Anak Harimau Bagian 23

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 23

Bagian 23

Peristiwa ini membuat Lan See-giok tidak habis mengerti, mungkinkah sepasang bu-rung bangau itu peliharaan orang? Kalau benar berarti si pemelihara tersebut adalah se-orang tokoh persilatan yang sedang hidup mengasingkan diri di sini.

Sementara pemuda itu masih termenung, tiba-tiba dari tengah udara berkumandang suara pekikan bangau yang sangat keras.

Dengan perasaan "terkejut "Lan See-giok mendongakkan kepalanya ....

Tampak seekor burung bangau besar se-dang meluncur datang dari arah utara dan menukik ke bawah sambil menyambar sang pemuda yang berdiri di tepi kolam itu.

Pemuda itu lantas menduga, bisa jadi bu-rung bangau besar ini adalah sang induk dari sepasang burung bangau kecil itu.

Bangau raksasa tersebut sungguh hebat, sambil menukik ke bawah dengan paruhnya yang panjang itu menyerang ubun-ubun Lan See giok.

Pemuda itu sama sekali tak berniat melu-kainya, karena menganggap sebagai kewa-jiban sang induk untuk melindungi anak anaknya, itulah sebabnya ketika sang bangau menyerang, serta merta dia melompat mun-dur sejauh dua kaki lebih untuk meloloskan diri.

Siapa sangka. baru saja Lan See giok menggerakkan tubuhnya, sayap kanan ba-ngau itu sudah menyerang dengan membawa deruan angin pukulan yang amat dahsyat, begitu dahsyatnya kebasan tadi membuat anak muda itu tertegun.

Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera menjejakkan kakinya ke atas tanah dan melayang mundur sejauh lima kaki le-bih..

Bangau raksasa tersebut memang sangat hebat, disaat Lan See giok sedang melompat ke belakang itulah, mendadak ia rentangkan sayapnya sambil menyerang ke depan, sepasang cakarnya secepat kilat menceng-keram jalan darah cian keng hiat dibahu pe-muda itu.

Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok menghadapi kejadian ini, sekarang dia yakin kalau burung bangau itu merupakan bina-tang peliharaan orang, sebab sudah jelas mengerti gerakan ilmu silat.

Karenanya anak muda itu mengebaskan kembali ujung bajunya dan melesat mundur ke belakang.

Bangau raksasa itu memang luar biasa sambil menyingkap sayapnya, kini dia me-nyerang dengan paruhnya.

Sebagai pemuda yang berjiwa luhur, Lan See giok tak ingin melukai burung itu, dii-ringi bentakan keras dia mengeluarkan tehnik lembek dari ilmu kebasan baju me-nyapu angkasa, untuk menghantam burung itu . .

Segulung angin pukulan yang lembut tapi sangat kuat dengan cepat menyambar bu-rung bangau tersebut.

Agaknya burung bangau itu cukup me-ngetahui akan kelihaian serangan mana, sambil berpekik keras ia lantas melayang ke tengah udara untuk menghindarkan diri.

Kedua ekor burung bangau kecil itupun segera turut terbang pula ke atas tebing.

Pada saat itulah ....

Bentakan gusar yang amat keras menda-dak berkumandang dari balik pepohonan siong.

"Tak tahu malu, ingin mencuri bangau kecil milikku rupanya...?"

Lan See giok amat gusar pada mulanya setelah mendengar tuduhan itu namun sete-lah mengetahui orangnya, hilang lenyap se-mua amarah dalam dadanya, tak tahan dia ter-tawa geli:

Ternyata pendatang adalah seorang gadis cilik berumur sebelas dua belas tahunan. dia mengenakan baju hijau dan menyoren pedang pendek di punggung, waktu itu dia sedang meluncur datang dengan kecepatan tinggi.

Gadis itu mengenakan baju hijau, mempu-nyai sepasang mata yang besar, kulit badan yang halus dan muka berbentuk buah apel, selain cantik, juga nampak polos, lincah dan amat menyenangkan.

sementara dia masih mengamati nona cilik itu, si nona telah berada dihadapannya sam-bil berteriak marah:

"Baru saja ia pergi dari sini, kau sudah datang mencuri bangau ku. hmm! Baiklah, akupun tak ingin menyalahkan kau, juga tak ingin memukulmu, ayo cepat pergi dari sini!"

Sembari berkata, dia mengulapkan ta-ngannya berulangkali memberi tanda agar pemuda itu pergi secepatnya.

Lan See giok segera tertawa, dia merasa gadis cilik ini memang menarik sekali, tanpa terasa semua rasa kesal hilang lenyap dari benaknya, sambil tersenyum katanya kemu-dian.

"Adik. cilik, aku hanya tersesat dan kehi-langan arah, sehingga tidak kuketahui ba-gaimana caranya ke luar dari sini!

Nona cilik itu seperti tak percaya, ia mendengus.

"Hmmm, bohong! Kau sudah dewasa, masa tidak tahu jalan?"

Dengan cepat Lan See giok menggelengkan kepalanya berulang kali. "Sungguh, aku betul-betul tersesat!" katanya sambil berlagak kebingungan.

Gadis cilik itu segera menuding ke empat penjuru seraya berseru keras,

"Di situ adalah timur, sana utara, sana selatan dan sini barat --"

Lan See giok mencoba untuk mengamati sekeliling situ, segera terasa olehnya arah utara dan selatan sukar dilewati, hanya te-bing di sebelah timur yang nampaknya paling mudah dilalui, kepada nona cilik berbaju hi-jau itu kata nya kemudian sambil tersenyum:

"Adik cilik, selamat tinggal kalau begitu, semoga kita berjodoh dan bisa berjumpa kembali.,!

"Hmm, siapa sih yang sudi bertemu lagi dengan mu?" nona cilik itu mencibir dengan sinis, "kau orang dewasa sedang aku cuma anak kecil, aku tak senang bermain dengan-mu!

Lan See giok merasa gadis ini menarik sekali, tanyanya kemudian sambil tersenyum:

"Kalau begitu kau senang bermain dengan siapa?.,

"Huuh, aku mah tak sudi memberitahu-kan kepadamu!"

Timbul kegembiraan Lan See giok setelah melihat kelincahan dan kepolosan gadis cilik itu, ditambah pula dia memang berniat me-nyelidiki asal usul nona itu, maka sambil berpura pura menebak katanya kemudian setelah termenung sebentar.

"Apakah paman gurumu?"

None cilik berbaju hijau itu segera mendengus. "Hmmm, paman guru punya jenggot aku sih tak senang bermain dengan-nya!"

"Kalau begitu dengan suhumu?" desak See giok lagi. .

Kali ini nona cilik itu hanya mengerutkan hidungnya sebagai pertanda tidak benar Lan See giok tahu kalau gadis cilik itu senang bermain dengan burung bangau, tapi ia jus-tru tak mau menanyakan hal itu.

keningnya dikerutkan kemudian dan ber-la-gak seakan akan tak mampu menebaknya.

Nona cilik itu menjadi mendongkol sekali melihat Lan See-giok tak bisa menebaknya secara jitu, serunya tiba-tiba:

"Kau memang goblok, sudah begini besar masa tak bisa menebaknya dengan tepat!"

"Oooh.. tahu aku sekarang, tentunya si bu-rung bangau raksasa itu bukan ?" pemuda itu segera berlagak seakan akan baru mengerti.

Siapa tahu nona cilik berbaju hijau itu justru menganggap Lan See giok sebagai ma-nusia yang paling bodoh, dengan suara keras ia berteriak tiba-tiba:

"Kau memang goblok sekali, orang itu adalah Tek lim siau suheng, mengerti?

"Haaahhh.. haaahhh...haaahhh...sumoay suka dengan suheng, kejadian semacam ini memang lumrah, ya, yaa aku memang goblok sekali, masa hal seperti inipun, tak dapat kuduga..."

Merah padam selembar pipi si nona karena jengah, buru-buru dia berseru:

"Kau jahat, aku harus menghajarmu !"

Tubuhnya menubruk ke depan, sepasang tangannya yang kecil direntangkan dan segera menyerang dada pemuda itu.

Pada dasarnya Lau See giok tidak berminat sama sekali untuk bertarung dengan nona cilik itu. begitu usahanya menyelidiki asal usul nona itu menemui kegagalan. dia me-mutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut secepatnya.

Sekali lagi ia tertawa terbahak bahak.



`Adik cilik, selamat tinggal kalau begitu, harap kau jangan marah-marah!"

Dengan cepat dia melompat ke muka dan bergerak menuju ke bawah tebing sebelah timur,

Tiba-tiba paras muka nona berbaju hijau itu berubah hebat. cepat dia bergerak mengejar sambil berteriak keras.

"Berhenti-berhenti, kau tak boleh kesana!"

Lan See giok tahu pasti ada hal yang tak beres diarah tersebut, cepat dia menghenti-kan langkahnya, kemudian bertanya dengan nada tak habis mengerti.

Kenapa adik cilik?"

"Sucou sedang bersemedi disini, siapapun dilarang mengusik ketenangannya!"

"Oooh ....."

Dengan perasaan kaget Lan See giok ber-paling, betul juga, di bawah tebing di bela-kang deretan pepohonan ia saksikan sebuah mulut gua secara lamat-lamat.

Tergerak hatinya untuk sekali lagi menyeli-diki asal usul nona cilik itu, tanyanya kemu-dian.

"Adik cilik. siapa sih sucoumu itu?"!

Berhubung Lan See-giok masih saja berdiri tak bergerak di situ, dengan cemas nona cilik berbaju hijau itu mendepak depakkan kaki-nya berulang kali sambil berseru.

"Hei, kemarilah dulu, setelah kemari aku baru akan memberitahukan kepadamu."

Lan See giok sudah menduga bahwa nona cilik ini binal dan banyak akal muslihat-nya tentu saja dia tak ingin dipecundangi orang dengan begitu saja.

Maka katanya kemudian sambil tetap tak bergerak dari posisinya semula.

"Kau enggan memberitahukan kepadaku juga tak mengapa, aku kan bisa masuk dan menanyakan sendiri kepada sucou mu."

Paras muka nona cilik berbaju hijau itu berubah hebat, ia menjadi gugup sekali, se-runya kemudian dengan gelisah:

"Baik, baik , aku akan memberitahukan kepadamu, kau jangan ke situ sucou ku adalah Keng-hian sian tiang!"

Lan See-giok terkejut sekali sesudah mendengar nama tersebut, ia tak menyangka kalau penghuni lembah hijau ini adalah keng-hian sian tiang, tianglo angkatan yang tua dari Bu-tong-pay.

Sadar kalau dia bsudah melanggarj panta-ngan besgar umat persilabtan, pemuda itu me-mutuskan untuk berlalu secepatnya dari situ, dari pada menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Pada saat dia hendak melangkah pergi, satu ingatan kembali melintasi di dalam benaknya, dia teringat kembali dengan surat gurunya To Seng cu yang konon dititipkan kepada Keng hian Sian tiang dari luar lautan.

Cepat pemuda itu melayang ke hadapan si nona, kemudian tanyanya lirih."

"Adik cilik, maksudmu sucou mu Keng hian sian tiang sedang menutup diri""

Nona cilik berbaju hijau itu nampak lega sekali setelah melihat Lan See giok menghampirinya, mendengar pertanyaan itu dengan cepat dia mengangguk,

Lan See giok kembali bertanya dengan nada penuh-perhatian. "Sudah berapa lama dia orang tua menutup diri?"

"Sudah hampir tiga tahun" jawab si nona cilik itu tanpa ragu-ragu, Berubah hebat paras muka Lan See giok, saking kagetnya dia sampai termangu mangu.

Suatu firasat tak enak cepat menyelimuti hatinya. Dia seperti merasa bahwa kepergian- To Seng-cu menuju ke luar lautan nampak-nya lebih banyak bahayanya dari pada sela-mat.

Nona cilik itu mengira Lan See-giok di buat ketakutan oleh nama besar sucounya sehing-ga mukanya berubah jadi pucat, peluh ber-cucuran dan sinar matanya mendelong, bentaknya kemudian:

"He!, mengapa kau belum juga pergi?"

Lan See-giok berusaha mengendalikan perasaan sendiri dengan cepat, kemudian dengan membawa suatu pengharapan ia bertanya lagi.

"Adik cilik, apakah tahun berselang Keng hian sian tiang pernah meninggalkan daratan Tionggoan menuju ke luar lautan?"

Nona cilik itu menjadi tak senang hati ber-hubung Lan See-giok bertanya terus tiada hentinya, sedikit agak marah dia berseru:

"Kau ini memang aneh sekali, aku kan su-dah bilang sucou telah tiga tahun menutup diri? Itu berarti dia tak pernah meninggalkan guanya barang selangkahpun, buat apa dia mesti bersusah payah pergi ke luar lautan?"

bHabis sudah semjua pengharapan gLan See giok, kbini dia sudah tidak berminat untuk bertanya lebih lanjut, sambil mengendalikan gejolak perasaannya yang panik dan tak tenang, kepada bocah perempuan itu kata nya kemudian:

"Selamat tinggal adik cilik, maaf kalau aku telah mengganggu ketenanganmu!"

Tiba-tiba saja dia meluncur kearah tebing sebelah muka.

Sekali lagi paras muka bocah perempuan itu berubah hebat, sambil membentak keras ia berusaha untuk mengejar dari belakang. tapi, baru saja dia menggerakkan badannya, Lan See-giok sudah mencapai tebing sebelah muka dan melambung ke tengah udara, dalam waktu singkat ia sudah mencapai puncak tebing dan sekali berkelebat, baya-ngan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.

Belum pernah nona cilik berbaju hijau itu menyaksikan ilmu meringankan tubuh seperti ini, tanpa sadar dia hentikan gerak majunya dan membelalakkan matanya le-bar-lebar sambil menyaksikan bayangan tubuh Lan See-giok lenyap dari pandangan mata.

Perasaan Lan See-giok saat itu amat kalut dengan membawa perasaan-perasaan pedih bercampur gusar dia menembusi hutan men-daki bukit, semua perjalanan ditempuh de-ngan ilmu Liat-hong-hui-heng yang hebat se-hingga gerakannya cepat bagaikan kilat.

Dalam keadaan begini, dia hanya ingin se-cepatnya kembali ke telaga Phoa yang-oh dan mencari si naga sakti pembalik sungai untuk menanyakan apa maksudnya dengan per-mainan surat palsu tersebut:

Walaupun begitu, diapun tidak membenci si Naga sakti pembalik sungai sebab ia tahu si naga sakti pembalik sungai sampai berbuat demikian pasti diperuntungkan maksud baik.

Kemudian diapun membayangkan kembali bagaimana si naga sakti pembalik sungai su-dah setengah tahun lamanya tak pernah berkunjung ke bukit Hoa-san, menurut Si Cay-soat, kejadian semacam ini belum per-nah dialaminya.

Dari sini bisa dibuktikan pula bahwa si naga sakti pembalik sungai bisa jadi sudah tidak berada di perkampungan nelayan lagi.

Diapun masih ingat perkataan dari si naga sakti pembalik sungai yang mengatakan di saat menerima surat tersebut dari gurunya. bibi Wan juga kebetulan hadir di situ. bila dipikirkan kembali, bisa jradi itupun meruzpa-kan tipuan swi naga sakti permbalik sungai.

Ke luar dari wilayah Bu tong-pay. hari su-dah mendekati malam, pemuda itu mengisi perutnya secara tergesa-gesa di sebuah kota kecil bawah bukit, kemudian meneruskan kembali perjalanannya menuju kota Kou-sia.

Pada hari ketiga, ketika matahari sudah tenggelam di langit barat, sampailah pemuda itu di depan kota Siang-yang.

Suasana di dalam kota ramai sekali, apalagi malam itu adalah malam Cap go--meh tidak heran kalau banyak orang yang berlalu lalang ditengah jalan......

Sementara dia masih melamun tak karuan tiba-tiba dari belakang tubuhnya berku-man-dang suara derap kaki kuda yang amat ra-mai.

menyusul kemudian terdengar seseorang berseru dengan nada terkejut bercampur kegirangan.

"Adik Giok-adik Giok, akhirnya aku berha-sil juga menyusulmu ...."

Dengan perasaan terkejut Lan See-Giok berpaling, ternyata Tok Nio-cu dengan mantel dan pakaian ringkasnya berwarna hitam se-dang menggapai ke arahnya dari atas kuda-nya yang berwarna putih.

Pemuda itu segera berkerut kening, berba-gai ingatan melintas dalam benaknya dia tak habis mengerti mengapa perempuan itu menyusulnya?

Belum habis dia berpikir, Tok Nio-cu telan menghampirinya sambil tersenyum, malah tubuhnya sudah melompat turun dari atas kuda.

kehadiran yang secara tiba-tiba dari Tok Nio-cu dengan cepat meningkatkan kewaspa-daan dalam hati Lan See giok, namun diluar-nya dengan senyuman dikulum dia segera menyapa:

"Nyonya, ada urusan apa kau buru-buru datang ke kota Siang yang,..."

Tok Nio-cu tersenyum, "Mari kita masuk kota sebelum berbincang!"



"Baik mari kita berangkat."

Sambil menuntun kudanya Tok Nio-cu ma-suk ke kota bersama-sama Lan See-giok, senyuman manis selalu menghiasi ujung bibirnya, sementara rasa - penat yang di ala-minya selama beberapa hari, nampaknya su-dah ikut lenyap tak berbekas.

Sebaliknya Lan See-giok penuh diliputi perasaan curiga, ia tak tahu apa maksud dan tujuan Tok-Nio-cu menyusulnya sampai di situ, tapi bila ditinjau dari kehadirannya yang cuma seorang diri, bisa jadi ia tidak memba-wa maksud jahat.

Makin ke kota, orang yang berlalu lalang dijalananpun semakin ramai, kini mereka harus jalan berdesak-desakan.

Sepanjang jalan boleh dibilang Tok Nio-cu selalu menempel di sisi badan See giok, bau harum semerbak yang memancar ke luar dari tubuhnya, selalu masuk hidung pemuda itu, apalagi sepasang payudaranya yang montok dan padat berisi, setiap kali seperti sengaja tak sengaja di gesek-gesekan pada lengan pemuda itu.

Tok Nio-cu adalah seorang nyonya muda yang berusia dua puluh lima-enam tahunan, badannya boleh dibilang sudah matang dan menyiarkan api birahi yang membara, penampilannya itu tentu saja sangat me-mancing perhatian orang banyak.

Namun sayang pikiran dan perasaan Lan See-giok waktu itu diliputi kekalutan, dia hanya tahu menempuh perjalanan cepat, di tambah lagi dia belum mengetahui secara pasti akan maksud kedatangan Tok Nio-cu. hal mana membuat hatinya kesal dan mu-rung.

Itulah sebabnya, pemuda itu sama sekali tidak merasakan ataupun menggubris terha-dap senggolan-senggolan payudara yang montok dari perempuan tersebut.

Sementara perjalanan ditempuh, tiba--tiba Tok Nio-cu menjawil tangan pemuda itu sam-bil berbisik lembut:

"Adik Giok, bagaimana kalau kita me-ngi-nap di rumah penginapan yang merangkap dengan rumah makan ini?"

Lan See giok memang berharap bisa sele-kasnya mengetahui sebab musabab Tok Nio cu menyusulnya sampai ke situ, melihat bangunan rumah itu memang megah, diapun manggut-manggut menyetujui,

Ketika mereka berdua tiba di pbintu rumah pengjinapan, dua oragng pelayan segebra me-nyambut kedatangan mereka, seorang mene-rima kuda sedang yang lain membawa Lan See giok berdua memasuki ruangan.

Tok Nio-cu segera minta sebuah pavilliun dengan perabot lengkap dan pelayan.

Walaupun Lan See giok menganggap pem-bicaraan mereka membutuhkan suatu tem-pat yang tenang, namun ia tak setuju me-nyewa sebuah pavilliun secara tersendiri, apalagi dengan kehadiran pelayan, otomatis pembicaraan akan semakin tak leluasa.

Tapi sebelum ia kemukakan pikiran ter-se-but kepada Tok Nio-cu, pelayan telah mem-bawa mereka ke depan sebuah pavilliun yang indah sekali, karenanya pemuda itu pun mengurungkan niatnya untuk berbicara lebih jauh . . .

Pelayan segera mengetuk pintu, empat dayang membuka pintu dan menyambut ke-datangan mereka.

"Tuan, nona, silahkan masuk !" seru me-reka hampir bersama sama. Pavilliun itu sa-ngat indah dengan perabot yang mewah dan dekorasi yang menawan hati. selain dua kamar yang mewah, dilengkapi juga dengan sebuah ruang tamu.

Setelah masuk ke dalam ruangan. Lan See--giok baru menjura sambil katanya:

"Nyonya, silahkan duduk."

Tok Nio-cu tertawa genit.

"Siauhiap adalah tamu, sudah sepantasnya kau yang duduk di kursi utamanya, maaf-kan sebutan adik Giok yang kupakai tadi, mak-lum karena banyak orang"

"Aaah, sebutan siauhiap atau adik, bagiku sama saja, nyonya tak perlu memikirkannya di hati"

Tanpa sungkan dia lantas mengambil tem-pat duduk.

Paras muka Tok Nio-cu berseri, katanya kemudian penuh rasa gembira.

"Kalau memang begitu, biar aku memba-hasa diri sebagai enci saja. cuma aku takut sebutan ini justru akan menodai nama adik"

Sebenarnya Lan See-giok bermaksud untuk bersungkan sungkan saja, ia tak menyangka kalau Tok Nio-cu justru menunggangi ke-sempatan tersebut.

Untuk sesaat ia dibikin mendongkol se-lain geli, namun diapun tak bisa berbuat banyak.

Sementara itu dua orang dayangb telah menghidajngkan makanan kgecil dan air tebh,

kemudian muncul dua orang dayang meng-hidangkan sebuah mangkuk besar yang diberikan kepada Lan See giok dan Tok Nio-cu seraya berkata:

"Tuan, nyonya, silahkan makan Goan siau dulu."

Dengan hormat sekali mereka letakkan mangkuk ke atas meja sambil membuka pe-nutupnya, nampak ronde yang hangat di atas mangkuk tersebut.

Merah jengah selembar wajah Lan See giok mendengar sebutan yang digunakan pelayan-pelayan itu, meski sebutan itu memang tak ada salahnya. tapi jika digabungkan dengan Tok Nio cu, maka akan menimbulkan makna yang lain.

