Anak Harimau Bagian 20

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 20

Bagian 20

Dia mencoba untuk meraba pakaian renang itu, semuanya halus dan lunak, bisa dibayangkan betapa susah payahnya Si Cay soat untuk menyelesaikan pekerjaan terse-but.

Berpikir sampai di situ, timbul perasaan sayang di hati kecilnya, ini membuat pemuda tersebut merasa tak tega untuk mempergu-nakannya,...

Siau thi gou yang menyaksikan hal terse-but, tanpa terasa bertanya dengan nada tak mengerti:

"Hei, jangan diraba melulu, ayo cepat di kenakan, hati-hati kalau dia sampai me-ngambek gara-gara kau datang terlambat!"

Lan See giok segera sadar kembali dari la-munannya, buru-buru ia bertukar pakaian renang itu.

Ternyata pakaian tersebut sangat persis, tahulah pemuda kita, Si Cay soat tentu su-dah mengukur pakaiannya secara diam-diam.

Selesai bertukar pakaian. kedua orang itu buru-buru ke luar ruangan, ternyata Si Cay soat sudah tak ada di situ, maka mereka ber-dua pun berangkat ke telaga Cui oh.

Waktu itu, Si Cay soat kelihatan sedang berdiri di tepi telaga sambil tiada hentinya menengok kemari dengan wajah tak sabaran.

Siau thi gou yang menyaksikan kejadian ini dengan cepat dia peringatkan:

"Engkoh Giok, sudah pasti enci Soat se-dang marah"

Mendengar itu Lan See giok segera mem-percepat larinya dan secepat kilat meluncur ke tepi telaga dengan begitu Siau thi gou pun tertinggal jauh di belakang.

Begitu tiba di tempat tujuan. Lan See giok segera berseru kepada Si Cay soat dengan senyum dikulum.

"Adik Soat, terima kasih banyak pakai-an renang buatanmu sungguh indah, pas lagi!"

Sesungguhnya Si Cay soat sedang menanti dengan perasaan gelisah, namun setelah mendengar pujian dari Lan See giok, apalagi menyaksikan pakaian renang bikinannya persis sekali di tubuh engkoh Giok nya, perasaan tak senang yang semula mencekam perasaannya seketika lenyap tak berbekas.

Sepasang pipinya berubah menjadi merah, dipandangnya wajah Lan See giok sekejap dengan gembira, dia seperti hendak meng-ucapkan sesuatu, tapi bayangan manusia berkelebat lewat, Siau thi gou telah muncul pula di situ sambil berseru:

"Enci Soat, bikinanmu sangat bagus. aku juga minta satu"

Si Cay soat kuatir bocah itu ribut, cepat-cepat dia mengangguk sambil tertawa:

"Asal kau bersedia menuruti perkataan-ku, enci pasti akan buatkan sebuah untuk-mu.

"Baik, mulai hari ini aku pasti akan menu-ruti perkataanmu!"

Menggunakan kesempatan sewaktu Si Cay- soat sedang berbicara dengan Siau thi gou, Lan See giok mengamati adik sepergu-ruannya yang memakai pakaian renang itu.

Ia merasa gadis ini lebih matang lagi dalam setengah tahun belakangan, tubuhnya keli-hatan lebih matang dan montok.

payudaranya nampak lebih besar, pinggang nya ramping, pinggulnya bulat dan pahanya mulus, boleh dibilang gadis tersebut memiliki potongan badan yang sangat menarik hati...

Sementara dia masih mengamati dengan seksama, mendadak terdengar Si Cay soat berkata.

"Engkoh Giok, air di telaga ini terlalu dalam." mari kita belajar di telaga yang agak dangkal saja."

Buru-buru Lan See giok menenangkan kembali hatinya.

"Baik. baik, makin dangkal airnya makin baik"

Si Cay soat kembali tertawa cekikikan mendengar ucapan itu!

Mereka bertiga pun menelusuri telaga menuju ke sebuah pantai dengan air yang dangkal, mula-mula Si Cay soat mengajarkan dulu rahasia mengambang, menyelam dan mengapung, kemudian baru mengajak pe-muda itu masuk ke air.

Sesungguhnya Lan See giok adalah seorang pemuda yang sangat cerdas dengan daya tangkap yang mengagumkan, begitu diberi tahu, semua tehnik berenang telah dikuasai nya.

Sayang sekali di air dan di darat keadaannya sama sekali berbeda, setelah menceburkan diri ke dalam telaga, dimana permukaan air mencapai dadanya, ia menjadi tegang, napasnya sesak dan langkahnya se-olah-olah menjadi enteng. ini semua mem-buat anak muda tersebut buru-buru meng-gunakan ilmu bobot seribunya.

Melihat pemuda itu gugup bercampur kaget, Si Cay soat menghentikan langkah nya dan berkata sambil tertawa:

"Bagaimana kalau di tempat ini saja? Ke-dalaman air sudah cukup untuk taraf per-mulaan belajar berenang"

Lan See giok mengangguk berulang kali sambil mengiakan.

Sekali lagi Si Cay-soat mengulangi tehnik ilmu berenang. kemudian ia baru berkata:

"Sekarang kita berlatih dulu ilmu menga-pungkan diri, letakkan tanganmu di atas le-nganku."

Lan See-giok menurut dan mengikuti teori yang diperoleh, dia menarik nafas sambil meluruskan kakinya ke belakang- serta merta badannya terapung ke atas permukaan air.

Kenyataan ini membuat anak muda itu kegirangan, pikirannya dengan cepat:

"Oooh rupanya tidak terlalu sulit untuk belajar ilmu berenang ...."

Melihat wajah Lan See-giok berseri Si Cay soat turut bergembira hati. katanya kemu-dian:

"Sekarang kita belajar berenang. salurkan semua tenaga ke seluruh badan, utamakan keringanan tubuh, Kemudian dayunglah sepasang tangan dari depan ke belakang, dii-kuti gerakan kaki..."

Sambil memberi keterangan dia memberi contoh di depan pemuda itu sambil bergerak ke depan.

Lan see-giok mengikuti cara tersebut, betul juga tubuhnya bisa bergerak ke muka pe-lan-pelan, bisa dibayangkan betapa gembira-nya pemuda kita.

Mendadak....

Bayangan merah berkelebat lewat. Si Cay soat yang semula berada di sisinya mendadak lenyap tak berbekas.

Lan see giok menjadi gugup, dia lupa de-ngan teorinya dan tak ampun lagi bunga air memercik ke mana-mana, anak muda menja-di gelagapan sendiri.

Sementara itu Si Cay soat yang baru mun-culkan diri pada dua kaki dari situ, menjadi amat terperanjat setelah menyaksi kan keja-dian ini. cepat-cepat teriaknya.

"Pusatkan pikiran, atur pernapasan dan berenang ke muka dengan tenang ....."

Lan See giok baru merasa lega setelah melihat adik seperguruannya muncul di de-pan sana dalam keadaan selamat dengan ce-pat dia menaati seruan tersebut.

Dalam waktu singkat dia berhasil mem-pertahankan keseimbangan tubuhnya dan berenang lagi ke depan.

Sekarang dia berharap bisa naik ke darat untuk beristirahat sebentar.

Berbeda sekali dengan jalan pemikiran Si Cay soat, sewaktu melihat pemuda itu lambat laun dapat mengendalikan diri, dia berharap pemuda itu bisa berenang lebih lama."

Maka sambil munculkan diri di atas per-mukaan air dia berseru keras.

"Engkoh giok kemarilah cepat, di bawah sini terdapat sebuah batu besar"

Lan See giok merasa ini memang cocok dengan pikirannya, maka tubuhnya" bergerak ke depan Si Cay soat kemudian berusaha untuk berdiri di situ .....

Si Cay soat tidak menyangka Lan See giok akan berhenti secara tiba-tiba, saking kaget-nya dia menjerit keras dan segera berusaha untuk menariknya.

Siau thi gou yang berdiri di tepi telaga juga sangat terperanjat sehingga berteriak keras.

Rupanya sepasang kaki Lan See giok me-nginjak tempat yang kosong. ini membuat badannya segera tenggelam. dalam waktu singkat air telaga menggenangi kepalanya.

Bisa dibayangkan betapa terperanjatnya pemuda tersebut, serta merta tangannya mendayung dengan sepenuh tenaga, semen-tara tubuhnya menubruk ke atas ......

Kebetulan sekali si Cay soat yang gagal menyambar tangan pemuda itu sedang berge-rak ke muka, tak ampun lagi dia lantas dipeluk anak muda tersebut erat-erat.

Lan See giok yang berhasil memeluk adik seperguruannya, bagaikan menangkap tuan penolong saja, pelukannya makin diperken-cang lagi.... .



Dalam keadaan begini, Si Cay-soat menjadi yaa malu, gelisah selain gugup. namun ia cu-kup memahami perasaan engkoh Giok nya waktu itu, maka dia memutar pinggul, mem-balikkan badannya dan membiarkan Lan See giok berada di atas dadanya.

Sementara itu, Lan See giok telah pulih kembali kesadarannya setelah ia berhasil menarik napas panjang, sewaktu mengetahui bagaimana dia sedang memeluk pinggang adik seperguruannya dan mukanya menem-pel diantara sepasang payudaranya yang em-puk, hatinya menjadi terkejut dan pegangan-nya segera dilepaskan.

Si Cay soat bertindak cepat, segera dia membalikkan badan begitu tekanan di atas tubuhnya hilang, lalu sambil memeluk tubuh See giok, pelan-pelan ia berenang menuju ke tepi pantai.

Siau thi gou yang semula dicekam perasaan terkejut dan gugup sekarang dapat merasa kan betapa lucunya kejadian ini, tak tahan dia bertepuk tangan sambil tertawa terbahak bahak.

Tak terlukiskan rasa malu Lan See giok se-sudah mendengar gelak tertawa Siau thi gou, seandainya bisa dia ingin menyelam ke dasar telaga dan menyembunyikan diri di sana.

Si Cay soat sendiripun merasa amat malu, pipinya berubah menjadi merah jengah. apalagi membayangkan kembali kejadian yang baru saja berlangsung, hatinya berdebar keras sekali

Tapi ia bertekad untuk berenang ke darat dan menghajar Siau thi gou untuk melam-piaskan rasa malu dan gemasnya, karenanya bagaikan seekor ikan duyung, dia melesat ke darat dengan cepatnya.

Siau thi gou segera merasakan bahwa gela-gat tidak menguntungkan, ia tahu sudah membuat gara-gara maka tanpa membuang waktu lagi, dia memutar badan dan me-ngambil langkah seribu.

Pada saat itulah, mendadak ....

Dari kejauhan sana terdengar seseorang sedang berteriak teriak dengan suara yang lantang.

"Thi gou, Thi gou .....

Berkilat sepasang mata Siau thi gou mendengar suara panggilan itu, soraknya gembira:

"Aku berada disini, kami semua berada sini!"

Ditengah teriakan itu, dia berblarian cepat mejnuju ke arah magna berasalnya sbuara tadi.

Sementara itu Si Cay soat dan Lan So giok sudah tiba pula di daratan. sementara Lan See giok tertegun melihat wajah gembira Siau thi gou yang sedang berlari menjauh. Si Cay soat yang sudah tahu suara teriakan siapa-kah tadi segera berkata dengan gembira:

"Ayo cepat berangkat, si naga sakti pemba-lik sungai Thio loko telah datang"

Lan See giok amat girang, dia berharap bisa peroleh sedikit kabar tentang bibi Wan dan enci Cian nya dari mulut si naga sakti tersebut.

BAB 16

DENGAN wajah gembira, pemuda itu segera berseru pula. "Mari kita pun segera berangkat!"

Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh, berangkatlah muda mudi dua orang tersebut mengejar Siau thi gou.

Setelah melewati batuan cadas, di depan sana terlihat si naga sakti pembalik sungai yang bertubuh tegap dan berambut putih se-dang mendekat dengan langkah tegap. di bawah ketiaknya seperti tergantung sebuah buntalan kecil.

Melihat buntalan itu, Si Cay soat segera bersorak gembira.

"Thio loko, kali ini hidangan lezat apa yang kau bawakan untuk kami semua?"

Waktu-itu si naga sakti pembalik sungai sudah menggenggam tangan Siau thi gou, mendapat pertanyaan itu diapun menjawab sambil tertawa terbahak-bahak:

"Haaahhh . . haaahhh . . haaahhh kali ini, aku si engkoh tua harus meminta maaf, ber-hubung kedatanganku terlalu tergesa-gesa, maka tidak sempat kubawakan se suatu untuk kalian."

Kemudian kepada Lan See-giok yang mendekat, dia berkata pula sambil tertawa:

"Saudara cilik, tujuh bulan kita tak bersua, nampaknya kau lebih dewasa!!

Berhubung Si Cay soat dan Siau thi gou menyebut engkoh tua kepada si naga sakti pembalik sungai, maka Lan See giok segera menjura sambil menyapa pula:

"Siaute Lan See giok menjumpaib engkoh tua !" j

Naga sakti pemgbalik sungai tebrtawa terge-lak penuh kegembiraan. "Haaahhh...haah tidak usah... tidak usah, aku si engkoh tua juga tidak membawa hadiah apa-apa sebagai tanda mata untuk perjumpaan kali ini"

"Nah terimalah bungkusan ini, semua barang yang berada di dalamnya menjadi milikmu semua."

Sambil berkata dia lepaskan buntalan kecil dan diserahkan kepada Lan See giok.

Tentu saja Lan See giok merasa sungkan untuk menerimanya, namun juga tak enak untuk menolak, setelah ragu-ragu sejenak akhirnya dia terima juga buntalan itu.

Siau thi gou tidak tahan untuk mengulur-kan lidahnya sambil menelan air liur beru-lang kali, nampaknya dia sedang mengira-ngira hidangan lezat apakah yang berada di dalam buntalan tersebut.

Menanti Lan See giok menitipkan buntalan tersebut ke tangan Siau thi gou, bocah itu baru tertawa senang.

Dalam pada itu si naga sakti pembalik sungai sudah bertanya sambil tersenyum setelah menyaksikan Lan See giok berdua. masih mengenakan pakaian berenang ?"

"Ooh, rupanya hari ini kalian sedang berla-tih ilmu berenang?"

"Siaute baru pertama kali mempelajari ilmu ini, khusus siaute minta pelajaran dari adik Soat" sahut Lan See-giok cepat.

Dengan wajah semu merah, cepat-cepat Si Cay soat membantah:

"Suhu menugaskan kepada siaumoay un-tuk mengajarkan dasar-dasar ilmu berenang kepada engkoh Giok, sekarang engkoh tua sudah datang, siau-moay mah tak akan uru-san lagi."

"Waah, sayang sekali engkoh tua masih ada urusan penting yang mesti diselesaikan, paling lama hanya setengah hari aku berada di sini, sebelum malam tiba nanti harus su-dah turun gunung..."

"Kenapa? Kenapa tidak berdiam beberapa hari lagi?" tanya Lan See-giok bertiga cemas.

Naga sakti pembalik sungai sangsi sejenak akhirnya dia berkata: "Mari kita pulang dulu sebelum membicarakan lebih jauh!"

Maka berangkatlah ke empat orang itu menaiki bukit.

Setelah berada rdi ruang batu, znaga sakti pembwalik sungai barru berkata kepada Lan See giok dan Si Cay-soat.

"Sekarang adik Giok dan adik Soat berganti pakaian dulu, biar engkoh tua menunggu kalian di sini."

See giok dan Cay soat mengiakan, mereka berdua cepat-cepat berlalu untuk bertukar pakaian.

Membayangkan kembali peristiwa dalam air tadi, kedua orang itu merasa amat malu di samping perasaan manis dan hangat yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.

Selesai bertukar pakaian, mereka berdua muncul kembali dari kamar masing-masing, tapi Si Cay soat yang berjumpa kembali de-ngan See giok segera merasakan pipinya menjadi merah dan tertunduk malu-malu, ia menunjukkan sikap jengah seorang gadis yang bertemu dengan pemuda asing saja...

Lan See giok turut merasakan hatinya ber-debar keras, pipinya turut berubah menjadi merah, sedang perasaan yang mencekam hatinya sekarang sungguh tak bisa dilukis-kan dengan kata-kata.

Si Cay soat segera tersenyum jengah meli-hat sikap tertegun pemuda itu, cepat-cepat dia lari naik ke atas tangga.

Lan See giok mengikuti di belakangnya, saat itulah dia baru merasakan bahwa adik seperguruannya telah tumbuh menjadi se-orang gadis remaja, sedangkan ia sendiripun sudah mendekati seorang pemuda dewasa.

Tiba kembali di ruang batu, Siau. thi gou telah mengeluarkan hidangan serta empat mangkuk arak.

Dari sikap dan wajah Lan See giok serta Si Cay soat yang memerah, si naga sakti pem-balik sungai memandang sekejap wajah kedua orang itu, dengan cepat dia tahu bahwa benih cinta rupanya sudah tumbuh dalam hati mereka.

Namun bila teringat kembali tujuan keda-tangannya ke sana, keningnya segera berke-rut, selapis kemurungan segera menyelimuti wajahnya yang berkeriput.



Lan See giok dan Si Cay soat cepat--cepat menundukkan kepalanya rendah-rendah, sewaktu sorot mata si naga sakti Pembalik sungai yang tajam diarahkan kepada mereka oleh sebab itu mereka pun tidak melihat pe-rubahan wajah dari engkoh tuanya itu..

Tiba-tiba terdengar Siau thi you berseru dengan nada tidak senang hati:

"Thio loko, mengapa sih kau terburu -buru ingin pulang? Siapa tahu tiga atau lima hari lagi suhu sudah pulang . . ."

Mendengar ucapan tersebut, si naga sakti pembalik sungai seakan akan teringat akan sesuatu, dia segera berpura - pura gembira dan tertawa tergelak.

"Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahhh ... sekarang aku si engkoh tua hendak membe-ritahukan kepada kalian, berhubung cia cianpwe masih ada urusan lain yang belum selesai dikerjakan, mungkin beberapa bulan lagi beliau baru bisa pulang"

Lan See giok bertiga menjadi sangat terke-jut, hampir bersamaan waktunya mereka berseru:

"Darimana engkoh bisa tahu?"

Naga sakti pembalik sungai tertawa, de-ngan sikap sewajar wajarnya ia men-jawab:

"Engkoh tua telah menerima surat yang ditulis Cia locianpwe dan dikirim dari luar lautan!"

Sambil berkata, dia mengambil sepucuk surat dari sakunya dan diserahkan kepada Lan See giok.

Dengan gugup pemuda itu membukanya dan membaca isinya.

Si Cay soat segera mendekati anak muda itu sambil menumpang membaca isi surat tersebut.

Garis besarnya dalam surat itu dijelaskan bahwa guru mereka harus pergi ke luar lau-tan demi keselamatan dunia persilatan, se-bab masalah tersebut menyangkut nasib pel-bagai perguruan besar di dunia persilatan, maka urusan tak bisa diselesaikan dalam waktu singkat, di samping itu guru mereka berpesan agar Lan See giok bertiga melatih diri lebih tekun serta tak usah memecahkan perhatian ke masalah lain. . .

Ketika selesai membaca surat itu, Si Cay soat yang pertama-tama berguman dengan nada tak habis mengerti:

"Thio loko, mengapa suhu tidak menjelas-kan kapan baru akan pulang . .?"

Naga sakti pembalik sungai membandang sekejap jkearah Lan See ggiok yang sedanbg termenung, kemudian jawabnya sambil ter-tawa:

"Engkoh tua menitipkan pesan tersebut se-cara lisan kepada si pembawa surat. jadi akupun tak tahu kapan pulangnya."

"Thio loko, siapakah si pembawa surat itu?" tiba-tiba Siau thi gou bertanya dengan wajah tak mengerti:

Agaknya si naga sakti pembalik sungai ti-dak menduga Siau thi gou bakal mengajukan pertanyaan tersebut, dengan kening berkerut dia segera tersenyum.

"Berbicara soal orang ini, kalianpun belum tentu tahu."

"Coba sebutkan agar kami tahu" timbrung Si Cay soat.

Agaknya si naga sakti Pembalik sungai se-dang memperhatikan dengan seksama sikap Lan See giok yang masih meneliti surat terse-but, namun ia toh menjawab juga. Orang itu adalah tianglo angkatan yang lampau dari Bu-tong-pay, orang menyebut nya Keng-hiang sian-tiang!"

Si Cay soat kembali berkerut kening, lalu tanyanya dengan nada tidak mengerti:

`Bukankah Keng hiang sian-tiang dari Bu tong-pay sudah lama tidak muncul kembali di dalam dunia persilatan?!

Dengan wajah bersungguh-sungguh si naga sakti pembalik sungai berkata:

"Masalahnya kali ini menyangkut suatu keadaan yang besar. jadi tak bisa dibanding-kan dengan kejadian biasa, dengan unda-ngan khusus dari Lam-hay-lo koay, bahkan Cia locianpwe saja harus berangkat sendiri apalagi persoalan ini menyangkut Bu-tong -pay secara langsung, memangnya dia tak akan berangkat?

Baru selesai dia berkata Lan see Giok yang masih memegang surat itu berseru kepada, si nags sakti pembalik sungai:

"Thio loko, siaute jumpai tinta bak di atas surat tersebut nampaknya sudah lama sekali .....

Berubah hebat paras muka si naga sakti pembalik sungai setelah mendengar ucapan tersebut. tapi cepat-cepat ia mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak bahak, menyusul kemudian ia menjelaskan lebih bjauh:

"Saudaraj cilik, pernahkgah kau bayangkabn berapa ribu li jarak dari sini sampai ke luar lautan? Apalagi Keng hian sian-tiang meng-gembolnya dalam saku, dimana kena keri-ngat dan air hujan. masa surat tersebut da-pat utuh seratus persen?"

Berbicara sampai disini, diapun sengaja mengalihkan pembicaraan ke soal lain, sam-bil menunjuk ke arah bungkusan kecil itu katanya lagi:

"Sewaktu menerima surat ini, kebetulan Hu-yong siancu Han lihiap juga berada di rumahku. ketika ia tahu aku hendak kemari, dia telah menitipkan bungkusan baju itu untukmu."

Siau thi gou menjadi amat kecewa setelah mendengar perkataan itu, serta merta dia mengangkat buntalan kecil itu dan dilihat sekejap...

Berbeda dengan Lan See giok, mencorong sinar tajam dari balik matanya setelah mendengar perkataan itu, cepat tanyanya dengan gembira..

"Apakah bibi Wan dan enci Cian berada dalam keadaan sehat-sehat semua?"

Sewaktu berbicara, wajahnya memancar-kan sinar kerinduan yang amat tebal.

Si Cay soat yang melihat kesemuanya ini segera merasakan segulung hawa amarah yang entah darimana datangnya membara di dalam dadanya dan ingin dimuntahkan ke luar, namun diapun tak berani melampias-kannya ke luar .

Naga sakti pembalik sungai yang melihat tujuannya berhasil, ia segera tertawa setelah meneguk arak sahutnya:

"Mereka semua berada dalam keadaan baik-baik. mereka menduga kau pasti sudah makin tinggi, maka khusus membuatkan be-berapa stel pakaian untukmu."

Lalu sambil mengambil buntalan kecil itu, dari tangan Siau thi gou, dia bertanya sambil tertawa penuh arti:

"Saudara cilik, apakah kau hendak mem-bukanya sekarang juga ....""

Berkilat sepasang mata Lan See giok, bisa dilihat hatinya diliputi emosi, bibirnya berge-rak seperti ingin mengucapkan sesuatu, na-mun akhirnya dia menggeleng kan kepalanya berulang kali, sahutnya sambil tertawa:

Oooh, tidak usarh, tidak usah!"z

Tapi, setiap worang bisa melirhat betapa inginnya Lan See giok membuka bungkusan itu dengan segera dan ingin melihat pakai-an apa saja yang telah dibuatkan untuknya.

Ia percaya setiap jahitan dan setiap lipatan pakaian tersebut, terkandung kasih sayang dari bibinya dan cinta suci dari enci Cian nya.

Si Cay soat tak bisa menahan rasa gusar di dalam hatinya lagi, dia tertawa paksa namun setiap orang bisa mendengar betapa kecutnya suara tertawa itu. kemudian terdengar ia berkata:

"Sudah tentu jahitannya pas sekali diba-dan, secantik enci Cian yang membuatnya!" Lan See giok yang polos masih mengira adik Soatnya benar-benar memuji kecantikan enci Ciannya, tanpa terasa wajahnya nampak le-bih bersinar terang.

Berbeda sekali dengan Naga sakti pem-balik sungai yang berpengalaman, dengan cepat dia dapat menangkap gelagat yang tidak baik, cepat-cepat dia meletakkan kembali bungku-san kecil itu ke atas meja, kemudian setelah tertawa tergelak dengan cepat dia mengalih-kan pokok pembicaraan ke soal lain, uca-pannya:

"Di dalam surat Cia locianpwe tadi di pesankan agar kalian melatih diri dengan te-kun, entah bagaimanakah kemajuan yang berhasil kalian capai dalam setengah tahun ini?"

Siau thi gou segera melebarkan matanya, semangatnya berkobar kembali dengan pe-nuh bersemangat katanya:

"Aku telah berhasil mempelajari ilmu Hou-liong-jit-si, bila suhu pulang, tanggung dia akan gembira."

Lan See giok bertiga yang menyaksikan semangat Siau-thi gou. tak tahan lagi mereka tertawa tergelak.

Berhubung penjelasan dari naga sakti pembalik sungai tentang huruf yang luntur cocok dengan keadaan, ditambah pula Hu-yong-siancu hadir sebagai saksi , maka Lan See giok pun mempercayai keaslian surat itu seratus persen.



Setelah melihat ketiga orang itu tidak ragu lagi, Naga sakti membalik sungai baru me-ngajarkan teori dan tehnik bertempur dalam air kepada Lan See-giok di samping ketera-ngan-keterangan lain yang berharga sekali. "

Tak heran kalau Lan See giok bertiga memperoleh pengetahuan dan faedah yang besar sekali.

Tanpa terasa matahari pun tenggelam di langit barat.

Naga sakti pembalik sungai segera minta diri, sebelum berpisah ia berpesan kembali agar mereka bertiga tetap menjaga gua sem-bari berlatih ilmu silat dengan tekun sampai kembalinya guru mereka.

Lan See-giok, Si Cay-soat dan Siau-thi gou menghantar engkoh tua mereka sampai di luar barisan pohon bambu, hingga bayangan tubuh naga sakti pembalik sungai lenyap dari pandangan, mereka baru kembali ke rua-ngan.

Dalam perjalanan kembalinya, Lan See giok ingin secepatnya membuka bungkusan kecil itu dan melihat isinya, tanpa disadari lang-kahnya menjadi terburu buru sehingga Si Cay soat serta Siau thi gou tertinggal jauh di belakang.

Siau thi gou yang polos dan terbuka masih tidak merasakan apa-apa. berbeda sekali dengan Si Cay soat yang setiap hari bersama sama engkoh Gioknya, ia segera merasa diri-nya seperti dikesampingkan pemuda itu.

Saking pedih hatinya, hampir saja air ma-tanya jatuh bercucuran....

Gadis yang semenjak kecil sudah terbiasa dimanja gurunya ini, untuk pertama kalinya merasakan hatinya sedih dan pedih. mau marah tak bisa dilampiaskan, mau menangis malu, bisa dibayangkan bagaimana perasaan hatinya waktu itu.

Ia jadi mendongkol sekali kepada engkoh Gioknya . . . . terlalu banyak masalah yang membuatnya mendongkol, dia merasa pemu-da tersebut seolah-olah mempunyai banyak dosa dan kesalahan yang tak bisa diampuni lagi, maka dalam hati kecilnya dia mengambil sebuah keputusan...selamanya tidak akan menggubrisnya lagi.

0leh sebab itu, ketika Lan See giok me-ngambil bungkusan kecil dan kembali ke kamar nya, sambil menahan air mata diapunb cepat-cepat kejmbali ke kamar gtidur sendiri. b

Sian thi gou yang terdorong perasaan ingin tahu segera membuntuti engkoh Giok nya dengan ketat, dia ingin tahu apakah dalam bungkusan tersebut terdapat makanan yang enak atau tidak.

Karenanya sambil melototkan matanya bulat-bulat, dia awasi terus engkoh Giok nya membuka bungkusan kecil itu.

Begitu bungkusan dibuka, dibaliknya tem-pat sebuah kertas minyak pembungkus, bau harum semerbak terhembus ke luar dari balik bungkusan itu.

Dengan cepat Siau thi gou mengendus bau itu berulang kali, sekulum senyuman lebar segera menghiasi bibirnya.

Begitu bungkusan kertas itu dibuka, woouw isinya adalah ayam panggang, daging kecap, telur asin serta makanan yang lain yang banyak sekali jumlahnya.

Diam-diam Lan see giok berterima kasih sekali atas pemikiran bibinya yang menga-turkan semuanya itu dengan sempurna, meski makanan itu biasa, namun di tengah pegunungan yang terpencil begini betul--betul merupakan hidangan lezat yang punya uang pun tak bisa dibeli, maka dia singkirkan bungkusan makanan itu serta membuka bungkusan kain putih yang berada di bawahnya.

Pada bagian atas adalah jubah biru kege-marannya, baju itu terbuat dari kain halus, potongan indah dan menawan, entah hasil karya bibinya atau enci Cian nya!

Ketika diendus, tercium bau harum yang sangat khas baginya, dengan cepat dia men-jadi paham kembali, rasa gembira yang me-luap membuatnya tanpa sadar memanggil nama enci Cian dengan mesra.

Di bawah jubah itu adalah kain pengikat kepala berwarna biru, celana biru serta dua stel pakaian dalam berwarna putih, ketika dicoba dibandingkan ke tubuhnya, meski sedikit agak kebesaran namun bisa dipakai.

Baju yang kedua berwarna merah cerah, apa yang terlihat segera membuat pemuda itu tertegun dan mencorongkan sinar tajam dari matanya.

Rupanya pakaian merah dengan sbepasang sepatu jberwarna merah,g sarung pedang bmerah dan pita pedang berwarna merah.

`Dengan cepat Lan See giok paham kem-bali, rupanya semuanya ini disiapkan enci Cian untuk adik Soatnya, dengan perasaan segera ia segera mendongakkan kepalanya:

Namun adik Soat sudah tak nampak, bahkan adik Gou pun tidak kelihatan, ketika berpaling lagi, hidangan semeja yang baru saja diletakkan disanapun turut lenyap tak berbekas.

Lan See giok segera tertawa tergelak de-ngan rasa gembira, sambil membawa bung-kusan berisi baju itu cepat dia lari naik ke tangga.

Sebelum tiba di kamar tidur, pemuda itu sudah tidak tahan untuk berteriak keras.

"Adik Soat, adik Soat ..."

Tiba-tiba bayangan hitam berkelebat lewat. Siau thi gou sudah muncul dari balik kamar Si Cay soat, di tangannya masih menggeng-gam bungkusan berisi makanan lezat tadi.

Begitu berjumpa dengan Lan See giok, dia lantas berseru dengan wajah murung.

"Engkoh Giok, enci Scat telah jatuh sakit!"

Lan See-giok terkejut sekali, ia berseru kaget sambil teriaknya. "Sakit apa? Barusan toh ia nampak sangat gembira dan segar bugar ....?"

"Aku rasa dia sakit kepala!"

Oooh....

Dengan langkah terburu-buru Lan See giok lari masuk ke dalam kamar tidur si nona, ia jumpai gadis tersebut sedang membaringkan diri di atas permadani merah sambil me-nyembunyikan kepalanya dibalik selimut, tubuhnya sama sekali tidak bergerak.

Dari keadaan tersebut, pemuda itu mendu-ga gadis itu memang sakit kepala, cepat-ce-pat ia letakkan bungkusan berisi pakaian itu ke lantai, kemudian tanyanya dengan penuh perhatian:

"Adik soat.. adik soat, kenapa kau? Apa yang kau rasakan sakit---?"

Si Cay soat tetap tak bergerak, menjawab pun tidak.

Lan See giok segera mendekati dan beru-saha untuk memeriksa denyutan nadinya--

"Plaaakkk!" tahu-tahu tangannya sudah di pukul gadis itu keras-keras--

Dengan perasaanr terkejut Lan Szee giok menarikw kembali tanganrnya lalu memandang sekejap ke arah Siau thi gou dengan mata terbelalak, tertegun.

Namun sebagai pemuda yang pintar, de-ngan cepat Lan See giok menyadari apa gerangan yang telah terjadi, rupanya gadis itu bukan sakit kepala melainkan lagi mengam-bek.

Siau thi gou juga merasa lega setelah me-ngetahui enci Soatnya lagi mengambek, sam-bil tertawa dia mulai menyambar paha ayam dan melahapnya dengan rakus.

Sedangkan Lan See-giok duduk termenung di sampingnya, betapapun dia telah memeras otak belum juga diketahui apa kesalahannya.

Mendadak ia melihat pedang Jit-hoa kiam yang terletak tak jauh di atas permadani, satu ingatan segera melintas di dalam benak nya, ia mengambil keputusan untuk mem-buat kejutan bagi si nona tersebut.

Diambilnya pedang Jit hoa kiam tersebut, mula-mula pita pedang diikatkan dahulu pada gagangnya, kemudian melapisinya de-ngan sarung pedang yang halus dan lembut itu.

Disaat ia sedang mengikatkan tali sarung itulah, suatu ketidak sengajaan membuat jari tangannya menyentuh tombol rahasia...

"Criing...l"

Cahaya tajam segera memancar kemana mana, tubuh pedang melejit berapa inci lebih ke muka dan seketika menyiarkan suara dentingan yang amat memekikkan telinga.

Lan See giok terkejut, sedang Si Cay soat juga melompat bangun dengan cepat, tapi apa yang kemudian terlihat membuatnya tertegun dan melongo.

Hanya Siau thi you seorang yang mengu-nyah paha ayam, sambil tertawa terbahak -bahak.

Melihat sarung pedang yang begitu mena-wan hati, Si Cay soat segera jatuh hati, ber-samaan itu pula diapun menjadi sadar, ten-tunya sarung pedang yang indah tersebut merupakan hadiah dari Ciu Siau cian yang selalu dipuji puji oleh gurunya itu.

Dalam pada itu Lan See giok telah mem-betulkan letak pedang itu dan sambil tertawa tersipu sipu dia mengembalikan senjata tersebut kepada si nona.



Si Cay soat sendiri berhubung ia sudah terlanjur jatuh hati pada keindahan sarung pedang tadi, ditambah pula perasaan ingin tahunnya untuk memeriksa hasil karya Ciu Siau cian, membuatnya tanpa banyak bicara segera menerima angsuran tadi.

Setelah diperiksa dengan seksama, mau tak mau gadis itu harus menyatakan kekagumannya, dia sadar bahwa hasil kera-jinan tangan dari Ciu Siau cian memang betul-betul sangat indah.

Sebagai seorang pemuda yang cerdik Lan See giok segera memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerahkan pula sepatu kecil berwarna merah kepada si nona, kemudian katanya pula dengan hati-hati.

"Adik Soat, coba kau lihat. inilah tanda mata dari enci Cian untukmu!"

Si Cay soat segera mendongakkan kepalanya, apa yang terlihat membuatnya segera menjerit gembira.

"Oooh, sangat indah! persis seperti apa yang kuidam-idamkan selama ini."

Cepat-cepat dia letakkan pedangnya ke lantai serta menerima sepatu baru itu. ke-mudian dengan tergesa-gesa sekali dia mele-paskan sepatu lamanya hingga tampak sepasang kaki mungilnya yang putih bersih...

Lan See giok menjadi tertegun melihat hal itu. sepasang kaki milik adik Soat memang indah dan sangat menawan hati.

Dalam gembiranya Si Cay soat pun me-lu-pakan semua kekesalan dan kemasgulan yang dialaminya tadi, selesai mengenakan sepatu baru, dia segera melompat bangun dan berjalan bolak balik dengan penuh ke-riangan Ia dengan suara bernada kegembi-raan yang tak terlukiskan dengan kata, ia berseru:

""Aaah. sungguh indah, persis dengan kakiku, enci Cian memang orangnya baik sekali, baik sekali . . .

Melihat adik Soatnya gembira, tentu saja Lan See giok turut tertawa riang.

Tiba-tiba Si Cay soat melihat jubah biru yang terletak di sisi anak muda tersebut, berkilat sepasang matanya, dengan perasaan terkejut serunya tanpa terasa:

"Engkoh Giok, apakah baju itupbun bikinan encij Cian untukmu?"g

Sambil berkatba, ia memungut pakaian tersebut dengan gugup.

Lan See giok mengira Si Cay soat terkejut atas hasil karya enci Cian," karenanya dia mengangguk dengan bangga.

Si Cay soat meraba jubah baru itu, kemu-dian serunya lagi dengan perasaan terkejut:

"Engkoh Giok, pakaian ini dibuat dari serat ulat langit, oooh! Banyak sekali khasiat dari pakaian tersebut, begitu banyaknya sampai siaumoay tak dapat menerangkannya satu per satu, tapi yang pokok, masuk ke air tak bakal tenggelam, masuk api tak akan terba-kar, bisa menahan senjata rahasia, dapat menahan bacokan senjata, engkoh Giok, dengan pakaian tersebut maka selanjutnya kau tak usah mengenakan pakaian renang lagi bola ingin masuk ke dalam air."

Mengetahui kalau jubah itu memiliki kha-siat yang begitu banyak, Lan See giok betul-betul dibikin terkejut sampai berdiri melongo-longo . . .

Sebaliknya sepasang mata Siau thi gou segera terbelalak lebar-lebar, mendadak ia letakkan bungkusan berisi makanan itu ke lantai, setelah itu sambil mengangkat ta-ngannya tinggi-tinggi ia, bersorak sorai de-ngan riang gembira:

"Hooore . . . hooore . . . kalau begitu aku Thi-gou akan memperoleh pakaian renang baru!

Sambil berteriak ia lari ke luar dari ru-angan tersebut dan kembali ke kamar sendiri.

Lan See giok dan Si Cay soat jadi ter-tegun menyaksikan ulah bocah tersebut, dengan pandangan tak mengerti mereka awasi baya-ngan punggung Siau thi gou hingga lenyap dari pandangan mata.

Tak lama kemudian, Siau thi gou telah muncul kembali sambil membawa pakaian renang baru, katanya lagi sambil tertawa ter-bahak-bahak:

"Haaahhh . . .haaahhh . . haaahhh . . . setelah engkoh Giok memiliki pakaian mesti-ka, pakaian renang jahitan enci Soat pun tanpa sungkan-sungkan akan menjadi milik aku si Thi gou.

Baru sekarang Lan See giok dan Si Cay soat memahami apa yang dimaksudkan, se-rentak mereka ikut tertawa terbahak-bahak.

Setelah saling berpandangan sekejap de-ngan perasaan cinta yang semakin menda-lam, kata mereka dengan riang:

"Selama ini suhu mengatjakan adik Gou bodoh, padahal....."

"Padahal aku tidak blo"on!" sambung Siau thi gou dengan cepat sambil tertawa lebar.

Semenjak hari itu, muda mudi tiga orang itu melanjutkan latihan mereka dengan lebih tekun, Lan See giok di samping belajar ilmu berenang dari Si Cay soat, dia pun meng-kombinasikan ilmu gurdi emas ajaran ayah-nya dengan ilmu pedang Tong kong kiam hoat sehingga terciptalah suatu ilmu baru yang dinamakan ilmu gurdi pengejut langit.

Musim panas lewat dan musim gugur kini sudah menjelang tiba.

Lan See giok, Si Cay soat serta Siau thi gou merasa murung dan masgul sepanjang hari, sebab guru mereka To Seng cu belum juga kembali. kendatipun tenaga dalam mereka bertiga peroleh kemajuan yang sangat pesat namun perasaan gembiranya tidak seperti semula lagi.

Yang membuat mereka bertiga merasa geli-sah adalah si naga sakti pembalik sungai pun tidak muncul lagi. mereka tidak mendapat berita dari dunia luar sehingga praktis sela-ma satu tahun penuh mereka tidak mengeta-hui bagaimanakah perubahan dalam dunia persilatan.

Si Cay soat mulai menguatirkan kesela-matan dari gurunya, Siau thi gou juga saban hari bermuram durja, sedangkan Lan See giok sering kali melamun sambil memandang pegunungan dikejauhan sana.

Sekali lagi dia mulai mencurigai isi surat yang pernah dibawa si naga sakti pembalik sungai tempo hari, terutama bila memba-yangkan kembali gumaman gurunya sebelum berpisah, dia yakin dunia persilatan tentu sudah diliputi kekacauan dan kekalutan, bahkan bisa jadi darah telah menggenangi permukaan tanah.

Cuma pemuda itu hanya berani memba-yangkan namun tak berani menyampaikan jalan pemikirannya kepada Si Cay soat serta Siau thi gou...

Dihati kecilnya dia seperti memperoleh suatu firasat, kepergian gurunya tempo hari meski sampai mengancam keselamatan jiwa-nya, paling tidak gurunya sudah ditawan dan disekap atau terperangkap dalam jebakan musuh hingga terkurung di suatu tempat.

Membayangkan musuh-musuh tersebut, dia pun teringat kembali -kan Lam hay lo koay, Wan San popo serta rSi to cinjin. Dzi samping itu dwiapun membayangrkan pula be-tapa lihainya ilmu silat yang dimiliki orang-orang tersebut

Bilamana dugaannya tak meleset, di atas bahunya sekarang tertanam dua macam be-ban yang sangat berat.....Dendam orang tua dan musibah dari gurunya.

Berbicara soal kemampuan yang dimiliki nya sekarang, membalas dendam bukan pekerjaan yang terlampau sulit baginya, tapi untuk menghadapi tiga manusia aneh dari luar lautan, dia tak mempunyai suatu keya-kinan pun berhubung dia sendiri juga tak tahu sampai dimanakah kekuatan mereka yang sesungguhnya.

Pepatah kuno berkata, satu hari menjadi guru, budi bagaikan orang tua sendiri.

Seandainya, gurunya benar-benar, men-jumpai musibah, sekalipun tubuh harus hancur, lautan api mesti diterjang, dia tak akan menampik untuk melakukannya.

Semakin membayangkan apa yang telah terjadi, anak muda itu semakin ketakutan, saking gelisahnya peluh sampai jatuh bercu-curan membasahi seluruh tubuhnya, ia bertekat untuk membakar semangat sendiri dan adik-adik seperguruannya agar lebih te-kun melatih ilmu silat masing-masing.

Dengan kepergian To Seng cu yang tak pernah kembali lagi, kedudukan Lan See giok dihati Si Cay soat dan Siau thi gou pun ber-tambah penting, Saban hari mereka bertiga selalu hidup berdampingan, dan tak pernah berpisah barang sejengkalpun.

Sikap Si Cay soat berubah menjadi lebih lembut dan hangat, dalam suasana murung dan sedih, dia semakin menyayangi engkoh Giok nya dan memperhatikan adik Gou nya.

Siau thi gou yang polos dan lugu, sejak itu tak pernah menampilkan senyuman blo"on-nya yang menggiurkan di atas wajah bulat-nya yang hitam berkilat lagi.

waktu berlalu sangat cepat, kini musim dingin telah tiba, bunga salju turun dengan derasnya menyelimuti seluruh permukaan tanah.

Permukaan bukit Hoa-san dengan be-berapa buah bukitnya yang tinggi, kini telah berubah menjadi serba putih.

To Seng-cu, tokoh persilatan nomor wahid dikolong langit sudah setahun meninggalkan gunung, namun hingga saat itu belum juga ada kabar beritanya tentang mereka.

Lan See giok dan Si-Cay soat sudah tak dapat menenangkan hatinya lagi, setiap kali Siau Thi-gou sedang menanak nasi di dapur, mereka berdua selalu memanfaatkan kesem-patan tersebut untuk berunding bagaimana caranya mencari berita tentang guru mereka.

Hasil dari perundingan mereka menyim-pulkan bahwa si naga sakti pembalik sungai sudah tidak berada di tepi telaga Phoa yang lagi bisa juga dia telah menyusul ke luar lautan untuk mencari jejak suhu, kalau ti-dak, dia pasti akan mengunjungi bukit Hoa-san untuk mengetahui apakah guru mereka sudah pulang atau belum.

(Bersambung ke Bagian 21)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar