Kemudian dia pula mencium
bibir Si Cay soat yang pucat tak berdarah, dia ingin men-ciumnya sampai menjadi
merah segar kem-bali seperti sedia kala.
Sementara tubuhnya dipeluk
semakin ken-cang, dia hendak mempergunakan tenaganya untuk menghangatkan
hatinya.
Betul juga, ia menjumpai paras
muka Si Cay soat mulai memerah, bibirnya mulai membara bagaikan api, tubuhnya
yang ramping justru gemetar semakin keras.
Di samping itu dia pun
menjumpai tangan si nona memeluknya kencang-kencang sam-bil menggosokkan
dadanya di atas dada sendiri, bibirnya bergetar dan memanggil namanya tiada
hentinya.
Pemuda Itu segera menghentikan
ciuman-nya lalu mengawasi wajah Si Cay soat yang kini merah membara hingga
telinganya.
Dengan perasaan kaget
bercampur kehe-ranan, tanyanya tiba-tiba dengan perasaan kuatir:
"Adik Soat, bagaimana
rasanya sekarang7"
Walaupun pikiran Si Cay soat
telah jernih sekarang, namun ia justru merasa malu sampai tak berani membuka
matanya, se-mentara dadanya terasa sesak sukar ber-na-pas, akhirnya tak tahan
lagi dia berbisik lirih.
"Engkoh Giok, jalan darah
Mia bun hiat. .. "
Setelah mendengar seruan itu.
Lan See giok baru mendusin, cepat-cepat dia mene-puk jalan darah Mia bun hiat
di tubuh gadis tersebut.
Si Cay soat menarik napas
panjang lalu membenamkan kepalanya makin dalam ke dalam pelukan pemuda itu,
wajahnya ber-ubah semakin merah membara.
Dalam pada itu, api kebakaran
di atas ju-rang telah merubah langit menjadi merah membara, ditengah jeritan
dan teriakan yang amat ramai lamat-lamat ia pun mendengar suara seorang gadis
sedang menangis ter-sedu sedu.
Lan See giok terkejut, ia
segera teringat kembali dengan Oh Li-cu serta Tok Nio-cu...
"Adik Giok...uuh.. uuh...
adik Giok, uuh.. uuh . . ."
Lan See-giok masih mengenali
suara isak tangis tersebut dari Oh Li-cu.
la mencoba untuk memeriksa
keadaan ju-rang tersebut, ternyata jaraknya dari permu-kaan masih dua puluh
kaki lebih, di bawah sinar merah yang membara, ia masih dapat melihat pohon
besar di tepi jurang tersebut. dia pun melihat pula ujung tali yang ter-putus
di atas pohon tersebut.
Melihat tali yang putus itu,
satu ingatan segera melintas di dalam benak pemuda tersebut. baru sekarang
terpikir olehnya mengapa tali yang diikatkan pada pohon tersebut dapat putus
secara tiba-tiba..?
Dia pun masih ingat, tali itu
baru putus setelah mendengar Oh Li-cu berteriak kaget. hal ini membuktikan
bahwa tali itu memang sengaja diputus oleh seseorang, tapi siapakah dia?
Mungkinkah para jagoan dari Tay ang san?
Biarpun Lan See giok cerdik,
tentu saja mimpi pun dia tak pernah akan menyangka kalau orang yang memutuskan
tali tersebut, tak lain tak bukan adalah Tok Nio-cu yang bersedia untuk
berbakti kepadanya.
Ketika didengarnya suara
tangisan Oh Li cu makin lama semakin memedihkan hati, tak tahan lagi pemuda itu
segera mendongak-kan kepalanya dan berteriak keras. .
"Hei, kalian tak usah
menangis lagi, aku belum lagi mampus- .!"
Teriakan itu begitu bergema.
isak tangis di atas jurang pun segera terhenti, mungkin mereka kaget, mungkin
juga tertegun.
Sementara Si Cay soat yang
berada dalam pelukannya tiba-tiba bangun dan duduk, lalu bertanya keheranan.
"Siapa sih mereka
itu?"
Sementara berbicara matanya
mengawasi sekeliling tempat itu dengan mata terbelalak, kemudian ia menjerit
lengking dengan perasaan kaget, sambil memeluk tubuh Lan See giok
kencang-kencang, tanyanya keta-kutan.
"Engkoh Giok, mengapa ---
mengapa kita bisa berada disini--.?"
Lan See giok tertawa riang.
"Thian lah yang mengatur
kesemuanya itu untuk kita, agar kita berdua bersama sama terjatuh ke dalam
jurang!"
Si Cay soat tidak memahami
maksud per-kataan dari Lan See giok, ia mengerdipkan matanya berulang kali
sambil mengawasi engkoh Gioknya yang masih tersenyum, setelah itu kembali dia
bertanya.
"Thian yang mengatur
kesemuanya ini?"
"Tentu saja, pemuda itu
mengangguk sam-bil tertawa misterius, "sebab Thian telah mengatur kita
berdua tidak mati di sini --"
Dengan cepat Si Cay soat
memahami apa yang dimaksud itu. dengan wajah tersipu sipu karena malu, tanyanya
lagi sambil tersenyum:
"Engkoh Giok, maksudmu
kita lolos dari musibah maka di kemudian hari tentu ba-nyak rejeki? "
"Tidak!" sengaja Lan
See giok menggeleng dengan serius "Thian telah memberi kebera-nian
kepadaku!"
"Keberanian apa?"
gadis itu tertegun.
Lan See giok tersenyum tanpa
menjawab, tapi matanya mengawasi bibir si nona yang mungil sambil menunjukkan
senyuman ha-ngat:
Dengan cepat Si Cay soat
menjadi paham, ia tahu yang dimaksudkan adalah mencium-nya, tak heran mukanya
berubah menjadi merah karena jengah, segera serunya manja.
"Engkoh Giok jahat, kau
jahat---"
Sambil berseru, tangannya
segera memu-kul dada pemuda itu dengan gemas.
Tiba- tiba----
Si Cay soat menghentikan
perbuatannya, air mukanya berubah hebat lalu serunya dengan kaget.
"Aaah, mana pedangku.-?
Mana Jit hoa kiam itu?!
Wajahnya berubah menjadi pucat
pasi, peluh dingin bercucuran deras dengan perasaan gelisah dia celingukan
kesana ke-mari.
Lan See-giok sendiripun merasa
terkejut, tapi dia tahu pedang mestika itu tentu sudah terjatuh ke dalam jurang
biar begitu, dia mencoba untuk memeriksa di sekitar sana, jangan-jangan pedang
itu tidak sampai ter-jatuh ke dasar jurang?
Pada saat itulah dari atas
permukaan ju-rang kedengaran Oh Li cu sedang berteriak dengan rasa terkejut
bercampur gembira.
"Adik Giok, apakah kau
terluka?"
Dalam gelisahnya Lan See-giok
menengok ke atas, di bawah sinar api yang membara dia melihat bayangan tubuh Oh
Li cu dan Tok Nio-cu yang berdiri di tepi jurang. dia pun melihat bagaimana Oh
Li-cu berjalan mondar mandir di sekeliling jurang, tampak nya dia seperti
hendak menyusulnya ke bawah.
Menjumpai hal ini, buru-buru
dia berteriak lagi dengan perasaan gelisah.
"Aku tidak terluka dan
kalian tak usah tu-run, aku bisa berusaha untuk naik ke atas"
Waktu itu, Si Cay-soat sudah
dicekam perasaan gugup dan kalut, ia sama sekali tak berniat lagi untuk mencari
tahu siapakah yang berbicara di atas, kepada Lan See-giok kembali katanya
dengan gelisah.
"Engkoh Giok, aku hendak
turun ke bawah untuk mencari pedang ....
Lan See-giok cukup mengetahui
akan asal usul pedang Jit-hoa-kiam tersebut, apalagi merupakan pemberian
gurunya, tentu saja senjata tersebut tak boleh sampai hilang.
"Baik, kutemani kau turun
ke bawah sana ayo berangkat" sahutnya manggut-manggut.
Dengan cepat dia melepaskan
senjata gurdi emasnya lalu dililitkan pada pinggang nya.
Sementara itu Si Cay-soat
sudah melayang turun ke bawah, ia melayang turun di atas sebuah batu tonjolan
berapa kaki di bawah sana.
Lan See giok memang
mempercayai ke-bo-lehan ilmu meringankan tubuh yang di-miliki adik Soatnya,
biar lebih berbahaya pun keadaan medannya tak bakal akan menyulit-kan dirinya.
Biarpun begitu, dia toh
berkata juga de-ngan penuh kekuatiran.
"Adik Soat, kau mesti
berhati hati, biar aku saja yang turun lebih dulu!`
Tenaga sakti Hud Kong sin kang
yang di-milikinya dengan cepat disalurkan me-ngeli-lingi seluruh badan, lalu
sambil mengebas-kan sepasang ujung bajunya, dengan jurus naga sakti masuk ke
samudra, dengan kaki di atas kepala di bawah, dia meluncur ke dasar jurang.
Tatkala melalui batu tonjolan
dimana Si Cay soat sekarang berdiri, Lan See giok sama sekali tidak
menghentikan gerakan tubuhnya, hanya secara tiba-tiba saja dia merubah posisi
badannya sambil mengebas-kan kembali ujung bajunya ke arah batu tonjolan
tersebut,
Dengan demikian posisinya
sekarang ter-balik, kakinya kembali berada di bawah de-ngan kepalanya di atas,
kemudian melanjut-kan luncurannya menuju ke atas batu tonjo-lan lain yang
berada di bawah.
Tiba di atas batu tonjolan
yang dimaksud, pemuda tersebut menjejakkan lagi kakinya dan melanjutkan gerakan
meluncurnya menuju ke bawah...
Suara gemuruhnya air di dasar
jurang mulai kedengaran sangat memekikkan telinga, hawa dingin yang merasuk
tulang dan menyayat kulit mulai menyerang seluruh tubuhnya.
Berhubung kobaran api di atas
tebing sa-ngat besar sehingga langitpun menjadi merah membara, lamat-lamat
pemandangan di dasar jurang itu dapat terlihat dengan jelas, apalagi Lan
See-giok dan Si Cay soat- berdua memiliki ketajaman mata yang jauh melebihi
orang biasa. tentu saja mereka dapat melihat keadaan di sekitar situ bagai kan
ditengah hari saja"
Kedalaman jurang itu mencapai
ratusan kaki lebih, dengan gerakan tubuh yang sa-ngat cepat Lan See-giok tiba
lebih dulu di tepi jurang berisi air tadi:
Dengan berdiri di atas batuan
karang, pe-muda itu mencoba untuk me-meriksa keadaan di sekitar sana.
Hampir semua permukaan dasar
jurang itu dipenuhi aneka batuan karang yang besar lagi tajam. airpun mengalir
sangat deras, sedemikian derasnya sampai bunga air mun-crat setinggi satu kaki,
hawa dingin yang mencekam dan bsuara air yang jgemuruh me-mekigkkan telinga
tebrasa merupakan suatu siksaan yang berat.
Kedalaman air tidak terlalu
dalam, tapi ke-cepatan arusnya luar biasa sekali, dari balik air itulah
terlihat bayangan bersinar berki-lauan, tidak diketahui bendakah atau ikankah?
Pads saat itulah bayangan
merah berkele-bat lewat, Si Cay soat telah melayang turun pula ke atas sebuah
batuan karang di tepi jurang tersebut.
Sebagaimana tempat-tempat yang
sepan-jang tahun tidak terkena cahaya mata-hari, tidak heran kalau permukaan
jurang itu di liputi oleh lumut yang tebal, ditambah lagi arus air yang begitu
deras. hal tersebut membuat permukaan batu menjadi sangat licin.
Si Cay soat tidak menduga
sampai ke situ, karena kegegabahannya, tiba -tiba saja gadis itu menjerit
tertahan dan tubuhnya tergelin-cir masuk ke dalam air.
Lan See-giok menjadi terkejut,
sambil membentak tubuhnya meluncur ke muka dan terjun ke air dengan cepat dia
menarik tubuh Si Cay soat yang mulai terseret arus itu.
Si Cay goat tidak berdiam
diri, setelah tubuhnya tertarik oleh sang pemuda, ia mulai berenang mengikuti
arus menuju ke tepian.
Sebagaimana diketahui, Lan
See-giok me-ngenakan pakaian yang terbuat dari ulat su-tera langit, sebuah
pakaian yang berkhasiat ganda, hal ini membuatnya sama sekali tidak merasa
kedinginan.
Biarpun begitu, tatkala
tangannya me-nyentuh air tersebut, terasa juga betapa di-nginnya sehingga sakit
bagaikan disayat sayat pisau dengan cepat dia menjadi paham apa sebabnya Si Cay
soat hanya membung-kam diri sambil berenang dengan sekuat tenaga menuju ke
tepian. rupanya dia merasa kesakitan karena rasa dingin yang menyayat-nyayat
badan.
Maka tidak membuang waktu lagi
pemuda itu melompat ke depan sambil membentang-kan tangannya, kemudian bergerak
mendekati si nona yang masih meronta di dalam air.
Beruntung sekali ketika pemuda
itu berha-sil mencapai di tempat kejadian. Si Cay- soat yang sudah berapa hari
tidak tertidur dan tak sempat makan itu telah jatuh tak sadarkan diri.
"Untung pula air di dasar
jurang itu tidak terlalu dalam, dengan cepat Lan See-giok merangkul pinggang si
nona kemudian melompat ke udara dan melayang turun di atas sebuah batuan
karang.
Ternyata di belakang bbatu
karang dimjana ia berada sgekarang terdapabt sebuah gua. se-waktu diamati,
permukaan gua itu nampak menjurus kearah atas.
Lan See-giok merasa gelisah
sekali. dia merasa perlu untuk menyadarkan Si Cay soat lebih dulu, sementara
dia hendak mem-baringkannya ke atas tanah, mendadak dili-hatnya ada sebuah
gagang pedang berpita merah tergeletak tak jauh dari sana.
Tergerak hatinya melihat hal
itu dan cepat-cepat menghampirinya ternyata pedang itu tak lain adalah Jit
hoa-kiam yang sedang di-carinya, cuma seluruh tubuh pedang itu ter-benam
dibalik batu, ini bisa membuktikan sampai dimanakah ketajaman sen-jata
terse-but...
Kejut den gembira pemuda itu
berseru keras.
"Adik Soat, cepat lihat, pedangnya
ber-ada di sini."
Tapi dengan cepat ia teringat
kembali kalau Si Cay soat berada dalam keadaan tak sadar.
Pemuda itu semakin terkejut
lagi setelah menundukkan kepalanya, menggigil seluruh badannya melihat keadaan
si nona.
Ternyata bibir Si Cay soat
telah berubah menjadi hijau kehitam hitaman, mukanya pucat pias bagaikan
kertas, sementara de-ngusan napasnya seolah-olah sudah tak ada lagi.
Tak terlukiskan betapa kaget
dan paniknya Lan See giok setelah menjumpai ke-adaan itu, dia merasa seluruh jagat
se-akan akan ber-putar kencang, matanya terbelalak dan mu-lutnya melongo,
badannya menjadi sempo-yongan hampir saja roboh terjengkang.
Cepat-cepat dia memusatkan
seluruh pikirannya menjadi satu dan cepat berjong-kok gagang pedang
digenggamnya erat- erat lalu membetotnya dengan sepenuh tenaga, seperti
terbenam dibalik tahu yang empuk, tanpa bersusah payah pedang mestika itu
segera tercabut ke luar .
Seketika itu juga cahaya tajam
memancar ke empat penjuru. hawa dingin yang merasuk tulang pun seketika terusir
pergi oleh pan-caran cahaya itu.
Lan See giok tidak terlalu
memperhatikan keadaan seperti ini, sambil membopong Si Cay soat dan membawa
pedang itu buru-buru dia masuk ke dalam gua.
Berkat pancaran sinar yang
begitu terang dari pedang Jit hoa kiam, seluruh peman-dangan dalam gua tersebut
dapat terlihat pula dengan jelas.
Ruang gua itu srempit lalu
memaznjang, berhubunwg sangat lembabr maka kedua sisi, dindingnya sudah
dipenuhi oleh lumut yang tebal.
Terpaksa pemuda itu harus
melanjutkan langkahnya menuju ke ruang gua yang lebih dalam.
Makin lama permukaan gua itu
semakin menjorok ke atas, permukaan tanahnya pun semakin mengering. ada yang
lebar ada pula yang sempit, tinggi rendahnya juga tak me-nentu.
Dalam keadaan begini, Lan See
giok hanya ingin secepatnya menyadarkan kembali Si Cay soat, namun meski sudah
tiga empat puluh kaki dia menelusuri gua tersebut, ma-sih juga belum ditemukan
suatu tempat yang bisu dipakai mereka berdua untuk duduk, hal ini membuatnya
makin lama semakin gelisah.
Akhirnya habis sudah kesabaran
pemuda itu. dia mulai berlarian dengan cepat, tak sampai sepuluh kaki. pemuda
itu menjumpai anak-anak tangga terbuat dari alam yang agaknya terbentang menuju
ke atas sana,
Dengan perasaan terkejut Lan
See giok segera menghentikan langkahnya sambil ber-pikir.
"Waah, jangan-jangan gua
ini ada penghuni nya? Atau mungkin juga para anggota Tay ang san?"
Namun ketika ia mencoba
meneliti anak tangga itu, dijumpai debu yang tebal, ini menunjukkan kalau
tempat tersebut sudah cukup lama tak pernah dijamah manusia.
Berada dalam keadaan begini,
tiada waktu lagi baginya untuk berpikir lebih mendalam, cepat-cepat pemuda itu
melanjutkan perja-lanannya menuju ke atas.
Selisih jarak antara anak
tangga yang situ dengan lainnya tidaklah menentu, ada yang selisih lima depa,
tapi ada pula yang menca-pai satu kaki, semuanya dirubah menurut keadaan alam
yang sesungguhnya.
Setelah naik setinggi belasan
kaki bera-khirlah anak tangga itu, sekarang dihada-pannya muncul sebuah pintu
batu yang ter-buat sangat sederhana.
Lan See giok tidak ragu-ragu
lagi, sambil mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi badan, dia
menempelkan ujung pedangnya di atas pintu lalu pelan-pelan mendorongnya ke
belakang, pintu batu itu segera terbuka.
Dengan terbukanya pintu itu,
segera teren-dus bau harum yang sangat aneh tersiar ke luar dari balik ruangan.
Lan See-giok sangat terkejut,
bau harum semerbak semacam ini teramat dikenal olehnya, sebab tidak berbeda
sama sekali dengan bau harum Leng-sik-giok-ji yang per-nah diberikan gurunya
kepadanya ketika ma-sih berada dalam kuburan kuno dulu
Dengan sorot mata yang tajam
dia awasi ruangan tadi, ruang tersebut kecil sekali hanya mencapai satu kaki,
di dalamnya ter-tumpuk kain halus berwarna putih, ada yang tinggi ada yang
rendah. ketebalannya tak menentu, yang tinggi hampir mencapai langit-langit
ruangan, yang rendahpun men-capai dua depa, kecuali itu tidak nampak benda
lainnya.
Lan See giok mencoba untuk
memeriksa lagi dengan seksama, namun tidak dikete-mukan jalan lain, ia lantas
menyimpulkan kalau gua tersebut bisa jadi pernah diguna-kan oleh seorang tokoh
silat sebagai tempat pertapaan.
Ia kuatir dibalik kain halus
tersebut masih terpendam benda lain, maka dia melepaskan sepatunya yang basah
kuyup, tapi jubah panjang dan celananya justru tetap kering, tak setetes air
pun yang menempel.
Lan See giok menjelajahi
hampir seluruh permukaan gua itu. ia menemukan adanya daya pantulan yang besar
dari bawah kaki-nya, inipun membuktikan kalau lapisan kain itupun bukan kain
biasa.
Mula-mula pemuda itu
menancapkan pedang Jit hoa kiam nya ke atas permukaan dinding, tanpa
menimbulkan suara pedang itu melesak sedalam setengah depa, menyu-sul kemudian
dia baru membaringkan tubuh si nona ke atas lantai.
Di bawah sinar pedang yang
terang benderang Lan See giok dapat melihat keadaan Si Cay soat dengan lebih
jelas lagi, ia tertegun seketika karena terkejut, rupanya bibir si nona itu
sudah menghitam, mukan-ya pucat pasi. tak jauh berbeda seperti sesosok mayat.
Ia mencoba untuk meraba
pipinyba, sama sekali jtidak terasa adga kehangatan labgi, pakaian ringkasnya
yang berwarna merah berada dalam keadaan basah kuyup, hawa dingin yang
terpancar ke luar sangat menusuk tulang, untung saja lapisan kain di atas
permukaan lantai gua justru meman-carkan kehangatan.
Di dalam gelisah dan gugupnya,
pemuda itu perlu untuk melepaskan semua pakaian Si Cay soat yang basah kuyup
itu kemudian mencari api untuk menghangatkan badan-nya.
Di dalam keadaan begini, dia
tak berani banyak berpikir lagi, pintu ruangan segera ditutup dan pemuda itu
berjongkok di sisi si nona .......
Namun ketika tangannya
menyentuh ikat pinggang gadis tersebut, tanpa sadar dia menghentikan
perbuatannya.
Tapi setelah memandang kembali
wajah si nona yang pucat bagaikan mayat itu, teruta-ma sekali bila teringat
budi kebaikan yang pernah diterimanya dari gadis tersebut, dia menghela napas
sedih dan segera turun ta-ngan melepaskan ikat pinggangnya;
Menyusul kemudian pakaian luar
yang dikenakan gadis itu juga turut dilepas, se-hingga akhirnya yang masih
melekat di tubuhnya cuma kutang dan pakaian dalam yang berwarna merah.
Yang terpampang di depan
matanya sekarang tak lain adalah sesosok tubuh yang indah dan merangsang hawa
napsu.
Sambil melepaskan pakaian si
gadis, Lan See-giok mengucurkan airmatanya dengan sedih. sebab di mana
tangannya menyentuh tubuh si nona. ia tidak merasakan lagi ke-hangatan tubuhnya
barang sedikitpun juga.
Pemuda itu segera mencoba
meraba dada gadis itu, ternyata denyutan jantungnya ma-sih ada, walaupun sudah
lemah sekali.
Biarpun begitu, namun setitik
penghara-pan, segera muncul dalam hati kecilnya, de-ngan cepat pemuda itu
menyeka air matanya lalu bangkit berdiri, dicarinya kain yang pa-ling tebal
dari sudut ruangan sana. kemudian dipergunakan untuk menyelimuti tubuh Si
Cay-soat yang membugil.
Kemudian pemuda itu merasa
bahwa pekerjaan pertama yang harus dilakukan sekarang adalah membuat seonggokan
api unggun untuk meningkatkan kehangatan dalam ruangan tersebut
Tapi. di tempat seperti ini
keb manakah dia hajrus mencari bahgan untuk membuabt api unggun?
Mendadak satu ingatan melintas
kembali di dalam benaknya, sambil melepaskan kaus kakinya yang basah, dia duduk
bersila di sisi si nona, hawa murninya segera dihimpun dan disalurkan ke dalam
telapak tangannya. dengan sebelah tangan dia meraba dada gadis itu. tangannya
yang lain ditempelkan di atas pusarnya.
Dalam waktu singkat muncul dua
gulung aliran hawa panas yang segera menyusup ke dalam tubuh Si Cay-soat.
Selang berapa saat sudah
lewat. Tapi Si Cay soat belum juga memperlihatkan tanda- tanda akan mendusin,
meski kehangatan tubuhnya mulai bertambah dan tubuhnya mulai hidup kembali,
bahkan wajahnya mulai hidup kembali, mulai bersinar dan bibirnya semakin
memerah...
Lan See giok Sedikitpun tidak
putus asa, diangkatnya kain selimut itu kemudian menyusupkan kepalanya ke dalam
dengan menempelkan telinga kanannya di atas dada si nona, ditemukan jantung
meski berdenyut tapi masih tetap lemah sekali.
Pemuda itu mulai berpikir, apa
yang harus dilakukannya sekarang agar meningkatkan kehangatan tubuh gadis itu
hingga denyutan jantungnya makin kuat dan napas nya makin lancar . .
Mendadak sorot matanya
terhenti di atas bibirnya Si Cay soat yang merah itu, satu ingatan segera
melintas dalam benaknya.
Pemuda itu segera melompat
bangun, de-ngan cepat melepaskan senjata gurdinya, lalu mencopot pakaian yang
dikenakan, se-sudah itu dia turut menyusup masuk ke dalam balik selimut.
Agaknya pemuda ini bermaksud
untuk menyalurkan hawa murninya dengan sistim mulut ditempelkan di atas mulut,
dengan demikian hawa hangat akan lebih cepat me-masuki tubuh gadis tersebut.
Sistim pengobatan semacam ini
memang merupakan satu satunya cara pengobatan yang paling manjur, sekalipun
begitu cara semacam inipun paling banyak mengham-burkan tenaga, jadi seseorang
yang rtidak memiliki ztenaga dalam yawng amat sempurnra, mustahil mereka berani
melakukannya ......
Tapi sekarang Lan See-giok
justru menum-pukan segenap pengharapannya pada sistim pengobatan tersebut.
Maka pertama dia memeluk
erat-erat tubuh Si Cay-soat yang sudah mulai menghangat itu, kemudian tangan
sebelah di tempelkan di atas jalan darah Ki-hay hiat, sementara tangan yang
lain ditempelkan di atas jalan darah Mia-bun-hiat setelah itu dengan bibir
menempel di atas bibir, ia mulai mengerahkan tenaga murninya.
Tiga gulung aliran hawa panas
serentak menyusup ke dalam tubuh si Cay soat, se-gulung hawa aliran panas
menyusup ke dalam nadi Jin meh dan segulung lagi me-nembus Tok-meh sementara
aliran panas yang masuk melalui bibir langsung mencapai isi perut.
Dalam waktu singkat seluruh
badan Si Cay-soat telah menjadi hangat sekali.
Seperminuman teh sudah lewat,
panas badan Lan See-giok semakin meningkat hingga mencapai titik didih, peluh
telah membasahi seluruh tubuhnya, sementara dengusan napas Si Cay soat juga
mulai kedengaran, malah peluh mulai bercucuran pula dari tubuhnya, Lewat berapa
soat lagi, Lan See giok mulai kehabisan tenaga, selain saluran hawa murni nya
mulai tersendat sendat, diapun mulai pusing dan terasa penat sekali,
Sementara itu Si Cay-soat
berada dalam pelukannya meski sudah mulai bernapas namun masih juga belum
membuka mata-nya. Lan See-giok menjadi gugup, jantungnya berdebar semakin keras
sementara rasa pusingnya kian lama kian bertambah berat,
Mendadak ... .
Bau harum semerbak yang selama
ini ter-simpan di dalam darahnya, sekali lagi timbul dan menyelimuti rongga
mulutnya, tapi pada saat itu pula Si Cay soat merintih dan pelan-pelan membuka
matanya kembali."
Hawa murni di tubuh Lan See
giok segera membuyar, hampir saja ia roboh tak sadar-kan diri, sedemikian
penatnya pemuda itu sampai dia harus menyandarkan kepalanya di atas wajah gadis
itu, kemudian hawa murninya mulai diatur kembali dengan ha-rapan kondisi
badannya dapat pulih kembali dalam waktu singkat.
Si Cay soat pelan-pelan
membuka mata-nya, memandang sekejap keadaan sekeliling-nya dengan ragu,
kemudian memejamkan matanya kembali.
Kesadaran yang semula
menghilang lambat laun pulih kembali, gadis itu mulai ter-ingat bagaimana ia
tercebur ke dalam air, bagai-mana hawa dingin yang merasuk tulang menyerang
seluruh badannya, lalu bagai-mana dia berusaha keras untuk berenang mencapai
tepian.
Tapi disaat itulah ia merasa
jantungnya amat sakit seperti di sayat-sayat pisau dan akhirnya apa yang
kemudian terjadi tidak diketahui lagi olehnya.
Ketika sekali lagi dia membuka
matanya, ditemukan engkoh Giok yang dicintainya berada di atas tubuh sendiri
sambil meme-luknya erat-erat, seluruh badannya terasa hangat, dari atas sampai
bawah seperti ter-tutup oleh selimut tebal.
Tiba-tiba....
Paras mukanya berubah hebat,
jantungnya berdebar sangat keras dan saking kagetnya hampir saja ia menjerit
tertahan.
Rupanya dia menemukan tubuhnya
yang dipeluk Lan See giok dan ditindihi olehnya sekarang berada dalam keadaan
telanjang.
Akan tetapi setelah diketahui
bahwa eng-koh Gioknya masih mengenakan pakaian dalam, gadis itu baru merasa
tenang. apalagi setelah ia mencoba merasakan bagian ter-tentu tubuhnya apakah
ada gejala aneh atau sakit. ternyata tidak ditemukan hal yang mencurigakan, gadis
itu semakin lega.
Ketika gadis itu mencoba untuk
memper-hatikan Lan See-giok lagi yang masih meme-luknya, ternyata pemuda itu
sudah tertidur.
Tanpa terasa ia membayangkan
kembali apa yang telah dialaminya sewaktu sadar tadi, ia merasa pemuda itu seolah-olah
se-dang menciumnya, tapi sesudah melihat wa-jahnya yang pucat, peluh yang
membasahi tubuhnya serta kondisi tubuhnya yang begitu lemah tak bertenaga,
dengan cepat gadis itu menyadari apa gerangan yang telah terjadi.
Sudah pasti demi menyelamatkan
jiwanya pemuda itu telah mengorbankan banyak sekali tenaga dalamnya.
Berpikir sampai di situ, air
mbata keharuan sejgera bercucurang ke luar, ia bebrtambah menyesal lagi bila
teringat akan dugaannya semula bahwa pemuda itu telah memperko-sanya, ia menegur
diri sendiri yang dikata-kan menuduh yang bukan- bukan.
Gadis tersebut mulai bertanya
kepada diri sendiri.
"Benarkah aku sangat
mencintai si anak muda itu? Kalau toh aku sangat mencintai-nya, bukankah aku
bersedia mengorbankan segala-galanya untuk demi engkoh Giok . Asal ia bisa
gembira, bukankah aku pernah bersumpah akan mempersembahkan segala sesuatu
untuk-nya, termasuk kesucian badanku? Yaa, aku bersedia, menemaninya sepanjang
masa, aku bersedia melahirkan anak untuknya menjadi seorang istri yang paling
setia .... bila aku tidak menjadi istri-nya, mana mungkin aku bisa melahirkan
anak untuk engkoh Giok . .. ?"
Tatkala ingatan tersebut
melintas di dalam benaknya, gadis itu segera merasakan mem-baranya cinta yang
muncul dari hati kecilnya, semua rasa takut dan malu hilang lenyap se-ketika.
sementara tubuhnya yang semula
sudah digeserkan ke samping, kini malah didekap kan makin keras di atas tubuh
pemuda itu, dengan tangannya yang lemah ia membantu menyeka peluh di tubuh See
giok, selain itu dengan bibirnya yang kecil mungil. ia men-cium wajah sang
pemuda yang tampan, ma-tanya yang terpejam, hidungnya yang man-cung serta
bibirnya yang mengering.
Sementara itu Lan See giok
telah selesai bersemedi, dia hanya merasa penat sekali. tapi begitu diciumi
oleh si nona, jantung-nya bergetar keras, dalam keadaan demikian pe-muda
tersebut hanya ingin membuka mata secepatnya.
Kemudian ia menjumpai titik
air mata membasahi gadis itu, senyuman jengah menghiasi bibirnya yang merah
merekah.
Menyaksikan kesemuanya itu,
pemuda itu segera menyaksikan timbulnya segulung hawa panas yang muncul dari
pusar dan segera menyebar ke seluruh bagian tubuhnya.
Pemuda itu tak tahan kemudian
tanpa sa-dar ia balas memeluk adik Soat nya kencang-kencang. sementara seluruh
rasa penat di badan hilang lenyap seketika
Waktu itu. kendatipun Si Cay
soat telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menjadi seorang istri
yang setia, toh tak urung dia dibikin terkejut sekali setelah dipeluk pemuda
itu erat-erat, saking kaget nyba gadis itu samjpai berubah mukga dan menjerit
btertahan . . .
Jeritan itu membuat Lan See
giok terkejut, ia merasa bagaikan disambar geledek di siang hari bolong, rasa
menyesal segera muncul dari hatinya hingga tanpa terasa dia menyu-supkan
kepalanya di balik kain selimut.
Si Cay- soat baru terkejut
setelah melihat keadaan pemuda itu, ia menjadi menyesal setengah mati.
Cepat-cepat ia menempelkan
tubuhnya di atas tubuh sang pemuda, lalu dengan wajah tersipu sipu malu,
tanyanya lirih: "Engkoh Giok. apakah kau ingin---"
Lan See-giok menutupi wajah
sendiri de-ngan kedua belah tangan, kemudian meng-gelengkan kepalanya berulang
kali dengan penuh penyesalan...
Si Say soat sedih sekali, ia
sadar jeritan kagetnya tadi telah menyinggung perasaan pemuda itu, namun ia
bertekad akan beru-saha membangkitkan kembali rasa gembira pemuda itu.
Maka bagaikan anak yang manja,
dia menyusupkan tubuhnya ke dalam pelukan pe-muda itu, kemudian ujarnya dengan
lem-but penuh perasaan cinta kasih:
"Engkoh Giok, kau jangan
marah, kau mesti tahu aku sudah menjadi milikmu, ma-sih ingatkah kau ? Ketika
hendak turun gunung tempo dulu, kau pernah berkata kepadaku bahwa kesungguhan
hatimu disaksikan oleh Thian?"
Lan gee giok tetap menutupi,
wajahnya dengan ke dua belah tangan, namun ia toh mengangguk berulang kali.
Si Cay soat mencium pipi
pemuda itu de-ngan hangat dan mesra. kembali ujar nya dengan lembut:
"Engkoh Giok" aku
bersedia melayani ke-mauanmu, asal kau senang aku....aku.... su-dah siap
menyambutmu sekarang juga--"
Lane See giok merasa terharu,
malu ber-campur terima kasih yang tak terhingga, na-mun ia tetap menggelengkan
kepalanya:
Si Cay soat semakin sedih, dia
mengira pemuda itu tidak bersedia memaafkannya, maka tanyanya lagi pedih,
"Engkoh giok, arpakah kau
tidakz mencintai-ku?"w
Lan See giok rsegera
mengetahui kalau gadis itu salah paham, serta merta dipeluk-nya gadis tersebut
semakin kencang, lalu bisiknya dengan lirih:
"Aku bersedia--cuma aku
merasa amat penat"
Mendengar kata "aku
bersedia ". Si Cay soat merasakan jantungnya segera berdebar keras,
wajahnya berubah - menjadi merah membara, tapi setelah mendengar kata "aku
penat". ia berbisik kembali.
Kalau begitu, mari kita tidur
sejenak:" Tiba-tiba gadis itu seperti teringat akan se-suatu, setelah
menghela napas panjang. kembali ujarnya sedih.
"Nasibku memang sangat
buruk, agaknya aku tidak berjodoh untuk mempergunakan pedang mestika itu. lain
kali--"
Sebelum gadis itu
menyelesaikan kata ka-tanya, Lan See giok telah menongolkan kepalanya sambil
berseru cepat.
"Adik Soat, coba kau
lihat!"
Sambil berkata ia lantas
menunjuk ke arah pedang Jit boa loam yang berada di atas.
Dengan perasaan ingin tahu Si
Cay soat berpaling. apa yang terlihat membuatnya segera melompat bangun karena terkejut
ber-campur gembira
Namun ketika ia merasa
tubuhnya terhem-bus angin dingin, gadis itu baru sadar bahwa ia berada dalam
keadaan bugil, sambil men-jerit kaget, cepat-cepat dia mengguling-kan tubuhnya
lagi ke dalam pelukan sang pemu-da.
Menjumpai sikap dan gerak
gerik si nona yang kaget dan panik, Lan See giok tak bisa menahan rasa gelinya
lagi, ia segera tertawa terbahak bahak.
Sebetulnya Si Cay soat merasa
gembira sekali sampai lupa daratan sehubungan ia melihat pedang mestikanya Jit
hoa kiam ber-hasil ditemukan kembali.
Tapi setelah ditertawakan oleh
Lan See giok, dia menjadi malu sekali tak tahan dicu-bitnya paha pemuda itu
keras-keras.
Lan See giok segera menjerit
kesakitan dan segera menggelinding ke samping.
Sekali lagi Si Cay coat menongolkan
kepalanya sambil bertanya kemalu-maluan:
"Engkoh giok, bagaimana
caramu mene-mukan pedangku itu?"
"Pedang tersebut
kujumpai, di atas batu cadas di mulut gua sana...
Berbicara soal gua. Si Cay
soat baru ter-ingat kalau mereka sedang berada di sebuah ruang gua, matanya
segera bergerak menga-wasi sekeliling tempat itu.
Tiba-tiba ia menemukan sebuah
botol kecil berwarna hijau terletak di langit-langit rua-ngan pada ujung
sebelah kiri.
Ketika diendusnya, terasa bau
harum se-merbak tersiar sampai dimana-mana, dan bau harum semacam ini mirip
sekali dengan bau Leng-sik-giok-ji yang pernah diberikan kepadanya dari gurunya
dulu.
Karena itu sambil menunjuk
kearah botol kecil di sudut ruangan tersebut, seru nya terkejut:
"Engkoh giok, cepat kau
ambil botol kecil itu!"
Dengan perasaan tak mengerti
Lan See giok berpaling dan berjalan mendekatinya, sewaktu botol kecil itu di
kocok, terasa bau harum yang sangat tajam tersiar sampai di seluruh ruangan.
Sambil mengendus bau harum
yang se-merbak itu, Si Cay soat segera berseru de-ngan rasa terkejut bercampur
gembira.
"Ya, benar, agaknya apa
yang kuduga me-mang tak salah lagi, cepat bawa kemari akan kulihat berapa tetes
cairan yang terdapat di dalamnya."
Sambil berkata buru-buru dia
bangkit dan duduk, dipakainya kain untuk menutupi bagian dadanya, tapi bahunya
yang putih dan tangannya yang telanjang terlihat jelas sekali.
Buru-buru Lan See giok
menyerabhkan botol kecijl itu kepada Sig Cay-soat, kemubdian tanyanya tidak
mengerti:
"Adik Soat, kau bilang
apa isi botol terse-but?"
"Cairan mestika Leng si
giok ji" jawab Si Cay-soat gembira, tanpa ragu-ragu.
"Apa? Masa benar Leng si
giok ji?" seru Lan See-giok lagi dengan perasaan terkejut.
Cepat-cepat dia menghampiri
nona itu dan memeriksa isi botol porselen tadi,
Di dalam botol kecil itu
nampak berisikan cairan hijau yang agak kental, paling tidak isinya mencapai
puluhan tetes.
Dengan perasaan terkejut
bercampur ke-heranan kembali, Si Cay-soat berseru:
"�Aaah, mungkin cairan tersebut sudah seratus
tahun lebih usianya..."
Ketika dilihatnya- pemuda itu
rada tidak percaya, kembali gadis itu menjelaskan.
"Bayangkan saja, setiap
tetes membutuh-kan waktu sepuluh tahun, padahal berapa banyak isi botol
tersebut, bukankah berarti isi botol tersebut sudah berusia ratusan
ta-hun?"
`Mendengar penjelasan mana,
Lan See giok mengangguk berulang kali, kemudian untuk beberapa saat lamanya dia
jadi termenung.
Entah berapa saat lamanya
sudah lewat, mendadak Si Cay-coat menegur dengan kehe-ranan:
"Engkoh Giok, apa yang sedang
kau pikir kan?"
Pertanyaan tersebut segera
membuat anak muda itu sadar kembali, sahutnya kemudian:
"Aku sedang berpikir, apa
sebabnya kau bisa mengejar sampai di Tay-ang-san ini se-cara tiba-tiba!".
Si Cay-soat tahu, pemuda itu
mempunyai kesulitan yang tak bisa diutarakan, tapi per-soalan tersebut memang
merupakan masalah yang hendak dijelaskan kepada Lan See giok maka dengan wajah
amat murung katanya.
"Keesokan harinya setelah
keberangkatan mu, naga sakti pembalik sungai Thio loko telah datang...."
"Apakah dia membawa kabar
tentang suhu?" tanya pemuda itu dengan perasaan bergetar keras.
Si Cay soat menggelengkan
kepalanya berulang kali, sahutnya dengan wajah sedih.
"Tidak..., sewaktu Thio
loko mendengar kau telah turun gunung, dia hanya bisa mendepak depakkan kakinya
berulang kalib dengan perasaajn gelisah. ketigka aku dan adikb Gou bertanya
kepadanya mengapa. dia tidak menjawab, akhirnya dia mendesak kepada kami untuk
turun gunung mengejar dirimu?
"Mengapa?" tanya Lan
See giok tidak habis mengerti.
Si Cay soat menggelengkan
kepalanya berulang kali.
"Tampaknya Thio loko
merasa kurang be-bas untuk menjelaskan kepada kami, aku-pun lantas bertanya
kepadanya apakah Hu-yong siancu dari enci Cian telah menjumpai musibah ..
.."
Lan see giok sangat terkejut
oleh perkataan mana, saking kagetnya sekujur badan sam-pai gemetar keras,
tanyanya tanpa terasa, "Sungguh kah perkataanmu itu?"
Tampaknya Si Cay soat tidak
berani mem-bohongi pemuda itu, secara jujur sahut nya.
"Tapi Thio loko sama
sekali tidak mem-beri penjelasan, jika dilihat dari perubahan mimik wajahnya
serta kesedihan yang men-cekam sorot matanya, bisa diketahui bahwa ia telah
mengalami banyak percobaan berat."
Apakah sampai sekarang Thio
loko masih berada di atas puncak?" sela Lan See giok dengan perasaan
gelisah.
Sambil berkata dia mengambil
pakaian milik Si Cay-Coat yang selesai dikeringkan dan diberikan kepada gadis
itu, sementara is sendiri mengenakan bajunya.
"Thio loko dan Thi-gou
berangkat ke Pek ho-cay. "Si Cay-soat menjelaskan sambil menerima
pakaiannya," sementara aku be-rangkat ke Tay-ang-san seorang diri, di
dalam anggapannya selama setengah bulan ini kau pasti berada diantara ke dua
tempat tersebut, secara khusus Thio Loko berpesan kepadaku, entah kau ditemukan
atau tidak, aku harus selekasnya pulang ke kampung nelayan di tepi Phoa-yang-oh
untuk menjumpainya.
Sementara pembicaraan
berlangsung, mereka selesai berpakaian, Lan See giok juga telah melilitkan
senjata gurdi emasnya di pinggang.
Si Cay soat bagaikan seorang
istri yang saleh, secara khusus membantu Lan- See giok mengenakan jubah
panjangnya, bahkan membantunya pula menyisir rambutnya yang kusut.
Sayang sekali Lan See-giok
sedang murung dan bingung sehingga ia tidak berminat sama sekali untuk
merasakanr kasih sayangnyza itu.
Sebab dwia sedang memutrar
otak sambil mencari akal bagaimana bisa menemukan si Beruang berlengan tunggal
secepatnya, ke-mudian pulang ke telaga Phoa yang -oh, yang paling dikuatirkan
olehnya adalah jika bibi Wan dan enci Cian nya sampai menjumpai musibah.
Lan See-giok tidak percaya
kalau si naga sakti pembalik sungai, tidak menerangkan duduk persoalan yang
sebenarnya kepada gadis itu, dalam anggapannya Si Cay-soat memang sengaja
hendak mengelabuhinya, agar dia tak usah kelewat gelisah,
Tapi, bukanlah tianglo Bu tong
pay, Keng hian sian tiang sudah tiga tahun lamanya hidup, mengasingkan diri?
Bagaimana mungkin tosu tersebut bisa membawakan surat dari gurunya?
Tentang persoalan ini, dia
sendiri pun tak ingin menjelaskan kepada Si Cay soat terlalu awal.
Si Cay soat kembali menelan
dua tetes Leng sik giok ji, sekarang hawa murninya te-lah pulih kembali, semua
rasa penat terusir ke luar dari dalam tubuhnya, ia kelihatan bertambah cantik,
menarik dan mentereng.
Buru-buru Lan See giok
mengenakan se-patunya, kemudian mencabut pedang Jit hoa kiam dari atas dinding,
setelah itu dengan langkah tergesa gesa dia menarik tangan Si Cay soat sambil
serunya.
"Aku akan membawa pedang
ini sebagai pembuka jalan, ikutilah aku di belakang."
Dengan cepat mereka berdua
meninggal-kan ruangan itu serta menutup kembali pintunya.
"Engkoh Giok, apakah kita
akan berangkat ke Phoa yang oh?" tanya si nona kemudian tidak mengerti.
"Tidak!" jawab Lan
See giok tanpa ragu-ragu, "setelah sampai di Tay ang san bagai-manapun
juga kita harus mencari si Beruang berlengan tunggal sampai ketemu"
Sementara berbicara, mereka
berdua su-dah melayang turun, dalam waktu singkat mereka telah sampai di luar
gua.
Butiran air memercik deras di
luar gua dan membentuk kabut yang tebal, hal ini mem-buat kedua orang muda-mudi
itu sulit meli-hat keadaan cuaca, tapi berdasarkan seper-cik sinar yang sempat
menembusi jurang da-pat diduga fajar telah menyingsing.
Lan See-giok menyerahkan
pedangnya kepada Si Cay-soat, lalu mendongakkan kepalanya memeriksa sekejap
keadaan di seputar sana, sesudah itu dia menghimpun tenaga dalamnya dan melejit
lebih dulu ke atas, Buru-buru Si Cay soat masukkan pedangnya ke dalam sarung,
kemudian me nyusul di belakangnya.
Dengan diteguknya leng
sik-giok-ji oleh kedua orang muda mudi itu, boleh dibilang tenaga dalam yang
dimiliki kedua orang tersebut telah peroleh kemajuan yang pesat, terutama
sekali untuk Si Cay soat, kemajuan yang berhasil dicapainya sungguh luar biasa,
(Bersambung ke Bagian 28)