosok sebagai orang jahat, siapapun yang bisa menyingkirkannya,
namanya akan kesohor di seluruh rimba persilatan, sudah tentu boanpwe juga ada
maksud seperti itu. Tapi....”
“Tapi apa?”
Yo Khay Thay menundukkan
kepala, katanya sambil tertawa masam:
“Boanpwe... barangkali bukan
tandingannya.”
Sim Thay Kun tertawa besar,
katanya:
“Baik, kau si bocah ini
bicaramu masih jujur, aku si nenek justru suka sekali kepada orang yang sopan
santun dan mengetahui keadaan diri sendiri. Tapi sayang, aku tidak mempunyai
cucu perempuan yang kedua untuk dinikahkan kepadamu.”
Wajah Yo Khay Thay kembali
menjadi merah, matanya tidak berani memandang Hong Sie Nio lagi.... hingga
bagaimana sikap Hong Sie Nio pada waktu itu, ia mungkin dapat membayangkan
sendiri.
Kini pandangan mata Sim Thay
Kun baru dialihkan lagi ke diri May Kang, katanya hambar:
“Kau lihat, ada demikian
banyak orang, semuanya ingin mendapatkan batok kepala Siauw Cap-it-long. Kau
kata hendak menenteng batok kepala Siauw Cap-it-long untuk diperlihatkan
kepadaku, barangkali itu tidak mudah dilakukan.”
O R A N G T O L O L
Hong Sie Nio memandang Siauw
Cap-it-long, katanya perlahan:
“Ada demikian banyak orang
menghendaki batok kepalamu, kau rasa bagaimana?”
“Aku senang sekali.” menjawab
Siauw Cap-it-long.
“Senang? Kau masih merasa
senang?”
Siauw Cap-it-long tertawa.
“Aku masih belum tahu bahwa
batok kepalaku demikian berharga. Kalau aku tahu begitu, barangkali sudah lama
kugadaikan ke rumah pegadaian.”
Hong Sie Nio juga tertawa.
Malam itu sunyi, suara
tertawanya seperti keliningan perak.
Di taman belakang di
perkampungan keluarga Sim, setiap tetamu telah mendapat sebuah kamar. Orang
yang datang berkunjung ke kampung keluarga Siem, jikalau tidak mau menginap
satu malam, itu berarti terlalu tidak pandang muka kepada Sim Thay Kun.
Suara tertawa Hong Sie Nio
dengan cepat sudah berhenti, katanya sambil mengerutkan alis:
“Golok yang kita rampas itu
jelas adalah golok tiruan, tetapi yang merka kata kehilangan golok yang tulen.
Menurut kau, urusan ini aneh atau tidak?”
“Tidak aneh.”
“Tidak aneh? Tahukah kau
kemana perginya golok yang tulen itu?”
“Golok yang tulen.....”
Baru berkata sampai di situ ia
sudah mengatupkan bibirnya.
Sebab ia sudah dengar suara
langkah kaki seseorang yang berjalan ke arahnya. Ia tahu itu pasti adalah Yo
Khay Thay, hanya langkah kakinya seorang sopan, baru perdengarkan suaranya
demikian berat.
Sebagai seorang sopan, tidak
mungkin mau mencuri dengar pembicaraan orang dengan caranya seperti maling.
Hong Sie Nio kembali
mengerutkan alisnya, katanya perlahan:
“Sukma tidak buyar, kembali
datang mengintil....”
Ia memutar tubuhna,
mendelikkan matanya kepada Yo Khay Thay yang wakti itu sudah tiba di
belakangnya, katanya dingin:
“Apakah kau hendak mengucapkan
terima kasih kepadaku?”
Muka Yo Kay Thay merah
seketika, katanya:
“Aku.... tak ada maksudku
begitu.”
“Akupun sebetulnya yang harus
mengucapkan terima kasih kepadamu. Coba tadi kau katakan terus terang bahwa aku
adalah Hong Sie Nio, orang-orang itu pasti tidak akan mau melepaskan aku.”
“Mengapa aku...hendak membuka
rahasia?”
“Bukankah mereka mengatakan
aku adalah maling yang mencuri golok itu?”
“Aku tahu bukan kau.”
“Bagaimana kau tahu?”
“Sebab....sebab.... aku
percaya kepadamu.”
“Apa sebab kau percaya
kepadaku?”
Yo Khay Thay kembali menyeka
peluh dikeningnya, katanya:
“Tidak tahu, aku... aku
percaya padamu.”
Hong Sie Nio mengawasi
padanya, mengawasi mukanya yang bulat persegi. Sikap yang terlalu jujur!
Dari sepasang mata Hong Sie
Nio tak tertahankan lagi, mulai tampak sedikit basah dan berkaca-kaca.
Sekalipun ia orang yang
terbuat dari batu, ada waktunya juga bisa terharu. Dalam saat seperti itu, ia
juga tidak tahan mengendalikan perasaannya sendiri, hingga ia menggenggam
tangan Yo Khay Thay dan berkata dengan suara lemah lembut:
“Kau benar seorang baik.”
Mata Yo Kay Thay juga basah,
katanya dengan suara gelagapan:
“Aku.... aku tidak terlalu
baik, aku juga terlalu jahat...aku....”
Hong Sie Nio tertawa, katanya:
“Kau benar-benar seorang
sopan, tetapi juga seorang tolol....”
Dengan tiba-tiba ia teringat
diri Siauw Cap-it-long, ia segera melepaskan tangannya dan berpaling seraya
berkata sambil tertawa:
“Kau kata dia ini.....”
Tertawanya mendadak berhenti,
sebab Siauw Cap-it-long sudah tidak berada di belakang dirinya lagi.
Siauw Cap-it-long sudah
menghilang.
Cukup lama juga Hong Sie Nio
berada dalam keadaan tercengang, lalu tiba-2 ia bertanya kepada Yo Khay Thay:
“Kemana dia? Apakah kau
melihat ia pergi kemana?”
“Siapa?” bertanya Yo Khay Thay
yang juga terkejut.
“Dia... adikku, kau lihat
padanya atau tidak?”
“Ti.... tidak.”
“Apakah kau sudah buta? Orang
demikian besar seperti dia, mengapa kau tidak dapat melihat?”
“Aku.... aku benar-benar tidak
melihat, aku hanya .... hanya melihat kau....”
“Ah kau ini, benar-benar seorang
tolol.” berkata Hong Sie Nio sambil menjejakkan kakinya ke jubin.
Cahaya lampu di dalam rumah
masih terang benderang.
Hong Sie Nio hanya
mengharapkan Siauw Cap-it-long kembali lagi ke kamarnya, tetapi ia tidak berani
memastikan, sebab ia mengerti betul sifat dan adat Siauw Cap-it-long..... ia
tahu Siauw Cap-it-long setiap saat bisa menghilang.
Dalam rumah itu tidak terdapat
seorangpun juga, di atas meja terdapat sepotong kertas yang ditindih pelita.
Tinta di atas kertas masih
belum kering semua, itu ditulis oleh Siauw Cap-it-long dengan tulisannya yang
aneh.
“Lekas menikah dengannya,
jikalau tidak kau nanti pasti akan menyesal. Aku berani tanggung dalam hidupmu
ini, tidak akan menemukan lagi seorang yang lebih baik terhadapmu daripada
orang ini.”
Demikian bunyi tulisan itu.
Hong Sie Nio menggigit bibir,
matanya sudah merah, katanya dengan gemas:
“Bajingan ini, binatang ini,
benar-benar bukan keturunan ayah ibunya.”
Yo Khay Thay berkata sambil
tertawa:
“Dia bukankah adikmu?
Bagaimana kau boleh memaki padanya demikian rupa?”
Hong Sie Nio lompat dan
berkata dengan suara keras:
“Siapa kata dia adikku? Apa
kau sudah melihat setan?”
Yo Khay Thay demikian cemas,
hingga keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, katanya:
“Kalau dia bukan adikmu, lalu
siapa?”
Hong Sie Nio tidak dapat
membendung air matanya, katanya:
“Dia ..... dia juga seorang
tolol!”
Orang tolol sudah barang tentu
bukanlah orang sopan, tetapi orang sopan sedikit banyak pasti ada mengandung
sifat tolol. Orang yang mau menjadi orang sopan memang bukanlah suatu perbuatan
yang pintar.
Dari mulut Siauw Cap-it-long
terdengar suara nyanyian perlahan, irama nyanyian itu mirip dengan irama
nyanyian gembala di tanah datar, irama yang mengandung sifat sedih tetapi juga
mengandung rasa kesunyian.
Setiap kali ia menyanyikan
lagu itu, perasaan hatinya selalu merasa tidak terlalu enak, apa yang tidak
memuaskan baginya, ialah ia selama-lamanya tidak suka menjadi seorang tolol.
Suasana malam tidak terlalu
menggembirakan, sebab sinar bintang di langit, dan di rerumputan
sebentar-bentar terdengar suara binatang malam, hingga sekitar tempat itu jelas
dirasakan kesunyiannya.
Dalam malam sunyi seperti itu,
di bawah sinar bintang di langit, dengan seorang diri berjalan di alam terbuka,
pikiran dan perasaannya kadang-kadang bisa melupakan segala pikiran dan
kesusahan.
Akan tetapi, tidak demikian
dengan Siauw Cap-it-long. Pada waktu semacam itu, ia selalu bisa memikirkan
banyak urusan yang seharusnya tidak dipikirkan, ia bisa teringat kepada diri
sendiri, bisa teringat kepada semua pengalamannya semasa hidupnya....
Dalam hidupnya itu, ia
selamanya akan menjadi seorang di luar garis, selamanya selalu merasa
terpencil, ada kalanya ia benar-benar merasa letih, tetapi sebaliknya belum
pernah ia berani mengaso.
Sebab penghidupan manusia
seperti sebatang pecut, selamanya ada yang memecutinya dari belakang, suruh ia
berjalan ke depan, suruh ia pergi mencari, tetapi selamanya belum pernah mau
memberitahukan padanya apa sebetulnya yang harus dicari....
Ia hanya berjalan maju terus
tanpa berhenti, selalu mengharapkan bisa menemukan kejadian yang hebat-hebat.
Jikalau tidak, hidupnya itu bukankah terlalu tidak ada harganya?
RAHASIA RAJA GARUDA
Dengan mendadak, telinganya
dapat menangkap suara berkelebatannya pakaian yang sangan kuat, begitu
mendengar ia sudah lantas dapat mengenali bahwa suara itu timbul dari
bergeraknya seorang pejalan malam yang memiliki kepandaian ilmu meringankan
tubuh yang cukup mahir.
Suara angin mendadak berhanti
didalam rimba dihadapannya, kemudian disusul oleh suara dengus orang yang
timbul dari dalam rimba itu, bahkan masih terdengar suara rintihannya yang
menandakan sedang kesakitan.
Orang berjalan malam itu jelas
sudah mendapat luka parah.
Langkah kaki Siauw Cap it
loing tidak berhenti, ia masih berjalan terus kedepan, kini berjalan memasuki
rimba, dan suara dengusan dan rintihan tadi juga berhenti dengan segera.
Sesaat kemudian, tiba tiba
terdengar suara orang berkata :
“Kawan, berhentilah !”
Kini Siauw Cap it long baru
perlahan lahan memutar tubuhnya. Tampak olehnya seseorang menongolkan badannya
dari belakang pohon, kepalanya luar biasa besarnya, dengan rambutnya
awut-awutan.
Orang ini ternyata adalah Raja
Garuda Lengan Satu !
Diwajah Siauw Cap ti Long
tidak menunjukan perobahan sikap sedikitpun juga, tanyanya lambat lambat :
“Tuan ada keperluan apa ?”
Mata Raja Garuda Lengan Satu
yang hanya tinggal satu terus menatap padanya, lama sekali, baru berkata sambil
menghela napas :
“Aku terluka” “Aku sudah tahu”
“Tahukah kau didepan sana ada
perkampungan keluarga Sim?”
“Tahu”
“Lekas gendong aku kesana,
Lekas, sedikitpun tidak boleh terlambat”
“Kau tidak kenal aku, aku juga
tidak tahu siapa kau. Mengapa aku harus gendong kau pergi kesana?”
“Kau... berani berlaku kurang
ajar terhadapku ?” berkata si Raja Garuda Lengan Satu merah :
“Kau yang tidak aturan ataukah
aku ? jangan lupa, sekarang adalah kau yang minta tolong padaku, bukan aku yang
ninta tolong padamu "
Raja Garuda Lengan Satu
kembali menatap wajahnya, sinar matanya penuh dengan hawa amarah dan
kebuasannya, tetapi kulit diwajahnya perlahan lahan sudah berkerinjit, jelas ia
sedang menahan rasa sakitnya.
Telah lama dalam keadaan
keheningan, batu terdengan suara elahan nafasnya, sedang dibibirnya tersungging
senyuman yang dipaksakan, ia berusaha untuk mengeluarkan sepotang mas dari
dalam sakunya, kembali berkata dengan napas memburu :
“Ini kuberikan padamu, jikalau
kau mau membantu aku, dikemudian hari aku pasti akan membalas budimu besar
sekali”
Siauw Cap it-long tertawa,
katanya "
“Nah,begitu baru mirip suara
orang. Mengapa tadi kau tidak mengatakan demikian ?”
Perlahan lahan is berjalan
menghampiri, seolah olah benar benar hendak mengambil potongan mas itu, tetapi
baru saja tangannya diulurkan, lengan satu dari si Raja Garuda secepat kilat
sudah melayang, lima jari tangannya yang runcing, menyambar pergelangan tangan
Siauw Cap it-long.
Ibarat binatang kelabang,
meskipun sudah mati tubuhnya masih belum kaku, demikianlah keadaan si Raja
Garuda Lengan Satu yang jahat, meskipun dalam keadaan terluka parah dan keadaan
diri senridi sangat berbahaya, tetapi serangan terakhir itu, masih dapat
dilakukan demikian cepat dan hebat sekali.
Akan tetapi Siauw Cap it-long
bertindak lebih cepat lagi ia lompat dan jumpalitan ditengah udara untuk
mengundurkan diri kedang ujung kakinya ketika itu dapat menggaet potongan mas
yang terjatuh ditanah, setelah itu ia menyambuti dengan tangannya, dengan
tenang ia sudah berhasil mundur sejauh delapan kaki.
Kelincahan, ketangkasan, dan
kegesitannya demikian indah dipandang, hanya orang yang menyaksikan dengan mata
kepala sendiri baru percaya, bagi orang lain sesungguhnya tidak dapat
menbanyangkan.
Wajah Raja Garuda Lengan Satu
berubah semakin menyedihkan, katanya “\ “Kau Siapa?” demikian ia bertanya.
“Aku sudah kenal kau, apa kau
masih belum mengenali aku ?” balas bertanya Siauw Cap it-long sambil tersenyum.
“kau... apakah kau bukan Siauw
Cap it-long ?” berseru si Raja Garuda Lengan Satu.
“Akhirnya kau tahu juga”
berkata Siauw Cap it-long sambil tertawa.
Mata si Raja Garuda Lengan
Satu kembali menatap wajah Siauw Cap it-long, seolah olah ketemu dengan setan,
dari mulutnya menghembuskan suara seperti orang bernapas kemudian menggumam:
“Baik, Siauw Cap it-long,
apakah kau baik?” ” ...Ya, aku sekarang tidak sakit” Si Raja Garuda Lengan Satu
kembali pendelikan mata kepadanya, dengan mendadak tertawa besar.
Kalau ia tidak tertawa itu
masih baik, tapi karena sudah tertawa lukanya malah dirasakan semakin sakit,
hingga keringat dingin dengan cepat mengucur keluar, tetapi ia masih terus
tertawa tidak berhentinya, entah apa sebenarnya yang ia ingat.
Siauw Cap it-long percaya
dalam hidupnya ini, barangkali belum pernah tertawa demikian, maka ia lalu
bertanya padanya:
“Apa kau merasa gembira?”
“SUdah tentu aku gembira,
hanya disebabkan Siauw Cap it-long juga sama dengan aku, juga bisa tertipu oleh
akal muslihat orang lain” berkata si Raja Garuda Lengan Satu dengan naps
memburu.
“oh”
Tubuh si Raja Garuda sudah
mulai berkerinjit ia menahan sakit sambil mengertek gigi, katanya dengan suara
serak:
“Tahukah kau bahwa golok yang
kau rampas itu adalah golok paslu ?”
“Sudah tentu aku tahu, akan
tetapi kau... bagaimana kau tahu ?”
“Dengan kepandaian tiga
binatang kecil itu, bagaimana dapat mengelabui mataku terus terusan!’
“Justru lantaran kau
mengatahui rahasia mereka, maka itu mereka barulah hendak membunuhmu !” “Itu
memang benar”
Siauw Cap it-long menghela
napas, kemudian baru berkata : “Dengan orang orang yang mempunyai kedudukan
baik seperti Thio Bu Kek, Hay lengcu dan TO Siao Thian bertiga, bagaimana
lantasan sebilah golok talah menempuh bahaya demikian besar ? Sehingga...
sayang nama baik, kedudukan baik, rumah tangga dan nyawanya dipertaruhkan
semuanya? Apalagi, golok hanya sebilah sedang orangnya ada tiga, bagaimana
harus membaginya ?’
SI Raja Garuda Lengan Satu
batuk batuk tidak berhentinya, alam baru berkata :
“Mereka senridi... tidak
menginginkan golok itu "
“Jadi siapa yang menghendaki ?
Apakah dibelakang mereka masih ada orang yang memerintah ?”
Batuk si Raja Garuda Lengan
Satu semakin keras, sudah mengeluarkan darah.
“Orang itu ternyata dapat
memerintahkan Thio Bu Kek, To Siao Thian dan Hay lengcu dengan sesuka hatinya,
siapakah dia sebenarnya”
SI Raja Garuda Lengan Saru
dengan menggunakan tangannya yang tinggal satu menunjang mulutnya, ia berusaha
sadapat mungkin untuk menelan kembali darah yang hendak keluar dari mulutnya,
ia hendak mengeluarkan nama orang itu, tetapi hanya baru menyebut satu huruf,
darah segar sudah menyembur keluar dari mulutnya tak tertahankan lagi.
Siauw Cap it-long menghela
napas, selagi hendak membimbingnya dan supaya bisa mengucapkan kata kata lagi,
tetapi justru pada saat itu badannya mendadak melompat sebentar sudah
menghilang keatas pohon. justru pada saat itu, sudah ada tiga orang masuk
kedalam rimba yang gelap itu.
Dalam dunia ini ada banyak
orang yang memiliki daya kemampuan yang sangat aneh, seolah olah selalu dapat
mengendus bau maut atau tahu bahaya, meskipun matanya tidak melihat, juga
telinganya tidak mendengar, tetapi kalau sedang ada bahaya mengancam, selalu
dapat menghindarkan ancaman bahaya itu pada saat bahaya akan tiba.
Orang macam itu jikalau
menjadi pembesarnegeri pasti menjadi seorang pembesar negeri yang kesohor,
jikalau dimedan perang,pasti akan meupakan jendral yang tangkas, jikalau
ceburkan diri dikalangan Kang-ow juga pasti bisa malang melintang didunia
kang-ow, dan menjadi seorang pendekar tanpa tandingan.
Siauw Cap it-long juga orang
yang mempunyai daya kemampuan aneh semacam itu, orang semacam ini sekalipun
tidak bisa hidup lebih lama dari pada orang lain, tetapi walaupun mati,
kematiannya juga lebih berharga dari pada orang lain.
Tiga orang yan baru masuk
kedalam rimba tadi, kecuali Hay lengcu dan To Siao Thian, masih ada lagi, seorang
berpakaian jubah jihau yang tampaknya seperti orang sastrawan lemah, orang ini
tidak tinggi tubuhnya, wajahnya tidak menunjukkan sedikitpun sikap ramah tetapi
biji matanya kalau bergerak sangat hidup, jelas bahwa wajah orang itu
mengenakan kedok kulit manusia yang dibuat sangat indah.
Gerakannya juda tidak lebih
gesit dari pada To Siauw Thain atau Hay lengcu, tetapi gerakannya itu tenang,
seolah olah sedang berjalan ditaman bunga, langkahnya itu tenang namun
bertenaga.
Wajahnya meskipun disembunyikan
hingga kehilatannya menakutkan, tetapi separang matanya yang hidup membuat ia
menunjukkan daja penariknya yang sangat aneh, hingga menimbulkan orang
memperhatikannya tanpa disadari olehnya sendiri.
Tetapi apa yang paling menarik
perhatian Siauw Cap it-long, adalah sebilah golok yang tergantung
dipinggangnya, golok ini berikut gagangnya tidak lebih dua kaki panjangnya,
sarungnya dan gagangnya bentuknya sederhana, juga tidak dihiasi benda benda
yang menyolok dan menarik, golok masih belum keluar dari sarungnya, hingga
tidak dapat dilihat tajam atau tidak.
Akan tetapi Siauw Cap it-long
hanya melihat sekejap mata saja, sudah dapat membedakan bahwa golok ini ada
mengandung hawa dan wibawa yang dapat membuat terbang semangat orang.
Apa golok itukah yang
dinamakan golok Kwa-liok-to ?
Thio Bu Kek, Hay Lengcu dan To
Siao Thiam, dengan tidak sayangi namanya sendiri akan hancur menjaga rapat
golok Kwa-liok-to ini. Apakah golok itu akan diberikan kepada orang ini?
Siapakah dia? Ada mempunyai
pengaruh apa dia hingga dapat membuat Thio Bu Kek dan lain lainnya demikian
dengar kata kepadanya?
Suara batuk batuk si Raja
Garuda Lengan Satu perlahan lahan sudah mulai lemah hingga hampir tidak
kedengaran lagi.
Hay Lengcu dan Tio Siao Thian
saling berpandang sejenak, menarik napas panjang.
“Mahluk tua aneh ini sungguh
panjang nyawanya, ternyata bisa melarikan diri sampai disini” berkata To Siao
Thian sambil tertawa :
“Betapapun panjang umur orang,
juga tidak sanggup menahan pedang dan dua tangan dari kita !” berkata Hay
Lengcu dingin.
“Sebetulnya dengan adanya
pukulan Siao Kongcu tadi, sudah cukup untuk memindahkan nyawanya, sama sekali
tidak perlu kita turut campur tangan” berkata To Siao Thian sambil tertawa.
Orang berjubah hijau ini
mungkin agaknya tertawa, katanya dengan suara lemah lembut :
“Benarkah ?”
Perlahan lahan ini berjalan
menghampiri si Raja Garuda Lengan Satu, dengan mendadak tangannya bergerak, dan
golok sudah keluar dari sarungnya.
Golok itu memancarkan sinar
hijau muda tetapi tidak begitu menyilaukan mata.
Golok itu hanya tampak
memancarkan sinar sekelebatan, dalam sekejap batok kepala si Garuda Lengan Satu
sudah berpisah dari kepalanya.
Orang berjubah hijau melihat
sajapun tidak, ia hanya mengawasi golok ditangannya.
Golok hanya tampak sinarnya
yang berwana jihau muda, tetapi tidak tampak tanda darah.
Orang muda berjubah hijau itu
menghela napas perlahan dan berkata :
“Golok bagus, benar benar
golok luar bisa bagusnya”
Orang sudah mati, ia masih
tega hati memenggal kepalanya, betapa kejam tindakan itu, benar benar jarang
ada, sehingga orang seperti Hay Lengcu dan lain lain juga lentas berubah
wajahnya.
Siao Kong cu yang sangat
misteri
Orang berjubah hijau itu
perlahan lahan masukkan goloknya kedalam sarungnya, lalu berkata :
“Suhu dahulu pernah
mengajarkan kepada kita, jikalau hendak membuktikan seseorang sudah mati benar
benar atau belum, hanya ada satu cara ialah penggal dan seriksa dulu batok
kepalanya”
Sepasang matanya memandang To
Siao Thian dan Hay lengcu, kemudian berkata lagi dengan suara lemah lembut :
“Coba kalian katakan, ucapan
ini ada benarnya atau tidak ?”
To Siao Thian memperdengarkan
suara batuk batuknya dua kali, katanya sambil tertawa yang dibuat buat:
“Ada benarnya, ada
benarnnya... "
“Ucapan yang keluar dari mulut
suhuku, sekalipun tidak ada benarnnya, djuga harus diakui ada benarnnya, betul
tidak ?” bertanya pula siorang berjubah hijau.
“Benar, benar, benar, benar
sekali” berkata Tio Siao Thian.
Orang berjubah hijau itu
memperdengarkan suara tertawanya lagi kemudian berkata pula :
“Ada orang mengucapkan
perkataan baik tentak suhuku, aku selalu merasa gembira jikalau kau hendak
membuat aku merasa gembira, seharusnya kau banyak mengucapkan kata kata yang
baik baginya dihadapanku”
Siao kongcu sungguh suatu nama
yang sangat aneh.
Orang berjubah hijau ini
ternyata bernama Siao Kongcu.
Dilihat dari matanya, didengar
dari ucapannya, sudah dapat diketahui bahwa usianya masih sangat muda, tetapi
orang orang sudah berusia limapuluh enam tahunan seperti To Siao Thian dan Hay
Lengcu, demikian merendahkan dirinya, ini sesungguhnya merupakan suatu kejadian
yang sangat ganjil.
Tampaknya ia seperti seorang
yang lemah lembut, tetapi untuk memenggal batok kepala orang yang sudah mati,
ia masih tidak pendang mata sedikitpun juga.
Siauw Cap it-long yang
menyaksikan itu semua, diam diam menghela napas, ia benar benar tidak dapat
menduga asal usul dari orang itu.
“Mungkin sudah demikian kejam
dan ganasnya, entah bagaimana orangnya yang dikatakan sebagai suhunya itu?”
demikian Siauw Cap it-long bertanya tanya kepada dirinya sendiri.
Ini benar benar merupakan
suatu hal yang tidak dapat diukur dengan pikiran manusia,hingga ia tidak berani
memikirkan lagi.
Terdengar pula suara Siao
Kongcu yang berkata:
“Sekarang meskipun SU-Khong Cu
sudah mati, tetapi kita masih ada tugas lain yang harus dilakukan, betul tidak
?”
“Ya " menjawab To Siao
Thian.
“Itu tugas apa ?”
To Sioa Thian mengawasi Hay
lengcu sejenak, baru berkata : ” Ini... "
“Apa kau tidak dapat
memikirkan ?”
“Tidak : menjawab TO Siao
Thian sambil tertawa getir.
‘Dengan usia kalian yang sudah
demikian lanjut, urusan sepele ini saja tidak dapat memikirkan, sesungguhnya
sangat aneh !” berkata Siao Kongcu sambil menghela napas.
“Aku sudah tua hingga suka
menjadi linglung, harap Kongcu suka memberi penjelasan” Berkata TO Siao Thian
sambil tertawa getir.
“dengan sebenarnnya, kalian
memang benar seharusnya banyak belajar dari aku " kata Siao Kongcu sambil
menghela mapas.
Usia To Siao Thian dan Hay
lengcu, paling sedikit masih lebih dua kali lipat dari usia Siao Kongcu, tetapi
ia telah pandang mereka seperti anak kecil, dan lain lainnya ternyata juga
benar benar dengar kata seperti anak kecil.
Siao Kongcu kembali menarik
napas, baru berkata lagi:
“Sekarang kutanya padamu, Su-Khong
Cu sudah banyak tahun melang melintang di dunia Kang-ouw, dan kini telah binasa
secara mendadak, apakah hal itu tidak menimbulkan perasaan curiga orang ?”
“Ya " jawab To Sioa
Thian.
“Nah, Kalau ada orang merasa
curiga, sudah pasti ada orang yang harus pergi menyelidiki, dengan cara
bagaimana Su-Khong Cu bisa binasa, dan siapa yang membunuhnya !’
“Benar " Siao Kongcu
mengedip ngedipkan matanya, tanyanya pula :
“Kalau begitu, aku tanya
padamu lagi, siapa sebetulnya yang membunuh Su Kongcu ini ? tahukan kau ?”
Kecuali Siao KOngcu, masih ada
siapa lagi yang memiliki kepandaian demikian tinggi ?”
Menjawab To Siao Thian sambil
tertawa.
Sepasang mata Siao Kongcu
mendadak dipendelikkan, katanya :
“Kau kata Su-Khong CU aku yang
membunuh ? kau lihat ! apakah aku ini mirip dengan seorang pembunuh ?”
To Siao Thian tercengang
katanya :
“Bu... bukan... "
Kalau bukan aku yang membunuh,
apakah kau ?
To Siao Thian menyeka
keringatnya, katanya :
“Su-Khong Cu denganku tidak
apa permusuhan dan tidak ada ganjalan sakit hati, mengapa aku harus membunuh
dia ?”
“Itulah ! jikalau kau kata
bahwa kau yang membunuh Su Khong Cu, dalam dunia Kang-ouw, masih akan tetap
merasa curiga, orang akan tetap mesih hendak mengadakan penyelidikan dulu !”
Hay Lengcu yang sejak tadi
diam saja, kini juga bicara, katanya :
“AJu juga tidak membunuh dia
"
“Sudah tentu kaupun tidak bisa
membunuh dia, lalu siapakah yang membunuh Su-Khong Cu ini ?” bertanya Siao
Kongcu.
To Siao Thian, Hay Lengcu
saling berpandangan, mereka tak dapat menjawab.
Siao Kongcu berkata pula
sambil menghela napas :
“Percuma kalin masih mempunyai
mata, bagaimana tidak dapat melihat Siaw Cap it-long ?”
Ketika ucapan itu keluar dari
mulut Siao Kongcu, Siauw Cap it-long benar benar sangat terkejut.
“Apakah orang ini sudah
melihat diriku ?”
Demikian ia bertanya tanya
kepada dirinya sendiri.
Untung pasa saat itu Siao
Kongcu sudah berkata lagi :
“Tadi toch sudah jelas adalah
Siauw Cap it-long yang memenggal batok kepala Su-khong Cu dengan goloknya, dan
golok yang digunakan itu bukanlah justru golok Kwa-Liok-to ?”
Sepasang mata To Siao Thian
mendadak bersinar terang, lalu katanya dengan suara garang :
“Benar, Benar ! Aku tadi juga
menyaksikan dengan jelas bahwa Siauw Cap it-long membunuh SU-Khong Cu dengan goloknya,
bahwa golok yang digunakan itu benar adalah golok Kwa-liok-to. Cuma sayang
usiaku sudah terlalu lanjut hingga mataku lamur, hampir saja aku lupa "
“Ungutn kau masih belum lupa
benar benar, hanya... meskipun Su-khong Cu dibunuh oleh Siauw Cap it-long,
tetapi orang orang dalam dunia Kang-ouw sebaliknya tidak tahu, sekarang
bagaimana ?”
“Ini... kita benar benar harus
mencari suatu akal supaya orang dunia Kang-ouw mengetahuinya " Berkata TO
Siao Thian.
“Sedikitpun tidak salah, kau
sudah mendapatkan akal apa ?”
“Untuk sementara masih belum
dapat memikirkan " berkata TO Siao Thian sambil mengerutkan alisnya.
Siao Kongcu menggeleng
gelengkan kepala dan berkata
“Sebetulnya akal ini sederhana
sekali. Kau lihatlah !”
Golok pusakanya itu kembali
keluar dari sarungnya, hanya tampak berkelebatannya sinar hijau, sudah mengupas
kulit sebuah pohon, katanya :
“Darah Su-Khong Cu masih belum
terlalu dingin, kau lekas robek pakaiannya, lalu basahi dengan darahnya dan
tulislah beberapa huruf diatas pohon ini, aku akan membacakan bunyinya, dan kau
yang menulis. Mengertikah ?”
“Baik " menjawab To Siao
Thian yang begitu cepatnya menuruti perintahnya.
“Kau tulis dulu begini mula
mula : Memotong menjangan tidak lebih baik dari pada memotong kepala orang,
bisa menggunakan golok ini untuk memenggal kepala orang seluruh negeri bukankah
amat menyenangkan ?...
Kemudian dibawahnya kau tulis
nama Siauw Cap it-long. Dengan demikian, maka orang orang seluruh negeri, semua
akan tahu bahwa perbuatan ini siapa yang melakukan. Kau kata akal ini bukankah
sangat sederhana sekali ?”
TO Siao Thian berkata sambil
menepuk tangan :
“Bagus bagus; Kong Cu benar
benar seorang pandai, bukan saja pandai ilmu silat, juga pandai segala akal.
Beberapa patah kata ini juga sepertu jauh keluar dari mulut Siauw Cap it-long
sendiri "
“Aku juga tidak perlu lagi
merendahkan diriku, karena kata kata ini kecuali aku, siapa lagi yang bisa
memikirkan ?” berkata siao Kongcu sambil tertawa.
. . . . . .
Siauw Cap it-long yang
mendengar dan menyaksikan itu semua, dadanya dirasakan seperti mau meledak.
Kongcu itu meskipun usianya
belum tua tetapi akal muslihatnya yang demikian jahat dan keji, rasanya masih
diaras orang yang lebih tua usianya dan sudah banyak pengalaman dalam
kejahatan, jikalau dibiarkan ia hidup beberapa tahun lagi, orang orang
dikalangan Kang-ouw berangkali akan mati ditangannya semua.
Sementara itu sudah terdengar
suara Siao Kongcu yang bertanya lagi :
“Sekarang apakah urusan kita
sudah selesai semua ?”
“Boleh dikata selesai sebagian
" menjawab To Siao Thian memperdengarkan suara batuk batuknya hingga dua
kali, lalu berpaling dan membuang ludah kearah lain, sedang Hay Lengcu wajahnya
sudah berubah, karena tidak dapat lagi menahan emosinya, ia lalu berkata :
“Apakah masih perlu membelah batok
kepala Su-khong Cu ini lagi”
“Itu juga tidak perlu, tapi
jikalau secara kebetulan Siaw Cap it-long liwat disini, dan menyaksikan jenazah
SU-Khong Cu, menyaksikan pula tulisan diatas pohon, coba kau pikir, apa kiranya
yang akan dilakukannya ?” bertanya Siao Kongcu sambil tertawa dingin :
Hay Lengcu dan To Siao Than
demikian tercengang sampai bungkan terus.
Siao Kongcu nerkata pula :
“Jikalau ia bukan seperti
kalian demikian bodoh, pasti akan memapas tulisan diatas pohon itu, lalu
memindahkan lagi janazah Su Khong Cu kelain tempat, dengan demikian, bukankah
semua usaha kita akan tersia sia belaka ?”
“Benar, kita ternyata belum
memikirkan sampai disitu " Kata To Siao Thian.
“inilah sebabnya mengapa
kalian harus dengar ucapanku, sebab kalian sebetulnya tidak secerdik aku "
“Menurut pikiran Kongcu
bagaimana kita harus berbuat selanjutnya ?” bertanya To Siao Thian.
“Akal ini sebetulnya juga
sangat mudah dan sederhana sekali, benarkah kalian tidak dapat memikirkan ?”
To SIao Thian hanya tertawa
getir sebagai jawabannya. Siao Kongcu menggelengkan kepala dan berkata sambil
menghela napas :
“Kau takut dia akan mengupas
tulisan dibatang pohon, apakah kau sendiri tidak bisa mengupas lebih dulu ?”
“Akan tetapi... "
“Kau mengupas kulit pohon yang
ada tolisannya itu, lalu antarkan keperkampungan keluarga Sim, disana sekarang
ini masih ada banyak orang, kau boleh suruh mereka menyaksikan kematian Su Kong
CU !”
Ia tertawa, katanya lagi
"
“Ada demikian banyak mata
orang yang menyaksikan, sekalipun Siaow Cap it-long lompat kedalam sungai Hoang
ho, juga tidak dapat menyuci bersih penasarannya... coba kalian katakan, akal
ini baik atau tidak ?”
To Siao Thian menarik napas
panjang, lalu berkata "
“Akal Kongcu yang demikian
teliti, benar benar tidak dapat dibandingkan dengan orang lain "
“Kau juga tidak perlu
mengumpak diriku, asal selanjutnya dengar kataku juga sudah cukup”
Mendengar ucapan itu, bukan
saja To Siao Thian dan Hay Leng cu semua pada takluk benar benar, sedangkan
Siauw Cap it-long sendiri tak mau mengagumi Siao Kongcu itu, yang sesungguhnya
mempuyai banyak akal keji.
DIa benar benar belum pernah
ketamu dengan seorang yang demikian baik. cacad paling besar Siauw Cap
it-longialah : Urusan yang semakin sulit dan semakin berbahaya ia semakin hendak
melakukannya, orang semakin hebat, ia semakin ingin menghadapinya.
Sementara itu sudah terdengar
Siao Kongcu berkata pula "
“Kalian setelah berkunjung
keperkampungan keluarga Sim, aku masih ada beberapa urusan hendak kalian minta
kalukan sekalian !”
“Harap perintahkan saja "
berkata to Siao Thian.
“Aku hendak minta kalian
mencari keterangan tentang istri Lian Seng Pek, ialah Sim Pek Kum, kapan akan
pulang kerumah mertuanya? apakah Lian Pek Kun akan berjalan bersama sama ? dan
kapan siap melakukan perjalanan ?”
“Ini sebaliknya tidak terlalu
susah, hanya... " berkata To Siao Thian.
“Apakah kau ingin bertanya
padaku, apa sebab hendak mencari keterangan tentang dia ia? apakah lantaran kau
tidak berani menanyakan terus terang, hingga kau hanya mengucapkan sepotong
saja ? betul tidak begitu ?”
“Aku tidak berani, hanya...
"
“Kembali hanya, hanya saja,
sebetulnya kalau kau tanya padaku juga tidak halangan aku boleh beritahukan
padamu, maksudku keluar pintu kali ini, ialah hendak membawa pulang dua rupa barang,
satu diantaranya sudah tentu golok Kwa Liok to,danmasih ada satu lagi ? itu
adalah perempuan tercantik dalam rimba persilatan, Sim Pek Kun !”
Wajah To Siao Thian berubah
sesaat, ia agak tidak bisa bernapas.
“Ini ada urusanku, kau takut
apa ?” berkata Siao Kongcu sambil tertawa.
“Kepandaian ilmu silat san
ilmu pedang Lian Seng Pek, kongcu mungkin belum pernah lihat, menurut apa yang
kutahu, orang ini menyembunyikan rahasia semua kepandaiannya, tidak mau
menonjol nonjolkan kepada orang lain, bahkan... "
“Kau tidak perlu mengatakan
lagi, aku juga tahu Lian Seng Pek bukan orang yang gampang gampang dihadapi,
maka aku masih perlu minta bentuan kalian”
To Siao Thian menyeka
keringatnya yang membasahi sekujur tubuhnya, lalu katanya:
“Asal,,, asal aku sanggup
melakukan, Kongcu perintahkan saja "
“Kau juga tidak perlu menyeka
peluhmu, urusan ini tidak terlalu susah...
“Lian Seng Pek kupikir pasti
bisa mengantar istrinya pulang, maka itu kalian harus memikirkan suatu daya
upaya, untuk menipu ia pergi kelain tempat”
To Siao Thian kembali harus
menyeka keringatnya, katanya sambil tertawa getir :
“Lian Seng Pek suami istri
demikian dapan cinta kasihnya, barangkali... "
...apa kau takut ia tidak bisa
kena terpancing ?”
“Barangkali tidak mudah”
“Jikalau diganti dengan aku,
sudah tentu aku juga tidak suka berpisah dengan istri yang cantik bagaikan
bidadari itu. Tetapi bagaimanapun besarnya seekor ikan, kita toch perlu mencari
akal supaya ikan itu terpancing oleh kita, bukan ?”
“AKal apa ?”
“Hendak memancing kakap harus
menggunakan umpan!”
“mana umpannya ?”
“Lian Seng Pek mempunyai harta
benda tidak terhitung jumlahnya, ia memiliki kepandaian ilmu surat dan ilmu
silat yang sempurna semua, dalam usia sangat muda namanya sudah kesohor
diseluruh negeri, dan ia juga sudah menikah dengan Sim Pek Kun seorang istri
bijaksana dan cantik molek, coba kau kata, ia seorang masih pikirkan apa lagi
?”
“Menjadi orang sudah seperti
ia begitu, seharusnya juga merasa puas” menjawab To Siao Thian sambil menarik
napas lega.
“Hati manusia selamanya tidak
bisa merasa puas, ia sekarang ini sedikinya masih ingin mendapatkan sebuah
barang”
“APakah golok Kwa-liok-to yang
kau maksudkan ?’
“Kecuali golok Kwa-liok-to,
aku benar benar tidak dapat memikirkan didalam dunia ini masih ada barang
mujijat apa yang dapat menggerakkan hatinya”
“Hanya satu... itu adalah
batok kepala Siauw Cap it-long !’
Mata To Siao Thian terbuka
lebar, katanya sambil tepok tangan :
“Benar, mereka semua tentu
menganggap bahwa golok pusaka itu terjatuh ditangan Siauw Cap it-long, jikalau
ia dapat membunuh Siauw Cap it-long, bukan saja namanya semakin kesohor,
goloknya juga akan menjadi miliknya !’
“Benar ! Maka dari itu,buat
memancing kakap seperti Lian Seng Pek ini, harus menggunakan Siauw Cap it-long
sebagai umpannya”
“Tetapi kakap ini bagaimana
bisa terpancing ? masih perlu petunjuk Kongcu "
Siao Kongcu menggeleng
gelengkan kepala dan berkata sambil menghela napas :
“APakah akal ini kalian masih
belum mengerti ? Asal kalian beritahukan kepada Lian Seng Pek, katakan bahwa
kalian sudah tahu dimana jejaknya Siauw Cap it-long, sudah tentu Lian Seng Pek
juga akan segera mau turut kalian pergi”
Sepasang mata memandang To
Siao Thian dan mulutnya tersungging senyuman menyindir, katanya pula:
“Orang seperti Liang Seng Pek
ini, jikalau lantaran nama baik dan kedudukan, walaupun harus pertaruhkan nyawa
sendiri juga akan melakukan, apalagi isterinya. Sudah tentu akan
dikesampingkan.
“Kalau demikian halnya,
menikah dengan orang semacam Lian Seng Pek ini, juga tidak terlalu beruntung.”
“Sedikitpun tidak salah.
Jikalau aku seorang perempuan, aku lebih suka menikah dengan Siauw Cap-it-long,
juga tidak suka menikah kepada Lian Seng Pek.”
“Oh?”
“Orang semacam Siauw
Cap-it-long ini jikalau jatuh cinta kepada seseorang, kadang-kadang ia tidak
perdulikan se-gala2nya, selalu cinta dan membela sang isteri, sedangkan Lian
Seng Pek adalah seorang yang terlalu banyak pikir, menjadi isteri seorang
semacam dia ini sesungguhnya tidaklah mudah.”
Teriknya matahari dimusim kemarau
begitu hebatnya, kulit serasa dibakar.
Dibawah sebuah pohon besar
yang daunnya rindang, ada seorang tukang menjual arak pikulan, araknya dingin,
dapat digunakan untuk menghilangkan dahaga, juga boleh digunakan untuk
menghilangkan rasa ketagihan arak, disamping arak, masih ada kacang goreng,
telur pindang, meskipun rasanya belum tentu enak, tetapi buatannya cukup
bersih.
Penjual arak itu adalah
seorang tua jang rambutnya putih, hidungnya istimewa, merah sekali seperti
dipoles dengan warna merah, ditilik dari hidungnya yang merah dapat diketahui
bahwa penjual arak itu sendiri pasti adalah seorang yang gemar minum arak juga.
Pakaian tukang jual arak itu
meskipun mesum, tetapi wajahnya menunjukkan sikapnya yang selalu gembira,
se-olah2 sudah menerima nasib dengan keadaannya itu. Bagi orang lain meskipun
menganggap bahwa penghidupan orang tua itu tidak seberapa baik, tetapi ia
sendiri sebaliknya sudah merasa puas.
Siauw Cap-it-long selamanya
senang bergaul dengan orang demikian.
Seseorang hidup didalam dunia,
asal bisa hidup dengan senang gembira, itu sudah cukup, perlu apa memikirkan
dan mempedulikan orang lain? Siauw Cap-it-long ingin mengobrol dengan orang tua
penjual arak itu, tetapi orang tua itu sebaliknya ada sedikit acuh tak acuh
terhadapnya.
Maka itu Siauw Cap-it-long
juga hanya minum araknya saja untuk menghilangkan rasa dahaganya.
Minum arak seperti main catur,
ia sendiri seperti main kepada dirinya sendiri, sudah tentu keadaan demikian
itu sangat tidak enak, minum arak dengan seorang diri juga sebetulnya kurang
menyenangkan, Siauw Cap-it-long selamanya tidak suka minum arak seorang diri.
Akan tetapi, tempat itu justru
merupakan tempat sepi ditepi jalan persimpangan tiga, ia sudah menduga pasti
bahwa kereta Sim Pek Kun, pasti akan melalui jalan persimpangan tiga itu. Ia
duduk ditempat itu, bukanlah se-mata2 hanya hendak minum arak saja.
Digunakan sebagai umpan kakap
oleh orang lain, bukanlah suatu hal jang enak. Siauw Cap-it-long hari itu
setelah mendengar percakapan antara orang berjubah hijau dengan To Siao Thian,
hampir saja tidak sanggup menahan hawa amarahnya, dan hampir saja ia unjuk muka
dan bertempur dengan Siao kongcu itu.
Akan tetapi ia sudah banyak
tahun berkecimpungan didunia Kang-ouw, sudah belajar dan mengerti betul apa
artinya menunggu, ia tidak peduli melakukan perbuatan apa, selalu mau menunggu
sehingga pada saat yang paling baik.
Siauw Cap-it-long sudah minum
arak dari cawan yang ketujuh, dan kini sedang minum buat yang kedelapan
kalinya.
Orang tua hidung merah
mengawasi padanya dengan mata menyipit, sedang mulutnya berkata sambil
ter-tawa2:
“Apakah masih mau minum lagi?
Kalau kau mau minum lagi barangkali tidak bisa berjalan.”
“Tidak bisa berjalan ja tidur
disini, itu apa salahnya? Bisa tidur dialam terbuka, nanti begitu sadar dari
mabukku, rasanya lebih segar!” menjawab Siauw Cap-it-long sambil tertawa.
“Apa kau tidak lekas ingin
pulang?”
“Pulang kemana? Aku sendiri
juga tidak tahu dari mana aku datang, kau suruh aku pulang kemana?”
Orang tua hidung merah itu
menghela napas, sedang mulutnya menggumam:
“Orang ini barangkali sudah
mabuk, hingga ucapannya tidak keruan.”
“Penjual arak bukankah
mengharap orang lain bisa mabuk araknja? Lekas tuangkan lagi secawan.”
Orang tua hidung merah hanya
menyahut: “Baik,” selagi hendak menuangkan lagi araknya, dari satu jalanan
tiba2 tampak serombongan orang yang lari mendatangi.
Sepasang mata Siauw
Cap-it-long segera menjadi terang, pula dirinya sedikit rasa mabukpun tidak
ada.
MEMBURU MANUSIA
SEROMBONGAN orang itu,
diantaranya ada yang membawa burung diatas bahunya, ada yang membawa anjing
dengan rantai ditangannya, semuanya berpakaian ringkas, membawa pedang dan
busurnya, dipelana kudanya masih membawa barang2 untuk berburu, jelas mereka
itu tentunya habis pulang dari berburu.
Saat itu memang saat jang
paling baik untuk berburu.
Dikuda pertama duduk seseorang
yang tampaknya seperti kanak2, dilihat dari jauh orang itu wajahnya putih
seperti pupur sedang pakaiannya sangat perlente, kudanya juga seekor kuda
pilihan. Anak muda itu tampaknya seperti anak seorang hartawan.
Kakek hidung merah juga tahu
bahwa dagangannya bakal laku, maka semangatnya terbangun dengan segera.
Sebaliknya dengan Siauw Cap-it-long, ia tampaknya agak kecewa sebab itu
bukanlah orang yang sedang ditunggu.
Waktu itulah si kakek hidung
merah mulai ber-kaok2 memprogandakan araknya:
“Arak daun bambu hijau enak
rasanya, harum baunya, minum satu cawan semangat terbangun, dua cawan semangat
cukup, tiga cawan se-olah2 menjadi dewa.”
Siauw Cap-it-long yang mendengar
ucapan itu lalu berkata sambil tertawa:
“Aku sudah minum tujuh cawan
mengapa sedikit semangatpun tidak ada? Malah sebaliknya aku kini rasanya sangat
mengantuk dan ingin tidur.”
Kakek hidung merah pendelikkan
mata kepadanya, untung waktu itu rombongan orang berkuda itu per-lahan2 sudah
berhenti, anak muda yang menunggang kuda pertama itu sudah berkata sambil
tertawa:
“Kalau kita pulang masih
memerlukan perjalanan jauh, marilah kita singgah untuk minum dulu dua cawan
arak disini, tampaknya araknya boleh juga.”
Anak muda itu mukanya bulat,
matanya lebar, mulutnya kecil, kulitnya putih dan halus, kalau ketawa dikedua
pipinya tampak tegas lesungnya, benar-benar sangat menarik dan menyenangkan.
Siauw Cap-it-long mengawasi
lagi kepadanya, dalam dunia ini memang banyak anak muda keturunan orang kaya,
tetapi yang dilihatnya menyenangkan jumlahnya tidak banyak, dan anak muda
keturunan orang kaya yang menyenangkan lagi pula tidak sombong dan bertingkah
jumlahnya lebih sedikit lagi.
Anak muda keturunan orang kaya
itu ternyata juga memperhatikan Siauw Cap-it-long.
Baru saja orang2nya menggelar
tikar untuk duduk, ia tiba2 berkata kepada Siauw Cap-it-long:
“Dari pada senang2 seorang
diri, ada lebih baik kalau senang2 ber-sama2. Kawan ini maukah minum ber-sama2
dengan kami?”
“Bagus sekali. Namun disakuku
hanya tinggal uang untuk delapan cawan arak saja, aku sedang memikirkan dimaan
uangnya untuk cawan kesembilan, jikalau ada orang mengundang, benar-benar
sangat baik sekali,” berkata Siauw Cap-it-long sambil tertawa.
Anak muda itu tertawa semakin
gembira, katanya:
“Tak kusangka kawan ini
ternyata demikian gemar minum arak. Lekas, lekas sediakan arak lagi!” Kakek
hidung merah terpaksa menuang araknya lagi, namun ia pendelikkan matanya kepada
Siauw Cap-it-long sedang mulutnya menggumam:
“Ada arak, lalu minum tidak
menggunakan uang, kali ini barangkali kau akan lebih cepat mabuk.”
“Orang hidup masih bisa mabuk
arak, itu namanya tidak mengecewakan hidupnya, apalagi kalau bisa mabuk lebih
cepat, itu ada lebih baik, silahkan minum!” berkata Siauw Cap-it-long sambil
tertawa.
Suara silahkan itu baru saja
keluar dari mulutnya, secawan arak sudah tidak kelihatan lagi.
Orang lain kalau minum arak
tentu diminumnya sedikit2 dan per-lahan2, tetapi Siauw Cap-it-long kalau minum
arak dituang begitu saja, asal kepala didongakkan, secawan arak sudah masuk
ditenggorokannya dan tidak tinggal setetespun juga.
Pemuda itu berkata sambil
tepuk tangan dan tertawa:
“Kamu semua sudah lihat atau
belum? Betapa cepatnya kawan ini minum arak.”
“Jikalau mereka belum lihat,
aku bersedia minum beberapa cawan lagi,” berkata Siauw Cap-it-long.
“Kawan ini bukan saja kuat
minum tetapi juga sangat menyenangkan, entah siapa nama tuan yang mulia?”
“Kau dan aku ketemu dijalan,
kau mengundang aku minum arak, sehabis minum aku jalan lagi. Jikalau aku tahu
namamu, dalam hati tentunya akan timbul perasaan terima kasih, dikemudian hari
mau tak mau aku harus mengundang minum kau sekali, dengan begitu, maka arak
yang kuminum sekarang ini sudah tidak menggembirakan lagi, maka itu tentang
namaku … tidak perlu kuberitahukan padamu, sebaiknya kau juga jangan
beritahukan namamu padaku.”
“Benar, benar, benar!”
“Kau dan aku kali ini bisa
minum se-puas2nya ditempat ini, sudah boleh dikatakan ada jodoh, mari, mari,
mari … telur pindang ini tampaknya boleh juga, dengan telur pindang sebagai
kawan arak, mabuknya agak lambat dan araknya juga boleh minum lebih banyak,”
berkata pemuda itu sambil tertawa.
“Benar, benar! Kita mabuk
terlalu cepat juga tidak ada artinya,” menimpali Siauw Cap-it-long sambil
tertawa.
Ia lalu mengambil sebutir
telur pindang, dengan mendadak ia angkat tangannya dan telur itu dilontarkan
tinggi2, setelah itu ia mendongakkan kepalanya, dan membuka lebar mulutnya,
telur yang meluncur turun dari atas masuk kedalam mulutnya, hanya dengan
beberapa kali kunyahan saja, telur itu sudah masuk kedalam perutnya.
“Kawan, kau bukan saja bisa
minum cepat, makan telurmu juga cepat …” berkata pemuda hartawan itu.
“Hanya disebabkan aku tahu
sendiri bahwa kematianku juga lebih cepat daripada orang lain, maka itu tidak
peduli melakukan urusan apa saja, aku tidak berani mem-buang2 waktu,” berkata
Siauw Cap-it-long sambil tertawa.
Pemuda itu paling banter juga
baru berusia empat lima belas tahun, tetapi kekuatannya minum arak sangat
mengejutkan, Siauw Cap-it-long menenggak secawan, dia juga bisa menemani
secawan, bahkan minumnya juga tidak perlahan.
Orang2 yang mengikuti dirinya
semuanya gesit-gesit, bersemangat tinggi dan tubuhnya tegap2 tetapi tiada
satupun yang kuat minum arak seperti dia.
Mata Siauw Cap-it-long sudah
mulai menyipit, lidahnya juga dirasakan mulai tebal, nampaknya sudah ada tujuh
delapan puluh persen bagian mabuk, orang yang sudah mabuk tujuh delapan puluh
persen, miunmnya pasti lebih banyak dan lebih cepat.
Orang yang sudah mulai mabuk
tujuh puluh delapan puluh persen, hendak tidak minum arak lagi juga sudah
merasa susah.
Begitulah, Siauw Cap-it-long
akhirnya mabuk juga.
Pemuda hartawan itu menarik
napas dan berkata sambil menggelengkan kepala:
“Kekuatannya minum arak
ternyata juga tidak seberapa hebat, ini benar2 sangat mengecewakan.”
Kakek hidung merah waktu itu
baru kedengaran suaranya, berkata sambil tertawa:
“Dia sendiri tadi pernah kata
bahwa kalau sudah mabuk ia akan tidur ditempat ini, mati juga tidak halangan.”
Pemuda itu pendelikkan mata
kepadanya dan berkata:
“Bagaimanapun juga ia adalah
tamuku, bagaimana boleh dibiarkan tidur ditempat ini?”
Ia lalu melambaikan tangannya
memerintahkan orang-orangnya, katanya:
“Jaga kawan ini, tunggu
setelah kita berjalan, bawa sekalian dia pulang.”
Pada saat itu, matahari masih
belum menyelam kebalik gunung, namun dijalan raya tidak tampak orang berjalan
lagi.
Pemuda itu agaknya merasa
kurang gembira, dengan menggendong sepasang tangannya, matanya memandang kearah
jauh, tiba-tiba ia berkata:
“Kakek, siap2lah. Sebentar
lagi kau bakal kedatangan orang yang akan membeli arakmu lagi.”
Benar saja dari jauh tampak
mendatangi sebuah kereta dan serombongan orang yang mengikutinya.
Kereta yang dicat warna hitam
itu, meskipun sudah tua usianya, namun tampaknya masih cukup bagus dan
mentereng, pintu kereta sudah tentu ditutup rapat, demikian pula tirai
jendelanya juga diturunkan, orang yang duduk didalam kereta, jelas tidak suka
diketahui oleh orang dari luar.
Kusir kereta adalah seorang
setengah baya yang pendiam, namun dari sinar matanya menandakan bahwa ia
memiliki kekuatan dan kepandaian yang cukup tinggi, didepan dan belakang kereta
masih ada tiga penunggang kuda sebagai pengiring, semuanya juga adalah orang2
yang berkepandaian cukup tinggi.
Serombongan kereta dan kuda
itu berjalan sangat cepat, tetapi anjing-anjing dan kuda-kuda yang dibawa oleh
pemuda tadi sudah membendung setengah jalan raya itu, maka ketika kereta itu
berjalan sampai disitu, juga terpaksa dilambatkan.
Begitu rombongan kereta dan
kuda itu tiba, kakek hidung merah kembali menawarkan dagangannya.
Penunggang kuda yang
mengiringi kereta tampaknya sudah merasa dahaga, jelas juga ingin minum secawan
dua cawan arak, tetapi tiada satupun yang turun dari atas kudanya, mereka hanya
menantikan pengawal pemuda hartawan tadi supaya memberikan jalan bagi kereta
dan kudanya.
Tiba2 dari dalam kereta
terdengar suara orang berkata:
“Kalian sudah melakukan
perjalanan setengah hari, tentunya juga sudah letih, baiklah berhenti disini
sebentar untuk minum arak.”
Suara itu demikian merdu
merayu, juga mengandung perasaan simpatik dan perhatian kepada orang2nya,
hingga membuat orang rela menuruti perintahnya.
Pengawal diatas kuda tadi
segera turun dari kudanya dan berkata sambil membungkukkan badan:
“Terima kasih nyonya!”
Orang didalam kereta itu
berkata pula:
“Lao Tio, kau djuga turun
kereta dan minumlah secawan arak, biar bagaimana kita juga tidak perlu
ter-gesa2 melanjutkan perjalanan.”
Kusir kereta yang bernama Lao
Tio tadi tampak ragu2 sejenak, akhirnya juga bawa keretanya ketepi jalan, saat
itu si kakek hidung merah menyediakan tiga cawan arak untuk tiga pengawal
berkuda, selagi menuang yang keempat, dan para pengawal yang masing2 sudah disediakan
cawan arak, juga sudah siap akan diminum, tiba2 si kusir she Tio itu berseru:
“Tunggu dulu, periksa dulu
didalam arak itu ada racunnya atau tidak!”
Muka si kakek hidung merah
sesaat menjadi merah, katanya dengan mendongkol:
“Racun? Dalam arakku dari mana
ada racun? Baik, biarlah aku yang keracunan lebih dulu!”
Ia sendiri benar2 sudah minum
arak didalam tangannya.
Orang itu tidak menghiraukan
padanya, dari dalam sakunya mengeluarkan sebatang sendok perak, ia telah
mengaduk-aduk didalam cawan arak, ketika melihat bahwa sendok peraknya tidak
berubah warna, barulah diminumnya seceguk, kemudian berkata sambil
menganggukkan kepala:
“Boleh diminum.”
Para pengawal yang memegangi
cawannya masing2 barulah merasa lega, mereka segera menenggaknya hingga kering,
katanya sambil tertawa:
“Arak ini benar2 boleh juga,
entah bagaimana dengan telur pindangnya?”
KECANTIKAN YANG DAPAT
MERUNTUHKAN IMAN
PENGAWAL tadi memilih sebutir
telur pindang yang paling besar, selagi hendak dimasukkan kedalam mulutnnya, kusir
tadi tiba2 membentak lagi: “Tunggu sebentar …”
Pemuda perlente itu sebetulnya
juga tidak menghiraukan mereka, tapi saat itu juga tidak tahan menahan
tertawanya, maka mulutnya menggumam:
“Apakah dalam telur pindang
juga mengandung racun? Kawan ini sesungguhnya juga terlalu hati2 sekali.”
Orang she Tio itu memandangnya
sejenak, katanya dengan muka cemberut:
“Orang keluar pintu, kalau
bisa berlaku hati2 sedikit, sebaiknya berlaku hati2 ada lebih baik.”
Kembali dari dalam sakunya
mengeluarkan sebuah pisau kecil dari perak, selagi hendak membelah telurnya,
pemuda perlente itu sudah berjalan menghampiri dan berkata padanya sambil
tertawa:
“Tak kusangka dalam saku tuan
ini masih membawa banyak permainan yang lucu2, kita juga pikir untuk membuat
pisau semacam ini, apakah kawan boleh meminjamkan padaku barang sebentar?”
Orang she Tio itu mengawasi
padanya dari atas hingga kebawah, akhirnya pisau kecil itu jadi juga diberikan
kepadanya. Seorang perlente seperti pemuda itu, setiap permintaan yang keluar
dari mulutnya, sesungguhnya sedikit sekali orangnya yang dapat menolak.
Pisau perak berbentuk kecil
itu buatannya sangat indah sekali.
Pemuda perlente menggunakan
ujung jari tangannya meng-gosok2 ujung pisau, sikap diwajahnya semakin
lemah-lembut, katanya sambil tersenyum:
“Pisau yang sangat indah
buatannya entah dapat digunakan untuk membunuh orang atau tidak?”
“Pisau ini memang bukan
digunakan untuk membunuh orang,” berkata si orang she Tio.
“Kau salah, asal saja berupa
pisau, sudah tentu dapat digunakan untuk membunuh orang …”
Baru saja berkata sampai
ucapan “membunuh”, pisau kecil ditangannya sudah terbang melesat, hingga tampak
sinar perak meluncur, ketika ia lontarkan perkataannya terakhir, pisau kecil
itu sudah menancap ditenggorokan orang she Tio.
SI orang Shw Thio menggeram
hebat, lebih dulu mencabut pisau dari tenggorokannya, lalu menyerbu pemuda itu.
Akan tetapi kala itu darah
merah sudah menyembur keluar dari lukanya terlalu banyak, tentu saja kekuatan
tenaganya juda turut keluar bersama darahnya.
Ia berjalan belum sampai tiga
langkah, sudah jatuh ditanah, tepat dibawah kaki pemuda perlente itu.
Biji matanya melotot keluar,
hingga matinya pun ia mungkin tidak percaya akan terjadi peristiwa seperti ini.
Pemuda perlente itu
menundukkan kepala mengawasi orang she Tio yang telah rebah dengan mandi darah
itu, sinar matanya masih tetap redup dan sikapnya tampak menyenangkan, katanya
dengan suara lemah lembut :
“Aku tadi kata bahwa semua
jenis pisau didalam dunia ini boleh saja digunakan untuk membunuh orang,
Sekarang kau seharusnya sudah percaya, bukan ?”
Tiga pengawal yang menunggang
kuda itu agakanya tercengang sekali atas kejadian itu, mereka benar benar tidak
akan menduga bahwa pemuda perlente yang demikian lemah lembut dan menarik hari
orang, ternyata adalah seorang iblis jahat yang bisa membunuh orang tanpa
berkedip.
Sehingga orang she Tion itu
rubuh, golok dari pinggang mereka baru dihunus keluar, sambil membentak marah
mereka menyerbu sipemuda perlente.
Pemuda perlente itu menghela
napas, katanya :
“Kamu semua bukan tandinganku,
perlu apa harus menghantar nyawa cuma cuma ?”
Pengawal yang baru minum
secawan arak itu, matanya sudah merah, tidak menunggu habis ucapan sipemuda ia
sudah menyerang kelap pemuda perlente itu dengan sebuah goloknya.
Pemuda itu tenang tenang saja,
katanya sambil tertawa dan menggelengkan kepala :
“Sungguh hebat seranganmu...
"
Namun ia sedikitpun tidak
bergerak, tangannya hanya diangkat sedikit, ia hanya menggunakan dua jari
tangan, sudah berhasil menjepit ujung golok tadi, dan golok itu tadi seperti
dibacokkan diatas batu, tidak tembus ditangan itu.
Pengawal itu membalikkan
tangannya hendak menggunakan ujung golok untuk memapas jari tangan sipemuda
perlente.
Dengan tiba tiba terdengar
suara serrr, sebatang anak penah sudah menancap dibelakang punggung pengawal
tadi, terus menembus dan keluar dari depan dadanya, darah segar menyembur
keluar.
Semua ini terjadinya demikian
cepat dan dalam waktu sangat singkat, dua pengawal yang lain saat itu baru saja
berada didepan pemuda perlente tadi, belum mereka melancarkan serangannya sudah
menyeksikan kematian kawan sendiri.
Tepat pasa saat itu terdengar
suara orang dalam kereta yang berkata lambat lambat :
“Kalian memang benar semua
bukan tandingannya, sebaiknya lekas mundur !”
Pintu kereta lalu terbuka,
dari dalamnya muncul keluar seseorang.
Dalam waktu sekejap mata,se
mua orang yang ada disitu, bukan saja sudah menghentikan tindakannya tetapi
juda hampir tidak bisa bernapas, Betapa tidak. Selama hidup mereka, mungkin
belum pernah mereka menyaksikan wanita secantik ini. Pakaian yang dikenakan
oleh wanita ini samasekali tidak terdiri dari bahan pakaian istimewa, tetapi
tidak perduli pakaian macam apa saja asal melekat ditubuhnya semua bisa berubah
menjadi pakaian istimewa.
Bagian 3 Selesai