Anak Harimau Bagian 52 (Tamat)

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 52 (Tamat)

Anak Harimau
Siau Siau
-------------------------------
----------------------------

Bagian 52 TAMAT

"Demikianpun ada baiknya juga, tapi aku tidak hapal dengan daerah sekitar tempat ini. aku harus melihat dulu daerahnya dengan diantar satu dua orang siau-suhu sebelum pertandingan boleh dilakukan....."

Mendengar perkataan tersebut, ratusan nikou yang berada didalam ruangan jadi tertegun dan saling berpandangan muka. bahkan Hu yong siancu serta Soat Yu-nio sendiripun tidak habis mengerti apa maksud tujuan anak muda tersebut.

Lau See-giok berpaling. dia jumpai diatas ruang tengah lebih kurang tujuh delapan kaki didepannya sana. telah berdiri lima orang nikou kecil berusia dua tiga belas ta-hunan yang sedang melototkan mata mereka yang kecil mengawasinya dengan kebingu-ngan.

Maka dengan cepat tubuhnya melesat ke depan dan menghampiri ke lima orang nikou cilik tersebut.

Pada hakekatnya ke lima orang nikou kecil itu tidak menyangka kalau ada orang akan menerjang ke hadapan mereka pandangan matanya terasa silau. Angin lembut berhem-bus lewat. sebelum mereka sempat berteriak, dua diantara mereka sudah disambar pe-muda itu.

Dengan menggandeng kedua orang nikou cilik tadi, tanpa menghentikan gerakan tubuhnya Lan See giok memutar badan dan melayang kembali ke posisi semula, semua gerakan dilakukan lambat nampaknya tapi sesungguhnya cepat sekali.

Tiba kembali pads posisi semula. dia letak-kan kedua orang nikou itu ke tanah, kemu-dian berkata sambil tertawa.

"Kuminta suhu kecil berdua bertindak se-bagai saksi.

Sewaktu pergi dan kemudian kembali Lan See-giok telah mempergunakan dua macam gerakan tubuh yang berbeda. ini membuat ratusan orang nikou yang menyaksikan peristiwa itu semakin termangu.

Soat Yu-nio juga sadar kalau kepandaian silatnya masih kalah jauh bila dibandingkan dengan pemuda ini. daripada mendapat malu ia berhasrat untuk mengaku kalah dan membiarkan pemuda itu berlalu sambil membawa gadisnya, hanya tidak diketahui olehnya pemuda darimanakah dia, mengapa memiliki ke-pandaian silat yang amat hebat?

Sementara dia masih termenung. tiba-tiba kedengaran suara teriakan gembira berku-mandang dari luar pintu kuil.

"An cu, aku datang membawa kabar gem-bira, Tiga manusia aneh dari luar lautan te-lah terbunuh ditangan pejabat pocu baru dari benteng Wi lim poo"

Ketika semua orang berpaling, tampaklah di muka pintu telah berdiri seorang kakek berusia tujuh puluh tahunan yang berambut putih panjang sedang berlarian masuk ke dalam ruangan.

Diatas punggung orang itu tergantung dua buah bungkusan besar berisi lilin dan hio.

Ratusan orang nikou yang pada dasarnya sudah dibuat tertegun, kini semakin terma-ngu lagi melihat kemunculan kakek tersebut, dengan kening berkerut Soat Yu nio menghampiri kakek itu, kemudian tegurnya,

"Tio Huang, apa yang lagi kau igaukan?"

Sambil tertawa terkekeh-kekeh kakek itu berkata lagi.

"An-cu, kali ini aku Thio Huang bukan lagi mengigau, karena kebanyakan minum arak. berita gembira ini merupakan suatu kenya-taan, pejabat pocu yang baru dari Wi lim poo telah membacok mampus Wan san popo serta Si-to cinjin. menghancur lumatkan pula tubuh Lam-bay-lokoay, sekarang kota Tek an sudah digemparkan oleh berita besar terse-but, itulah sebabnya aku pulang agak pagian hari ini. karena aku ingin An-cu mengetahui berita besar ini secepatnya."

Cay soat, Siau cian dan Siau hong yang menyaksikan kekocakan kakek itu akhirnya tak bisa menahan rasa gelinya lagi dan segera tertawa cekikikan.

Tio Huang sama sekali tidak menggubris Siau cian sekalian. sambil tetap memandang kearah Soat Yu nio yang sedang berkerut kening. dia berkata lebih jauh,

"An cu. konon Lan See giok si pocu baru itu masih muda. tampan dan berilmu tinggi. seperti juga jago pedang baju biru dimasa lampau, diapun gemar mengenakan pakaian biru...."

Mendengar perkataan ini, paras muka Soat Yu nio segera berubah hebat, kening-nya berkerut kencang lalu sambil mengulapkan tangannya ia berseru dengan suara berat.

"Hmmm, mulutmu bau arak. kalau bukan lagi mengigau tentu sudah mabok hebat, ayo cepat mundur darisini."

"Baik, baik nona, aku memang amat bodoh" seru "Tio Huang sambil manggut-manggut berulang kali. "Tanpa terasa aku menyinggung lagi soal Koh ya si jago pedang baju biru sehingga membuat hatimu amat sedih. ~..."

Sepasang bibir Soat Yu nio pucat pias, matanya basah dan tubuhnya gemetar, entah dia lagi sedih ataukah marah?

Sementara itu Siau thi gou telah tertawa terbahak-bahak, sambil menepuk bahu Tio Huang. katanya sambil tertawa:

"Dialah Lan pocu yang kau maksudkan tadi."

Sembari berkata dia lantas menuding ke arah Lan See giok yang berdiri dengan wajah runyam dan serba salah itu.

Mula-mula Tio Huang agak terkejut. Lalu sambil memburu ke depan digenggamnya tangan pemuda itu sambil berseru dengan nada terkejut bercampur girang.

" "Aaah. aaah-kau memang sangat hebat.. toa enghiong. toa enghiong., " "

Lan See giok tidak membiarkan Tio Huang menyelesaikan kata katanya. sambil menun-juk kedua bungkusan besar yang menggem-bol dipunggungnya dia berkata sambil terta-wa:

"Kau tentu amat lelah sesudah menempuh perjalanan jauh, silahkan beristirahat dulu.."

"Haaahhh ..haaah----haaahh, kau memang baik orangnya.." sambil tertawa tergelak Tio Huang manggut-manggut,

Kemudian sambil menggotong kedua bun-talan besarnya dia membalikkan badan dan beranjak pergi.

Pada saat itulah nikou yang berkumpul diatas undak undakan ruangan telah me-nyingkir semua ke samping, kemudian tam-pak se orang gadis cantik berbaju biru digusur ke luar oleh enam orang nikou sete-ngah umur yang berbaju merah.

Ketika Len See giok sekalian berpaling mereka segera mengenali orang itu sebagai Oh Li cu yang berwajah murung dan sudah memakai pakaian preman kembali.

"Enci Lan...." Cay soat dan Siau cian segera bersorak gembira. Di tengah teriakan itu, tubuhnya segera berlarian ke depan..

Dengan pandangan berterima kasih Oh Li cu memandang sekejap kearah Cay soat dan Siau cian, lalu didampingi kedua orang itu, mereka langsung menuju kehadapan Hu yong siancu.

Melihat Oh Li cu telah mengenakan pakaian preman kembali, Hu yong siancu merasa amat gembira, dengan senyum di kulum ia segera menyongsong.

Tiba di depan perempuan tadi, Oh Li cu segera jatuhkan diri berlutut, airmatanya tak tahan lagi jatuh bercucuran,

"Anak bodoh, ayo cepat bangun, setelah berterima kasih kepada An-cu kita harus berangkat," seru Hu yong siancu kemudian sambil tertawa.

Oh Li cu mengiakan dan segera memberi hormat kepada Soat Yu nio...

Soat Yu nio balas memberi hormat, lalu kepada ke enam Orang nikou setengah umur berbaju merah itu tanyanya: "Apakah kalian setuju kalau nona Be meninggalkan tempat ini?"

Ke empat orang nikou setengah umur ber-baju merah itu bersama sama menyahut, salah seorang diantara mereka segera men-jawab:

"Lan pocu telah menuruti peraturan de-ngan berhasil melewati barisan Sam cay tin dari ketiga orang pelindung hukum sedang nona Be juga bersedia untuk pula dan berunding dulu dengan suaminya sebelum mengambil keputusan terakhir, oleh sebab itu dia telah berganti pakaian preman lagi."



Soat Yu nio sebenarnya sudah memahami maksud hati ke enam rekannya itu, dan saja ia tak dapat mendesak kepada mereka diha-dapan rekan-rekan nikou yang lain seraya manggut-manggut katanya. kemudi kepada Lan See giok dengan wajah berseri

"Kalian berdua memang sepasang sejoli yang pantas, ku berharap sekembalinya dari-sini kau bisa merawatnya baik-baik, kalau tidak, bila ia sampai datang kemari lagi, biar-pun kau bakar ludas kuil kami, belum tentu dia akan berubah pikiran."

Berhubung Oh Li cu sudah bersedia kem-bali, Lan See giok merasa tujuannya telah tercapai, maka katanya kemudian seraya menjura:

Terima kasih banyak atas kebaikan An cu."

Hu yong siancu juga segera berkata kepada Soat Yu nio sambil tertawa:

"Semua ongkos pengeluaran atas diseleng-garakannya upacara hari ini akan kubayar semua, sebentar akan kukirim orang me-nyampaikan kepada An-cu, disamping akan kudermakan pula seratus tahil perak, seribu tahil emas dan lima puluh koli kain untuk kalian .

Buru-buru Soat Yu nio sekalian mengu-capkan terima kasih.

Hu yong siancu sekalian ingin secepatnya kembali ke Wi lim poo, maka setelah berpa-mitan mereka segera menuju ke tepi telaga Phoa yang dengan menggunakan ilmu meri-ngankan tubuh masing-masing...

Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai bergerak dipaling muka, kemudian disusul Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu, di belakangnya adalah Thi gou dan Siau hong sedangkan Lan See giok berada dipaling be-lakang.

Tak lama kemudian mereka sudah tiba kembali di dusun nelayan kecil itu.

Ketika lewat di depan rumah kediaman Hu yong siancu yang terbakar, Oh Li cu berpa-ling kearah Siau cian dan tanyanya:

"Adik Cian, apakah bibi sudah melihat hal ini?"

Siau cian manggut-manggut.

"Yaa, benar-benar tak kusangka Say nyoo hui si rase tua itu betul-betul seorang perem-puan yang tak tahu malu.

Oh Li cu menghela napas sedih bdan mem-bungkamj dalam seribu bgahasa ....

Merbeka langsung naik ke perahu naga emas setibanya di tepi pantai kemudian menitahkan kepada para dayang agar kem-bali ke benteng Wi lim poo.

Dalam ruang perahu diselenggarakan per-jamuan yang meriah, masing-masing orang berbicara dan bergembira tiada hentinya.

Oh Li cu sebenarnya sudah bertekad untuk mencukur rambutnya menjadi pendeta sam-pai ia menyaksikan Lan See giok menerjang masuk ke dalam kuil dengan wajah gelisah, pikirannya baru mengalami perubahan .....

Apa lagi setelah ia mendengar Lan See giok mengakui nya sebagai istrinya dihadapan umum, hampir menangis tersedu si nona tersebut saking terharunya, sebab ucapan itu to tak pernah disangka sebelumnya ... .

Kini, dia baru tahu bahwa pemuda pujaan hatinya itu sudah menjadi seorang tokoh per-silatan yang nama besarnya telah menggem-parkan seluruh kolong langit.

Ketika tiba kembali di benteng Wi lim poo, suasana dalam benteng tersebut terang benderang bermandikan cahaya, di sana sini kedengaran orang sedang berbincang bincang sambil tertawa gembira.

Ketika perahu naga emas telah tiba di benteng bagian dalam, Lan See giok sekalian segera merasakan pandangan matanya men-jadi silau..:..

Suasana terang benderang bermandikan cahaya, penjagaan amat ketat tapi semuanya bersih dan rapi.

Yang membuat Lan See giok tertegun adalah pintu gerbang gedung kediaman Oh Tin san yang terbuka lebar, cahaya lentera menerangi semua tempat, malah dari dalam gedung telah muncul segerombol dayang yang menyambut kedatangan mereka di de-pan pintu.

Pikiran dan perasaan Oh Li cu saat ini jauh lebih cerah dan gembira, melihat semua orang tertegun bercampur keheranan, sambil tertawa kata kemudian:

"Bibi, Thio lo enghiong, oleh karena anak Lan telah bertekad akan mencukur rambut menjadi nikou, maka sebelum meninggalkan benteng ini, anak Lan telah memimpin segenap dayang untuk melakukan pembersi-han atas semua gedung bagian belakang .......

Mendengar perkataan tersebut, bHu yong siancu jsekalian sepertgi memahami akanb se-suatu, tanpa terasa mereka berpaling dan memandang sekejap keluar perahu.

Terdengar Oh Li cu berkata lebih jauh.

"Pagoda air kupersiapkan bagi adik Giok untuk membaca dan mengasingkan diri, ru-ang tengah buat bibi, ruang kanan buat adik Soat sedangkan ruang yang sekarang anak Lan tempati kuberikan untuk adik Cian..."

Cay soat yang menyaksikan Oh Li cu dapat menyusun semua perencanaan dengan ma-tang, hati kecilnya merasa amat gembira, tanpa terasa ia berseru sambil tertawa ceki-kikan:

"Enci Lan, bagaimana dengan kau sendiri?"

Agak memerah selembar wajah Oh Li cu, baru saja dia hendak mengatakan sesuatu, Hu yong siancu telah berkata pula sambil tertawa ramah:

"Aku sudah tua, sudah sepantasnya jika kucari sebuah gedung kecil yang terpencil untuk meneruskan hari tuaku, biar gedung tengah ditempati oleh anak Lan!"

Siau cian seperti teringat akan sesuatu, tanpa sadar ia berseru:

"Aaah, bukankah gedung bagian tengah terdapat ruang rahasia yang merupakan kuburan Phoa yang ong?"

Sambil tertawa Oh Li cu segera mengge-lengkan kepalanya berulang kali, ucapnya:

"Aaah, itu cuma bohong-bohongan saja..."

Tergerak hati See giok dan Siau cian, se-rentak mereka bertanya bersama:

"Apakah enci Lan telah memeriksa dengan seksama?"

Oh Li cu tersenyum dan manggut-manggut:

"Sebentar pasti akan ku ajak bibi sekalian untuk melihat lihat dengan lebih seksama..."

Belum selesai ia berkata, perahu naga emas telah bersandar di atas tanggul kanan, maka semua orang pun turun dari perahu itu.

Ketika para dayang melihat nona mereka muncul dari atas perahu naga emas, kejut dan gembira menyelimuti perasaan mereka semua, serentak mereka berdatangan untuk memberi hormat kepada Hu yong siancu dan Lan See giok. Setelah maju ke dalam ru-angan, suasana di ruang depan terasa terrang benderang zbermandikan cahwaya, aneka bungra menghiasi sepanjang beranda, sua-sana lebih rapi, bersih dan menarik hati. Si Naga sakti pembalik sungai yang menjumpai keadaan tersebut tanpa terasa tertawa riang, pujinya cepat:

"Kalau kulihat keadaan dan dekorasi ru-angan ini, bisa kubayangkan berapa banyak pikiran dan tenaga yang telah dikorbankan kata naga sakti pembalik sungai.

Oh Li cu berpaling dan tersenyum lebih dulu kepada naga sakti pembalik sungai de-ngan penuh rasa terima kasih, lalu sambil menunjuk kearah sebuah lukisan peman-dangan yang besar, katanya kepada Hu yong siancu sekalian: "Bibi, bagaimana kalau sekarang juga anak Lan mengajak kau dan Thio lo enghiong sekalian masuk ke dalam untuk melihat lihat ....?"

Hu Yong siancu tersenyum dan manggut-manggut, Cay soat dan Siau cian segera berteriak pula minta ikut. maka Oh Li cu menuju ke belakang kursi utama, menekan sebuah batu bata yang berada diatas dinding dan diiringi suara, gemerincingan nyaring dinding tersebut bergeser ke samping.

Terbukalah sebuah pintu rahasia dibekas tempat penggantungan lukisan pemandangan tadi.

Setelah pintu terbuka lebar, Oh Li cu me-merintahkan ke empat dayangnya untuk berjalan dimuka sambil membawa lentera.

Hu yong siancu mengikuti dibelakangnya, di susul naga sakti pembalik sungai sekalian.

Berhubung di depan ada empat orang dayang yang membawa lentera, maka semua pemandangan didalam lorong rahasia terse-but dapat terlihat dengan jelas.

Tujuh delapan kaki kemudian terdapat pula sebuah pintu, cuma pintu itu sudah kunci oleh Oh Li cu.

Ketika pintu tadi sudah terbuka, di si kiri dan kanan masing-masing terdapat sebuah jalan bercabang, yang belok ke kanan berja-lan datar sedangkan yang ke kiri. berundak-undakan dan liku-liku penuh tangga.



Sambil menunjuk kearah jalan yang berada di sebelah kiri, Oh Li cu berkata lagi:

"Lorong ini sangat dalam melalui bawah air dan mencapai pagoda diatas air tersebut.

Hu yong siancu sekalian tidak berkata apa-apa, mereka cuma manggut-manggut belaka.

Berangkatlah mereka menuju ke lorong se belah kanan, dimana lorong tersebut makin lama semakin, bertambah lebar, kemudian tibalah di depan sebuah pintu berbentuk bulat.

Dibalik pintu adalah sebuah ruang tamu berbentuk bulat pula, semua perabotannya baru sedangkan batu nisan besar diatas dinding telah ditutup tirai.

"Adik Giok dan adik Cian kurang memper-hatikan kuburan palsu ini ketika datang tempo hari, padahal yang dicari oleh Thi Wi kang maupun Be Siong-pak dalam beberapa kali penyusupannya adalah harta karun yang berada didalam kuburan palsu ini."

Semua orang berseru tertahan setelah mendengar perkataan ini, tanpa terasa sorot mata mereka bersama sama dialihkan kearah tirai diatas dinding itu.

Dalam pada itu, ke empat orang dayang tadi sudah menyulut banyak sekali lampu lentera sehingga suasana di dalam ruangan menjadi terang benderang.

Sambil menunjuk sebuah pintu kecil di se-belah kiri, Oh Li-cu bertanya lagi:

"Sewaktu adik Giok dan adik Cian bertemu dengan Be Siong pak malam itu, apakah dia muncul dari balik pintu kecil ini?"

"Benar" sahut See giok berdua sambil me-ngangguk, "dia muncul dari lorong sebelah kanan,"

Sambil menuding pintu kecil sebelah kiri, kembali Oh Li cu berkata:

"Dibalik pintu kecil ini terdapat banyak sekali lorong-lorong yang bercabang kian ke mari, dari sini orang dapat mencapai semua kamar yang berada di pelbagai gedung."

Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar penjelasan ini, seperti memahami akan sesuatu, ia lantas berseru:

"Tak aneh kalau Oh Tin san melarang orang lain memasuki gedung bagian bela-kang, mungkin inilah yang menjadi alasan-nya.

Sedangkan si naga Sakti pembalik sungai segera bertanya dengan nada tak mengerti.

"Kalau memang lorong ini berhubung de-ngan berbagai kamar di gedung belakang mengapa Be Siong pak dan Thio Wi kang ha-brus masuk dari jgedung bagian dgepan?"

"Karenab tombol rahasia dari berbagai kamar ruang gedung sudah dirusak oleh Oh Tin San, dengan demikian orang tak bisa sampai di tempat ini tanpa melalui pintu utama."

"Enci Lan, sebenarnya barang apa saja yang tersimpan di dalam kuburan palsu ini," s Cay soat tak sabar.

"Waah, banyak sekali!" sahut Oh Li sambil tertawa misterius.

Berbicara sampai di situ dia menuju depan tiang batu sebelah kanan yang berukiran seekor naga, kemudian menekan mata naga tersebut kuat-kuat, dari balik tiang segera berkumandang suara gemerincing nyaring dan menyusul kemudian seluruh ruangan turut bergetar keras ....,.

Ketika suara nyaring tadi telah mereda, buru-buru Oh Li cu berjalan menuju ke de-pan tirai tadi dan menyingkapnya, batu nisan telah lenyap sedang di atas dinding muncul pula sebuah pintu besi yang amat besar."-

Dengan pandangan mata penuh rasa cinta. Oh Li cu memandang sekejap ke arah See giok, kemudian ujarnya sambil tersenyum.

"Adik Giok, sekarang harap kau mendorong pintu ini dengan sekuat tenaga!"

Sambil tersenyum Lan See giok mengiakan lalu menuju ke depan pintu dan mendorong-nya dengan mengerahkan tenaga dalam, pintu baja tadi segera terpentang lebar.

Dibalik pintu terdapat anak tangga yang menjorok ke bawah, dipimpin oleh Oh Li cu semua orang berbondong bondong masuk ke balik pintu tadi:

Di ujung tangga terdapat lagi sebuah tirai yang tebal lagi berat, setelah Oh Lien me-nyingkap tirai tersebut, serentetan cahaya tajam segera memancar keluar yang mem-buat pandangan semua orang menjadi silau.

Ternyata di balik tirai tebal itu adalah se-buah ruang batu yang lebarnya tiga kaki, langit-langit ruangan beserta ujung dan te-ngah ruangan masing-masing terdapat sebiji batu permata yang amat besar memancar kan sinar terang, sedangkan di atas lantai terdapat puluhan buah peti besi yang besar.

Siau thi gou sudah tidak dapat menahan diri lagi, cepat-cepat dia menghampiri salah satu peti itu dan membukanya.

Apa yang kemudian terlihat konbtan saja membuajt semua orang tgertegun, ternyabta isi p8eti adalah intan permata dan mutu mani-kam yang tak terkirakan banyaknya.

Dengan kening berkerut Hu yong siancu segera berkata:

"Aku dengar setiap tahun Phoa yang ong keluar lautan tempo dulu, jarang sekali ada yang tahu dia pergi ke mana, kalau dilihat dari hasil kekayaannya sekarang, bisa jadi dia menuju ke samudra jauh untuk meram-pok dan merompak barang-barang milik sau-dagar kaya dari beberapa negara."

Naga sakti Pembalik sungai manggut-manggut berulang kali.

"Dugaan lihiap memang kemungkinan be-sar benar, menurut hasil yang diperoleh pi-hak Wi lim poo di dalam praktek mereka menarik pajak kaum nelayan, mustahil hasil pajak tersebut dapat mengumpulkan harta kekayaan yang begini besar."

Dalam pada itu Siau thi gou telah membu-ka, pula dua peti yang lain tapi isinya sama, yaitu mutu manikam dan intan permata yang tak ternilai harganya.

Mendadak terdengar Siau hong bersorak gembira:

"Engkoh Giok, di sini terdapat sebilah pedang pendek!"

Ketika mendengar perkataan tersebut, se-mua orang segera berpaling, ternyata Siau hong berhasil mendapatkan sebilah pedang pendek yang bertaburkan intan permata dari balik sebuah peti yang terletak di sudut ru-ang batu itu, dia sedang memandang kemari dengan wajah terkejut bercampur gembira.

Berkilat sepasang mata See giok menyaksi-kan kejadian ini, buru-buru serunya:

"Adik kecil, bawa kemari pedang tersebut dan perlihatkan kepada bibi...."

Siau hong segera berlarian menuju ke de-pan Hu yong siancu dan menyerahkan pedang tadi.

Setelah Hu Yong siancu menerima pedang tersebut, naga sakti pembalik sungai dan Lan See giok sekalian segera datang merubung.

Pedang pendek itu panjangnya itu satu depa delapan inci, di gagang maupun sarung pedangnya bertaburan batu permata yang besar kecil tak menentu dengan aneka warna, tampak nya benda itu bernilai amat tinggi ....

Lama sekali Hu yong siancu mengamati ga-gang pedang tadi, kemudian ia baru berseru:

"Oooh, pedang irni adalah Ya sozat kiam!"

Nagaw sakti pembalikr sungai serta Lan See giok sekalian menjadi tertegun oleh sebutan itu, sebab tiada orang yang tahu asal usul dari pedang tersebut.

Ketika Hu yong siancu menekan sebuah tombol, pedang tadi segera lolos dari sarung-nya dengan memercikkan cahaya yang me-nyilaukan mata, sinarnya begitu tajam hingga terasa menusuk pandangan.

Bukan begitu saja, terutama hawa dingin yang menyayat tubuh, sungguh membuat bulu kuduk orang pada bangun sendiri ....

Tak kuasa lagi Naga Sakti pembalik sungai berseru memuji:

"Pedang bagus, benar-benar sebilah pedang yang tak ternilai harganya ...."

"Sejarah pedang ini kelewat lama" kata Hu yong siancu dengan wajah serius, "mungkin sudah ratusan tahun lamanya tak pernah muncul di dalam dunia persilatan, bila ingin mengetahui asal usul pedang tersebut, ter-paksa kita harus minta petunjuk dari To Seng cu Cia locianpwe."

Ketika Oh Li cu menyaksikan Siau hong sedang membelalakkan sepasang matanya yang besar dan indah itu sambil mengawasi pedang Ya soat kiam tanpa berkedip, buru-buru dia berseru tertawa:

"Bibi, pedang pendek itu ditemukan oleh adik Hong, berarti pedang tersebut ada jodoh dengannya, hadiahkan saja pedang itu un-tuknya ......

Sesungguhnya Hu Yong siancu dan naga sakti pembalik sungai mempunyai perasaan yang sama, maka dia segera manggut mang-gut"

"Begitu pun ada baiknya juga, biar Siau hong yang membawanya pulang ke Hoa-san, sekalian diperlihatkan kepada Cia locian-pwe..."

Tampaknya Siau thi gou jauh lebih gembira daripada Siau bong, maka kepada Siau hong yang masih termangu karena rasa terkejut dan gembiranya, buru-buru dia berseru: "Ayo cepat kau ucapkan terima kasih kepada enci Lan!"



Dengan cepat Siau hong sadar kembali dan berterima kasih kepada Oh Li cu, ujar nya dengan gembira"

"Terima kasih banyak enci Lan, di kemu-dian hari siau moay tentu akan menyimpan pedang pendek ini baik-baik, sekarang siau-moay tak punya apa-apa sebagai balas budi kepadamu, biarlah kuhadiahkan pedang peng pok leng hiang kiam dari daerah Biau ini buat enci Lan!" Seraya berkata dia lantas melepaskan pedangnya dari atas punggung ..... Sementara Oh Li-cu hendak menampik, tiba-tiba Hu yong siancu telah berkata sambil tertawa:

"Hal ini memang jauh lebih baik lagi, Peng pok leng hiang kiam merupakan salah satu pedang antik dari wilayah Biau, pedang tersebut tajamnya luar biasa, anak Lan mesti menyimpannya dengan berhati hati,..."

Naga sakti pembalik sungai yang berada di sisinya segera menyambung pula dengan wajah serius:

"Pedang ini sudah digembol Wan san popo selama delapan sembilan puluh tahunan, entah berapa banyak darah jago persilatan yang telah menodai pedang tersebut, dulu pedang ini pernah dikenal sebagai senjata maut bagi umat persilatan, karena itu ku harap nona Be dapat menyimpannya dengan baik-baik ......

Sebetulnya Oh Li cu ingin menampik, tapi sesudah mendengar perkataan tersebut ter-paksa diterimanya senjata itu dari tang Siau hong ....

Pada saat itulah dari luar pintu muncul seorang dayang yang memberi laporan.

"Hidangan malam telah disiapkan, silahkan pocu sekalian bersantap..."

Selesai bersantap dalam suasana yang riang gembira, mereka pun kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.

Keesokan harinya, ketika semua orang se-dang berkumpul di ruang depan untuk sara-pan, komandan Ciang dari pasukan naga perkasa muncul dengan langkah tergesa gesa.

Dengan perasaan tidak mengerti Lan Se giok segera bertanya:

"Komandan Ciang, ada urusan apa?"

Komandan Ciang memberi hormat dulu kepada Hu yong siancu, kemudian sahutnya dengan hormat:

"Lapor pocu, saudara bkita. Yang berajda di loteng begnteng telah menbemukan enam buah perahu besar muncul di telaga sebelah utara dan sedang bergerak kemari, kalau dilihat dari bentuk perahunya, mirip, sekali dengan perahu dari telaga Pek toh oh..."

Lan See giok yang mendengar perkataan itu menjadi amat terperanjat, bayangan tubuh Pek Gwat go yang bertubuh ramping sekali lagi melintas di dalam benaknya.

Karena itu sebelum komandan Ciang me-nyelesaikan kata katanya, ia sudah menim-brung:

"Mau apa dia datang kemari?"

Sambil tertawa terkekeh kekeh Siau cian segera menggoda:

"Apa lagi? Tentu saja membawa arak wangi untuk memberi hadiah kepada kau si toa enghiong."

Merah padam selembar wajah Lan See giok, buru-buru serunya kepada komandan Ciang:

"Cepat kirim perahu untuk menyambut ke-datangan mereka. katakan kalau aku sudah mengikuti suhu pulang ke Hoa san..."

Tapi sebelum ucapan tersebut selesai, Si Cay soat telah menukas dengan nada tak puas:

"Hal ini mana boleh jadi, bibi sendiri yang mengundang kedatangannya ke Wi lim poo untuk menginap selama beberapa hari disini, masa kau menyuruhnya pulang? Apalagi dari mana kau tahu kalau kedatangannya hanya khusus untuk menjengukmu?"

Paras muka Lan See giok berubah sema-kin merah padam, seketika itu juga ia dibikin terbungkam dalam seribu bahasa:.

Oh Li cu tidak begitu tahu tentang duduk persoalan yang sebenarnya, oleh sebab itu dia hanya membungkam diri dalam seribu bahasa.

Tampaknya Hu yong siancu pun tidak menyangka kalau Pek Gwat go, benar-benar akan datang, maka setelah termenung se-jenak, sahutnya kemudian:

"Harap komandan Ciang mengirim kapal untuk mengundang kedatangan mereka, kami akan menyambut di depan pintu ger-bang."

Komandan Ciang mengiakan dan buru-buru berlalu dari situ.

Sepeninggal komandan Ciang, Hu yong siancu segera berpaling ke arah Lan See giok sekalian dan berkata lebih jauh:,

"Sekarang mari kita keluar, sebwaktu lewat di jruang telaga emgas, sekalian kibta jemput Thio lo enghiong."

Maka berangkatlah mereka semua mening-galkan gedung dan menuju ke ruang telaga emas dengan perahu naga emas.

Baru tiba di depan ruangan, Naga Sakti Pembalik sungai telah muncul dengan lang-kah tergesa gesa, kalau dilihat dari wajahnya yang terkejut, bisa diketahui kalau iapun su-dah tahu akan kehadiran kapal-kapal Pek toh oh.

Baru saja perahu mencapai beberapa kaki dari tepi pantai, naga sakti pembalik sungai telah melompat ke tengah udara.

Kemudian begitu tiba di atas geladak, ia bertanya kepada Hu yong siancu:

"Apakah kita hendak menyambut keda-tangan Pek Gwat go?"

Sambil tersenyum Hu yong siancu me-ngangguk.

"Yaa, aku sudah mengutus komandan Ciang untuk menyambut kedatangan mereka."

Dengan penuh kegelisahan Naga Sakti pembalik sungai memandang sekejap kearah See giok, Cay soat, Siau cian dan Oh Li cu, kemudian serunya lagi tidak tenang:

"Tapi dia masih dalam masa berkabung..."

"Dia tak bakal kemari dengan pakaian ber-kabungnya," tukas Hu yong siancu lagi Sam-bil tertawa.

Semua orang jadi tertegun, mereka tidak mengerti apa sebabnya Hu yong siancu bisa tahu kalau Pek Gwat go tidak bakal datang dengan mengenakan pakaian berkabung.

Sementara berbicara, perahu naga emas telah berada tak jauh dari pintu benteng.

Berhubung Lan See giok menyambut sendiri, maka ke empat komandan serta kepala regu yang lain dengan masing-masing menumpang sampan kecil menanti pula, di sepanjang pintu gerbang dengan rapi, biar-pun jumlahnya mencapai ratusan kapal, rapi dan teratur sekali.....

Tatkala perahu naga emas mencapai pintu benteng, dari kejauhan sana, sudah muncul dua buah perahu besar yang bergerak menghampiri mereka.

Lan See giok segera dapat melihat bahwa pada ujung kapal pertama berdiri Pek Gwat go yang bertubuh rampinrg, di belakang zpe-rempuan itu wberdiri dua orarng dayang.

Merekapun dapat melihat dengan jelas bahwa Pek Gwat go yang berparas cantik. memang tidak mengenakan pakaian berka-bung.

Perempuan itu muncul dengan pakaian yang amat indah dengan rambut disanggul model keraton, dandanannya perempuan tersebut kelihatan jauh lebih cantik.

Hampir termangu Lan See giok menyaksi-kan kecantikan perempuan itu, ia merasa kecantikannya melebihi kecantikan perem-puan tersebut sebulan berselang

Bila dibandingkan dengan Siau cian, Pek Gwat go memang kalah sedikit, tapi masih setanding dengan Cay soat maupun Oh Li cu. malah dibalik kecantikan wajahnya terselip juga suatu daya pikat dan rangsangan yang amat besar.

Sementara dia masih mengamati perem-puan itu dengan termenung, perahu besar yang di tumpangi Pek Gwat go sudah sema-kin rapat.

Para dayang di atas perahu naga emas segera memasang papan penghubung ke atas perahu besar itu.

Dengan langkah lebar Pek Gwat go menye-berang ke atas perahu naga emas, pertama tama ia memberi hormat dulu kepada Hu yong siancu dan naga Sakti pembalik sungai, sambil berkata: `

"Boanpwe dengar Lan pocu telah pulang dengan gemilang, karenanya telah kusiapkan Sam seng (tiga jenis hewan) untuk menyam-paikan selamat kepadanya, sekalian memberi salam untuk cianpwe."

Buru-buru Hu yong siancu dan naga Sakti pembalik sungai balas memberi hormat:

"Dengan senang hati kami sambut keda-tangan hujin, tak perlu hujin repot-repot lagi.."

Kemudian Pek Gwat go memberi hormat pula kepada See giok, Cay soat dan Siau cian, lalu diperkenalkan pula kepada Oh Li cu dan Gi Siau hong.



Ketika perahu naga emas masuk ke gedung benteng bagian belakang, perjamuan diada-kan di ruang depan

Pada saat itulah, komandan Ciang muncul kembali dengan langkah tergesa gesa sambil memberi laporan:

"Lapor pocu, saudara-saudara kita yang bertugas di loteng pengintai telah menemu-kan kembali puluhan buah kapal dalam bentuk yang berlainan muncul di utara tela-ga, tampaknya mereka semua berdatangan ke arah benteng kita."

Berkilat sepasang mata Pek Gwat go mendengar perkataan tersebut, seperti teri-ngat akan sesuatu, ia segera menjelaskan:

"Oooh, kalau begitu mereka adalah para jago yang diutus berbagai perkumpulan un-tuk melakukan kunjungan kehormatan."

Mendengar perkataan itu, Lan See giok segera berkata kepada komandan Ciang de-ngan suara dalam:

"Harap kalian empat komandan keluar dari benteng den menolak kunjungan mereka, katakan saja kalau aku sudah mengikuti suhu pulang ke Hoa San dan tak tahu sam-pai kapan baru kembali, sekalian sampaikan rasa terima kasih kita untuk kunjungan mereka."

Komandan Ciang mengiakan dengan hor-mat kemudian buru-buru berlalu dari situ.

Pek Gwat go jadi tertegun setelah mende-ngar perkataan mana, tanpa terasa dia me-mandang sekejap ke arah See giok dengan pandangan penuh arti, lalu tanyanya:

"Lan pocu, kau menampik tamu lain yang datang memberi selamat, kenapa hanya me-ngijinkan aku saja yang datang kemari?"

"Merah padam selembar wajah See giok, baru saja dia hendak memberi alasan, Siau Thi gou telah menimbrung sambil tertawa:

"Sebab kau adalah satu satunya orang yang datang untuk memuji engkoh Giok ku...."

Agaknya rahasia hati Pek Gwat go tertebak secara jitu oleh Siau thi gou kontan saja dia menjadi merah padam wajahnya dan tersipu sipu.

Hu yong siancu sekalian kuatir Pek Gwat go dibuat tak tenteram karena malu, karena nya mereka pura-pura tertawa tergeblak karena gembjira, hanya See ggiok seorang yabng melotot kearah Siau thi gou dengan menarik mukanya..

Siau thi gou segera sadar kalau telah salah berbicara, maka kata-kata selanjutnya segera ditelan kembali.

Kebetulan sekali dari luar pintu muncul belasan orang centeng dan dayang yang membawa alat-alat untuk menghias ruangan.

Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu serentak berhenti tertawa, seperti memahami akan sesuatu mereka segera berkerut kening.

Pek Gwat go juga berpaling keluar ruangan dengan wajah tidak mengerti,

Menggunakan kesempatan itu Hu yong siancu segera berkata lagi sambil tersenyum:

"Lusa, bulan lima tanggal lima belas adalah hari baik, aku ingin secepatnya menyelengga-rakan pesta perkawinan bagi anak Giok."

Sambil berkata dia menuding kearah Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu.

Biarpun Siau cian bertiga sudah memper-siapkan diri sebaik baiknya tak urung mereka toh menundukkan kepalanya juga dengan wajah merah padam.

Pet Gwat go pun nampak agak terperanjat, tampaknya dia tak menyangka akan kejadian tersebut, maka setelah berhasil mengendali-kan diri, ia segera mengangkat cawannya untuk memberi selamat kepada Lan See giok berempat.

Lan See giok masih dapat meneguk habis isi cawannya, lain dengan Siau cian bertiga, mereka semakin bertambah malu.

Sambil tertawa terbahak bahak naga Sakti pembalik sungai segera berkata pula dengan mengandung arti mendalam:

"Untuk menghindari kerepotan dalam peristiwa tersebut, pada hari perkawinan kami tidak bermaksud mengundang tamu dari luar."

Pek Gwat go adalah seorang yang pintar, tentu saja diapun dapat memahami arti lain dibalik ucapan si naga sakit pembalik sungai, walaupun hatinya sakit, terpaksa dia harus mengendalikan perasaannya dan berlagak tenang.

Sebenarnya dia datang dengan mbaksud berdiam bjeberapa hari sagmbil mengisi kebko-songan hatinya, terhadap See giok dia tak menaruh rencana apa-apa, tapi dia dapat melihat bahwa pemuda tersebut sudah menaruh kewaspadaan terhadapnya. Sejak perpisahan di sungai tempo hari, dalam hati kecilnya selalu terbayang bayangan wajah Lan See giok yang tampan, pada hakekatnya hal ini, membuatnya tak enak makan tak nyenyak tidur.

ia sadar bahwa dirinya hanya seorang pe-rempuan yang telah ternoda, mustahil dia dapat menandingi Siau cian dan Cay soat sekalipun ia mengerti bahwa kecantikan wa-jahnya tak kalah dari mereka.

Tapi ia tak sanggup mengendalikan diri agar tidak memikirkan Lan See giok.

Bila malam sudah tiba, diapun akan terba-yang kembali bagaimana mereka berpelukan di dalam air, bagaimana pakaiannya robek tergigit babi sungai dan bagaimana, tubuhnya yang setengah terbuka digendong pemuda itu.

bila membayangkan adegan-adegan hangat itu, dia selalu diburu oleh niatnya untuk menengok pemuda tersebut, bahkan dia bertekad akan mendapatkan sang pemuda dengan cara apa pun. Tapi setelah menyaksi-kan suasana gembira dalam ruangan, lalu ingat pula akan ucapan naga Sakti pembalik sungai barusan, hatinya semakin kalut.

Hu yong siancu adalah orang yang berpe-ngalaman dalam soal ini, dia cukup mema-hami bagaimanakah perasaan dan penderi-taan Pek Gwat go waktu itu. Pada saat itulah seorang dayang muncul sambil memberi la-poran: "Lapor pocu, hadiah dari hujin telah diterima semua, ke enam kapal besar menanti perintah.""

Baru saja See giok hendak minta petunjuk Hu yong siancu, Pek Gwat go telah bangkit berdiri sambil berpamitan:

"Boanpwe masih ada urusan lain sehingga tak bisa berdiam terlalu lama disini, biar ku-mohon diri lebih dulu, jika lain kali ada ke-sempatan tentu akan berkunjung kembali.

Perubahan yang sama sekali di luar dugaan ini kontan saja membuat Lan See giok sekalian tertegun.

Sebaliknya Hu yong siancu cukup mema-hami perasaan Pek Gwat go, ia tidak men-coba untuk menahannya, malah sambil bangkit berdiri sahutnya tersenyum:

"Biarpun jarak rantara Pek toh zoh dengar Wi liwm poo selisih brerapa hari perjalanan se-sungguhnya kita bertetangga dekat, memang waktu dilain masa masih banyak waktu bagi kita untuk berkumpul masih banyak"

Pek Gwat go mengiakan pelan, dihantar semua orang berangkatlah ia menuju ke perahu naga emas yang sudah menunggu di luar pintu gedung,

Setelah semua orang naik ke atas kapal, diiringi suara dentingan keleningan, pelan-pelan kapal bergerak menuju ke luar pintu benteng.

Suasana dalam benteng Wi lim poo amat ramai, suasana gembira menyelimuti seluruh pelosok, kesemuanya ini menambah kesepian dan kepedihan hati Pek Gwat go.

Akhirnya perahu merapat dengan ke enam kapal besar dari Pek toh oh, Pek Gwat go melirik sekejap kearah Lan See giok dengan pandangan berat hati, akhirnya setelah ber-pamitan dengan Hu yong siancu, dia mela-yang kembali ke perahu sendiri.

Hu yong siancu. Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu menggoyangkan tangannya berulang kali sambil menyerukan ucapan selamat jalan.....

Sebaliknya Lan See giok hanya berdiri be-lakang Siau cian sekalian tanpa berbicara, hanya sorot matanya yang tajam mengawasi wajah Pek Gwat go tanpa berkedip.

Detik itu dia merasa bahwa orang yang se-sungguhnya patut dikasihani dan merasa kesepian bukanlah Oh Li cu, melainkan Pek Gwat go.

Bayangan tubuh Pek Gwat go yang ram-ping lambat laun semakin mengecil dan akhirnya turut tertelan bersama lenyapnya perahu.

Tapi bayangan wajah Pek Gwat go yang murung dan sedih masih melekat di dalam benak pemuda itu.

Suara keleningan tiba-tiba bergema me-nyadarkan kembali Lan See giok dari lamu-nannya, perahu naga emas sedang pelan-pelan memasuki pintu gerbang benteng.

Ketika mendongakkan kepalanya, langit tampak cerah, matahari bersinar terang, tiga buah lentera merah bergoyang pelan terhem-bus angin....

Benteng Wi lim poo yang bersejarah pulu-han tahun pun mengikuti majikan barunya menuju ke kehidupan baru.

Sampai disini pula cerita "ANAK HARIMAU" sampai jumpa dilain cerita.

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar