Anak Berandalan Bagian 07

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Berandalan Bagian 7
Anak Berandalan Bagian 7

RODA-RODA kereta bergelinding sangat cepat.

Derap langkah kaki Siauw Tjap-it Long lebih cepat lagi, dia membayangi adanya kereta di depan itu.

Kereta dan bayangan itu meluncur kearah kampung Sim Kee Chung yang sudah hancur menjadi puing.

Keritannya roda-roda kereta membawakan irama lagu yang mengalun.

Terayun oleh goyangan kereta, terserang oleh daya letih yang terus menerus, Sim Pek Kun tertidur.

Ia bermimpi, ada sepasang sinar mata yang besar, dengan biji hitamnya yang bersinar menatap tajam, tiba-tiba wajah itu menangis, kemudian tertawa, ia benci kepada wajah itu, ia sangat benci kepada tertawa Siauw Cap-it long, seolah-olah pisau belati yang tajam merobek-robek dadanya.

Dari sakit hati, Sim Pek Kun berubah menjadi marah, ia membacok, orang itu tidak mengelakkan, mengenai perutnya, isi perut itu terkoyak-koyak.

Tiba-tiba terjadi perobahan, orang itu adalah suaminya sendiri, Lian Seng Pek.

Darah membanjiri tempat itu, mengalir terus-menerus, tidak berhenti, semakin lama semakin banyak. Kini menganak sungai, menjadi lautan darah, perlahan-lahan memendamkan lututnya hingga perut, sehingga leher, akhirnya mulai kehidung, terus meningkat kearah mata.

Sim Pek Kun hendak menjerit, tapi tidak bisa mengeluarkan suara.

Tubuhnya gemetaran, mengejang keras.

Sayup-sayup seperti terdengar suara orang berbicara, semakin lama semakin dekat, dan tiba-tiba ditelinganya.

Sim Pek Kun sadar dari impian buruk.

Kereta pun sudah terhenti, pintu bisa terbuka, angin dingin bertiup masuk menggigilkan dirinya.

Sim Pek Kun menggigil dingin karena adanya serangan angin itu.

Si pelayan rumah makan sudah menghentikan kereta, berdiri didepan Sim Pek Kun, dengan wajah yang penuh iba, ia berkata.

“Nona sudah bangun? Kampung Sim kee Chung sudah berada didepan.”

Sim Pek Kun menatap wajah pelayan rumah yang baik hati itu, ia masih belum bisa menyelami arti kata-kata darinya, kepalanya dirasakan sangat berat, berat sekali, sulit untuk didongakkan.

Kampung Sim Kee Chung telah berada didepan mata! Ia telah kembali ke rumahnya.

Sim Pek KUn hampir tidak percaya pada kenyataan.

Dengan mulut berkemak-kemik, sipelayan rumah penginapan itu berkata lagi:

“Inilah Sim Kee Chung. Tapi............. ada lebih baik nona tidak turun dari kereta.”

Sim Pek Kun tertawa.

“Nona tidak mau turun dari kereta?”

Sim Pek Kun memperlihatkan wajah bangga, dengan keras ia berkata:

“Tentu saja aku turun dari kereta. Sudah tiba dirumah. Mengapa tidak turun dari kereta?”

Teringat kepada rumahnya, teringat kepada kampung halamannya, Sim Pek Kun tidak ragu-ragu lagi, berusaha membebaskan diri dari belengguan sang penyakit, menggerakan kaki, daging berat itu digusur keluar kereta. Hampir saja ia jatuh terjerembab.

Pelayan penginapan cepat-cepat memegangnya, agar si nona tidak terjatuh, dengan menghela napas ia berkata:

“Ada lebih baik nona tidak turun dari kereta.”

“Mengapa tidak turun?” Sim Pek Kun tertawa. “Mungkinkah hendak menyeret aku dikendaraan, membiarkan kereta masuk hingga ke rumah?”

Tiba-tiba, suara tertawa Sim Pek Kun terhenti manakala ia telah menyaksikan kampung Sim Kee Chung yang telah berada didepan matanya. Aapa yang terbentang didepan mata? Hanya puing-puing kayu yang menghangus. Seluruh tubuhnya menjadi kejang, seperti patung.

Terkenang kembali kejadian lama, kabut terlalu tebal meliputi telaga Tay Beng Ouw.

Telaga Tay beng ouw adalah telaga indah, air jernih dan bening, tidak peduli disiang hari, walaupun dimalam hari, apalagi diwaktu ada kabut putih, kecantikan telaga itu tidak pernah luntur.

Kamar tempat tinggal Sim Pek Kun dibangun ditepian telaga Tay beng ouw, setiap kali ia membuka jendela, maka pemandangan indah itu meresap dan berdarah daging di dalam kesannya.

Belum pernah Sim Pek Kun lupa kepada pemandangan yang indah itu, sesudah ia menikah dengan Lian Seng Pek, masih belum juga Sim Pek Kun kembali ke kampung halamannya. Ia menempati tempat yang lama, mengenang keindahan-keindahan dimasa mudanya.

Setiap kali Sim Pek Kun membuka jendela, maka dirinya rasa muda kembali. Menjadi anak-anak seperti dulu kala.

Sekarang, apa yang bisa disaksikan oleh Sim Pek Kun.

Bangunan indah dan megah sudah lenyap sama sekali. Hanya kayu-kayu yang sudah menjadi hitam bersilangan dan saling tumpuk.

Kampung Sim Kee Chung sudah dihancurkan rata dengan bumi.

Pintu depan yang terbuat kokoh dan kekar lambang kejayaan dari keluarga Sim, kini tidak tampak kembali

Hati Sim Pek Kun seperti tenggelam, seperti tenggelam kedasar telaga maut.

Siapa yang membakarnya? Siapa yang menghancurkan kampung Sim Kee Chung? Kemana kepergiannya orang-orang Sim kee chung itu?

Sim Pek Kun tidak lagi menangis, tekanan-tekanan batin yang lebih hebat dari inipun telah pernah dialami. Jiwanya telah membeku.

Terpeta satu bayangan yang penuh kasih sayang, itulah bayangan nenek yang sudah beruban, nenek Sim Pek Kun yang sangat mencintainya. Wajah iut cukup agung, tapi ramah selalu tersungging senyum.

“Mungkinkah nenek juga sudah tidak ada?” berpikir Sim Pek Kun.

Teringat kebaikan Sim Tay Kun, melupakan luka dikaki, melupakan kepalanya yang pusing timbul kekuatan yang tak terkira, Sim Pek kun menerjang masuk kedalam tumpukan puing itu.

Si pelayan penginapan hendak menariknya, tapi tidak berhasil.

Sim Pek Kun telah membentur kenyataan, kakinya menendang dan bersentuhan dengan kayu-kayu yang sudah menjadi hitam hangus, itu bukan impian, bukan khayalan. Akhirnya ia menangis.

Pelayan itu menghampirinya, berdiri disamping sisi si nyonya agung, turut berduka, tapi ia tidak berdaya, beberapa lama kemudian, dengan suara yang agak gugup, berusaha menenangkan dirinya, pelayan itu berkata:

“Kenyataan tidak bisa disangkal, lebih baik nona balik saja kerumah penginapan biar bagaimana, membikin perundingan dengan tuan itu.”

Sim Pek Kun masih menangis.

Si pelayan menghela napas, baru menyambung pembicaraannya:

Kulihat, tuan itu bukan seorang yang jahat. Tidak mungkin jauh-jauh ia menghantar nona kemari. Manakala mempunyai maksud tujuan buruk. Ia tidak mau mengantar nona kemari, tentu mempunyai maksud tertentu, mungkin takut sesuatu, mungkin pula untuk menghindari kesedihan nona.”

Tanpa hiburan si pelayan, rasa sedihnya Sim Pek Kun bisa mereda. Tapi diucapkan kebaikan Siauw Cap-it-long, Sim Pek Kun semakin bersedih.

Ia hendak menghapus bayangan sepasang mata yang besar dan jeli dari Siauw Cap It long tidak berhasil.

“Pelayan inipun percaya kepadanya, Mengapa aku tidak bisa percaya ?”

Si pelayan menjadi bengong.

Dengan sedih Sim Pek Kun berpikir, “Bukan sedikit budinya yang ditanam atas diriku, mengapa masih tidak percaya kepadanya ? Mengapa memakinya, mengapa memukulnya ?”

Sim Pek Kun menyesal atas perbuatan-perbuatan yang sudah dilakukan pada Siauw Cap It long.

Dimisalkan, dalam keadaan yang seperti ini, Siauw Cap It long muncul mendadak, Sim Pek Kun bisa merangkul tubuh laki-laki itu, menangis untuk menjelaskan rasa penyesalannya, meminta maafnya!

Tentu saja Siauw Cap It long tidak muncul di dalam keadaan seperti itu.

Disana mendatangi sesuatu bayangan, tapi bukan Siauw Cap It long. Untuk membangkitkan rasa tertariknya dari Sim Pek Kun, orang itu berbatuk-batuk.

Si pelayan bukanlah seorang asing, tetapi terdengarnya batuk ditempat itu cukup membangunkan bulu roma, ia bergidik takut.

Suara batuk itu mengejutkan pelayan, juga mengejutkan Sim Pek Kun, munculnya tiba-tiba sekali, tanpa suara, tanpa isyarat lagi.

Hampir Sim Pen Kun tidak berani menengok, betul-betul ia takut, bilamana menyaksikan seseorang yang sudah hangus terbakar muncul di depannya, ia membentak :

“Siapa ?”

Sim Pek Kun telah menghentikan tangisnya. Memperhatikan orang yang datang.

Orang yang datang dengan suaranya yang rendah itu berbicara :

“Nona menangis di tempat ini, mungkinkah mempunyai hubungan baik dengan keluarga Sim ?”

Suara orang itu sangat panjang sekali, sabar, suatu bukti bahwa ia mempunyai perangai yang cukup dalam.

Sim Pek Kun menganggukkan kepala, ia membenarkan perkataan itu.

“Aku seorang dari keluarga Sim.” ia menjawab.

“Bagaimana hubungan nona dengan Sim Thay Kun ?” bertanya orang itu.

“Sim Thay Kun adalah ..... "

Sim Pek Kun menghentikan jawabannya. Katanya, “nenekku” tertahan di tenggorokan.

Sesudah terjadi pengalaman-pengalaman di dalam beberapa hari terakhir ini, Sim Pek Kun bisa menyelami, betapa jahatnya masyarakat, ia harus berhati-hati.

Dengan sabar orang itu menunggu jawaban selanjutnya, tapi tidak kunjung datang, maka dengan perlahan-lahan ia bertanya :

“Mungkinkah aku berhadapan dengan Lian Hujin ?”

Lian Hujin berarti nyonya Lian Seng Pek.

Sim Pek Kun ragu-ragu lalu bertanya :

“Kau belum menjawab pertanyaanku, siapa kau ?”

Dalam anggapan Sim Pek Kun, ia telah memberi jawaban yang paling tepat. Mana diketahui olehnya, jawaban yang itu yang sangat diharapkan oleh orang yang bersangkutan, ia tertawa dan berkata :

“Betul-betul nyonya Lian Seng Pek, aku yang kurang layak memberi penyambutan.”

Si Pelayan rumah penginapan sudah melihat jelas, disana sudah bertambah dua orang, yang di depan adalah orang tinggi, yang di belakang adalah orang pendek. Yang tinggi berbadan besar, yang pendek berbadan kurus, sepintas selalu, bisa saja dianggap seorang.

Orang yang bicara dengan Sim Pek Kun adalah si tinggi besar, wajahnya hitam seperti pantat kuali, tangannya memegang sebuah tombak panjang, lebih panjang dari tubuhnya yang tinggi itu, ujung tombak terurai sawir-sawiran merah, berkilat-kilat, tampak gagah sekali.

Orang yang berdiri dibelakangnya sangat kurus dan kecil, bila tidak diperhatikan, tidak terlihat. Wajahnya sangat kuning, pucat pasi, ia menggunakan senjata yang luar biasa anehnya, senjata itu berbentuk seperti pacul, tapi bukan pacul, agak mirip dengan linggis, juga bukannya linggis.

Senjata ini dinamakan Lui-kong-ciok, senjata yang terbuat dari besi yang hampir berupa gaetan lancip.

Si tinggi besar dan si kurus kering tadi segera berendeng, memberi hormat kepada Sim Pek Kun. Sikapnya sangat hormat sekali.

Sim Pek Kun memperhatikan kedua orang itu, tapi tidak bisa menyebut nama mereka, sekali lagi ia mengulang pertanyaannya :

“Bagaimana sebutan jiwi yang mulia ?”

Si kurus kering yang berwajah pucat pasi segera memberi jawaban :

“Kami Lie Ban Tong, datang dari telaga Tay-ouw.”

Sebelum si kerdil ini membuka mulut, setiap orang yang menyaksikan bentuk tubuhnya seperti itu, tentu menduga suaranya tidak bisa keras. Tapi di luar dugaannya, suaranya ini menggeluntur, seolah-olah menganggap sekelilingnya itu pekak semua.

Menyambung pembicaraan sikurus kecil yang mempunyai suara keras seperti guntur itu, si tinggi besar juga menjawab :

“Kami bernama Liong It San. Juga datang dari telaga Tay ouw.”

Bilamana si kurus kecil sangat memekakan telinga, suara si tinggi besar ini yang bernama Liong It San ini sangat perlahan sekali. Sikapnya tetap tenang, tetap sabar.

Wajah Sim Pek Kin berubah menjadi riang, ia menjadi girang.

“Ternyata Lie Tayhiap dan Liong tayhiap.......”

Lie Ban Tong dan Liong It San adalah pendekar silat ternama, mereka tidak pernah memisahkan diri, mereka mendapat julukan sepasang pendekar kilat dan guntur dari telaga Tay ouw. Pendekar kilat Liong dan Pendekar guntur Lie Ban Tong.

SIAPA PEMBUNUHNYA

PENDEKAr guntur dari telaga Tay ouw Lie Ban Tong menggunakan sepasang senjata Lui keng ciok, tipu silatnya sangat luar biasa, dengan sepasang senjata aneh itu ia bersilat di tanah, dan di dalam telaga, sangat lincah, selalu gesit, tenaganya kuat, tidak mudah untuk menandinginya.

Pendekar kilat dari telaga Tay ouw Liang It San betul-betul mempunyai kecepatan kilat, ilmu meringankan tubuh kelas satu, Untuk bertanding lari, belum pernah ada yang memenangkannya.

Kedua jago ini pernah berkelana di rimba persilatan, dan menyebarkan benih-benih kebajikan, maka mendapat julukan sepasang pendekar dari telaga Tay-ouw.

Yang diartikan pendekar tentu saja mempunyai jiwa yang bersifat ksatria, menolong orang yang sedang berada didalam kesulitan, menumpas kejahatan. Menegakkan keadilan dan kebenaran, menghancurkan kebatilan-kebatilan.

Sim Pek Kun belum pernah bertemu muka dengan sepasang pendekar dari telaga Tay Ouw, tapi nama-nama kependekarannya kedua tokoh tersebut telah mengiang selalu. Kini mengetahui bahwa kedua orang yang berada di depannya adalah bukan orang jahat, ia tersenyum riang.

Tapi senyum Sim Pek Kun itu tidak terlalu lama, tiba-tiba terhenti di tengah jalan, ia menggenggamkan pula wajahnya. Teringat kisah Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam. Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam juga pendekar-pendekar ternama, sifat-sifat ksatria mereka telah terkenal, tapi apa yang dilakukan atas dirinya? Pang Tiauw Hui dan Lie Eng Lam hanya berupa serigala-serigala berkulit manusia, dimulut mereka mengaku pendekar, dihati mereka selalu melakukan perbuatan bajingan-bajingan.

Pengalaman yang di dapat dari Pang Tiauw HUi dan Liu Eng Lam adalah pil [ahit yang pernah ditelan oleh Sim Pek Kun, perbuatan seorang pendekar yang lebih jahat dari berandal.

Sepasang pendekar telaga Tay-ouw dikisahkan sebagai pahlawan-pahlawan yang mempunyai prestasi kependekaran-kependekaran, tapi dibalik kisah kependekaran ini, mungkinkah tidak tersembunyi sesuatu ?

Karena mempunyai pikiran yang seperti inilah, tertawanya Sim Pek Kun tidak bisa di teruskan.

Dengan membungkukkan setengah badan, Liong It San berkata :

“Kami sangat gembira bisa bertemu dengan nyonya.”

Sim Pek Kun menyengir, ia mengajukan pertanyaan.

“Jiwi berdua sudah menyusahkan diri, dari daerah telaga Tay ouw ke Tay-beng-ouw bukan jarak dekat, tentu mempunyai tugas penting. Tugas penting yang bagaimanakah yang hendak dilakukan ?”

Pendekar kilat dari telaga Tay ouw Liong It San menghela nafas, ia berkata perlahan :

“Kami berdua khusus datang kesini mengucapkan selamat ulang tahun kepada Tay hujin, tidak disangka.... kami terlambat datang.”

Yang mendapat panggilan Tay-hujin adalah nenek Sim Pek Kun yang bernama Sim Tay Kun.

Sikap sitinggi kurus Liong It San tetap tenang, tetap perlahan, Sepatah demi sepatah sangat jelas dan jernih.

Tapi suara itu bagaikan guntur disiang hari memengangkan telinga Sim Pek Kun.

Sukmanya hampir melesat keluar dari tempatnya, ia segara mendapat berita yang lebih buruk tentang keadaan Sim Thay Kun. Ia hendak membuka mulut, bertanya kepada mereka bagaimana keadaan sang nenek ? tapi mulutnya itu terkatup.

Lie Ban Tong menyambung pembicaraan sang kawan, katanya :

“Kami berdua baru tiba pada dua hati yang lalu”

Kata katanya hanya sampai disini, bilamana hanya mengucapkan keterangan seperti apa yang ia katakan, keterangan itu tentu saja tidak keomplit, tapi sudah menutup mulutnya. Karena ia tahu, suaranya terlalu keras, tidak perlu banyak bicara. Selalu ia berbicara secara singkat.

SIm Pek Kun menahan gejolak hatinya yang sangat sedih, dengan suara sember ia bertanya :

“Dua hari yang lalu ? ... Mungkinkah telah terjadi sesuatu di... "

Pendekar Kilat Liong It San menganggukkan kepala : ia membenarkan dugaan Sim Pek Kun itu katanya :

“Dikala kami berdua tiba, Sim Kee Chung telah dilanda api, mayat bergelimpangan disana sini. Sayang sekali, kami terlambat. Betapapun kami berusaha untuk memadamkan apinya, walau berhasil juga menolong kebarakan ini, tapi tidak berhasil menolong banyak orang”

Sesudah itu, ia menolehkan pandangannya kearah baju sendiri, baju ini masih penuh dengan kotoran, cipratan air masih terpeta, suatu bukti bahwa ia telah memberi pertolongan untuk memadamkan api yang membakar Sim kee chung. Suatu tanda bahwa sampai saat ini, sudah dua hari ia tidak bertukar pakaian, dua hari ia berusaha memedamkan kebarakan dan kehancuran yang melanda SIm kee chung. Sehingga tidak sempat berganti pakaian.

Istilah kata kata mati mayat bergelimpangan itu membuat Sim Pek Kun semakin marah. Tapi hatinya semakin sedih, Yang diartikan dengan mayat bergelimpangan, tentu terjadi banyak korban.

Kini harapan masih tipis sekali Sim Pek Kun bertanya :

“Berapa orangkah yang terluka ?”

Pendekar Kilat Liong It San berkata : “Itu waktu, Lu Tong Su Gie berampat turut hadir, pendekar pertama san pendekar ketiga sudah mengalami hari naas, pendekar kedua Sin Thia Tiok dan pendekar keempat Sin Thia Ciok menderita luka hebat”

Lu Tong Su Gie adalah empat pendekar dari daerah Bu Tong, semua itu terdiri dari keluarga keluarga SIm. Atas pesta ulang tahun nenek Sim Thay Kun, ampat pendekar Lu TOng SU Gie juga berkunjung datang, tentu dengan maksud memberi selamat ulang tahun. Tidak disangka, pendekar pertama Sim Thian Song mempunyai kegagahan luar biasa juga binasa.

Keempat pendekar Lu TOng Su Gie sangat dikenal baik oleh SIm Pek Kun, hubungan mereka juga sangat erat sekali, kematian mereka menambah kesedihan siratu rimba persilatan.

MEnggigit ujung bibir, Sim Pek Kun bertanya lagi :

“Yang menderita luka, kecuali paman Sim Thian Cok dan SIm Thian Ciok siapa siapa lagikah yang menderita cidera "

Perlahan sekali perdekar Liong It San menggoyang kepala, perlahan juga ia berkata :

“Kecuali dua orang itu, tidak ada orang lain lagi yang terluka”

Gerakan pedang kilat ini tidak seperti kilat, perlahan lahan sekali, lambat lambat sekali, yang diartikan dengan TIDAK ADA ORNAG LAIN LAGI YANG TERLUKA. itu berarti semua orang sudah mati.

Sim Pek Kun tidak bisa menahan lagi, dengan suara sember ia bertanya :

“Maka, Nenekku itu... "

Kata kata yang selanjutnya tersumbat ditenggorokan, ia segera jatuh celentang.

Pekdekar kilat dari telaga Tay ouw yang tinggi besar berkata :

Sim Thian Ciok dan SIm Thian Tiok berada diperahu itu, maukah hujin merundingkan cara cara selanjutnya ?

“Sin Thian Ciok adalah pendekar kedua dan empat pendekar Lu Tong Su Gie, Hanya kedua orang ini yang nyaris dari kematian yang melanda bencana kampung Sim kee chung.

Betul saja, tidak jauh dari telaga berlabuh sebuah perahu, terbayang besarnya perahu itu. SIm Pek Kun memandang kearah tempat jauh. perlahan lahan menganggukkan kepala. Ia setuju untuk bertemu dengan Sim Thian Ciok dan Sim Thian Tiok, ia setuju untuk diajak keperahu itu.

“Hujin masih sanggup berjalan ?” bertanya Liong It San memandang kearah Sim Pek Kun. Sim Pek Kun memandangi kakinya, ia menghela napas panjang.

Pendekar guntur dari telaga Tay ouw Lie Ban Tong berkata : “Umurku sudah hampir mencapai enampuluh tahun. Bilamana Hujin tidak keberatan aku bersedia menggendong”

Ia sudah membungkukkan badan, betul betul siap untuk menggendong Sim Pek Kun, menuju keperahu yang mereka tunjuk.

TIba tiba Sim Pek Kun membentak :

“TUnggu dulu !”

Suaranya tidak keras seperti suara Lie Ban Tong, tapi sikapnya yang agung tidak lepas dari penilaian semua orang. Sangat keren sekali.

Pendekar guntur Lie Ban Tong menghentikan gerakan, menatap dengan mata tanpa berkedip, agaknya sangat heran.

SIm Pek Kun menggigit bibir, perlahan lahan ia berkata.

“Betulkah Sim Thain Ciok dan SIm Thian Tiok berada diperahu itu ?”

Wajah Lie Ban Tong yang pucat pasi itu menjadi merah, agaknya ia tersinggung, agaknya ia marah. Suaranya yan mengguntur itu menggema kembali.

“Mungkin Hujin tidak percaya kepada kami ?”

Sim Pek Kun menjadi kikuk. “Bukan tidak percaya... " ia tidak melanjutkan keterangannya.

SIm Pek Kun juga merasakan, wajahnya menjadi merah, ia malu kepada diri sendiri, mengapa begitu banyak curiga ? Mengapa tidak percaya kepada orang ? tidak percaya kepada orang yang hendak memberikan pertolongan, adalah sipat yang sangat memalukan. Bilamana tidak ada terjadi perobahan perobahan drama yang terus menerus, tidak mungkin Sim Pek Kun bisa memperhatikan rasa penuh curiga. Tapi lain dahulu, lain sekarang, perobahan jaman yang sudah menjadi begitu tua, membikin penilaian lain, setiap sesuatu harus dicurigainya.

Pendekar guntur Lie Ban Tong cepat naik darah, pendekar kilat Liong It San tidak cepat marah, ia masih bisa menahan kemarahan itu lambat lambat katanya :

“Hujin telah banyak mengalami penderitaan penderitaan, sudah tentu harus berhati hati, tapi, kami bukan orang jahat. Walau hujin belum pernah bertemu muka, toch pernah mendengar nama kami, bukan ?”

Kata kata ini seperti belati tajam yang menusuk hati Sim Pek Kun, dengan wajah merah ia berkata : Bukan maksudku seperti itu. Bagaimana keadaan paman SIm Thian Ciok dan Sin Thian Tiok, beratkah lukanya ? Bisakah mereka bicara ?”

Lie Ban Tong menekuk wajahnya yang pucat pasi itu ia berkata :

“Mereka Belum mati,bagaimana tidak bisa bicara ?”

Suaranya tetap mengguntur tetap keras dan bergama.

PEndekar kilat Liong IT San menghela napas panjang sekali, baru ia berkata :

“SUdah dua hari Sin Thian Ciok terluka belum pernah ia mengatupkan mata, juga lemunpernah ia menutupkan mulutnya, mulut itu memanggil manggil nama seseorang, nama seseorang yang tidak mungkin dilupakan ?”

“Nama Siapa ?” bertanya Sim Pek Kun.

“Tentu saja nama dari si pembunuh ! Nama dari sipengrusaj kampung Sim kee chung”

“Si... siapa... siapakah orang itu ?” bertanya Sim Pek Kun dengan tubuh gemetar.

Siapa pembunuhnya ? siapa yang membakar kampung Sim kee chung ? nama ini penting sekali, Sim Pek Kun wajib membikin tuntutan, ia harus mengetahui, siapa yang begitu jahat, menghancurkan kampung lahamannya.

Dengan sikap yang sangat dingin, Lie Ban Tong berkata :

“Hujin tidak percaya kepada kami berdua, bila nama pembunuh ini keluar dari mulut kami, toch percuma saja bukan ?”

Liong It San meneruskan pembicaraan sang kawan katanya :

“Ada lebih baik hujin berkunjung keperahu itu, langsung mengajukan pertanyaa kepada orang yang bersangkutan.

Suara sipendekar kilat tetap perlahan, tapi sangat jelas.

“Tapi... " Sim PEk Kun menghela napas, “Bagimana aku bisa menyusahkan kalian ?”

“Hun !” Lie Ban Tong menyelipkan sepasang senjata Lui-kong ciok, menoleh dan menuju kearah kereta, tangannya ditempelkan kepada dinding kereta itu, brak... membarengi suara jeritan kuda yang melengking panjang, papan papan kereta itu terbongkar, ia membongkar dengan paksa dengan paksa, mengambil selembar diantaranya.

Kuda yang tersentak kaget itu hendak melarikan diri, tapi kekuatan Lie Ban Tong memang sangat mengejutkan. Betapa kuatpun keempat kaki kuda itu berketoprakan, tidak mungkin bisa melepaskan tali tali pengikat, Lie Ban Tong menekannya kebawah, demikian menenangkan kuda tersebut. Sesudah berhasil menguasai situasi itu, dengan selembar papan ditangan, Lie Ban Tong berjalan balik.

Adanya kekuatan yang seperti raksasa ini sangat mengejutkan si pelayan rumah penginapan, ia menjulurkan lidahnya, tanpa bisa ditarik kembali, tubuh Lie Ban Tong begitu kurus kecil, wajahnya begitu pucat pasi, tapi sungguh diluar dugaan, tenaganya hebat sekali.

Sim Pek Kun juga terkejut.

Tenaga Lie Ban Tong adalah tenaga raksasa, bilamana Lie Ban Tong atau Liong It San adalah orang-orang jahat, bagaimana ia bisa mengelakkan diri ? Ah...... ia terlalu banyak curiga. Bilamana kedua orang itu bermaksud jahat, seolah-olah memitas semut saja, seperti membalikkan tangan saja mudahnya, mana mungkin ia bisa melarikan diri ?

Lie Ban Tong sudah mengambil papan kereta, ia berjalan balik, diletakkan ditanah dan berkata kepada Sim Pek Kun :

“Hujin, anggap saja sebagai tandu, biar kami berdua yang menggotong.”

Sim Pek Kun berhasil meredakan kecurigaan, ia naik keatas papan, digotong oleh Lie Ban Tong dan Liong It San, diangkut kearah perahu ditepi telaga Tay beng-ouw.

Sim Pek Kun merasa menyesal kepada diri sendiri yang telah memperlakukan sepasang pendekar guntur dan kilat dari telaga Tay-ouw secara tidak layak, ia menganggap dirinya penuh curiga, malu kepada diri sendiri, ternyata dua orang itu betul-betul bersifat pendekar, berjiwa ksatria.

Sim Pek Kun telah ditandu kearah perahu. Perahu itu tidak terlalu besar. Perahu biasa yang digunakan untuk pesiar.

Perabot didalam perahu juga serba bersih, di kanan dan kiri kedua tepi, terdapat tempat duduk yang empuk, kini diatas tempat duduk itu masing-masing terbaring seorang, yang dikiri wajahnya pucat pasi, masih mengerang-erang sakit, tubuhnya tertutup oleh selembar selimut sutra. Sim Pek Kun tidak bisa melihat pasti hal yang menyebabkan luka jago ini. Inilah salah satu dari keempat pendekar Lu Tong Su Gie, orang yang menduduki urutan kedua Sim Thian Ciok.

Yang berbaring disebelah kanan lebih pucat lagi, matanya terpentang lebar, hitamnya melotot keatas penutup perahu, mulutnya mengoceh terus menerus :

“Siauw Cap it long...... kau kejam...... Siauw Cap it long...... kau kejam......”

Inilah Sin Thian Tiok. Hanya kata-kata ini yang diulang pulang pergi. Ia melepaskan kebenciannya, dengan hawa penuh rasa takut.

Sim Pek Kun duduk disana, sekali lagi didengar, sekali lagi didengar dan seterusnya.

“Siauw Cap it long.” Demikian Sim Pek Kun mengertek gigi. “Aku tidak bisa melepas dendam ini.”

Suaranya membuat irama lagu dendam kesumat dengan gumaman suara Sim Thian Tiok yang masih terus menerus melagukan suara SIAUW CAP IT LONG, KAU KEJAM.

Sim Thian Tiok adalah seorang yang menyaksikan musnahnya kampung Sim kee chung, ia menderita luka, dan hanya lagu suara SIAUW CAP IT LONG, KAU KEJAM itulah yang dikatakan bulak balik, tentu ia telah melihat bagaimana Siauw Cap it long sedang mengganas, maka bencinya tidak terhingga.

Benak pikiran Sim Pek Kun dihasut oleh kebencian Siauw Cap it long kau kejam.

Pendekar guntur Lie Ban Tong juga berkata dengan suara gemas.

“Siauw Cap it long memang betul-betul seorang kejam. Ia anak berandal, anak perampok. Bagaimana pikiran Hujin, bisakah kita membiarkan ia lenggang-lenggang didalam rimba persilatan ?”

Suara Lie Ban Tong memang seperti guntur, maka ia mendapat julukan pendekar guntur dari telaga Tay ouw, sangat keras, mengumandang memenuhi isi perahu itu, tapi semua kata-kata ini tidak bisa memasuki telinga Sim Pek Kun. Sim Pek Kun sedang dirundung oleh kemalangan yang tidak terhingga, kebencian yang meluap, matanya diluruskan ke depan, dengan pikiran kosong, ia bergumam :

“Siauw Cap it long, kau kejam ! Aku tidak akan melepaskanmu.”

Lie Ban Tong dan Liong It San saling pandang, mereka memperlihatkan senyum iblisnya, menyaksikan bagaimana pikiran Sim Pek Kun menjadi linglung mengenang drama kemusnahannya Sim kee chung.

Sesudah itu, Lie Ban Tong memonyongkan mulut kearah tepian. Liong It San mengerti, tubuhnya melejit, cepat dan gesit, ia sudah meninggalkan perahu itu. Menuju ke tempat kereta berhenti.

Menggunakan kelengahan Sim Pek Kun yang mencurahkan dendam kesumat, tubuh Liong It San bergerak, cepat sekali meninggalkan perahu, beberapa saat kemudian terdengar satu jeritan panjang, jeritan yang sangat menyeramkan.

Itulah jeritan si pelayan rumah penginapan, jeritan itu tertahan, sesudah mana suasana sepi sunyi kembali.

Lie Ban Tong mengerutkan alis, ia heran, seharusnya Liong It San bergerak cepat, tidak memberi kesempatan kepada si pelayan rumah penginapan berteriak dan memaki. Mengapa melalaikan tugas ini ?

Sesudah itu, satu bayangan melesat masuk, itulah bayangan Liong It San. Si pendekar kilat berhasil balik kembali.

Satu bayangan lain menempel di belakang bayangan Liong It San.

Pendekar guntur Lie Ban Tong membentak :

“Siapa yang membayangi dibelakangmu ?”

“Siapa yang bisa membayangi aku ?” berkata Liong It San penuh kepercayaan “Mungkinkah matamu sudah lamur ?”

Liong It San mempunyai gelar pendekar kilat dari telaga Tay-ouw, suatu bukti bahwa gerakannya sangat gesit sekali, siapakah yang bisa menandingi gerakannya ? Ia yakin, bahwa tidak mungkin ada orang yang bisa mengikuti tanpa diketahui, tapi dari bentakan suara sang kawan, mau tak mau ia menoleh kebelakang, hendak dilihat, ada apakah yang menjadikan sang kawan bertanya seperti itu ?

Apa yang dilihatnya dibelakang Liong It San ?

Sepasang sinar mata yang bersinar bercahaya, berkilat-kilat dan memancarkan benih kebenaran bergantung di tempat itu !

Sepasang mata bercahaya ini tidak jauh dari tiga tombak, menatapnya dengan wajah yang sangat dingin.

Bulu tengkuk Liong It San bergerinding bangun, ia adalah ahli ilmu meringankan tubuh kelas satu, kali ini bisa diikuti orang tanpa sadar, inilah satu bukti bahwa orang itu memiliki satu kepandaian yang luar biasa.

Pendekar kilat Liong It San sudah bisa membedakan bayangan yang membuntutinya adalah bayangan seorang manusia.

Pendekar guntur Lie Ban Tong juga mengeluarkan sepasang senjata Lui-kong-ciok, ia bergeram keras :

“Siapa ? Apa maksud tujuanmu ketempat ini ?”

Suara bentakan Lie Ban Tong yang seperti guntur, tentu saja mengejutkan Sim Pek Kun, menyadarkan sang ratu rimba persilatan dari lamunannya.

Didalam perahu telah bertambah seseorang, bukan, bukan seorang, tapi dua orang. Seorang menggendong tubuh kawannya, bukan, bukan kawannya, itulah mayat.

mayat pelayan rumah penginapan. Jenazah si pelayan rumah penginapan yang sudah menjadi korban.

Seseorang telah datang dengan membawa mayat si pelayan rumah penginapan !

Setelah berdamping-dampingan, Lie Ban Tong dan Liong It San menggeretek, mereka menghadapi orang itu. Orang yang didepan mereka adalah seorang laki-laki berambut panjang, berkumis sedikit, pakaiannya tidak teratur, ia menggendong seseorang yang sudah mati, walau demikian, tanpa bisa mengurangi kecepatan tubuhnya, orang itu bisa berjalan dengan ringan, tanpa bisa disadari oleh Liong It San yang dibuntuti olehnya.

Siapakah orang ini ?

Inilah si jago berandalan, Siauw Cap it long !

Siauw Cap it long merentangkan sepasang sinar matanya yang besar dan tajam, ia berjalan mendekati kearah Liong It San.

Liong It San sedang dirundung oleh rasa takut yang tidak terhingga, ia selalu mengagulkan diri, karena ilmu meringankan tubuhnya yang sangat mahir, bisa dibuntuti tanpa berisik. Bahkan orang yang membuntuti itu adalah seorang yang menggendong sesosok mayat, mayat yang baru saja dibunuh olehnya.

Lie Ban Tong sudah siap menggerakkan Lui Kong Ciok, tiba-tiba terdengar suara bentakan Sim Pek Kun :

“Tunggu dulu ! Dia adalah kawanku !”

Sim Pek Kun tidak mengetahui bahwa orang yang membuntuti Liong It San ini adalah Siauw Cap it long. Menyaksikan wajah yang sangat berkesan itu, rasa girangnya tidak kepalang.

Lie Ban Tong menghentikan gerakannya, ia tidak berani mengambil langkah ceroboh. Rasa takutnya Liong It San masih belum mereda, ia mundur lagi, terjatuh di kursi, duduk dengan lemas.

Siauw Cap it long menurunkan jenazah yang digendong, perlahan-lahan diletakkan ditanah, wajahnya menatap muka Sim Pek Kun, tanpa sekejap katapun yang keluar dari mulutnya.

Sim Pek Kun berteriak girang :

“Kau..... kau juga tiba kemari ?”

Siauw Cap it long menganggukkan kepala. Membenarkan pertanyaan Sim Pek Kun.

“Bagaimana kau bisa membuntuti aku tiba disini ?” bertanya lagi Sim Pek Kun.

Siauw Cap it long menyengir, dengan suara yang sangat perlahan, ia berkata : “Aku juga tidak tahu, bagaimana aku bisa berada ditempat ini.”

Jawaban yang sangat tidak berkesan. Tapi penuh arti dalam.

Didalam hati Sim Pek Kun berpikir :

“Aku memaki dirinya, aku telah membuat ia sakit hati, tapi ia masih begitu prihatin....”

Sim Pek Kun tidak bisa meneruskan pikiran-pikiran yang mulai melayang-layang jauh.

Rasa hangat Sim Pek Kun terasa, ia kini bukan seorang diri. Ternyata masih ada seorang kawan yang begitu memperhatikan dirinya.

Tertojos oleh cahaya pelita, wajah Sim Pek Kun bersemu merah, semakin menarik. Sebagai ratu rimba persilatan, Sim Pek Kun memang sangat cantik, sangat menarik, disaat ini ia lebih cantik, lebih menarik lagi. Pendekar kilat Liong It San dan pendekar guntur Lie Ban Tong saling pandang, mereka bingung menghadapi perubahan situasi.

Didalam hati Lie Ban Tong mencela perbuatan Liong It San, mengapa sang kawan berlaku ceroboh, membunuh orang tanpa melihat kanan dan kiri.

Didalam hati Liong It San sedang berdebar-debar, apa hubungannya bocah ini ? Mengapa bisa kenal kepada seorang nyonya agung yang seperti Sim Pek Kun ? Sepintas lalu, hubungan mereka itu bukan hubungan biasa, apakah hubungan mereka ?

Akhirnya Sim Pek Kun mengelakkan sinar mata Siauw Cap it long, ia menundukkannya memandang lantai, maka jelaslah terpeta, siapa mayat yang digendong datang itu, itulah si pelayan rumah penginapan yang baik hati, pelayan rumah penginapan yang mencarikannya kereta, pelayan penginapan yang mengantarnya pulang ke kampung Sim kee chung.

“Aaah.... siapa yang membunuh ?” Ia berteriak kaget.

Pelayan rumah penginapan adalah tokoh kecil yang tidak mengerti sesuatu, hubungannya lepas dari rimba persilatan, tidak ada permusuhan, tidak ada dendam, siapa yang mau membunuh laki-laki seperti si pelayan rumah penginapan ?

Siauw Cap it long tidak membuka mulut. Pertanyaan itu tidak perlu dijawab. Ia menoleh memandang kepada si Pendekar Kilat Liong It San.

Mengikuti arah pandangan mata itu, Sim Pek Kun juga memandang Liong It San.

“Kau?” ia berteriak. “Kau yang membunuh? Mengapa kau membunuhnya? Mengapa?....”

Pendekar kilat Liong It San terbatuk-batuk, akibat apa yang akan timbul bila rahasia ini sampai terbongkar. Memang tugas mereka. Apa boleh buat, ia harus mengambil sikap berani, ia berkata keras :

“Hujin kenal dengan tuan ini ? Yah, apa boleh buat. Tapi, ia telah membikin fitnah. Bukan aku yang membunuh.”

Pendekar Kilat Liong It San hanya pandai dalam ilmu meringankan tubuh, ilmu silatnya hanya ilmu silat biasa, tapi mulut dan lidahnya sangat hebat.

Hal ini betul-betul meragu-ragukan, Sim Pek Kun menoleh kembali kepada Siauw Cap it long dan bertanya :

“Siapa yang membunuhnya ?”

Ia masih tidak mengerti, siapa yang membunuh si pelayan rumah penginapan.

Dari sepasang sinar mata Siauw Cap it long, cahaya itu memberi tahu, bahwa orang yang membunuh pelayan rumah penginapan adalah si pendekar kilat Liong It San. Dan pendekar kilat Liong It San menyangkal tuduhan itu. Ia mengatakan bahwa Siauw Cap it long telah memfitnah dirinya.

Sebelum Siauw Cap it long memberikan jawaban, dengan suaranya yang keras seperti guntur, Lie Ban Tong bergeram :

“Adikku tidak membunuhnya, adikku bukan seorang pembunuh. Sepasang pendekar Kilat dan guntur dari telaga Tay ouw bukanlah pembunuh-pembunuh. Setiap kata dari kami boleh dipercayakan.”

Liong It San juga berkata :

“Seperti apa yang toako tahu, kita belum pernah berbohong kepada orang, semua tokoh silat dari rimba persilatan juga tahu. Biar saja dunia memberi penilaian.”

Lie Ban Tong berkata :

“Saudaraku tidak membunuh pelayan itu, Siapakah yang membunuhnya? Mungkinkah Hujin tidak tahu ?”

Siauw Cap it long membiarkan hujan-hujan fitnah, ia menunggu reaksi dan kepercayaan Sim Pek Kun

Tetapi si Ratu rimba persilatan kurang yakin, pendiriannya mulai goyah, memandang Siauw Cap it long dan bertanya :

“Kau yang membunuhnya? Mengapa?”

Wajah Siauw Cap it long berubah, lagi-lagi ia tidak mendapat kepercayaan. Apa boleh buat, kambing hitam itu adalah permainan biasa. Fitnah itu adalah layak baginya. Ia berkata perlahan :

“Kau lebih percaya keterangannya, kau kira aku bisa membunuh pelayan rumah penginapan yang baik hati ini ? Kau kira aku membikin fitnah ?”

“Aku........aku tidak tahu.” Berkata Sim Pek Kun.

“Tentu saja kau tidak tahu.” berkata Siauw Cap it long. “Karena kau tidak kenal kepadaku. Kau tidak percaya kepadaku, kau belum mengetahui siapa dan bagaimana asal usulku.”

“Aku tahu....aku tahu....” tiba-tiba terdengar satu suara orang berteriak, itulah suara Sim Thian Tiok. Ia bangkit dari tempat duduknya, sepasang sinar matanya menunjukkan ketakutan, seolah-olah iblis yang hendak menelan mangsa.

Hati Lie Ban Tong tergerak, segera ia berkata :

“Kau kenal ? Kau kenal kepadanya ? Siapakah orang ini ?”

Sim Thian Tiok mengangkat sedikit tangannya yang gemetaran, semakin lama gemetar itu semakin keras, ia menudingkan kearah Siauw Cap it long dan berteriak.

“Inilah si pembunuh ! Inilah penghancur kampung Sim kee chung ! Inilah Siauw Cap it long !”

“Haaa..........”

Ternyata laki-laki yang mempunyai sepasang sinar mata yang menarik ini adalah Siauw Cap it long ! Anak berandal yang sangat kurang ajar ! Anak berandal yang tidak tahu aturan ! Orang yang sering membunuh tokoh-tokoh rimba persilatan !

___

FAKTA DAN BUKTI

Selama bergaul dengan Siauw Cap it long, belum pernah Sim Pek Kun tahu, siapa nama laki-laki itu.

Kini Sim Thian Tiok berteriak, mengatakan bahwa laki-laki yang mempunyai sepasang sinar mata yang menarik itu adalah Siauw Cap it long, sang Ratu rimba persilatan membelalakkan mata, ia bertanya keras :

“Kau.......... kau yang bernama Siauw Cap it long ?”

Siauw Cap it long mengeluarkan helaan napas panjang, mengeluarkan semua rasa sesal didalam hatinya, ia menganggukkan kepala, berkata perlahan :

“Ya. Aku Siauw Cap it long !”

“Kau.... kau....”

Hawa amarah Sim Pek Kun naik mendadak, menudingkan jarinya kearah Siauw Cap it long, ia membentak :

“Kau yang bernama Siauw Cap it long ? Kau yang membunuh orang ? Kau yang menghancurkan kampung Sim kee chung ?”

Siauw Cap it long menggoyang-goyangkan kepala.

“Tidak.”

“Kau tidak membunuh orang ?” bertanya Sim Pek Kun.

“Bukan mengatakan bahwa aku belum pernah membunuh orang.” berkata Siauw Cap it long. “Aku pernah membunuh orang. Tapi bukan ini yang dibunuh olehku.”

Tiba-tiba Sim Thian Tiok menjerit :

“Luka ditubuhku ini adalah hadiah pemberiannya, ia yang membacok. Sim Thay hujin juga mati dibawah tangannya. Huh...... golok yang ada padanya itu adalah golok yang melukai kami. Itulah golok pembunuhnya !”

Tiba-tiba Sim Pek Kun berteriak, mengeluarkan pisau belati, ditarik dan ditusukkan kebadan Siaw Cap It Long.

Kejadian tadi sungguh sangat-sangat mengherankan. Siaw Cap It Long tidak menghindarkan dari tusukan pisau, entah disengaja, entah tidak disengaja, ia membiarkan dirinya tertusuk.

Tetapi tusukan pisau sangat dingin sekali.

Siaw Cap It Long merasakan dinginnya tusukan pisau itu, menembus kulitnya, melukai dagingnya, menyerempet tulang didalam.

Tusukan ini seperti telah menghancurkan dirinya, ia diam tidak bergerak, diam mematung disitu, seolah-olah menjadi seorang manusia besi.

Sim Pek Kun juga terbelalak, ia kurang percaya, bahwa tusukannya tadi betul-betul telah melukai Siaw Cap It Long.

Ia telah menyaksikan, betapa hebatnya ilmu kepandaian Siaw Cap It Long, dengan menyentil ujung jarinya saja, Siaw Cap It Long bisa memukul jatuh pisau itu. Pisau tersebut bisa diterbangkan, hingga bisa lenyap dari pandangan mata.

Maka, ia telah menusukkannya, menusukkan dalam keadaan amarah meluap-luap. Ia tidak percaya, bahwa tusukan itu bisa mengenai Siaw Cap It Long.

Tapi tusukan Sim Pek Kun betul-betul telah mengenai Siaw Cap It Long ! mengapa ia tidak menangkis ? mengapa ia tidak mengelakkan dirinya ?

Siaw Cap It Long masih berdiri. Diam. Tidak berteriak. Seperti sebuah patung besi.

Sepasang sinar mata Siaw cap It Long yang bersinar terang itu tidak memperlihatkan kemarahan, tapi penuh penyesalan, penuh rasa sakit, sakit diluka dan sakit dihati.

Belum pernah Sim pek Kun melihat sinar mata seperti apa yang Siaw Cap It Long perlihatkan.

Dengan satu kali tusukan, Sim Pek Kun berhasil melukai rampok besar Siaw cap It Long.

Seharusnya ia bertepuk tangan gembira.

Tapi kenyataan tidak, hatinyapun sakit. Ia tidak tahu, adalah perbuatan itu sebagai satu perbuatan yang salah ?

Pisau Siaw cap It Long masih tertancap didada orang yang bersangkutan.

terdengar suara tertawa berkakakan Sim Thian Tiok.

“Hua, ha, ha, ...... Siauw Cap it long ! ternyata kau juga menemui hari yang naas.... ternyata kau juga bisa dibunuh orang. Hayo, tusuk sekali lagi, hendak kulihat, bagaimana Siauw Cap it long mati didepanku.”

Tangan Sim Pek Kun gemetaran.

Tangan Sim Pek Kun dirasakan menjadi sangat lemas, mulai gemetaran.

Sim Thian Tiok berteriak girang :

“Dia adalah orang yang telah membunuh nenekmu, hayo bunuh. Tunggu apa lagi?”

Sim Pek Kun mengertek gigi, menarik tangannya, mencabut pisau belati.

Darah muncrat bersemburan, membuat seluruh baju Sim Pek Kun menjadi merah.

Tubuh Siauw Cap it long tetap kaku, dagingnya seperti beku, ia masih diam seperti patung ditempat itu.

Hanya sepasang biji matanya saja yang berputar, memandang kearah Sim Pek Kun, dengan rasa penuh kekecewaan.

Mengapa ia tidak mau mengelakkan serangan itu? Mengapa ia tidak mau menyingkirkan diri dari serangan itu? Mengapa ia rela mati dibawah tangan Sim Pek Kun?

Tangan Sim Pek Kun semakin lemas, gemetarannya semakin keras, air matanya bercucuran tusukan kedua tidak bisa digerakkan; biar bagaimanapun Siauw Cap it long itu telah menanam budi yang terlalu besar. Tidak bisa ia membalas air susu dengan air tuba.

Tusukan berikutnya tidak bisa disambung. Sim Pek Kun tidak bisa mematikan orang yang telah berulang kali membantu dirinya.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan Lie Ban Tong :

“Hujin tidak tega membunuhnya? Biar aku saja!”

Bersamaan dengan suara Lie Ban Tong kedua tangannya digerakkan, kedua senjata Lui Kong Ciok menyerang kearah dada Siauw Cap it long.

Serangan Lie Ban Tong sangat dahsyat sekali.

Sepasang mata Siauw Cap it long ditujukan kepada Sim Pek Kun, ia tidak menengok dan memperhatikan adanya serangan Lie Ban Tong, walaupun demikian, seolah-olah memiliki mata dibelakang , tangannya digerakkan menampar kearah pipi si pendekar guntur.

Gerakan tangan Siauw Cap it long adalah gerakan biasa, tidak istimewa. Tapi tak bisa dielakkan oleh Lie Ban Tong. Plak..... hidungnya kena tamparan, Buk..... tubuhnya terpental kebelakang, Braak.... memecahkan jendela perahu pesiar itu.

Jendela yang terkena tubuh Lie Ban Tong tidak bisa menahan berat orang itu pecah, meluncur terus tubuh Lie Ban Tong, terdengar lagi Plung...... Lie Ban Tong jatuh kedalam air.

Wajah Liong It San menjadi pucat, ia terpatung ditempatnya.

Sim Thian Tiok juga mengatupkan mulutnya, ia tidak bisa berteriak lagi.

Betapa hebatnya Siauw Cap it long, semua orang bisa mengira-ngira, tapi kenyataan itu lebih hebat lagi, hanya sebuah tamparan tangan saja, Siauw Cap it long bisa mengelakkan serangan Lui kong ciok si pendekar guntur, menampar pipi jago itu, menerbangkan tubuhnya, menceburkan kedalam telaga.

Didalam hati Sim Pek Kun semakin kalut, ia berpikir :

“Didalam keadaan luka yang begitu berat ia bisa memukul orang tanpa bisa dielakkan. Mengapa ia tidak mau mengelakkan tusukanku ? Mengapa...?”

Si Nyonya agung menoleh lagi, menatap wajah Siauw Cap it long. Wajah itu masih seperti sedia kala, membeku ditempatnya.

Sim Pek Kun masih berpikir :

“Bila betul orang ini yang menghancurkan kampung Sim kee chung ? Mengapa ia tidak mau membunuhku ? Mengapa ?”

Sedari munculnya Sim Pek Kun didalam perahu besar itu, Sim Thian Tiok selalu terbaring dengan selimut, ini waktu tiba-tiba bangkit bangun, molos keluar dari lobang selimutnya, gerakkannya gesit dan cepat, tidak ada tanda-tanda bahwa ia menderita luka, jauh berbeda dengan keadaan yang diperlihatkan kepada Sim Pek Kun, bahwa ia itu betul-betul luka parah, terluka oleh karena penyergapan yang terjadi atas kampung Sim kee chung.

Sepasang mata Sim Thian Tiok berkilat-kilat, dengan kebencian meluap-luap, melototkan Siauw Cap it long.

Sim Pek Kun yang menyaksikan adanya dendam kemarahan dari Sim Thian Tiok berteriak :

“Awas !”

Ia telah bisa mengira-ngira, terjadinya persoalan ini bukan jalan yang lurus, masih berliku-liku dan banyak problem yang tidak diketahui olehnya.

Teriakan Sim Pek Kun itu terlambat, Sim Thian Tiok sudah mengeluarkan sebilah pisau, tubuhnya mencelat tinggi, pisau tadi diarahkan keleher Siauw Cap it long !

Liong It San menyeret tombak yang dibaringkan tidak jauh dipojok kursi, tangan kirinya menarik keluar pedang lemas yang terikat diluar, ia menggunakan dua macam senjata panjang, dengan tangan kanan memegang tombak, tangan kiri menjaga diri dengan pedang lemasnya. Inilah ilmu kepandaian istimewa, yang satu keras, yang satu lemas. Sulit untuk mempermainkan kedua macam senjata yang tidak sama ini. Pedang panjang itu ditusukkan ke iga Siauw Cap it long, dan pedang lemas disamping diputar, maksudnya untuk menjaga diri, agar tidak mendapat serangan balasan dari musuh.

Senjata seseorang mempunyai hubungan baik dengan kepribadian orang yang memiliki senjata itu. Tubuh Liong It San tinggi besar, tapi nyalinya sangat kecil, ia seorang penakut.

Liong It San mendapat julukan pendekar kilat dari telaga Tay ouw, untuk meyakinkan ilmu kepandaian meringankan tubuhnya hebat, ilmu lari yang tercepat, tentu saja dengan maksud agar ia bisa lari didepan orang, siapa yang bisa menandingi kecepatan larinya ?

Senjata yang digunakan oleh Liong It San juga sangat panjang, panjang tombak ditujukan untuk menyerang orang, pedang lemas spesial untuk menjaga diri sendiri. Sengaja ia mengambil jarak jauh, bilamana penyerangan itu gagal, lebih mudah melarikan diri.

Disana, merosot turun dari pembaringan bale-bale perahu, Sim Thian Tiok telah berguling ditanah, lengannya tersebar, delapan bintik yang bercahaya terang, dengan membawa desingan suara keras, menyerang Siauw Cap it long.

Gerakan Liong It San, Sim Thian Tiok, dan Sim Thian Ciok terjadi didalam waktu yang sangat bersamaan.

Darah Siauw Cap it long masih mengucur keluar dari bekas luka tusukan, tangan Sim Pek Kun yang memegang pisau masih tidak jauh dari tempatnya, dikiri ada serangan Sim Thian Tiok, dan dibelakang ada serangan Sim Thian Ciok.

Ia terancam dari empat penjuru

Semua jalan keluar untuk mengelakkan diri memang tidak ada lagi. Siauw Cap it long masih berdiri tegak ditempatnya, matanya seperti mata seorang linglung, kurang ingatan, tertuju ke arah si ratu rimba persilatan Sim Pek Kun.

secepat itu pula tangan Sim Pek Kun bergerak, tapi tidak diarahkan kepada Siaw Cap It Long, ia meukul golok Sim Thian Tiok.

Bila dipikirkan masak-masak, sim Pek Kun pribadipun tidak dimengerti, mengapa ia harus membela siperampok besar Siaw cap It Long.

gerakan Sim Pek Kun terlalu cepat, badannya sangat lemah, begitu pisau itu diajukan tubuhnya terjengkang jatuh.

Pembelaan ini adalah akibat yang besar, sepasang sinar mata Siaw Cap It Long yang sudah meredup, tiba-tina hidup kembali, bersinar melebihi cahaya bintang.

Bledak .......... tubuh Sim Pek Kun jatuh digeladak perahu.

Menyambung suara itu terdengar suara pletak bug, aduh.....Sim Thian Tiok, Sim Thian ciok, Liong It Sian sudah bergelimpangan.

Begitu cepat gerakan Siaw Cap It Long, tiba-tiba tangan kanannya menjulur keluar mencenkeram Sim Thian Tiok, sesudah itu pletak, ia mematahkan lengan orang yang berpura-pura menderita parah itu.

Tombak Liong It San yang panjang menyerang datang, tapi terjepit diantara sela-sela ketiaknya, darisana menyembur keluar tenaga yang tidak terlihat, memakan dirinya maju kedepan.

Dengan demikian, Siaw Cap It Long telah menyeret Liong It san kebelakang, ia menjadikan Liong It San sebagai tameng hidup, serangan senjata rahasia Sim Thian ciok, tertuju kearah Liong It San.

Sim Thian Ciok berteriak kaget. Tubuhnya mencelat bangun, disaat itu pula terdengar suara ciat......Siaw Cap It Long mengangkat tangan, menyeret tombak panjang Liong It San diarahkan kepadanya.

Terdengar suara aduh...............tubuh Sim Thian Ciok menjadi korban penyerangan tombak kaeannya.

Disaat yang sama. Liong It San juga tidak berdaya menghindarkan senjata rahasia Sim Thian Ciok, tujuh biji besi telah bersarang ditubuhnya, ia berteriak, ia menghembuskan nafasnya yang penghabisan.

Disana hanya seorang Sim Thian Tiok yang memegang tangan kanannya yang patah, ia merintih-rintih dilantai.

Siaw Cap It Long masih berdiri ditempat kedudukannya semula. Kedua langkah kakinya tidak bergeser satu sentipun.

Siaw cap It Long adalah manusia luar biasa, tusukan Sim Pek Kun itu telah mengenai bagian yang parah, darisana masih keluar darah. Walau demikian, ia masih berdiri tegak.

Siaw cap It Long mempertahankan mempertahankan keadaannya yang seperti itu, hingga merobohkan ketiga penyerangnya. Ia heran dan tidak mengerti mengapa Sim Pek Kun begitu benci kepadanya. Mengapa Sim Pek Kun kurang yakin kepada bantuan yang telah diberikan kepadanya ?

Sesudah merobohkan musuh-musuh itu, mengetahui keadaannya yang tidak berbahaya lagi, ia tidak bisa mempertahankan diri, tubuhnya mulai oleng miring dan jatuh kearah meja.

TETAP DIBAYANGI

Disaat Siaw Cap It Long roboh kearah meja, terdengar satu suara tertawa :

“ha..ha.........bagus ! memang ilmu kepandaian hebat, terima lagi seranganku, betul-betul aku akan takluk kepadamu.”

Inilah suara sipendekar guntur Lie Ban tong.

“Hut....” dari luar jendela melayang masuk bayangan Lie Ban Tong, sekujur tubuhnya basah kuyub, kedua tangannya memegang sepasang senjata Lui Kong Ciok, dihantamkan kearah batok kepala Siaw cap It Long.

Siaw Cap It Long telah kehabisan tenaga, ia besandar kepada meja. Tidak mungkin dapat mengelakkan datangnya serangan itu.

Sim Pek Kun menjadi kaget, ia melemparkan pisau kearah Sia Cap It Long,

“terima senjata ini,” ia berkata, dengan maksud memberi senjata, agar Siaw Cap It Long bisa membikin perlawanan senjata.

Siaw Cap It Long menyambuti datangnya operan senjata, dengan sekuat tenaga ia membalikkan dan ditusukkan kearah Lie Ban Tong.

Lie Ban Tong seperti orang nekad, tidak mengelakkan adanya serangan pisau itu. Bleg....pisau tersebut masuk kedalam dada ambles hingga gagang-gagangnya.

Lie ban Tong mati didalam tusukan Siaw Cap It Long. Yang aneh, Lie Ban Tong tidak menjerit. Ia masih menerkam dengan galak, sepasang Lie kong ciok diketukkan kearah Siaw Cap It long.

Mungkin Lie Ban Tong kebal mati ? Siaw Cap it Long menjadi kaget sekali, pundaknya dan punggungnya terkena keprukan senjata Lie kong ciok, tubuhnya menjadi kesemutan, menggeloso jatuh.

Betapa kuatpun Siaw Cap It Long, ditusuk, dipukul, dan dijadikan bulan-bulanan oleh orang-orang itu, akhirnya ia meloso jatuh dilantai perahu, ia tidak bisa bangun kembali. Tidak bisa merambat naik kemeja yang ada disebelahnya.

Dengan masih ada kejadian aneh, tubuh Lie Ban Tong yang sudah tertembus pisau itu, bergelantungan, sekujur badannya basah kuyub, darah mengalir dari bagian depan dadanya, toh tubuh itu bergantung-gantungan, melayang pulang pergi.

“Nah,” katanya “Siaw Cap It Long ! kau akan mati.”

Lie Ban Tong mengucapkan kata-kata yang seperti ini, tapi mulutnya kaku, dan tidak bergerak.

Terjadinya pertempuran-pertempuran didalam perahu itu telah mengucar-ngacirkan perabot, tiga pelita telah jatuh padam hanya ada sebuah pelita pojok jauh, memancarkan sinar yang kelap-kelip suram. Dari penerangan cahaya itu, bisa menyaksikan keadaan Lie Ban Tong wajahnya berkerinyut menyeramkan, itulah bukan wajah orang hidup, itulah wajah orang yang mati penasaran.

Siaw Cap It Long masih bisa menguasai diri, ia menatap wajah Lie Ban Tong itu.

Sim Pek Kun menjerit, ia tidak percaya, didalam dunia itu ada seseorang yang tidak bisa mati.

Terdengar lagi suara Lie Ban Tong : “Siaw cap It Long ! mengapa kau masih belum mau mati ? hayo, matilah !”

Wajah Lie ban Tong telah membeku, mulutnya begitu rapat, sepasang matanya melotot keluar, seperti mata ikan maskoki yang mau jatuh, tapi ia masih bisa bersuara, entah dari mana suara itu ?

Siaw Cap It Long mempertahankan genggamannya, ia masih tidak mau mati, untuk menimpali tantangan tadi, ia berkata :

“Aku tidak bisa mati.”

Tiba-tiba.......

Terdengar satu suara yang nyaring dan merdu, suara itu adalah suara seorang gadis, membisingkan seluruh isi perahu.

Lie Ban Tong yang suaranya begitu keras tiba-tiba terjadi perubahan, hal ini sangat mengejutkan, membuat seluruh bulu-bulu roma bangun berdiri.

Siaw Cap It Long mengeluarkan keluhan nafas panjang, ia tahu siapa yang memegang peranan dibelakang mayat Lie Ban Tong itu. Dengan menyengir sedih ia berkata :

“Kau ! lagi-lagi kau yang memegang peranan ini !”

Belum selesai kata-kata Siaw Cap It Long tubuh Lie Ban Tong meloso jatuh.

Kini tersingkaplah tabir permainan sandiwara, siapa yang memegang peranan dibelakang Lie Ban Tong. Disana berdiri gadis cantik, itulah Siaw kongcu

Suara tertawa cekikian tadi adalah suara Siaw Kongcu.

Siaw kongcu berdiri disana, memandang Siaw Cap It Long, dan menoleh kearah Sim Pek Kun.

Kulitnya begitu alus, seperti tidak tahan ditowel, tertawanya begitu manis, tapi ia mempunyai hati yang lebih jahat dari ular berbisa.

Bertemu Siaw kongcu, seolah-olah bertemu dengan iblis jejadian hidup.

Sim Pek Kun takut setengah mati.

Ternyata Lie Ban Tong yang sudah mati itu dijinjing oleh Siaw kongcu, terbang pelang pergi, maka seperti hantu yang bersliweran diatas perahu.

Terdengar suara Siaw kongcu yang nyaring merdu.

“Ya. Aku datang kembali. Aku tetap menjadi bayanganmu.”

Perlahan-lahan, ia mendekati Siaw Cap It Long. Siaw Cap It Long tidak bisa bergerak lagi, karena itu dengan rasa yang sangat puas dan bangga, Siaw kongcu mendekati lebih dekat lagi, menjulurkan tangannya, mengusap pipi Siaw Cap It Long dengan tertawa garing ia berkata :

“Kau adalah orang impianku. Siang malam kurindukan. Satu haripun tidak bisa berpisah denganmu. Bagaimana aku tidak datang kembali ?”

Suara Siaw kongcu seperti kacang garing, seperti burung kenari, sangat merdu, lebih enak dari mendengar suara biduan wanita yang manapun juga.

Sim Pek Kun menjerit kaget, teriaknya :

“kau....kau juga seorang wanita ?”

Siaw kongcu lebih sering mengenakan pakaian pria, maka orang menyebutnya bernama Siaw kongcu yang berarti kongcu kecil. Sim Pek Kun bertemu berulang kali dengannya, didalam keadaan penyamaran, hanya kali ini ia membuktikan sendiri, bagaimana Siaw kongcu menggunakan pakaian yang asli. Pakaian wanita.

Siaw kongcu menganggukkan kepala, ia berkata :

“Baru tahu ? ha..ha......kalau aku seorang laki, bagaimana mempunyai itu kekejaman untuk menyiksa dirimu, hanya seorang wanita yang berlaku kejam kepada wanita. Mengertikah kau dalih ini.”

Sim Pek Kun mendelikkan mata. Ia tertegun dan terpaku ditempat itu. Terdengar elahan nafas panjang, Siaw kongcu bergoyang-goyang kepala sebentar, ia berkata :

“Ratu dari rimba persilatan Sim Pek Kun memang seorang wanita yang cantik. Sayang sekali, kau tidak mengerti, bagaimana harus memegang peranan seorang wanita, kau kurang romantis, mana bisa memenangkanku ?”

Menoleh kearah Siaw Cap It Long, Siaw kongcu berkata :

“Siaw Cap It Long, mengapa kau bisa jatuh cinta kepadanya ? Apakah kau tidak cinta kepadaku ?”

Siaw Cap It Long menyengir dan membuka mulut dan berkata :

“Aku....”

Siaw Cap It Long tidak bisa meneruskan kata-katanya, terasa dada begitu nyeri, itulah luka bekas tusukan Sim Pek Kun. Butiran-butiran keringat berguguran, ia menahan rasa sakit yang luar biasa.

“Hayo........” Siaw kongcu menjerit kolokan.

“Kau juga sudah menderita luka ? siapa yang melukai kekasihku ? siapa yang begitu kejam melukai kekasihku ?”

Suaranya merdu sekali, bila seseorang yang tidak pernah menyaksikan kekejaman Siaw kongcu, pasti tertarik, pasti menduga sesuatu yang bukan-bukan, pasti menduga bahwa Siaw kongcu ini adalah seorang yang baik hati, seorang yang romantis.

Siaw kongcu telah menggunakan Lie Ban Tong melukai Siaw Cap It Long, toh masih dilukainya.

Siaw kongcu juga tahu, Siaw Cap It Long telah menderita luka pertama dibawah tangan Sim Pek Kun. Sengaja ia berolok-olok seperti itu.

Sim Pek Kun tidak bisa tergoda kembali dengan suara keras ia berteriak :

“Aku yang telah melukainya.”

Siaw kongcu mengirim kerlingan mata, memandang Sim Pek Kun. Ia membawa suara yang tidak percaya.

“Oow..?” iamenggeleng-gelengkan kepala

“Tidak mungkin, tidak mungkin terjadi. Ia sangat baik dan ia begitu sayang kepadamu. Mengapa kau melukainya ? Dengan alasan apa kau mau membunuh ?.......Kulihat kau bukan wanita yang begitu kejam, bukan ?”

Sim Pek Kun menggertek gigi, ia berteriak keras :

“lain kali, bila ada kesempatan, tetap aku hendak membunuhnya”

“eh, mengapa ?” bertanya Siaw kongcu.

Wajah Sim Pek Kun menjadi keras, sepasang matanya merah membara, dengan gemetaran ia berkata :

“Dendamnya begitu besar, bagaimana aku,.....”

“Ouw.....kalian mempunyai dendaman ? siapa yang memberi tahu ?” bertanya Siaw kongcu.

Dengan dingin Sim Pek Kun menjawab pertanyaan itu :

“Empat pendekar Lu Tong Su Gie, sepasang pendekar kilat dan guntur dari Tay Ouw dan lain-lainnya, mereka adalah saksi-saksi.”

Siaw kongcu menghela nafas, ia berkata :

“Siaw Cap It Long telah menolongmu sehingga berulang kali. Tapi kau tidak percaya kepada dirinya. kau lebih percaya obrolan orang-orang itu.”

“Tapi....tapi....” Sim Pek Kun kehabisan bahan berdebat.

“Ia telah mengaku bahwa dialah Siaw Cap It Long.”

“Ya.” berkata Siaw kongcu .

“Inilah Siaw Cap It Long ! jago berandalan luar biasa, orang menyebutnya sebagai penjahat besar. Kepala rampok. Tapi orang yang telah membakar kampungmu,orang yang telah merusak rumahmu,orang yang membunuh nenekmu bukanlah Siaw Cap It Long ini.”

Sim Pek Kun tertegun, menoleh kearah Siaw kongcu dan berkata :

“Siapa ?”

“Tentu saja aku.” berkata Siaw kongcu tertawa.

“Kecuali aku, Siaw kongcu, siapa lagi yang bisa melakukan perbuatan-perbuatan luar biasa ?”

Sekujur badan Sim Pek Kun gemetaran, marah, kesal, penasaran, dan aneka ribu macam perasaan lainnya.

Siaw kongcu berkata :

“Empat pendekar Lu Tong Su Gie, sepasang pendekar kilat dan guntur dari Tay Ouw dan lain-lainnya, mereka adalah orang-orang yang sudah kubeli. Sengaja kuatur tipu siasat yang seperti ini, sengaja menjerumuskan dirimu kedalam kenistaan, sengaja membuat hatimu benci kepada Siaw Cap It Long, kukira obrolan mereka pasti tidak bisa masuk kedalam telingamu, karena Siaw Cap It Long begitu baik. Mana aku tahu, bahwa kau lebih percaya kepada cecunguk-cecunguk itu, aku tahu, kau tidak bodoh,mengapa begitu pikun ?”

Seperti jarum-jarum yang sangat tajam, sepatah demi sepatah kata-kata Siaw kongcu itu menusuk kedalam lubuk hati si ratu rimba persilatan Sim Pek Kun.

Kini sadarlah dirinya, kesalahan apa yang telah dilakukan olehnya.

Dimisalkan, kata-kata ini bila keluar dari mulut Siaw Cap It Long, mungkin ia tidak percaya. Tapi keluar dari mulut Siaw kongcu, tidak bisa tidak percaya.

Dihubungkan kejadian-kejadian lama dengan apa yang telah diketahui, ternyata Sim Thian Ciok tidak terluka, terbukti, sesudah mengetahui Siaw Cap It Long tidak berdaya jago itu molos keluar dari balik selimutnya, menyerang secara ganas.

Ternyata betul-betul sipendekar pedang kilat dari Tay Ouw telah membunuh pelayan rumah penginapan itu. Inilah orang yang dipercayakan olehnya, seorang kecil yang baik hati.

“Oh....” Sim Pek Kun mengeluh.

Sim Pek Kun menyesal atas perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan, menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan kepada Siaw Cap It Long.

Sim Pek Kun pernah berjanji kepada diri sendiri, ia tidak mudah diojok-ojok orang, ia telah berjanji, ia akan lebih percaya kepada Siaw Cap It Long,ia akan percaya kepada laki-laki yang mempunyai sepasang sinar mata terang itu.

Dahulu, Sim PekKun belum tahu, siapa itu laki-laki yang berulang kali menolong dirinya.

Ternyata Siaw Cap It Long yang menolong dirinya. Siaw Cap It Long yang dikatakan oleh banyak orang sebagai kepala rampok, sebagai bajingan besar. Apa yang tersebar luas diantara rimba persilatan itu adalah suatu kebohongan. Siaw Cap It Long yang ditemukan bukanlah Siaw Cap It Long dalam cerita.

Terbayang kembali sepasang sinar mata Siaw Cap It Long yang redup, Siaw Cap It Long sangat bersedih hati atas reaksi yang diterimanya. Siaw cap It Long bersedih karena Sim Pek Kun tidak mempercayainya.

Ya! Sim Pek Kun terlalu mudah ditipu orang. Terlalu percaya kepada fakta buatan. Akhirnya ia telah menjerumuskan diri sendiri kedalam penyesalan.

Ingin sekali Sim Pek Kun meremas-remas diri sendiri, ingin sekali ia bisa mati segera untuk menebus dosa-dosanya.

Siaw kongcu memperhatikan sesuatu diwajah si ratu rimba persilatan Sim Pek Kun, ia memperhatikan gerak-gerik Sim Pek Kun, apa yang Sim pek Kun rasakan itu bisa dimaklumi oleh Siaw kongcu, kini Siaw kongcu berkata :

“Tentunya kau ingin mati segera, bukan ? Sayang ?....Tidak bisa....!...Mengambil perumpamaan, kau bunuh diri, kau mati. bagaimana kau bisa membalasbudi-budinya yang telah dilepas kepadamu ? Dimisalkan kau tidak ada SIaw Cap It Long, berapa kalikah kau sudah mati ?”

Sim Pek Kun mengucurkan air mata, sangat sedih sekali, ia menyesal. Apa bisa dikata, segala sesuatu sudah terjadi, menyesalpun tiada guna.

“Bunuhlah!...Bunuhlah aku!” ia berteriak.

Siaw kongcu menganggukkan kepala,

“Sebelumnya,aku ada niatan untuk membunuhmu, tapi.....sekarang, aku mangganti maksuditu, aku menghapuskan rencana semula.”

“.......Mengapa,” Sim Pek Kun bertanya sedih.

Siaw kongcu berkata :

“Aku lebih suka melihat kau hidup, lebih suka bagaimana kau hidup sengsara, bagaimana kau hidup tersiksa, bagaimana kau hidup penuh penderitaan.”

“kau....kau kejam.” SimPek Kun menggertekgigi.

“Aku masih suka kepadamu.” berkata Siaw kongcu.

Tiba-tiba Siaw Cap It Long turut menyahut pembicaraan diantara dua wanita itu. Ia berkata :

“Tapi aku sudah tidak suka kepadanya. Aku benci, kepada seorang manusia yang tidak mengenal budi aku benci sekali.”

“Kau benci kepadanya ?” bertanya Siaw kongcu tertawa.

“Usirlah dia” berkata Siaw Cap It Long menahan rasa sakit yang tidak terhingga. Lukanya sangat parah sekali.

Hati Sim Pek Kun dirasakan semakin lebih sedih.Ia mengerti apa maksud tujuan Siaw Cap It Long, bila mana Siaw kongcu mau mengikuti anjurannya, mengusirnya pergi, itulah satu keringanan. Ia akan bebas dari siksaan Siaw kongcu yang kejam.

“Biar bagaimana jahat kuperlakukannya tetap ia berusaha menolong diriku.” berkata Sim Pek Kun didalam hati.

“Aku telah memakinya, memukulnya, melukainya, dan hampir saja membunuhnya. Tapi ia tidak menanam rasa sakit hati ini.”


Bagian 7 Selesai
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar