Anak Harimau Bagian 34

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 34

Bagian 34

Begitu ucapan tersebut diutarakan, seruan kaget kembali berkumandang dari atas ka-pal-kapal perang itu, beratus pasang sinar mata pun serentak dialihkan bersama ke wajah Hu-yong siancu.

Sinar mata itu penuh diliputi perasaan bimbang den tercengang, seandainya per-kataan ini bukan diucapkan oleh tongcu bagian hukuman perkumpulan mereka sendiri niscaya tak ada yang percaya kalau nyonya muda yang cantik jelita itu tak lain adalah Hu-yong siancu yang sudah mulai tersohor semenjak dua puluhan tahun berselang.

Dengan sorot mata berkilat bagaikan sinar pedang, sekali lagi Hu-yong siancu memben-tak keras.

"Bajingan tengik yang tak tahu malu, tak usah banyak berbicara lagi, segera kau serahkan jiwa anjingmu!"

Biarpun tenang di luar, sesungguhnya Pek In hong ngeri di dalam hati, biar begitu ia toh memaksakan diri juga untuk tertawa terba-hak bahak sambil mengejek.

"Han Sin Wan kau jangan lupa, tempo hari aku Pek In hong Cuma datang terlambat se-langkah ketimbang Ciu Ki san, kalau tidak saat inipun kita sama saja merupakan sepasang suami istri yang berbahagia----haaahhh-- haaahhh---"

Merah padam selembar wajah Hu-yong siancu, saking gusarnya dia segera mem-bentak keras.

"Bajingan tengik yang tak tahu malu, serahkan jiwa badakmu!""

Lan See giok turut merasa naik darah karena kecabulan musuhnya itu, diam-diam ia menghimpun tenaga dalamnya ke dalam tangan kanan dan siap melepaskan sebuah sentilan maut- --

Untung Siau cian bermata jeli, dengan ce-pat dia cengkeram lengan kanan pemuda itu sambil mencegah.

"Bila kau berbuat begini, betul Pek In hong bakal mampus, tapi belum bisa me-nebus se-mua dosanya, biarlah ibuku yang menjagal bajingan keparat ini sehingga ibu tak akan menyesal lagi di kemudian hari"

Lan See giok segera menyadari kesalahan-nya, hingga dia mengangguk berulang kali.

Menggunakan kesempatan tersebut bisik-nya kepada nona itu.

"Enci Cian, siapa sih Ciu Ki san yang di maksudkan oleh Pek In hong itu . . . ?"

"Dia adalah ayahku . , ." sahut Siau cian sedih.

Mendadak dari atas perahu sebelah depan kedengaran Hu-yong siancu membentak lagi.

"Pek In hong, kejahatanmu sudah bertum-puk-tumpuk, lebih baik serahkan saja batok kepala anjingmu. dari pada membiarkan orang lain yang tak bersalah menjadi setan pengganti nyawamu".

Tatkala semua orang berpaling lagi ke muka, terlihat Pek In hong sedang mem-beri perintah kepada lelaki setengah umur ber-baju kuning itu agar turun lebih dulu ke arena untuk bertarung melawan Hu-yong siancu.

Lelaki setengah umur berbaju kuning itu tak berani melanggar perintah dari Pek In hong. meski ia tahu berbuat demikian sama artinya dengan mencari kematian. toh mau tak mau terpaksa ia mesti maju juga ke dalam arena.

Cay soat tidak ambil diam, sudah lama ia menunggu kesempatan untuk mendemon-strasikan kebolehannya, serentak bentaknya keras.

"Bibi. silahkan mundur, biar Soat ji yang menghabisi nyawa bajingan ini!"

Sambil berkata tubuhnya sudah melejit setinggi beberapa kaki dan langsung me-ner-jang ke muka.

Sebenarnya tujuan Pek In hong memerin-tahkan si setan gantung kuning Ciang In sian maju ke arena adalah mencoba dulu kemam-puan yang dimiliki Hu-yong siancu, dengan mengetahui data kemampuan lawan niscaya ia bisa membuat perhitungan dalam per-ta-rungannya nanti.

Siapa tahu seorang gadis berbaju merah telah menghadang niatnya itu, hal tersebut membuatnya mendongkol sekali.

Sementara itu Cay soat sudah mencapai ke tengah arena persis disaat musuhnya si se-tan gantung kuning baru mencapai arena kontan saja ia membentak sambil me-nerjang ke depan, pedang Jit hoa kiam nya langsung ditusukkan ke dada lawan.

Setan gantung kuning cukup licik dan ja-hat, tapi ia tak menyangka kalau gadis itu akan menusuknya sebelum dia berhasil ber-diri tegak, dalam keadaan begini, ia menjadi nekad.

Sambil membentak keras cambuk beran-tainya membuat satu lingkaran bunga untuk melindungi badan, kemudian tubuh berikut senjata bersama - sama menggulung nona tersebut.

Pertarungan macam ini pada hakekatnya merupakan suatu pertarungan beradu jiwa melihat hal ini Hu-yong siancu segera menje-rit kaget.

"Hati- hati anak soat!"

Pek In-hong sendiri malah segera meng-ejek sambil tertawa terbahak bahak.

Haaahhh....Haaahhh......haaahhh Ciang In-sian, dalam keadaan seperti ini pun kau masih ditemani mati oleh seorang gadis yang begitu cantik, aku lihat kau sudah se-pantas-nya merasa puas......"

Kemudian sekali lagi ia tertawa terbahak bahak.

Agaknya Cay soat hendak meniru cara Siau cian tadi yang mana mencari kemenangan dengan menyerempet bahaya.

Tiba-tiba nona itu membentak keras. tubuhnya melejit setinggi satu kaki ping-gangnya berputar dan kakinya berubah jadi di atas, sementara hawa murninya disalur-kan ke dalam tubuh pedang.

Cahaya tajam segera memancar berapa depa lebih panjang dari pedang Jit boa kiam itu sendiri,

"Bajingan tengik. serahkan nyawamu ...." bentaknya lagi dengan suara keras.

Pedangnya secepat kilat meluncur ke bawah menembusi bayangan, cambuk lawan yang membukit.

Percikan bunga api segera memancar ke empat penjuru menyusul bergemanya suara dentingan keras, jeritan ngeri yang menya-yatkan hati bergema pula menyusul kemu-dian darah memercik ke empat penjuru.

Batok kepala si setan gantung kuning telah tersambar pedang lawan sehingga terlepas dari tubuhnya dan menggelinding sejauh berapa kaki, tak ampun habis sudah riwayat si setan gantung kuning.

Cay soat gembira sekali atas keberhasilan serangannya itu. menggunakan kesempatan disaat tenaga murninya belum habis, dia berputar satu lingkaran di tengah udara lalu melayang kembali ke samping bibinya .....

Kini, Pek In hong berdiri tertegun, begitu pula dengan segenap jago yang berada di puluhan buah kapal perang itu.

Di tengah keheningan yang kemudian mencekam seluruh jagad. tiba-tiba Hu-yong siancu membentak lagi.

"Bajingan cabul nyawamu begitu kecil, ji-wamu begitu pengecut, tidakkah kau kuatir ditertawakan oleh semua anak buahmu?"

Di hari-hari biasa Pek In hong selalu di sanjung dan dihormati orang sebagai pemim-pin yang disegani. tak heran kalau ejekan mana sangat menyakitkan hatinya.

Keningnya kontan saja berkerut, lalu de-ngan penuh amarah bentaknya keras- keras'

"Budak rendah Han Sin wan, kau anggap aku Pak In hong benar-benar takut kepada mu? Berulang kali kau memanasi hatiku, kau anggap aku tak bisa melupakan hubungan mesra kita dimasa lampau."

Perkataan ini semakin membuat gusarnya Hu-yong siancu. sekujur tubuhnya sampai gemetar keras karena marahnya, ia menghardik keras:

"Tutup bacotmu yang bau, bajingan tengik

Semakin marah Hu-yong siancu, semakin gembira Pak in hong, kembali ia mendongak kan kepala sambil tertawa terbahak-bahak:

"Haaahhh.. haaahhh- haaahhh.. Han Sin wan apabila aku takut kepadamu, sejak tadi sudah kabur dengan menceburkan diri ke dalam air, biarpun kau akan maju bersama sama kedua orang gadis berbaju merah itu, aku Pak Im hong tak bakal menjadi jeri."

Hu-yong siancu sangat membenci kepada Pak lm hong, din tak berani mendekatinya, maka kepada Si Cay soat yang berada di sisi-nya dia berseru cemas:



"Soat-ji, mundurlah kau dari sini!"

Merasa dipanggil sebagai `Soat-ji" Si Cay seat menjadi girang setengah mati, karena nya satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, dia kuatir Hu-yong siancu yang gusar kelewat batas malah kurang waspada dalam pertarungan nanti, maka dengan pe-nuh rasa kuatir bisiknya:

"Bibi. kau harus berhati , hati, jangan sampai terkena tipu muslihat bajingan terse-but!"

Selesai berkata-dia baru melompat kembali ke sisi tubuh See giok dan Siau cian.

Melihat Si Cay soat sudah mengundurkan diri. Hu-yong siancu baru berteriak lagi de-ngan suara keras.

"Kini nona Si sudah mengundurkan diri, bajingan tengik, apa lagi yang hendak kau katakan sekarang?

Ketika Pek Im hong melihat Si Cay soat te-lah kembali ke perahu besar, dia menjadi le-bih lega, sambil mendongakkan kepala nya dan tertawa terbahak bahak serunya.

"Budak sialan, berdiri yang baik, aku orang she Pek segera datang !"

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu. tubuhnya segera melejit ke tengah udara, diantara ujung baju yang berkibar terhembus angin, dengan jurus "naga perak masuk samudra" ia melayang turun di atas geladak perahu itu.

Tempik sorak yang gegap gempita kembali berkumandang dari puluhan perahu besar yang mengelilingi tempat itu.

Setelah berdiri tegak di geladak, Pek Im hong pun meloloskan sebilah pedang dari pinggangnya, kemudian sambil menengok ke arah Hu-yong siancu yang bermuka hijau membesi, dia berseru sambil tertawa seram.

"Aku tahu, Pedang Hu-yong merupakan sebilah pedang mestika yang tajam sekali, tapi pedangku ini, tak akan kalah tajamnya daripada pedangmu!"

Dalam keadaan begini, kalau bisa Hu-yong siancu ingin mengayunkan pedangnya dan membacok bajingan itu sampai mampus, maka tanpa berpikir panjang dia menyahut.

""Aku bertekad tak akan menggunakan pedangku ini untuk mengutungi senjatamu!"

Pek Im hong berlagak seperti tidak percaya. sambil tertawa tergelak kembali jengeknya. "Bagaimana kalau pedangku terpapas kutung oleh senjatamu itu ...?"

"Aku Han Sin wan tentu akan mebnggorok leherkuj sendiri." jawagb. Hu-yong sianbcu de-ngan alis mata berkernyit.

Lan See giok yang ikut mendengarkan pembicaraan tersebut, kontan saja mendepak depakkan kakinya berulang kali seraya ber-seru:

"Aai. bibi terjebak juga oleh perangkap licik bajingan tengik itu, dengan demikian biar-pun bibi mempunyai pedang yang tajam, ia malah dibatasi sekali ruang geraknya!"

Belum habis dia berguman. Pek Im hong dengan kening berkerut telah berteriak gem-bira, pedangnya segera diayun sambil tubuhnya menubruk ke muka. dengan jurus "menguakkan rumput mencari ular" dia ba-bat pinggang Hu-yong-siancu

Melihat kejadian ini, Hu-yong siancu baru tahu bahwa dirinya tertipu. andaikata ia ti-dak terlanjur mengucapkan kata - kata tadi, niscaya dia mampu mendesak mundur pedang bajingan tersebut dengan jurus "ja-rum emas penenang samudra" kemudian dengan melepaskan serangan "Ular putih memperlihatkan lidah", ia akan bisa menyele-saikan nyawa si bajingan tersebut.

Kini sambil membentak keras terpaksa ia mesti menyingkir ke samping, kemudian de-ngan jurus "Menyingkap liu memetik bunga" menutuk wajah musuh,

Pek Im-hong amat gembira melihat keja-dian ini, biarpun sudah banyak tahun ia tak bersua dengan musuhnya ini, ternyata kepesatan ilmu pedang yang dicapai perem-puan itu belum mencapai apa yang diba-yangkan semula.

Berpendapat begini semangatnya. segera berkobar, secara beruntun ia lancarkan tiga buah serangan berantai.

Hu-yong siancu sendiri tetap tidak me-mandang sebelah matapun terhadap musuh-nya, kendatipun ruang geraknya sudah di batasi sekali, dia membentak keras kemudian berkelit ke samping, setelah itu serangkaian serangan gencar mendesak Pak lm-hong ha-rus mundur ke belakang.

Pada saat itulah ....

Serentetan suara tambur yang keras berkumandang datang dari arah utara, suaranya keras dan sangat memekikkan telinga.

Menyusul suara tambur tersebutb, seluruh permujkaan telaga dirgamaikan oleh subara te-riakan yang begitu keras hingga mem-bum-bung ke angkasa.

Lan See giok, Si Cay soat dan siau Cian serentak berpaling, ternyata di luar kepungan puluhan perahu itu kembali muncul puluhan buah perahu besar lagi.

Sedangkan suara tambur yang keras berasal dari atas sebuah perahu besar, dima-na suasana terang benderang bermandikan cahaya, dari jauh memandang perahu itu nampak sangat megah dan mewah, persis seperti perahu seorang pembesar.

Berkilat sepasang mata Lan See giok, sebab melihat perahu itu, hatinya berdebar dan bibirnya terkatup kencang, dia yakin musuh besar pembunuh ayahnya Toan Ki tin pasti akan munculkan diri---

Sementara itu dipihak lain Pek-Im-hong sedang membentak keras sambil melompat mundur dari arena pertarungan, kemudian teriaknya lantang.

"Pemimpin kami telah datang, jika ada urusan boleh dibicarakan langsung dengan pemimpin kami"

Kedatanganku malam ini adalah untuk mencarimu, urusan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan Toan Ki-tin!" jawab Hu-yong siancu amat gusar.

Mendengar jawaban ini Pak Im-hong terke-siap, ia sudah semakin merasa kalau per-mainan pedang Hu-yong siancu makin lama semakin bertambah hebat, biarpun cuma tiga jurus serangan namun mampu mendesak nya sampai kalang kabut, ia sadar bila perta-rungan ini berlangsung lebih lanjut niscaya selembar jiwanya akan terancam bahaya maut.."..

Mendengar kalau kehadiran, pemimpin mereka sama sekali tak ada hubungan nya dengan Hu-yong siancu, bajingan ini menjadi semakin ketakutan, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arah permukaan air yang berada di belakang perahu.

Melihat sikap lawan, sambil tertawa dingin Hu-yong siancu segera mengejek:

"Pek In hong, apakah kau ingin me-lang-sungkan pertarungan di dalam air?"

Pak lm-hong cukup mengerti, sepasang pahlawan dalam air yang selama ini merajai dua telaga pun masih bukan tanding-an Hu-yong siancu di air, maka jika dia berharap dapat meraih kemenangan dalam air, tinda-kan mana tak lebih hanya tindakan untuk mencari kematian bagi diri sendiri.

Maka dia pun merlirik sekejap kzearah perahu mewwah yang bergerrak semakin mendekat itu, tiba-tiba ia menjadi nekad dan memutuskan untuk beradu jiwa saja, siapa tahu dengan perbuatan nekadnya ini, jiwanya bisa diperpanjang hingga tibanya pemimpin mereka?

Berpikir sampai di situ, diapun membentak keras sambil menerjang lagi kearah Hu-yong siancu, pergelangan tangan kanannya di pu-tar kencang, secara beruntun dia lancar-kan tiga buah serangan yang mengancam alis mata, lutut dan pusar lawan.

Menjumpai musuhnya sudah menyerang secara nekad. Hu-yong siancu kuatir keha-diran Toan Ki tin nanti malah akan meng-ganggu pertarungannya maka satu ingatan melintas pula di dalam benaknya.

Diiringi suara bentakan nyaring, tubuh nya berputar secepat kilat lalu maju ke muka ba-gaikan segulung asap, dalam berapa kali kelebatan saja pedangnya memancarkan ca-haya tajam yang berkilauan bagaikan seekor naga sakti langsung menggulung ke tubuh Pek In-hong,

Terkesiap sekali Pek In-hong menghadapi serangan tersebut, saking kagetnya ia sampai berteriak-teriak keras, pedangnya di putar semrawut untuk menyelamatkan diri, ia ber-harap pedang itu dapat dikutungi oleh musuh, dengan begini ia pasti punya alasan untuk mendesak Hu-yong siancu agar bunuh diri.

Berhasil dengan serangannya. Hu-yong siancu mendesak lebih jauh, tiba-tiba per-mainan pedangnya berubah, diantara kilat-an cahaya pedang yang menyilaukan mata, se-cepat kilat ia melepaskan serangkaian sera-ngan berantai.

Pada saat itu pula dari atas perahu mewah kedengaran seseorang berteriak keras dengan penuh rasa kuatir,

"Han lihiap, harap tahan!"

Sayang sekali keadaan sudah terlambat.

Batok kepala Pek In hong tahu-tahu sudah mencelat ke tengah udara termakan oleh se-rangkaian serangan berantai Hu-yong siancu yang gencar dan dahsyat itu.



Sedangkan mayat Pek In hong yang tanpa kepala itu sempat berputar putar berapa kali sebelum akhirnya roboh, terjengkang ke atas geladak dengan darah segar me-nyembur ke luar seperti pancuran.....

Lan See giok tertegun. dia tak menyangka kalau bibinya dapat mempergunakan jurus guntur langit meledak hebat" dari ilmu pedang Tong-sim kiam hoat untuk menghabisi nyawa Pek In hong.

Tapi teriakan keras yang penuh kegelisa-han tadi sempat menarik perhatian-nya, suara tersebut sangat dikenal olehnya hingga tanpa terasa gemetar keras sekujur tubuhnya.

Sewaktu ia berpaling, tampak di atas perahu mewah itu telah berdiri berbagai ragam manusia, seorang diantaranya berdiri di ujung geladak dengan wajah penuh keku-atiran ..,

Orang itu berambut sepanjang bahu, ber-jubah hitam dan wajah penuh codet, dua biji taringnya menonjol amat menyolok, matanya tunggal dan wajahnya bengis, ternyata orang itu bukan lain adalah Lim- To pacu Toan Ki tin dari telaga Tong ting.

Tampaknya Toan Ki tin di buat tertegun oleh gerak serangan pedang Hu-yong siancu yang lihay sewaktu menghabisi nyawa Pak Im hong tadi, untuk sesaat dia terbungkam dalam seribu bahasa.

Bertemu dengan musuh besarnya, Lan See giok tak sanggup mengendalikan emosinya, tapi dengan wajah diliputi hawa napsu mem-bunuh dia membentak keras-keras:

"Bajingan tua, kembalikan selembar jiwa ayahku --" .

Ditengah bentakan. tubuhnya melejit ke tengah udara dan langsung melayang ke perahu lawan.

Siau cian dan Cay soat tahu, kalau musuh besar pembunuh ayah See giok telah datang, sambil membentak keras, mereka meloloskan pedang sambil menyusul di belakang Lan See giok.

Hu-yong siancu kuatir Lan See giok dike-cohi musuhnya, terutama sekali jarak antara perahu besar Toan Ki tin dengan perahu di-mana mereka berada masih amat jauh, maka cegahnya keras-keras.

"Anak Giok jangan..."

Tapi keadaan Lan See giok waktu itu sudah mendekati kalap. Dengan sorot mata yang tajam seperti sembilu dia awasi Toan Ki tin tanpa berkedip. walaupun tubuhnya sedang melewati sisi bibinya, namun tak terdengar olehnya teriakan dari bibinya itu.

Setelah sampai di ujung perahub, dia segera mejnerjang ke atasg perahu mewah tbadi "

Hu-yong siancu tahu, amarah Lan See giok telah mencapai pada puncaknya dan tak mungkin dapat dicegah lagi., dengan pedang Hu-yong masih terhunus, dia memberi tanda kepada Cay soat dan Siau cian yang masih ragu, kemudian ia melayang ke arah perahu mewah tersebut menyusul sang pemuda.`

Sementara itu suasana di atas perahu me-wah itu sudah berubah menjadi sangat kacau, puluhan komandan atau hiangcu ber-sama sama membentak, mereka bersama sama meloloskan senjata untuk menghalangi usaha See giok naik ke atas perahu mereka.

Kilauan senjata yang gegap gempita dengan segera memancar di seluruh angkasa, suasa-na yang mencekam sekitar situ pun kian lama kian bertambah tegang.

bila See giok ingin naik ke atas perahu keraton yang ditumpangi Toan Ki tin, maka dia harus melewati perahu besar berlentera merah lebih dulu.

Waktu itu tubuhnya masih berada di udara melihat ujung geladak sudah di depan mata, pemuda itu membentak keras, ujung baju kanannya segera dikebutkan ke depan dan melepaskan segulung angin pukulan yang maha dahsyat.

Segera benturan yang amat keras bergema memecahkan keheningan, disusul berku-mandangnya beberapa kali jeritan ngeri. di-antara bayangan manusia yang berpencaran, empat lelaki kekar yang berada dipaling muka telah terpental sejauh tujuh delapan langkah dan roboh terjengkang ke atas tanah.

See giok segera menjejakkan kakinya di ujung geladak. menyusul kemudian dalam sekali lompatan ia sudah menyerbu ke arah buritan kapal.

Kawanan jago lihay yang berada di perahu berpanji kuning dan perahu berlentera merah itu menjadi termangu saking kagetnya, se-mua orang hanya berdiri mematung di posisi semula tanpa mengetahui apa yang harus diperbuat.

Bentakan nyaring kembali bergema di ang-kasa, Hu-yong siancu, Cay soat dan Siau cian bersama sama menyerbu pula ke atas perahu berlentera merah itu.

Suasana di atas geladak semakin bertam-bah kalut, jeritan-jeritan kaget bergema di sana sini, kawanan jago yang sudah pecah nyali dan ketakutan itu bersama sama terjun ke dalam telaga, suasana bertambah kalut percikban air menghambjur pula kemana-g mana.

Dalam kbeadaan begini Hu-yong siancu tak ingin melukai orang yang tak berdosa, ter-buru buru dia menyusul ke belakang See-giok.

Dalam pada itu, Toan Ki-tin sedang di bikin bingung dan tak tahu apa gerangan yang te-lah terjadi, dikala ia jumpai ada seorang pe-muda berbaju biru menyerbu datang seperti orang kalap sambil mengumpat "Bajingan tua" kepadanya. apalagi setelah menjumpai tiga orang perempuan menyusul di belakang-nya, dia semakin tidak mengerti.

Kepada seorang kakek berusia lima puluh tahunan yang berdiri di belakangnya, ia pun bertanya dengan keheranan:.

"Adakah diantara kalian yang kenal dengan pemuda yang berbaju biru itu ....."

Dengan bingung dan tidak mengerti, ketiga kakek berpakaian ringkas itu menggelengkan kepalanya berulang kali.

Mendadak Toan Ki-tin melototkan mata tunggalnya. kemudian kepada ke empat lelaki kekar berbaju hitam yang berdiri di kiri kanannya ia membentak.

"Cepat kalian bekuk pemuda tersebut!"

Ke empat lelaki kekar itu mengiakan ber-sama, kemudian serentak melompat ke atas perahu berlentera merah itu dan menyong-song kedatangan See-giok.

Amarah yang berkobar di dalam dada See giok telah membuat si anak muda itu dicekam oleh hawa napsu membunuh yang membara, melihat datangnya ke empat lelaki bengis yang menerjangnya, dengan suara menggeledek ia segera membentak.

"Minggir kalian.."",

Dalam bentakan mana, ke empat lelaki bengis itu sudah menerjang tiba, masing-masing mengayunkan kepalannya menghajar tubuh anak muda tersebut.

Napsu membunuh yang berkobar di dada See giok semakin membara setelah melihat hal ini, dia berkelit dengan cekatan, lalu sepasang tangannya diayunkan berulang kali melepaskan empat buah serangan berantai.

Dimana bayangan tangannya berkelebat, empat jeritan ngeri yang memilukan hati ber-gema memecahkan keheningan. ke empat lelaki tersebut telah terhajar hancur batok kepalanya dan roboh binasa.

Pada saat itu prula, dari buritzan kapal telah wbergema datang rsuara bentakan gusar yang amat keras, tiga orang kakek berpakaian ringkas itu secara beruntun telah menerjang tiba.

See giok segera mendongakkan kepala nya sambil tertawa seram, teriaknya keras-keras.

"Jika toh kalian pingin mampus. jangan salahkan kalau aku berhati keji- lagi!

Sepasang lengannya diputar lalu menolak bersama ke arah depan---

Segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat, diiringi suara desingan yang amat tajam langsung menghajar ke tiga orang kakek berpakaian ringkas yang mendekat itu,

"Blaaammmm -.!"

Suatu ledakan keras bergema, memecah-kan keheningan, debu dan hancuran kayu beterbangan ke empat penjuru, tampak tiga sosok bayangan manusia diiringi tiga kali jerit kesakitan, tahu-tahu sudah terpental jatuh ke dalam telaga.

Keadaan Lan See giok waktu itu tak ubah-nya seperti orang kalap. tubuhnya melejit ke udara dan menyerbu lebih ke muka, bentak-nya keras-keras. "

"Bajingan tua, serahkan nyawamu!"

Dia langsung menerjang ke arah perahu, besar dimana Toan Ki tin berada.

Tak terkirakan rasa marah dan dendam Toan Ki tin menyaksikan ulah si anak muda itu, berkilat sorot mata yang terpancar dari balik mata tunggalnya, sambil mengawasi Lan See giok yang meluncur tiba, ia tertawa seram tiada hentinya, sem-bilan butir paku penyesak hati yang teramat beracun segera dikeluarkan dan siap dibidikkan ke arah la-wan.

BAB 27

HU-YONG SIANCU dapat menyaksikan ke-jadian tersebut dengan sangat jelas, ia cukup mengetahui akan kelihaian paku penyesak hati dari Toan Ki tin tersebut, tanpa sadar teriaknya kaget.



"Anak Giok, hati-hati dengan senjata raha-sia!"

Dalam teriakan tersebut, dia bersama Siau cian dan Cay soat telah memutar pedang masing-masing menciptakan selapis kabut cahaya di depan mata, lalu menyusul di be-lakang Lan See giok menerjang ke atas perahu bermodel keraton itu.

Keadaan Lan See giok selama ini tak ubah-nya seperti orang kalap, hawa sakti Hud--kong sinkang telah dipancarkan menyelimuti selu-ruh badan, hasratnya sekarang hanya satu yakin membunuh Toan Ki tin dalam sekali pukulan, bahkan terhadap peringatan dari Hu-yong siancu pun seolah-olah sudah tidak terdengar lagi.

Tubuhnya bagaikan sambaran petir me-luncur ke bawah terus dengan cepatnya.

Sekarang, Toan Ki tin baru mengerti apa gerangan yang telah terjadi, namun dia tetap tidak paham, mengapa pemuda berbaju biru itu hendak beradu jiwa dengannya?"

Melihat Lan See giok menyerang ke arah-nya secepat petir, sekali lagi ia tertawa di-ngin, sambil membentak keras, ke tiga batang paku penyumbat hati yang telah dipersiapkan itu segera dibidikkan ke wajah Lan See giok.

Biarpun Toan Ki tin sendiri diliputi oleh kobaran amarah, namun berhubung di bela-kang Lan See giok mengikuti Hu-yong siancu maka timbul pula perasaan segan dan jeri dihati kecilnya."

Alhasil dia tak berani melepaskan serangan mematikan ke tubuh Lan See giok, biar pun ke tiga paku penyumbat hati itu dibidikkan secepat kilat, namun sasarannya bukan ubun-ubun lawan.

Dalam pada itu, Lan See giok tidak me-nyangka kalau Toan Ki tin bakal membidik-kan senjata rahasia ke arahnya, dalam kejut-nya, tiga titik bayangan hitam telah mendekati kepalanya dengan disertai desi-ngan angin tajam.

Dalam gugup dan gelisahnya, ia segera membentak keras, secepat kilat tangan kanannya dikebaskan ke depan, serta merta ke tiga titik bayangan hitam itu sudah di ha-jar hingga terpental ke tengah udara..,.:.,

Tapi dengan demikian, hawa murninya jadi membuyar, tubuhnya otomatis ter-perosok ke bawah dan meluncur ke arah telaga . . . .

Menyaksikan kejadian ini, Toan Ki tin segera tertawa terbahak - bahak sambil ber-seru:

"Bocah yang tak tahu diri, tanpa sebab tanpa musabab berani amat kau menyerang aku . . . ?

Belum selesai perkataan itu dibucapkan. angin jtajam melesat lgewat, diantara bkilatan cahaya pedang. Hu-yong siancu. Si Cay soat serta Ciu Siau cian telah mendarat pula di atas perahu tersebut.

Dalam saat yang bersamaan, Lan See -giok yang terperosok kearah telaga itu sudah membentak keras, sepasang ujung bajunya bersama sama dihantamkan ke arah permu-kaan telaga . . .

Blaaammmm . . "

Percikan bunga air memancar setinggi berapa kaki dari permukaan telaga, meman-faatkan tenaga pantulan yang dihasilkan atas pukulan ini, Lan See giok melejit kembali ke udara dan hampir bersamaan waktunya de-ngan kehadiran Hu-yong siancu bertiga. ia mendarat pula di atas perahu.

Toan Ki tin menjadi amat terperanjat -sam-bil membentak, cepat-cepat dia mengayun-kan telapak tangannya melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh Lan See giok yang sementara itu belum sempat berdiri tegak.

Waktu itu Lan See giok telah menghimpun segenap tenaga sinkangnya mengelilingi selu-ruh badan, tenaga pukulan juga telah diper-siapkan dalam telapak tangan kanan.

Belum lagi tubuhnya berdiri tegak, ia su-dah merasakan datangnya serangan musuh yang semakin mendekat. maka dalam ke-re-potan ia membentak seraya melontarkan- ta-ngan kanannya ke muka...

Segulung angin pukulan yang dahsyat dengan disertai desingan angin yang meme-kikkan telinga langsung membendung datangnya serangan dahsyat dari Toan Ki tin yang disertai tenaga pukulan sebesar pulu-han tahun hasil latihan itu.

"Blaammm..::""

Sekali lagi terdengar suara ledakan keras yang memekikkan telinga, angin puyuh me-mancar ke empat penjuru, perahu bergon-cang keras, seluruh lentera pun padam se-mua di buatnya.

Secara beruntun Toan Ki tin mundur bebe-rapa langkah, wajahnya yang jelek berubah menjadi pucat pias seperti mayat.

Sepasang tangannya menekan dada sambil menahan penderitaan yang hebat, keadaan-nya nampak dicekam kesakitan.

Berhubung serangan dilancarkan secara terburu buru. Lan See giok tidak dapat me-lancarkan serangan dengan sepenuh tenagab, akibatnya ia jtergetar pula sgampai tubuhnya bgontai dan nyaris terjatuh ke dalam air.

Bayangan manusia tiba-tiba berkelebat le-wat. Siau cian dan Cay soat menerjang ke muka untuk membimbing si anak muda tersebut---

Disaat mereka sedang menahan tubuh Lan See giok, Toan Ki tin juga tak mampu mena-han diri lagi sehingga tubuhnya roboh terdu-duk di atas lantai geladak. bahkan sempat muntah darah segar.

Waktu itu, suasana di sekeliling telaga dicekam keheningan yang luar biasa, hampir semua orang yang berada di perahu-perahu perang itu berdiri tertegun karena kaget dan termangu oleh peristiwa tersebut.

Hu-yong siancu dengan pedang terhunus sedang bersiap siap menegur Toan Ki tin.

Ketika secara tiba-tiba Lan See giok yang baru saja dapat berdiri tegak telah mem-ben-tak nyaring.

"Bajingan tua, serahkan nyawamu . . "

Dalam bentakan tersebut, tubuhnya menerjang tiba, tiba-tiba telapak tangan kanannya diayunkan ke depan membacok ubun-ubun Toan Ki tin . . . .

Saat itu. Toan Ki tin sudah luka parah, isi perutnya telah goncang dan kehilangan ke-kuatan untuk menghindar, menghadapi an-caman demikian, dia hanya bisa memejam-kan matanya menunggu seat kematian tiba.

Pada saat inilah ..

Sesosok bayangan ungu berkelebat lewat, Hu-yong siancu telah meluncur ke muka sambil membentak keras, secepat kilat dia cengkeram pergelangan tangan Lan See giok yang sedang melepaskan bacokan itu.

Mimpi pun Lan See giok tidak menyangka kalau orang yang menghalangi usahanya membunuh Toan Ki tin adalah Hu-yong siancu, dalam keadaan tanpa persiapan per-gelangan tangan kanannya segera kena di cengkeram.

Peristiwa ini kontan membuat anak muda tersebut berdiri tertegun.

Siau cian serta Cay soat juga dibikin tertegun oleh kejadian tersebut.

Untuk sesaat suasana yang semula di-cekam keheningan. kini diledakkan kembali oleh teriakan-teriakran yang keras dzi seluruh kapalw perang yang merngepung di sekitar tela-ga, bersama sama bergerak mendekat...

Hu-yong siancu takut terjadi kesalahan paham, atas diri Lan See-giok. dengan cepat dia melepaskan cengkeramannya kemudian bertanya dengan wajah serius.

"Anak Giok, apakah kau tidak merasa kelewat gegabah dengan membacok mati Toan Ki tin dengan begitu saja?"

Lan See giok terkesiap, teringat kematian ayahnya masih menyangkut pula keterlibatan Oh Tin san dan Makhluk bertanduk tunggal yang hingga kini masih merupakan sebuah -teka teki besar, untuk sesaat dia menjadi ter-bungkam den tak mampu menjawab.

Hu-yong siancu segera memperhatikan se-kejap sekeliling arena yang dipenuhi perahu-perahu besar itu, kemudian dengan sikap yang tenang, tanpa kegugupan barang sedikitpun jua, dia berpaling lagi ke arah Lan See giok seraya berkata.

"Kita harus membuat Toan Ki tin mati de-ngan perasaan puas, jangan membiarkan dia mati dalam keadaan bingung dan tidak habis mengerti, walaupun perbuatan kita sah dan benar, toh paling tidak mesti memberi penje-lasan dulu agar semua anggota Lim lo pah yang hadir di sekitar sini ikut memahami duduk persoalan yang sebenarnya..."

Selama ini, Lan See giok memang selalu menganggap Hu-yong siancu sebagai ibu kandung sendiri. tentu saja diapun tak be-rani membantah ucapan mana.

Sambil menahan hawa amarah yang ber-kobar di dalam dadanya, dia segera me-ngangguk berulang kali.

Sementara itu Toan Ki-tin sedang berusaha mengerahkan hawa murninya guna menyem-buhkan luka yang dideritanya, ketika mendengar ucapan tersebut, ia membuka mata tunggalnya dengan lemah dan meman-dang sekejap ke arah Hu-yong siancu dengan sinar mata penuh kekaguman...



Dengan langkah lebar Hu-yong siancu Segera berjalan mendekati Toan Ki tin.

Waktu itu semua kapal perang telah saling berhimpitan sehingga tak mampu bergerak maju lebih ke depan lagi, tatkala semua orang menyaksikan Hu-yong siancu mendekati pemimpin mereka dengan pedang terhunus, serentak semua orang berteriak -teriak keras bagaikan orang kalap.

Namun Hu-yong siancu tak acuh atas teri-akan-teriakan kalap yang gegap gempita itu, dia tetap melanjutkan langkahnya mengham-piri Toan Ki-tin, ia yakin. asal Toan Ki-tin ti-dak dibantai, mustahil ada orang berani membidikkan panahnya kearah mereka.

Sementara itu Lan See giok dibikin terke-siap juga menghadapi situasi yang rawan dan gawat itu, ia segera memutar otak untuk mencari jalan bagaimana caranya meloloskan diri sehabis membunuh Toan Ki tin nanti.

Dipihak lain, Hu-yong siancu telah tiba di depan Toan Ki tin yang masih duduk bersila sambil mengobati lukanya itu, dengan suara yang dalam ia segera menegur.

"Lo pacu, kenalkah kau dengan pemuda berbaju biru yang berdiri dihadapanmu sekarang?"

Sambil berkata ia menunjuk ke arah Lan See giok yang berdiri dengan wajah penuh amarah dan napsu membunuh itu.

Toan Ki tin masih memegangi dadanya dengan kedua belah tangan, mukanya pucat pasi, dibukanya mata yang tunggal itu de-ngan lemah, lalu setelah melirik sekejap ke arah Lan See giok, ia menggelengkan kepala-nya berulang kali sementara mata tunggalnya kemba1i dipejamkan rapat-rapat.

Waktu itu agaknya semua orang yang berada di kapal-kapal perang pun ingin me-ngetahui apa sebabnya orang prang tersebut hendak membunuh Lo pacu mereka, karenanya setelah Hu-yong siancu berseru, suara teriakan yang ramai pun segera ter-henti sama sekali.

Hu-yong siancu melirik sekejap ke arah Toan Ki-tin, dari mimik wajah orang dia tahu kalau luka yang diderita orang ter-sebut amat parah, tapi begitu teringat bahwa orang ini besar kemungkinan adalah musuh besar mereka, tanpa berpikir panjang lagi diapun berseru dengan suara lantang:

"Kalau toh kau tidak kenal, tak ada salah nya bila kuberitahukan kepadamu sekarang, dia bukan lain adalah Lan See giok putrab tunggal dari sji Gurdi emas pegluru perak Lanb tayhiap. Toan Ki tin nampak sedikit terpe-ranjat, tapi setelah membuka sebentar mata-nya, pelan-pelan ia memejam kembali.

"Sekarang, kau sudah mengetahui akan asal usul dari Lan See giok, tentunya juga sudah paham bukan mengapa dia datang mencarimu..-!-" ujar Hu-yong siancu lebih jauh.

Tapi Toan Ki tin menggelengkan kembali dengan pelan, mata tunggalnya masih tetap dipejamkan rapat-rapat.

Lan See giok menjadi naik darah melihat sikap Toan Ki tin yang berlagak bisu tadi, namun teringat akan perkataan bibinya ba-rusan, dengan kening berkerut dan bibir ter-katup rapat, akhirnya ia berusaha untuk tetap menahan diri.

Hu-yong siancu memandang sekejap ke arah Toan Ki-tin, kemudian setelah tertawa dingin serunya dengan gusar: "Sekarang Lan See giok datang untuk membalas dendam sakit hati ayahnya, dia hendak menuntut mu agar mengembalikan nyawa ayahnya. mengerti?"

Seluruh tubuh Toan Ki tin bergetar keras, lalu dengan wajah penuh amarah dia mem-buka mulutnya agak gemetar, tapi baru saja hendak berbicara, sekali lagi darah segar menyembur ke luar dari mulutnya..

Hu-yong siancu dan Lan See giok men-jadi amat terkejut, cepat-cepat mereka mundur sejauh tiga depa dan saling ber-pandangan sekejap, baru sekarang mereka tahu kalau Toan Ki tin telah menderita luka dalam yang cukup parah.

Sekali lagi suasana di sekeliling arena di li-puti kegemparan dan kegaduhan, demi me-nyelamatkan jiwa Lo pacu mereka, meski busur dan panah telah mereka persiapkan. namun tak seorangpun diantara mereka yang berani bertindak secara gegabah. Waktu itu semua jago lainnya juga telah meloloskan senjata masing-masing dan mengawasi Hu-yong siancu serta Lan See giok dengan wajah terkejut bercampur gelisah, tapi kuatir akan keselamatan pemimpinnya, mereka pun tidak berani bergerak secara sembarangan.

Bagaimanapun juga, Hu-yong siancu ada-lah seorang perempuan yang amat cerdas. ia segera menduga kalau dibalik peristiwa tersebut nampak nya masih terdapat persoal-an lain, karena itu sambil maju ke depan dan mengawasi Toan Ki-tin yang masih terengah engah, tanyanya dengan tenang.

Lo pacu, kau bilang Sbi Gurdi emas pej-luru perak Lang tayhiap bukan btewas ditangan mu?"

Toan Ki tin sama sekali tidak membuka matanya, namun ia mengangguk dengan ce-pat.

Melihat pengakuan ini, Lan See giok kem-bali merasakan hatinya tergetar keras. diam-diam ia pun bertanya kepada diri sendiri, mungkinkah pembunuh tersebut adalah si Makhluk bertanduk tunggal?

Hu-yong siancu merasakan juga hatinya tergerak, buru-buru serunya kepada Lan See giok.

"Anak Giok. cepat kau ambil cairan kemala Leng sik giok ji!"

Lan See giok tahu, Hu-yong siancu ingin mencari tahu duduk persoalan yang sebenar nya dari mulut Toan ki-tin maka tanpa ragu-ragu dia mengeluarkan botol kemala kecil itu dari dalam sakunya.

Pertama tama Hu-yong siancu menyarung-kan dulu pedangnya, kemudian setelah menerima botol porselen kecil ini dia berpa-ling dan berteriak keras kepada sekawanan yang sedang bersembunyi di belakang pintu ruangan kapal.

"Cepat kalian ambil sebatang sumpit perak akan kuselamatkan jiwa pacu kalian!"

Seketika itu jua, puluhan orang jago yang berada di atas perahu tersebut dibikin kebi-ngungan, akhirnya seorang kakek berusia lima puluh tahunan melompat masuk ke dalam ruangan dan memerintahkan seorang dayang untuk menyiapkan benda yang di-minta,

Tak selang berapa saat kemudian, seorang dayang telah muncul dari ruang perahu de-ngan langkah terburu-buru-

Bayangan merah berkelebat lewat, Si Cay soat segera menyongsong kedatangan dayang tersebut dan menerimanya sebelum diserah kan kepada Hu-yong siancu.

Ketika Hu-yong siancu membuka penutup botol kemala itu, bau harum semerbak yang segar segera menyebar ke seluruh angkasa membuat para jago yang masih berdiri kaget sama-sama merasakan semangatnya berko-bar kembali.

Ketika Toan Ki tin, mendengar jiwanya ada harapan untuk diselamatkan, ia segera membuka pula mata tunggalnya dan melirik sekejap ke arah Hu-yong siancu dengan perasaan berterima kasih.

Dengan amat cekratan Hu-yong sizancu menutulkanw setetes cairanr putih ke ujung sumpit itu, kemudian menitahkan kepada si dayang yang masih berdiri termangu di ke-jauhan sana untuk menghantarkan ke mulut Toan Ki tin.

Toan Ki tin mencoba untuk menjilat de-ngan ujung lidahnya, merasakan bau segar yang membangkitkan semangat, ia tahu kalau obat itu teramat mujarab, cepat-cepat dia menghimpun kembali tenaganya untuk mengatur napas.

Dari mimik wajah Toan Ki tin. Hu-yong siancu tahu kalau orang tersebut sudah menaruh kepercayaan kepadanya, maka sambil mengangkat kepala serunya kepada kawanan jago di kejauhan sana

"Pacu kalian sedang bersemedi sekarang,

kalian jangan gaduh lebih dulu, paling baik jika kalian titahkan kepada semua kapal agar menjauh dari sini."

Ketika mendengar ucapan mana kakek berusia lima puluh tahunan tadi kelihatan agak ragu, tapi kemudian ia membisikkan sesuatu ke sisi telinga seorang lelaki setengah umur berbaju abu-abu yang berdiri di sisi-nya.

Lelaki setengah umur itu segera melirik se-kejap ke arah Hu-yong siancu dengan pan-dangan terkejut bercampur gelisah, tapi ia mengangguk dengan cepat dan beranjak pergi.

Dalam pada itu, Hu-yong siancu sudah mempunyai perhitungan yang matang dihati kecilnya, dia lama sekali tidak memikirkan persoalan tersebut di dalam hati, pelan-pelan perempuan itu balik ke depan Lan See giok. ketika dilihatnya pemuda itu masih berdiri dengan bimbang, ia pun berbisik dengan suara lembut.

"Sebentar lagi, bila Toan pacu telah selesai bersemedi, kau bisa menanyakan secara langsung kepadanya tentang duduk perso-alan yang sebenarnya, bila diketahui uca-pannya saling bertentangan satu sama lain nya. kita bisa bertindak cepat untuk me-nyanderanya kembali..."

Maksud dari perkataan itu sudah jelas, nanti bilamana keadaan memaksa mereka harus menyandera pemimpin tersebut guna meloloskan diri dari kepungan.

Terhadap kejadian seperti ini Lan See giok telah mempunyai pengalaman berapa tali, maka diapun mengangguk tanda mengerti.

Dalam pada itu, kawanan kapal perang yang mengepung sekeliling tempat itu sudah pada mengundurkan diri, kecuali suara air yang diterjang perahu, suasana terasa amat hening dan tak kedengaran suara apa pun.....

Ketika Hu-yong siancu dan Lan See giok mendongakkan kepalanya, mereka jumpai di atas Tiang layar perahu keraton yang tinggi itu tampak sesosok bayangan manusia se-dang menggoyangkan sebuah lentera berwar-na biru dan sebuah lentera hijau.

(Bersambung ke Bagian 35)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar