Anak Harimau Bagian 27

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 27

Bagian 27

Kemudian dia pula mencium bibir Si Cay soat yang pucat tak berdarah, dia ingin men-ciumnya sampai menjadi merah segar kem-bali seperti sedia kala.

Sementara tubuhnya dipeluk semakin ken-cang, dia hendak mempergunakan tenaganya untuk menghangatkan hatinya.

Betul juga, ia menjumpai paras muka Si Cay soat mulai memerah, bibirnya mulai membara bagaikan api, tubuhnya yang ramping justru gemetar semakin keras.

Di samping itu dia pun menjumpai tangan si nona memeluknya kencang-kencang sam-bil menggosokkan dadanya di atas dada sendiri, bibirnya bergetar dan memanggil namanya tiada hentinya.

Pemuda Itu segera menghentikan ciuman-nya lalu mengawasi wajah Si Cay soat yang kini merah membara hingga telinganya.

Dengan perasaan kaget bercampur kehe-ranan, tanyanya tiba-tiba dengan perasaan kuatir:

"Adik Soat, bagaimana rasanya sekarang7"

Walaupun pikiran Si Cay soat telah jernih sekarang, namun ia justru merasa malu sampai tak berani membuka matanya, se-mentara dadanya terasa sesak sukar ber-na-pas, akhirnya tak tahan lagi dia berbisik lirih.

"Engkoh Giok, jalan darah Mia bun hiat. .. "

Setelah mendengar seruan itu. Lan See giok baru mendusin, cepat-cepat dia mene-puk jalan darah Mia bun hiat di tubuh gadis tersebut.

Si Cay soat menarik napas panjang lalu membenamkan kepalanya makin dalam ke dalam pelukan pemuda itu, wajahnya ber-ubah semakin merah membara.

Dalam pada itu, api kebakaran di atas ju-rang telah merubah langit menjadi merah membara, ditengah jeritan dan teriakan yang amat ramai lamat-lamat ia pun mendengar suara seorang gadis sedang menangis ter-sedu sedu.

Lan See giok terkejut, ia segera teringat kembali dengan Oh Li-cu serta Tok Nio-cu...

"Adik Giok...uuh.. uuh... adik Giok, uuh.. uuh . . ."

Lan See-giok masih mengenali suara isak tangis tersebut dari Oh Li-cu.

la mencoba untuk memeriksa keadaan ju-rang tersebut, ternyata jaraknya dari permu-kaan masih dua puluh kaki lebih, di bawah sinar merah yang membara, ia masih dapat melihat pohon besar di tepi jurang tersebut. dia pun melihat pula ujung tali yang ter-putus di atas pohon tersebut.

Melihat tali yang putus itu, satu ingatan segera melintas di dalam benak pemuda tersebut. baru sekarang terpikir olehnya mengapa tali yang diikatkan pada pohon tersebut dapat putus secara tiba-tiba..?

Dia pun masih ingat, tali itu baru putus setelah mendengar Oh Li-cu berteriak kaget. hal ini membuktikan bahwa tali itu memang sengaja diputus oleh seseorang, tapi siapakah dia? Mungkinkah para jagoan dari Tay ang san?

Biarpun Lan See giok cerdik, tentu saja mimpi pun dia tak pernah akan menyangka kalau orang yang memutuskan tali tersebut, tak lain tak bukan adalah Tok Nio-cu yang bersedia untuk berbakti kepadanya.

Ketika didengarnya suara tangisan Oh Li cu makin lama semakin memedihkan hati, tak tahan lagi pemuda itu segera mendongak-kan kepalanya dan berteriak keras. .

"Hei, kalian tak usah menangis lagi, aku belum lagi mampus- .!"

Teriakan itu begitu bergema. isak tangis di atas jurang pun segera terhenti, mungkin mereka kaget, mungkin juga tertegun.

Sementara Si Cay soat yang berada dalam pelukannya tiba-tiba bangun dan duduk, lalu bertanya keheranan.

"Siapa sih mereka itu?"

Sementara berbicara matanya mengawasi sekeliling tempat itu dengan mata terbelalak, kemudian ia menjerit lengking dengan perasaan kaget, sambil memeluk tubuh Lan See giok kencang-kencang, tanyanya keta-kutan.

"Engkoh Giok, mengapa --- mengapa kita bisa berada disini--.?"

Lan See giok tertawa riang.

"Thian lah yang mengatur kesemuanya itu untuk kita, agar kita berdua bersama sama terjatuh ke dalam jurang!"

Si Cay soat tidak memahami maksud per-kataan dari Lan See giok, ia mengerdipkan matanya berulang kali sambil mengawasi engkoh Gioknya yang masih tersenyum, setelah itu kembali dia bertanya.

"Thian yang mengatur kesemuanya ini?"

"Tentu saja, pemuda itu mengangguk sam-bil tertawa misterius, "sebab Thian telah mengatur kita berdua tidak mati di sini --"

Dengan cepat Si Cay soat memahami apa yang dimaksud itu. dengan wajah tersipu sipu karena malu, tanyanya lagi sambil tersenyum:

"Engkoh Giok, maksudmu kita lolos dari musibah maka di kemudian hari tentu ba-nyak rejeki? "

"Tidak!" sengaja Lan See giok menggeleng dengan serius "Thian telah memberi kebera-nian kepadaku!"

"Keberanian apa?" gadis itu tertegun.

Lan See giok tersenyum tanpa menjawab, tapi matanya mengawasi bibir si nona yang mungil sambil menunjukkan senyuman ha-ngat:

Dengan cepat Si Cay soat menjadi paham, ia tahu yang dimaksudkan adalah mencium-nya, tak heran mukanya berubah menjadi merah karena jengah, segera serunya manja.

"Engkoh Giok jahat, kau jahat---"

Sambil berseru, tangannya segera memu-kul dada pemuda itu dengan gemas.

Tiba- tiba----

Si Cay soat menghentikan perbuatannya, air mukanya berubah hebat lalu serunya dengan kaget.

"Aaah, mana pedangku.-? Mana Jit hoa kiam itu?!

Wajahnya berubah menjadi pucat pasi, peluh dingin bercucuran deras dengan perasaan gelisah dia celingukan kesana ke-mari.

Lan See-giok sendiripun merasa terkejut, tapi dia tahu pedang mestika itu tentu sudah terjatuh ke dalam jurang biar begitu, dia mencoba untuk memeriksa di sekitar sana, jangan-jangan pedang itu tidak sampai ter-jatuh ke dasar jurang?

Pada saat itulah dari atas permukaan ju-rang kedengaran Oh Li cu sedang berteriak dengan rasa terkejut bercampur gembira.

"Adik Giok, apakah kau terluka?"

Dalam gelisahnya Lan See-giok menengok ke atas, di bawah sinar api yang membara dia melihat bayangan tubuh Oh Li cu dan Tok Nio-cu yang berdiri di tepi jurang. dia pun melihat bagaimana Oh Li-cu berjalan mondar mandir di sekeliling jurang, tampak nya dia seperti hendak menyusulnya ke bawah.

Menjumpai hal ini, buru-buru dia berteriak lagi dengan perasaan gelisah.

"Aku tidak terluka dan kalian tak usah tu-run, aku bisa berusaha untuk naik ke atas"

Waktu itu, Si Cay-soat sudah dicekam perasaan gugup dan kalut, ia sama sekali tak berniat lagi untuk mencari tahu siapakah yang berbicara di atas, kepada Lan See-giok kembali katanya dengan gelisah.

"Engkoh Giok, aku hendak turun ke bawah untuk mencari pedang ....

Lan See-giok cukup mengetahui akan asal usul pedang Jit-hoa-kiam tersebut, apalagi merupakan pemberian gurunya, tentu saja senjata tersebut tak boleh sampai hilang.

"Baik, kutemani kau turun ke bawah sana ayo berangkat" sahutnya manggut-manggut.

Dengan cepat dia melepaskan senjata gurdi emasnya lalu dililitkan pada pinggang nya.

Sementara itu Si Cay-soat sudah melayang turun ke bawah, ia melayang turun di atas sebuah batu tonjolan berapa kaki di bawah sana.



Lan See giok memang mempercayai ke-bo-lehan ilmu meringankan tubuh yang di-miliki adik Soatnya, biar lebih berbahaya pun keadaan medannya tak bakal akan menyulit-kan dirinya.

Biarpun begitu, dia toh berkata juga de-ngan penuh kekuatiran.

"Adik Soat, kau mesti berhati hati, biar aku saja yang turun lebih dulu!`

Tenaga sakti Hud Kong sin kang yang di-milikinya dengan cepat disalurkan me-ngeli-lingi seluruh badan, lalu sambil mengebas-kan sepasang ujung bajunya, dengan jurus naga sakti masuk ke samudra, dengan kaki di atas kepala di bawah, dia meluncur ke dasar jurang.

Tatkala melalui batu tonjolan dimana Si Cay soat sekarang berdiri, Lan See giok sama sekali tidak menghentikan gerakan tubuhnya, hanya secara tiba-tiba saja dia merubah posisi badannya sambil mengebas-kan kembali ujung bajunya ke arah batu tonjolan tersebut,

Dengan demikian posisinya sekarang ter-balik, kakinya kembali berada di bawah de-ngan kepalanya di atas, kemudian melanjut-kan luncurannya menuju ke atas batu tonjo-lan lain yang berada di bawah.

Tiba di atas batu tonjolan yang dimaksud, pemuda tersebut menjejakkan lagi kakinya dan melanjutkan gerakan meluncurnya menuju ke bawah...

Suara gemuruhnya air di dasar jurang mulai kedengaran sangat memekikkan telinga, hawa dingin yang merasuk tulang dan menyayat kulit mulai menyerang seluruh tubuhnya.

Berhubung kobaran api di atas tebing sa-ngat besar sehingga langitpun menjadi merah membara, lamat-lamat pemandangan di dasar jurang itu dapat terlihat dengan jelas, apalagi Lan See-giok dan Si Cay soat- berdua memiliki ketajaman mata yang jauh melebihi orang biasa. tentu saja mereka dapat melihat keadaan di sekitar situ bagai kan ditengah hari saja"

Kedalaman jurang itu mencapai ratusan kaki lebih, dengan gerakan tubuh yang sa-ngat cepat Lan See-giok tiba lebih dulu di tepi jurang berisi air tadi:

Dengan berdiri di atas batuan karang, pe-muda itu mencoba untuk me-meriksa keadaan di sekitar sana.

Hampir semua permukaan dasar jurang itu dipenuhi aneka batuan karang yang besar lagi tajam. airpun mengalir sangat deras, sedemikian derasnya sampai bunga air mun-crat setinggi satu kaki, hawa dingin yang mencekam dan bsuara air yang jgemuruh me-mekigkkan telinga tebrasa merupakan suatu siksaan yang berat.

Kedalaman air tidak terlalu dalam, tapi ke-cepatan arusnya luar biasa sekali, dari balik air itulah terlihat bayangan bersinar berki-lauan, tidak diketahui bendakah atau ikankah?

Pads saat itulah bayangan merah berkele-bat lewat, Si Cay soat telah melayang turun pula ke atas sebuah batuan karang di tepi jurang tersebut.

Sebagaimana tempat-tempat yang sepan-jang tahun tidak terkena cahaya mata-hari, tidak heran kalau permukaan jurang itu di liputi oleh lumut yang tebal, ditambah lagi arus air yang begitu deras. hal tersebut membuat permukaan batu menjadi sangat licin.

Si Cay soat tidak menduga sampai ke situ, karena kegegabahannya, tiba -tiba saja gadis itu menjerit tertahan dan tubuhnya tergelin-cir masuk ke dalam air.

Lan See-giok menjadi terkejut, sambil membentak tubuhnya meluncur ke muka dan terjun ke air dengan cepat dia menarik tubuh Si Cay soat yang mulai terseret arus itu.

Si Cay goat tidak berdiam diri, setelah tubuhnya tertarik oleh sang pemuda, ia mulai berenang mengikuti arus menuju ke tepian.

Sebagaimana diketahui, Lan See-giok me-ngenakan pakaian yang terbuat dari ulat su-tera langit, sebuah pakaian yang berkhasiat ganda, hal ini membuatnya sama sekali tidak merasa kedinginan.

Biarpun begitu, tatkala tangannya me-nyentuh air tersebut, terasa juga betapa di-nginnya sehingga sakit bagaikan disayat sayat pisau dengan cepat dia menjadi paham apa sebabnya Si Cay soat hanya membung-kam diri sambil berenang dengan sekuat tenaga menuju ke tepian. rupanya dia merasa kesakitan karena rasa dingin yang menyayat-nyayat badan.

Maka tidak membuang waktu lagi pemuda itu melompat ke depan sambil membentang-kan tangannya, kemudian bergerak mendekati si nona yang masih meronta di dalam air.

Beruntung sekali ketika pemuda itu berha-sil mencapai di tempat kejadian. Si Cay- soat yang sudah berapa hari tidak tertidur dan tak sempat makan itu telah jatuh tak sadarkan diri.

"Untung pula air di dasar jurang itu tidak terlalu dalam, dengan cepat Lan See-giok merangkul pinggang si nona kemudian melompat ke udara dan melayang turun di atas sebuah batuan karang.

Ternyata di belakang bbatu karang dimjana ia berada sgekarang terdapabt sebuah gua. se-waktu diamati, permukaan gua itu nampak menjurus kearah atas.

Lan See-giok merasa gelisah sekali. dia merasa perlu untuk menyadarkan Si Cay soat lebih dulu, sementara dia hendak mem-baringkannya ke atas tanah, mendadak dili-hatnya ada sebuah gagang pedang berpita merah tergeletak tak jauh dari sana.

Tergerak hatinya melihat hal itu dan cepat-cepat menghampirinya ternyata pedang itu tak lain adalah Jit hoa-kiam yang sedang di-carinya, cuma seluruh tubuh pedang itu ter-benam dibalik batu, ini bisa membuktikan sampai dimanakah ketajaman sen-jata terse-but...

Kejut den gembira pemuda itu berseru keras.

"Adik Soat, cepat lihat, pedangnya ber-ada di sini."

Tapi dengan cepat ia teringat kembali kalau Si Cay soat berada dalam keadaan tak sadar.

Pemuda itu semakin terkejut lagi setelah menundukkan kepalanya, menggigil seluruh badannya melihat keadaan si nona.

Ternyata bibir Si Cay soat telah berubah menjadi hijau kehitam hitaman, mukanya pucat pias bagaikan kertas, sementara de-ngusan napasnya seolah-olah sudah tak ada lagi.

Tak terlukiskan betapa kaget dan paniknya Lan See giok setelah menjumpai ke-adaan itu, dia merasa seluruh jagat se-akan akan ber-putar kencang, matanya terbelalak dan mu-lutnya melongo, badannya menjadi sempo-yongan hampir saja roboh terjengkang.

Cepat-cepat dia memusatkan seluruh pikirannya menjadi satu dan cepat berjong-kok gagang pedang digenggamnya erat- erat lalu membetotnya dengan sepenuh tenaga, seperti terbenam dibalik tahu yang empuk, tanpa bersusah payah pedang mestika itu segera tercabut ke luar .

Seketika itu juga cahaya tajam memancar ke empat penjuru. hawa dingin yang merasuk tulang pun seketika terusir pergi oleh pan-caran cahaya itu.

Lan See giok tidak terlalu memperhatikan keadaan seperti ini, sambil membopong Si Cay soat dan membawa pedang itu buru-buru dia masuk ke dalam gua.

Berkat pancaran sinar yang begitu terang dari pedang Jit hoa kiam, seluruh peman-dangan dalam gua tersebut dapat terlihat pula dengan jelas.

Ruang gua itu srempit lalu memaznjang, berhubunwg sangat lembabr maka kedua sisi, dindingnya sudah dipenuhi oleh lumut yang tebal.

Terpaksa pemuda itu harus melanjutkan langkahnya menuju ke ruang gua yang lebih dalam.

Makin lama permukaan gua itu semakin menjorok ke atas, permukaan tanahnya pun semakin mengering. ada yang lebar ada pula yang sempit, tinggi rendahnya juga tak me-nentu.

Dalam keadaan begini, Lan See giok hanya ingin secepatnya menyadarkan kembali Si Cay soat, namun meski sudah tiga empat puluh kaki dia menelusuri gua tersebut, ma-sih juga belum ditemukan suatu tempat yang bisu dipakai mereka berdua untuk duduk, hal ini membuatnya makin lama semakin gelisah.

Akhirnya habis sudah kesabaran pemuda itu. dia mulai berlarian dengan cepat, tak sampai sepuluh kaki. pemuda itu menjumpai anak-anak tangga terbuat dari alam yang agaknya terbentang menuju ke atas sana,

Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera menghentikan langkahnya sambil ber-pikir.

"Waah, jangan-jangan gua ini ada penghuni nya? Atau mungkin juga para anggota Tay ang san?"

Namun ketika ia mencoba meneliti anak tangga itu, dijumpai debu yang tebal, ini menunjukkan kalau tempat tersebut sudah cukup lama tak pernah dijamah manusia.

Berada dalam keadaan begini, tiada waktu lagi baginya untuk berpikir lebih mendalam, cepat-cepat pemuda itu melanjutkan perja-lanannya menuju ke atas.

Selisih jarak antara anak tangga yang situ dengan lainnya tidaklah menentu, ada yang selisih lima depa, tapi ada pula yang menca-pai satu kaki, semuanya dirubah menurut keadaan alam yang sesungguhnya.

Setelah naik setinggi belasan kaki bera-khirlah anak tangga itu, sekarang dihada-pannya muncul sebuah pintu batu yang ter-buat sangat sederhana.



Lan See giok tidak ragu-ragu lagi, sambil mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi badan, dia menempelkan ujung pedangnya di atas pintu lalu pelan-pelan mendorongnya ke belakang, pintu batu itu segera terbuka.

Dengan terbukanya pintu itu, segera teren-dus bau harum yang sangat aneh tersiar ke luar dari balik ruangan.

Lan See-giok sangat terkejut, bau harum semerbak semacam ini teramat dikenal olehnya, sebab tidak berbeda sama sekali dengan bau harum Leng-sik-giok-ji yang per-nah diberikan gurunya kepadanya ketika ma-sih berada dalam kuburan kuno dulu

Dengan sorot mata yang tajam dia awasi ruangan tadi, ruang tersebut kecil sekali hanya mencapai satu kaki, di dalamnya ter-tumpuk kain halus berwarna putih, ada yang tinggi ada yang rendah. ketebalannya tak menentu, yang tinggi hampir mencapai langit-langit ruangan, yang rendahpun men-capai dua depa, kecuali itu tidak nampak benda lainnya.

Lan See giok mencoba untuk memeriksa lagi dengan seksama, namun tidak dikete-mukan jalan lain, ia lantas menyimpulkan kalau gua tersebut bisa jadi pernah diguna-kan oleh seorang tokoh silat sebagai tempat pertapaan.

Ia kuatir dibalik kain halus tersebut masih terpendam benda lain, maka dia melepaskan sepatunya yang basah kuyup, tapi jubah panjang dan celananya justru tetap kering, tak setetes air pun yang menempel.

Lan See giok menjelajahi hampir seluruh permukaan gua itu. ia menemukan adanya daya pantulan yang besar dari bawah kaki-nya, inipun membuktikan kalau lapisan kain itupun bukan kain biasa.

Mula-mula pemuda itu menancapkan pedang Jit hoa kiam nya ke atas permukaan dinding, tanpa menimbulkan suara pedang itu melesak sedalam setengah depa, menyu-sul kemudian dia baru membaringkan tubuh si nona ke atas lantai.

Di bawah sinar pedang yang terang benderang Lan See giok dapat melihat keadaan Si Cay soat dengan lebih jelas lagi, ia tertegun seketika karena terkejut, rupanya bibir si nona itu sudah menghitam, mukan-ya pucat pasi. tak jauh berbeda seperti sesosok mayat.

Ia mencoba untuk meraba pipinyba, sama sekali jtidak terasa adga kehangatan labgi, pakaian ringkasnya yang berwarna merah berada dalam keadaan basah kuyup, hawa dingin yang terpancar ke luar sangat menusuk tulang, untung saja lapisan kain di atas permukaan lantai gua justru meman-carkan kehangatan.

Di dalam gelisah dan gugupnya, pemuda itu perlu untuk melepaskan semua pakaian Si Cay soat yang basah kuyup itu kemudian mencari api untuk menghangatkan badan-nya.

Di dalam keadaan begini, dia tak berani banyak berpikir lagi, pintu ruangan segera ditutup dan pemuda itu berjongkok di sisi si nona .......

Namun ketika tangannya menyentuh ikat pinggang gadis tersebut, tanpa sadar dia menghentikan perbuatannya.

Tapi setelah memandang kembali wajah si nona yang pucat bagaikan mayat itu, teruta-ma sekali bila teringat budi kebaikan yang pernah diterimanya dari gadis tersebut, dia menghela napas sedih dan segera turun ta-ngan melepaskan ikat pinggangnya;

Menyusul kemudian pakaian luar yang dikenakan gadis itu juga turut dilepas, se-hingga akhirnya yang masih melekat di tubuhnya cuma kutang dan pakaian dalam yang berwarna merah.

Yang terpampang di depan matanya sekarang tak lain adalah sesosok tubuh yang indah dan merangsang hawa napsu.

Sambil melepaskan pakaian si gadis, Lan See-giok mengucurkan airmatanya dengan sedih. sebab di mana tangannya menyentuh tubuh si nona. ia tidak merasakan lagi ke-hangatan tubuhnya barang sedikitpun juga.

Pemuda itu segera mencoba meraba dada gadis itu, ternyata denyutan jantungnya ma-sih ada, walaupun sudah lemah sekali.

Biarpun begitu, namun setitik penghara-pan, segera muncul dalam hati kecilnya, de-ngan cepat pemuda itu menyeka air matanya lalu bangkit berdiri, dicarinya kain yang pa-ling tebal dari sudut ruangan sana. kemudian dipergunakan untuk menyelimuti tubuh Si Cay-soat yang membugil.

Kemudian pemuda itu merasa bahwa pekerjaan pertama yang harus dilakukan sekarang adalah membuat seonggokan api unggun untuk meningkatkan kehangatan dalam ruangan tersebut

Tapi. di tempat seperti ini keb manakah dia hajrus mencari bahgan untuk membuabt api unggun?

Mendadak satu ingatan melintas kembali di dalam benaknya, sambil melepaskan kaus kakinya yang basah, dia duduk bersila di sisi si nona, hawa murninya segera dihimpun dan disalurkan ke dalam telapak tangannya. dengan sebelah tangan dia meraba dada gadis itu. tangannya yang lain ditempelkan di atas pusarnya.

Dalam waktu singkat muncul dua gulung aliran hawa panas yang segera menyusup ke dalam tubuh Si Cay-soat.

Selang berapa saat sudah lewat. Tapi Si Cay soat belum juga memperlihatkan tanda- tanda akan mendusin, meski kehangatan tubuhnya mulai bertambah dan tubuhnya mulai hidup kembali, bahkan wajahnya mulai hidup kembali, mulai bersinar dan bibirnya semakin memerah...

Lan See giok Sedikitpun tidak putus asa, diangkatnya kain selimut itu kemudian menyusupkan kepalanya ke dalam dengan menempelkan telinga kanannya di atas dada si nona, ditemukan jantung meski berdenyut tapi masih tetap lemah sekali.

Pemuda itu mulai berpikir, apa yang harus dilakukannya sekarang agar meningkatkan kehangatan tubuh gadis itu hingga denyutan jantungnya makin kuat dan napas nya makin lancar . .

Mendadak sorot matanya terhenti di atas bibirnya Si Cay soat yang merah itu, satu ingatan segera melintas dalam benaknya.

Pemuda itu segera melompat bangun, de-ngan cepat melepaskan senjata gurdinya, lalu mencopot pakaian yang dikenakan, se-sudah itu dia turut menyusup masuk ke dalam balik selimut.

Agaknya pemuda ini bermaksud untuk menyalurkan hawa murninya dengan sistim mulut ditempelkan di atas mulut, dengan demikian hawa hangat akan lebih cepat me-masuki tubuh gadis tersebut.

Sistim pengobatan semacam ini memang merupakan satu satunya cara pengobatan yang paling manjur, sekalipun begitu cara semacam inipun paling banyak mengham-burkan tenaga, jadi seseorang yang rtidak memiliki ztenaga dalam yawng amat sempurnra, mustahil mereka berani melakukannya ......

Tapi sekarang Lan See-giok justru menum-pukan segenap pengharapannya pada sistim pengobatan tersebut.

Maka pertama dia memeluk erat-erat tubuh Si Cay-soat yang sudah mulai menghangat itu, kemudian tangan sebelah di tempelkan di atas jalan darah Ki-hay hiat, sementara tangan yang lain ditempelkan di atas jalan darah Mia-bun-hiat setelah itu dengan bibir menempel di atas bibir, ia mulai mengerahkan tenaga murninya.

Tiga gulung aliran hawa panas serentak menyusup ke dalam tubuh si Cay soat, se-gulung hawa aliran panas menyusup ke dalam nadi Jin meh dan segulung lagi me-nembus Tok-meh sementara aliran panas yang masuk melalui bibir langsung mencapai isi perut.

Dalam waktu singkat seluruh badan Si Cay-soat telah menjadi hangat sekali.

Seperminuman teh sudah lewat, panas badan Lan See-giok semakin meningkat hingga mencapai titik didih, peluh telah membasahi seluruh tubuhnya, sementara dengusan napas Si Cay soat juga mulai kedengaran, malah peluh mulai bercucuran pula dari tubuhnya, Lewat berapa soat lagi, Lan See giok mulai kehabisan tenaga, selain saluran hawa murni nya mulai tersendat sendat, diapun mulai pusing dan terasa penat sekali,

Sementara itu Si Cay-soat berada dalam pelukannya meski sudah mulai bernapas namun masih juga belum membuka mata-nya. Lan See-giok menjadi gugup, jantungnya berdebar semakin keras sementara rasa pusingnya kian lama kian bertambah berat,

Mendadak ... .

Bau harum semerbak yang selama ini ter-simpan di dalam darahnya, sekali lagi timbul dan menyelimuti rongga mulutnya, tapi pada saat itu pula Si Cay soat merintih dan pelan-pelan membuka matanya kembali."

Hawa murni di tubuh Lan See giok segera membuyar, hampir saja ia roboh tak sadar-kan diri, sedemikian penatnya pemuda itu sampai dia harus menyandarkan kepalanya di atas wajah gadis itu, kemudian hawa murninya mulai diatur kembali dengan ha-rapan kondisi badannya dapat pulih kembali dalam waktu singkat.



Si Cay soat pelan-pelan membuka mata-nya, memandang sekejap keadaan sekeliling-nya dengan ragu, kemudian memejamkan matanya kembali.

Kesadaran yang semula menghilang lambat laun pulih kembali, gadis itu mulai ter-ingat bagaimana ia tercebur ke dalam air, bagai-mana hawa dingin yang merasuk tulang menyerang seluruh badannya, lalu bagai-mana dia berusaha keras untuk berenang mencapai tepian.

Tapi disaat itulah ia merasa jantungnya amat sakit seperti di sayat-sayat pisau dan akhirnya apa yang kemudian terjadi tidak diketahui lagi olehnya.

Ketika sekali lagi dia membuka matanya, ditemukan engkoh Giok yang dicintainya berada di atas tubuh sendiri sambil meme-luknya erat-erat, seluruh badannya terasa hangat, dari atas sampai bawah seperti ter-tutup oleh selimut tebal.

Tiba-tiba....

Paras mukanya berubah hebat, jantungnya berdebar sangat keras dan saking kagetnya hampir saja ia menjerit tertahan.

Rupanya dia menemukan tubuhnya yang dipeluk Lan See giok dan ditindihi olehnya sekarang berada dalam keadaan telanjang.

Akan tetapi setelah diketahui bahwa eng-koh Gioknya masih mengenakan pakaian dalam, gadis itu baru merasa tenang. apalagi setelah ia mencoba merasakan bagian ter-tentu tubuhnya apakah ada gejala aneh atau sakit. ternyata tidak ditemukan hal yang mencurigakan, gadis itu semakin lega.

Ketika gadis itu mencoba untuk memper-hatikan Lan See-giok lagi yang masih meme-luknya, ternyata pemuda itu sudah tertidur.

Tanpa terasa ia membayangkan kembali apa yang telah dialaminya sewaktu sadar tadi, ia merasa pemuda itu seolah-olah se-dang menciumnya, tapi sesudah melihat wa-jahnya yang pucat, peluh yang membasahi tubuhnya serta kondisi tubuhnya yang begitu lemah tak bertenaga, dengan cepat gadis itu menyadari apa gerangan yang telah terjadi.

Sudah pasti demi menyelamatkan jiwanya pemuda itu telah mengorbankan banyak sekali tenaga dalamnya.

Berpikir sampai di situ, air mbata keharuan sejgera bercucurang ke luar, ia bebrtambah menyesal lagi bila teringat akan dugaannya semula bahwa pemuda itu telah memperko-sanya, ia menegur diri sendiri yang dikata-kan menuduh yang bukan- bukan.

Gadis tersebut mulai bertanya kepada diri sendiri.

"Benarkah aku sangat mencintai si anak muda itu? Kalau toh aku sangat mencintai-nya, bukankah aku bersedia mengorbankan segala-galanya untuk demi engkoh Giok . Asal ia bisa gembira, bukankah aku pernah bersumpah akan mempersembahkan segala sesuatu untuk-nya, termasuk kesucian badanku? Yaa, aku bersedia, menemaninya sepanjang masa, aku bersedia melahirkan anak untuknya menjadi seorang istri yang paling setia .... bila aku tidak menjadi istri-nya, mana mungkin aku bisa melahirkan anak untuk engkoh Giok . .. ?"

Tatkala ingatan tersebut melintas di dalam benaknya, gadis itu segera merasakan mem-baranya cinta yang muncul dari hati kecilnya, semua rasa takut dan malu hilang lenyap se-ketika.

sementara tubuhnya yang semula sudah digeserkan ke samping, kini malah didekap kan makin keras di atas tubuh pemuda itu, dengan tangannya yang lemah ia membantu menyeka peluh di tubuh See giok, selain itu dengan bibirnya yang kecil mungil. ia men-cium wajah sang pemuda yang tampan, ma-tanya yang terpejam, hidungnya yang man-cung serta bibirnya yang mengering.

Sementara itu Lan See giok telah selesai bersemedi, dia hanya merasa penat sekali. tapi begitu diciumi oleh si nona, jantung-nya bergetar keras, dalam keadaan demikian pe-muda tersebut hanya ingin membuka mata secepatnya.

Kemudian ia menjumpai titik air mata membasahi gadis itu, senyuman jengah menghiasi bibirnya yang merah merekah.

Menyaksikan kesemuanya itu, pemuda itu segera menyaksikan timbulnya segulung hawa panas yang muncul dari pusar dan segera menyebar ke seluruh bagian tubuhnya.

Pemuda itu tak tahan kemudian tanpa sa-dar ia balas memeluk adik Soat nya kencang-kencang. sementara seluruh rasa penat di badan hilang lenyap seketika

Waktu itu. kendatipun Si Cay soat telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menjadi seorang istri yang setia, toh tak urung dia dibikin terkejut sekali setelah dipeluk pemuda itu erat-erat, saking kaget nyba gadis itu samjpai berubah mukga dan menjerit btertahan . . .

Jeritan itu membuat Lan See giok terkejut, ia merasa bagaikan disambar geledek di siang hari bolong, rasa menyesal segera muncul dari hatinya hingga tanpa terasa dia menyu-supkan kepalanya di balik kain selimut.

Si Cay- soat baru terkejut setelah melihat keadaan pemuda itu, ia menjadi menyesal setengah mati.

Cepat-cepat ia menempelkan tubuhnya di atas tubuh sang pemuda, lalu dengan wajah tersipu sipu malu, tanyanya lirih: "Engkoh Giok. apakah kau ingin---"

Lan See-giok menutupi wajah sendiri de-ngan kedua belah tangan, kemudian meng-gelengkan kepalanya berulang kali dengan penuh penyesalan...

Si Say soat sedih sekali, ia sadar jeritan kagetnya tadi telah menyinggung perasaan pemuda itu, namun ia bertekad akan beru-saha membangkitkan kembali rasa gembira pemuda itu.

Maka bagaikan anak yang manja, dia menyusupkan tubuhnya ke dalam pelukan pe-muda itu, kemudian ujarnya dengan lem-but penuh perasaan cinta kasih:

"Engkoh Giok, kau jangan marah, kau mesti tahu aku sudah menjadi milikmu, ma-sih ingatkah kau ? Ketika hendak turun gunung tempo dulu, kau pernah berkata kepadaku bahwa kesungguhan hatimu disaksikan oleh Thian?"

Lan gee giok tetap menutupi, wajahnya dengan ke dua belah tangan, namun ia toh mengangguk berulang kali.

Si Cay soat mencium pipi pemuda itu de-ngan hangat dan mesra. kembali ujar nya dengan lembut:

"Engkoh Giok" aku bersedia melayani ke-mauanmu, asal kau senang aku....aku.... su-dah siap menyambutmu sekarang juga--"

Lane See giok merasa terharu, malu ber-campur terima kasih yang tak terhingga, na-mun ia tetap menggelengkan kepalanya:

Si Cay soat semakin sedih, dia mengira pemuda itu tidak bersedia memaafkannya, maka tanyanya lagi pedih,

"Engkoh giok, arpakah kau tidakz mencintai-ku?"w

Lan See giok rsegera mengetahui kalau gadis itu salah paham, serta merta dipeluk-nya gadis tersebut semakin kencang, lalu bisiknya dengan lirih:

"Aku bersedia--cuma aku merasa amat penat"

Mendengar kata "aku bersedia ". Si Cay soat merasakan jantungnya segera berdebar keras, wajahnya berubah - menjadi merah membara, tapi setelah mendengar kata "aku penat". ia berbisik kembali.

Kalau begitu, mari kita tidur sejenak:" Tiba-tiba gadis itu seperti teringat akan se-suatu, setelah menghela napas panjang. kembali ujarnya sedih.

"Nasibku memang sangat buruk, agaknya aku tidak berjodoh untuk mempergunakan pedang mestika itu. lain kali--"

Sebelum gadis itu menyelesaikan kata ka-tanya, Lan See giok telah menongolkan kepalanya sambil berseru cepat.

"Adik Soat, coba kau lihat!"

Sambil berkata ia lantas menunjuk ke arah pedang Jit boa loam yang berada di atas.

Dengan perasaan ingin tahu Si Cay soat berpaling. apa yang terlihat membuatnya segera melompat bangun karena terkejut ber-campur gembira

Namun ketika ia merasa tubuhnya terhem-bus angin dingin, gadis itu baru sadar bahwa ia berada dalam keadaan bugil, sambil men-jerit kaget, cepat-cepat dia mengguling-kan tubuhnya lagi ke dalam pelukan sang pemu-da.



Menjumpai sikap dan gerak gerik si nona yang kaget dan panik, Lan See giok tak bisa menahan rasa gelinya lagi, ia segera tertawa terbahak bahak.

Sebetulnya Si Cay soat merasa gembira sekali sampai lupa daratan sehubungan ia melihat pedang mestikanya Jit hoa kiam ber-hasil ditemukan kembali.

Tapi setelah ditertawakan oleh Lan See giok, dia menjadi malu sekali tak tahan dicu-bitnya paha pemuda itu keras-keras.

Lan See giok segera menjerit kesakitan dan segera menggelinding ke samping.

Sekali lagi Si Cay coat menongolkan kepalanya sambil bertanya kemalu-maluan:

"Engkoh giok, bagaimana caramu mene-mukan pedangku itu?"

"Pedang tersebut kujumpai, di atas batu cadas di mulut gua sana...

Berbicara soal gua. Si Cay soat baru ter-ingat kalau mereka sedang berada di sebuah ruang gua, matanya segera bergerak menga-wasi sekeliling tempat itu.

Tiba-tiba ia menemukan sebuah botol kecil berwarna hijau terletak di langit-langit rua-ngan pada ujung sebelah kiri.

Ketika diendusnya, terasa bau harum se-merbak tersiar sampai dimana-mana, dan bau harum semacam ini mirip sekali dengan bau Leng-sik-giok-ji yang pernah diberikan kepadanya dari gurunya dulu.

Karena itu sambil menunjuk kearah botol kecil di sudut ruangan tersebut, seru nya terkejut:

"Engkoh giok, cepat kau ambil botol kecil itu!"

Dengan perasaan tak mengerti Lan See giok berpaling dan berjalan mendekatinya, sewaktu botol kecil itu di kocok, terasa bau harum yang sangat tajam tersiar sampai di seluruh ruangan.

Sambil mengendus bau harum yang se-merbak itu, Si Cay soat segera berseru de-ngan rasa terkejut bercampur gembira.

"Ya, benar, agaknya apa yang kuduga me-mang tak salah lagi, cepat bawa kemari akan kulihat berapa tetes cairan yang terdapat di dalamnya."

Sambil berkata buru-buru dia bangkit dan duduk, dipakainya kain untuk menutupi bagian dadanya, tapi bahunya yang putih dan tangannya yang telanjang terlihat jelas sekali.

Buru-buru Lan See giok menyerabhkan botol kecijl itu kepada Sig Cay-soat, kemubdian tanyanya tidak mengerti:

"Adik Soat, kau bilang apa isi botol terse-but?"

"Cairan mestika Leng si giok ji" jawab Si Cay-soat gembira, tanpa ragu-ragu.

"Apa? Masa benar Leng si giok ji?" seru Lan See-giok lagi dengan perasaan terkejut.

Cepat-cepat dia menghampiri nona itu dan memeriksa isi botol porselen tadi,

Di dalam botol kecil itu nampak berisikan cairan hijau yang agak kental, paling tidak isinya mencapai puluhan tetes.

Dengan perasaan terkejut bercampur ke-heranan kembali, Si Cay-soat berseru:

"Aaah, mungkin cairan tersebut sudah seratus tahun lebih usianya..."

Ketika dilihatnya- pemuda itu rada tidak percaya, kembali gadis itu menjelaskan.

"Bayangkan saja, setiap tetes membutuh-kan waktu sepuluh tahun, padahal berapa banyak isi botol tersebut, bukankah berarti isi botol tersebut sudah berusia ratusan ta-hun?"

`Mendengar penjelasan mana, Lan See giok mengangguk berulang kali, kemudian untuk beberapa saat lamanya dia jadi termenung.

Entah berapa saat lamanya sudah lewat, mendadak Si Cay-coat menegur dengan kehe-ranan:

"Engkoh Giok, apa yang sedang kau pikir kan?"

Pertanyaan tersebut segera membuat anak muda itu sadar kembali, sahutnya kemudian:

"Aku sedang berpikir, apa sebabnya kau bisa mengejar sampai di Tay-ang-san ini se-cara tiba-tiba!".

Si Cay-soat tahu, pemuda itu mempunyai kesulitan yang tak bisa diutarakan, tapi per-soalan tersebut memang merupakan masalah yang hendak dijelaskan kepada Lan See giok maka dengan wajah amat murung katanya.

"Keesokan harinya setelah keberangkatan mu, naga sakti pembalik sungai Thio loko telah datang...."

"Apakah dia membawa kabar tentang suhu?" tanya pemuda itu dengan perasaan bergetar keras.

Si Cay soat menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya dengan wajah sedih.

"Tidak..., sewaktu Thio loko mendengar kau telah turun gunung, dia hanya bisa mendepak depakkan kakinya berulang kalib dengan perasaajn gelisah. ketigka aku dan adikb Gou bertanya kepadanya mengapa. dia tidak menjawab, akhirnya dia mendesak kepada kami untuk turun gunung mengejar dirimu?

"Mengapa?" tanya Lan See giok tidak habis mengerti.

Si Cay soat menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Tampaknya Thio loko merasa kurang be-bas untuk menjelaskan kepada kami, aku-pun lantas bertanya kepadanya apakah Hu-yong siancu dari enci Cian telah menjumpai musibah .. .."

Lan see giok sangat terkejut oleh perkataan mana, saking kagetnya sekujur badan sam-pai gemetar keras, tanyanya tanpa terasa, "Sungguh kah perkataanmu itu?"

Tampaknya Si Cay soat tidak berani mem-bohongi pemuda itu, secara jujur sahut nya.

"Tapi Thio loko sama sekali tidak mem-beri penjelasan, jika dilihat dari perubahan mimik wajahnya serta kesedihan yang men-cekam sorot matanya, bisa diketahui bahwa ia telah mengalami banyak percobaan berat."

Apakah sampai sekarang Thio loko masih berada di atas puncak?" sela Lan See giok dengan perasaan gelisah.

Sambil berkata dia mengambil pakaian milik Si Cay-Coat yang selesai dikeringkan dan diberikan kepada gadis itu, sementara is sendiri mengenakan bajunya.

"Thio loko dan Thi-gou berangkat ke Pek ho-cay. "Si Cay-soat menjelaskan sambil menerima pakaiannya," sementara aku be-rangkat ke Tay-ang-san seorang diri, di dalam anggapannya selama setengah bulan ini kau pasti berada diantara ke dua tempat tersebut, secara khusus Thio Loko berpesan kepadaku, entah kau ditemukan atau tidak, aku harus selekasnya pulang ke kampung nelayan di tepi Phoa-yang-oh untuk menjumpainya.

Sementara pembicaraan berlangsung, mereka selesai berpakaian, Lan See giok juga telah melilitkan senjata gurdi emasnya di pinggang.

Si Cay soat bagaikan seorang istri yang saleh, secara khusus membantu Lan- See giok mengenakan jubah panjangnya, bahkan membantunya pula menyisir rambutnya yang kusut.

Sayang sekali Lan See-giok sedang murung dan bingung sehingga ia tidak berminat sama sekali untuk merasakanr kasih sayangnyza itu.

Sebab dwia sedang memutrar otak sambil mencari akal bagaimana bisa menemukan si Beruang berlengan tunggal secepatnya, ke-mudian pulang ke telaga Phoa yang -oh, yang paling dikuatirkan olehnya adalah jika bibi Wan dan enci Cian nya sampai menjumpai musibah.

Lan See-giok tidak percaya kalau si naga sakti pembalik sungai, tidak menerangkan duduk persoalan yang sebenarnya kepada gadis itu, dalam anggapannya Si Cay-soat memang sengaja hendak mengelabuhinya, agar dia tak usah kelewat gelisah,

Tapi, bukanlah tianglo Bu tong pay, Keng hian sian tiang sudah tiga tahun lamanya hidup, mengasingkan diri? Bagaimana mungkin tosu tersebut bisa membawakan surat dari gurunya?

Tentang persoalan ini, dia sendiri pun tak ingin menjelaskan kepada Si Cay soat terlalu awal.

Si Cay soat kembali menelan dua tetes Leng sik giok ji, sekarang hawa murninya te-lah pulih kembali, semua rasa penat terusir ke luar dari dalam tubuhnya, ia kelihatan bertambah cantik, menarik dan mentereng.

Buru-buru Lan See giok mengenakan se-patunya, kemudian mencabut pedang Jit hoa kiam dari atas dinding, setelah itu dengan langkah tergesa gesa dia menarik tangan Si Cay soat sambil serunya.

"Aku akan membawa pedang ini sebagai pembuka jalan, ikutilah aku di belakang."

Dengan cepat mereka berdua meninggal-kan ruangan itu serta menutup kembali pintunya.

"Engkoh Giok, apakah kita akan berangkat ke Phoa yang oh?" tanya si nona kemudian tidak mengerti.

"Tidak!" jawab Lan See giok tanpa ragu-ragu, "setelah sampai di Tay ang san bagai-manapun juga kita harus mencari si Beruang berlengan tunggal sampai ketemu"

Sementara berbicara, mereka berdua su-dah melayang turun, dalam waktu singkat mereka telah sampai di luar gua.

Butiran air memercik deras di luar gua dan membentuk kabut yang tebal, hal ini mem-buat kedua orang muda-mudi itu sulit meli-hat keadaan cuaca, tapi berdasarkan seper-cik sinar yang sempat menembusi jurang da-pat diduga fajar telah menyingsing.

Lan See-giok menyerahkan pedangnya kepada Si Cay-soat, lalu mendongakkan kepalanya memeriksa sekejap keadaan di seputar sana, sesudah itu dia menghimpun tenaga dalamnya dan melejit lebih dulu ke atas, Buru-buru Si Cay soat masukkan pedangnya ke dalam sarung, kemudian me nyusul di belakangnya.

Dengan diteguknya leng sik-giok-ji oleh kedua orang muda mudi itu, boleh dibilang tenaga dalam yang dimiliki kedua orang tersebut telah peroleh kemajuan yang pesat, terutama sekali untuk Si Cay soat, kemajuan yang berhasil dicapainya sungguh luar biasa,

(Bersambung ke Bagian 28)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar