Anak Berandalan Bagian 03

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Berandalan Bagian 3
Anak Berandalan Bagian 3

“Sudah banyak tahun tidak ketemu, ilmu pedangmu pasti sudah banyak maju. Dalam dunia rimba persilatan barangkali sudah tidak ada orang lain yang sanggup menandingi ilmu pedangmu; sebetulnya kau harus dipanggil Jago pedang nomor satu benar benar, setidak tidaknya pedang yang ada dipinggangmu itu, jauh lebih indah dari pada orang lain punya”

Muka Liu Sek Ceng seketika itu juga menjadi merah, tangannya yang tadi terus menggenggam gagang pedang, seolah-olah takut diketahui oleh orang lain, sekarang buru buru gagang pedangnya itu digeser kebelakangnnya.

Wajah mereka meskipun merah, tetapi sedikitpun tidak merasa malu sebab orang yang bisa dimaki oleh Sim Thay Kun, bukanlah suatu hal yang memalukan.

SEtidak tidaknya dapat menunjukan bahwa Sim Thay Kun tidak enggap orang itu sebagai orang luar.

Orang yang tidak dimaki olehnya, sebaliknya merasa tidak enak.

Yo Khay Thay menundukakan kepala, katanya dengan suara ketakutan : Siaotit tadi berlaku kurang sopan, harap Thay hujin maafkan”

SIm Thay Kun menggunakan tangannya didaun telinganya lalu bertanya : “Apa ? apa katamu ? aku tidak dengar”

Yo Khay Thay kembali berkata dengan muka merah :

“Siao... Siaotit tadi berlaku... kurang sopan... "

“Oh... kau mengatakan bahwa kau datang tidak membawa barang anteran ? itu apa salahnya? Biar bagaimana aku tahu bahwa kau orang pelit, sedangkan untuk makanmu sendiri saja kau masih merasa berat, bagaimana kau bisa membawa barang antaran untuk orang lain ?”

Yo Khay Thay sepatah katapun tidak bisa menjawab.

May Kang juga segera berkata :

“Boanpwe tadi juga bukan hendak berkelahi dengan saudara Heng, hanya dua orang ini... "

“Apa ? kau kata hendak berkelahi dengan dua orang ini ?” bertanya Sim Thay Kun.

Lalu dengan wajah berseri seri ia mengawasi Hong Sie Nio dan Siao Cap it long, kemudian berkata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya :

“Tidak bisa ! Dua orang ini tampaknya semuanya anak baik baik, mana boleh berkelahi ditampatku ini ? Hanya anak liar yang tidak tahu aturan itu, bisa mgomong gede dan bertingkah ditempat ini”

May Kang tercengang, akhirnya ia menjawab sambil menundukkan kepala :

“Thay Hujin benar”

Hong Sie Nio semakin lama semakin merasa lucu dan senang terhadap nyonya tua ini. ia merasa bahwa nenek itu sesungguhnya sangat menyenangkan.

Ia hanya menghapar kalau ia sendiri nanti sudah berusia tujuh delapan puluh tahun juga seperti nenek ini lucunya.

***

KEPALA SIAUW CAP-IT-LONG

Sementasa itu Sim Thay Kun sudah berkata lagi sambil tertawa : “Tamu tamu yang datang ditempat ini sebetulnya bukan sedikit jumlahnya, akan tetapi sejak Pek Kun menikah, sudah lama tidak begitu ramai lagi, aku barulah mengerti bahwa orang itu ternyata bukan datang untuk menengok aku sinenek ini, tetapi hari ini kalian jikalau ingin juga melihat anak perempuanku yang cantik itu akan menjadi kecewa”

Ia tertawa demikian lucu, hingga dua matanya hampir hampir terpejamkan semua, katanya pula :

“Anakku itu hari ini tidak dapat menemui tamu, sebab ia sedang sakit”

“Sakit ? sakit apa ?” bertanya Yo Khay Thay.

“ANak tolol, perlu apa kau demikian cemas ? jikalau ia benar benar sakit, apa kau masih bisa demikian gembira ?” berkata Sim Thay Kun sambil tertawa.

Kembali ia mengedip ngedipkan matanya, ia sengaja membuat perlahan sampai seperti habis suaranya, katanya :

“Kuberitahukan padamu, ia bukan sakit, melainkan sedang mengandung. Tetapi kau sekali kali jangan mengatakan bahwa hal ini aku yang memberitahukan padamu, supaya anakku itu nanti tidak akan menyesal bahwa aku nenek ini banyak mulut”

Orang orang dalam ruangan itu kembali bangkit dari tempat duduk masing masing, lalu terdengar ucapan selamat yang sangat riuh. Yo Khay Thay tampak semakin gembira hingga tertawanya terus terdengar tidak berhentinya

Hong Si Nio mendelikkan mata kepadanya, katanya dengan suara perlahan:

“Perlu apa kau begitu gembira? Anak toh bukan anakmu?”

Mulut Yo Khay Thay segera bungkam, tidak berani tertawa lagi.

Seorang laki yang dengar kata orang perempuan semacam itu, sesungguhnya jarang tertampak.

Siauw Cap It Long diam-diam menghela napas sendiri, sebab ia mengerti seorang laki-laki tidak boleh terlalu dengar ucapan orang perempuan, orang laki-laki jikalau terlalu dengar kata mulut perempuan, orang perempuan itu sebaliknya akan menganggap laki-laki itu tidak ada gunanya.

Siauw Cap It Long tidak perduli berada di satu tempat dengan banyak orang, selalu seperti menyendiri, sebab ia selamanya adalah seorang yang berdiri di luar garis, selamanya tidak suka turut menikmati kesukaan orang lain.

Ia selamanya paling tenang, maka dia jugalah orang pertama yang lebih dulu melihat kedatangan Lian Seng Pek.

Ia sebetulnya tidak kenal dengan Lian Seng Pek, juga belum pernah bertemu muka dengannya, akan tetapi ia tahu orang yang sekarang berjalan masuk dari luar itu pasti Lian Seng Pek.

Sebab ia selamanya belum pernah melihat siapa pun juga yang sikapnya demikian sopan santun, di dalam sikapnya yang sopan santun itu terkandung keagungan yang tidak dipunyai oleh lain orang.

Di dalam dunia ada banyak jumlahnya pemuda yang gagah tampan, ada banyak kaum pelajar yang sopan santun kelakuannya, ada banyak keturunan orang beruang yang sifatnya agung, juga ada banyak jago muda rimba persilatan yang kesohor namanya, tetapi semuanya tidak dapat dibandingkan dengan orang yang sekarang sedang berjalan masuk itu.

Siapa pun sebetulnya tidak dapat mengatakan di mana sebetulnya perbedaan ia dengan orang banyak. Tetapi tidak perduli siapa orangnya, asal melihatnya sebentar, lalu bisa merasakan bahwa dia benar-benar berbeda dengan orang banyak.

Thio Bu Kek sebetulnya juga seorang yang tampaknya amat berwibawa dan agung, sikapnya juga pernah membuat banyak orang kagum. Jikalau berjalan bersama-sama dengan orang lain, sikap dan kelakuannya selalu lebih menarik perhatian.

Tetapi sekarang ia berjalan dengan pemuda ini, Siauw Cap It Long seolah-olah tidak pernah melihatnya.

Ia selalu mengenakan pakaian yang bahannya paling mahal, potongannya paling cocok dengan bentuk tubuhnya, apa yang dikenakan tubuhnya selalu dipilih dengan teliti, begitu juga setiap barang selalu mencocoki dengan dirinya, hingga membuat orang tidak merasa jemu, juga tidak merasa bahwa perbuatannya itu dibuat-buat, lebih-lebih tidak bisa merasa bahwa dia itu adalah orang yang kaya mendadak.

Di dalam rimba persilatan orang seperti Thio Bu Kek jumlahnya tidak banyak, tetapi sekarang berjalan bersama-sama dengan anak muda tadi, benar-benar seperti pengawalnya saja dia.

Orang ini apabila bukan Lian Seng Pek, di dalam dunia ini siapa lagi yang mungkin dapat disamakan dengan Lian Seng Pek? Jikalau Lian Seng Pek bukan sedemikian itu, ia juga sudah bukan Lian Seng Pek yang asli lagi!

Lian Seng Pek yang berjalan masuk, begitu masuk sudah melihat Siauw Cap It Long.

Dia juga tidak kenal dengan Siauw Cap It Long, lebih-lebih belum pernah bertemu muka dengannya, lagipula sama sekali tidak bisa memikirkan bahwa pemuda yang sekarang berdiri di ambang pintu ruangan itu adalah Siauw Cap I Long.

Akan tetapi ia hanya melihatnya sepintas lalu saja, ia sudah merasakan bahwa pemuda ini ada banyak hal yang berbeda dengan yang lainnya...

Dalam hal apa sebetulnya berbeda? Dia sendiri juga tidak dapat mengatakan.

Ia ingin memandang lebih lama kepada pemuda ini, akan tetapi ia tidak dapat berbuat demikian, sebab mengawasi dan mengamati seseorang terlalu melit, adalah suatu perbuatan yang tidak sopan.

Dalam hidupnya Lian Seng Pek belum pernah melakukan suatu perbuatan yang melanggar kesopanan........

Ketika semua orang sudah melihat kedatangan Lian Seng Pek dengan Thio Bu Kek, sudah tentu lantas terdengar pula suara riuh dari tamu-tamunya di dalam ruangan.

Kemudian Thio Bu Kek pergi menjumpai Nyonya Besar Sim.

Sim Thay Kun meskipun masih berseri-seri tetapi dari matanya sudah tidak tampak lagi perasaan gembiranya seperti tadi, ia agaknya seperti mendapat firasat bahwa urusan agak tidak beres.

Thio Bu Kek menjura memberi hormat dan kemudian berkata:

“Boanpwe datang terlambat, hingga mencapaikan Thay-hujin menunggu lama, di sini Boanpwe haturkan maaf sebesar-besarnya.”

“Tidak apa, datang terlambat bagaimana pun juga ada lebih baik daripada tidak datang. Bukankah begitu?” berkata Sim Thay Kun sambil tertawa.

“Ya,” jawab Thio Bu Kek.

“To Siao Thian, Hay-leng-cu dan si Raja Garuda tua itu, mengapa mereka tidak datang? Apakah tidak ada muka untuk menemui aku?”

Thio Bu Kek menghela napas perlahan, katanya:

“Mereka benar-benar memang tidak ada muka untuk menemui Thay-hujin......”

Sepasang mata Sim Thay Kun seperti mendadak berubah menjadi muda, matanya bergerak-gerak dan ia berkata:

“Apakah goloknya telah hilang?”

Thio Bu Kek menundukkan kepala.

Sim Thay Kun berkata lagi dengan suara hambar:

“Golok hilang tidak halangan, asal orangnya jangan sampai ikut-ikutan hilang.”

Thio Bu Kek menundukkan kepalanya semakin rendah, katanya:

“Boanpwe sebetulnya juga tak ada muka buat menemui Thay-hujin. Tapi.......”

Sim Thay Kun mendadak tertawa, katanya:

“Kau tidak perlu memberi penjelasan, aku juga tahu bahwa dalam urusan ini tanggung-jawabnya bukanlah diserahkan kepadamu. Ada Raja Garuda tua dengan kalian bersama, ia yang mau membawa golok itu, maka golok itu pasti hilang di tangannya.”

“Biarpun begitu tapi boanpwe juga tetap tidak lepas dari kesalahan dalam hal kelalaian. Jikalau tidak dapat merampas kembali golok itu, boanpwe tidak ada muka lagi untuk bertemu dengan sahabat-sahabat rimba persilatan,” berkata Thio Bu Kek sambil menghela napas.

“Orang yang bisa merampas golok dari tangan Raja Garuda tua, dalam dunia ini jumlahnya juga tidak seberapa, siapakah orangnya yang berani merampas golok itu?” bertanya Sim Thay Kun.

“Hong Si Nio,” jawab Thio Bu Kek.

“Hong Si Nio?........... nama ini aku rasanya sudah pernah dengar. Kabarnya ia memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Tapi kurasa dengan ilmu kepandaian seperti dia, barangkali masih belum dapat merampas golok dari tangan si Raja Garuda!”

“Sudah tentu ia bukan sendirian, ada pembantunya,” menjawab Thio Bu Kek.

“Siapa?” bertanya Sim Thay Kun.

Thio Bu Kek menghela napas panjang, baru menjawab sepatah demi sepatah:

“Siauw Cap-it-long!”

Orang-orang yang berada dalam ruangan itu tidak kecewa mendapat nama julukan orang-orang sopan, mendengar berita yang mengejutkan ini semua ternyata bisa berlaku demikian tenang, tiada seorang pun di antara mereka yang menunjukkan sikap terkejut atau kecewa, bahkan tiada seorang pun yang tampak membuka mulut. Sebab mereka tahu, pada saat seperti itu, ucapan apa pun bisa menimbulkan perasaan pahit bagi Thio Bu Kek.

Sebagai orang sopan, tidak nanti mereka berbuat demikian.

Yang menunjukkan perasaan terkejut hanya dua orang, satu adalah Yo Khay Thay, yang lain adalah Hong Si Nio.

Yo Khay Thay menatap Hong Si Nio, Hong Si Nio sebaliknya menatap wajah Siauw Cap-it-long.

Dalam hatinya sudah tentu merasa sangat heran, sudah tentu ia tahu bahwa golok yang hilang itu bukanlah golok yang tulen. Kalau begitu di manakah golok yang tulen itu?

Mendengar disebutnya nama Siauw Cap-it-long, Sim Thay Kun baru mengerutkan alisnya, lalu katanya seperti menggumam sendiri.

“Siauw Cap-it-long, Siauw Cap-it-long.... pada waktu paling belakangan ini mengapa aku selalu mendengar nama orang ini? Segala kejahatan di dalam dunia ini seolah-olah diborong olehnya sendiri.”

Mendadak ia ketawa dan berkata lagi:

“Aku si nenek ini benar-benar ingin melihat rupa orang itu, sebetulnya dia orang yang bagaimana macamnya? Seseorang dapat melakukan kejahatan demikian banyaknya, sesungguhnya juga tidak gampang-gampang dapat dilakukan.”

May Kang berkata sambil cemberutkan muka:

“Orang ini jikalau tidak disingkirkan, dunia Kang-ouw tidak akan aman, boanpwe cepat atau lambat suatu kali kelak pasti akan dapat membawa batok kepalanya untuk diperlihatkan kepada Thay-hujin.”

Sim Thay Kun tidak menghiraukan segala omongannya, sebaliknya ia berkata kepada Chie Ceng Teng:

“Chie Ceng Teng, kau ingin batok kepala Siauw Cap-it-long atau tidak?”

Chie Ceng Teng berpikir sebentar, baru menjawab:

“Ucapan saudara May tidak salah, selama orang ini belum dapat disingkirkan, dunia Kang-ouw tidak akan aman.......”

Sim Thay Kun tidak menantikan habis ucapannya sudah bertanya lagi kepada Liu Sek Ceng:

“Liu Sek Ceng, bagaimana kau?”

“Boanpwe sudah lama ingin menguji kepandaian orang itu,” menjawab Liu Sek Ceng cepat.

Mata Sim Thay Kun beralih kepada Lian Seng Pek, kemudian bertanya:

“Dan kau?”

Lian Seng Pek hanya tersenyum tanpa menjawab.

Sim Thay Kun menggelengkan kepala, mulutnya menggumam:

“Kau bocah ini segala-galanya semua baik, sayang tidak terlalu suka bicara..... kalian percaya atau tidak, ia datang di tempatku sini sudah setengah bulan, tapi aku belum pernah dengar ia berkata lebih dari sepuluh patah kata!”

Yo Khay Thay membuka mulut, tetapi segera dikatupkan lagi.

Sim Thay Kun bertanya padanya:

“Kau ingin bicara apa? Katakanlah. Apakah kau juga ingin meniru dia?”

Yo Khay Thay melirik kepada Hong Sie Nio, barulah berkata:

“Boanpwe selalu merasakan, ada kalanya tidak bicara lebih baik daripada terlalu banyak bicara.”

Sim Thay Kun kini tertawa, katanya:

“Kalau begitu, bagaimana dengan kau sendiri? Kau ingin membunuh Siauw Cap-it-long atau tidak?”

“Orang itu namanya terkenal di segala pelosok sebagai orang jahat, siapapun yang bisa menyingkirkannya, namanya akan kesohor di seluruh rimba persilatan, sudah tentu boanpwe juga ada maksud seperti itu. Tapi....”

“Tapi apa?”

Yo Khay Thay menundukkan kepala, katanya sambil tertawa masam:

“Boanpwe... barangkali bukan tandingannya.”

Sim Thay Kun tertawa besar, katanya:

“Baik, kau si bocah ini bicaramu masih jujur, aku si nenek justru suka sekali kepada orang yang sopan santun dan mengetahui keadaan diri sendiri. Tapi sayang, aku tidak mempunyai cucu perempuan yang kedua untuk dinikahkan kepadamu.”

Wajah Yo Khay Thay kembali menjadi merah, matanya tidak berani memandang Hong Sie Nio lagi.... hingga bagaimana sikap Hong Sie Nio pada waktu itu, ia mungkin dapat membayangkan sendiri.

Kini pandangan mata Sim Thay Kun baru dialihkan lagi ke diri May Kang, katanya hambar:

“Kau lihat, ada demikian banyak orang, semuanya ingin mendapatkan batok kepala Siauw Cap-it-long. Kau kata hendak menenteng batok kepala Siauw Cap-it-long untuk diperlihatkan kepadaku, barangkali itu tidak mudah dilakukan.”

O R A N G T O L O L

Hong Sie Nio memandang Siauw Cap-it-long, katanya perlahan:

“Ada demikian banyak orang menghendaki batok kepalamu, kau rasa bagaimana?”

“Aku senang sekali.” menjawab Siauw Cap-it-long.

“Senang? Kau masih merasa senang?”

Siauw Cap-it-long tertawa.

“Aku masih belum tahu bahwa batok kepalaku demikian berharga. Kalau aku tahu begitu, barangkali sudah lama kugadaikan ke rumah pegadaian.”

Hong Sie Nio juga tertawa.

Malam itu sunyi, suara tertawanya seperti keliningan perak.

Di taman belakang di perkampungan keluarga Sim, setiap tetamu telah mendapat sebuah kamar. Orang yang datang berkunjung ke kampung keluarga Siem, jikalau tidak mau menginap satu malam, itu berarti terlalu tidak pandang muka kepada Sim Thay Kun.

Suara tertawa Hong Sie Nio dengan cepat sudah berhenti, katanya sambil mengerutkan alis:

“Golok yang kita rampas itu jelas adalah golok tiruan, tetapi yang merka kata kehilangan golok yang tulen. Menurut kau, urusan ini aneh atau tidak?”

“Tidak aneh.”

“Tidak aneh? Tahukah kau kemana perginya golok yang tulen itu?”

“Golok yang tulen.....”

Baru berkata sampai di situ ia sudah mengatupkan bibirnya.

Sebab ia sudah dengar suara langkah kaki seseorang yang berjalan ke arahnya. Ia tahu itu pasti adalah Yo Khay Thay, hanya langkah kakinya seorang sopan, baru perdengarkan suaranya demikian berat.

Sebagai seorang sopan, tidak mungkin mau mencuri dengar pembicaraan orang dengan caranya seperti maling.

Hong Sie Nio kembali mengerutkan alisnya, katanya perlahan:

“Sukma tidak buyar, kembali datang mengintil....”

Ia memutar tubuhna, mendelikkan matanya kepada Yo Khay Thay yang wakti itu sudah tiba di belakangnya, katanya dingin:

“Apakah kau hendak mengucapkan terima kasih kepadaku?”

Muka Yo Kay Thay merah seketika, katanya:

“Aku.... tak ada maksudku begitu.”

“Akupun sebetulnya yang harus mengucapkan terima kasih kepadamu. Coba tadi kau katakan terus terang bahwa aku adalah Hong Sie Nio, orang-orang itu pasti tidak akan mau melepaskan aku.”

“Mengapa aku...hendak membuka rahasia?”

“Bukankah mereka mengatakan aku adalah maling yang mencuri golok itu?”

“Aku tahu bukan kau.”

“Bagaimana kau tahu?”

“Sebab....sebab.... aku percaya kepadamu.”

“Apa sebab kau percaya kepadaku?”

Yo Khay Thay kembali menyeka peluh dikeningnya, katanya:

“Tidak tahu, aku... aku percaya padamu.”

Hong Sie Nio mengawasi padanya, mengawasi mukanya yang bulat persegi. Sikap yang terlalu jujur!

Dari sepasang mata Hong Sie Nio tak tertahankan lagi, mulai tampak sedikit basah dan berkaca-kaca.

Sekalipun ia orang yang terbuat dari batu, ada waktunya juga bisa terharu. Dalam saat seperti itu, ia juga tidak tahan mengendalikan perasaannya sendiri, hingga ia menggenggam tangan Yo Khay Thay dan berkata dengan suara lemah lembut:

“Kau benar seorang baik.”

Mata Yo Kay Thay juga basah, katanya dengan suara gelagapan:

“Aku.... aku tidak terlalu baik, aku juga terlalu jahat...aku....”

Hong Sie Nio tertawa, katanya:

“Kau benar-benar seorang sopan, tetapi juga seorang tolol....”

Dengan tiba-tiba ia teringat diri Siauw Cap-it-long, ia segera melepaskan tangannya dan berpaling seraya berkata sambil tertawa:

“Kau kata dia ini.....”

Tertawanya mendadak berhenti, sebab Siauw Cap-it-long sudah tidak berada di belakang dirinya lagi.

Siauw Cap-it-long sudah menghilang.

Cukup lama juga Hong Sie Nio berada dalam keadaan tercengang, lalu tiba-2 ia bertanya kepada Yo Khay Thay:

“Kemana dia? Apakah kau melihat ia pergi kemana?”

“Siapa?” bertanya Yo Khay Thay yang juga terkejut.

“Dia... adikku, kau lihat padanya atau tidak?”

“Ti.... tidak.”

“Apakah kau sudah buta? Orang demikian besar seperti dia, mengapa kau tidak dapat melihat?”

“Aku.... aku benar-benar tidak melihat, aku hanya .... hanya melihat kau....”

“Ah kau ini, benar-benar seorang tolol.” berkata Hong Sie Nio sambil menjejakkan kakinya ke jubin.

Cahaya lampu di dalam rumah masih terang benderang.

Hong Sie Nio hanya mengharapkan Siauw Cap-it-long kembali lagi ke kamarnya, tetapi ia tidak berani memastikan, sebab ia mengerti betul sifat dan adat Siauw Cap-it-long..... ia tahu Siauw Cap-it-long setiap saat bisa menghilang.

Dalam rumah itu tidak terdapat seorangpun juga, di atas meja terdapat sepotong kertas yang ditindih pelita.

Tinta di atas kertas masih belum kering semua, itu ditulis oleh Siauw Cap-it-long dengan tulisannya yang aneh.

“Lekas menikah dengannya, jikalau tidak kau nanti pasti akan menyesal. Aku berani tanggung dalam hidupmu ini, tidak akan menemukan lagi seorang yang lebih baik terhadapmu daripada orang ini.”

Demikian bunyi tulisan itu.

Hong Sie Nio menggigit bibir, matanya sudah merah, katanya dengan gemas:

“Bajingan ini, binatang ini, benar-benar bukan keturunan ayah ibunya.”

Yo Khay Thay berkata sambil tertawa:

“Dia bukankah adikmu? Bagaimana kau boleh memaki padanya demikian rupa?”

Hong Sie Nio lompat dan berkata dengan suara keras:

“Siapa kata dia adikku? Apa kau sudah melihat setan?”

Yo Khay Thay demikian cemas, hingga keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, katanya:

“Kalau dia bukan adikmu, lalu siapa?”

Hong Sie Nio tidak dapat membendung air matanya, katanya:

“Dia ..... dia juga seorang tolol!”

Orang tolol sudah barang tentu bukanlah orang sopan, tetapi orang sopan sedikit banyak pasti ada mengandung sifat tolol. Orang yang mau menjadi orang sopan memang bukanlah suatu perbuatan yang pintar.

Dari mulut Siauw Cap-it-long terdengar suara nyanyian perlahan, irama nyanyian itu mirip dengan irama nyanyian gembala di tanah datar, irama yang mengandung sifat sedih tetapi juga mengandung rasa kesunyian.

Setiap kali ia menyanyikan lagu itu, perasaan hatinya selalu merasa tidak terlalu enak, apa yang tidak memuaskan baginya, ialah ia selama-lamanya tidak suka menjadi seorang tolol.

Suasana malam tidak terlalu menggembirakan, sebab sinar bintang di langit, dan di rerumputan sebentar-bentar terdengar suara binatang malam, hingga sekitar tempat itu jelas dirasakan kesunyiannya.

Dalam malam sunyi seperti itu, di bawah sinar bintang di langit, dengan seorang diri berjalan di alam terbuka, pikiran dan perasaannya kadang-kadang bisa melupakan segala pikiran dan kesusahan.

Akan tetapi, tidak demikian dengan Siauw Cap-it-long. Pada waktu semacam itu, ia selalu bisa memikirkan banyak urusan yang seharusnya tidak dipikirkan, ia bisa teringat kepada diri sendiri, bisa teringat kepada semua pengalamannya semasa hidupnya....

Dalam hidupnya itu, ia selamanya akan menjadi seorang di luar garis, selamanya selalu merasa terpencil, ada kalanya ia benar-benar merasa letih, tetapi sebaliknya belum pernah ia berani mengaso.

Sebab penghidupan manusia seperti sebatang pecut, selamanya ada yang memecutinya dari belakang, suruh ia berjalan ke depan, suruh ia pergi mencari, tetapi selamanya belum pernah mau memberitahukan padanya apa sebetulnya yang harus dicari....

Ia hanya berjalan maju terus tanpa berhenti, selalu mengharapkan bisa menemukan kejadian yang hebat-hebat. Jikalau tidak, hidupnya itu bukankah terlalu tidak ada harganya?

RAHASIA RAJA GARUDA

Dengan mendadak, telinganya dapat menangkap suara berkelebatannya pakaian yang sangan kuat, begitu mendengar ia sudah lantas dapat mengenali bahwa suara itu timbul dari bergeraknya seorang pejalan malam yang memiliki kepandaian ilmu meringankan tubuh yang cukup mahir.

Suara angin mendadak berhanti didalam rimba dihadapannya, kemudian disusul oleh suara dengus orang yang timbul dari dalam rimba itu, bahkan masih terdengar suara rintihannya yang menandakan sedang kesakitan.

Orang berjalan malam itu jelas sudah mendapat luka parah.

Langkah kaki Siauw Cap it loing tidak berhenti, ia masih berjalan terus kedepan, kini berjalan memasuki rimba, dan suara dengusan dan rintihan tadi juga berhenti dengan segera.

Sesaat kemudian, tiba tiba terdengar suara orang berkata :

“Kawan, berhentilah !”

Kini Siauw Cap it long baru perlahan lahan memutar tubuhnya. Tampak olehnya seseorang menongolkan badannya dari belakang pohon, kepalanya luar biasa besarnya, dengan rambutnya awut-awutan.

Orang ini ternyata adalah Raja Garuda Lengan Satu !

Diwajah Siauw Cap ti Long tidak menunjukan perobahan sikap sedikitpun juga, tanyanya lambat lambat :

“Tuan ada keperluan apa ?”

Mata Raja Garuda Lengan Satu yang hanya tinggal satu terus menatap padanya, lama sekali, baru berkata sambil menghela napas :

“Aku terluka” “Aku sudah tahu”

“Tahukah kau didepan sana ada perkampungan keluarga Sim?”

“Tahu”

“Lekas gendong aku kesana, Lekas, sedikitpun tidak boleh terlambat”

“Kau tidak kenal aku, aku juga tidak tahu siapa kau. Mengapa aku harus gendong kau pergi kesana?”

“Kau... berani berlaku kurang ajar terhadapku ?” berkata si Raja Garuda Lengan Satu merah :

“Kau yang tidak aturan ataukah aku ? jangan lupa, sekarang adalah kau yang minta tolong padaku, bukan aku yang ninta tolong padamu "

Raja Garuda Lengan Satu kembali menatap wajahnya, sinar matanya penuh dengan hawa amarah dan kebuasannya, tetapi kulit diwajahnya perlahan lahan sudah berkerinjit, jelas ia sedang menahan rasa sakitnya.

Telah lama dalam keadaan keheningan, batu terdengan suara elahan nafasnya, sedang dibibirnya tersungging senyuman yang dipaksakan, ia berusaha untuk mengeluarkan sepotang mas dari dalam sakunya, kembali berkata dengan napas memburu :

“Ini kuberikan padamu, jikalau kau mau membantu aku, dikemudian hari aku pasti akan membalas budimu besar sekali”

Siauw Cap it-long tertawa, katanya "

“Nah,begitu baru mirip suara orang. Mengapa tadi kau tidak mengatakan demikian ?”

Perlahan lahan is berjalan menghampiri, seolah olah benar benar hendak mengambil potongan mas itu, tetapi baru saja tangannya diulurkan, lengan satu dari si Raja Garuda secepat kilat sudah melayang, lima jari tangannya yang runcing, menyambar pergelangan tangan Siauw Cap it-long.

Ibarat binatang kelabang, meskipun sudah mati tubuhnya masih belum kaku, demikianlah keadaan si Raja Garuda Lengan Satu yang jahat, meskipun dalam keadaan terluka parah dan keadaan diri senridi sangat berbahaya, tetapi serangan terakhir itu, masih dapat dilakukan demikian cepat dan hebat sekali.

Akan tetapi Siauw Cap it-long bertindak lebih cepat lagi ia lompat dan jumpalitan ditengah udara untuk mengundurkan diri kedang ujung kakinya ketika itu dapat menggaet potongan mas yang terjatuh ditanah, setelah itu ia menyambuti dengan tangannya, dengan tenang ia sudah berhasil mundur sejauh delapan kaki.

Kelincahan, ketangkasan, dan kegesitannya demikian indah dipandang, hanya orang yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri baru percaya, bagi orang lain sesungguhnya tidak dapat menbanyangkan.

Wajah Raja Garuda Lengan Satu berubah semakin menyedihkan, katanya “\ “Kau Siapa?” demikian ia bertanya.

“Aku sudah kenal kau, apa kau masih belum mengenali aku ?” balas bertanya Siauw Cap it-long sambil tersenyum.

“kau... apakah kau bukan Siauw Cap it-long ?” berseru si Raja Garuda Lengan Satu.

“Akhirnya kau tahu juga” berkata Siauw Cap it-long sambil tertawa.

Mata si Raja Garuda Lengan Satu kembali menatap wajah Siauw Cap it-long, seolah olah ketemu dengan setan, dari mulutnya menghembuskan suara seperti orang bernapas kemudian menggumam:

“Baik, Siauw Cap it-long, apakah kau baik?” ” ...Ya, aku sekarang tidak sakit” Si Raja Garuda Lengan Satu kembali pendelikan mata kepadanya, dengan mendadak tertawa besar.

Kalau ia tidak tertawa itu masih baik, tapi karena sudah tertawa lukanya malah dirasakan semakin sakit, hingga keringat dingin dengan cepat mengucur keluar, tetapi ia masih terus tertawa tidak berhentinya, entah apa sebenarnya yang ia ingat.

Siauw Cap it-long percaya dalam hidupnya ini, barangkali belum pernah tertawa demikian, maka ia lalu bertanya padanya:

“Apa kau merasa gembira?”

“SUdah tentu aku gembira, hanya disebabkan Siauw Cap it-long juga sama dengan aku, juga bisa tertipu oleh akal muslihat orang lain” berkata si Raja Garuda Lengan Satu dengan naps memburu.

“oh”

Tubuh si Raja Garuda sudah mulai berkerinjit ia menahan sakit sambil mengertek gigi, katanya dengan suara serak:

“Tahukah kau bahwa golok yang kau rampas itu adalah golok paslu ?”

“Sudah tentu aku tahu, akan tetapi kau... bagaimana kau tahu ?”

“Dengan kepandaian tiga binatang kecil itu, bagaimana dapat mengelabui mataku terus terusan!’

“Justru lantaran kau mengatahui rahasia mereka, maka itu mereka barulah hendak membunuhmu !” “Itu memang benar”

Siauw Cap it-long menghela napas, kemudian baru berkata : “Dengan orang orang yang mempunyai kedudukan baik seperti Thio Bu Kek, Hay lengcu dan TO Siao Thian bertiga, bagaimana lantasan sebilah golok talah menempuh bahaya demikian besar ? Sehingga... sayang nama baik, kedudukan baik, rumah tangga dan nyawanya dipertaruhkan semuanya? Apalagi, golok hanya sebilah sedang orangnya ada tiga, bagaimana harus membaginya ?’

SI Raja Garuda Lengan Satu batuk batuk tidak berhentinya, alam baru berkata :

“Mereka senridi... tidak menginginkan golok itu "

“Jadi siapa yang menghendaki ? Apakah dibelakang mereka masih ada orang yang memerintah ?”

Batuk si Raja Garuda Lengan Satu semakin keras, sudah mengeluarkan darah.

“Orang itu ternyata dapat memerintahkan Thio Bu Kek, To Siao Thian dan Hay lengcu dengan sesuka hatinya, siapakah dia sebenarnya”

SI Raja Garuda Lengan Saru dengan menggunakan tangannya yang tinggal satu menunjang mulutnya, ia berusaha sadapat mungkin untuk menelan kembali darah yang hendak keluar dari mulutnya, ia hendak mengeluarkan nama orang itu, tetapi hanya baru menyebut satu huruf, darah segar sudah menyembur keluar dari mulutnya tak tertahankan lagi.

Siauw Cap it-long menghela napas, selagi hendak membimbingnya dan supaya bisa mengucapkan kata kata lagi, tetapi justru pada saat itu badannya mendadak melompat sebentar sudah menghilang keatas pohon. justru pada saat itu, sudah ada tiga orang masuk kedalam rimba yang gelap itu.

Dalam dunia ini ada banyak orang yang memiliki daya kemampuan yang sangat aneh, seolah olah selalu dapat mengendus bau maut atau tahu bahaya, meskipun matanya tidak melihat, juga telinganya tidak mendengar, tetapi kalau sedang ada bahaya mengancam, selalu dapat menghindarkan ancaman bahaya itu pada saat bahaya akan tiba.

Orang macam itu jikalau menjadi pembesarnegeri pasti menjadi seorang pembesar negeri yang kesohor, jikalau dimedan perang,pasti akan meupakan jendral yang tangkas, jikalau ceburkan diri dikalangan Kang-ow juga pasti bisa malang melintang didunia kang-ow, dan menjadi seorang pendekar tanpa tandingan.

Siauw Cap it-long juga orang yang mempunyai daya kemampuan aneh semacam itu, orang semacam ini sekalipun tidak bisa hidup lebih lama dari pada orang lain, tetapi walaupun mati, kematiannya juga lebih berharga dari pada orang lain.

Tiga orang yan baru masuk kedalam rimba tadi, kecuali Hay lengcu dan To Siao Thian, masih ada lagi, seorang berpakaian jubah jihau yang tampaknya seperti orang sastrawan lemah, orang ini tidak tinggi tubuhnya, wajahnya tidak menunjukkan sedikitpun sikap ramah tetapi biji matanya kalau bergerak sangat hidup, jelas bahwa wajah orang itu mengenakan kedok kulit manusia yang dibuat sangat indah.

Gerakannya juda tidak lebih gesit dari pada To Siauw Thain atau Hay lengcu, tetapi gerakannya itu tenang, seolah olah sedang berjalan ditaman bunga, langkahnya itu tenang namun bertenaga.

Wajahnya meskipun disembunyikan hingga kehilatannya menakutkan, tetapi separang matanya yang hidup membuat ia menunjukkan daja penariknya yang sangat aneh, hingga menimbulkan orang memperhatikannya tanpa disadari olehnya sendiri.

Tetapi apa yang paling menarik perhatian Siauw Cap it-long, adalah sebilah golok yang tergantung dipinggangnya, golok ini berikut gagangnya tidak lebih dua kaki panjangnya, sarungnya dan gagangnya bentuknya sederhana, juga tidak dihiasi benda benda yang menyolok dan menarik, golok masih belum keluar dari sarungnya, hingga tidak dapat dilihat tajam atau tidak.

Akan tetapi Siauw Cap it-long hanya melihat sekejap mata saja, sudah dapat membedakan bahwa golok ini ada mengandung hawa dan wibawa yang dapat membuat terbang semangat orang.

Apa golok itukah yang dinamakan golok Kwa-liok-to ?

Thio Bu Kek, Hay Lengcu dan To Siao Thiam, dengan tidak sayangi namanya sendiri akan hancur menjaga rapat golok Kwa-liok-to ini. Apakah golok itu akan diberikan kepada orang ini?

Siapakah dia? Ada mempunyai pengaruh apa dia hingga dapat membuat Thio Bu Kek dan lain lainnya demikian dengar kata kepadanya?

Suara batuk batuk si Raja Garuda Lengan Satu perlahan lahan sudah mulai lemah hingga hampir tidak kedengaran lagi.

Hay Lengcu dan Tio Siao Thian saling berpandang sejenak, menarik napas panjang.

“Mahluk tua aneh ini sungguh panjang nyawanya, ternyata bisa melarikan diri sampai disini” berkata To Siao Thian sambil tertawa :

“Betapapun panjang umur orang, juga tidak sanggup menahan pedang dan dua tangan dari kita !” berkata Hay Lengcu dingin.

“Sebetulnya dengan adanya pukulan Siao Kongcu tadi, sudah cukup untuk memindahkan nyawanya, sama sekali tidak perlu kita turut campur tangan” berkata To Siao Thian sambil tertawa.

Orang berjubah hijau ini mungkin agaknya tertawa, katanya dengan suara lemah lembut :

“Benarkah ?”

Perlahan lahan ini berjalan menghampiri si Raja Garuda Lengan Satu, dengan mendadak tangannya bergerak, dan golok sudah keluar dari sarungnya.

Golok itu memancarkan sinar hijau muda tetapi tidak begitu menyilaukan mata.

Golok itu hanya tampak memancarkan sinar sekelebatan, dalam sekejap batok kepala si Garuda Lengan Satu sudah berpisah dari kepalanya.

Orang berjubah hijau melihat sajapun tidak, ia hanya mengawasi golok ditangannya.

Golok hanya tampak sinarnya yang berwana jihau muda, tetapi tidak tampak tanda darah.

Orang muda berjubah hijau itu menghela napas perlahan dan berkata :

“Golok bagus, benar benar golok luar bisa bagusnya”

Orang sudah mati, ia masih tega hati memenggal kepalanya, betapa kejam tindakan itu, benar benar jarang ada, sehingga orang seperti Hay Lengcu dan lain lain juga lentas berubah wajahnya.

Siao Kong cu yang sangat misteri

Orang berjubah hijau itu perlahan lahan masukkan goloknya kedalam sarungnya, lalu berkata :

“Suhu dahulu pernah mengajarkan kepada kita, jikalau hendak membuktikan seseorang sudah mati benar benar atau belum, hanya ada satu cara ialah penggal dan seriksa dulu batok kepalanya”

Sepasang matanya memandang To Siao Thian dan Hay lengcu, kemudian berkata lagi dengan suara lemah lembut :

“Coba kalian katakan, ucapan ini ada benarnya atau tidak ?”

To Siao Thian memperdengarkan suara batuk batuknya dua kali, katanya sambil tertawa yang dibuat buat:

“Ada benarnya, ada benarnnya... "

“Ucapan yang keluar dari mulut suhuku, sekalipun tidak ada benarnnya, djuga harus diakui ada benarnnya, betul tidak ?” bertanya pula siorang berjubah hijau.

“Benar, benar, benar, benar sekali” berkata Tio Siao Thian.

Orang berjubah hijau itu memperdengarkan suara tertawanya lagi kemudian berkata pula :

“Ada orang mengucapkan perkataan baik tentak suhuku, aku selalu merasa gembira jikalau kau hendak membuat aku merasa gembira, seharusnya kau banyak mengucapkan kata kata yang baik baginya dihadapanku”

Siao kongcu sungguh suatu nama yang sangat aneh.

Orang berjubah hijau ini ternyata bernama Siao Kongcu.

Dilihat dari matanya, didengar dari ucapannya, sudah dapat diketahui bahwa usianya masih sangat muda, tetapi orang orang sudah berusia limapuluh enam tahunan seperti To Siao Thian dan Hay Lengcu, demikian merendahkan dirinya, ini sesungguhnya merupakan suatu kejadian yang sangat ganjil.

Tampaknya ia seperti seorang yang lemah lembut, tetapi untuk memenggal batok kepala orang yang sudah mati, ia masih tidak pendang mata sedikitpun juga.

Siauw Cap it-long yang menyaksikan itu semua, diam diam menghela napas, ia benar benar tidak dapat menduga asal usul dari orang itu.

“Mungkin sudah demikian kejam dan ganasnya, entah bagaimana orangnya yang dikatakan sebagai suhunya itu?” demikian Siauw Cap it-long bertanya tanya kepada dirinya sendiri.

Ini benar benar merupakan suatu hal yang tidak dapat diukur dengan pikiran manusia,hingga ia tidak berani memikirkan lagi.

Terdengar pula suara Siao Kongcu yang berkata:

“Sekarang meskipun SU-Khong Cu sudah mati, tetapi kita masih ada tugas lain yang harus dilakukan, betul tidak ?”

“Ya " menjawab To Siao Thian.

“Itu tugas apa ?”

To Sioa Thian mengawasi Hay lengcu sejenak, baru berkata : ” Ini... "

“Apa kau tidak dapat memikirkan ?”

“Tidak : menjawab TO Siao Thian sambil tertawa getir.

‘Dengan usia kalian yang sudah demikian lanjut, urusan sepele ini saja tidak dapat memikirkan, sesungguhnya sangat aneh !” berkata Siao Kongcu sambil menghela napas.

“Aku sudah tua hingga suka menjadi linglung, harap Kongcu suka memberi penjelasan” Berkata TO Siao Thian sambil tertawa getir.

“dengan sebenarnnya, kalian memang benar seharusnya banyak belajar dari aku " kata Siao Kongcu sambil menghela mapas.

Usia To Siao Thian dan Hay lengcu, paling sedikit masih lebih dua kali lipat dari usia Siao Kongcu, tetapi ia telah pandang mereka seperti anak kecil, dan lain lainnya ternyata juga benar benar dengar kata seperti anak kecil.

Siao Kongcu kembali menarik napas, baru berkata lagi:

“Sekarang kutanya padamu, Su-Khong Cu sudah banyak tahun melang melintang di dunia Kang-ouw, dan kini telah binasa secara mendadak, apakah hal itu tidak menimbulkan perasaan curiga orang ?”

“Ya " jawab To Sioa Thian.

“Nah, Kalau ada orang merasa curiga, sudah pasti ada orang yang harus pergi menyelidiki, dengan cara bagaimana Su-Khong Cu bisa binasa, dan siapa yang membunuhnya !’

“Benar " Siao Kongcu mengedip ngedipkan matanya, tanyanya pula :

“Kalau begitu, aku tanya padamu lagi, siapa sebetulnya yang membunuh Su Kongcu ini ? tahukan kau ?”

Kecuali Siao KOngcu, masih ada siapa lagi yang memiliki kepandaian demikian tinggi ?”

Menjawab To Siao Thian sambil tertawa.

Sepasang mata Siao Kongcu mendadak dipendelikkan, katanya :

“Kau kata Su-Khong CU aku yang membunuh ? kau lihat ! apakah aku ini mirip dengan seorang pembunuh ?”

To Siao Thian tercengang katanya :

“Bu... bukan... "

Kalau bukan aku yang membunuh, apakah kau ?

To Siao Thian menyeka keringatnya, katanya :

“Su-Khong Cu denganku tidak apa permusuhan dan tidak ada ganjalan sakit hati, mengapa aku harus membunuh dia ?”

“Itulah ! jikalau kau kata bahwa kau yang membunuh Su Khong Cu, dalam dunia Kang-ouw, masih akan tetap merasa curiga, orang akan tetap mesih hendak mengadakan penyelidikan dulu !”

Hay Lengcu yang sejak tadi diam saja, kini juga bicara, katanya :

“AJu juga tidak membunuh dia "

“Sudah tentu kaupun tidak bisa membunuh dia, lalu siapakah yang membunuh Su-Khong Cu ini ?” bertanya Siao Kongcu.

To Siao Thian, Hay Lengcu saling berpandangan, mereka tak dapat menjawab.

Siao Kongcu berkata pula sambil menghela napas :

“Percuma kalin masih mempunyai mata, bagaimana tidak dapat melihat Siaw Cap it-long ?”

Ketika ucapan itu keluar dari mulut Siao Kongcu, Siauw Cap it-long benar benar sangat terkejut.

“Apakah orang ini sudah melihat diriku ?”

Demikian ia bertanya tanya kepada dirinya sendiri.

Untung pasa saat itu Siao Kongcu sudah berkata lagi :

“Tadi toch sudah jelas adalah Siauw Cap it-long yang memenggal batok kepala Su-khong Cu dengan goloknya, dan golok yang digunakan itu bukanlah justru golok Kwa-Liok-to ?”

Sepasang mata To Siao Thian mendadak bersinar terang, lalu katanya dengan suara garang :

“Benar, Benar ! Aku tadi juga menyaksikan dengan jelas bahwa Siauw Cap it-long membunuh SU-Khong Cu dengan goloknya, bahwa golok yang digunakan itu benar adalah golok Kwa-liok-to. Cuma sayang usiaku sudah terlalu lanjut hingga mataku lamur, hampir saja aku lupa "

“Ungutn kau masih belum lupa benar benar, hanya... meskipun Su-khong Cu dibunuh oleh Siauw Cap it-long, tetapi orang orang dalam dunia Kang-ouw sebaliknya tidak tahu, sekarang bagaimana ?”

“Ini... kita benar benar harus mencari suatu akal supaya orang dunia Kang-ouw mengetahuinya " Berkata TO Siao Thian.

“Sedikitpun tidak salah, kau sudah mendapatkan akal apa ?”

“Untuk sementara masih belum dapat memikirkan " berkata TO Siao Thian sambil mengerutkan alisnya.

Siao Kongcu menggeleng gelengkan kepala dan berkata

“Sebetulnya akal ini sederhana sekali. Kau lihatlah !”

Golok pusakanya itu kembali keluar dari sarungnya, hanya tampak berkelebatannya sinar hijau, sudah mengupas kulit sebuah pohon, katanya :

“Darah Su-Khong Cu masih belum terlalu dingin, kau lekas robek pakaiannya, lalu basahi dengan darahnya dan tulislah beberapa huruf diatas pohon ini, aku akan membacakan bunyinya, dan kau yang menulis. Mengertikah ?”

“Baik " menjawab To Siao Thian yang begitu cepatnya menuruti perintahnya.

“Kau tulis dulu begini mula mula : Memotong menjangan tidak lebih baik dari pada memotong kepala orang, bisa menggunakan golok ini untuk memenggal kepala orang seluruh negeri bukankah amat menyenangkan ?...

Kemudian dibawahnya kau tulis nama Siauw Cap it-long. Dengan demikian, maka orang orang seluruh negeri, semua akan tahu bahwa perbuatan ini siapa yang melakukan. Kau kata akal ini bukankah sangat sederhana sekali ?”

TO Siao Thian berkata sambil menepuk tangan :

“Bagus bagus; Kong Cu benar benar seorang pandai, bukan saja pandai ilmu silat, juga pandai segala akal. Beberapa patah kata ini juga sepertu jauh keluar dari mulut Siauw Cap it-long sendiri "

“Aku juga tidak perlu lagi merendahkan diriku, karena kata kata ini kecuali aku, siapa lagi yang bisa memikirkan ?” berkata siao Kongcu sambil tertawa.

. . . . . .

Siauw Cap it-long yang mendengar dan menyaksikan itu semua, dadanya dirasakan seperti mau meledak.

Kongcu itu meskipun usianya belum tua tetapi akal muslihatnya yang demikian jahat dan keji, rasanya masih diaras orang yang lebih tua usianya dan sudah banyak pengalaman dalam kejahatan, jikalau dibiarkan ia hidup beberapa tahun lagi, orang orang dikalangan Kang-ouw berangkali akan mati ditangannya semua.

Sementara itu sudah terdengar suara Siao Kongcu yang bertanya lagi :

“Sekarang apakah urusan kita sudah selesai semua ?”

“Boleh dikata selesai sebagian " menjawab To Siao Thian memperdengarkan suara batuk batuknya hingga dua kali, lalu berpaling dan membuang ludah kearah lain, sedang Hay Lengcu wajahnya sudah berubah, karena tidak dapat lagi menahan emosinya, ia lalu berkata :

“Apakah masih perlu membelah batok kepala Su-khong Cu ini lagi”

“Itu juga tidak perlu, tapi jikalau secara kebetulan Siaw Cap it-long liwat disini, dan menyaksikan jenazah SU-Khong Cu, menyaksikan pula tulisan diatas pohon, coba kau pikir, apa kiranya yang akan dilakukannya ?” bertanya Siao Kongcu sambil tertawa dingin :

Hay Lengcu dan To Siao Than demikian tercengang sampai bungkan terus.

Siao Kongcu nerkata pula :

“Jikalau ia bukan seperti kalian demikian bodoh, pasti akan memapas tulisan diatas pohon itu, lalu memindahkan lagi janazah Su Khong Cu kelain tempat, dengan demikian, bukankah semua usaha kita akan tersia sia belaka ?”

“Benar, kita ternyata belum memikirkan sampai disitu " Kata To Siao Thian.

“inilah sebabnya mengapa kalian harus dengar ucapanku, sebab kalian sebetulnya tidak secerdik aku "

“Menurut pikiran Kongcu bagaimana kita harus berbuat selanjutnya ?” bertanya To Siao Thian.

“Akal ini sebetulnya juga sangat mudah dan sederhana sekali, benarkah kalian tidak dapat memikirkan ?”

To SIao Thian hanya tertawa getir sebagai jawabannya. Siao Kongcu menggelengkan kepala dan berkata sambil menghela napas :

“Kau takut dia akan mengupas tulisan dibatang pohon, apakah kau sendiri tidak bisa mengupas lebih dulu ?”

“Akan tetapi... "

“Kau mengupas kulit pohon yang ada tolisannya itu, lalu antarkan keperkampungan keluarga Sim, disana sekarang ini masih ada banyak orang, kau boleh suruh mereka menyaksikan kematian Su Kong CU !”

Ia tertawa, katanya lagi "

“Ada demikian banyak mata orang yang menyaksikan, sekalipun Siaow Cap it-long lompat kedalam sungai Hoang ho, juga tidak dapat menyuci bersih penasarannya... coba kalian katakan, akal ini baik atau tidak ?”

To Siao Thian menarik napas panjang, lalu berkata "

“Akal Kongcu yang demikian teliti, benar benar tidak dapat dibandingkan dengan orang lain "

“Kau juga tidak perlu mengumpak diriku, asal selanjutnya dengar kataku juga sudah cukup”

Mendengar ucapan itu, bukan saja To Siao Thian dan Hay Leng cu semua pada takluk benar benar, sedangkan Siauw Cap it-long sendiri tak mau mengagumi Siao Kongcu itu, yang sesungguhnya mempuyai banyak akal keji.

DIa benar benar belum pernah ketamu dengan seorang yang demikian baik. cacad paling besar Siauw Cap it-longialah : Urusan yang semakin sulit dan semakin berbahaya ia semakin hendak melakukannya, orang semakin hebat, ia semakin ingin menghadapinya.

Sementara itu sudah terdengar Siao Kongcu berkata pula "

“Kalian setelah berkunjung keperkampungan keluarga Sim, aku masih ada beberapa urusan hendak kalian minta kalukan sekalian !”

“Harap perintahkan saja " berkata to Siao Thian.

“Aku hendak minta kalian mencari keterangan tentang istri Lian Seng Pek, ialah Sim Pek Kum, kapan akan pulang kerumah mertuanya? apakah Lian Pek Kun akan berjalan bersama sama ? dan kapan siap melakukan perjalanan ?”

“Ini sebaliknya tidak terlalu susah, hanya... " berkata To Siao Thian.

“Apakah kau ingin bertanya padaku, apa sebab hendak mencari keterangan tentang dia ia? apakah lantaran kau tidak berani menanyakan terus terang, hingga kau hanya mengucapkan sepotong saja ? betul tidak begitu ?”

“Aku tidak berani, hanya... "

“Kembali hanya, hanya saja, sebetulnya kalau kau tanya padaku juga tidak halangan aku boleh beritahukan padamu, maksudku keluar pintu kali ini, ialah hendak membawa pulang dua rupa barang, satu diantaranya sudah tentu golok Kwa Liok to,danmasih ada satu lagi ? itu adalah perempuan tercantik dalam rimba persilatan, Sim Pek Kun !”

Wajah To Siao Thian berubah sesaat, ia agak tidak bisa bernapas.

“Ini ada urusanku, kau takut apa ?” berkata Siao Kongcu sambil tertawa.

“Kepandaian ilmu silat san ilmu pedang Lian Seng Pek, kongcu mungkin belum pernah lihat, menurut apa yang kutahu, orang ini menyembunyikan rahasia semua kepandaiannya, tidak mau menonjol nonjolkan kepada orang lain, bahkan... "

“Kau tidak perlu mengatakan lagi, aku juga tahu Lian Seng Pek bukan orang yang gampang gampang dihadapi, maka aku masih perlu minta bentuan kalian”

To Siao Thian menyeka keringatnya yang membasahi sekujur tubuhnya, lalu katanya:

“Asal,,, asal aku sanggup melakukan, Kongcu perintahkan saja "

“Kau juga tidak perlu menyeka peluhmu, urusan ini tidak terlalu susah...

“Lian Seng Pek kupikir pasti bisa mengantar istrinya pulang, maka itu kalian harus memikirkan suatu daya upaya, untuk menipu ia pergi kelain tempat”

To Siao Thian kembali harus menyeka keringatnya, katanya sambil tertawa getir :

“Lian Seng Pek suami istri demikian dapan cinta kasihnya, barangkali... "

...apa kau takut ia tidak bisa kena terpancing ?”

“Barangkali tidak mudah”

“Jikalau diganti dengan aku, sudah tentu aku juga tidak suka berpisah dengan istri yang cantik bagaikan bidadari itu. Tetapi bagaimanapun besarnya seekor ikan, kita toch perlu mencari akal supaya ikan itu terpancing oleh kita, bukan ?”

“AKal apa ?”

“Hendak memancing kakap harus menggunakan umpan!”

“mana umpannya ?”

“Lian Seng Pek mempunyai harta benda tidak terhitung jumlahnya, ia memiliki kepandaian ilmu surat dan ilmu silat yang sempurna semua, dalam usia sangat muda namanya sudah kesohor diseluruh negeri, dan ia juga sudah menikah dengan Sim Pek Kun seorang istri bijaksana dan cantik molek, coba kau kata, ia seorang masih pikirkan apa lagi ?”

“Menjadi orang sudah seperti ia begitu, seharusnya juga merasa puas” menjawab To Siao Thian sambil menarik napas lega.

“Hati manusia selamanya tidak bisa merasa puas, ia sekarang ini sedikinya masih ingin mendapatkan sebuah barang”

“APakah golok Kwa-liok-to yang kau maksudkan ?’

“Kecuali golok Kwa-liok-to, aku benar benar tidak dapat memikirkan didalam dunia ini masih ada barang mujijat apa yang dapat menggerakkan hatinya”

“Hanya satu... itu adalah batok kepala Siauw Cap it-long !’

Mata To Siao Thian terbuka lebar, katanya sambil tepok tangan :

“Benar, mereka semua tentu menganggap bahwa golok pusaka itu terjatuh ditangan Siauw Cap it-long, jikalau ia dapat membunuh Siauw Cap it-long, bukan saja namanya semakin kesohor, goloknya juga akan menjadi miliknya !’

“Benar ! Maka dari itu,buat memancing kakap seperti Lian Seng Pek ini, harus menggunakan Siauw Cap it-long sebagai umpannya”

“Tetapi kakap ini bagaimana bisa terpancing ? masih perlu petunjuk Kongcu "

Siao Kongcu menggeleng gelengkan kepala dan berkata sambil menghela napas :

“APakah akal ini kalian masih belum mengerti ? Asal kalian beritahukan kepada Lian Seng Pek, katakan bahwa kalian sudah tahu dimana jejaknya Siauw Cap it-long, sudah tentu Lian Seng Pek juga akan segera mau turut kalian pergi”

Sepasang mata memandang To Siao Thian dan mulutnya tersungging senyuman menyindir, katanya pula:

“Orang seperti Liang Seng Pek ini, jikalau lantaran nama baik dan kedudukan, walaupun harus pertaruhkan nyawa sendiri juga akan melakukan, apalagi isterinya. Sudah tentu akan dikesampingkan.

“Kalau demikian halnya, menikah dengan orang semacam Lian Seng Pek ini, juga tidak terlalu beruntung.”

“Sedikitpun tidak salah. Jikalau aku seorang perempuan, aku lebih suka menikah dengan Siauw Cap-it-long, juga tidak suka menikah kepada Lian Seng Pek.”

“Oh?”

“Orang semacam Siauw Cap-it-long ini jikalau jatuh cinta kepada seseorang, kadang-kadang ia tidak perdulikan se-gala2nya, selalu cinta dan membela sang isteri, sedangkan Lian Seng Pek adalah seorang yang terlalu banyak pikir, menjadi isteri seorang semacam dia ini sesungguhnya tidaklah mudah.”

Teriknya matahari dimusim kemarau begitu hebatnya, kulit serasa dibakar.

Dibawah sebuah pohon besar yang daunnya rindang, ada seorang tukang menjual arak pikulan, araknya dingin, dapat digunakan untuk menghilangkan dahaga, juga boleh digunakan untuk menghilangkan rasa ketagihan arak, disamping arak, masih ada kacang goreng, telur pindang, meskipun rasanya belum tentu enak, tetapi buatannya cukup bersih.

Penjual arak itu adalah seorang tua jang rambutnya putih, hidungnya istimewa, merah sekali seperti dipoles dengan warna merah, ditilik dari hidungnya yang merah dapat diketahui bahwa penjual arak itu sendiri pasti adalah seorang yang gemar minum arak juga.

Pakaian tukang jual arak itu meskipun mesum, tetapi wajahnya menunjukkan sikapnya yang selalu gembira, se-olah2 sudah menerima nasib dengan keadaannya itu. Bagi orang lain meskipun menganggap bahwa penghidupan orang tua itu tidak seberapa baik, tetapi ia sendiri sebaliknya sudah merasa puas.

Siauw Cap-it-long selamanya senang bergaul dengan orang demikian.

Seseorang hidup didalam dunia, asal bisa hidup dengan senang gembira, itu sudah cukup, perlu apa memikirkan dan mempedulikan orang lain? Siauw Cap-it-long ingin mengobrol dengan orang tua penjual arak itu, tetapi orang tua itu sebaliknya ada sedikit acuh tak acuh terhadapnya.

Maka itu Siauw Cap-it-long juga hanya minum araknya saja untuk menghilangkan rasa dahaganya.

Minum arak seperti main catur, ia sendiri seperti main kepada dirinya sendiri, sudah tentu keadaan demikian itu sangat tidak enak, minum arak dengan seorang diri juga sebetulnya kurang menyenangkan, Siauw Cap-it-long selamanya tidak suka minum arak seorang diri.

Akan tetapi, tempat itu justru merupakan tempat sepi ditepi jalan persimpangan tiga, ia sudah menduga pasti bahwa kereta Sim Pek Kun, pasti akan melalui jalan persimpangan tiga itu. Ia duduk ditempat itu, bukanlah se-mata2 hanya hendak minum arak saja.

Digunakan sebagai umpan kakap oleh orang lain, bukanlah suatu hal jang enak. Siauw Cap-it-long hari itu setelah mendengar percakapan antara orang berjubah hijau dengan To Siao Thian, hampir saja tidak sanggup menahan hawa amarahnya, dan hampir saja ia unjuk muka dan bertempur dengan Siao kongcu itu.

Akan tetapi ia sudah banyak tahun berkecimpungan didunia Kang-ouw, sudah belajar dan mengerti betul apa artinya menunggu, ia tidak peduli melakukan perbuatan apa, selalu mau menunggu sehingga pada saat yang paling baik.

Siauw Cap-it-long sudah minum arak dari cawan yang ketujuh, dan kini sedang minum buat yang kedelapan kalinya.

Orang tua hidung merah mengawasi padanya dengan mata menyipit, sedang mulutnya berkata sambil ter-tawa2:

“Apakah masih mau minum lagi? Kalau kau mau minum lagi barangkali tidak bisa berjalan.”

“Tidak bisa berjalan ja tidur disini, itu apa salahnya? Bisa tidur dialam terbuka, nanti begitu sadar dari mabukku, rasanya lebih segar!” menjawab Siauw Cap-it-long sambil tertawa.

“Apa kau tidak lekas ingin pulang?”

“Pulang kemana? Aku sendiri juga tidak tahu dari mana aku datang, kau suruh aku pulang kemana?”

Orang tua hidung merah itu menghela napas, sedang mulutnya menggumam:

“Orang ini barangkali sudah mabuk, hingga ucapannya tidak keruan.”

“Penjual arak bukankah mengharap orang lain bisa mabuk araknja? Lekas tuangkan lagi secawan.”

Orang tua hidung merah hanya menyahut: “Baik,” selagi hendak menuangkan lagi araknya, dari satu jalanan tiba2 tampak serombongan orang yang lari mendatangi.

Sepasang mata Siauw Cap-it-long segera menjadi terang, pula dirinya sedikit rasa mabukpun tidak ada.

MEMBURU MANUSIA

SEROMBONGAN orang itu, diantaranya ada yang membawa burung diatas bahunya, ada yang membawa anjing dengan rantai ditangannya, semuanya berpakaian ringkas, membawa pedang dan busurnya, dipelana kudanya masih membawa barang2 untuk berburu, jelas mereka itu tentunya habis pulang dari berburu.

Saat itu memang saat jang paling baik untuk berburu.

Dikuda pertama duduk seseorang yang tampaknya seperti kanak2, dilihat dari jauh orang itu wajahnya putih seperti pupur sedang pakaiannya sangat perlente, kudanya juga seekor kuda pilihan. Anak muda itu tampaknya seperti anak seorang hartawan.

Kakek hidung merah juga tahu bahwa dagangannya bakal laku, maka semangatnya terbangun dengan segera. Sebaliknya dengan Siauw Cap-it-long, ia tampaknya agak kecewa sebab itu bukanlah orang yang sedang ditunggu.

Waktu itulah si kakek hidung merah mulai ber-kaok2 memprogandakan araknya:

“Arak daun bambu hijau enak rasanya, harum baunya, minum satu cawan semangat terbangun, dua cawan semangat cukup, tiga cawan se-olah2 menjadi dewa.”

Siauw Cap-it-long yang mendengar ucapan itu lalu berkata sambil tertawa:

“Aku sudah minum tujuh cawan mengapa sedikit semangatpun tidak ada? Malah sebaliknya aku kini rasanya sangat mengantuk dan ingin tidur.”

Kakek hidung merah pendelikkan mata kepadanya, untung waktu itu rombongan orang berkuda itu per-lahan2 sudah berhenti, anak muda yang menunggang kuda pertama itu sudah berkata sambil tertawa:

“Kalau kita pulang masih memerlukan perjalanan jauh, marilah kita singgah untuk minum dulu dua cawan arak disini, tampaknya araknya boleh juga.”

Anak muda itu mukanya bulat, matanya lebar, mulutnya kecil, kulitnya putih dan halus, kalau ketawa dikedua pipinya tampak tegas lesungnya, benar-benar sangat menarik dan menyenangkan.

Siauw Cap-it-long mengawasi lagi kepadanya, dalam dunia ini memang banyak anak muda keturunan orang kaya, tetapi yang dilihatnya menyenangkan jumlahnya tidak banyak, dan anak muda keturunan orang kaya yang menyenangkan lagi pula tidak sombong dan bertingkah jumlahnya lebih sedikit lagi.

Anak muda keturunan orang kaya itu ternyata juga memperhatikan Siauw Cap-it-long.

Baru saja orang2nya menggelar tikar untuk duduk, ia tiba2 berkata kepada Siauw Cap-it-long:

“Dari pada senang2 seorang diri, ada lebih baik kalau senang2 ber-sama2. Kawan ini maukah minum ber-sama2 dengan kami?”

“Bagus sekali. Namun disakuku hanya tinggal uang untuk delapan cawan arak saja, aku sedang memikirkan dimaan uangnya untuk cawan kesembilan, jikalau ada orang mengundang, benar-benar sangat baik sekali,” berkata Siauw Cap-it-long sambil tertawa.

Anak muda itu tertawa semakin gembira, katanya:

“Tak kusangka kawan ini ternyata demikian gemar minum arak. Lekas, lekas sediakan arak lagi!” Kakek hidung merah terpaksa menuang araknya lagi, namun ia pendelikkan matanya kepada Siauw Cap-it-long sedang mulutnya menggumam:

“Ada arak, lalu minum tidak menggunakan uang, kali ini barangkali kau akan lebih cepat mabuk.”

“Orang hidup masih bisa mabuk arak, itu namanya tidak mengecewakan hidupnya, apalagi kalau bisa mabuk lebih cepat, itu ada lebih baik, silahkan minum!” berkata Siauw Cap-it-long sambil tertawa.

Suara silahkan itu baru saja keluar dari mulutnya, secawan arak sudah tidak kelihatan lagi.

Orang lain kalau minum arak tentu diminumnya sedikit2 dan per-lahan2, tetapi Siauw Cap-it-long kalau minum arak dituang begitu saja, asal kepala didongakkan, secawan arak sudah masuk ditenggorokannya dan tidak tinggal setetespun juga.

Pemuda itu berkata sambil tepuk tangan dan tertawa:

“Kamu semua sudah lihat atau belum? Betapa cepatnya kawan ini minum arak.”

“Jikalau mereka belum lihat, aku bersedia minum beberapa cawan lagi,” berkata Siauw Cap-it-long.

“Kawan ini bukan saja kuat minum tetapi juga sangat menyenangkan, entah siapa nama tuan yang mulia?”

“Kau dan aku ketemu dijalan, kau mengundang aku minum arak, sehabis minum aku jalan lagi. Jikalau aku tahu namamu, dalam hati tentunya akan timbul perasaan terima kasih, dikemudian hari mau tak mau aku harus mengundang minum kau sekali, dengan begitu, maka arak yang kuminum sekarang ini sudah tidak menggembirakan lagi, maka itu tentang namaku … tidak perlu kuberitahukan padamu, sebaiknya kau juga jangan beritahukan namamu padaku.”

“Benar, benar, benar!”

“Kau dan aku kali ini bisa minum se-puas2nya ditempat ini, sudah boleh dikatakan ada jodoh, mari, mari, mari … telur pindang ini tampaknya boleh juga, dengan telur pindang sebagai kawan arak, mabuknya agak lambat dan araknya juga boleh minum lebih banyak,” berkata pemuda itu sambil tertawa.

“Benar, benar! Kita mabuk terlalu cepat juga tidak ada artinya,” menimpali Siauw Cap-it-long sambil tertawa.

Ia lalu mengambil sebutir telur pindang, dengan mendadak ia angkat tangannya dan telur itu dilontarkan tinggi2, setelah itu ia mendongakkan kepalanya, dan membuka lebar mulutnya, telur yang meluncur turun dari atas masuk kedalam mulutnya, hanya dengan beberapa kali kunyahan saja, telur itu sudah masuk kedalam perutnya.

“Kawan, kau bukan saja bisa minum cepat, makan telurmu juga cepat …” berkata pemuda hartawan itu.

“Hanya disebabkan aku tahu sendiri bahwa kematianku juga lebih cepat daripada orang lain, maka itu tidak peduli melakukan urusan apa saja, aku tidak berani mem-buang2 waktu,” berkata Siauw Cap-it-long sambil tertawa.

Pemuda itu paling banter juga baru berusia empat lima belas tahun, tetapi kekuatannya minum arak sangat mengejutkan, Siauw Cap-it-long menenggak secawan, dia juga bisa menemani secawan, bahkan minumnya juga tidak perlahan.

Orang2 yang mengikuti dirinya semuanya gesit-gesit, bersemangat tinggi dan tubuhnya tegap2 tetapi tiada satupun yang kuat minum arak seperti dia.

Mata Siauw Cap-it-long sudah mulai menyipit, lidahnya juga dirasakan mulai tebal, nampaknya sudah ada tujuh delapan puluh persen bagian mabuk, orang yang sudah mabuk tujuh delapan puluh persen, miunmnya pasti lebih banyak dan lebih cepat.

Orang yang sudah mulai mabuk tujuh puluh delapan puluh persen, hendak tidak minum arak lagi juga sudah merasa susah.

Begitulah, Siauw Cap-it-long akhirnya mabuk juga.

Pemuda hartawan itu menarik napas dan berkata sambil menggelengkan kepala:

“Kekuatannya minum arak ternyata juga tidak seberapa hebat, ini benar2 sangat mengecewakan.”

Kakek hidung merah waktu itu baru kedengaran suaranya, berkata sambil tertawa:

“Dia sendiri tadi pernah kata bahwa kalau sudah mabuk ia akan tidur ditempat ini, mati juga tidak halangan.”

Pemuda itu pendelikkan mata kepadanya dan berkata:

“Bagaimanapun juga ia adalah tamuku, bagaimana boleh dibiarkan tidur ditempat ini?”

Ia lalu melambaikan tangannya memerintahkan orang-orangnya, katanya:

“Jaga kawan ini, tunggu setelah kita berjalan, bawa sekalian dia pulang.”

Pada saat itu, matahari masih belum menyelam kebalik gunung, namun dijalan raya tidak tampak orang berjalan lagi.

Pemuda itu agaknya merasa kurang gembira, dengan menggendong sepasang tangannya, matanya memandang kearah jauh, tiba-tiba ia berkata:

“Kakek, siap2lah. Sebentar lagi kau bakal kedatangan orang yang akan membeli arakmu lagi.”

Benar saja dari jauh tampak mendatangi sebuah kereta dan serombongan orang yang mengikutinya.

Kereta yang dicat warna hitam itu, meskipun sudah tua usianya, namun tampaknya masih cukup bagus dan mentereng, pintu kereta sudah tentu ditutup rapat, demikian pula tirai jendelanya juga diturunkan, orang yang duduk didalam kereta, jelas tidak suka diketahui oleh orang dari luar.

Kusir kereta adalah seorang setengah baya yang pendiam, namun dari sinar matanya menandakan bahwa ia memiliki kekuatan dan kepandaian yang cukup tinggi, didepan dan belakang kereta masih ada tiga penunggang kuda sebagai pengiring, semuanya juga adalah orang2 yang berkepandaian cukup tinggi.

Serombongan kereta dan kuda itu berjalan sangat cepat, tetapi anjing-anjing dan kuda-kuda yang dibawa oleh pemuda tadi sudah membendung setengah jalan raya itu, maka ketika kereta itu berjalan sampai disitu, juga terpaksa dilambatkan.

Begitu rombongan kereta dan kuda itu tiba, kakek hidung merah kembali menawarkan dagangannya.

Penunggang kuda yang mengiringi kereta tampaknya sudah merasa dahaga, jelas juga ingin minum secawan dua cawan arak, tetapi tiada satupun yang turun dari atas kudanya, mereka hanya menantikan pengawal pemuda hartawan tadi supaya memberikan jalan bagi kereta dan kudanya.

Tiba2 dari dalam kereta terdengar suara orang berkata:

“Kalian sudah melakukan perjalanan setengah hari, tentunya juga sudah letih, baiklah berhenti disini sebentar untuk minum arak.”

Suara itu demikian merdu merayu, juga mengandung perasaan simpatik dan perhatian kepada orang2nya, hingga membuat orang rela menuruti perintahnya.

Pengawal diatas kuda tadi segera turun dari kudanya dan berkata sambil membungkukkan badan:

“Terima kasih nyonya!”

Orang didalam kereta itu berkata pula:

“Lao Tio, kau djuga turun kereta dan minumlah secawan arak, biar bagaimana kita juga tidak perlu ter-gesa2 melanjutkan perjalanan.”

Kusir kereta yang bernama Lao Tio tadi tampak ragu2 sejenak, akhirnya juga bawa keretanya ketepi jalan, saat itu si kakek hidung merah menyediakan tiga cawan arak untuk tiga pengawal berkuda, selagi menuang yang keempat, dan para pengawal yang masing2 sudah disediakan cawan arak, juga sudah siap akan diminum, tiba2 si kusir she Tio itu berseru:

“Tunggu dulu, periksa dulu didalam arak itu ada racunnya atau tidak!”

Muka si kakek hidung merah sesaat menjadi merah, katanya dengan mendongkol:

“Racun? Dalam arakku dari mana ada racun? Baik, biarlah aku yang keracunan lebih dulu!”

Ia sendiri benar2 sudah minum arak didalam tangannya.

Orang itu tidak menghiraukan padanya, dari dalam sakunya mengeluarkan sebatang sendok perak, ia telah mengaduk-aduk didalam cawan arak, ketika melihat bahwa sendok peraknya tidak berubah warna, barulah diminumnya seceguk, kemudian berkata sambil menganggukkan kepala:

“Boleh diminum.”

Para pengawal yang memegangi cawannya masing2 barulah merasa lega, mereka segera menenggaknya hingga kering, katanya sambil tertawa:

“Arak ini benar2 boleh juga, entah bagaimana dengan telur pindangnya?”

KECANTIKAN YANG DAPAT MERUNTUHKAN IMAN

PENGAWAL tadi memilih sebutir telur pindang yang paling besar, selagi hendak dimasukkan kedalam mulutnnya, kusir tadi tiba2 membentak lagi: “Tunggu sebentar …”

Pemuda perlente itu sebetulnya juga tidak menghiraukan mereka, tapi saat itu juga tidak tahan menahan tertawanya, maka mulutnya menggumam:

“Apakah dalam telur pindang juga mengandung racun? Kawan ini sesungguhnya juga terlalu hati2 sekali.”

Orang she Tio itu memandangnya sejenak, katanya dengan muka cemberut:

“Orang keluar pintu, kalau bisa berlaku hati2 sedikit, sebaiknya berlaku hati2 ada lebih baik.”

Kembali dari dalam sakunya mengeluarkan sebuah pisau kecil dari perak, selagi hendak membelah telurnya, pemuda perlente itu sudah berjalan menghampiri dan berkata padanya sambil tertawa:

“Tak kusangka dalam saku tuan ini masih membawa banyak permainan yang lucu2, kita juga pikir untuk membuat pisau semacam ini, apakah kawan boleh meminjamkan padaku barang sebentar?”

Orang she Tio itu mengawasi padanya dari atas hingga kebawah, akhirnya pisau kecil itu jadi juga diberikan kepadanya. Seorang perlente seperti pemuda itu, setiap permintaan yang keluar dari mulutnya, sesungguhnya sedikit sekali orangnya yang dapat menolak.

Pisau perak berbentuk kecil itu buatannya sangat indah sekali.

Pemuda perlente menggunakan ujung jari tangannya meng-gosok2 ujung pisau, sikap diwajahnya semakin lemah-lembut, katanya sambil tersenyum:

“Pisau yang sangat indah buatannya entah dapat digunakan untuk membunuh orang atau tidak?”

“Pisau ini memang bukan digunakan untuk membunuh orang,” berkata si orang she Tio.

“Kau salah, asal saja berupa pisau, sudah tentu dapat digunakan untuk membunuh orang …”

Baru saja berkata sampai ucapan “membunuh”, pisau kecil ditangannya sudah terbang melesat, hingga tampak sinar perak meluncur, ketika ia lontarkan perkataannya terakhir, pisau kecil itu sudah menancap ditenggorokan orang she Tio.

SI orang Shw Thio menggeram hebat, lebih dulu mencabut pisau dari tenggorokannya, lalu menyerbu pemuda itu.

Akan tetapi kala itu darah merah sudah menyembur keluar dari lukanya terlalu banyak, tentu saja kekuatan tenaganya juda turut keluar bersama darahnya.

Ia berjalan belum sampai tiga langkah, sudah jatuh ditanah, tepat dibawah kaki pemuda perlente itu.

Biji matanya melotot keluar, hingga matinya pun ia mungkin tidak percaya akan terjadi peristiwa seperti ini.

Pemuda perlente itu menundukkan kepala mengawasi orang she Tio yang telah rebah dengan mandi darah itu, sinar matanya masih tetap redup dan sikapnya tampak menyenangkan, katanya dengan suara lemah lembut :

“Aku tadi kata bahwa semua jenis pisau didalam dunia ini boleh saja digunakan untuk membunuh orang, Sekarang kau seharusnya sudah percaya, bukan ?”

Tiga pengawal yang menunggang kuda itu agakanya tercengang sekali atas kejadian itu, mereka benar benar tidak akan menduga bahwa pemuda perlente yang demikian lemah lembut dan menarik hari orang, ternyata adalah seorang iblis jahat yang bisa membunuh orang tanpa berkedip.

Sehingga orang she Tion itu rubuh, golok dari pinggang mereka baru dihunus keluar, sambil membentak marah mereka menyerbu sipemuda perlente.

Pemuda perlente itu menghela napas, katanya :

“Kamu semua bukan tandinganku, perlu apa harus menghantar nyawa cuma cuma ?”

Pengawal yang baru minum secawan arak itu, matanya sudah merah, tidak menunggu habis ucapan sipemuda ia sudah menyerang kelap pemuda perlente itu dengan sebuah goloknya.

Pemuda itu tenang tenang saja, katanya sambil tertawa dan menggelengkan kepala :

“Sungguh hebat seranganmu... "

Namun ia sedikitpun tidak bergerak, tangannya hanya diangkat sedikit, ia hanya menggunakan dua jari tangan, sudah berhasil menjepit ujung golok tadi, dan golok itu tadi seperti dibacokkan diatas batu, tidak tembus ditangan itu.

Pengawal itu membalikkan tangannya hendak menggunakan ujung golok untuk memapas jari tangan sipemuda perlente.

Dengan tiba tiba terdengar suara serrr, sebatang anak penah sudah menancap dibelakang punggung pengawal tadi, terus menembus dan keluar dari depan dadanya, darah segar menyembur keluar.

Semua ini terjadinya demikian cepat dan dalam waktu sangat singkat, dua pengawal yang lain saat itu baru saja berada didepan pemuda perlente tadi, belum mereka melancarkan serangannya sudah menyeksikan kematian kawan sendiri.

Tepat pasa saat itu terdengar suara orang dalam kereta yang berkata lambat lambat :

“Kalian memang benar semua bukan tandingannya, sebaiknya lekas mundur !”

Pintu kereta lalu terbuka, dari dalamnya muncul keluar seseorang.

Dalam waktu sekejap mata,se mua orang yang ada disitu, bukan saja sudah menghentikan tindakannya tetapi juda hampir tidak bisa bernapas, Betapa tidak. Selama hidup mereka, mungkin belum pernah mereka menyaksikan wanita secantik ini. Pakaian yang dikenakan oleh wanita ini samasekali tidak terdiri dari bahan pakaian istimewa, tetapi tidak perduli pakaian macam apa saja asal melekat ditubuhnya semua bisa berubah menjadi pakaian istimewa.

Bagian 3 Selesai
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar