RODA-RODA kereta bergelinding
sangat cepat.
Derap langkah kaki Siauw
Tjap-it Long lebih cepat lagi, dia membayangi adanya kereta di depan itu.
Kereta dan bayangan itu
meluncur kearah kampung Sim Kee Chung yang sudah hancur menjadi puing.
Keritannya roda-roda kereta
membawakan irama lagu yang mengalun.
Terayun oleh goyangan kereta,
terserang oleh daya letih yang terus menerus, Sim Pek Kun tertidur.
Ia bermimpi, ada sepasang
sinar mata yang besar, dengan biji hitamnya yang bersinar menatap tajam,
tiba-tiba wajah itu menangis, kemudian tertawa, ia benci kepada wajah itu, ia
sangat benci kepada tertawa Siauw Cap-it long, seolah-olah pisau belati yang
tajam merobek-robek dadanya.
Dari sakit hati, Sim Pek Kun
berubah menjadi marah, ia membacok, orang itu tidak mengelakkan, mengenai
perutnya, isi perut itu terkoyak-koyak.
Tiba-tiba terjadi perobahan,
orang itu adalah suaminya sendiri, Lian Seng Pek.
Darah membanjiri tempat itu,
mengalir terus-menerus, tidak berhenti, semakin lama semakin banyak. Kini
menganak sungai, menjadi lautan darah, perlahan-lahan memendamkan lututnya
hingga perut, sehingga leher, akhirnya mulai kehidung, terus meningkat kearah mata.
Sim Pek Kun hendak menjerit,
tapi tidak bisa mengeluarkan suara.
Tubuhnya gemetaran, mengejang
keras.
Sayup-sayup seperti terdengar
suara orang berbicara, semakin lama semakin dekat, dan tiba-tiba ditelinganya.
Sim Pek Kun sadar dari impian
buruk.
Kereta pun sudah terhenti,
pintu bisa terbuka, angin dingin bertiup masuk menggigilkan dirinya.
Sim Pek Kun menggigil dingin
karena adanya serangan angin itu.
Si pelayan rumah makan sudah
menghentikan kereta, berdiri didepan Sim Pek Kun, dengan wajah yang penuh iba,
ia berkata.
“Nona sudah bangun? Kampung
Sim kee Chung sudah berada didepan.”
Sim Pek Kun menatap wajah
pelayan rumah yang baik hati itu, ia masih belum bisa menyelami arti kata-kata
darinya, kepalanya dirasakan sangat berat, berat sekali, sulit untuk
didongakkan.
Kampung Sim Kee Chung telah
berada didepan mata! Ia telah kembali ke rumahnya.
Sim Pek KUn hampir tidak
percaya pada kenyataan.
Dengan mulut berkemak-kemik,
sipelayan rumah penginapan itu berkata lagi:
“Inilah Sim Kee Chung.
Tapi............. ada lebih baik nona tidak turun dari kereta.”
Sim Pek Kun tertawa.
“Nona tidak mau turun dari
kereta?”
Sim Pek Kun memperlihatkan
wajah bangga, dengan keras ia berkata:
“Tentu saja aku turun dari
kereta. Sudah tiba dirumah. Mengapa tidak turun dari kereta?”
Teringat kepada rumahnya,
teringat kepada kampung halamannya, Sim Pek Kun tidak ragu-ragu lagi, berusaha
membebaskan diri dari belengguan sang penyakit, menggerakan kaki, daging berat
itu digusur keluar kereta. Hampir saja ia jatuh terjerembab.
Pelayan penginapan cepat-cepat
memegangnya, agar si nona tidak terjatuh, dengan menghela napas ia berkata:
“Ada lebih baik nona tidak
turun dari kereta.”
“Mengapa tidak turun?” Sim Pek
Kun tertawa. “Mungkinkah hendak menyeret aku dikendaraan, membiarkan kereta
masuk hingga ke rumah?”
Tiba-tiba, suara tertawa Sim
Pek Kun terhenti manakala ia telah menyaksikan kampung Sim Kee Chung yang telah
berada didepan matanya. Aapa yang terbentang didepan mata? Hanya puing-puing
kayu yang menghangus. Seluruh tubuhnya menjadi kejang, seperti patung.
Terkenang kembali kejadian
lama, kabut terlalu tebal meliputi telaga Tay Beng Ouw.
Telaga Tay beng ouw adalah
telaga indah, air jernih dan bening, tidak peduli disiang hari, walaupun
dimalam hari, apalagi diwaktu ada kabut putih, kecantikan telaga itu tidak
pernah luntur.
Kamar tempat tinggal Sim Pek
Kun dibangun ditepian telaga Tay beng ouw, setiap kali ia membuka jendela, maka
pemandangan indah itu meresap dan berdarah daging di dalam kesannya.
Belum pernah Sim Pek Kun lupa
kepada pemandangan yang indah itu, sesudah ia menikah dengan Lian Seng Pek,
masih belum juga Sim Pek Kun kembali ke kampung halamannya. Ia menempati tempat
yang lama, mengenang keindahan-keindahan dimasa mudanya.
Setiap kali Sim Pek Kun
membuka jendela, maka dirinya rasa muda kembali. Menjadi anak-anak seperti dulu
kala.
Sekarang, apa yang bisa
disaksikan oleh Sim Pek Kun.
Bangunan indah dan megah sudah
lenyap sama sekali. Hanya kayu-kayu yang sudah menjadi hitam bersilangan dan
saling tumpuk.
Kampung Sim Kee Chung sudah
dihancurkan rata dengan bumi.
Pintu depan yang terbuat kokoh
dan kekar lambang kejayaan dari keluarga Sim, kini tidak tampak kembali
Hati Sim Pek Kun seperti
tenggelam, seperti tenggelam kedasar telaga maut.
Siapa yang membakarnya? Siapa
yang menghancurkan kampung Sim Kee Chung? Kemana kepergiannya orang-orang Sim
kee chung itu?
Sim Pek Kun tidak lagi
menangis, tekanan-tekanan batin yang lebih hebat dari inipun telah pernah
dialami. Jiwanya telah membeku.
Terpeta satu bayangan yang
penuh kasih sayang, itulah bayangan nenek yang sudah beruban, nenek Sim Pek Kun
yang sangat mencintainya. Wajah iut cukup agung, tapi ramah selalu tersungging
senyum.
“Mungkinkah nenek juga sudah
tidak ada?” berpikir Sim Pek Kun.
Teringat kebaikan Sim Tay Kun,
melupakan luka dikaki, melupakan kepalanya yang pusing timbul kekuatan yang tak
terkira, Sim Pek kun menerjang masuk kedalam tumpukan puing itu.
Si pelayan penginapan hendak
menariknya, tapi tidak berhasil.
Sim Pek Kun telah membentur
kenyataan, kakinya menendang dan bersentuhan dengan kayu-kayu yang sudah
menjadi hitam hangus, itu bukan impian, bukan khayalan. Akhirnya ia menangis.
Pelayan itu menghampirinya,
berdiri disamping sisi si nyonya agung, turut berduka, tapi ia tidak berdaya,
beberapa lama kemudian, dengan suara yang agak gugup, berusaha menenangkan
dirinya, pelayan itu berkata:
“Kenyataan tidak bisa
disangkal, lebih baik nona balik saja kerumah penginapan biar bagaimana,
membikin perundingan dengan tuan itu.”
Sim Pek Kun masih menangis.
Si pelayan menghela napas,
baru menyambung pembicaraannya:
Kulihat, tuan itu bukan
seorang yang jahat. Tidak mungkin jauh-jauh ia menghantar nona kemari. Manakala
mempunyai maksud tujuan buruk. Ia tidak mau mengantar nona kemari, tentu
mempunyai maksud tertentu, mungkin takut sesuatu, mungkin pula untuk menghindari
kesedihan nona.”
Tanpa hiburan si pelayan, rasa
sedihnya Sim Pek Kun bisa mereda. Tapi diucapkan kebaikan Siauw Cap-it-long,
Sim Pek Kun semakin bersedih.
Ia hendak menghapus bayangan
sepasang mata yang besar dan jeli dari Siauw Cap It long tidak berhasil.
“Pelayan inipun percaya
kepadanya, Mengapa aku tidak bisa percaya ?”
Si pelayan menjadi bengong.
Dengan sedih Sim Pek Kun
berpikir, “Bukan sedikit budinya yang ditanam atas diriku, mengapa masih tidak
percaya kepadanya ? Mengapa memakinya, mengapa memukulnya ?”
Sim Pek Kun menyesal atas
perbuatan-perbuatan yang sudah dilakukan pada Siauw Cap It long.
Dimisalkan, dalam keadaan yang
seperti ini, Siauw Cap It long muncul mendadak, Sim Pek Kun bisa merangkul
tubuh laki-laki itu, menangis untuk menjelaskan rasa penyesalannya, meminta
maafnya!
Tentu saja Siauw Cap It long
tidak muncul di dalam keadaan seperti itu.
Disana mendatangi sesuatu
bayangan, tapi bukan Siauw Cap It long. Untuk membangkitkan rasa tertariknya
dari Sim Pek Kun, orang itu berbatuk-batuk.
Si pelayan bukanlah seorang
asing, tetapi terdengarnya batuk ditempat itu cukup membangunkan bulu roma, ia
bergidik takut.
Suara batuk itu mengejutkan
pelayan, juga mengejutkan Sim Pek Kun, munculnya tiba-tiba sekali, tanpa suara,
tanpa isyarat lagi.
Hampir Sim Pen Kun tidak
berani menengok, betul-betul ia takut, bilamana menyaksikan seseorang yang
sudah hangus terbakar muncul di depannya, ia membentak :
“Siapa ?”
Sim Pek Kun telah menghentikan
tangisnya. Memperhatikan orang yang datang.
Orang yang datang dengan
suaranya yang rendah itu berbicara :
“Nona menangis di tempat ini,
mungkinkah mempunyai hubungan baik dengan keluarga Sim ?”
Suara orang itu sangat panjang
sekali, sabar, suatu bukti bahwa ia mempunyai perangai yang cukup dalam.
Sim Pek Kun menganggukkan
kepala, ia membenarkan perkataan itu.
“Aku seorang dari keluarga
Sim.” ia menjawab.
“Bagaimana hubungan nona
dengan Sim Thay Kun ?” bertanya orang itu.
“Sim Thay Kun adalah .....
"
Sim Pek Kun menghentikan
jawabannya. Katanya, “nenekku” tertahan di tenggorokan.
Sesudah terjadi
pengalaman-pengalaman di dalam beberapa hari terakhir ini, Sim Pek Kun bisa
menyelami, betapa jahatnya masyarakat, ia harus berhati-hati.
Dengan sabar orang itu
menunggu jawaban selanjutnya, tapi tidak kunjung datang, maka dengan perlahan-lahan
ia bertanya :
“Mungkinkah aku berhadapan
dengan Lian Hujin ?”
Lian Hujin berarti nyonya Lian
Seng Pek.
Sim Pek Kun ragu-ragu lalu
bertanya :
“Kau belum menjawab
pertanyaanku, siapa kau ?”
Dalam anggapan Sim Pek Kun, ia
telah memberi jawaban yang paling tepat. Mana diketahui olehnya, jawaban yang
itu yang sangat diharapkan oleh orang yang bersangkutan, ia tertawa dan berkata
:
“Betul-betul nyonya Lian Seng
Pek, aku yang kurang layak memberi penyambutan.”
Si Pelayan rumah penginapan
sudah melihat jelas, disana sudah bertambah dua orang, yang di depan adalah
orang tinggi, yang di belakang adalah orang pendek. Yang tinggi berbadan besar,
yang pendek berbadan kurus, sepintas selalu, bisa saja dianggap seorang.
Orang yang bicara dengan Sim
Pek Kun adalah si tinggi besar, wajahnya hitam seperti pantat kuali, tangannya
memegang sebuah tombak panjang, lebih panjang dari tubuhnya yang tinggi itu,
ujung tombak terurai sawir-sawiran merah, berkilat-kilat, tampak gagah sekali.
Orang yang berdiri
dibelakangnya sangat kurus dan kecil, bila tidak diperhatikan, tidak terlihat.
Wajahnya sangat kuning, pucat pasi, ia menggunakan senjata yang luar biasa
anehnya, senjata itu berbentuk seperti pacul, tapi bukan pacul, agak mirip
dengan linggis, juga bukannya linggis.
Senjata ini dinamakan
Lui-kong-ciok, senjata yang terbuat dari besi yang hampir berupa gaetan lancip.
Si tinggi besar dan si kurus
kering tadi segera berendeng, memberi hormat kepada Sim Pek Kun. Sikapnya
sangat hormat sekali.
Sim Pek Kun memperhatikan
kedua orang itu, tapi tidak bisa menyebut nama mereka, sekali lagi ia mengulang
pertanyaannya :
“Bagaimana sebutan jiwi yang
mulia ?”
Si kurus kering yang berwajah
pucat pasi segera memberi jawaban :
“Kami Lie Ban Tong, datang
dari telaga Tay-ouw.”
Sebelum si kerdil ini membuka
mulut, setiap orang yang menyaksikan bentuk tubuhnya seperti itu, tentu menduga
suaranya tidak bisa keras. Tapi di luar dugaannya, suaranya ini menggeluntur,
seolah-olah menganggap sekelilingnya itu pekak semua.
Menyambung pembicaraan sikurus
kecil yang mempunyai suara keras seperti guntur itu, si tinggi besar juga menjawab
:
“Kami bernama Liong It San.
Juga datang dari telaga Tay ouw.”
Bilamana si kurus kecil sangat
memekakan telinga, suara si tinggi besar ini yang bernama Liong It San ini
sangat perlahan sekali. Sikapnya tetap tenang, tetap sabar.
Wajah Sim Pek Kin berubah
menjadi riang, ia menjadi girang.
“Ternyata Lie Tayhiap dan
Liong tayhiap.......”
Lie Ban Tong dan Liong It San
adalah pendekar silat ternama, mereka tidak pernah memisahkan diri, mereka
mendapat julukan sepasang pendekar kilat dan guntur dari telaga Tay ouw.
Pendekar kilat Liong dan Pendekar guntur Lie Ban Tong.
SIAPA PEMBUNUHNYA
PENDEKAr guntur dari telaga
Tay ouw Lie Ban Tong menggunakan sepasang senjata Lui keng ciok, tipu silatnya
sangat luar biasa, dengan sepasang senjata aneh itu ia bersilat di tanah, dan
di dalam telaga, sangat lincah, selalu gesit, tenaganya kuat, tidak mudah untuk
menandinginya.
Pendekar kilat dari telaga Tay
ouw Liang It San betul-betul mempunyai kecepatan kilat, ilmu meringankan tubuh
kelas satu, Untuk bertanding lari, belum pernah ada yang memenangkannya.
Kedua jago ini pernah
berkelana di rimba persilatan, dan menyebarkan benih-benih kebajikan, maka
mendapat julukan sepasang pendekar dari telaga Tay-ouw.
Yang diartikan pendekar tentu
saja mempunyai jiwa yang bersifat ksatria, menolong orang yang sedang berada
didalam kesulitan, menumpas kejahatan. Menegakkan keadilan dan kebenaran,
menghancurkan kebatilan-kebatilan.
Sim Pek Kun belum pernah
bertemu muka dengan sepasang pendekar dari telaga Tay Ouw, tapi nama-nama
kependekarannya kedua tokoh tersebut telah mengiang selalu. Kini mengetahui
bahwa kedua orang yang berada di depannya adalah bukan orang jahat, ia
tersenyum riang.
Tapi senyum Sim Pek Kun itu
tidak terlalu lama, tiba-tiba terhenti di tengah jalan, ia menggenggamkan pula
wajahnya. Teringat kisah Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam. Pang Tiauw Hui dan Liu
Eng Lam juga pendekar-pendekar ternama, sifat-sifat ksatria mereka telah
terkenal, tapi apa yang dilakukan atas dirinya? Pang Tiauw Hui dan Lie Eng Lam
hanya berupa serigala-serigala berkulit manusia, dimulut mereka mengaku
pendekar, dihati mereka selalu melakukan perbuatan bajingan-bajingan.
Pengalaman yang di dapat dari
Pang Tiauw HUi dan Liu Eng Lam adalah pil [ahit yang pernah ditelan oleh Sim
Pek Kun, perbuatan seorang pendekar yang lebih jahat dari berandal.
Sepasang pendekar telaga
Tay-ouw dikisahkan sebagai pahlawan-pahlawan yang mempunyai prestasi
kependekaran-kependekaran, tapi dibalik kisah kependekaran ini, mungkinkah
tidak tersembunyi sesuatu ?
Karena mempunyai pikiran yang
seperti inilah, tertawanya Sim Pek Kun tidak bisa di teruskan.
Dengan membungkukkan setengah
badan, Liong It San berkata :
“Kami sangat gembira bisa
bertemu dengan nyonya.”
Sim Pek Kun menyengir, ia
mengajukan pertanyaan.
“Jiwi berdua sudah menyusahkan
diri, dari daerah telaga Tay ouw ke Tay-beng-ouw bukan jarak dekat, tentu
mempunyai tugas penting. Tugas penting yang bagaimanakah yang hendak dilakukan
?”
Pendekar kilat dari telaga Tay
ouw Liong It San menghela nafas, ia berkata perlahan :
“Kami berdua khusus datang
kesini mengucapkan selamat ulang tahun kepada Tay hujin, tidak disangka....
kami terlambat datang.”
Yang mendapat panggilan
Tay-hujin adalah nenek Sim Pek Kun yang bernama Sim Tay Kun.
Sikap sitinggi kurus Liong It
San tetap tenang, tetap perlahan, Sepatah demi sepatah sangat jelas dan jernih.
Tapi suara itu bagaikan guntur
disiang hari memengangkan telinga Sim Pek Kun.
Sukmanya hampir melesat keluar
dari tempatnya, ia segara mendapat berita yang lebih buruk tentang keadaan Sim
Thay Kun. Ia hendak membuka mulut, bertanya kepada mereka bagaimana keadaan
sang nenek ? tapi mulutnya itu terkatup.
Lie Ban Tong menyambung
pembicaraan sang kawan, katanya :
“Kami berdua baru tiba pada
dua hati yang lalu”
Kata katanya hanya sampai
disini, bilamana hanya mengucapkan keterangan seperti apa yang ia katakan,
keterangan itu tentu saja tidak keomplit, tapi sudah menutup mulutnya. Karena
ia tahu, suaranya terlalu keras, tidak perlu banyak bicara. Selalu ia berbicara
secara singkat.
SIm Pek Kun menahan gejolak
hatinya yang sangat sedih, dengan suara sember ia bertanya :
“Dua hari yang lalu ? ...
Mungkinkah telah terjadi sesuatu di... "
Pendekar Kilat Liong It San
menganggukkan kepala : ia membenarkan dugaan Sim Pek Kun itu katanya :
“Dikala kami berdua tiba, Sim
Kee Chung telah dilanda api, mayat bergelimpangan disana sini. Sayang sekali,
kami terlambat. Betapapun kami berusaha untuk memadamkan apinya, walau berhasil
juga menolong kebarakan ini, tapi tidak berhasil menolong banyak orang”
Sesudah itu, ia menolehkan
pandangannya kearah baju sendiri, baju ini masih penuh dengan kotoran, cipratan
air masih terpeta, suatu bukti bahwa ia telah memberi pertolongan untuk
memadamkan api yang membakar Sim kee chung. Suatu tanda bahwa sampai saat ini,
sudah dua hari ia tidak bertukar pakaian, dua hari ia berusaha memedamkan
kebarakan dan kehancuran yang melanda SIm kee chung. Sehingga tidak sempat
berganti pakaian.
Istilah kata kata mati mayat
bergelimpangan itu membuat Sim Pek Kun semakin marah. Tapi hatinya semakin
sedih, Yang diartikan dengan mayat bergelimpangan, tentu terjadi banyak korban.
Kini harapan masih tipis
sekali Sim Pek Kun bertanya :
“Berapa orangkah yang terluka
?”
Pendekar Kilat Liong It San
berkata : “Itu waktu, Lu Tong Su Gie berampat turut hadir, pendekar pertama san
pendekar ketiga sudah mengalami hari naas, pendekar kedua Sin Thia Tiok dan
pendekar keempat Sin Thia Ciok menderita luka hebat”
Lu Tong Su Gie adalah empat
pendekar dari daerah Bu Tong, semua itu terdiri dari keluarga keluarga SIm.
Atas pesta ulang tahun nenek Sim Thay Kun, ampat pendekar Lu TOng SU Gie juga
berkunjung datang, tentu dengan maksud memberi selamat ulang tahun. Tidak
disangka, pendekar pertama Sim Thian Song mempunyai kegagahan luar biasa juga
binasa.
Keempat pendekar Lu TOng Su
Gie sangat dikenal baik oleh SIm Pek Kun, hubungan mereka juga sangat erat
sekali, kematian mereka menambah kesedihan siratu rimba persilatan.
MEnggigit ujung bibir, Sim Pek
Kun bertanya lagi :
“Yang menderita luka, kecuali
paman Sim Thian Cok dan SIm Thian Ciok siapa siapa lagikah yang menderita
cidera "
Perlahan sekali perdekar Liong
It San menggoyang kepala, perlahan juga ia berkata :
“Kecuali dua orang itu, tidak
ada orang lain lagi yang terluka”
Gerakan pedang kilat ini tidak
seperti kilat, perlahan lahan sekali, lambat lambat sekali, yang diartikan
dengan TIDAK ADA ORNAG LAIN LAGI YANG TERLUKA. itu berarti semua orang sudah
mati.
Sim Pek Kun tidak bisa menahan
lagi, dengan suara sember ia bertanya :
“Maka, Nenekku itu... "
Kata kata yang selanjutnya
tersumbat ditenggorokan, ia segera jatuh celentang.
Pekdekar kilat dari telaga Tay
ouw yang tinggi besar berkata :
Sim Thian Ciok dan SIm Thian
Tiok berada diperahu itu, maukah hujin merundingkan cara cara selanjutnya ?
“Sin Thian Ciok adalah
pendekar kedua dan empat pendekar Lu Tong Su Gie, Hanya kedua orang ini yang
nyaris dari kematian yang melanda bencana kampung Sim kee chung.
Betul saja, tidak jauh dari
telaga berlabuh sebuah perahu, terbayang besarnya perahu itu. SIm Pek Kun
memandang kearah tempat jauh. perlahan lahan menganggukkan kepala. Ia setuju
untuk bertemu dengan Sim Thian Ciok dan Sim Thian Tiok, ia setuju untuk diajak
keperahu itu.
“Hujin masih sanggup berjalan
?” bertanya Liong It San memandang kearah Sim Pek Kun. Sim Pek Kun memandangi
kakinya, ia menghela napas panjang.
Pendekar guntur dari telaga
Tay ouw Lie Ban Tong berkata : “Umurku sudah hampir mencapai enampuluh tahun.
Bilamana Hujin tidak keberatan aku bersedia menggendong”
Ia sudah membungkukkan badan,
betul betul siap untuk menggendong Sim Pek Kun, menuju keperahu yang mereka
tunjuk.
TIba tiba Sim Pek Kun
membentak :
“TUnggu dulu !”
Suaranya tidak keras seperti
suara Lie Ban Tong, tapi sikapnya yang agung tidak lepas dari penilaian semua
orang. Sangat keren sekali.
Pendekar guntur Lie Ban Tong
menghentikan gerakan, menatap dengan mata tanpa berkedip, agaknya sangat heran.
SIm Pek Kun menggigit bibir,
perlahan lahan ia berkata.
“Betulkah Sim Thain Ciok dan
SIm Thian Tiok berada diperahu itu ?”
Wajah Lie Ban Tong yang pucat
pasi itu menjadi merah, agaknya ia tersinggung, agaknya ia marah. Suaranya yan
mengguntur itu menggema kembali.
“Mungkin Hujin tidak percaya
kepada kami ?”
Sim Pek Kun menjadi kikuk.
“Bukan tidak percaya... " ia tidak melanjutkan keterangannya.
SIm Pek Kun juga merasakan,
wajahnya menjadi merah, ia malu kepada diri sendiri, mengapa begitu banyak
curiga ? Mengapa tidak percaya kepada orang ? tidak percaya kepada orang yang
hendak memberikan pertolongan, adalah sipat yang sangat memalukan. Bilamana
tidak ada terjadi perobahan perobahan drama yang terus menerus, tidak mungkin
Sim Pek Kun bisa memperhatikan rasa penuh curiga. Tapi lain dahulu, lain
sekarang, perobahan jaman yang sudah menjadi begitu tua, membikin penilaian
lain, setiap sesuatu harus dicurigainya.
Pendekar guntur Lie Ban Tong
cepat naik darah, pendekar kilat Liong It San tidak cepat marah, ia masih bisa
menahan kemarahan itu lambat lambat katanya :
“Hujin telah banyak mengalami
penderitaan penderitaan, sudah tentu harus berhati hati, tapi, kami bukan orang
jahat. Walau hujin belum pernah bertemu muka, toch pernah mendengar nama kami,
bukan ?”
Kata kata ini seperti belati
tajam yang menusuk hati Sim Pek Kun, dengan wajah merah ia berkata : Bukan
maksudku seperti itu. Bagaimana keadaan paman SIm Thian Ciok dan Sin Thian
Tiok, beratkah lukanya ? Bisakah mereka bicara ?”
Lie Ban Tong menekuk wajahnya
yang pucat pasi itu ia berkata :
“Mereka Belum mati,bagaimana
tidak bisa bicara ?”
Suaranya tetap mengguntur
tetap keras dan bergama.
PEndekar kilat Liong IT San
menghela napas panjang sekali, baru ia berkata :
“SUdah dua hari Sin Thian Ciok
terluka belum pernah ia mengatupkan mata, juga lemunpernah ia menutupkan
mulutnya, mulut itu memanggil manggil nama seseorang, nama seseorang yang tidak
mungkin dilupakan ?”
“Nama Siapa ?” bertanya Sim
Pek Kun.
“Tentu saja nama dari si
pembunuh ! Nama dari sipengrusaj kampung Sim kee chung”
“Si... siapa... siapakah orang
itu ?” bertanya Sim Pek Kun dengan tubuh gemetar.
Siapa pembunuhnya ? siapa yang
membakar kampung Sim kee chung ? nama ini penting sekali, Sim Pek Kun wajib
membikin tuntutan, ia harus mengetahui, siapa yang begitu jahat, menghancurkan
kampung lahamannya.
Dengan sikap yang sangat
dingin, Lie Ban Tong berkata :
“Hujin tidak percaya kepada
kami berdua, bila nama pembunuh ini keluar dari mulut kami, toch percuma saja
bukan ?”
Liong It San meneruskan
pembicaraan sang kawan katanya :
“Ada lebih baik hujin
berkunjung keperahu itu, langsung mengajukan pertanyaa kepada orang yang
bersangkutan.
Suara sipendekar kilat tetap
perlahan, tapi sangat jelas.
“Tapi... " Sim PEk Kun
menghela napas, “Bagimana aku bisa menyusahkan kalian ?”
“Hun !” Lie Ban Tong
menyelipkan sepasang senjata Lui-kong ciok, menoleh dan menuju kearah kereta,
tangannya ditempelkan kepada dinding kereta itu, brak... membarengi suara jeritan
kuda yang melengking panjang, papan papan kereta itu terbongkar, ia membongkar
dengan paksa dengan paksa, mengambil selembar diantaranya.
Kuda yang tersentak kaget itu
hendak melarikan diri, tapi kekuatan Lie Ban Tong memang sangat mengejutkan. Betapa
kuatpun keempat kaki kuda itu berketoprakan, tidak mungkin bisa melepaskan tali
tali pengikat, Lie Ban Tong menekannya kebawah, demikian menenangkan kuda
tersebut. Sesudah berhasil menguasai situasi itu, dengan selembar papan
ditangan, Lie Ban Tong berjalan balik.
Adanya kekuatan yang seperti
raksasa ini sangat mengejutkan si pelayan rumah penginapan, ia menjulurkan
lidahnya, tanpa bisa ditarik kembali, tubuh Lie Ban Tong begitu kurus kecil,
wajahnya begitu pucat pasi, tapi sungguh diluar dugaan, tenaganya hebat sekali.
Sim Pek Kun juga terkejut.
Tenaga Lie Ban Tong adalah
tenaga raksasa, bilamana Lie Ban Tong atau Liong It San adalah orang-orang
jahat, bagaimana ia bisa mengelakkan diri ? Ah...... ia terlalu banyak curiga.
Bilamana kedua orang itu bermaksud jahat, seolah-olah memitas semut saja,
seperti membalikkan tangan saja mudahnya, mana mungkin ia bisa melarikan diri ?
Lie Ban Tong sudah mengambil
papan kereta, ia berjalan balik, diletakkan ditanah dan berkata kepada Sim Pek
Kun :
“Hujin, anggap saja sebagai
tandu, biar kami berdua yang menggotong.”
Sim Pek Kun berhasil meredakan
kecurigaan, ia naik keatas papan, digotong oleh Lie Ban Tong dan Liong It San,
diangkut kearah perahu ditepi telaga Tay beng-ouw.
Sim Pek Kun merasa menyesal
kepada diri sendiri yang telah memperlakukan sepasang pendekar guntur dan kilat
dari telaga Tay-ouw secara tidak layak, ia menganggap dirinya penuh curiga,
malu kepada diri sendiri, ternyata dua orang itu betul-betul bersifat pendekar,
berjiwa ksatria.
Sim Pek Kun telah ditandu
kearah perahu. Perahu itu tidak terlalu besar. Perahu biasa yang digunakan
untuk pesiar.
Perabot didalam perahu juga
serba bersih, di kanan dan kiri kedua tepi, terdapat tempat duduk yang empuk,
kini diatas tempat duduk itu masing-masing terbaring seorang, yang dikiri
wajahnya pucat pasi, masih mengerang-erang sakit, tubuhnya tertutup oleh
selembar selimut sutra. Sim Pek Kun tidak bisa melihat pasti hal yang
menyebabkan luka jago ini. Inilah salah satu dari keempat pendekar Lu Tong Su
Gie, orang yang menduduki urutan kedua Sim Thian Ciok.
Yang berbaring disebelah kanan
lebih pucat lagi, matanya terpentang lebar, hitamnya melotot keatas penutup
perahu, mulutnya mengoceh terus menerus :
“Siauw Cap it long...... kau
kejam...... Siauw Cap it long...... kau kejam......”
Inilah Sin Thian Tiok. Hanya
kata-kata ini yang diulang pulang pergi. Ia melepaskan kebenciannya, dengan
hawa penuh rasa takut.
Sim Pek Kun duduk disana,
sekali lagi didengar, sekali lagi didengar dan seterusnya.
“Siauw Cap it long.” Demikian
Sim Pek Kun mengertek gigi. “Aku tidak bisa melepas dendam ini.”
Suaranya membuat irama lagu
dendam kesumat dengan gumaman suara Sim Thian Tiok yang masih terus menerus
melagukan suara SIAUW CAP IT LONG, KAU KEJAM.
Sim Thian Tiok adalah seorang
yang menyaksikan musnahnya kampung Sim kee chung, ia menderita luka, dan hanya
lagu suara SIAUW CAP IT LONG, KAU KEJAM itulah yang dikatakan bulak balik,
tentu ia telah melihat bagaimana Siauw Cap it long sedang mengganas, maka
bencinya tidak terhingga.
Benak pikiran Sim Pek Kun
dihasut oleh kebencian Siauw Cap it long kau kejam.
Pendekar guntur Lie Ban Tong
juga berkata dengan suara gemas.
“Siauw Cap it long memang
betul-betul seorang kejam. Ia anak berandal, anak perampok. Bagaimana pikiran
Hujin, bisakah kita membiarkan ia lenggang-lenggang didalam rimba persilatan ?”
Suara Lie Ban Tong memang
seperti guntur, maka ia mendapat julukan pendekar guntur dari telaga Tay ouw,
sangat keras, mengumandang memenuhi isi perahu itu, tapi semua kata-kata ini
tidak bisa memasuki telinga Sim Pek Kun. Sim Pek Kun sedang dirundung oleh
kemalangan yang tidak terhingga, kebencian yang meluap, matanya diluruskan ke
depan, dengan pikiran kosong, ia bergumam :
“Siauw Cap it long, kau kejam
! Aku tidak akan melepaskanmu.”
Lie Ban Tong dan Liong It San
saling pandang, mereka memperlihatkan senyum iblisnya, menyaksikan bagaimana
pikiran Sim Pek Kun menjadi linglung mengenang drama kemusnahannya Sim kee
chung.
Sesudah itu, Lie Ban Tong
memonyongkan mulut kearah tepian. Liong It San mengerti, tubuhnya melejit,
cepat dan gesit, ia sudah meninggalkan perahu itu. Menuju ke tempat kereta
berhenti.
Menggunakan kelengahan Sim Pek
Kun yang mencurahkan dendam kesumat, tubuh Liong It San bergerak, cepat sekali
meninggalkan perahu, beberapa saat kemudian terdengar satu jeritan panjang,
jeritan yang sangat menyeramkan.
Itulah jeritan si pelayan
rumah penginapan, jeritan itu tertahan, sesudah mana suasana sepi sunyi
kembali.
Lie Ban Tong mengerutkan alis,
ia heran, seharusnya Liong It San bergerak cepat, tidak memberi kesempatan
kepada si pelayan rumah penginapan berteriak dan memaki. Mengapa melalaikan
tugas ini ?
Sesudah itu, satu bayangan
melesat masuk, itulah bayangan Liong It San. Si pendekar kilat berhasil balik
kembali.
Satu bayangan lain menempel di
belakang bayangan Liong It San.
Pendekar guntur Lie Ban Tong
membentak :
“Siapa yang membayangi
dibelakangmu ?”
“Siapa yang bisa membayangi
aku ?” berkata Liong It San penuh kepercayaan “Mungkinkah matamu sudah lamur ?”
Liong It San mempunyai gelar
pendekar kilat dari telaga Tay-ouw, suatu bukti bahwa gerakannya sangat gesit
sekali, siapakah yang bisa menandingi gerakannya ? Ia yakin, bahwa tidak
mungkin ada orang yang bisa mengikuti tanpa diketahui, tapi dari bentakan suara
sang kawan, mau tak mau ia menoleh kebelakang, hendak dilihat, ada apakah yang
menjadikan sang kawan bertanya seperti itu ?
Apa yang dilihatnya dibelakang
Liong It San ?
Sepasang sinar mata yang
bersinar bercahaya, berkilat-kilat dan memancarkan benih kebenaran bergantung
di tempat itu !
Sepasang mata bercahaya ini
tidak jauh dari tiga tombak, menatapnya dengan wajah yang sangat dingin.
Bulu tengkuk Liong It San
bergerinding bangun, ia adalah ahli ilmu meringankan tubuh kelas satu, kali ini
bisa diikuti orang tanpa sadar, inilah satu bukti bahwa orang itu memiliki satu
kepandaian yang luar biasa.
Pendekar kilat Liong It San
sudah bisa membedakan bayangan yang membuntutinya adalah bayangan seorang
manusia.
Pendekar guntur Lie Ban Tong
juga mengeluarkan sepasang senjata Lui-kong-ciok, ia bergeram keras :
“Siapa ? Apa maksud tujuanmu
ketempat ini ?”
Suara bentakan Lie Ban Tong
yang seperti guntur, tentu saja mengejutkan Sim Pek Kun, menyadarkan sang ratu
rimba persilatan dari lamunannya.
Didalam perahu telah bertambah
seseorang, bukan, bukan seorang, tapi dua orang. Seorang menggendong tubuh
kawannya, bukan, bukan kawannya, itulah mayat.
mayat pelayan rumah
penginapan. Jenazah si pelayan rumah penginapan yang sudah menjadi korban.
Seseorang telah datang dengan
membawa mayat si pelayan rumah penginapan !
Setelah berdamping-dampingan,
Lie Ban Tong dan Liong It San menggeretek, mereka menghadapi orang itu. Orang
yang didepan mereka adalah seorang laki-laki berambut panjang, berkumis sedikit,
pakaiannya tidak teratur, ia menggendong seseorang yang sudah mati, walau
demikian, tanpa bisa mengurangi kecepatan tubuhnya, orang itu bisa berjalan
dengan ringan, tanpa bisa disadari oleh Liong It San yang dibuntuti olehnya.
Siapakah orang ini ?
Inilah si jago berandalan,
Siauw Cap it long !
Siauw Cap it long merentangkan
sepasang sinar matanya yang besar dan tajam, ia berjalan mendekati kearah Liong
It San.
Liong It San sedang dirundung
oleh rasa takut yang tidak terhingga, ia selalu mengagulkan diri, karena ilmu
meringankan tubuhnya yang sangat mahir, bisa dibuntuti tanpa berisik. Bahkan
orang yang membuntuti itu adalah seorang yang menggendong sesosok mayat, mayat
yang baru saja dibunuh olehnya.
Lie Ban Tong sudah siap
menggerakkan Lui Kong Ciok, tiba-tiba terdengar suara bentakan Sim Pek Kun :
“Tunggu dulu ! Dia adalah
kawanku !”
Sim Pek Kun tidak mengetahui
bahwa orang yang membuntuti Liong It San ini adalah Siauw Cap it long.
Menyaksikan wajah yang sangat berkesan itu, rasa girangnya tidak kepalang.
Lie Ban Tong menghentikan
gerakannya, ia tidak berani mengambil langkah ceroboh. Rasa takutnya Liong It
San masih belum mereda, ia mundur lagi, terjatuh di kursi, duduk dengan lemas.
Siauw Cap it long menurunkan
jenazah yang digendong, perlahan-lahan diletakkan ditanah, wajahnya menatap
muka Sim Pek Kun, tanpa sekejap katapun yang keluar dari mulutnya.
Sim Pek Kun berteriak girang :
“Kau..... kau juga tiba kemari
?”
Siauw Cap it long
menganggukkan kepala. Membenarkan pertanyaan Sim Pek Kun.
“Bagaimana kau bisa membuntuti
aku tiba disini ?” bertanya lagi Sim Pek Kun.
Siauw Cap it long menyengir,
dengan suara yang sangat perlahan, ia berkata : “Aku juga tidak tahu, bagaimana
aku bisa berada ditempat ini.”
Jawaban yang sangat tidak
berkesan. Tapi penuh arti dalam.
Didalam hati Sim Pek Kun
berpikir :
“Aku memaki dirinya, aku telah
membuat ia sakit hati, tapi ia masih begitu prihatin....”
Sim Pek Kun tidak bisa
meneruskan pikiran-pikiran yang mulai melayang-layang jauh.
Rasa hangat Sim Pek Kun
terasa, ia kini bukan seorang diri. Ternyata masih ada seorang kawan yang
begitu memperhatikan dirinya.
Tertojos oleh cahaya pelita,
wajah Sim Pek Kun bersemu merah, semakin menarik. Sebagai ratu rimba
persilatan, Sim Pek Kun memang sangat cantik, sangat menarik, disaat ini ia
lebih cantik, lebih menarik lagi. Pendekar kilat Liong It San dan pendekar
guntur Lie Ban Tong saling pandang, mereka bingung menghadapi perubahan
situasi.
Didalam hati Lie Ban Tong
mencela perbuatan Liong It San, mengapa sang kawan berlaku ceroboh, membunuh
orang tanpa melihat kanan dan kiri.
Didalam hati Liong It San
sedang berdebar-debar, apa hubungannya bocah ini ? Mengapa bisa kenal kepada
seorang nyonya agung yang seperti Sim Pek Kun ? Sepintas lalu, hubungan mereka
itu bukan hubungan biasa, apakah hubungan mereka ?
Akhirnya Sim Pek Kun
mengelakkan sinar mata Siauw Cap it long, ia menundukkannya memandang lantai,
maka jelaslah terpeta, siapa mayat yang digendong datang itu, itulah si pelayan
rumah penginapan yang baik hati, pelayan rumah penginapan yang mencarikannya
kereta, pelayan penginapan yang mengantarnya pulang ke kampung Sim kee chung.
“Aaah.... siapa yang membunuh
?” Ia berteriak kaget.
Pelayan rumah penginapan
adalah tokoh kecil yang tidak mengerti sesuatu, hubungannya lepas dari rimba
persilatan, tidak ada permusuhan, tidak ada dendam, siapa yang mau membunuh
laki-laki seperti si pelayan rumah penginapan ?
Siauw Cap it long tidak membuka
mulut. Pertanyaan itu tidak perlu dijawab. Ia menoleh memandang kepada si
Pendekar Kilat Liong It San.
Mengikuti arah pandangan mata
itu, Sim Pek Kun juga memandang Liong It San.
“Kau?” ia berteriak. “Kau yang
membunuh? Mengapa kau membunuhnya? Mengapa?....”
Pendekar kilat Liong It San
terbatuk-batuk, akibat apa yang akan timbul bila rahasia ini sampai terbongkar.
Memang tugas mereka. Apa boleh buat, ia harus mengambil sikap berani, ia
berkata keras :
“Hujin kenal dengan tuan ini ?
Yah, apa boleh buat. Tapi, ia telah membikin fitnah. Bukan aku yang membunuh.”
Pendekar Kilat Liong It San
hanya pandai dalam ilmu meringankan tubuh, ilmu silatnya hanya ilmu silat
biasa, tapi mulut dan lidahnya sangat hebat.
Hal ini betul-betul
meragu-ragukan, Sim Pek Kun menoleh kembali kepada Siauw Cap it long dan
bertanya :
“Siapa yang membunuhnya ?”
Ia masih tidak mengerti, siapa
yang membunuh si pelayan rumah penginapan.
Dari sepasang sinar mata Siauw
Cap it long, cahaya itu memberi tahu, bahwa orang yang membunuh pelayan rumah
penginapan adalah si pendekar kilat Liong It San. Dan pendekar kilat Liong It
San menyangkal tuduhan itu. Ia mengatakan bahwa Siauw Cap it long telah
memfitnah dirinya.
Sebelum Siauw Cap it long
memberikan jawaban, dengan suaranya yang keras seperti guntur, Lie Ban Tong
bergeram :
“Adikku tidak membunuhnya,
adikku bukan seorang pembunuh. Sepasang pendekar Kilat dan guntur dari telaga
Tay ouw bukanlah pembunuh-pembunuh. Setiap kata dari kami boleh dipercayakan.”
Liong It San juga berkata :
“Seperti apa yang toako tahu,
kita belum pernah berbohong kepada orang, semua tokoh silat dari rimba
persilatan juga tahu. Biar saja dunia memberi penilaian.”
Lie Ban Tong berkata :
“Saudaraku tidak membunuh
pelayan itu, Siapakah yang membunuhnya? Mungkinkah Hujin tidak tahu ?”
Siauw Cap it long membiarkan
hujan-hujan fitnah, ia menunggu reaksi dan kepercayaan Sim Pek Kun
Tetapi si Ratu rimba
persilatan kurang yakin, pendiriannya mulai goyah, memandang Siauw Cap it long
dan bertanya :
“Kau yang membunuhnya?
Mengapa?”
Wajah Siauw Cap it long
berubah, lagi-lagi ia tidak mendapat kepercayaan. Apa boleh buat, kambing hitam
itu adalah permainan biasa. Fitnah itu adalah layak baginya. Ia berkata
perlahan :
“Kau lebih percaya
keterangannya, kau kira aku bisa membunuh pelayan rumah penginapan yang baik
hati ini ? Kau kira aku membikin fitnah ?”
“Aku........aku tidak tahu.”
Berkata Sim Pek Kun.
“Tentu saja kau tidak tahu.”
berkata Siauw Cap it long. “Karena kau tidak kenal kepadaku. Kau tidak percaya
kepadaku, kau belum mengetahui siapa dan bagaimana asal usulku.”
“Aku tahu....aku tahu....”
tiba-tiba terdengar satu suara orang berteriak, itulah suara Sim Thian Tiok. Ia
bangkit dari tempat duduknya, sepasang sinar matanya menunjukkan ketakutan,
seolah-olah iblis yang hendak menelan mangsa.
Hati Lie Ban Tong tergerak,
segera ia berkata :
“Kau kenal ? Kau kenal
kepadanya ? Siapakah orang ini ?”
Sim Thian Tiok mengangkat
sedikit tangannya yang gemetaran, semakin lama gemetar itu semakin keras, ia
menudingkan kearah Siauw Cap it long dan berteriak.
“Inilah si pembunuh ! Inilah
penghancur kampung Sim kee chung ! Inilah Siauw Cap it long !”
“Haaa..........”
Ternyata laki-laki yang
mempunyai sepasang sinar mata yang menarik ini adalah Siauw Cap it long ! Anak
berandal yang sangat kurang ajar ! Anak berandal yang tidak tahu aturan ! Orang
yang sering membunuh tokoh-tokoh rimba persilatan !
___
FAKTA DAN BUKTI
Selama bergaul dengan Siauw
Cap it long, belum pernah Sim Pek Kun tahu, siapa nama laki-laki itu.
Kini Sim Thian Tiok berteriak,
mengatakan bahwa laki-laki yang mempunyai sepasang sinar mata yang menarik itu
adalah Siauw Cap it long, sang Ratu rimba persilatan membelalakkan mata, ia
bertanya keras :
“Kau.......... kau yang
bernama Siauw Cap it long ?”
Siauw Cap it long mengeluarkan
helaan napas panjang, mengeluarkan semua rasa sesal didalam hatinya, ia
menganggukkan kepala, berkata perlahan :
“Ya. Aku Siauw Cap it long !”
“Kau.... kau....”
Hawa amarah Sim Pek Kun naik
mendadak, menudingkan jarinya kearah Siauw Cap it long, ia membentak :
“Kau yang bernama Siauw Cap it
long ? Kau yang membunuh orang ? Kau yang menghancurkan kampung Sim kee chung
?”
Siauw Cap it long
menggoyang-goyangkan kepala.
“Tidak.”
“Kau tidak membunuh orang ?”
bertanya Sim Pek Kun.
“Bukan mengatakan bahwa aku
belum pernah membunuh orang.” berkata Siauw Cap it long. “Aku pernah membunuh
orang. Tapi bukan ini yang dibunuh olehku.”
Tiba-tiba Sim Thian Tiok
menjerit :
“Luka ditubuhku ini adalah
hadiah pemberiannya, ia yang membacok. Sim Thay hujin juga mati dibawah
tangannya. Huh...... golok yang ada padanya itu adalah golok yang melukai kami.
Itulah golok pembunuhnya !”
Tiba-tiba Sim Pek Kun
berteriak, mengeluarkan pisau belati, ditarik dan ditusukkan kebadan Siaw Cap
It Long.
Kejadian tadi sungguh
sangat-sangat mengherankan. Siaw Cap It Long tidak menghindarkan dari tusukan
pisau, entah disengaja, entah tidak disengaja, ia membiarkan dirinya tertusuk.
Tetapi tusukan pisau sangat
dingin sekali.
Siaw Cap It Long merasakan
dinginnya tusukan pisau itu, menembus kulitnya, melukai dagingnya, menyerempet
tulang didalam.
Tusukan ini seperti telah
menghancurkan dirinya, ia diam tidak bergerak, diam mematung disitu,
seolah-olah menjadi seorang manusia besi.
Sim Pek Kun juga terbelalak,
ia kurang percaya, bahwa tusukannya tadi betul-betul telah melukai Siaw Cap It
Long.
Ia telah menyaksikan, betapa
hebatnya ilmu kepandaian Siaw Cap It Long, dengan menyentil ujung jarinya saja,
Siaw Cap It Long bisa memukul jatuh pisau itu. Pisau tersebut bisa
diterbangkan, hingga bisa lenyap dari pandangan mata.
Maka, ia telah menusukkannya,
menusukkan dalam keadaan amarah meluap-luap. Ia tidak percaya, bahwa tusukan
itu bisa mengenai Siaw Cap It Long.
Tapi tusukan Sim Pek Kun
betul-betul telah mengenai Siaw Cap It Long ! mengapa ia tidak menangkis ?
mengapa ia tidak mengelakkan dirinya ?
Siaw Cap It Long masih
berdiri. Diam. Tidak berteriak. Seperti sebuah patung besi.
Sepasang sinar mata Siaw cap
It Long yang bersinar terang itu tidak memperlihatkan kemarahan, tapi penuh
penyesalan, penuh rasa sakit, sakit diluka dan sakit dihati.
Belum pernah Sim pek Kun
melihat sinar mata seperti apa yang Siaw Cap It Long perlihatkan.
Dengan satu kali tusukan, Sim
Pek Kun berhasil melukai rampok besar Siaw cap It Long.
Seharusnya ia bertepuk tangan
gembira.
Tapi kenyataan tidak,
hatinyapun sakit. Ia tidak tahu, adalah perbuatan itu sebagai satu perbuatan
yang salah ?
Pisau Siaw cap It Long masih
tertancap didada orang yang bersangkutan.
terdengar suara tertawa
berkakakan Sim Thian Tiok.
“Hua, ha, ha, ...... Siauw Cap
it long ! ternyata kau juga menemui hari yang naas.... ternyata kau juga bisa
dibunuh orang. Hayo, tusuk sekali lagi, hendak kulihat, bagaimana Siauw Cap it
long mati didepanku.”
Tangan Sim Pek Kun gemetaran.
Tangan Sim Pek Kun dirasakan
menjadi sangat lemas, mulai gemetaran.
Sim Thian Tiok berteriak
girang :
“Dia adalah orang yang telah
membunuh nenekmu, hayo bunuh. Tunggu apa lagi?”
Sim Pek Kun mengertek gigi,
menarik tangannya, mencabut pisau belati.
Darah muncrat bersemburan,
membuat seluruh baju Sim Pek Kun menjadi merah.
Tubuh Siauw Cap it long tetap
kaku, dagingnya seperti beku, ia masih diam seperti patung ditempat itu.
Hanya sepasang biji matanya
saja yang berputar, memandang kearah Sim Pek Kun, dengan rasa penuh kekecewaan.
Mengapa ia tidak mau
mengelakkan serangan itu? Mengapa ia tidak mau menyingkirkan diri dari serangan
itu? Mengapa ia rela mati dibawah tangan Sim Pek Kun?
Tangan Sim Pek Kun semakin
lemas, gemetarannya semakin keras, air matanya bercucuran tusukan kedua tidak
bisa digerakkan; biar bagaimanapun Siauw Cap it long itu telah menanam budi
yang terlalu besar. Tidak bisa ia membalas air susu dengan air tuba.
Tusukan berikutnya tidak bisa
disambung. Sim Pek Kun tidak bisa mematikan orang yang telah berulang kali
membantu dirinya.
Tiba-tiba terdengar suara
teriakan Lie Ban Tong :
“Hujin tidak tega membunuhnya?
Biar aku saja!”
Bersamaan dengan suara Lie Ban
Tong kedua tangannya digerakkan, kedua senjata Lui Kong Ciok menyerang kearah
dada Siauw Cap it long.
Serangan Lie Ban Tong sangat
dahsyat sekali.
Sepasang mata Siauw Cap it
long ditujukan kepada Sim Pek Kun, ia tidak menengok dan memperhatikan adanya
serangan Lie Ban Tong, walaupun demikian, seolah-olah memiliki mata dibelakang
, tangannya digerakkan menampar kearah pipi si pendekar guntur.
Gerakan tangan Siauw Cap it
long adalah gerakan biasa, tidak istimewa. Tapi tak bisa dielakkan oleh Lie Ban
Tong. Plak..... hidungnya kena tamparan, Buk..... tubuhnya terpental
kebelakang, Braak.... memecahkan jendela perahu pesiar itu.
Jendela yang terkena tubuh Lie
Ban Tong tidak bisa menahan berat orang itu pecah, meluncur terus tubuh Lie Ban
Tong, terdengar lagi Plung...... Lie Ban Tong jatuh kedalam air.
Wajah Liong It San menjadi
pucat, ia terpatung ditempatnya.
Sim Thian Tiok juga
mengatupkan mulutnya, ia tidak bisa berteriak lagi.
Betapa hebatnya Siauw Cap it
long, semua orang bisa mengira-ngira, tapi kenyataan itu lebih hebat lagi,
hanya sebuah tamparan tangan saja, Siauw Cap it long bisa mengelakkan serangan
Lui kong ciok si pendekar guntur, menampar pipi jago itu, menerbangkan
tubuhnya, menceburkan kedalam telaga.
Didalam hati Sim Pek Kun
semakin kalut, ia berpikir :
“Didalam keadaan luka yang
begitu berat ia bisa memukul orang tanpa bisa dielakkan. Mengapa ia tidak mau
mengelakkan tusukanku ? Mengapa...?”
Si Nyonya agung menoleh lagi,
menatap wajah Siauw Cap it long. Wajah itu masih seperti sedia kala, membeku
ditempatnya.
Sim Pek Kun masih berpikir :
“Bila betul orang ini yang
menghancurkan kampung Sim kee chung ? Mengapa ia tidak mau membunuhku ? Mengapa
?”
Sedari munculnya Sim Pek Kun
didalam perahu besar itu, Sim Thian Tiok selalu terbaring dengan selimut, ini
waktu tiba-tiba bangkit bangun, molos keluar dari lobang selimutnya,
gerakkannya gesit dan cepat, tidak ada tanda-tanda bahwa ia menderita luka,
jauh berbeda dengan keadaan yang diperlihatkan kepada Sim Pek Kun, bahwa ia itu
betul-betul luka parah, terluka oleh karena penyergapan yang terjadi atas
kampung Sim kee chung.
Sepasang mata Sim Thian Tiok
berkilat-kilat, dengan kebencian meluap-luap, melototkan Siauw Cap it long.
Sim Pek Kun yang menyaksikan
adanya dendam kemarahan dari Sim Thian Tiok berteriak :
“Awas !”
Ia telah bisa mengira-ngira,
terjadinya persoalan ini bukan jalan yang lurus, masih berliku-liku dan banyak
problem yang tidak diketahui olehnya.
Teriakan Sim Pek Kun itu
terlambat, Sim Thian Tiok sudah mengeluarkan sebilah pisau, tubuhnya mencelat
tinggi, pisau tadi diarahkan keleher Siauw Cap it long !
Liong It San menyeret tombak
yang dibaringkan tidak jauh dipojok kursi, tangan kirinya menarik keluar pedang
lemas yang terikat diluar, ia menggunakan dua macam senjata panjang, dengan
tangan kanan memegang tombak, tangan kiri menjaga diri dengan pedang lemasnya.
Inilah ilmu kepandaian istimewa, yang satu keras, yang satu lemas. Sulit untuk
mempermainkan kedua macam senjata yang tidak sama ini. Pedang panjang itu
ditusukkan ke iga Siauw Cap it long, dan pedang lemas disamping diputar,
maksudnya untuk menjaga diri, agar tidak mendapat serangan balasan dari musuh.
Senjata seseorang mempunyai
hubungan baik dengan kepribadian orang yang memiliki senjata itu. Tubuh Liong
It San tinggi besar, tapi nyalinya sangat kecil, ia seorang penakut.
Liong It San mendapat julukan
pendekar kilat dari telaga Tay ouw, untuk meyakinkan ilmu kepandaian
meringankan tubuhnya hebat, ilmu lari yang tercepat, tentu saja dengan maksud
agar ia bisa lari didepan orang, siapa yang bisa menandingi kecepatan larinya ?
Senjata yang digunakan oleh
Liong It San juga sangat panjang, panjang tombak ditujukan untuk menyerang orang,
pedang lemas spesial untuk menjaga diri sendiri. Sengaja ia mengambil jarak
jauh, bilamana penyerangan itu gagal, lebih mudah melarikan diri.
Disana, merosot turun dari
pembaringan bale-bale perahu, Sim Thian Tiok telah berguling ditanah, lengannya
tersebar, delapan bintik yang bercahaya terang, dengan membawa desingan suara
keras, menyerang Siauw Cap it long.
Gerakan Liong It San, Sim
Thian Tiok, dan Sim Thian Ciok terjadi didalam waktu yang sangat bersamaan.
Darah Siauw Cap it long masih
mengucur keluar dari bekas luka tusukan, tangan Sim Pek Kun yang memegang pisau
masih tidak jauh dari tempatnya, dikiri ada serangan Sim Thian Tiok, dan dibelakang
ada serangan Sim Thian Ciok.
Ia terancam dari empat penjuru
Semua jalan keluar untuk
mengelakkan diri memang tidak ada lagi. Siauw Cap it long masih berdiri tegak
ditempatnya, matanya seperti mata seorang linglung, kurang ingatan, tertuju ke
arah si ratu rimba persilatan Sim Pek Kun.
secepat itu pula tangan Sim
Pek Kun bergerak, tapi tidak diarahkan kepada Siaw Cap It Long, ia meukul golok
Sim Thian Tiok.
Bila dipikirkan masak-masak,
sim Pek Kun pribadipun tidak dimengerti, mengapa ia harus membela siperampok
besar Siaw cap It Long.
gerakan Sim Pek Kun terlalu
cepat, badannya sangat lemah, begitu pisau itu diajukan tubuhnya terjengkang
jatuh.
Pembelaan ini adalah akibat
yang besar, sepasang sinar mata Siaw Cap It Long yang sudah meredup, tiba-tina
hidup kembali, bersinar melebihi cahaya bintang.
Bledak .......... tubuh Sim
Pek Kun jatuh digeladak perahu.
Menyambung suara itu terdengar
suara pletak bug, aduh.....Sim Thian Tiok, Sim Thian ciok, Liong It Sian sudah
bergelimpangan.
Begitu cepat gerakan Siaw Cap
It Long, tiba-tiba tangan kanannya menjulur keluar mencenkeram Sim Thian Tiok,
sesudah itu pletak, ia mematahkan lengan orang yang berpura-pura menderita
parah itu.
Tombak Liong It San yang
panjang menyerang datang, tapi terjepit diantara sela-sela ketiaknya, darisana
menyembur keluar tenaga yang tidak terlihat, memakan dirinya maju kedepan.
Dengan demikian, Siaw Cap It
Long telah menyeret Liong It san kebelakang, ia menjadikan Liong It San sebagai
tameng hidup, serangan senjata rahasia Sim Thian ciok, tertuju kearah Liong It
San.
Sim Thian Ciok berteriak
kaget. Tubuhnya mencelat bangun, disaat itu pula terdengar suara ciat......Siaw
Cap It Long mengangkat tangan, menyeret tombak panjang Liong It San diarahkan
kepadanya.
Terdengar suara
aduh...............tubuh Sim Thian Ciok menjadi korban penyerangan tombak
kaeannya.
Disaat yang sama. Liong It San
juga tidak berdaya menghindarkan senjata rahasia Sim Thian Ciok, tujuh biji
besi telah bersarang ditubuhnya, ia berteriak, ia menghembuskan nafasnya yang
penghabisan.
Disana hanya seorang Sim Thian
Tiok yang memegang tangan kanannya yang patah, ia merintih-rintih dilantai.
Siaw Cap It Long masih berdiri
ditempat kedudukannya semula. Kedua langkah kakinya tidak bergeser satu
sentipun.
Siaw cap It Long adalah
manusia luar biasa, tusukan Sim Pek Kun itu telah mengenai bagian yang parah,
darisana masih keluar darah. Walau demikian, ia masih berdiri tegak.
Siaw cap It Long
mempertahankan mempertahankan keadaannya yang seperti itu, hingga merobohkan
ketiga penyerangnya. Ia heran dan tidak mengerti mengapa Sim Pek Kun begitu
benci kepadanya. Mengapa Sim Pek Kun kurang yakin kepada bantuan yang telah
diberikan kepadanya ?
Sesudah merobohkan musuh-musuh
itu, mengetahui keadaannya yang tidak berbahaya lagi, ia tidak bisa
mempertahankan diri, tubuhnya mulai oleng miring dan jatuh kearah meja.
TETAP DIBAYANGI
Disaat Siaw Cap It Long roboh
kearah meja, terdengar satu suara tertawa :
“ha..ha.........bagus ! memang
ilmu kepandaian hebat, terima lagi seranganku, betul-betul aku akan takluk
kepadamu.”
Inilah suara sipendekar guntur
Lie Ban tong.
“Hut....” dari luar jendela
melayang masuk bayangan Lie Ban Tong, sekujur tubuhnya basah kuyub, kedua
tangannya memegang sepasang senjata Lui Kong Ciok, dihantamkan kearah batok
kepala Siaw cap It Long.
Siaw Cap It Long telah
kehabisan tenaga, ia besandar kepada meja. Tidak mungkin dapat mengelakkan
datangnya serangan itu.
Sim Pek Kun menjadi kaget, ia
melemparkan pisau kearah Sia Cap It Long,
“terima senjata ini,” ia
berkata, dengan maksud memberi senjata, agar Siaw Cap It Long bisa membikin
perlawanan senjata.
Siaw Cap It Long menyambuti
datangnya operan senjata, dengan sekuat tenaga ia membalikkan dan ditusukkan
kearah Lie Ban Tong.
Lie Ban Tong seperti orang
nekad, tidak mengelakkan adanya serangan pisau itu. Bleg....pisau tersebut
masuk kedalam dada ambles hingga gagang-gagangnya.
Lie ban Tong mati didalam
tusukan Siaw Cap It Long. Yang aneh, Lie Ban Tong tidak menjerit. Ia masih menerkam
dengan galak, sepasang Lie kong ciok diketukkan kearah Siaw Cap It long.
Mungkin Lie Ban Tong kebal
mati ? Siaw Cap it Long menjadi kaget sekali, pundaknya dan punggungnya terkena
keprukan senjata Lie kong ciok, tubuhnya menjadi kesemutan, menggeloso jatuh.
Betapa kuatpun Siaw Cap It
Long, ditusuk, dipukul, dan dijadikan bulan-bulanan oleh orang-orang itu,
akhirnya ia meloso jatuh dilantai perahu, ia tidak bisa bangun kembali. Tidak
bisa merambat naik kemeja yang ada disebelahnya.
Dengan masih ada kejadian
aneh, tubuh Lie Ban Tong yang sudah tertembus pisau itu, bergelantungan,
sekujur badannya basah kuyub, darah mengalir dari bagian depan dadanya, toh
tubuh itu bergantung-gantungan, melayang pulang pergi.
“Nah,” katanya “Siaw Cap It
Long ! kau akan mati.”
Lie Ban Tong mengucapkan
kata-kata yang seperti ini, tapi mulutnya kaku, dan tidak bergerak.
Terjadinya
pertempuran-pertempuran didalam perahu itu telah mengucar-ngacirkan perabot,
tiga pelita telah jatuh padam hanya ada sebuah pelita pojok jauh, memancarkan
sinar yang kelap-kelip suram. Dari penerangan cahaya itu, bisa menyaksikan
keadaan Lie Ban Tong wajahnya berkerinyut menyeramkan, itulah bukan wajah orang
hidup, itulah wajah orang yang mati penasaran.
Siaw Cap It Long masih bisa
menguasai diri, ia menatap wajah Lie Ban Tong itu.
Sim Pek Kun menjerit, ia tidak
percaya, didalam dunia itu ada seseorang yang tidak bisa mati.
Terdengar lagi suara Lie Ban
Tong : “Siaw cap It Long ! mengapa kau masih belum mau mati ? hayo, matilah !”
Wajah Lie ban Tong telah
membeku, mulutnya begitu rapat, sepasang matanya melotot keluar, seperti mata
ikan maskoki yang mau jatuh, tapi ia masih bisa bersuara, entah dari mana suara
itu ?
Siaw Cap It Long
mempertahankan genggamannya, ia masih tidak mau mati, untuk menimpali tantangan
tadi, ia berkata :
“Aku tidak bisa mati.”
Tiba-tiba.......
Terdengar satu suara yang
nyaring dan merdu, suara itu adalah suara seorang gadis, membisingkan seluruh
isi perahu.
Lie Ban Tong yang suaranya
begitu keras tiba-tiba terjadi perubahan, hal ini sangat mengejutkan, membuat
seluruh bulu-bulu roma bangun berdiri.
Siaw Cap It Long mengeluarkan
keluhan nafas panjang, ia tahu siapa yang memegang peranan dibelakang mayat Lie
Ban Tong itu. Dengan menyengir sedih ia berkata :
“Kau ! lagi-lagi kau yang
memegang peranan ini !”
Belum selesai kata-kata Siaw Cap
It Long tubuh Lie Ban Tong meloso jatuh.
Kini tersingkaplah tabir
permainan sandiwara, siapa yang memegang peranan dibelakang Lie Ban Tong.
Disana berdiri gadis cantik, itulah Siaw kongcu
Suara tertawa cekikian tadi
adalah suara Siaw Kongcu.
Siaw kongcu berdiri disana,
memandang Siaw Cap It Long, dan menoleh kearah Sim Pek Kun.
Kulitnya begitu alus, seperti
tidak tahan ditowel, tertawanya begitu manis, tapi ia mempunyai hati yang lebih
jahat dari ular berbisa.
Bertemu Siaw kongcu, seolah-olah
bertemu dengan iblis jejadian hidup.
Sim Pek Kun takut setengah
mati.
Ternyata Lie Ban Tong yang
sudah mati itu dijinjing oleh Siaw kongcu, terbang pelang pergi, maka seperti
hantu yang bersliweran diatas perahu.
Terdengar suara Siaw kongcu
yang nyaring merdu.
“Ya. Aku datang kembali. Aku
tetap menjadi bayanganmu.”
Perlahan-lahan, ia mendekati
Siaw Cap It Long. Siaw Cap It Long tidak bisa bergerak lagi, karena itu dengan
rasa yang sangat puas dan bangga, Siaw kongcu mendekati lebih dekat lagi,
menjulurkan tangannya, mengusap pipi Siaw Cap It Long dengan tertawa garing ia
berkata :
“Kau adalah orang impianku.
Siang malam kurindukan. Satu haripun tidak bisa berpisah denganmu. Bagaimana
aku tidak datang kembali ?”
Suara Siaw kongcu seperti
kacang garing, seperti burung kenari, sangat merdu, lebih enak dari mendengar
suara biduan wanita yang manapun juga.
Sim Pek Kun menjerit kaget,
teriaknya :
“kau....kau juga seorang
wanita ?”
Siaw kongcu lebih sering
mengenakan pakaian pria, maka orang menyebutnya bernama Siaw kongcu yang
berarti kongcu kecil. Sim Pek Kun bertemu berulang kali dengannya, didalam
keadaan penyamaran, hanya kali ini ia membuktikan sendiri, bagaimana Siaw
kongcu menggunakan pakaian yang asli. Pakaian wanita.
Siaw kongcu menganggukkan
kepala, ia berkata :
“Baru tahu ? ha..ha......kalau
aku seorang laki, bagaimana mempunyai itu kekejaman untuk menyiksa dirimu,
hanya seorang wanita yang berlaku kejam kepada wanita. Mengertikah kau dalih
ini.”
Sim Pek Kun mendelikkan mata.
Ia tertegun dan terpaku ditempat itu. Terdengar elahan nafas panjang, Siaw
kongcu bergoyang-goyang kepala sebentar, ia berkata :
“Ratu dari rimba persilatan
Sim Pek Kun memang seorang wanita yang cantik. Sayang sekali, kau tidak
mengerti, bagaimana harus memegang peranan seorang wanita, kau kurang romantis,
mana bisa memenangkanku ?”
Menoleh kearah Siaw Cap It
Long, Siaw kongcu berkata :
“Siaw Cap It Long, mengapa kau
bisa jatuh cinta kepadanya ? Apakah kau tidak cinta kepadaku ?”
Siaw Cap It Long menyengir dan
membuka mulut dan berkata :
“Aku....”
Siaw Cap It Long tidak bisa
meneruskan kata-katanya, terasa dada begitu nyeri, itulah luka bekas tusukan
Sim Pek Kun. Butiran-butiran keringat berguguran, ia menahan rasa sakit yang
luar biasa.
“Hayo........” Siaw kongcu
menjerit kolokan.
“Kau juga sudah menderita luka
? siapa yang melukai kekasihku ? siapa yang begitu kejam melukai kekasihku ?”
Suaranya merdu sekali, bila
seseorang yang tidak pernah menyaksikan kekejaman Siaw kongcu, pasti tertarik,
pasti menduga sesuatu yang bukan-bukan, pasti menduga bahwa Siaw kongcu ini
adalah seorang yang baik hati, seorang yang romantis.
Siaw kongcu telah menggunakan
Lie Ban Tong melukai Siaw Cap It Long, toh masih dilukainya.
Siaw kongcu juga tahu, Siaw
Cap It Long telah menderita luka pertama dibawah tangan Sim Pek Kun. Sengaja ia
berolok-olok seperti itu.
Sim Pek Kun tidak bisa tergoda
kembali dengan suara keras ia berteriak :
“Aku yang telah melukainya.”
Siaw kongcu mengirim kerlingan
mata, memandang Sim Pek Kun. Ia membawa suara yang tidak percaya.
“Oow..?”
iamenggeleng-gelengkan kepala
“Tidak mungkin, tidak mungkin
terjadi. Ia sangat baik dan ia begitu sayang kepadamu. Mengapa kau melukainya ?
Dengan alasan apa kau mau membunuh ?.......Kulihat kau bukan wanita yang begitu
kejam, bukan ?”
Sim Pek Kun menggertek gigi,
ia berteriak keras :
“lain kali, bila ada
kesempatan, tetap aku hendak membunuhnya”
“eh, mengapa ?” bertanya Siaw
kongcu.
Wajah Sim Pek Kun menjadi
keras, sepasang matanya merah membara, dengan gemetaran ia berkata :
“Dendamnya begitu besar,
bagaimana aku,.....”
“Ouw.....kalian mempunyai
dendaman ? siapa yang memberi tahu ?” bertanya Siaw kongcu.
Dengan dingin Sim Pek Kun
menjawab pertanyaan itu :
“Empat pendekar Lu Tong Su
Gie, sepasang pendekar kilat dan guntur dari Tay Ouw dan lain-lainnya, mereka
adalah saksi-saksi.”
Siaw kongcu menghela nafas, ia
berkata :
“Siaw Cap It Long telah
menolongmu sehingga berulang kali. Tapi kau tidak percaya kepada dirinya. kau
lebih percaya obrolan orang-orang itu.”
“Tapi....tapi....” Sim Pek Kun
kehabisan bahan berdebat.
“Ia telah mengaku bahwa dialah
Siaw Cap It Long.”
“Ya.” berkata Siaw kongcu .
“Inilah Siaw Cap It Long !
jago berandalan luar biasa, orang menyebutnya sebagai penjahat besar. Kepala
rampok. Tapi orang yang telah membakar kampungmu,orang yang telah merusak
rumahmu,orang yang membunuh nenekmu bukanlah Siaw Cap It Long ini.”
Sim Pek Kun tertegun, menoleh
kearah Siaw kongcu dan berkata :
“Siapa ?”
“Tentu saja aku.” berkata Siaw
kongcu tertawa.
“Kecuali aku, Siaw kongcu,
siapa lagi yang bisa melakukan perbuatan-perbuatan luar biasa ?”
Sekujur badan Sim Pek Kun
gemetaran, marah, kesal, penasaran, dan aneka ribu macam perasaan lainnya.
Siaw kongcu berkata :
“Empat pendekar Lu Tong Su
Gie, sepasang pendekar kilat dan guntur dari Tay Ouw dan lain-lainnya, mereka
adalah orang-orang yang sudah kubeli. Sengaja kuatur tipu siasat yang seperti
ini, sengaja menjerumuskan dirimu kedalam kenistaan, sengaja membuat hatimu
benci kepada Siaw Cap It Long, kukira obrolan mereka pasti tidak bisa masuk
kedalam telingamu, karena Siaw Cap It Long begitu baik. Mana aku tahu, bahwa
kau lebih percaya kepada cecunguk-cecunguk itu, aku tahu, kau tidak
bodoh,mengapa begitu pikun ?”
Seperti jarum-jarum yang
sangat tajam, sepatah demi sepatah kata-kata Siaw kongcu itu menusuk kedalam
lubuk hati si ratu rimba persilatan Sim Pek Kun.
Kini sadarlah dirinya,
kesalahan apa yang telah dilakukan olehnya.
Dimisalkan, kata-kata ini bila
keluar dari mulut Siaw Cap It Long, mungkin ia tidak percaya. Tapi keluar dari
mulut Siaw kongcu, tidak bisa tidak percaya.
Dihubungkan kejadian-kejadian
lama dengan apa yang telah diketahui, ternyata Sim Thian Ciok tidak terluka,
terbukti, sesudah mengetahui Siaw Cap It Long tidak berdaya jago itu molos
keluar dari balik selimutnya, menyerang secara ganas.
Ternyata betul-betul
sipendekar pedang kilat dari Tay Ouw telah membunuh pelayan rumah penginapan
itu. Inilah orang yang dipercayakan olehnya, seorang kecil yang baik hati.
“Oh....” Sim Pek Kun mengeluh.
Sim Pek Kun menyesal atas
perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan, menyesal atas perbuatan yang telah
dilakukan kepada Siaw Cap It Long.
Sim Pek Kun pernah berjanji
kepada diri sendiri, ia tidak mudah diojok-ojok orang, ia telah berjanji, ia
akan lebih percaya kepada Siaw Cap It Long,ia akan percaya kepada laki-laki
yang mempunyai sepasang sinar mata terang itu.
Dahulu, Sim PekKun belum tahu,
siapa itu laki-laki yang berulang kali menolong dirinya.
Ternyata Siaw Cap It Long yang
menolong dirinya. Siaw Cap It Long yang dikatakan oleh banyak orang sebagai
kepala rampok, sebagai bajingan besar. Apa yang tersebar luas diantara rimba
persilatan itu adalah suatu kebohongan. Siaw Cap It Long yang ditemukan
bukanlah Siaw Cap It Long dalam cerita.
Terbayang kembali sepasang
sinar mata Siaw Cap It Long yang redup, Siaw Cap It Long sangat bersedih hati
atas reaksi yang diterimanya. Siaw cap It Long bersedih karena Sim Pek Kun
tidak mempercayainya.
Ya! Sim Pek Kun terlalu mudah
ditipu orang. Terlalu percaya kepada fakta buatan. Akhirnya ia telah
menjerumuskan diri sendiri kedalam penyesalan.
Ingin sekali Sim Pek Kun
meremas-remas diri sendiri, ingin sekali ia bisa mati segera untuk menebus
dosa-dosanya.
Siaw kongcu memperhatikan
sesuatu diwajah si ratu rimba persilatan Sim Pek Kun, ia memperhatikan
gerak-gerik Sim Pek Kun, apa yang Sim pek Kun rasakan itu bisa dimaklumi oleh
Siaw kongcu, kini Siaw kongcu berkata :
“Tentunya kau ingin mati
segera, bukan ? Sayang ?....Tidak bisa....!...Mengambil perumpamaan, kau bunuh
diri, kau mati. bagaimana kau bisa membalasbudi-budinya yang telah dilepas
kepadamu ? Dimisalkan kau tidak ada SIaw Cap It Long, berapa kalikah kau sudah
mati ?”
Sim Pek Kun mengucurkan air
mata, sangat sedih sekali, ia menyesal. Apa bisa dikata, segala sesuatu sudah
terjadi, menyesalpun tiada guna.
“Bunuhlah!...Bunuhlah aku!” ia
berteriak.
Siaw kongcu menganggukkan
kepala,
“Sebelumnya,aku ada niatan
untuk membunuhmu, tapi.....sekarang, aku mangganti maksuditu, aku menghapuskan
rencana semula.”
“.......Mengapa,” Sim Pek Kun
bertanya sedih.
Siaw kongcu berkata :
“Aku lebih suka melihat kau
hidup, lebih suka bagaimana kau hidup sengsara, bagaimana kau hidup tersiksa,
bagaimana kau hidup penuh penderitaan.”
“kau....kau kejam.” SimPek Kun
menggertekgigi.
“Aku masih suka kepadamu.”
berkata Siaw kongcu.
Tiba-tiba Siaw Cap It Long
turut menyahut pembicaraan diantara dua wanita itu. Ia berkata :
“Tapi aku sudah tidak suka
kepadanya. Aku benci, kepada seorang manusia yang tidak mengenal budi aku benci
sekali.”
“Kau benci kepadanya ?”
bertanya Siaw kongcu tertawa.
“Usirlah dia” berkata Siaw Cap
It Long menahan rasa sakit yang tidak terhingga. Lukanya sangat parah sekali.
Hati Sim Pek Kun dirasakan
semakin lebih sedih.Ia mengerti apa maksud tujuan Siaw Cap It Long, bila mana
Siaw kongcu mau mengikuti anjurannya, mengusirnya pergi, itulah satu
keringanan. Ia akan bebas dari siksaan Siaw kongcu yang kejam.
“Biar bagaimana jahat
kuperlakukannya tetap ia berusaha menolong diriku.” berkata Sim Pek Kun didalam
hati.
“Aku telah memakinya,
memukulnya, melukainya, dan hampir saja membunuhnya. Tapi ia tidak menanam rasa
sakit hati ini.”
Bagian 7 Selesai