“Siauw Cap it-long, dengar !
Sim Pek Kun sudah berada ditanganku, berani main gila, kalian berdua akan
mengalami kecelakaan yang lebih hebat... "
Suara To Siao Thian yang
terakhir belum tertutup. tiba tiba ia mengeluarkan jeritan. Seperti ada ribuan
tawon mengantuk punggungnya.
Menggunakan kesempatan baik,
Sim PEk Kun menarikkan tangnnya. memukul kebelakang.
To Siao Thian tertusuk jarum
jarum, terpukul olej Sim Pek Kun. terguling jatuh dimulut goa. Ia kini mengarah
kebelakang.
Disana didepan To Siao Thian
sudah berdiri seseorang, itulah Siauw Cap it-long. Dengan senyumnya yang
mengejek Siauw Cap it-ong memandangi TO Siao Thian.
Korban pertama !
Sepasang mata To Siao Thian
didelikkan seolah olah mau meletus keluar, ia menahan sakit dam membentak :
“Kau... kau sirampok besar...
"
Siauw Cap it-long berkata :
“Kalau aku sudah menjadi
seorang perampok besar, kau sekarang juga sudah menjadi perampok tolol, kau
kira aku berada didalam goa, bukan ? Inilah kecerobohanmu. AKu tidak berada
didalam, aku berada diluar goa.
* TIPU MUSLIHAT *
“Kau... kau... "
To Siao Thian masih belum
mengerti, “Kau menggunakan senjata apa ?”
“Hanya jarum mas dari keluarga
Sim yang biasa saja” Berkata Siauw Cap it-long. “Tentu saja jarum mas dari
keluarga Sim yang mengandung unsur beracun”
Wajah To siao Thian
berkerinyut, daging dagingnya berkerutukan, ia merintih sebentar, kepalanya
toklek, untuk mengucapkan selamat tinggal kepada dunia.
Tubuh To Siao Thian jatuh
menggeletak.
Tubuh Siauw Cap it-long juga
terjatuh.
Sim Pek Kun terkejut, cepat
cepat ia menubruk.membangunkannya, dan bertanya dengan suara merdu :
“Kau tidak apa apa? "
Siauw Cap it-long tertawa
menyengai katanya :
“Ku usahakan sedapat mungkin,
agar ia tidak jatuh, sebelum To Siao Thian menghembuskan napasnya yang
terakhir. Aku berhasil, kalau saja aku jatuh dahulu, kita bisa celaka ...
Sim Pek Kun menghela napas, ia
berkata: “Tidak kusangka, kau menggunakan jarum mas dari keluarga SIm tidak
dibawahku "
Siauw Cap it-long menghela
napas, ia berkata :
“Seseorang yang sudah hampir
mengalami hari hari terakhirnya, apapun bisa saja dilakukan”
“Sesudah To Siao Thian jatuh
menggeletak, tubuh itu tidak berkitik lagi”
Napas Siauw Cap it-long masih
berlum teratur betul, sengal sengal, menengok kearah mayat To Siao Thian ia
bergumam :
“Masih beruntung,
kecurigaannya ia sangat hebat, kalau tidak, oh... "
Sim Pek Kun berkata :
“Biar kuseret manyatnya
kedalam goa "
“Jangan! " berkata Siauw
Cap it-long. “Mayat ini bisa digunakan sebagai umpan. Sangat baik untuk kita
gunakan” “Masih hendak digunakan ?”
Siauw Cap it-long mengatupkan
kedua matanya, ia sedang mengilmiah, dan perlahan lahan berkata :
“Orang kedua yang akan datang
pasti adalah Thio Bu Kek”
Sim Pek Kun tidak mengajukan
pertanyaan, dari mana Siauw Cap it-long bisa menduga kalau orang kedua yang
bisa menemukan jejak mereka adalah Thio Bu Kek. Ia begitu yakin dan percaya,
menyerahkan segala sesuatu kepada Siauw Cap it-long.
Tapi Siauw Cap it-long, sudah
memberi keterangan lebih dahulu, katanya :
“Thio Bu Kek memiliki
kecerdikan otak yang luar biasa, dan sifatnya juga licik cerdik, biasanya orang
yang cerdik pandai ini selalu memiliki keistimewaan, itulah keistimewaan takut
kepada diri sendiri. Takut dan bernyali kecil”
“Bagaimana kau harus menghadapi
Thio Bu Kek ?” bertanya Sim Pek Kun.
Siauw Cap it-long berkata :
“Dalam selipan sepatuku
terdapat pisau kecil, tolong keluarkan”
Pisau kecil itu sangat tajam,
SIm Pek Kun mencobanya, dan ia berkata :
“Kau hebat ! Siapa yang sangka
kau masih mempunyai simpanan didalam sepatu ?”
Siauw Cap it-long berkata :
“Aku lebih suka menggunakan
pisau. Pisau itu bukan saja dapat digunakan untuk membunuh orang, juga serba
guna”
“Aku mengerti " berkata
Sim Pek Kun. “Pisau yang bagus harus bercahaya terang,s eperti intan dan
berlian. kalau saja jatuh dalam tanganmu pasti kau bisa memuaskan”
Sim Prk Kun berkata :
“Dimasa aku kecil, aku tidak
boleh menggunakan pisau. Karena pisau itu bisa berbahaya, bisa melukai jari
ternyata disamping kejahatan kejahatan sang pisau pribadi bisa saja kita
menggunakan pisau tersebut”
“Itulah kita telah melibatkan
diri didalam satu kesulitan, pisau ini bisa banyak membantu”
“Bagaimana kau hendak menyuruh
sang pisau membantu usaha kita ?”
SIauq Cap it-long menerima
pisau tersebut dan berkata :
“Balikkan kepalamu kebelakang”
SIm Pek Kun masih menatap
Siauw Cap it-long, ia berkata :
“Aku tidak perlu membalikkan
kepala kebelakang. Apapun yang kau kerjakan, pasti saja betul. Mengapa harus
membalikkan kepala ?”
Siauw Cap it-long mengelakan
pandangan mata Sim Pek Kun, dengan pisaunya ditancapkan kedada mayat To Siao
Thian, Sesudah itu baru memberi penjelasan :
“Dengan cara seperti itu,
seolah olah To Siao Thian terbunuh mati secara depan berdepan. Thio Ku Kek bisa
menduga sesuatu, ia harus berpikir pikir, sampai dimanakah ilmu kepandaianku ?
Masih dalam keadaan terluka ? Atau sudah kuat bertempur lagi, maka sengaja
kupasang keadaan yang seperti ini. Kalau Thio Bu Kek tahu, To Siao Thian mati
tertusuk dari depan, tentu ia tidak berani dekat padaku "
“Ng... "
“Didepan itu ada dua baris
pohon, sudahkah kau lihat ?” bertanya Siauw Cap it-long.
Sim Pek Kun berkata :
“Thio Bu Kek tentu takut
kepadamu, karena kau sudah berhasil membunuh To Siao Thian dari depan. Tentu ia
tidak berani mendekati. Tentu ia mengundurkan diri sehingga kearah dua baris
pohon itu. Beginikah caramu ?”
“Hebat !” Siauw Cap it-long
tertawa “kau telah mendapat pelajaran yang baik kemajuanmu juga cepat”
“Kemudian ?” bertanya Sim Pek
Kun ” Kau bersembunyi dibalik ujung lain dari pohon pohon tersebut, disana
daunnya lebih rimbun. TIdak mudah diketahui, kau berjongkok sebawah mungkin
sudah mengarti ?”
“Mengerti” Siauw Cap it-long
berkata : “Harus baik baik menggunakan kesempatan ini, sebelum ia sadar akan
kelengahannya, jarum masmu itu harus bisa mengenainya”
Sim Pek Kun tertawa manis, ia
berkata :
“Percayalah, dajur dari
keluarga Sim bukan saja bisa digunakan untuk menyulam, ia lebih banyak
kegunaannya untuk menyerang”
Siauw Cap It Long mengeluarkan
elahan napas panjang, dengan tertawa ia berkata: “Inilah memberi umpan
memancing ikan. Tidak takut ia sudah datang, yang kita takuti adalah
kecurigaannya”
Menyambung kata kata Siau Cap
It Long, tiba tiba terdengar satu suara lain: “Bagus! Memang tipu yang luar
biasa”
Sim Pek Kun dan Siau Cap It
Long saling pandang, wajah mereka berubah. Ternyata mereka berunding terlalu
lama, musuh sudah tiba!
Siapa yang datang? Betulkah
Thio Bu Kek?
Bukan! Orang yang datang,
orang yang menggagalkan rencana Siau Cap It Long adalah Hay leng Cu.
Siau Cap It Long belum bisa
menjadi dewa, betapa tepatpun perhitungannya tidak mungkin selalu memaksakan
orang. Kadang kala, perhitungannya juga bisa mengalami kegagalan, seperti
kejadian tadi, ia memperhitungkan kedatangan Thio Bu Kek, yang diluar dugaan,
orang kedua yang berhasil menemukan jejak mereka adalah Hay Leng Cu! Bukan Thio
Bu Kek!
Badan Sim Pek Kun menjadi
dingin.
Hay Leng Cu menggunakan tudung
hujan yang lebar, tangannya memegang pedang, berdiri tidak jauh dari Sim Pek Kun
berada. hujan masih membasahi bajunya, membasahi badan Hay Leng Cu yang kurus
kering.
Keadaan Hay leng Cu di tempat
yang seperti itu, seolah lah setan dari akherat yang lari meninggalkan
tempatnya, menggerayangi dunia manusia, mencari pengganti.
Sim Pek Kun tidak berani
menatap Hay Leng Cu terlalu lama, berpaling kearah Siau Cap It Long, hendak
meminta pendapat si jago berandalan.
Siau Cap It Long masih
tertawa. Dengan dingin Hay Leng Cu bertanya: “Diluar dugaan, bukan? Tidak
diduga akan kedatanganku?”
Siau Cap It Long berkata: “Kau
kira diluar dugaan kita? Bah, sebetulnya sudah kuketahui lama, gerakkan kasak
kusukmu yang bersembunyi disana. Sengaja kuberikan kepadamu, semua rencana
rencana kita, kalau tidak bicara seperti ini, mana mungkin kau berani datang
kemari?”
Suara Siau Cap It Long
menandakan suaranya yang sangat girang, suara di dlaam keadaan yang wajar.
Sim Pek Kun hampir tidak
percaya atas reaksi yang seperti ini. Wajah Hay leng Cu berubah sedikit. Sim
Pek Kun hampir percaya, bahwa keterangan Siau Cap It Long itu adalah keterangan
yang sejujurnya, keterangan dari hatinya yang asli.
Wajah hay leng Cu berubah,
tapi langkahnya tidak segera terhenti, gerakkannya tidak cepat, juga tidak
lambat. Setiap langkah kaki, dibarengi oleh irama pedang yang terayun. Gerakkan
hampir tidak bisa tercela, sulit untuk menyerang orang yang membawakan sikap
yang siap siaga.
Hay Leng Cu tidak mudah
percaya kepada keterangan orang, ia tidak percaya kepada siapa yang dikatakan
oleh Siau Cap It Long, tapi ia juga tidak percaya kepada matanya sendiri. Dalam
keadaan yang luka parah itu, Siauw Tjap it-long tidak mempunyai kekuatan
tempur, tapi ia tidak percaya, tidak percaya kalau Siauw Tjap it long itu mau
menyerah dan mandah menerima cincangan.
Siauw Tjap it Long tidak bisa
menunggu waktu, tidak bisa ditunggu lagi, waktu cepat berlalu. Dengan semua
sisa kekuatan yang ada, Siauw Tjap it long menerkam.
Bagaikan seekor singa yang
luka, terkaman itu sangat garang dan roboh di depan kaki Hay-leng-tju.
Kekuatannya tidak menjakinkan, seperti sebongkah batu, djatuh di depan kaki
Hay-leng-tju.
Sim Pek Kun mengeluarkan
djeritan kaget.
Pedang Hay-leng-tju bergerak.
Seperti pagutan ular, memagut dan menotok ke djalan darah Siauw Tjap-it-long.
Siauw Tjap-it-long tidak bisa
mengelakkan datangnja serangan ini, meningkatkan badan, meraihkan tangan kanan,
menjambak datangnya pedang Hay-leng-tju.
Tjresss... pedang itu mengenai
telapak tangan Siauw Tjap-it-long, menusuk daging mengakibatkan pendarahan,
cairan merah muncrat.
Wadjah Hay-leng-tju
menyeringai puas, ia hendak menarik pedang itu, hendak ditusukkannya sekali
lagi.
Dan di saat ini, Siauw
Tjap-it-long membalikkan telapak tangan, dengan djarak dagingnja masih melekat,
ia memegangi tajamnya pedang Hay-leng-tju.
Tentu sadja disertai dengan
tenaga dalam.
Hay-leng-tju hendak berontak,
tidak berhasil, tubuhnya menjadi limbung dan djatuh rubuh.
Djarum mas pencabut nyawa
bertaburan di udara, dibarengi jatuhnya air hujan, mengurung Hay-leng-tju.
Reaksi Siauw Tjap it-long
sangat cepat, melebihi siapa saja. Mengetahui kekuatannya lemah, mengetahui
tidak ada daja kekuatan sendiri, dengan darah dagingnya dia menempel pedang
Hay-leng-tju, dengan harapan bisa mendapat bantuan Sim Pek Kun.
Kalau saja Sim Pek Kun tidak
bisa diajak kerja sama, membiarkan kesempatan itu lewat, celakalah mereka.
Yang mujur Sim Pek Kun telah
mendapat pengalaman2, telah bisa menyerasikan keadaan, di saat itu juga ia
menaburkan jarum mas pencabut nyawa dari keluarga Sim yang hebat.
Namanya tipu daya yang
digunakan oleh Sim Pek Kun adalah Boan-thian-hia-ie yang berarti hujan jarum
mas pencabut nyawa.
Nama tadi cocok dengan
keadaan, jatuhnya Siauw Tjap it long di depan kaki Hay-leng-tju adalah untuk
menghindari terkena salah satu jarum tersebut, inilah kesempatan baik.
Hay-leng-tju menggeram,
melempar pedang, menjungkir balikkan badan. Tidak urung, tujuh batang jarum
emas pencabut nyawa telah bersarang di dalam tubuhnya.
Sebuah belati yang mungil dan
mulus turut bersarang di perut manusia jahat.
Siauw Tjap-it-long terlena di
tanah, nafasnya semakin sengal2 ngos2an, air hujan masih memukul dirinya, tapi
tidak dirasakan sakit lagi. Mungkinkah jujan sudah menjadi kecil, atau keadaan
yang semakin lemah hingga tidak bisa merasakan adanya rasa sakit itu?
Sim Pek Kun berdiri
ter-mangu2, matanya memandang ke arah majat Hay-leng-tju, hampir ia tidak
percaya kepada kenyataan yang ada. Sukmanya hampir copot.
Siauw Tjap-it-long menggeser
badan, berontak, ia sedang berdaja upaja untuk bangkit berdiri.
Kejadian ini mengejutkan Sim
Pek Kun menyadarkan lamunannya, cepat2 ia lari memayang kedua tangan laki2 itu,
dengan sabar ia berkata:
“Oh.... lukamu....”
Berapa banyak luka yang sudah
mencacah tubuh Siauw Tjap-it long, darah menjadi satu dengan air hujan.
“Tidak jadi soal,” berkata
Siauw Tjap-it-long, “Coba tolong bangunkan aku.”
“Lukamu begitu hebat,” berkata
Sim Pek Kun. “Lebih baik... lebih baik kau berbaring saja.”
“Aku harus duduk. Aku harus
bangun.” berkata Siauw Tjap-it-long. “Kalau tidak... maka aku terbaring untuk
selama2nya...”
Hujan mulai mereda, kini hujan
gerimis tapi masih belum berhenti.
Akhirnya Siauw Tjap-it-long
bisa duduk bersila di tepian mayat Hay-leng-tju dan To Siao Thian, di sana ia
membenarkan djalan peredaran darah.
Sim Pek Kun berdiri di
sebelah, se-olah2 dunia ini tersedia untuk mereka berdua. Tidak ada tempat
untuk dunia lainnya.
Siauw Tjap-it-long mengatupkan
sepasang mata itu lama, tiba-tiba ia membuka dan berkata, “Thio Bu Kek, sudah
lama kau datang, mengapa masih menyembunyikan diri ?”
Hati Sim Pek Kun tercekat,
hampir ia lompat keatas, matanya menyapu kesekeliling tempat, ia tidak melihat
ada bayangan Thio Bu Kek. Apa arti kata-kata Siauw Cap-it-long tadi ?
Beberapa saat berlalu,
lagi-lagi Siauw Cap-it-long membuka suara :
“Thio Bu Kek, kau sudah berada
disitu. Mengapa tidak keluar ?”
Kata-kata yang sama diulang
sehingga empat kali.
Setiap kali memakan waktu
beberapa menit, demikian sehingga ulangan keempat, betul betul Thio Bu Kek bisa
dipancing keluar.
Langkah Thio Bu Kek bersikap
tenang, tapi wajahnya memperlihatkan kecurigaan, keheranan. Dengan langkahnya
yang begitu ringan, bagaimana Siauw Cap-it-long bisa mengetahui kedatangannya ?
Siauw Cap-it-long sudah
membuka mata. Tapi tidak terarah ke tempat Thio Bu Kek. Ia tersenyum kecil dan
berkata :
“Sudah kuketahui, kau pasti
datang ditempat ini, yang berada diluar dugaan, mengapa kau datang ayal-ayalan,
sehingga telah didahului oleh Hay-leng-cu.”
Thio Bu Kek melirik kearah
mayat Hay-leng-cu yang menggeletak, wajahnya berubah. Mempelototkan mata
memandang Siauw Cap-it-long, rasa tercengangnya semakin hebat.
Siauw Cap-it-long berkata :
“Jangan mendelikkan mata
seperti itu. Hay-leng-cu dan To Siao Thian bukan mati dibunuh olehnya.”
“Bukan kau ?” bertanya Thio Bu
Kek. “Siapa ? Siapa yang membunuh mereka ?”
“Aku sendiripun tidak tahu.”
berkata Siauw Cap-it-long. “Baru saja mereka tiba disini, mendadak saja jatuh.
Sesudah itu mati.”
Mata Thio Bu Kek
berlikat-kilat, ia bertanya :
“Mereka datang untuk mati
didepanmu ?”
“Ya.” berkata Siauw
Cap-it-long. “Datanglah lebih dekat lagi. Lihat dan periksa saja luka mereka,
maka kau bisa mendapatkan buktinya.”
Kata-kata ini menyebabkan
reaksi yang lain. Thio Bu Kek tidak maju kedepan, tapi ia sudah mundur
kebelakang, katanya marah :
“Mengapa harus dekat. Dari
sini, aku juga bisa melihat adanya tanda-tanda kematian mereka.”
“Kau tidak percaya
keteranganku ?” bertanya Siauw Cap-it-long.
Bibir Thio Bu Kek
bergerak-gerak, tetapi tidak sepatah katapun yang keluar dari tempat itu.
Siauw Cap-it-long menghela
napas panjang panjang, dengan membawakan sikapnya yang seperti sangat sedih, ia
berkata.
“Tenagaku sudah habis, lukaku
juga tidak ringan, aku hendak melarikan diri, tapi sudah tidak bertenaga lagi,
bagaimana bisa membunuh orang ? Bagaimana bisa membunuh To Siao Thian tayhiap
dan Hay-leng-cu yang menjadi jago pedang kenamaan dari Hay-lam-kiam-pay ?”
Thio Bu Kek masih diam, Ia
hendak mengilmiah keadaan dan strategis kesempatan.
Siauw Cap-it-long berkata lagi
:
“Sekarang aku sedang duduk
disini. Menunggu ajal kematianku.”
“Menunggu ajal kematian ?”
bertanya Thio Bu Kek ragu-ragu.
Siauw Cap-it-long tertawa
getir, ia berkata :
“Mengapa harus bohong kepadamu
? Kalau kau datang lebih dekat lagi, menarik batok kepalaku. Kukira mudah saja
dicopot. Aku sudah tidak mempunyai kekuatan untuk bertahan. Yang lebih hebat
lagi, tidak ada yang bisa membantu usahaku. Jarum pencabut nyawa dari nona Sim
Pek Kun juga sudah habis diobral. Inilah yang membuat lebih celaka !”
Sim Pek Kun hanya bisa
mengeluh didalam hati, mengeluh secara gelisah sekali. Ia lebih mengerti,
kata-kata Siauw Cap-it-long yang dikatakan itu adalah suara yang sejujurnya,
mereka tidak mementingkan hidup, dia juga sudah kehabisan jarum pencabut nyawa.
Heran ! Mengapa Siauw
Cap-it-long harus memberikan keterangan seadanya, sudah gilakah dia ?
Apa akibatnya, kalau Thio Bu
Kek percaya kepada keterangan itu dan maju kedepan ?
Bah ! Runyam !
Kenyataan tidak seperti apa
yang Sim Pek Kun bayangkan, langkah Thio Bu Kek bergerak, tapi bukan dia maju
kedepan, kini mundur semakin jauh lagi.
Siauw Cap-it-long berkata :
“Kalau kau hendak membunuh
diriku, inilah kesempatan terbaik. Mengapa kau harus membuang peluang waktu?
Hayo !”
Tiba-tiba Thio Bu Kek tertawa
berkakakan, entah apa yang ditertawakan olehnya, ia tertawa begitu besar,
sampai air matanya meleleh dua tetes.
Siauw Cap-it-long berkata :
“Eh, inilah rasa kejantananmu?
Mengeluarkan air mata, sebelum melakukan pembunuhan ?”
Sesudah Thio Bu Kek tertawa
puas, ia berkata :
“Kalian berdua adalah
lakon-lakon sandiwara yang baik. Permainan akrobat kalian juga hebat. Sangat
realistis ! Sayang, aku tidak mempunyai pikiran otak yang seperti To Siao
Thian, dan juga tidak mau disamakan dengan Hay-leng-cu.”
Siauw Cap-it-long bertanya :
“Masih tidak percaya kepada
keteranganku ?”
“Aku tidak mau dijadikan
kelinci percobaan. Aku tidak mengharapkan sebuah belati kecil yang tertancap
diatas dadaku.”
“Sayang ! Sayang sekali !”
berkata Siauw Cap-it-long. “Sayang sekali kalau kau membuang kesempatan yang
baik dihari ini.”
“Terima kasih.... terima
kasih.... terima kasih atas budi kebaikanmu.”
“Kau akan menyesal dikemudian
hari.” berkata Siauw Cap-it-long.
“Lebih baik aku menyesal
dikemudian hari, daripada harus menggeletak untuk selama-lamanya.” berkata Thio
Bu Kek, tubuhnya melejit, mumbul keatas dan meluncur pergi. Meninggalkan Siauw
Cap-it-long.
Siauw Cap-it-long berkata :
“Kalau kau sudah berhasil
menemukan jawaban yang dianggap tepat, silahkan balik kembali, biar bagaimana,
aku sudah tidak mempunyai kekuatan untuk lari !”
Suara Siauw Cap-it-long yang
terakhir, tentu saja tidak bisa didengar oleh Thio Bu Kek. Karena disaat mana,
bayangan Thio Bu Kek sudah lenyap tak terlihat.
Sesudah kepergian Thio Bu Kek,
tulang-tulang Sim Pek Kun dirasakan menjadi lemas, ia jatuh dan terduduk
ngeloso. Ia mengirim satu kerlingan mata yang menarik, dan berkata :
“Tidak kusangka. Thio Bu Kek
bisa dikaburkan olehmu !”
Siauw Cap-it-long mengeluarkan
elahan napas panjang, ia berkata :
“Aku sendiripun tidak
menyangka, sebelumnya aku tidak mempunyai pegangan yang sangat kuat.”
“Tetapi, hampir saja aku jatuh
pingsan karena kata-katamu tadi.”
“Beruntung hujan masih belum
berhenti.” berkata Siauw Cap-it-long. “Thio Bu Kek belum bisa membedakan, yang
mana keringat ketakutan dan yang mana butiran air hujan.”
“Hujan baik.” berkata Sim Pek
Kun. “Air hujan membersihkan dirimu, membersihkan darahmu sehingga Thio Bu Kek
tidak tahu bahwa kau telah banyak menderita luka.”
Mereka saling pandang,
akhirnya mereka tertawa.
Sim Pek Kun bisa mengeluarkan
suara lega, timbul rasa kantuknya, matanya terlalu sepet, letihnya tidak
kepalang, sesudah melakukan perjalanan seorang diri, perjalanan yang belum
pernah ditempuh selama hidup Sim Pek Kun. Akhirnya ia bisa berhasil
menyelamatkan nyawa Siauw Cap-it-long.
“Hanya Lie Kang seorang yang
belum datang.” bisik Siauw Cap-it-long.
Tentu saja Lie Kang belum
sampai di tempat itu, Lie Kang salah jalan karena takut kalau rahasianya
dibongkar oleh Siauw Cap-it-long, karena itu ia memisahkan diri. Memilih jalan
yang lebar, itulah jalan salah. Juga berbeda dengan keadaan To Siao Thian,
Hay-leng-cu dan Thio Bu Kek yang menuju jalan sempit. Satu persatu mereka
berhasil menemukan Siauw Cap-it-long.
Lie Kang memilih jalan lebar !
Tentu saja harus berputar-putar.
“Kemanakah Lie Kang pergi ?”
bertanya Sim Pek Kun
“Kukira ia tidak datang.”
berkata Siauw Cap-it-long.
Lagi-lagi mereka berpandangan,
tangan Sim Pek Kun meremas tangan Siauw Cap-it-long.
Sebagai seorang nyonya agung,
sebagai seorang wanita yang pernah kawin, seharusnya Sim Pek Kun tidak berani
melakukan gerakan itu. Tetapi, keadaan lain dari pada yang lain, keadaan
sekarang adalah keadaan yang kritis, mungkin keadaan untuk terakhir kali pertemuan
mereka.
Dimulut, mereka tidak
mengucapkan kata cinta. Tapi hati mereka sudah terikat, mereka kepada
penghidupan, mengapa tidak mengamprokkan lebih cepat dari apa yang keadaan ?
Mengapa Siauw Cap-it-long bertemu Sim Pek Kun, sesudah Sim Pek Kun kawin dengan
Lian Seng Pek ?
Mereka masing-masing berkata
dalam hati, mengharapkan tidak hadirnya Lie Kang. Tapi hal itu tidak mungkin,
cepat atau lambat, pasti Lie Kang bisa sampai ditempat mereka.
Biar bagaimana, Lie Kang tidak
akan melepaskan kesempatan itu.
Dimisalkan Lie Kang tidak
berhasil menemukan jejak mereka, bisakah Siauw Cap-it-long bertahan ? Didalam
luka yang seperti itu ? Bisakah Siauw Cap-it-long memperpanjang umurnya ?
Luka Siauw Cap-it-long terlalu
berat, sangat parah !
Melupakan keagungan seorang
nyonya yang terhormat, Sim Pek Kun menoleh kesamping, perlahan-lahan ia berkata
:
“Maksudku.... maksudku, agar
kau bisa menyelami hatiku.”
“Aku bisa.” berkata Siauw
Cap-it-long.
“Biar bagaimana,” berkata Sim
Pek Kun mengertek gigi. “Aku tak akan menyesal lagi.”
Siauw Cap-it-long berdiam
beberapa lama, beberapa saat kemudian ia berkata :
“Kalau kau mau, aku mempunyai
cara untuk menghadapi Lie Kang.”
**********
Hujan masih belum habis.
Menetes turun dari atas langit.
Lie Kang mengangkat tudung
cekuknya, ia menyusut wajahnya yang basah. Sudah sebelah gunung dicari, tidak
berhasil ia menemukan kedua buronannya. Ia hampir kecewa.
Disaat inilah ia menemukan Siauw
Cap-it-long dan Sim Pek Kun.
Siauw Cap-it-long celentang
disana, Hay-leng-cu berada disebelah Siauw Cap-it-long, tangannya masih
memegang pedang, pedang itu telah menusuk bagian selangkangan si jago
berandalan.
To Siao Thian juga sudah
menggeletak, berbeda dengan keadaan Hay-leng cu, tangan To Siao Thian masih
memegang urat nadi Siauw Cap-it-long, dan lain tangannya menempuh di jalan
darah Siauw Cap-it-long.
Sepintas lalu, dengan adanya
tiga mayat yang bergelimpangan seperti itu, tentunya sudah terjadi pergumulan
hebat, akhirnya sama-sama mati.
Beberapa langkah dari ketiga
orang itu, tergeletak lain tubuh, itulah Sim Pek Kun.
Dada Sim Pek Kun masih
bersembul naik turun, tentunya belum mati. Wajah nyonya itu pucat pasi, alisnya
yang hitam panjang telah basah, bajunya juga basah, membungkus tubuhnya yang
padat berisi.
Sepasang mata Lie Kang bentrok
dengan tubuh montok itu, dan disanalah ia terpaku.
Sim Pek Kun seperti tertidur,
seperti juga jatuh pingsan. Ia tidak tahu, bahwa sepasang mata liar sudah
mengincar dirinya.
Berkelebat cahaya dimuka Lie
Kang, terjadi sedikit perobahan, kini semakin lama semakin membara, memanasi
seluruh tubuhnya. Melawan jatuhnya air hujan, seperti ada api yang sedang
bekerja, napasnya menjadi sengal-sengal dan ia mengeluarkan suara desisan.
“Tidak percuma dia mendapat
julukan ratu rimba persilatan.....”
Kata-kata ini dibarengi oleh
terkamannya. Lie Kang sudah menubruk tubuh Sim Pek Kun yang montok dan berisi.
Badan Sim Pek Kun terasa
gemetar.
Dengan napas yang
sengal-sengal, Lie Kang menyobek baju depan nyonya itu, matanya semakin liar,
semakin nakal....
Didalam keadaan seperti inilah
tiba-tiba mata Lie Kang melotot, mendelik dan mengejang, desisan suaranya
semakin lama semakin perlahan, akhirnya terhenti....
Dari mulut Lie Kang, meleleh
keluar cairan darah merah.
Dada Lie Kang telah tertancap
belati, tepat mengenai jantung dan uluhati, karena itulah kematiannya sangat
cepat.
Sim Pek Kun mendorong pergi
tubuh itu, rasa takutnya masih belum hilang, ia menggigil.
Sim Pek Kun masih belum bisa
merasakan perobahan yang terjadi. Badan Lie Kang yang menubruk itu dari panas,
menjadi hangat, akhirnya dingin, dingin dan membeku.
Korban Lie Kang adalah korban
yang ketiga.
Siauw Cap-it-long berhasil
membunuh orang yang hendak membunuh mereka.
*********
Sim Pek Kun melarikan diri, ia
melarikan diri dari atas gunung, kini sesudah berhasil mengelakkan
musuh-musuhnya, dengan memayang Siauw Cap-it-long, ia mulai turun gunung.
Meninggalkan mayat Lie Kang, meninggalkan mayat Hay-leng-cu, dan meninggalkan
mayat To Siao Thian.
Tidak mudah untuk mencapai
gunung itu juga sulit untuk menuruni gunung. Luka Siauw Cap-it-long terlalu
berat, mereka berjalan secara tergesa-gesa, walau tidak ada pengejaran. Tapi
maut masih selalu mengincar.
Kini, Sim Pek Kun sadar, bahwa
laki-laki sejati Lie Kang juga memiliki sifat kepuasannya. Selama perjalanan
turun itu, tidak sekejap matapun keluar dari mulut Sim Pek Kun.
Siauw Cap-it-long juga tidak
mengganggu kedatangan itu, mereka berjalan dengan tergesa-gesa.
Disaat ini, didalam rimba
terdapat dua bayangan.
Kedua bayangan itu melesat
dengan cepat.
Siauw Cap-it-long dan Sim Pek
Kun tidak tahu akan adanya dua bayangan tersebut.
Siapakah kedua bayangan itu ?
Mereka adalah Lian Seng Pek
dan Thio Bu Kek.
Lian Seng Pek membiarkan
isterinya menggandeng gandeng seorang laki lain, menghela napas panjang. Tidak
sepatah katapun keluar dari mulutnya. Tidak terjadi perobahan yang menyolok
mata.
Berdiri di samping Lian Seng
Pek adalah Thio Bu Kek, memperhatikannya segala perobahan si kongcu tersebut.
Beberapa saat kemudian, Thio
Bu Kek bertanya.
“Saudara Lian Seng Pek, kau
juga hendak mengejar mereka ?”
Perlahan-lahan Lian Seng Pek
menggoyang kepalanya, dengan perlahan ia berkata :
“Kalau dia mau kembali
kepadaku, cepat atau lambat, pasti dia kembali. Tapi kalau dia sudah tidak
butuh diriku, diuber pun percuma saja.”
Thio Bu Kek bungkam. Dan
disaat ini ia memperlihatkan senyumnya sinis, ia bergumam :
“Betul. Sim Pek Kun pasti kembali
kepadamu. Tidak mungkin Siauw Cap-it-long bisa bertahan lama.”
SEBUAH TEMPAT YANG SANGAT
AJAIB
_______________________________
Sesudah melewati bukit tanah
itu, mereka akan berjalan di dataran luas.
Siauw Cap-it-long membekap
mulutnya, membekap batuk yang hampir tidak tertahan.
Mereka telah melakukan
perjalanan di dalam keadaan sakit.
Dengan penuh perhatian, Sim
Pek Kun bertanya :
“Kau lelah ? Istirahat dulu,
ya ?”
Siauw Cap-it-long bergoyang
kepala, tapi disaat inilah tubuhnya roboh, tangan yang dibekap ke mulut juga
terpentang, tangan itu telah bercucuran darah.
Sim Pek Kun berteriak kaget,
cepat-cepat membangunkan Siauw Cap-it-long.
Disaat ini juga, kepala Sim
Pek Kun menjadi puyeng, terasa dunia berputar, semakin lama semakin hebat,
akhirnya ia juga roboh, roboh diatas badan Siauw Cap-it-long. Roboh tidak
sadarkan diri lagi.
Siauw Cap-it-long dan Sim Pek
Kun jatuh tidak sadarkan diri.
***************
Orang pertama yang sadarkan
diri adalah Siauw Cap-it-long !
Begitu pikirannya bisa dikasi
bekerja, segera ia mencari jejak Sim Pek Kun.
Usaha itu tidak percuma, Sim
Pek Kun tertidur disebelahnya.
Yang aneh, mereka tidak berada
dirumput-rumput pegunungan, mereka tertidur di sebuah tempat tidur yang empuk,
tempat tidur yang bersih.
Tempat tidur itu adalah tempat
tidur nomor satu, bisa digunakan oleh dua orang. Siauw Cap-it-long dan Sim Pek
Kun tertidur sama-sama.
Tempat tidur itu disertai
dengan seprei putih, rapih dan bersih, terdapat juga kelambu putih, dengan
sulam-sulaman berpinggiran benang emas aneka ragam yang menarik.
Mereka juga tidak mengenakan
pakaian yang basah kuyup, pakaian itu sudah tiada, mereka mengenakan pakaian
tidur yang bersih, baju tidur yang terbuat dari kain halus.
Tiba-tiba Siauw Cap-it-long
mendapatkan dirinya sudah berada disuatu tempat yang sangat misterius.
Mereka berada dalam impian ?
Siauw Cap-it-long dan Sim Pek
Kun tertidur ditempat tidur yang sangat bersih. Itulah ruangan yang sangat
mewah.
Tempat istana raja ?
Didepan mereka terdapat sebuah
meja, meja emas, dan emas murni, diatas meja ada lilin, disekitarnya ada
pajangan, terbuat dari batu batu pualam.
Siauw Cap-it-long mengkerut
kepala, siapakah yang menjadi pemilik istana ini ? Ruangan ditempat dimana
mereka berada adalah ruangan terindah yang pernah dialami olehnya.
Tempat itu lebih kaya dari
seorang hartawan, mungkinkah berada didalam istana raja ?
Siauw Cap-it-long
berkedip-kedip beberapa kali, ia tidak pernah mengimpi, terlebih-lebih impian
dalam khayalan.
Perlahan-lahan Siauw
Cap-it-long meninggalkan tempat tidur, ia berusaha sedapat mungkin, agar tidak
membangunkan Sim Pek Kun.
Tentu saja, hal ini untuk
menghindari kerewelan. Kalau saja Sim Pek Kun sadar dan mengetahui, ia tidur
bersama seorang laki-laki yang bukan menjadi suaminya, kecanggungan mereka
sulit dilepaskan.
Berindap-indap, Siauw
Cap-it-long meninggalkan tempat tidur.
Diluar kamar itu, terdapat
lorong panjang, lorong yang disertai dengan permadani mahal. Memeriksa
luka-lukanya, luka itu sudah sembuh. Keanehan terjadi !
Bagaimana lukanya bisa sembuh
begitu cepat ?
Karena ia sudah tertidur.
Karena sudah ada orang yang menyembuhkannya.
Siapa orang yang menolong
mereka? Dengan obat apa berhasil menyembuhkan luka-luka yang begitu cepat ?
Dengan alasan apa mau menolongnya ?
Pertanyaan pertanyaan yang
terlalu banyak.
Diatas pintu terukir oleh
ukiran emas, disana tergantung dua gelang, berwarna kuning, itulah mas murni.
Siauw Cap-it-long mendapatkan
dirinya didalam satu dunia khayalan.
BONEKA DAN ISTANA BONEKA
________________________
Ruangan ini tidak terlalu
besar. Tiada banyak isi, hanya sebuah meja besar yang menghiasi ruangan. Meja
ini sangat besar, hampir memakan setengah ruangan dari tempat yang ada.
Diatas meja itu berdiri
beberapa boneka, mereka berada didalam rumah boneka.
Inilah rumah-rumahan,
rumah-rumahan yang terindah.
Didalam khayalan anak pembesar
manapun tidak mungkin bisa menemukan rumah-rumahan seindah seperti apa yang ada
diatas meja ini.
Rumah-rumahan itu terbuat dari
bahan bahan yang mirip. Gentengnya terbuat dari tanah liat merah, dan untuk
genteng kacanya, terbuat dari kaca pula. Seolah-olah istana raja, istana
boneka.
Mengelilingi rumah-rumah itu,
terdapat taman-tamanan yang sudah diremajakan.
Pada taman kecil yang indah
molek itu tertanam pohon siong, terdapat rumput, jembatan kecil, kali kecil,
gunung-gunungan kecil, tempat istirahat kecil, semua serba kecil.
Disela-sela rumput-rumput
kecil itu terdapat juga seekor kancil kecil, sangat hidup didalam bentuk
mungil. Terdapat kelinci, burung bangau dan menjangan, semua serba kecil.
Pohon-pohon itu rindang dan
hidup, bunga-bunganya segar, terdapat harum semerbak.
Semua serba kecil, semua serba
menarik.
Binatang-binatang yang terbuat
dari batu, tapi hidup, seolah-olah kalau kita panggil, mereka bisa segera
menerima panggilan itu dan berlari hidup.
Siauw Cap-it-long memusatkan
perhatiannya di tempat rumah istirahat, genteng warna merah, kayu hijau, dan
terpasang meja batu. Diatas meja batu terpasang papan catur, dua orang sedang
bercatur. Dua orang itu adalah dua orang kakek tua, mengenakan pakaian dan
topi.
Sebuah sungai kecil mengalir,
melewati bangunan tempat istirahat yang sedang digunakan bermain catur.
Seorang yang disebelah timur
adalah seorang tua yang berpakaian coklat, dia sedang memusatkan pikirannya
pada papan catur, alisnya dikerutkan, seolah-olah sedang memikirkan perobahan
situasi yang sangat sulit.
Seorang yang berbaju hijau
mencuci kaki, tangannya baru dilepaskan pegangan, ia melirik kearah
orang-orangan kecil yang berbaju coklat, dengan memperlihatkan senyum emosinya.
Suatu tanda bahwa set kemenangannya berada dipihaknya.
Dua orang-orangan kecil ini
sangat hidup. Alis mereka, pakaian mereka terbuat dari bahan yang sangat mahal.
Cocok dan Khas.
Pemandangan diatas meja itu
membuat orang kesima, membuat orang mengkerutkan kepala.
Tidak jauh dari bangunan
tersebut terdapat lain bangunan rumah terlalu indah, lebih tepat kalau disebut
istana.
Itulah istana boneka !
Didalam istana boneka terdapat
duapuluh tujuh ruangan.
Ruangan besar, ruangan
samping, ruangan tempat tidur, ruangan tamu, ruangan gudang, dan ruangan dapur
serta lain-lainnya.
Dari jendela, tiap orang bisa
memperhatikan keadaan ruangan dalam ruangan itu.
Didalam sebuah ruangan
terdapat serba menakjubkan.
Meja dan kursi kursi terbuat
dari emas, perak, pualam dan intan berlian terbikin dengan mungil.
Disetiap ruangan dari rumah
boneka dikompliti dengan segala yang menurut contoh aslinya.
Bantalan-bantalan tempat duduk
terbuat dari kapas, kecil dan mungil.
Bangku-bangku dan meja-meja
dapur terbuat dari kayu yang diplitur, hanya diperkecil beberapa kali dari
aslinya.
Betul-betul menakjubkan !
Didalam ruangan tamu, berduduk
dua orang, seolah-olah sedang menunggu panggilan tuan rumah, seorang berambut
gondrong dan bermuka bopeng, seorang lagi tidak gondrong, tapi mempunyai muka
panjang lonjong seperti muka seekor keledai.
Orang-orangan ini sangat kecil
dan mungil. Hidup. Seolah-olah manusia yang disusutkan.
Dua orang gadis pelayan sedang
memasuki ruangan tamu itu, seorang sedang membawa baki minuman, seorang lagi
sedang menyingkap tirai pintu, siap menyuguhkan kepada kedua tamu kecil itu.
Dua cangkir minuman yang
sebesar kancing terbuat dari porselen asli.
Kedua boneka pelayan itu
memperlihatkan senyumannya yang tidak memandang mata, karena mereka tahu bahwa
sang majikan tidak mengindahkan tamu-tamunya.
Kedua anak-anakan kecil ini
adalah dayang dayang dari raja istana boneka.
Mata Siauw Cap-it-long
dialihkan ke ruangan lain. Inilah ruangan tempat tidur dari istana boneka itu.
Majikan dari rumah kecil ajaib
sebangsa raja, dia sedang tertidur, bersembunyi dibalik selimutnya. Entah
impian muluk apa yang dikenang kembali, dia baru mendapat pemberitahuan tentang
kedatangan kedua tamunya, seolah-olah hendak turun berdiri.
Empat orang-orangan kecil yang
berpakaian seperti dayang sudah siap melayani raja itu, seorang diantaranya,
sedang memegang kopiah kebesaran, seorang lagi sedang membawakan baju
berpinggiran emas, seorang sedang mengipas-ngipas, seorang sedang berjongkok, membersihkan
sepatu.
Majikan dari yang punya rumah
boneka ajaib itu berwajah putih, tidak berkumis, sangat keren.
Dia sebangsa raja atau
bangsawan kaya.
Dari ruangan timur, Siauw
Cap-it-long berganti ke lain bagian. Inilah ruangan dapur, seorang koki kecil
tampak seperti sedang repot, membuat persiapan untuk makanan pagi sang majikan.
Dunia boneka yang tersedia di
atas meja itu sungguh hidup dan menarik, sangat memikat hati Siauw Cap It Long.
Tidak ada sesuatu yang bisa
dicela. Siauw Cap-it-long menghela napas panjang, ia mengoceh :
“Majikan yang seperti ini
sungguh hebat sekali.”
Dari dua puluh tujuh ruangan
didalam rumah boneka hanya satu yang kosong. Ruangan lainnya terdapat anak-anak
kecil, mereka adalah gadis-gadis yang berparas cantik, ada yang sedang memetik
gitar, ada yang sedang membaca buku, ada yang menyulam, ada yang bersisir, dan
ada juga yang bermalas-malasan, ada yang terbaring di tempat tidur, ada juga
yang belum bangun.
Entah ahli seni pahat dari
mana yang bisa menciptakan begitu indah? Sungguh sungguh dunia boneka terindah.
Diluar istana boneka itu
terdapat lorong, tidak jauh dari situ adalah ruang buku, terdapat tumpukan
kitab-kitab, diantaranya terdapat juga bau wangi, sepercik dupa wangi sedang
dibakar.
Siauw Cap-it-long bukan
anak-anak lagi, tapi menghadapi dunia boneka yang begitu indah, tanpa disadari,
sukmanya terbetot masuk. Ingin sekali ia bisa menyusutkan diri, menyesuaikan
ukuran ukuran boneka, memasuki rumah dunia boneka.
Sedang Siauw Cap-it-long
termangu-mangu dibelakangnya terdengar suara deburan napas, ia ketahui kalau
Sim Pek Kun itu juga sudah sadarkan diri.
Wajah Sim Pek Kun pucat pasi,
ia terkejut menyaksikan keadaannya ditempat itu. Tapi rasa terkejutnya hilang
sama sekali, manakala ia bisa menyaksikan adanya dunia boneka yang cantik dan
molek itu.
Matanya berkelip-kelip,
menyaksikan keindahan-keindahan dari orang-orangan yang sangat kecil.
Lama sekali Siauw Cap-it-long
dan Sim Pek Kun terpekur, akhirnya sang ratu rimba persilatan berkata.
“Sungguh rumah yang sangat
indah. Kalau saja betul-betul ada rumah yang seperti ini, dan bisa beristirahat
beberapa hari, tentu sangat memuaskan.”
Siauw Cap-it-long tertawa,
memandang kearah patung-patung kecil itu, rumah-rumah kecil, binatang-binatang
kecil dan segala sesuatu yang serba kecil terpasang diatas meja, ia tertawa.
Sesudah itu berkata :
“Sayang sekali, tidak ada
seorang dukun pun yang bisa menyusupkan tubuh kita memasuki tempat ini.”
Siauw Cap-it-long, menunjukkan
jarinya ke rumah-rumahan kecil.
Sim Pek Kun menoleh, memandang
Siauw Cap-it-long menatapnya beberapa saat, ia bertanya :
“Kita orang masih hidup?”
Perlahan-lahan Siauw
Cap-it-long menganggukkan kepala dan berkata :
“Ya. Kita masih hidup.”
Suara ini tidak banyak, tapi
cukup berkesan. Mengandung unsur-unsur harapan.
Setiap manusia memiliki
sifat-sifat yang tidak mengenal cukup, demikian juga keadaan Siauw Cap-it-long
dan Sim Pek Kun. Mereka bisa sembuh mendadak, mereka ditolong orang secara
ajaib, dan kini mereka masih mengharapkan sesuatu yang lebih ideal.
Siapakah orang yang menolong
mereka ? Siapakah yang memiliki istana boneka hidup itu ?
Seseorang manusia yang masih
hidup pasti memiliki angan-angan yang jauh dan panjang.
Lama sekali mereka menyelami
diri kedalam rumah-rumahan kecil yang indah dan mungil itu, akhirnya Sim Pek
Kun menundukkan kepala dan bertanya :
“Kau yang membawa aku ketempat
ini ?”
Ia sangka Siauw Cap-it-long
yang memberi pertolongan
Tapi Siauw Cap-it-long pun
tidak tahu, siapa tokoh silat yang menolong mereka. Karena itu ia menjawab
pertanyaan sang ratu rimba persilatan :
“Disaat aku sadarkan diri,
kita sudah berada ditempat ini.”
Sim Pek Kun bertanya :
“Tahukah kau, dimana kita
berada ?”
“Belum tahu.” jawab Siauw
Cap-it-long.
Sim Pek Kun menolehkan kepala,
melirik ketempat boneka boneka dan bertanya :
“Kukira kita telah ditolong
oleh seseorang tokoh silat luar biasa, tokoh ajaib yang mempunyai banyak harta
kekayaan, dan kesukaannya juga aneh, maka ia bisa memiliki dunia boneka yang
begitu indah.”
“Kalau bukan seorang ajaib,
tidak mungkin bisa menyediakan boneka-boneka yang sangat ajaib.”
Sim Pek Kun berkata :
“Kita sudah ditolong. Mengapa
membiarkan kita begini saja?”
Siauw Cap-it-long belum
menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba terdengar satu suara yang garing merdu
berkata :
“Karena majikan kami tidak
ingin mengganggu ketenangan tuan dan nyonya.”
Kata-kata ‘Tuan dan nyonya’
keluar dari suara orang itu, seolah-olah suara yang menyinggung, anggapnya Sim
Pek Kun dan Siauw Cap-it-long itu sebagai suami isteri.
Seorang gadis pelayan dengan
pakaian warna putih, dengan wajah berbentuk telor, dengan rambut yang hitam
jengat memasuki ruangan mereka, gadis pelayan inilah yang menjawab pertanyaan.
Tubuh gadis ini sangat
ramping, disaat tidak tertawa, tampak sikapnya yang keras kepala. Seolah-olah
seorang gadis dingin, tapi disaat dia tersenyum, tertawa, tampaklah dua baris
giginya yang putih, begitu lemah gemulai, menarik dan memikat.
Kedua pelipisnya tinggi, tapi
tidak banyak mengganggu kecantikan. Disinilah letak gairah yang lebih hebat,
lebih banyak dan lebih mudah memikat hati laki-laki, bisa mendebarkan hati
insan non sejenis.
Gadis pelayan ini tidak bisa
dikatakan cantik, tapi berdiri didepan mereka, daya tariknya hebat, kalau saja
tidak disertai Sim Pek Kun disana, semua kekuatan magnit berada pada gadis
pelayan tersebut.
Sim Pek Kun tidak berani
mendongakkan kepala, tidak berani memandang gadis pelayan itu.
Tapi si gadis pelayan
memperhatikan Sim Pek Kun, dari atas kepala sehingga ujung kaki, dan dari ujung
kaki naik pula sehingga dari atas kepala.
Seorang wanita yang cantik
lebih tertarik kalau melihat adanya lain wanita yang lebih cantik.
Penilaian wanita kepada
seorang wanita lebih hebat daripada penilaian seorang pria. Sesudah puas
membikin penilaian kepada Sim Pek Kun, baru pelayan itu memandang dan menoleh
kearah Siauw Cap-it-long.
Gadis pelayan tersebut,
bukanlah seorang pemalu, tapi disaat sinar matanya bentrok dengan sepasang
sinar mata Siauw Cap-it-long yang besar, mau tidak mau, sepasang sinar mata si
gadis pelayan dikalahkan, tunduk kebawah.
Dengan kemalu-maluan gadis
pelayan itu berkata :
“Nama hamba Siok siok, khusus
mendapat perintah untuk melayani kebutuhan tuan dan nyonya.”
Lagi-lagi sebutan tuan dan
nyonya, dalam keadaan seperti itu mengartikan bahwa Siauw Cap-it-long dan Sim
Pek Kun itu sudah menjadi suami isteri.
Sim Pek Kun menundukkan
kepalanya rendah-rendah, dengan harapan Siauw Cap-it-long bisa memberikan
keterangan.
Tapi Siauw Cap-it-long tidak
menolak panggilan dan sebutan seperti itu.
Terdengar si gadis pelayan
yang bernama Siok siok berkata lagi :
“Kalau nyonya membutuhkan
sesuatu, suruh hamba yang melakukan.”
Siauw Cap-it-long berkata :
“Boleh aku bertanya ?”
“Hamba akan menjawab menurut
apa yang hamba tahu.” berkata pelayan yang bernama Siok siok itu.
Siauw Cap-it-long berkata :
“Kita sangat berterima kasih
kepada majikanmu yang memberi pertolongan, tapi sehingga saat ini kita belum
tahu siapa nama dan kependekaran orang yang menjadi majikanmu itu.”
Siok siok berkata :
“Kongcu kami sedang berburu,
tanpa disengaja, dia telah menemukan kalian dan menolongnya.”
Siauw Cap-it-long mengangkat
kepala.
Gadis pelayan yang bernama
Siok siok itu berkata lagi :
“Biasanya kongcu kami tidak
mau usilan. Tapi kalian adalah sepasang kekasih yang begitu sepadan, rasa cinta
kalian telah membangunkan perasaan kongcu kami. Disaat kalian sudah tidak
sadarkan diri, tangan kalian masih gandeng bergandeng, sulit berpisahan .....”
Wajah Sim Pek Kun menjadi
merah jengah. Ia lebih malu.
Masih beruntung, Siauw
Cap-it-long bisa mengatasi kecanggungan itu, ia berkata :
“Siapa dan bagaimana nama
sebutan majikanmu ?”
Siok siok menjawab pertanyaan
itu :
“Ia she Thian, kami yang
menjadi hamba tidak tahu nama aslinya, kami hanya menyebutnya Thian kongcu.”
“Thian kongcu ?”
“Ya. Thian kongcu.”
“Disamping itu tidak ada
sesuatu yang bisa kau jelaskan lagi ?”
“Hanya ini yang bisa hamba
beritahukan.”
Siauw Cap-it-long bertanya :
“Bisakah kita bertemu dengan
Thian kongcu ?”
“Bisa saja. Tapi......” Siok
siok tidak meneruskan kata-katanya.
“Tapi apa ?” tanya Siauw
Cap-it-long.
“Sekarang sudah jauh malam. Ia
sudah tidur.”
Baru sekarang, Siauw
Cap-it-long melihat titik-titik keanehan rumah bangunan ini, didalam rumah
tidak ada jendela. Ada cahaya terang, karena terpasang lampu-lampu pada dinding
kamar-kamar dan ruangan.
Siok siok berkata :
“Thian kongcu bisa mengetahui
kalau tuan dan nyonya bukan manusia biasa, lebih dari pada biasa, ilmu
kepandaian tuan dan nyonya tentu sangat tinggi, dipesannya wanti-wanti, agar
kami, orang-orang yang menjadi hambanya, harus baik-baik melayani.”
Siauw Cap-it-long tertawa
tawar dan berkata :
“Ilmu kepandaian tinggi ?
Ah...... kalau kita memiliki ilmu kepandaian tinggi, mana mungkin begini
terlantar sampai seperti ini.”
Perlahan-lahan Siok siok
berkata :
“Tuan telah menderita luka di
enam tempat, dua luka luar, empat luka dalam. Luka-luka diluar masih bisa
diberi mengerti, tapi empat luka-luka dalam itu adalah luka-luka hebat, seperti
terpukul oleh ilmu pukulan Batu Remuk atau Kim Kong Ciang. Inilah pukulan
keras, kalau orang biasa yang dipukul sekali, sudah pasti mati. Tuan bisa
bertahan, kalau tidak memiliki ilmu kepandaian tinggi, mungkinkah nasibnya yang
terlalu baik ?”
Mata Siauw Cap-it-long
berkilat, ia tertawa dan berkata :
“Oh ! Kalau begitu, kau
memiliki pandangan mata hebat. Tentu juga seorang jago silat.”
“Kami hanya hamba-hamba dari
Thian kongcu. Mana bisa dikatakan sebagai jago silat ?”
“Kalau tidak memiliki ilmu
kepandaian silat, bagaimana tahu, kalau aku terpukul oleh ilmu kepandaian Batu
Remuk atau pukulan Kim Kong Ciang ?”
“Aku sering mendengar mereka
mengucapkan kata-kata itu.” Berkata Siok siok.
Untuk mengelakkan sesuatu,
Siok siok segera berpamit, meminta diri dan berjalan pergi.
Siauw Cap-it-long tidak
menahannya dan juga tidak memanggilnya.
Baru sekarang Sim Pek Kun
berani melirik, ia mengajukan pertanyaan dengan suara perlahan :
“Bagaimana penilaianmu atas
gadis itu ?”
“Tidak jelek, juga tidak
tolol.” berkata Siauw Cap-it-long.
Sim Pek Kun berkata :
“Bukan saja tidak jelek, lebih
dari pada itu, ia juga cantik. Dari adanya hamba yang seperti gadis tadi,
kubisa menduga, penghuni rumah ini adalah orang yang bagaimana.”
Siauw Cap-it-long
berkemak-kemik, tapi ia tidak mengemukakan pendapatnya itu.
Sim Pek Kun berkata lagi :
“Penghuni rumah ini seperti
mengandung sesuatu yang misterius, penuh keajaiban, apa maksudnya menolong kita
? Bermaksud baik atau jahat ?”
Siauw Cap-it-long mempaparkan
kedua tangannya. Inilah tanda tidak tahan.
“Aku haus.” berkata Sim Pek
Kun
“Bersabarlah.” berkata Siauw
Cap-it-long. “Aku juga haus. Tapi kita harus waspada. Belum diketahui maksud
majikan gadis pelayan yang bernama Siok siok itu. Kita harus berhati-hati.”
“Betul ! Kita harus
berhati-hati. Mungkin dia mengandung sesuatu maksud yang tidak baik.”
Disaat ini, tiba-tiba
terdengar suara Siok siok : “Kalau Thian kongcu mempunyai maksud tidak baik,
tuan dan nyonya tidak bisa hidup sampai sekarang.”
Entah dari mana munculnya,
gadis pelayan itu balik kembali.
Ternyata lorong jalan disertai
dengan permadani-permadani tebal. Maka gerakan Siok siok yang lincah dan ringan
tidak menimbulkan suara. Secepat itulah ia sudah berada didepan kedua tamunya.
Sim Pek Kun menjadi jengah,
malu kepada diri sendiri, menundukkan kepala.
Siok siok telah membawakan dua
cangkir minuman, dengan senyumnya yang riang, ia berkata :
“Atas perintah Thian kongcu,
tuan dan nyonya mendapat suguhan teh ajaib. Menurut ceritanya, teh ajaib adalah
asal mula teh cap botol. Bibit dari sorga. Bisa menambah kekuatan, dan
mempunyai keajaiban.”
Sim Pek Kun
mengkerlip-kerlipkan mata.
Siok siok melirik kearah Sim
Pek Kun dan berkata :
“Tapi kalau ada orang yang
menaruh curiga dan tidak mau meminum sumbangan tehnya, kita juga tidak
memaksa.”
Siauw Cap-it-long berkata :
“Jiwa kami telah ditolong oleh
Thian kongcu, dimisalkan teh minuman ini mengandung racun, aku juga pasti
meminumnya.”
Betul-betul Siauw Cap-it-long
membawakan sikapnya yang berani, ia mengangkat cangkir teh dan menenggaknya
cepat.
Siok siok menghela napas, ia
berkata : “Pantas kongcu kami menjunjung tinggi kepala kalian. Dengan adanya
keberanian ini sudah cukup membuktikan betapa hebat nyali tuan.”
Diperhatikannya bagaimana Sim
Pek Kun meminum pemberian teh itu.
Tentu saja sesudah Siauw
Cap-it-long mengeringkan teh minuman tersebut, tidak adalah alasan bagi Sim Pek
Kun untuk menolak.
Dia menenggak juga !
Tiba-tiba.........
Siauw Cap-it-long jatuh
menggeloso, dan mengikuti gerakan itu, Sim Pek Kun juga jatuh ditanah.
Dua-duanya tidak sadarkan
diri.
Siok siok memperhatikan
senyumnya yang misterius, dengan suara merdu ia berkata :
“Sudah kukatakan, teh ini
mempunyai keajaiban yang luar biasa, segera kalian bisa mengimpikan keajaiban
itu. Aku tidak menipu kalian.”
MENJADI MANUSIA BONEKA ?
Cara-caranya orang tidur itu
terdapat aneka macam. Cara-cara siuman juga bukan satu macam, disaat kita sudah
sadarkan diri, sesudah melakukan pekerjaan yang sangat letih, mendapat waktu
istirahat yang cukup, kita bisa menikmati kepuasan itu.
Disaat kita bangun dari tidur
yang nyenyak, tampak matahari pagi menyorot di jendela, dan bersama-sama orang
yang dikasihi disamping sisi, inilah siuman yang menyegarkan.
Ada juga rasa yang tidak enak.
Sesudah kita sadar dari
menenggak minuman keras atau dibangunkan secara paksa, didalam keadaan kaget,
cara itu tidak enak sekali.
Biasanya orang yang bangun dan
sadarkan diri, sesudah mendapat cekokan obat tidur, orang itu bisa pening
kepala, terasa menjadi pusing, kepalanya dirasakan sangat berat, dan ada juga
yang bisa merasa mau muntah.
Berbeda dengan keadaan-keadaan
itu, Siauw Cap-it-long bangun dan sadarkan diri didalam keadaan yang enteng dan
ringan, seperti terapung, rasanya nyaman dan segar.
Sim Pek Kun tertidur
disebelahnya, tidur dengan nyenyak.
Seperti menghisap ganja,
perasaan hati Siauw Cap-it-long diombang-ambingkan kebahagiaan, belum pernah
terjadi rasa yang seperti ini.
Rasa ini segera menjadi
kenyataan, tidak lama kemudian, Siauw Cap-it-long bisa melihat adanya tumpukan
buku-buku.
Semua ruangan penuh dengan
tumpukan buku-buku, dan sesudah itu ia melihat adanya tempat perapian
pembakaran dupa.
Asap mengepul tipis-tipis,
dupa itu adalah dupa ternama dari dupa Long-yan-siang.
Perlahan-lahan Siauw
Cap-it-long tampak bangun, maka kini dia bisa melihat, diatas meja terdapat
alat-alat tulis, alat-alat tulis model kuno.
Dan dia juga bisa melihat
sebuah lukisan yang terkenal, itulah lukisan yang mengandung sejarah. Lukisan
kecil didalam istana boneka yang kini sudah diperbesar.
Hati Siauw Cap-it-long
tercekat, seolah-olah ia bisa merasakan sesuatu yang tidak beres. Bulu-bulunya
menggerinding bangun, seperti direndam air es.
Istana boneka yang diperbesar
? Atau dia yang diperkecil ?
Beberapa lama ia berdiri
didepan meja itu, berkerut alis dan membalikkan badan.
Bangunan ini terdapat jendela,
jendelanya cukup besar, tidak jauh.
Menerobos pemandangan diluar
jendela, matahari sedang menyorot memasuki tempat itu.
Cahaya matahari menyinari
jembatan lengkung, air sungai dibawah jembatan itu berkilat-kilat mengalir.
Tidak jauh dari jembatan,
terdapat bangunan tempat istirahat. Dalam bangunan itu ada dua orang yang
sedang main catur.
Seorang tua berbaju coklat
sedang bertopang dagu, sebatang kail pemancing terletak disebelahnya. Lain
tangannya memegang biji catur, masih ragu-ragu, dimana harus diletakkan biji
catur itu.
Seorang tua berbaju hijau
tertawa-tawa memandang lawannya, ia agak bangga atas hasil yang gemilang, ia
berada didalam situasi kemenangan.
Pemandangan inilah yang
membuat hati Siauw Cap-it-long semakin menjadi tercekat, kedua orang tua itu
adalah anak-anakan yang pernah dilihat didalam taman impian boneka.
Kepala Siauw Cap-it-long
dirasakan seperti berputar, hampir ia tidak bisa bertahan bangun.
Bisakah percaya kepada
sepasang matanya ?
Diluar jendela rumput yang
menghijau keliwat bagus, angin sepoi-sepoi bertiup, membawakan harum semerbak
dari bunga-bunga yang mekar.
Sepasang menjangan lompat
keluar dari rumpun pohon-pohonan, seolah-olah terkejut karena di jendela ada
orang yang mengintipnya. Sesudah itu, sepasang menjangan tadi lenyap kembali.
Mainan yang hidup ?
Diluar taman itu terdapat
tembok tinggi, memisahkan pandangan mata.
Tapi, diluar bangunan tinggi
itu seperti terdapat poci arak, dan tidak jauh dari poci arak terdapat dua
cawan teh.
Itulah cawan teh yang
digunakan oleh Siok siok, diminum oleh Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun.
Cawan arak yang bisa dipegang
dengan dua jari. Kini, cawan arak tersebut telah berubah, berubah menjadi lebih
besar dari sebuah bangunan rumah.
Siauw Cap-it-long bukanlah
seorang yang mudah mengalami getaran jiwa, tapi apa yang disaksikan telah
membuat ia sangat terkejut. Kedua tangannya gemeteran, kakinya menjadi lemas,
keringat dingin mulai membasahi dirinya.
Sim Pek Kun sedang
menghembuskan napasnya panjang-panjang, sang ratu rimba persilatan baru siuman.
Cepat-cepat Siauw Cap-it-long
membalikkan badan, hendak menutupi pemandangan diluar jendela.
Gangguan-gangguan yang menekan
penderitaan batin Sim Pek Kun sudah terlalu hebat kalau sampai dikejutkan lagi
oleh kegaiban ini, wanita itu bisa mengalami gegar otak.
Dengan maksud baik, Siauw
Cap-it-long harus berusaha, agar Sim Pek Kun tidak merasakan keanehan yang
terjadi.
Keanehan itu terlalu ajaib,
hampir saja Siauw Cap-it-long menjadi gila, kalau tidak mempunyai iman yang
cukup kuat.
Sim Pek Kun mengucek-ucek
kedua matanya, ia mengajukan pertanyaan :
“Eeeeh, bagaimana kita bisa
berada disini ? Tempat apa pula ini ?”
Siauw Cap-it-long
memperlihatkan senyuman terpaksa, ia tidak tahu, bagaimana harus menjawab
pertanyaan Sim Pek Kun.
Sim Pek Kun menghela napas dan
berkata :
“Kulihat Thian kongcu itu
seorang tokoh ajaib luar biasa aneh. Ia sudah menolong kita, dia tidak
mempunyai maksud untuk mencelakakan kita, mengapa harus memberi obat bius ?
Mengapa mengambil kita ketempat ini ? Tidak bisakah mengajak bersama-sama saja
?”
Senyum Siauw Cap-it-long
semakin dipaksakan, semakin sulit memberi jawaban.
Sim Pek Kun menatap wajah
laki-laki itu, kini ia bisa melihat perobahan wajah Siauw Cap-it-long yang
aneh.
“Eh ?” bertanya Sim Pek Kun.
“Mengapa kau ? Tidak enak badan ?”
“Oh...... oh...... bukan.”
berkata Siauw Cap-it-long, “hanya sedikit keanehan.”
DIDALAM RUMAH BONEKA
____________________
Siauw Cap-it-long berusaha
agar Sim Pek Kun tidak mengetahui keajaiban yang sudah mereka alami. Tidaklah
mungkin, kalau mengatakan ada sesuatu obat yang bisa menyusutkan manusia,
menyusutkan dua orang menjadi dua boneka kecil.
Tapi perobahan-perobahan wajah
Siauw Cap-it-long itu tidak bisa mengelabui Sim Pek Kun, ia menoleh dengan
heran, mengikuti apa yang menjadi keanehan itu.
Wajah Sim Pek Kun berubah,
tertegun dan terbelalak, perlahan-lahan ia menggeser sinar matanya, memperhatikan
ruangan dimana mereka berada.
Mereka telah berada disebuah
kamar buku, seluruh isi ruangan itu adalah kitab-kitab tebal, catatan-catatan
dan aneka macam buku-buku.
Dengan memaksakan dirinya,
Siauw Cap-it-long berkata :
“Kukira Thian kongcu takut
kita kesepian, sengaja mengantar ketempat ini, simpenan buku disini cukup untuk
melewatkan waktu sampai lima tahun. Lima tahun membaca buku.”
Mulut Sim Pek Kun
berkemak-kemik, bibirnya berubah matang, tangannya gemetaran, mendadak saja dia
menyerobot ke jendela, mendorong tubuh Siauw Cap-it-long.
Apa yang bisa disaksikan ?
Jembatan melengkung, air yang
beranak sungai, dua orang tua yang sedang main catur.....
Sim Pek Kun mengeluarkan suara
jeritan, tubuhnya roboh, lagi-lagi ia jatuh pingsan.
Asap dipendupaan sudah tidak
mengepul, suatu tanda bahwa dupa itu telah terbakar habis.
Hati Sim Pek Kun masih belum
bisa ditenangkan.
Lama sekali kemudian, ia membuka
suaranya perlahan, “Inilah tempat yang kita saksikan tadi, Istana Boneka!”
“Ngng…” Siauw Cap-it-long
hanya bisa menganggukkan kepala.
“Sekarang, kita berada di
dalam Istana Boneka?” bertanya Sim Pek Kun.
“Ngng…” Siauw Cap-it-long
memberikan jawaban serba guna.
Dengan suara gemetar, Sim Pek
Kun bertanya, “Tapi… bagaimana kita bisa menyusut diri? Kedua orang tua itu
adalah boneka2 mati, bagaimana bisa hidup dan bergerak?”
Siauw Cap-it-long mengeluarkan
suara elahan nafas panjang. Inilah kesulitan yang tidak bisa dipecahkan.
Keajaiban yang pertama kali ditemukan.
Tidak seorangpun dari otak
manusia yang bisa percaya kepada kenyataan itu, seseorang bisa disusutkan
menjadi sekecil boneka, boneka hidup.
Bibir Sim Pek Kun menjadi
biru, gemetaran.
Ia berusaha menggigit
bibirnya, mulai berdarah, inilah suatu tanda ia masih hidup di dalam kenyataan,
bukan hidup di dalam impian.
Dengan tertawa getir, Siauw
Cap-it-long berkata, “Baru saja kita katakan kehendak kita yang hendak bermain
di dalam rumah boneka. Tidak disangka, impian itu menjadi kenyataan.”
Sim Pek Kun sudah kehilangan
pegangan sendi hidup, menarik tangan Siauw Cap-it-long dan berteriak, “Lekas!
Lekas kita lari meninggalkan tempat ini.”
“Lari kemana?” bertanya Siauw
Cap-it-long.
Sim Pek Kun tertegun.
Lari kemana? Kemana mereka
bisa melarikan diri?
Sim Pek Kun menundukkan
kepala, setetes air mata menjatuhi tangan Siauw Cap-it-long.
Tiba-tiba… tok… tok…
Terdengar suara pintu diketok.
“Siapa?”
Pintu tidak terkunci, seorang
gadis pelayan berbaju merah berjalan masuk, Sepasang matanya berputar, inilah
boneka gadis pelayan yang khusus menyediakan minuman untuk tamu2 rumah boneka.
Gadis pelayan ini juga
termasuk seorang boneka, kini telah berubah berdarah daging, ia menjadi manusia
hidup.
Siauw Cap-it-long menatapnya
tajam2 sehingga membuat si gadis pelayan itu merasa malu. Memberi hormat dan
berkata, “Majikan kami memberi perintah, agar hamba bisa mengajak tuan dan
nyonya untuk makan bersama.”
Tidak sepatah kata keluar dari
mulut Siauw Cap-it-long, ia mengikuti gadis pelayan itu berjalan keluar.
Di dalam keadaan yang seperti
itu, pertanyaan tiada guna.
* * *
Melewati lorong ruangan,
mereka sudah berada di ruangan besar. Di ruangan itu terdapat tiga orang yang
sedang ber-cakap2, satu adalah tuan rumah, inilah Raja Boneka dari Istana
Boneka.
Kedua orang lainnya adalah 2
boneka yang dilihat pernah menjadi tamu, seorang berkepala besar berambut
gondrong dan mempunyai wajah bopengan.
Ketiga wajah ini pernah
dilihat oleh Siauw Cap-it-long, tapi Siauw Cap-it-long melihat wajah2 mereka di
saat mereka menjadi boneka2 mati, kini sudah mempunyai darah dan daging. Mereka
sama2 hidup.
Siauw Cap-it-long hidup
bersama-sama dengan para boneka kecil di dalam Istana Boneka!
Di saat Siauw Cap-it-long
berjalan masuk, ketiga orang itu bangkit dari tempat duduknya.
Orang yang menjadi raja istana
boneka bangkit berdiri, berkata, “Selamat hidup bersama kita!”
Yang di kanan berambut
gondrong, mukanya bopeng. Yang di kiri tinggi besar, mukanya panjang seperti
kuda, tangannya kapalan, tentu memiliki kekuatan tenaga dalam hebat.
Kedua orang ini berupa orang2
kasar, tapi mengenakan pakaian yang mewah.
Mereka juga menyambut dengan
gembira, “Selamat bertemu!” sapanya kepada jago berandalan kita.
Kedatangan Siauw Cap-it-long
telah disambut oleh ketiga orang itu, mereka bangkit satu tanda penghormatan.
Siauw Cap-it-long membalas hormat itu.
“Silahkan duduk!”berkata tuan
rumah.
Suaranya seperti perempuan,
bau harum semerbak menyerang hidung, orang ini seperti banci.
Raja wadam?
Siauw Cap-it-long duduk di
tempat yang sudah tersedia.
Tidak lama kemudian datang
para pelayan yang membawa makanan, si rambut gondrong yang bermuka bopengan
berkata, “Jangan malu2, makanan tersedia untukmu.”
Sudah ber-duduk2, tuan rumah
boneka mengajukan pertanyaan, “Bagaimana sebutan tuan yang mulia?”
“Siauw Cap-it-long,” berkata
orang yang ditanya.
“Mari kuperkenalkan, saudara
ini adalah saudara Lui Bie.” Tuan rumah boneka menunjuk si rambut gondrong yang
bermuka bopeng dan menunjuk pula orang yang bermuka panjang seperti kuda, ia
berkata, “Inilah saudara Liong Kui.”
Hati Siauw Cap-it-long
tergerak, ia bertanya, “Saudara Liong Kui? Dengan gelar Pendekar Kuda Semberani
Liong-tayhiap?”
Orang yang bermuka panjang
seperti kuda membungkukkan badan, ia menjawab, “Itulah gelar yang kawan2
berikan.”
Siauw Cap-it-long menoleh ke
arah rambut gondrong yang bermuka bopengan, yang disebut bernama Lui Bie itu,
ia bertanya, “Tuan Lui Bie ini tentunya adalah tuan Lui Bie dengan gelar
Pendekar Tikar Terbang?”
“Kami sudah lama tidak
berkelana di rimba persilatan,” berkata Lui Bie tertawa. “Tidak disangka, tuan
masih mempunyai ingatan begitu baik.”
“Siapa yang tidak kenal kepada
Pendekar Kuda Semberani dan Pendekar Tikar Terbang? Dua jago silat kenamaan
dari jaman silam? Tiga belas tahun yang lalu, sesudah terjadi peperangan yang
besar di gunung Thian-san, nama djiwi berdua menjadi buah tutur orang.”
Sepasang sinar mata Lui Bie
berkilat, ia menjadi bangga, tapi tidak lama ia bersedih juga. Dengan menghela
nafas berkata, “Itulah kejadian yang telah usang, sekarang mungkin nama kita
sudah hampir dilupakan orang.”
Pada tiga belas tahun yang
lalu, kedua pendekar ini dengan tangan kosong pernah menempur tujuh pendekar
dari gunung Thian-san. Tanpa menderita luka dan cedera, dan itulah benar2
prestasi yang hebat!
Siauw Cap-it-long berkata,
“Sesudah peperangan di gunung Thian-san, jejak djiwi berdua tidak berbekas
lagi, para jago memperbincangkan, tidak ada yang bisa menduga kemana kepergian
djiwi berdua.”
Wajah Lui Bie semakin suram,
dengan tertawa menyeringai ia berkata, “Bukan orang lain saja yang tidak
menduga, kami sendiripun tidak bisa menduga terjadi sampai di sini.” Sesudah
itu ia meneguk araknya, mengeringkan minuman tersebut.
Tuan rumah boneka juga
menghela nafas, ia berkata, “Di sini sudah bukan umat manusia lagi, siapa saja
yang sampai di tempat ini hilang harapan hidupnya.”
Sepasang tangan Siauw
Cap-it-long dirasakan menjadi dingin, ia bertanya, “Ini bukan tempat dunia?
Mungkinkah…?
Wajah tuan rumah boneka
memperlihatkan kemurungan juga, ia berkata, “Di sini hanya ada kehidupan
boneka.”
Siauw Cap-it-long juga
terbelalak, tertegun di tempat. Lama sekali, dengan dipaksakan, dengan
memberanikan diri bertanya, “Dunia boneka?”
Tuan rumah itu menganggukkan
kepala, ia berkata, “Tidak salah, hanya dunia boneka.”
Tertawa sebentar, ia menyambung
keterangannya, “Apa bedanya dunia boneka dan dunia manusia? Manusia hidup
seperti impian, sama juga dengan boneka.”
Lui Bie berkata, “Di dalam
dunia manusia, orang itu dipermainkan oleh yang berkuasa. Dan disini, kita
dimainkan oleh orang.”
Sekujur tubuh Siauw
Cap-it-long terasa semakin dingin, ia bertanya, “Cungcu, bagaimana sebutanmu
yang mulia?”
Tuan rumah itu menjawab dengan
kata-kata murung. “Aku menetap di sini sudah lebih dari dua puluh tahun. Mana
ingat nama asliku? Mereka menamakan aku sebagai Raja Boneka, panggil saja
dengan sebutan itu.”
“Tapi...”
Bagian 11 Selesai