Biarpun demikian, tentu saja pemuda itu pun merasa kurang leluasa untuk mencegah pelayan-pelayan tersebut menggantikan se-butan demikian.

Lain dengan Tok Nio cu, ia segera menger-ling sekejap ke arah Lan See giok sambil tersenyum jengah.

Lan See giok sama sekali tak berniat makan ronde sebelum mengetahui maksud kedatangan Tok Nio-cu, kepada perempuan itu dia segera bertanya:

"Nyonya, sebetulnya ada urusan apa sih kau menyusulku sampai disini?"

Tok Nio-cu melirik sekejap wajah Lan See giok yang gelisah, kemudian tertawa genit:

"Sebenarnya urusan itu penting sekali, tapi sesudah berhasil menyusulmu, urusan men-jadi tak penting lagi"

Lan See giok segera berkerut kening de-ngan perasaan tak mengerti, rasa tak senang hati pun segera menyelimuti wajahnya:

Tok Nio cu tertawa cekikikan.

"Sudahlah, jangan panik dulu, mari kita habiskan wedang ronde ini lebih dulu, tak usah kuatir, cici tentu akan memberitahukan kepadamu- .-

Menyaksikan tingkah laku Tok Nio-cu, Lan See-giok jadi teringat kembali dengan Oh Li-cu dari Wi-lim-poo, ia merasa perempuan ini bagaikan duplikat dari Oh Li-cu, apalagi jika dihubungkan dengan julukannya yang tak sedap, tiba-tiba saja timbul perasaan muak dihati kecil arak muda itu..

Tapi untuk melerpaskan diri seczepatnya dari pewrempuan itu, terrpaksa dia habiskan semangkuk wedang ronde tersebut.

Hampir tertawa geli Tok Nio-cu melihat si-kap Lan See-giok yang seolah-olah dibuat apa boleh buat. "

Kalau pemuda Itu menghabiskan wedang nya secara tergesa gesa. maka Tok Nio-cu justru meneguk wedangnya amat lamban, ini membuat pemuda itu semakin mendongkol, tentu saja yang bisa dilakukan olehnya hanya menahan diri belaka.

Jangan dilihat sikap Tok Nio cu yang genit dan jalang, sewaktu bersantap caranya halus lagi anggun, selesai makan wedang, dia mengeluarkan secarik sapu tangan untuk menyeka bibirnya yang merah.

Setelah itu semua dia baru memandang sekejap kearah Lan See giok yang sudah marah sambil tertawa dan tanyanya hambar:

"Bukankah kau hendak pergi ke bukit Tay-ang-san?"

Sudah setengah harian Lan See giok me-nunggu, ternyata pertanyaan pertama adalah bertanya apakah dia akan ke bukit Tay-ang san, saking gemasnya dia mengangguk seraya menjawab singkat:

"Benar!"

Sekali lagi Tok Nio cu memandang wajah sang pemuda dengan lembut, lalu tanyanya lagi.

"Tahukah kau, bagaimana caranya menuju ke sana?"

Pertanyaan itu segera mengobarkan hawa amarah dalam dada Lan See-giok. tapi ia ma-sih berusaha untuk menahan diri, sahut nya dingin.

"Aku bisa menelusuri jalan raya menuju ke sana. dalam hal ini nyonya tak perlu mengu-atirkan."

Tok Nio cu tertawa tenang, kembali dia bertanya:

"Tay ang san dengan tiga tebing, sembilan puncak serta dua belas benteng merupakan daerah yang rawan dan berbahaya, pos pen-jagaan berada dimana mana, penjaganya ter-diri dari jagoan-jagoan tangguh, di samping anak buahnya mencapai puluhan ribu, ter-dapat pula perangkap-perangkap serta jeba-kan-jebakan yang berbahaya, jangan lagi manusia, burungpun sulit terbang melewati nya. Apakah kau sudah tahu tentang keadaan-keadaan tersebut?"



Lan See giok cukup sadar bahwa persoa-lan-persoalan tersebut merupakan masalah yang besar dari penting, apalagi dia memang tak pernah menyangka kalau Tay ang san memiliki kekuasaan dan pengaruh sebegitu besarnya.

Namun ia masih mendongkol sekali terha-dap perempuan itu, maka katanya kemudian lantang.

"Biarpun Tay ang san terdiri dari bukit golok dan hutan pedang, apa yang mesti ku-takuti--"

Tok Nio cu tidak memberi kesempatan kepada Lan See giok untuk menyelesaikan kata katanya, dengan cepat dia menyela lagi. Oooh. jadi maksudmu asal kau labrak ke tiga tebing, sembilan puncak lain merobohkan kedua belas pemimpin benteng, maka si beruang berlengan tunggal dapat ditemukan secara mudah?"

Lan See-giok tertegun, ditatapnya Tok Nio-cu yang tampaknya sudah mempunyai persiapan matang itu lekat-lekat, sementara mulutnya terbungkam dalam seribu bahasa.

Tok Nio-cu kembali tertawa ringan. Terus-nya:

"Berbicara soal kepandaian silatnya, si Beruang berlengan tunggal memang hanya bisa dibandingkan dengan kawasan jago lihay biasa, pada hakekatnya ia tak akan mampu menandingi kemampuanmu.

"Tapi ia didukung dan dilindungi oleh be-gini banyak pemimpin benteng serta jago-jago berilmu tinggi. apalagi orang--orang tersebut merupakan kawanan manusia nekad yang tak takut mati, biar kau hendak membantai merekapun tak bakal habis dibantai, keadaannya masih mendingan jika kau ter-masuk manusia kejam, tapi aku tahu kau saleh dan penuh welas kasih, kecuali terha-dap seseorang manusia yang sangat jahat dan berdosa, kau tak akan tega untuk mem-bunuhnya . . . "

"Aaah. belum tentu" Lan See giok segera mendengus, namun ia sadar apa yang diu-capkan Tok Nio-cu memang merupakan titik kelemahannya, "bila keadaan memang me-maksa, aku tidak akan memperdulikan hal--hal semacam itu"

Kembali Tok Nio-cu tertawa.

"Misalkan si Beruang berlengan tunggal selalu berusaha menghindarkan diri dan eng-gan berjumpa dengan dirimu, bila kau datang ke tebing Bong thian nia, ia pergi ke puncak Ti seng hong. bila kau pergi ke benteng Gi sim cay. dia pergi ke benteng Ka cu cay . . . bagaimana tindakanmu. Ooh. adik Giok ku!b Kau toh bukan jdewa, Ji long sgeng atau Na chab si pangeran ketiga yang mampu merubah diri, akhirnya kau sendirilah yang bakal ke-habisan tenaga dan mati lelah di bukit Tay ang san"

Diam-diam Lan See giok gelisah sekali, setelah mendengar keterangan tersebut. na-mun dia toh masih juga tak mau mengaku kalah. kembali katanya:

"Aku toh bisa menyusup ditengah malam buta, dan secara langsung menuju ke puncak utama, dengan suatu sergapan mendadak, aku yakin musuh pasti akan kelabakan. dan asalkan si Beruang berlengan tunggal sudah kutemukan, aku yakin dia tak bakal bisa ka-bur lagi!"

Tok Nio-cu mengerling sekejap ke arah Lan See-giok, lalu manggut-manggut memuji. tapi dia toh berkata lagi.

Bagaimana kalau sebelum, kedatanganmu sudah ada orang lain tiba dulu di bukit Tay ang san dan melaporkan kejadian ini kepada si Beruang berlengan tunggal? Bila ia sudah mendapat kabar bahwa di dalam waktu sing-kat kau hendak mencari balas kepadanya, apakah dia bakal menantikan kedatangan-mu?..

Lan See-giok merasa terkejut sekali, paras mukanya berubah hebat dan tanpa sadar ia berseru.

"Aaah, masa akan terjadi peristiwa se-macam ini?"

Tok Nio co tertawa dingin.

"Kau anggap dengan susah payah aku me-nempuh perjalanan ratusan li untuk menyu-sulmu, tujuannya cuma ingin membohongi diri-mu saja .. ?"

Dengan cepat si anak muda tersebut me-rasakan betapa gawatnya masalah yang se-dang dihadapi, seandainya ada orang telah menyampaikan kabar tersebut, dengan wila-yah yang begitu luas di bukit Tay ang san, memang menjadi kesulitan yang besar bagi nya untuk menemukan si Beruang berlengan tunggal bila yang bersangkutan berniat menghindarkan diri.

Apalagi di seputar wilayah tersebut me-mang telah dipersiapkan pelbagai macam je-bakan dan alat perangkap, selangkah saja kurang berhati hati, akibatnya dia bakal mati konyol di tangan musuh.

Membayangkan kesemuanya itu, Lan See--giok merasa bertambah gelisah, tiada henti nya ia berusaha untuk bertanya kepada diri sendiri, siapa gerangan orang yang menyam-paikan berita tersebut kepada musuhnya?

Tibba-tiba satu ingjatan melintas dgi dalam benaknyba, ia segera berseru tertahan:

"Apakah Lo caycu sudah berangkat ke Tay ang san?"

Sementara itu Tok Nio-cu sedang men-dongkol karena maksud baiknya tidak di-tanggapi sebagaimana yang diharapkan se-mula, mendengar pertanyaan itu, dia hanya mendengus dingin:

"Hmm! Mereka adalah musuh bebuyutan, setiap kali bertemu pasti saling gebuk--gebu-kan sampai muncrat darah, mana mungkin ia berkesudian hati untuk mem-beri kabar kepada Beruang berlengan tunggal?"

"Lantas siapakah orang itu?" tanya Lan See giok berkerut kening, wajahnya gelisah ber-campur tak habis mengerti.

Tok Nio-cu menjadi tak tega sendiri melihat kegelisahan si pemuda tersebut, kata nya Kemudian lirih:

"Orang itu tak lain adalah pelindung ben-teng kami, si harimau berkaki cebol! "

"Oooh, kau maksudkan manusia yang ku-tendang sampai mencelat pada malam itu?" Lan See giok seperti baru memahami.

"Ya. betul, dialah orangnya!"

"Sejak kapan ia meningggalkan Pek-ho cay!"

"Setengah jam setelah kau meninggalkan benteng Pek hoo cay!"

Diam-diam Lan See giok memperhitung-kan waktunya, mendadak berkilat sepasang ma-tanya, cepat ia bangkit berdiri dun ber-seru kepada Tok Nio-cu sambil menjura.

"Aku mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian nyonya. budi kebaikanmu pasti akan kubalas di kemudian hari, nah aku hendak memohon diri lebih dulu."

Namun Tok Nio-cu masih tetap duduk tak bergerak sama sekali, ditatapnya Lan See--giok kemudian katanya sambil ter-tawa di-ngin.

"Kau anggap bila berangkat ke Tang ang san sekarang juga, maka kau sudah dapat mendahului si Harimau berkaki cebol sampai di tempat tujuan?"

Tanpa ragu-ragu Lan See giok mengang-guk.

Sekali lagi Nio-cu tertawa dingin.

"Heeehhh....heeehrhh....heeehhh.... szi hari-mau berkwaki cebol itu mrembawa bekal ba-nyak, lagi pula dia telah bertekad untuk sampai di tempat tujuan mendahuluimu, sa-ban tempat pem-berhentian ia pasti menukar kuda, siang malam ia menempuh perjalanan tiada hentinya, selang beberapa hari berse-lang ia telah menyeberangi Han-sui, aku rasa hari ini sudah tiba di Tiang- an tian dan mu-lai memasuki wilayah bukit Tay-ang-san."

Lan See-giok benar-benar merasakan hati nya gelisah sekali, alis matanya berkerut sepasang matanya berapi-api. peristiwa se-macam ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang mimpipun tak pernah diba-yangkan olehnya.

Tanpa terasa ia bertanya dengan suara mendongkol:

"Menurut pendapatmu, apa yang harus kulakukan?"

Tok Nio-cu tertawa cekikikan penuh perasaan bangga, katanya kemudian angkuh:

"Bukankah sudah kujelaskan tadi? Sebe-tulnya persoalan ini penting sekali- tapi setelah berhasil menyusulmu menjadi sama sekali tak berarti lagi."!

Dengan perasaan tidak habis mengerti Lan See-giok menengok kearah Tok Nio-cu, ke-mudian tanyanya pula dengan gelisah,

`Mengapa demikian?",

Kebetulan sekali para pelayan datang menghidangkan sayur dan arak sehingga pembicaraanpun terhenti sejenak.

Tok Nio cu memandang sekejap hidangan-hidangan yang lezat itu. lalu tertawa gesit.

"Sekarang, minumlah arakmu dengan hati tenang, pokoknya enci jamin akan memberi-kan seorang Beruang berlengan tunggal yang utuh kepadamu untuk diperiksa dan mem-balas dendam."



Lan See giok pun sadar bahwa gelisah terus tidak ada gunanya, hal ini memang perlu diatasi dengan pemikiran yang masak, lagi pun Tok Nio-cu berani berkata demikian, hal ini sudah mempunyai keyakinan untuk berhasi1.

Walaupun demikian, berhubung pikirannya sedang kalut, biarpun hidangan yang berada dihadapannya rata-rata sangat lezat, tak sesuappun yang tega ditelan.

Tok Nio cu turun tangan sendiri memenuhi cawan Lan See giok dengan arak, sikapnya wajar senyuman manis dikulum, seakan akan dia sedang merayakan hari cap-go-meh tersebut bersama sama kekasihnya.

Lama kelamaan habis sudah kesabaran Lan See giok, tidak tahan kembali dia berta-nya.

"Nyonya mempunyai akal bagus apa sih yang bisa memaksa Beruang berlengan tung-gal untuk munculkan diri menjumpai aku?"

"Tok Nio cu tertawa misterius.

"Selesai bersantap nanti, mari kita berdua berjalan jalan melihat keramaian dulu di jalan raya- --"

"Kalau kau ingin pergi, pergilah sendiri" tampik Lin See giok agak marah, "aku mah tak berhasrat sama sekali untuk merayakan hari cap go meh ini!"

Sekali lagi Tok Nio tertawa cekikikan, de-ngan cepat dia memberi penjelasan.

"Setelah mendapat laporan bahwa Harimau berkaki cebol melarikan diri pada malam itu, segera kukirim dua puluh ekor kuda cepat untuk mengejarnya dengan pesan entah dibunuh atau ditawan hidup-hidup, mereka harus bertindak menurut keadaan, selain telah kujanjikan pula agar malam ini berkumpul semua di kota Siang-yang. Maka selesai bersantap nanti kita memakai alasan melihat keramaian di dalam kata, padahal yang sebetulnya kita pergi mencari mereka.

Lan See giok tidak bisa berbicara lagi, dia mengerti biarpun si harimau berkaki cebol berhasil disusul olehnya. namun dengan anggota benteng yang begitu banyak di bukit Tay ang san, rasanya memang bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk ber-jumpa dengan si beruang berlengan tunggal.

Begitu selesai bersantap, kedua orang itu segera meninggalkan rumah penginapan.

Suasana di jalan raya sangat rbamai, manu-sia jyang berlalu laglang sangat banbyak sehing-ga mereka harus saling berdesak -desakan.

Sementara Lan See giok dan Tok Nio-cu masih berdiri di depan pintu menyaksikan manusia yang berdesakan di tengah jalan. tiba-tiba berkilat sepasang mata pemuda itu sekujur tubuhnya gemetar keras dan sorot matanya ditujukan ke arah sebuah jendela dengan pandangan tertegun:

Tok Nio-cu segera merasakan keanehan dari pemuda itu, ia segera menyikutnya pe-lan.

Dengan cepat Lan See-giok menjadi sadar kembali, dia seperti teringat akan sesuatu tanpa mengucapkan sepatah katapun, ter-gopoh-gopoh membalikkan badan dan lari masuk ke dalam ruangan.

Tertegun Tok Nio-cu melihat hal ini, seru-nya cepat.

"Adik Giok!"

Sambil membalikkan tubuh. dia menyusul ke dalam ruangan.

Pada saat yang bersamaan, dari arah jendela rumah makan seberang berkuman-dang pula suara teriakan keras yang penuh mengandung nada terkejut bercampur gem-bira.

"Adik Giok!"

Tok Nio-cu yang sedang kabur menjadi tertegun, segera ia berhenti seraya berpaling, namun apa yang terlihat membuatnya tertegun.

Rupanya seorang gadis berwajah cantik dengan pakaian ringkas warna putih dan menyoren pedang di punggungnya, sedang menyeberangi jalan mengejar ke arahnya.

Tok Nio cu merasa wajah gadis itu seperti sangat dikenal olehnya seakan akan pernah bersua di suatu tempat, hidungnya yang mancung. matanya yang jeli, bibirnya yang mungil serta wajah berbentuk kwaci yang diliputi kegelisahan.

BAB 19

YANG lebih aneh lagi, ternyata gadis itu ber-wajah mirip sekali dengan wajah sendiri.

Sementara dia masih mengawasi gadis terse-but dengan seksama, si nona berbaju putih itu sudah sampai dihadapannya dan lang-sung mengejar ke ruang dalam---

Dengan cepat Tok Nio-cu berhasil mempe-roleh kembali ketenangan pikirannya, segera bentaknya penuh amarah:

"Hei,b hei! Mau mencajri siapa kau?" g

Sambil membentbak gusar, dia menerjang ke arah gadis tersebut---

Nona berbaju putih itu sama sekali tidak menggubris, dia masih melanjutkan penge-jarannya ke ruang dalam.

Meledak amarah Tok Nio cu melihat tindakan lawan, sambil membentak ia melejit ke te-ngah udara dan langsung melayang turun di hadapan gadis tersebut.

Disaat tubuhnya sedang melayang turun itulah, si nona berbaju putih itu sudah mengeluarkan jurus burung hong kembali ke sarang dan langsung menyusup ke dalam pavilliun. .

Gagal dengan hadangannya, Tok Nio-cu malu bercampur gelisah, dengan cepat dia nyusul di belakangnya.

Kali ini dia berhasil menghadang persis di hadapan gadis berbaju putih itu, lalu dengan kening berkerut bentaknya keras-keras:

"Hei. siapakah kau? Mengapa berniat mengejar adik Giok?"

Sementara itu si nona berbaju putih itu merasa gelisah bercampur mendongkol karena melihat Lan See-giok berusaha menghindari dirinya, pucat pias wajahnya dan titik air mata jatuh bercucuran, sekujur badannya gemetar keras menahan emosi.

Ketika dilihatnya Tok Nio-cu menghadang di depan mata sambil membentak-bentak, amarahnya segera memuncak, dia memben-tak pula dengan suara keras.

"Siapa kau? Siapa suruh kau mencampuri urusanku?"

Sebagai seseorang yang sudah lama berkecimpungan dalam dunia persilatan dan memiliki pengalaman yang matang. Tok Nio-cu tahu kalau antara si nona dengan Lan See -giok pasti mempunyai hubungan yang luar biasa itulah sebabnya sambil menahan hawa amarahnya, ia tertawa dingin:

"Dia adalah adik Giok ku, sedangkan aku adalah encinya. mengapa aku tak boleh men-campuri urusannya?"

Nona berbaju putih itu semakin gusar:

"Dia adalah suamiku, aku adalah istrinya Oh Li cu, mengapa pula aku tidak boleh menge-jarnya?"

Tok Nio cu melongo kemudian berdiri tertegun.

Sementara ke empat dayang yang berada dalam ruangan menjadi kaget dan ketakutan.

Selama berapa trahun terakhir izni, boleh di-biwlang Oh Li cu srudah banyak menderita, dia berkelana ke seantero jagad dengan tujuan mencari Lan See-giok.

Akhirnya setelah bersusah payah, ia berhasil juga menemukan adik Giok yang di cintainya, apa mau dikata, belum saja berjumpa. adik Giok nya sudah lari terbirit birit karena keta-kutan, seakan akan ia telah melihat kala-jengking yang sangat berbisa saja.

Teringat akan hal yang sangat menyedihkan hati ini, dia pingin menangis saja -jadinya, sambil memandang ke ruang pavilliun, seru-nya berulang kali dengan suara gemetar:

"Adik Giok, adik Giok. aku adalah Li cu, su-dah hampir setahun lamanya aku mencari-mu!"

Namun ruang pavilliun berada dalam keadaan sunyi dan hening, tak terdengar jawaban dari Lan See giok.

Dalam pada itu, Tok Nio cu telah berhasil menenangkan hatinya, dia seperti memahami sesuatu, sambil tertawa dingin jengeknya kemudian:

"Hei, kalau memang kau adalah bininya, heran mengapa ia justru sama sekali tidak menggubrismu ?"

Oh Li cu naik darah, keningnya berkerut dan bentaknya keras-keras, "Minggir kau se jauh jauhnya dari sini, siapa suruh kau banyak bertanya?"

Ditengah bentakan keras, telapak tangan nya secepat kilat menyapu wajah Tok Nio cu de-ngan jurus menyapu rata bukit mega.

Tok Nio-cu semakin berani setelah mengeta-hui Lan See giok sama sekali tidak menggu-bris Oh Li cu, sambil membentak dia berte-kuk pinggang lalu melejit ke depan, telapak tangannya dibalik mencengkeram urat nadi Oh Li cu.

Sebagai ahli waris dari Oh Tin san serta Say nyoo-hui, ilmu silat yang dimiliki Oh Li cu memang luar biasa sekali, dia tertawa dingin, telapak tangannya yang sedang menyapu ke muka mendadak berubah menjadi bacokan langsung membabat dada lawan.

Dengan pengalamannya yang cukup luas dalam dunia persilatan, meskipun Tok Nio cu agak terkejut menghadapi ancaman tersebut, namun dia tak sampai menjadi gugup atau panik.

Serta merta tubuh bagian atasnya di-buang ke belakang, ujung kakinya menjejak permu-kaan tanah dan melompat mundur ke bela-kang,

Ke empat dayang yang berdiri didekat-nya menjerit kaget karena ketakutan, dengan wajah pucat pias serentak melarikan diri mencari selamat.

Setelah berhasil mendesak mundur Tok Nio-cu, Oh Li cu sama sekali tidak meng-gubris lawannya lagi, dia langsung menerjang ma-suk ke ruang dalam.

(Bersambung ke Bagian 24)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar