Dia mencoba untuk meraba
pakaian renang itu, semuanya halus dan lunak, bisa dibayangkan betapa susah
payahnya Si Cay soat untuk menyelesaikan pekerjaan terse-but.
Berpikir sampai di situ,
timbul perasaan sayang di hati kecilnya, ini membuat pemuda tersebut merasa tak
tega untuk mempergu-nakannya,...
Siau thi gou yang menyaksikan
hal terse-but, tanpa terasa bertanya dengan nada tak mengerti:
"Hei, jangan diraba
melulu, ayo cepat di kenakan, hati-hati kalau dia sampai me-ngambek gara-gara
kau datang terlambat!"
Lan See giok segera sadar
kembali dari la-munannya, buru-buru ia bertukar pakaian renang itu.
Ternyata pakaian tersebut
sangat persis, tahulah pemuda kita, Si Cay soat tentu su-dah mengukur
pakaiannya secara diam-diam.
Selesai bertukar pakaian.
kedua orang itu buru-buru ke luar ruangan, ternyata Si Cay soat sudah tak ada
di situ, maka mereka ber-dua pun berangkat ke telaga Cui oh.
Waktu itu, Si Cay soat
kelihatan sedang berdiri di tepi telaga sambil tiada hentinya menengok kemari
dengan wajah tak sabaran.
Siau thi gou yang menyaksikan
kejadian ini dengan cepat dia peringatkan:
"Engkoh Giok, sudah pasti
enci Soat se-dang marah"
Mendengar itu Lan See giok
segera mem-percepat larinya dan secepat kilat meluncur ke tepi telaga dengan begitu
Siau thi gou pun tertinggal jauh di belakang.
Begitu tiba di tempat tujuan.
Lan See giok segera berseru kepada Si Cay soat dengan senyum dikulum.
"Adik Soat, terima kasih
banyak pakai-an renang buatanmu sungguh indah, pas lagi!"
Sesungguhnya Si Cay soat
sedang menanti dengan perasaan gelisah, namun setelah mendengar pujian dari Lan
See giok, apalagi menyaksikan pakaian renang bikinannya persis sekali di tubuh
engkoh Giok nya, perasaan tak senang yang semula mencekam perasaannya seketika
lenyap tak berbekas.
Sepasang pipinya berubah
menjadi merah, dipandangnya wajah Lan See giok sekejap dengan gembira, dia
seperti hendak meng-ucapkan sesuatu, tapi bayangan manusia berkelebat lewat,
Siau thi gou telah muncul pula di situ sambil berseru:
"Enci Soat, bikinanmu
sangat bagus. aku juga minta satu"
Si Cay soat kuatir bocah itu
ribut, cepat-cepat dia mengangguk sambil tertawa:
"Asal kau bersedia
menuruti perkataan-ku, enci pasti akan buatkan sebuah untuk-mu.
"Baik, mulai hari ini aku
pasti akan menu-ruti perkataanmu!"
Menggunakan kesempatan sewaktu
Si Cay- soat sedang berbicara dengan Siau thi gou, Lan See giok mengamati adik
sepergu-ruannya yang memakai pakaian renang itu.
Ia merasa gadis ini lebih
matang lagi dalam setengah tahun belakangan, tubuhnya keli-hatan lebih matang
dan montok.
payudaranya nampak lebih
besar, pinggang nya ramping, pinggulnya bulat dan pahanya mulus, boleh dibilang
gadis tersebut memiliki potongan badan yang sangat menarik hati...
Sementara dia masih mengamati
dengan seksama, mendadak terdengar Si Cay soat berkata.
"Engkoh Giok, air di
telaga ini terlalu dalam." mari kita belajar di telaga yang agak dangkal
saja."
Buru-buru Lan See giok
menenangkan kembali hatinya.
"Baik. baik, makin
dangkal airnya makin baik"
Si Cay soat kembali tertawa
cekikikan mendengar ucapan itu!
Mereka bertiga pun menelusuri
telaga menuju ke sebuah pantai dengan air yang dangkal, mula-mula Si Cay soat
mengajarkan dulu rahasia mengambang, menyelam dan mengapung, kemudian baru
mengajak pe-muda itu masuk ke air.
Sesungguhnya Lan See giok
adalah seorang pemuda yang sangat cerdas dengan daya tangkap yang mengagumkan,
begitu diberi tahu, semua tehnik berenang telah dikuasai nya.
Sayang sekali di air dan di
darat keadaannya sama sekali berbeda, setelah menceburkan diri ke dalam telaga,
dimana permukaan air mencapai dadanya, ia menjadi tegang, napasnya sesak dan
langkahnya se-olah-olah menjadi enteng. ini semua mem-buat anak muda tersebut
buru-buru meng-gunakan ilmu bobot seribunya.
Melihat pemuda itu gugup bercampur
kaget, Si Cay soat menghentikan langkah nya dan berkata sambil tertawa:
"Bagaimana kalau di
tempat ini saja? Ke-dalaman air sudah cukup untuk taraf per-mulaan belajar
berenang"
Lan See giok mengangguk
berulang kali sambil mengiakan.
Sekali lagi Si Cay-soat
mengulangi tehnik ilmu berenang. kemudian ia baru berkata:
"Sekarang kita berlatih
dulu ilmu menga-pungkan diri, letakkan tanganmu di atas le-nganku."
Lan See-giok menurut dan
mengikuti teori yang diperoleh, dia menarik nafas sambil meluruskan kakinya ke
belakang- serta merta badannya terapung ke atas permukaan air.
Kenyataan ini membuat anak
muda itu kegirangan, pikirannya dengan cepat:
"Oooh rupanya tidak
terlalu sulit untuk belajar ilmu berenang ...."
Melihat wajah Lan See-giok
berseri Si Cay soat turut bergembira hati. katanya kemu-dian:
"Sekarang kita belajar
berenang. salurkan semua tenaga ke seluruh badan, utamakan keringanan tubuh,
Kemudian dayunglah sepasang tangan dari depan ke belakang, dii-kuti gerakan
kaki..."
Sambil memberi keterangan dia
memberi contoh di depan pemuda itu sambil bergerak ke depan.
Lan see-giok mengikuti cara
tersebut, betul juga tubuhnya bisa bergerak ke muka pe-lan-pelan, bisa
dibayangkan betapa gembira-nya pemuda kita.
Mendadak....
Bayangan merah berkelebat
lewat. Si Cay soat yang semula berada di sisinya mendadak lenyap tak berbekas.
Lan see giok menjadi gugup,
dia lupa de-ngan teorinya dan tak ampun lagi bunga air memercik ke mana-mana,
anak muda menja-di gelagapan sendiri.
Sementara itu Si Cay soat yang
baru mun-culkan diri pada dua kaki dari situ, menjadi amat terperanjat setelah
menyaksi kan keja-dian ini. cepat-cepat teriaknya.
"Pusatkan pikiran, atur
pernapasan dan berenang ke muka dengan tenang ....."
Lan See giok baru merasa lega
setelah melihat adik seperguruannya muncul di de-pan sana dalam keadaan selamat
dengan ce-pat dia menaati seruan tersebut.
Dalam waktu singkat dia
berhasil mem-pertahankan keseimbangan tubuhnya dan berenang lagi ke depan.
Sekarang dia berharap bisa
naik ke darat untuk beristirahat sebentar.
Berbeda sekali dengan jalan
pemikiran Si Cay soat, sewaktu melihat pemuda itu lambat laun dapat
mengendalikan diri, dia berharap pemuda itu bisa berenang lebih lama."
Maka sambil munculkan diri di
atas per-mukaan air dia berseru keras.
"Engkoh giok kemarilah
cepat, di bawah sini terdapat sebuah batu besar"
Lan See giok merasa ini memang
cocok dengan pikirannya, maka tubuhnya" bergerak ke depan Si Cay soat
kemudian berusaha untuk berdiri di situ .....
Si Cay soat tidak menyangka
Lan See giok akan berhenti secara tiba-tiba, saking kaget-nya dia menjerit
keras dan segera berusaha untuk menariknya.
Siau thi gou yang berdiri di
tepi telaga juga sangat terperanjat sehingga berteriak keras.
Rupanya sepasang kaki Lan See
giok me-nginjak tempat yang kosong. ini membuat badannya segera tenggelam.
dalam waktu singkat air telaga menggenangi kepalanya.
Bisa dibayangkan betapa
terperanjatnya pemuda tersebut, serta merta tangannya mendayung dengan sepenuh
tenaga, semen-tara tubuhnya menubruk ke atas ......
Kebetulan sekali si Cay soat
yang gagal menyambar tangan pemuda itu sedang berge-rak ke muka, tak ampun lagi
dia lantas dipeluk anak muda tersebut erat-erat.
Lan See giok yang berhasil
memeluk adik seperguruannya, bagaikan menangkap tuan penolong saja, pelukannya
makin diperken-cang lagi.... .
Dalam keadaan begini, Si
Cay-soat menjadi yaa malu, gelisah selain gugup. namun ia cu-kup memahami
perasaan engkoh Giok nya waktu itu, maka dia memutar pinggul, mem-balikkan
badannya dan membiarkan Lan See giok berada di atas dadanya.
Sementara itu, Lan See giok
telah pulih kembali kesadarannya setelah ia berhasil menarik napas panjang,
sewaktu mengetahui bagaimana dia sedang memeluk pinggang adik seperguruannya
dan mukanya menem-pel diantara sepasang payudaranya yang em-puk, hatinya
menjadi terkejut dan pegangan-nya segera dilepaskan.
Si Cay soat bertindak cepat,
segera dia membalikkan badan begitu tekanan di atas tubuhnya hilang, lalu
sambil memeluk tubuh See giok, pelan-pelan ia berenang menuju ke tepi pantai.
Siau thi gou yang semula
dicekam perasaan terkejut dan gugup sekarang dapat merasa kan betapa lucunya
kejadian ini, tak tahan dia bertepuk tangan sambil tertawa terbahak bahak.
Tak terlukiskan rasa malu Lan
See giok se-sudah mendengar gelak tertawa Siau thi gou, seandainya bisa dia
ingin menyelam ke dasar telaga dan menyembunyikan diri di sana.
Si Cay soat sendiripun merasa
amat malu, pipinya berubah menjadi merah jengah. apalagi membayangkan kembali
kejadian yang baru saja berlangsung, hatinya berdebar keras sekali
Tapi ia bertekad untuk
berenang ke darat dan menghajar Siau thi gou untuk melam-piaskan rasa malu dan
gemasnya, karenanya bagaikan seekor ikan duyung, dia melesat ke darat dengan
cepatnya.
Siau thi gou segera merasakan
bahwa gela-gat tidak menguntungkan, ia tahu sudah membuat gara-gara maka tanpa
membuang waktu lagi, dia memutar badan dan me-ngambil langkah seribu.
Pada saat itulah, mendadak
....
Dari kejauhan sana terdengar
seseorang sedang berteriak teriak dengan suara yang lantang.
"Thi gou, Thi gou .....
Berkilat sepasang mata Siau
thi gou mendengar suara panggilan itu, soraknya gembira:
"Aku berada disini, kami
semua berada sini!"
Ditengah teriakan itu, dia
berblarian cepat mejnuju ke arah magna berasalnya sbuara tadi.
Sementara itu Si Cay soat dan
Lan So giok sudah tiba pula di daratan. sementara Lan See giok tertegun melihat
wajah gembira Siau thi gou yang sedang berlari menjauh. Si Cay soat yang sudah
tahu suara teriakan siapa-kah tadi segera berkata dengan gembira:
"Ayo cepat berangkat, si
naga sakti pemba-lik sungai Thio loko telah datang"
Lan See giok amat girang, dia
berharap bisa peroleh sedikit kabar tentang bibi Wan dan enci Cian nya dari
mulut si naga sakti tersebut.
BAB 16
DENGAN wajah gembira, pemuda
itu segera berseru pula. "Mari kita pun segera berangkat!"
Dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuh, berangkatlah muda mudi dua orang tersebut mengejar Siau thi
gou.
Setelah melewati batuan cadas,
di depan sana terlihat si naga sakti pembalik sungai yang bertubuh tegap dan
berambut putih se-dang mendekat dengan langkah tegap. di bawah ketiaknya
seperti tergantung sebuah buntalan kecil.
Melihat buntalan itu, Si Cay
soat segera bersorak gembira.
"Thio loko, kali ini
hidangan lezat apa yang kau bawakan untuk kami semua?"
Waktu-itu si naga sakti
pembalik sungai sudah menggenggam tangan Siau thi gou, mendapat pertanyaan itu
diapun menjawab sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaahhh . . haaahhh . .
haaahhh kali ini, aku si engkoh tua harus meminta maaf, ber-hubung kedatanganku
terlalu tergesa-gesa, maka tidak sempat kubawakan se suatu untuk kalian."
Kemudian kepada Lan See-giok
yang mendekat, dia berkata pula sambil tertawa:
"Saudara cilik, tujuh
bulan kita tak bersua, nampaknya kau lebih dewasa!!
Berhubung Si Cay soat dan Siau
thi gou menyebut engkoh tua kepada si naga sakti pembalik sungai, maka Lan See
giok segera menjura sambil menyapa pula:
"Siaute Lan See giok
menjumpaib engkoh tua !" j
Naga sakti pemgbalik sungai
tebrtawa terge-lak penuh kegembiraan. "Haaahhh...haah tidak usah... tidak
usah, aku si engkoh tua juga tidak membawa hadiah apa-apa sebagai tanda mata
untuk perjumpaan kali ini"
"Nah terimalah bungkusan
ini, semua barang yang berada di dalamnya menjadi milikmu semua."
Sambil berkata dia lepaskan
buntalan kecil dan diserahkan kepada Lan See giok.
Tentu saja Lan See giok merasa
sungkan untuk menerimanya, namun juga tak enak untuk menolak, setelah ragu-ragu
sejenak akhirnya dia terima juga buntalan itu.
Siau thi gou tidak tahan untuk
mengulur-kan lidahnya sambil menelan air liur beru-lang kali, nampaknya dia
sedang mengira-ngira hidangan lezat apakah yang berada di dalam buntalan
tersebut.
Menanti Lan See giok
menitipkan buntalan tersebut ke tangan Siau thi gou, bocah itu baru tertawa
senang.
Dalam pada itu si naga sakti
pembalik sungai sudah bertanya sambil tersenyum setelah menyaksikan Lan See
giok berdua. masih mengenakan pakaian berenang ?"
"Ooh, rupanya hari ini
kalian sedang berla-tih ilmu berenang?"
"Siaute baru pertama kali
mempelajari ilmu ini, khusus siaute minta pelajaran dari adik Soat" sahut
Lan See-giok cepat.
Dengan wajah semu merah,
cepat-cepat Si Cay soat membantah:
"Suhu menugaskan kepada
siaumoay un-tuk mengajarkan dasar-dasar ilmu berenang kepada engkoh Giok,
sekarang engkoh tua sudah datang, siau-moay mah tak akan uru-san lagi."
"Waah, sayang sekali
engkoh tua masih ada urusan penting yang mesti diselesaikan, paling lama hanya
setengah hari aku berada di sini, sebelum malam tiba nanti harus su-dah turun
gunung..."
"Kenapa? Kenapa tidak
berdiam beberapa hari lagi?" tanya Lan See-giok bertiga cemas.
Naga sakti pembalik sungai
sangsi sejenak akhirnya dia berkata: "Mari kita pulang dulu sebelum
membicarakan lebih jauh!"
Maka berangkatlah ke empat
orang itu menaiki bukit.
Setelah berada rdi ruang batu,
znaga sakti pembwalik sungai barru berkata kepada Lan See giok dan Si Cay-soat.
"Sekarang adik Giok dan
adik Soat berganti pakaian dulu, biar engkoh tua menunggu kalian di sini."
See giok dan Cay soat mengiakan,
mereka berdua cepat-cepat berlalu untuk bertukar pakaian.
Membayangkan kembali peristiwa
dalam air tadi, kedua orang itu merasa amat malu di samping perasaan manis dan
hangat yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Selesai bertukar pakaian,
mereka berdua muncul kembali dari kamar masing-masing, tapi Si Cay soat yang
berjumpa kembali de-ngan See giok segera merasakan pipinya menjadi merah dan
tertunduk malu-malu, ia menunjukkan sikap jengah seorang gadis yang bertemu
dengan pemuda asing saja...
Lan See giok turut merasakan
hatinya ber-debar keras, pipinya turut berubah menjadi merah, sedang perasaan
yang mencekam hatinya sekarang sungguh tak bisa dilukis-kan dengan kata-kata.
Si Cay soat segera tersenyum
jengah meli-hat sikap tertegun pemuda itu, cepat-cepat dia lari naik ke atas
tangga.
Lan See giok mengikuti di
belakangnya, saat itulah dia baru merasakan bahwa adik seperguruannya telah
tumbuh menjadi se-orang gadis remaja, sedangkan ia sendiripun sudah mendekati
seorang pemuda dewasa.
Tiba kembali di ruang batu,
Siau. thi gou telah mengeluarkan hidangan serta empat mangkuk arak.
Dari sikap dan wajah Lan See
giok serta Si Cay soat yang memerah, si naga sakti pem-balik sungai memandang
sekejap wajah kedua orang itu, dengan cepat dia tahu bahwa benih cinta rupanya
sudah tumbuh dalam hati mereka.
Namun bila teringat kembali
tujuan keda-tangannya ke sana, keningnya segera berke-rut, selapis kemurungan
segera menyelimuti wajahnya yang berkeriput.
Lan See giok dan Si Cay soat
cepat--cepat menundukkan kepalanya rendah-rendah, sewaktu sorot mata si naga
sakti Pembalik sungai yang tajam diarahkan kepada mereka oleh sebab itu mereka
pun tidak melihat pe-rubahan wajah dari engkoh tuanya itu..
Tiba-tiba terdengar Siau thi
you berseru dengan nada tidak senang hati:
"Thio loko, mengapa sih
kau terburu -buru ingin pulang? Siapa tahu tiga atau lima hari lagi suhu sudah
pulang . . ."
Mendengar ucapan tersebut, si
naga sakti pembalik sungai seakan akan teringat akan sesuatu, dia segera
berpura - pura gembira dan tertawa tergelak.
"Haaahhh . . . haaahhh .
. . haaahhh ... sekarang aku si engkoh tua hendak membe-ritahukan kepada
kalian, berhubung cia cianpwe masih ada urusan lain yang belum selesai
dikerjakan, mungkin beberapa bulan lagi beliau baru bisa pulang"
Lan See giok bertiga menjadi
sangat terke-jut, hampir bersamaan waktunya mereka berseru:
"Darimana engkoh bisa
tahu?"
Naga sakti pembalik sungai
tertawa, de-ngan sikap sewajar wajarnya ia men-jawab:
"Engkoh tua telah
menerima surat yang ditulis Cia locianpwe dan dikirim dari luar lautan!"
Sambil berkata, dia mengambil
sepucuk surat dari sakunya dan diserahkan kepada Lan See giok.
Dengan gugup pemuda itu
membukanya dan membaca isinya.
Si Cay soat segera mendekati
anak muda itu sambil menumpang membaca isi surat tersebut.
Garis besarnya dalam surat itu
dijelaskan bahwa guru mereka harus pergi ke luar lau-tan demi keselamatan dunia
persilatan, se-bab masalah tersebut menyangkut nasib pel-bagai perguruan besar
di dunia persilatan, maka urusan tak bisa diselesaikan dalam waktu singkat, di
samping itu guru mereka berpesan agar Lan See giok bertiga melatih diri lebih
tekun serta tak usah memecahkan perhatian ke masalah lain. . .
Ketika selesai membaca surat
itu, Si Cay soat yang pertama-tama berguman dengan nada tak habis mengerti:
"Thio loko, mengapa suhu
tidak menjelas-kan kapan baru akan pulang . .?"
Naga sakti pembalik sungai
membandang sekejap jkearah Lan See ggiok yang sedanbg termenung, kemudian
jawabnya sambil ter-tawa:
"Engkoh tua menitipkan pesan
tersebut se-cara lisan kepada si pembawa surat. jadi akupun tak tahu kapan
pulangnya."
"Thio loko, siapakah si
pembawa surat itu?" tiba-tiba Siau thi gou bertanya dengan wajah tak
mengerti:
Agaknya si naga sakti pembalik
sungai ti-dak menduga Siau thi gou bakal mengajukan pertanyaan tersebut, dengan
kening berkerut dia segera tersenyum.
"Berbicara soal orang
ini, kalianpun belum tentu tahu."
"Coba sebutkan agar kami
tahu" timbrung Si Cay soat.
Agaknya si naga sakti Pembalik
sungai se-dang memperhatikan dengan seksama sikap Lan See giok yang masih
meneliti surat terse-but, namun ia toh menjawab juga. Orang itu adalah tianglo
angkatan yang lampau dari Bu-tong-pay, orang menyebut nya Keng-hiang
sian-tiang!"
Si Cay soat kembali berkerut
kening, lalu tanyanya dengan nada tidak mengerti:
`Bukankah Keng hiang
sian-tiang dari Bu tong-pay sudah lama tidak muncul kembali di dalam dunia
persilatan?!
Dengan wajah
bersungguh-sungguh si naga sakti pembalik sungai berkata:
"Masalahnya kali ini
menyangkut suatu keadaan yang besar. jadi tak bisa dibanding-kan dengan
kejadian biasa, dengan unda-ngan khusus dari Lam-hay-lo koay, bahkan Cia
locianpwe saja harus berangkat sendiri apalagi persoalan ini menyangkut Bu-tong
-pay secara langsung, memangnya dia tak akan berangkat?
Baru selesai dia berkata Lan
see Giok yang masih memegang surat itu berseru kepada, si nags sakti pembalik
sungai:
"Thio loko, siaute jumpai
tinta bak di atas surat tersebut nampaknya sudah lama sekali .....
Berubah hebat paras muka si
naga sakti pembalik sungai setelah mendengar ucapan tersebut. tapi cepat-cepat
ia mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak bahak, menyusul kemudian ia
menjelaskan lebih bjauh:
"Saudaraj cilik,
pernahkgah kau bayangkabn berapa ribu li jarak dari sini sampai ke luar lautan?
Apalagi Keng hian sian-tiang meng-gembolnya dalam saku, dimana kena keri-ngat
dan air hujan. masa surat tersebut da-pat utuh seratus persen?"
Berbicara sampai disini,
diapun sengaja mengalihkan pembicaraan ke soal lain, sam-bil menunjuk ke arah
bungkusan kecil itu katanya lagi:
"Sewaktu menerima surat
ini, kebetulan Hu-yong siancu Han lihiap juga berada di rumahku. ketika ia tahu
aku hendak kemari, dia telah menitipkan bungkusan baju itu untukmu."
Siau thi gou menjadi amat
kecewa setelah mendengar perkataan itu, serta merta dia mengangkat buntalan
kecil itu dan dilihat sekejap...
Berbeda dengan Lan See giok,
mencorong sinar tajam dari balik matanya setelah mendengar perkataan itu, cepat
tanyanya dengan gembira..
"Apakah bibi Wan dan enci
Cian berada dalam keadaan sehat-sehat semua?"
Sewaktu berbicara, wajahnya
memancar-kan sinar kerinduan yang amat tebal.
Si Cay soat yang melihat
kesemuanya ini segera merasakan segulung hawa amarah yang entah darimana
datangnya membara di dalam dadanya dan ingin dimuntahkan ke luar, namun diapun
tak berani melampias-kannya ke luar .
Naga sakti pembalik sungai
yang melihat tujuannya berhasil, ia segera tertawa setelah meneguk arak
sahutnya:
"Mereka semua berada
dalam keadaan baik-baik. mereka menduga kau pasti sudah makin tinggi, maka
khusus membuatkan be-berapa stel pakaian untukmu."
Lalu sambil mengambil buntalan
kecil itu, dari tangan Siau thi gou, dia bertanya sambil tertawa penuh arti:
"Saudara cilik, apakah
kau hendak mem-bukanya sekarang juga ....""
Berkilat sepasang mata Lan See
giok, bisa dilihat hatinya diliputi emosi, bibirnya berge-rak seperti ingin
mengucapkan sesuatu, na-mun akhirnya dia menggeleng kan kepalanya berulang
kali, sahutnya sambil tertawa:
Oooh, tidak usarh, tidak
usah!"z
Tapi, setiap worang bisa
melirhat betapa inginnya Lan See giok membuka bungkusan itu dengan segera dan
ingin melihat pakai-an apa saja yang telah dibuatkan untuknya.
Ia percaya setiap jahitan dan
setiap lipatan pakaian tersebut, terkandung kasih sayang dari bibinya dan cinta
suci dari enci Cian nya.
Si Cay soat tak bisa menahan
rasa gusar di dalam hatinya lagi, dia tertawa paksa namun setiap orang bisa
mendengar betapa kecutnya suara tertawa itu. kemudian terdengar ia berkata:
"Sudah tentu jahitannya
pas sekali diba-dan, secantik enci Cian yang membuatnya!" Lan See giok
yang polos masih mengira adik Soatnya benar-benar memuji kecantikan enci
Ciannya, tanpa terasa wajahnya nampak le-bih bersinar terang.
Berbeda sekali dengan Naga
sakti pem-balik sungai yang berpengalaman, dengan cepat dia dapat menangkap
gelagat yang tidak baik, cepat-cepat dia meletakkan kembali bungku-san kecil
itu ke atas meja, kemudian setelah tertawa tergelak dengan cepat dia
mengalih-kan pokok pembicaraan ke soal lain, uca-pannya:
"Di dalam surat Cia
locianpwe tadi di pesankan agar kalian melatih diri dengan te-kun, entah
bagaimanakah kemajuan yang berhasil kalian capai dalam setengah tahun
ini?"
Siau thi gou segera melebarkan
matanya, semangatnya berkobar kembali dengan pe-nuh bersemangat katanya:
"Aku telah berhasil
mempelajari ilmu Hou-liong-jit-si, bila suhu pulang, tanggung dia akan
gembira."
Lan See giok bertiga yang
menyaksikan semangat Siau-thi gou. tak tahan lagi mereka tertawa tergelak.
Berhubung penjelasan dari naga
sakti pembalik sungai tentang huruf yang luntur cocok dengan keadaan, ditambah
pula Hu-yong-siancu �hadir
sebagai saksi , maka Lan See giok pun mempercayai keaslian surat itu seratus
persen.
Setelah melihat ketiga orang itu
tidak ragu lagi, Naga sakti membalik sungai baru me-ngajarkan teori dan tehnik
bertempur dalam air kepada Lan See-giok di samping ketera-ngan-keterangan lain
yang berharga sekali. "
Tak heran kalau Lan See giok
bertiga memperoleh pengetahuan dan faedah yang besar sekali.
Tanpa terasa matahari pun
tenggelam di langit barat.
Naga sakti pembalik sungai
segera minta diri, sebelum berpisah ia berpesan kembali agar mereka bertiga
tetap menjaga gua sem-bari berlatih ilmu silat dengan tekun sampai kembalinya
guru mereka.
Lan See-giok, Si Cay-soat dan
Siau-thi gou menghantar engkoh tua mereka sampai di luar barisan pohon bambu,
hingga bayangan tubuh naga sakti pembalik sungai lenyap dari pandangan, mereka
baru kembali ke rua-ngan.
Dalam perjalanan kembalinya,
Lan See giok ingin secepatnya membuka bungkusan kecil itu dan melihat isinya,
tanpa disadari lang-kahnya menjadi terburu buru sehingga Si Cay soat serta Siau
thi gou tertinggal jauh di belakang.
Siau thi gou yang polos dan
terbuka masih tidak merasakan apa-apa. berbeda sekali dengan Si Cay soat yang
setiap hari bersama sama engkoh Gioknya, ia segera merasa diri-nya seperti
dikesampingkan pemuda itu.
Saking pedih hatinya, hampir
saja air ma-tanya jatuh bercucuran....
Gadis yang semenjak kecil
sudah terbiasa dimanja gurunya ini, untuk pertama kalinya merasakan hatinya
sedih dan pedih. mau marah tak bisa dilampiaskan, mau menangis malu, bisa
dibayangkan bagaimana perasaan hatinya waktu itu.
Ia jadi mendongkol sekali
kepada engkoh Gioknya . . . . terlalu banyak masalah yang membuatnya
mendongkol, dia merasa pemu-da tersebut seolah-olah mempunyai banyak dosa dan
kesalahan yang tak bisa diampuni lagi, maka dalam hati kecilnya dia mengambil
sebuah keputusan...selamanya tidak akan menggubrisnya lagi.
0leh sebab itu, ketika Lan See
giok me-ngambil bungkusan kecil dan kembali ke kamar nya, sambil menahan air
mata diapunb cepat-cepat kejmbali ke kamar gtidur sendiri. b
Sian thi gou yang terdorong
perasaan ingin tahu segera membuntuti engkoh Giok nya dengan ketat, dia ingin
tahu apakah dalam bungkusan tersebut terdapat makanan yang enak atau tidak.
Karenanya sambil melototkan
matanya bulat-bulat, dia awasi terus engkoh Giok nya membuka bungkusan kecil
itu.
Begitu bungkusan dibuka,
dibaliknya tem-pat sebuah kertas minyak pembungkus, bau harum semerbak
terhembus ke luar dari balik bungkusan itu.
Dengan cepat Siau thi gou
mengendus bau itu berulang kali, sekulum senyuman lebar segera menghiasi
bibirnya.
Begitu bungkusan kertas itu
dibuka, woouw isinya adalah ayam panggang, daging kecap, telur asin serta
makanan yang lain yang banyak sekali jumlahnya.
Diam-diam Lan see giok
berterima kasih sekali atas pemikiran bibinya yang menga-turkan semuanya itu
dengan sempurna, meski makanan itu biasa, namun di tengah pegunungan yang
terpencil begini betul--betul merupakan hidangan lezat yang punya uang pun tak
bisa dibeli, maka dia singkirkan bungkusan makanan itu serta membuka bungkusan
kain putih yang berada di bawahnya.
Pada bagian atas adalah jubah
biru kege-marannya, baju itu terbuat dari kain halus, potongan indah dan
menawan, entah hasil karya bibinya atau enci Cian nya!
Ketika diendus, tercium bau
harum yang sangat khas baginya, dengan cepat dia men-jadi paham kembali, rasa
gembira yang me-luap membuatnya tanpa sadar memanggil nama enci Cian dengan
mesra.
Di bawah jubah itu adalah kain
pengikat kepala berwarna biru, celana biru serta dua stel pakaian dalam
berwarna putih, ketika dicoba dibandingkan ke tubuhnya, meski sedikit agak
kebesaran namun bisa dipakai.
Baju yang kedua berwarna merah
cerah, apa yang terlihat segera membuat pemuda itu tertegun dan mencorongkan
sinar tajam dari matanya.
Rupanya pakaian merah dengan
sbepasang sepatu jberwarna merah,g sarung pedang bmerah dan pita pedang
berwarna merah.
`Dengan cepat Lan See giok
paham kem-bali, rupanya semuanya ini disiapkan enci Cian untuk adik Soatnya,
dengan perasaan segera ia segera mendongakkan kepalanya:
Namun adik Soat sudah tak
nampak, bahkan adik Gou pun tidak kelihatan, ketika berpaling lagi, hidangan
semeja yang baru saja diletakkan disanapun turut lenyap tak berbekas.
Lan See giok segera tertawa
tergelak de-ngan rasa gembira, sambil membawa bung-kusan berisi baju itu cepat
dia lari naik ke tangga.
Sebelum tiba di kamar tidur,
pemuda itu sudah tidak tahan untuk berteriak keras.
"Adik Soat, adik Soat
..."
Tiba-tiba bayangan hitam
berkelebat lewat. Siau thi gou sudah muncul dari balik kamar Si Cay soat, di
tangannya masih menggeng-gam bungkusan berisi makanan lezat tadi.
Begitu berjumpa dengan Lan See
giok, dia lantas berseru dengan wajah murung.
"Engkoh Giok, enci Scat
telah jatuh sakit!"
Lan See-giok terkejut sekali,
ia berseru kaget sambil teriaknya. "Sakit apa? Barusan toh ia nampak
sangat gembira dan segar bugar ....?"
"Aku rasa dia sakit
kepala!"
Oooh....
Dengan langkah terburu-buru
Lan See giok lari masuk ke dalam kamar tidur si nona, ia jumpai gadis tersebut
sedang membaringkan diri di atas permadani merah sambil me-nyembunyikan
kepalanya dibalik selimut, tubuhnya sama sekali tidak bergerak.
Dari keadaan tersebut, pemuda
itu mendu-ga gadis itu memang sakit kepala, cepat-ce-pat ia letakkan bungkusan
berisi pakaian itu ke lantai, kemudian tanyanya dengan penuh perhatian:
"Adik soat.. adik soat,
kenapa kau? Apa yang kau rasakan sakit---?"
Si Cay soat tetap tak
bergerak, menjawab pun tidak.
Lan See giok segera mendekati
dan beru-saha untuk memeriksa denyutan nadinya--
"Plaaakkk!"
tahu-tahu tangannya sudah di pukul gadis itu keras-keras--
Dengan perasaanr terkejut Lan
Szee giok menarikw kembali tanganrnya lalu memandang sekejap ke arah Siau thi
gou dengan mata terbelalak, tertegun.
Namun sebagai pemuda yang
pintar, de-ngan cepat Lan See giok menyadari apa gerangan yang telah terjadi,
rupanya gadis itu bukan sakit kepala melainkan lagi mengam-bek.
Siau thi gou juga merasa lega
setelah me-ngetahui enci Soatnya lagi mengambek, sam-bil tertawa dia mulai
menyambar paha ayam dan melahapnya dengan rakus.
Sedangkan Lan See-giok duduk
termenung di sampingnya, betapapun dia telah memeras otak belum juga diketahui
apa kesalahannya.
Mendadak ia melihat pedang
Jit-hoa kiam yang terletak tak jauh di atas permadani, satu ingatan segera
melintas di dalam benak nya, ia mengambil keputusan untuk mem-buat kejutan bagi
si nona tersebut.
Diambilnya pedang Jit hoa kiam
tersebut, mula-mula pita pedang diikatkan dahulu pada gagangnya, kemudian
melapisinya de-ngan sarung pedang yang halus dan lembut itu.
Disaat ia sedang mengikatkan
tali sarung itulah, suatu ketidak sengajaan membuat jari tangannya menyentuh
tombol rahasia...
"Criing...l"
Cahaya tajam segera memancar
kemana mana, tubuh pedang melejit berapa inci lebih ke muka dan seketika
menyiarkan suara dentingan yang amat memekikkan telinga.
Lan See giok terkejut, sedang
Si Cay soat juga melompat bangun dengan cepat, tapi apa yang kemudian terlihat
membuatnya tertegun dan melongo.
Hanya Siau thi you seorang
yang mengu-nyah paha ayam, sambil tertawa terbahak -bahak.
Melihat sarung pedang yang
begitu mena-wan hati, Si Cay soat segera jatuh hati, ber-samaan itu pula diapun
menjadi sadar, ten-tunya sarung pedang yang indah tersebut merupakan hadiah
dari Ciu Siau cian yang selalu dipuji puji oleh gurunya itu.
Dalam pada itu Lan See giok
telah mem-betulkan letak pedang itu dan sambil tertawa tersipu sipu dia
mengembalikan senjata tersebut kepada si nona.
Si Cay soat sendiri berhubung
ia sudah terlanjur jatuh hati pada keindahan sarung pedang tadi, ditambah pula
perasaan ingin tahunnya untuk memeriksa hasil karya Ciu Siau cian, membuatnya
tanpa banyak bicara segera menerima angsuran tadi.
Setelah diperiksa dengan
seksama, mau tak mau gadis itu harus menyatakan kekagumannya, dia sadar bahwa
hasil kera-jinan tangan dari Ciu Siau cian memang betul-betul sangat indah.
Sebagai seorang pemuda yang cerdik
Lan See giok segera memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerahkan pula sepatu
kecil berwarna merah kepada si nona, kemudian katanya pula dengan hati-hati.
"Adik Soat, coba kau
lihat. inilah tanda mata dari enci Cian untukmu!"
Si Cay soat segera mendongakkan
kepalanya, apa yang terlihat membuatnya segera menjerit gembira.
"Oooh, sangat indah!
persis seperti apa yang kuidam-idamkan selama ini."
Cepat-cepat dia letakkan
pedangnya ke lantai serta menerima sepatu baru itu. ke-mudian dengan
tergesa-gesa sekali dia mele-paskan sepatu lamanya hingga tampak sepasang kaki
mungilnya yang putih bersih...
Lan See giok menjadi tertegun
melihat hal itu. sepasang kaki milik adik Soat memang indah dan sangat menawan
hati.
Dalam gembiranya Si Cay soat
pun me-lu-pakan semua kekesalan dan kemasgulan yang dialaminya tadi, selesai
mengenakan sepatu baru, dia segera melompat bangun dan berjalan bolak balik
dengan penuh ke-riangan Ia dengan suara bernada kegembi-raan yang tak
terlukiskan dengan kata, ia berseru:
""Aaah. sungguh
indah, persis dengan kakiku, enci Cian memang orangnya baik sekali, baik sekali
. . .
Melihat adik Soatnya gembira,
tentu saja Lan See giok turut tertawa riang.
Tiba-tiba Si Cay soat melihat
jubah biru yang terletak di sisi anak muda tersebut, berkilat sepasang matanya,
dengan perasaan terkejut serunya tanpa terasa:
"Engkoh Giok, apakah baju
itupbun bikinan encij Cian untukmu?"g
Sambil berkatba, ia memungut
pakaian tersebut dengan gugup.
Lan See giok mengira Si Cay
soat terkejut atas hasil karya enci Cian," karenanya dia mengangguk dengan
bangga.
Si Cay soat meraba jubah baru
itu, kemu-dian serunya lagi dengan perasaan terkejut:
"Engkoh Giok, pakaian ini
dibuat dari serat ulat langit, oooh! Banyak sekali khasiat dari pakaian
tersebut, begitu banyaknya sampai siaumoay tak dapat menerangkannya satu per
satu, tapi yang pokok, masuk ke air tak bakal tenggelam, masuk api tak akan
terba-kar, bisa menahan senjata rahasia, dapat menahan bacokan senjata, engkoh
Giok, dengan pakaian tersebut maka selanjutnya kau tak usah mengenakan pakaian
renang lagi bola ingin masuk ke dalam air."
Mengetahui kalau jubah itu
memiliki kha-siat yang begitu banyak, Lan See giok betul-betul dibikin terkejut
sampai berdiri melongo-longo . . .
Sebaliknya sepasang mata Siau
thi gou segera terbelalak lebar-lebar, mendadak ia letakkan bungkusan berisi
makanan itu ke lantai, setelah itu sambil mengangkat ta-ngannya tinggi-tinggi
ia, bersorak sorai de-ngan riang gembira:
"Hooore . . . hooore . .
. kalau begitu aku Thi-gou akan memperoleh pakaian renang baru!
Sambil berteriak ia lari ke
luar dari ru-angan tersebut dan kembali ke kamar sendiri.
Lan See giok dan Si Cay soat
jadi ter-tegun menyaksikan ulah bocah tersebut, dengan pandangan tak mengerti
mereka awasi baya-ngan punggung Siau thi gou hingga lenyap dari pandangan mata.
Tak lama kemudian, Siau thi
gou telah muncul kembali sambil membawa pakaian renang baru, katanya lagi
sambil tertawa ter-bahak-bahak:
"Haaahhh . . .haaahhh . .
haaahhh . . . setelah engkoh Giok memiliki pakaian mesti-ka, pakaian renang
jahitan enci Soat pun tanpa sungkan-sungkan akan menjadi milik aku si Thi gou.
Baru sekarang Lan See giok dan
Si Cay soat memahami apa yang dimaksudkan, se-rentak mereka ikut tertawa
terbahak-bahak.
Setelah saling berpandangan
sekejap de-ngan perasaan cinta yang semakin menda-lam, kata mereka dengan
riang:
"Selama ini suhu
mengatjakan adik Gou bodoh, padahal....."
"Padahal aku tidak
blo"on!" sambung Siau thi gou dengan cepat sambil tertawa lebar.
Semenjak hari itu, muda mudi
tiga orang itu melanjutkan latihan mereka dengan lebih tekun, Lan See giok di
samping belajar ilmu berenang dari Si Cay soat, dia pun meng-kombinasikan ilmu
gurdi emas ajaran ayah-nya dengan ilmu pedang Tong kong kiam hoat sehingga
terciptalah suatu ilmu baru yang dinamakan ilmu gurdi pengejut langit.
Musim panas lewat dan musim
gugur kini sudah menjelang tiba.
Lan See giok, Si Cay soat
serta Siau thi gou merasa murung dan masgul sepanjang hari, sebab guru mereka
To Seng cu belum juga kembali. kendatipun tenaga dalam mereka bertiga peroleh
kemajuan yang sangat pesat namun perasaan gembiranya tidak seperti semula lagi.
Yang membuat mereka bertiga
merasa geli-sah adalah si naga sakti pembalik sungai pun tidak muncul lagi.
mereka tidak mendapat berita dari dunia luar sehingga praktis sela-ma satu
tahun penuh mereka tidak mengeta-hui bagaimanakah perubahan dalam dunia
persilatan.
Si Cay soat mulai menguatirkan
kesela-matan dari gurunya, Siau thi gou juga saban hari bermuram durja,
sedangkan Lan See giok sering kali melamun sambil memandang pegunungan
dikejauhan sana.
Sekali lagi dia mulai
mencurigai isi surat yang pernah dibawa si naga sakti pembalik sungai tempo
hari, terutama bila memba-yangkan kembali gumaman gurunya sebelum berpisah, dia
yakin dunia persilatan tentu sudah diliputi kekacauan dan kekalutan, bahkan
bisa jadi darah telah menggenangi permukaan tanah.
Cuma pemuda itu hanya berani
memba-yangkan namun tak berani menyampaikan jalan pemikirannya kepada Si Cay
soat serta Siau thi gou...
Dihati kecilnya dia seperti
memperoleh suatu firasat, kepergian gurunya tempo hari meski sampai mengancam
keselamatan jiwa-nya, paling tidak gurunya sudah ditawan dan disekap atau
terperangkap dalam jebakan musuh hingga terkurung di suatu tempat.
Membayangkan musuh-musuh
tersebut, dia pun teringat kembali -kan Lam hay lo koay, Wan San popo serta rSi
to cinjin. Dzi samping itu dwiapun membayangrkan pula be-tapa lihainya ilmu
silat yang dimiliki orang-orang tersebut
Bilamana dugaannya tak
meleset, di atas bahunya sekarang tertanam dua macam be-ban yang sangat
berat.....Dendam orang tua dan musibah dari gurunya.
Berbicara soal kemampuan yang
dimiliki nya sekarang, membalas dendam bukan pekerjaan yang terlampau sulit
baginya, tapi untuk menghadapi tiga manusia aneh dari luar lautan, dia tak
mempunyai suatu keya-kinan pun berhubung dia sendiri juga tak tahu sampai
dimanakah kekuatan mereka yang sesungguhnya.
Pepatah kuno berkata, satu
hari menjadi guru, budi bagaikan orang tua sendiri.
Seandainya, gurunya benar-benar,
men-jumpai musibah, sekalipun tubuh harus hancur, lautan api mesti diterjang,
dia tak akan menampik untuk melakukannya.
Semakin membayangkan apa yang
telah terjadi, anak muda itu semakin ketakutan, saking gelisahnya peluh sampai
jatuh bercu-curan membasahi seluruh tubuhnya, ia bertekat untuk membakar
semangat sendiri dan adik-adik seperguruannya agar lebih te-kun melatih ilmu
silat masing-masing.
Dengan kepergian To Seng cu
yang tak pernah kembali lagi, kedudukan Lan See giok dihati Si Cay soat dan
Siau thi gou pun ber-tambah penting, Saban hari mereka bertiga selalu hidup
berdampingan, dan tak pernah berpisah barang sejengkalpun.
Sikap Si Cay soat berubah
menjadi lebih lembut dan hangat, dalam suasana murung dan sedih, dia semakin
menyayangi engkoh Giok nya dan memperhatikan adik Gou nya.
Siau thi gou yang polos dan
lugu, sejak itu tak pernah menampilkan senyuman blo"on-nya yang
menggiurkan di atas wajah bulat-nya yang hitam berkilat lagi.
waktu berlalu sangat cepat,
kini musim dingin telah tiba, bunga salju turun dengan derasnya menyelimuti
seluruh permukaan tanah.
Permukaan bukit Hoa-san dengan
be-berapa buah bukitnya yang tinggi, kini telah berubah menjadi serba putih.
To Seng-cu, tokoh persilatan
nomor wahid dikolong langit sudah setahun meninggalkan gunung, namun hingga
saat itu belum juga ada kabar beritanya tentang mereka.
Lan See giok dan Si-Cay soat
sudah tak dapat menenangkan hatinya lagi, setiap kali Siau Thi-gou sedang
menanak nasi di dapur, mereka berdua selalu memanfaatkan kesem-patan tersebut
untuk berunding bagaimana caranya mencari berita tentang guru mereka.
Hasil dari perundingan mereka
menyim-pulkan bahwa si naga sakti pembalik sungai sudah tidak berada di tepi
telaga Phoa yang lagi bisa juga dia telah menyusul ke luar lautan untuk mencari
jejak suhu, kalau ti-dak, dia pasti akan mengunjungi bukit Hoa-san untuk
mengetahui apakah guru mereka sudah pulang atau belum.
(Bersambung ke Bagian 21)