Anak Harimau Bagian 08

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 08

Bagian 08

Tiba-tiba tergerak hati Lan See giok dengan nada tak mengerti dia bertanya.

"Mengapa sih empek begitu takut terhadap si kakek berjubah kuning tersebut?"

Berubah paras muka si Manusia cacad telinga Oh Tin san setelah mendengar ucapan mana, serunya gusar:

"Omong kosong, empek sebagai seorang pemilik benteng yang menjagoi seputar telaga ini belum pernah takut kepada orang lain.."

Ketika mengutarakan ucapan tersebut, alis matanya berkerut, matanya melotot wajah-nya menyeringai seram, agaknya ia benar--benar sedang diliputi hawa amarah.

Selama ini Say nyoo-hui Ki Ci hoa cuma membungkam diri belaka, berhubung dia memang tak tahu duduknya persoalan di samping kuatir salah berbicara.

Namun setelah melihat Oh Tin san men-jadi gusar karena jengah, buru-buru selanya:

"Tin san, bocah kecil tahu apa sih? Masa kata katanya kau masukan dalam hati hingga membuatnya menjadi marah?"

Sembari berkata dia mengerling sekejap ke arah Oh Tin san.

Oh Li cu pun merasa tidak puas dengan si-kap ayahnya, dengan nada tak senang hati serunya pula.

"Ayah memang jelek dalam hal ini, sedikit-sedikit jadi marah!"

Sesungguhnya Oh Tin-san merupakan seo-rang manusia licik yang pandai mengen-dalikan perasaan sendiri, namun berhubung perkataan dari Lan See giok tadi telah me-nyinggung aib yang pernah dijumpainya dan justru mengena pada penyakit hatinya, tak heran kalau hawa amarahnya segera mele-dak.

Namun setelah digerutui istrinya dan pu-trinya menunjukkan wajah tak senang hati, buru-buru dia mengendalikan emosinya dan tertawa terbahak bahak.

"Haaah . . haaah . . haaah . . . . bayangkan saja aku Oh Tin san adalah seorang tokoh silat yang nama nya sangat menggetarkan telaga Phoan yang oh, dengan ilmu Hun sui ciang hoat (ilmu pukulan pemisah air) yang kumiliki puluhan tahun belum pernah ber-sua dengan musuh tangguh, manusia-manu-sia golongan putih maupun golongan hitam dari dunia persilatan pada jeri tiga bagian kepadaku, bayangkan saja betapa tidak marah aku setelah dituduh takut dengan kakek berjubah kuning ter-sebut".

Kemudian setelah tertawa terbahak bahak kembali, katanya lebih jauh kepada Lan See giok.

"Sebenarnya empek tidak menampakkan diri waktu itu karena aku tak ingin men-cari urusan yang tak berguna dalam keadaan be-gitu"

Dalam hati kecilnya Lan See giok tert-awa dingin, ia tahu jawaban dari Oh Tin san ini tidak jujur, sedangkan mengenai keterangan Wi lim poo dalam dunia persilatan, ia pun masih tanda tanya besar sebab belum pernah hal ini di dengar dari ayahnya.

Dalam hati kecilnya sekarang cuma ada satu masalah saja yang perlu diketahui sece-patnya, yakni asal usul dari si kakek berju-bah kuning tersebut.

Maka dengan perasaan tak habis mengerti dia bertanya.

"Empek, sebenarnya siapa sih kakek berju-bah kuning itu?"

Oh Tin san mendengus dingin.

"Hmmm! Empek cuma tahu kalau dia bu-kan orang baik-baik, sedangkan tentang siapa namanya dan dari mana asal usulnya, belum pernah kudengar tentang hal ini . . .""

Lan See giok pura-pura merasa kaget dan tercengang, katanya kemudian:

"Aku lihat ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah kuning itu lihay sekali, mestinya kedudukannya dalam dunia persilatanpun amat tinggi . . . "

"Darimana kau tahu?" belum habis Lan See giok berkata, Oh Tin san telah menukas de-ngan perasaan dalam.

Tanpa ragu-ragu sahut Lan See giok:

"Aku dengar kakek bercambang yang ber-nama naga sakti pembalik sungai itu selalu membahasai kakek berbaju kuning itu seba-gai locianpwe . . ."

Tidak sampai Lan See giok menyelesaikan kata-katanya, Oh Tin san dengan mata me-lotot dan menggertak gigi telah berseru lebih dulu:

"Thio-Lok-heng, manusia tak tahu malu, ia bermoral bejad, suka merendahkan derajat sendiri .. . "

Lan See giok sama sekali tidak menggubris ocehan dari Manusia cacad telinga tersebut, dia berkata lebih jauh:

"Kepandaian silat yang dimiliki kakek ber-jubah kuning itu memang amat lihay, se-waktu ia membentak kemarin, padahal tubuhnya masih berada berapa kaki dariku, tapi jalan darahku tahu-tahu sudah kena ditotok olehnya."

Ketika selesai mendengar perkataan dari Lan See giok ini, Oh Tin san tak bisa me-ngendalikan hawa amarahnya lagi, ia segera berseru keras.

"Bocah bodoh, ilmu silat itu tiada batas batasnya, dan beraneka ragam jenisnya, masing-masing kepandaian memiliki keisti-mewaan yang berbeda beda, masih mendi-ngan kalau kakek berbaju kuning itu tidak datang ke benteng Wi lim poo ku ini. bila ia sampai berani datang kemari, hmm. . . aku pasti akan menyuruh si anjing tua ini merasakan enaknya air Phoan yang oh!"

Lan See giok segera merasakan semangat nya bangkit kembali, dengan nada gembira dia berseru.

"Empek tua, kau sebagai seorang pocu yang namanya termasyhur di seantero dunia, ilmu dalam airmu tentu lihay sekali, mulai besok aku ingin menyuruh empek untuk mengajarku ilmu dalam air . .""

Mendapat pujian dari Lan See-giok, paras muka Oh Tin-san yang semula suram segera berubah menjadi cerah kembali, ia tertawa bangga dan menganggukkan kepalanya berulang kali:

"Baik, baik, asal kau bersedia untuk mem-pelajarinya secara tekun, empek akan mewa-riskan segenap kepandaian yang empek miliki untukmu. . ."

Lan See-giok berlagak kegirangan, dia melompat-lompat dan segera menjura dalam-dalam, serunya dengan girang:

"Kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih lebih dulu kepada empek . . !"

Oh Tin san yang licik den banyak tipu muslihatnya ini mengira rencana kejinya berhasil dengan sukses, tanpa terasa ia men-dongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.

Say-nyoo-hui yang selama ini cuma mem-bungkam, sekarang turut berseru pula de-ngan nada girang.

"Nak, asal kau bersedia untuk belajar, be-berapa jurus ilmu Cau hong jiu (ilmu sakti menggapai lebah) yang kumilikipun akan kuwariskan juga kepadamu!" ..

Lan See giok sama sekali tidak bertanya apakah ilmu yang dimaksudkan sebagai Cau hong jiu tersebut, cepat-cepat dia membalik kan badan dan menjura dalam-dalam, lalu serunya dengan naga girang.

"Terima kasih banyak bibi!"

Kemudian dia membalikkan badan dan duduk kembali ke kursi semula . . .

Waktu itu Oh Tin san sudah dibikin kegi-rangan sehingga sedikit tak dapat mengenda-likan diri, matanya yang jalang mengerling sekejap ke arah Oh Li cu yang sedang berseri, kemudian ujarnya sambil tersenyum.

""Mulai besok, biar enci Cu mu yang mewakiliku mengajarkan dasar ilmu di dalam air kepadamu, bila dasar dasarnya sudah kau ketahui baru aku yang mengajarkan langsung kepadamu!"

Mendengar perkataan ini Lan See giok ter-tawa, kali ini suara tertawanya benar-benar timbul dari hati sanubarinya.

Sebab diantara lima cacad dari tiga telaga, tak seorangpun yang paling dicurigai, berda-sarkan julukan yang mereka miliki paling ti-dak dari lima cacad ada tiga yang bercokol di atas air, oleh sebab itu kepandaian berenang boleh dibilang merupakan kepandaian yang paling penting baginya.

Oh Li cu yang mendengar ayahnya meme-rintahkan kepadanya untuk mengajar kan ilmu berenang kepada Lan See giok, kontan saja hatinya menjadi kegirangan, sebab hal tersebut memang sesuai dengan kehendak hatinya, tak tahan lagi ia tersenyum genit.



Pada saat itulah dari luar ruangan muncul seorang dayang berbaju hijau yang menghampiri Oh Tin san dengan langkah tergesa gesa, setelah memberi hormat kata-nya:

"Lapor lo pocu, Be congkoan, Thio Gi si dan Li Tok cay datang mohon bertemu!"

Mendengar laporan tersebut paras muka Say nyoo-hui dan 0h Li cu berubah hebat, dengan pandangan terkejut mereka berpaling ke arah Oh Tin San.

Perlu diketahui, di hari-hari biasa kecuali Oh Tin San suami istri, orang lain belum pernah mengunjungi tempat kediaman dari Oh Li cu, tapi malam ini tiga orang kongkoan yang berkedudukan di bawah Oh Tin san te-lah datang, ini menunjukkan kalau di dalam benteng telah terjadi suatu peristiwa yang maha besar.

Menyaksikan keterkejutan Say nyoo-hui dan Oh Li cu, Lan See giok merasa terperan-jat sekali, apalagi saat ini menunjukkan kentongan ke empat, hal tersebut membuat-nya makin terkesiap.

Oh Tin San memang sudah mengetahui hal ini, tapi di luar dia berlagak seolah-olah kaget dan tercengang, sambil mengerut-kan dahinya ia berseru.

"Silahkan mereka masuk!"

Dayang itu mengiakan dengan hormat ke-mudian membalikkan badan dan buru-buru berlalu dari situ.

Say nyoo-hui maupun Oh Li cu meman-dang ke arah Oh Tin san dengan pandangan terkesiap, tanyanya kemudian dengan nada tak mengerti:

"Ada apa sih? Masa hari begini juga datang menghadap?"

Oh Tin san tidak menjawab dengan segera, hanya matanya yang sesat mengawasi depan pintu dengan termangu, seolah-olah sedang memikirkan persoalan tersebut.

Tak selang berapa saat kemudian, terde-ngar suara langkah kaki manusia berkuman-dang memecahkan keheningan.

Meminjam cahaya yang memancar ke luar dari balik ruangan, Lan See giok dapat meli-hat ada tiga sosok bayangan manusia sedang melangkah masuk ke dalam ruangan dengan langkah tergesa-gesa.

Orang yang berada ditengah berperawakan kecil dan pendek, dia adalah seorang kakek bungkuk bermata segi tiga, beralis tebbal dan memelihajra jenggot kambging, tampangnyba menunjukkan kelicikan, mengenakan jubah panjang warna putih yang kedodoran, sepasang matanya memancarkan cahaya ta-jam yang berkilauan, membuat kakek ini tampak mengerikan.

Sedangkan orang yang berada di sebelah kanan berperawakan tinggi langsing, berusia antara tiga puluh tahunan, berjubah hitam dengan celana kombrang, tampangnya kurus macam monyet dengan hidung yang meleng-kung seperti hidung betet, matanya yang bulat memancarkan juga cahaya tajam.

Orang yang berada di sebelah kiri adalah seorang pemuda berusia dua puluh lima-enam tahunan, tubuhnya kekar dengan alis mata yang tebal, tapi matanya kecil, hidungnya agak mancung dan bibirnya terasa amat tebal.

Ia mengenakan topi model seorang busu, telinganya dihiasi anting-anting besar, pakaiannya ringkas dan ikat pinggangnya merah, diantara rekan rekannya dia memang kelihatan lebih tampan.

Di antara ke tiga orang ini, seorang ber-tampang licik, seorang lagi bertampang keji dan pemuda ini meski masih muda namun wajahnya memancarkan pula hawa sesat dan hawa kecabulan.

Lan See giok segera menduga kalau ke tiga orang ini adalah para anggota penting dari benteng Wi-lim-poo.

Dalam pada itu ke tiga orang tersebut su-dah memasuki ruangan, enam buah sorot mata mereka yang jeli mengawasi wajah Lan See giok yang sedang duduk dihadapan Oh Li cu itu dengan pandangan terkejut.

Terutama sekali pemuda berpakaian ring-kas tersebut, ia nampak berkerut kening setelah menyaksikan ketampanan wajah Lan See giok serta kegagahannya.

Biarpun Lan See giok hanya seorang bocah berusia lima enam belas tahunan, tapi dalam pandangannya bocah itu sudah terhitung se-orang pemuda yang amat ganteng.

Oleh sebab itulah sebelum melangkah ke dalam ruangan, keningnya sudah berkerut dan wajahnya diliputi hawa napsu mem-bunuh.

Menyaksikan wajah cemburu yang terpan-car dari wajah pemuda tersebut, senyuman yang semula menghiasi wajah Oh Li cbu kini telah bejrubah menjadi dgingin seperti ebs.

Perubahan wajah Oh Li cu, kontan saja semakin mengobarkan api cemburu yang berkobar di dalam dada pemuda berpakaian ringkas tersebut.

Manusia cacad telinga Oh Tin San maupun Say-nyoo-hui Ki-Ci-hoa menyaksikan per-u-bahan wajah ke dua orang itu dengan jelas, akan tetapi mereka berlagak seolah-olah ti-dak memperhatikan.

Dalam pada itu ke tiga orang tersebut su-dah memasuki ke dalam ruangan, lalu de-ngan hormat mereka menjura seraya ber-kata:

"Mengunjuk hormat buat Lo pocu, hujin dan nona!"

Say nyoo-hui dan Oh Li cu segera memba-las hormat sambil tersenyum . . .

Hanya Lan See giok seorang yang masih tetap duduk tak bergerak, karena dia me-mang tidak kenal dengan ke tiga orang ini, terhadap sorot mata permusuhan dari pemu-da berpakaian ringkas tersebut, diapun pada hakekatnya tidak memandang sebelah mata-pun.

Setelah meletakkan cawan araknya, berla-gak tidak mengerti Oh Tin San segera berta-nya:

"Malam-malam begini kalian bertiga datang ke sini, entah ada urusan apa?"

Kakek bungkuk tersebut segera menjura, sahutnya dengan sikap yang sangat meng-hormat:

"Hamba sekalian mendengar Lo pocu marah-marah yang mungkin disebabkan peristiwa terbunuhnya si setan pengejar ikan paus, oleh sebab itu hamba sekalian khusus datang ke mari untuk melaporkan kejadian yang sebenarnya".

Lelaki setengah umur berwajah monyet segera menyambung pula dengan hormat.

"Setelah menerima laporan, hamba lang-sung memeriksa sendiri di tempat kejadian, di sekitar sana ditemukan sebuah sampan nelayan dalam keadaan terbalik, di dasar sampan dijumpai sebuah lubang yang persis sebesar luka mematikan di tubuh si setan pengejar ikan paus "

Lan See giok yang mendengar perkataan tersebut menjadi sangat mendongkol, dia merasa kejadian tersebut perlu diterangkan sejelas-jelasnya kepada semua orang . . .

Belum habis ia berpikir, tiba-tiba pemuda berpakaian ringkas itu sudah berdiri dengan kening berkerut, tiba-tiba serunya dengan penuh kegusaran.

"Menurut hasil rpenyelidikan atzas sumber dari wsampan tersebutr, diketahui perahu itu milik dusun nelayan setempat, hamba yakin perbuatan ini pasti hasil karya si naga sakti pembalik sungai, kini segenap saudara dari benteng sudah diliputi emosi dan gusar sekali, kami merasa belum puas sebelum da-pat mencuci dusun nelayan itu dengan darah . . . ."

Ucapan itu menggusarkan Lan See giok, ia jadi lupa kalau dirinya berada di mulut hari-mau, dengan kening berkerut dia siap melompat bangun.

Belum lagi hal tersebut dilakukan, Oh Tin San sudah mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.

Gelak tertawa ini langsung membungkam kan pemuda berpakaian ringkas itu, agak termangu ia mengawasi pocunya, sementara hatinya keheranan dan tidak habis mengerti apa sebabnya Oh Tin San tertawa tergelak...

Lan See giok, Say-nyoo-hui serta Oh Li cu juga mengawasi Oh Tin San dengan perasaan tidak habis mengerti.

Setelah menghentikan gelak tertawanya, Oh Tin san berkata dengan lantang:

"Kukira ada kejadian besar apa, oooh. ru-panya hanya masalah sekecil ini, biarpun sampan tersebut milik dusun nelayan se-tem-pat, namun aku percaya si setan pengejar ikan paus bukan tewas di tangan si Naga Sakti pembalik sungai."

Berbicara sampai di situ, matanya yang sesat memandang sekejap ke arah Lan See-giok, kemudian sambil berpura pura gembira katanya dengan suara lantang:

"Persoalan ini tak usah kita bicarakan dulu untuk sementara waktu, ayo kuper-kenalkan dulu kalian bertiga dengan sau poocu kalian Lan See giok."

Seraya berkata dia menunjuk ke arah pe-muda Lan.

Kecuali kakek bungkuk, dua orang lain-nya nampak tertegun, terutama sekali pemuda berpakaian ringkas tersebut, paras mukanya segera beruban hebat.

Lan See giok masih tetap bersikap tenang, senyum hambar menghiasi ujung bibirnya, matanya bersinar tajam, oleh karena Oh Tin san telah bangkit berdiri, maka dia pun turut beranjak.

la cukup tahu bahwa kesemuanya ini me-rupakan bagian dari perangkap Oh Tin san, tapi mengapa? ia kurang jelas, namun ada satu hal dia merasa yakin, bisa jadi hal ini akan semakin membantu usahanya untuk melarikan diri.



Dalam pada itu si kakek bungkuk itu su-dah maju ke depan dengan senyuman di ku-lum, sembari menjura katanya dengan hor-mat:

"Congkoan dari benteng Wi-lim-poo, Be-Siong-pak memberi hormat buat sau pocu."

Buru-buru Lan See giok membalas hormat, sahutnya sambil tersenyum ringan:

"Aku masih muda dan berpengetahuan rendah, untuk di kemudian hari masih ba-nyak membutuhkan petunjuk dari Be lo-enghiong"

Betapa gembiranya Be Siong-pak ketika Mendengar Lan See giok membahasai diri sendiri sebagai Be lo-enghiong, buru-buru dia membungkukkan badan dan berkata sambil tersenyum:

"Hamba tidak berani, hamba tidak berani"

Sambil tersenyum Oh Tin san segera menimbrung dari samping.

"Bocah bodoh, Be congkoan sudah amat berpengalaman di dalam dunia persilatan ke-cerdasan otaknya seperti Khong-Beng yang menjelma kembali, dialah otak dari empek mu, semua masalah dan pekerjaan merupa-kan hasil kerjanya, di kemudian hari kau memang perlu minta banyak petunjuk dari Be congkoan."

Lan See giok menganggukkan kepalanya berulang kali sementara hatinya bergetar keras, ia tahu Be Siong pak merupakan pe-rintang utama bagi usahanya melarikan diri di kemudian hari.

Umpakan dari Oh Tin san itu kontan mem-banggakan hati Be Siong-pak, saking senangnya dia sampai mendongakkan kepala nya dan tertawa terbahak bahak, katanya ber-ulang kali:

"Aaah, lo-pocu terlalu memuji!""

Lelaki setengah umur berwajah seperti monyet itu segera maju pula ke depan, kata nya kepada Lan See giok dengan hormat:

"Hamba Thio-Wi-kang, memberi hormat buat Sau pocu."

Sembari berkata dia membungkukkan badan sambil menjura dalam-dalam . ....

Melihat hal ini Oh Tin-san kembali berkata:

""Dia adalah Thio-Wi-kang, orang me-nye-butnya sebagai Sam-ou kau-ong (Raja monyet air dari tiga telaga), kepandaian dalam airnya tiada tandingan, saat ini dia termasuk se-orang tokoh yang amat menonjol namanya dalam dunia persilatan."

"Selamat bersua, selamat bersuba!" seru Lan Seje giok berulangg kali sambil mebnjura.

Pemuda berpakaian ringkas yang berada di belakang, dengan dahi berkerut dan mulut mencibir menunjukkan sikap angkuh tetap berdiri di tempat, hanya ujarnya ketus:

"Lin Ci cun menjumpai sau pocu!"

Tapi dikala menyaksikan senyuman seram menghiasi ujung bibir Oh Tin san, matanya berkilat tajam, kontan hatinya bergetar keras.. sehingga terburu buru ia membung-kukkan badannya memberi hormat.

Agaknya Oh Tin san merasa tak senang hati terhadap sikap angkuh yang dipancar-kan Li Ci cun di hadapannya, maka diapun memberi penjelasan secara ringkas.

"Dia adalah Li Ci cun, orang menyebut-nya Long Ii hu tiap (kupu-kupu di tengah ombak)."

Lan See giok tidak menyangka kalau pen-jelasan Oh Tin san sedemikian ringkasnya, maka setelah termenung sejenak, ia baru berkata sambil tersenyum.

"Selamat bersua, selamat bersua!"

Kupu-kupu dibalik ombak Li-Ci-cun merasa sangat tidak puas, di samping itu diapun dapat menyadari kalau manusia ca-cad telinga yang termasyhur sebagai manusia licik yang berhati keji ini menaruh perasaan tak puas terhadapnya, kesemuanya itu mem-buat perasaannya dicekam rasa kaget.

Akan tetapi setelah menyaksikan Oh Li cu, kekasihnya yang selama ini hidup bagaikan suami istri dengannya sama sekali tidak ber-paling ke arahnya, walaupun sudah sedari tadi ia muncul di situ, kontan saja api cem-burunya makin lama semakin ber-kobar.

Dalam pada itu, Lan See-giok telah berkata kepada Oh Tin sari sambil tersenyum.

""Empek, persilahkan Be lo enghiong berti-ga turut menghadiri perjamuan ini !"

Baru saja ucapan tersebut diutarakan, Oh Li cu segera menarik wajahnya sambil cem-berut.

Agaknya kakek bungkuk itu amat berke-nan dihati atas sebutan Be to-enghiong dari Lan See giok tersebut, dengan wajah berseri ia berkata:

"Tidak usah sau pocu, besok hamba masih ada urusan yang mesti diselesaikan se-hingga tak berkesempatan untuk menemani sau pocu bersantap, tapi untung saja waktu di kemudian hari masih panjang, toh tak usah tebrburu napsu bukjan?"

Selesaig berkata kembalbi ia tertawa terbahak bahak, agaknya ia belum bisa menduga asal usul Lan See giok yang sesungguhnya.

Sesungguhnya Oh Tin san memang berniat mempersilahkan ke tiga orang bawahannya untuk menghadiri perjamuan tersebut, na-mun setelah menyaksikan ketidak senangan putrinya, apalagi Be Siong pak juga telah beralasan masih ada urusan lain, maka sem-bari mengulapkan tangannya ia berkata:

"Baiklah, lain waktu saja kita minum ber-sama sama!"

Si kakek bungkuk, Thio-Wi-kang maupun Li Ci cun tahu bahwa mereka sudah seha-rusnya pergi, maka serentak ke tiga orang itu memberi hormat dan mohon diri.

Baru ke luar dari pintu ruangan, menda-dak terdengar Oh Tin san berseru lagi dengan suara dalam dan bertenaga.

"Be congkoan, sebelum fajar besok harap siapkan semua kapal perang yang kita miliki, kumpulkan segenap anggota kita di lapangan air, setiap pasukan harus berpakaian lengkap dan panji kebesaran kita kibarkan di setiap tiang perahu, nah pergilah!"

Lan See-giok terkejut oleh ucapan tersebut, sementara Say nyoo-hui serta Oh Li cu di-buat tertegun.

Kakek bungkuk, Thio-Wi-kang maupun Li Ci cun nampak agak tertegun pula, tapi ke-mudian dengan semangat berkobar serentak ia mengiakan dan berlalu dengan langkah ter-buru buru.

Kejut dan gusar perasaan Lan See giok waktu itu, dia tahu bisa jadi Oh Tin san ber-niat membasmi kampung nelayan tersebut dengan kekerasan.

Maka setelah merenung sejenak, dengan kening berkerut katanya dengan gusar:

"Empek, si setan pengejar ikan paus . ."

Setelah menurunkan perintah tadi tam-paknya Oh Tin san mulai berpikir kalau ta-ruhan yang dilakukan olehnya kali ini kele-wat besar, mendingan kalau berhasil meraih keuntungan, jika kalah, bukankah urusan bakal berabe? Perasaannya tiba-tiba saja menjadi gugup dan sangat tak tenang.

Itulah sebabnya sebelum Lan See giok menyelesaikan perkataannya, dengan tak sa-dar ia menyela:

"Sirapa suruh si seztan pengejar ikwan paus mencarir kematian sendiri, waktu itu aku su-dah memperingatkan dia, dasar kepandaian silatnya masih jauh di bawah mu sekarang. . ."

"Empek" tukas Lan See giok tak puas, "mengapa kau menitahkan kepadanya agar diam-diam mendorongku, bahkan sekalipun sudah di dorong sampai ke tengah telaga pun belum jua menampakkan diri untuk memberi penjelasan?"

Agaknya Oh Tin san sudah dapat mene-nangkan hatinya sekarang, katanya sambil tertawa hambar:

"Waktu itu aku mengira kau sudah semaput lantaran kaget, karena sejak ber-sembunyi di dalam sampan tak pernah menampakkan diri kembali, maka kuperintah kan kepada si setan pengejar ikan paus agar mendorongmu ke mari secara diam-diam, bila pembicaraan dilakukan waktu itu, niscaya hal mana akan menarik perhatian si kakek berjubah kuning---"

Belum habis dia berkata, bayangan manu-sia nampak berkelebat lewat di depan pintu.

Be Congkoan, si kakek bungkuk yang be-lum lama meninggalkan ruangan kini sudah melompat masuk kembali ke dalam ruangan dengan wajah gugup dan pucat pias.

Kemunculannya yang sangat mendadak ini tentu saja sangat mengejutkan Lan See giok sekalian, serta merta mereka melompat ba-ngun.

Para dayang yang berdiri berjajar di kedua belah pintu pun sama-sama memperdengar kan jeritan kaget yang melengking.

Sebagai manusia yang berwatak licik dan pandai membawa diri, Oh Tin san cukup tahu bila Be Siong pak yang tersohor karena kecerdasan otaknya pun menunjukkan sikap kaget dan gugup seperti ini, berarti di dalam bentengnya sudah terjadi suatu peristiwa yang luar biasa sekali.

Maka sambil berusaha untuk mengendali-kan perasaan gugup dan kalut dalam pikir-annya dia menegur.



"Ada urusan apa?"

Be Siong pak menunjukkan sikap kaget dan cemas, peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuh-nya, dengan tergesa gesa dia menghampiri majikannya kemudian membisikkan sesuatu di sisi telinganya.

Mengikuti komat kamitnya mulut Be Siong pak, paras muka Oh Tin san pun turut berubah ubah juga, dari gugup, takut sampai pucat pias dan matanya memancarkan sinar ketakutan.

Begitu Be congkoan menyelesaikan kata katanya, tak tahan lagi dia bertanya dengan gelisah.

"Sekarang --sekarang dia berada di mana?"

Kakek bungkuk itu semakin tegang, sete-lah menghembuskan napas panjang sahut-nya:

"Sekarang dia berada di ruang tamu!"

Jawaban ini segera menggetarkan perasaan si manusia cacad telinga Oh Tin san seluruh tubuhnya gemetar keras, matanya terbelalak dan ia benar-benar tertegun saking kaget dan takutnya.

Dari sikap tegang, takut dan gugup yang diperlihatkan Oh Tin san maupun kakek bungkuk tersebut, Lan See giok segera men-duga kalau di dalam benteng tersebut pasti sudah kedatangan seorang musuh yang sa-ngat lihay.

Bukan saja kepandaian silat yang dimiliki pendatang tersebut hebat sekali, sudah pasti tangannya amat keji dan membunuh orang tanpa berkedip, kalau tidak mustahil Si manusia cacad telinga Oh Tin San akan menunjukkan rasa takut yang begitu hebat.

Agaknya Say-nyoo-hui Ki-Ci-hoa juga dapat merasakan betapa seriusnya masalah terse-but. sambil menarik ujung baju Oh Tin San, bisiknya lirih:

"Tin San siapa sih yang telah datang?"

Seperti baru mendusin dari kagetnya Oh Tin San tak sempat lagi menjawab perta-nyaan dari Ki-Ci-hoa, buru-buru serunya kepada Be congkoan:

"Ayo, kita segera berangkat."

Buru-buru mereka berdua melompat ke luar dari ruangan tersebut dan melejit ke atas atap rumah, kemudian dalam beberapa kali lompatan saja bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan mata.

Sepeninggalb ayahnya dan Bej Congkoan, Oh Lgi cu baru berpabling ke arah ibunya sambil bertanya dengan perasaan tak habis me-ngerti:

"Ibu, menurut pendapatmu siapa sih yang telah datang?"

ooo0ooo

BAB 7

SAY-NY00-HUI Ki-Ci-hoa memandang se-kejap ke arah Lan See giok yang masih tetap duduk dengan tenang, kemudian sambil berkernyit dahi katanya seraya tertawa paksa:

""Ayahmu selalu dapat mengendalikan diri bila menjumpai sesuatu persoalan, padahal masalah nya bukan sesuatu yang luar biasa""

Oh Li cu tidak setuju dengan pendapat itu, ujarnya dengan wajah bersungguh sungguh.

"Be congkoan orangnya cerdik dan sangat pandai menghadapi masalah, dia pun ter-masyhur sebagai Khong-Beng yang menitis kembali, bila dilihat dari sikapnya yang gugup dan kelabakan..."

Melihat putrinya tak tahu keadaan, dengan kening berkerut Say nyoo-hui segera mene-gur:

"Betapa pun besarnya persoalan yang di hadapi, asal ayahmu sudah ke situ niscaya urusan akan beres dengan sendirinya, ber-dasarkan kelihaian ilmu silat dari ayahmu serta pamornya yang besar, siapa sih yang berani mencabut gigi dari mulut harimau?"

Lalu setelah mengerling sekejap ke arah Oh Li cu penuh arti, sambungnya lebih jauh:

"Lagi pula kita Wi-lim-poo sudah lama menjagoi di seputar telaga ini, sekeliling benteng dilingkari air telaga, di luar ada hu-tan gelaga yang lebat, di dalam ada ranjau air, jago lihay yang tinggal disinipun tak ter-hitung jumlahnya, bahkan hampir semua-nya pandai ilmu berenang, di dalam air ada pen-jaga, di atas benteng ada pengawal, jangan lagi perahu sampan, biar burungpun sukar untuk terbang lewat tanpa ketahuan, diban-dingkan dengan Lok ma oh dimasa lalu, benteng tersebut paling-paling cuma begitu saja ...."

Makin berbicara Say nyoo-hui semakin bersemangat, sedangkan Lan See giok makin lama semakin terkejut, ia tak tahu benarkah benteng Wi-lim-poo mempunyai penjagaan sedemikian ketatnya, bisa juga perempuan tua itu sedang mengibul.

Sementara dia masih termenung,b terdengar Say jnyoo-hui telah gberkata lebih jbauh.

"Kalau dilihat dari kegugupan ayahmu tadi, bisa jadi mata-mata kita yang di tugaskan di luar telah pulang dengan membawa berita besar yang luar biasa, sebab seandainya ada orang luar yang masuk ke mari, mengapa dari pihak loteng penjaga tidak dikeluarkan tanda peringatan , . , ?"

Ketika berbicara sampai di situ, nampak semangat Say nyoo-hui berkobar kembali, sikap angkuhnya menghiasi wajahnya.

Mendengar ucapan dari ibunya, Oh Li cu segera merasakan semangatnya turut berko-bar, perasaan tak tenang yang semula mencekam perasaannya pun kini bilang le-nyap tak berbekas.

Sebaliknya Lan See giok yang mendengar ucapan tersebut, kian lama hatinya kian bertambah berat, walaupun di luaran ia ma-sih tetap mempertahankan ketenangan nya.

Sedangkan Say nyoo-hui sendiri, sesung-guhnya amat menguatirkan pula kesela-matan dari Oh Tin san, apalagi kalau dilihat dari sikap gugup dan takut yang menghiasi wajah suaminya, namun sebisa nya ia beru-saha untuk mengendalikan diri.

Kembali ujarnya sambil tertawa paksa:

"Anak Cu.. sekarang aku sudah kenyang, temanilah adik Giok mu untuk minum be-berapa cawan lagi, aku hendak menengok dulu keadaan di sana."

Sambil berkata ia beranjak dan menuju ke luar ruangan.

Buru-buru Lan See giok berseru dengan hormat:

"Silahkan bibi, akupun sudah kenyang.."

Bersama Oh Li cu mereka bangkit berdiri dan menghantar Say nyoo-hui Ki-Ci-hoa sampai di luar pintu.

Pelayan pun segera membereskan hida-ngan dari atas meja perjamuan---

Setibanya di depan pintu, Say nyoo-hui menitahkan kedua orang itu agar berhenti.

Lan See giok dan Oh Li cu menurut perin-tah dan berhenti, mereka berdiri di situ hingga bayangan tubuh perempuan tua tersebut melangkah ke luar dari pintu hala-man.

Mendadak berkilat sepasang mata Oh Li cu, seakan akan teringat akan sesuatu, buru baru serunya:

"Ibru, tunggu dulu!z"

Sambil berwseru dia memburru ke luar pintu dan menghampiri ibunya.

Menyaksikan kejadian itu, tergeletik hati Lan See giok, cepat dia menarik napas pan-jang, berpaling sekejap memperhatikan seke-liling tempat itu kemudian melejit ke arah pintu dan menyembunyikan diri di balik pintu halaman.

Sementara itu dari luar halaman terdengar Say nyoo-hui sedang bertanya dengan nada tak mengerti.

"Ada apa anak CU?"

Oh Li cu nampak agak sangsi dan sukar untuk menjawab, sampai lama kemudian ia baru menyahut agak tergagap.

"Ibu, aku ingin meminjam sebentar bangau kecil Siau sian hok terbuat dari emas itu-"

Belum habis Oh Li cu berkata, Say nyoo-hui telah menukas dengan nada terkejut:

"Apa? Kau--kau menghendaki dupa lebah bermain di putik bunga---?"

Lan See giok yang menyadap pembicaraan tersebut menjadi tak habis mengerti, dia tak tahu apa yang dinamakan "dupa lebah ber-main di putik bunga" itu?

Maka pikirnya kemudian:

"Aaah, mungkin dupa untuk mengharum-kan tubuh Oh Li cu ....?"

Tapi setelah dipikir kemudian ia merasa hal tersebut kurang begitu cocok ....

Selanjutnya ia tidak mendengar jawaban dari Oh Li-cu, mungkin gadis itu sedang manggut-manggut.

Terdengar kemudian Say nyoo-hui berkata lagi.

"Terus terang kukatakan, sekarang dia ma-sih kecil, tak mungkin akan memberi ke-pu-asan kepadamu....""



Tapi sebelum Say nyoo-hui menyelesaikan kata-katanya, Oh Li cu telah berseru kembali agak ngotot.

"Tidak, tidak..."

Selang berapa saat, akhirnya dengan nada apa boleh buat Say nyoo-hui berkata lagi:

"Baiklah, mari ikuti aku sekarang!"

Menyusul kemudian terdengar suara lang-kah kaki manusia yang makin lama semakin menjauhi tempat tersebut.

Lan See giok merasa sangat kebingungan oleh pembicaraan itu, dia mencoba untuk mengintip ke luar, dilihatnya Oh Li cu telah mengikuti ibunya berjalan sejauh beberapa puluh kaki dan menuju ke depan sebuah pintu halaman bercat merah.

Ketika berpaling lagi ke ruang dalam, di li-hatnya para dayang masih sibuk bekerja, maka diapun berlagak seolah-olah tak ada urusan, sambil bergendong tangan balik kembali ke dalam ruangan.

Kentongan ke empat sudah lewat, suasana waktu itu amat gelap, kecuali lentera merah yang tergantung di puncak loteng benteng, segala sesuatunya berada dalam keadaan gelap gulita dan sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.

Lan See giok memandang lagi ke arah de-pan, di situ terbentang sebuah lorong air yang lebarnya beberapa kaki, di bawah un-dak undakan tetap tertambat sampan kecil yang ditumpangi Oh Li cu tadi.

Di depan lorong air terdapat sederet ba-ngunan yang berupa pagoda air, sedang di sebelah kanan terbentang pula sebuah lorong air yang agak sempit dan tampaknya lang-sung menuju ke pintu gerbang benteng, tapi berhubung di sekitarnya berderet bangunan rumah maka pemandangan tak dapat ter-lihat lurus ke depan.

Menelusuri tepi tanggul, pelan-pelan Lan See giok berjalan pula menuju ke arah Say nyoo-hui dan Oh Li cu berlalu.

Dalam pada itu Say nyoo-hui serta Oh Li cu sudah masuk ke dalam bangunan bercat merah tersebut, namun ia tak berani mem-percepat langkahnya. kuatir gerak geriknya diawasi orang secara diam-diam . .

Setelah maju beberapa kaki, dib depan sana ditjemukan sebuah jgembatan bambu ybang le-barnya hanya dua depa dan melingkar ke arah kanan, di sebelah kanan bangunan tunggal tampak pula sebuah pagoda ber-bentuk bulat, dari balik jendela yang berada di empat penjuru nampak cahaya lentera mencorong ke luar.

Tergerak hati Lan See-giok, pelan-pelan dia berjalan menelusuri jembatan bambu itu, agar tidak menarik perhatian, sambil berjalan ia berlagak seolah-olah sedang menikmati pemandangan di sekelilingnya.

Tiba di mulut jembatan, dia saksikan jem-batan bambu itu membentang terus ke depan dan menghubungi sebuah bangunan tinggi yang besar dan luas di tengah telaga.

Bangunan itu terdiri dari tiga tingkat, dasar bangunan hampir menempel pada permukaan air, daun-daun bunga teratai yang lebar dan berwarna hijau hampir menutupi seluruh permukaan telaga, ter-pantul cahaya lentera dari balik bangunan, tampak daun-daun itu memantul kan cahaya yang berkilauan.

Memandang keadaan bangunan tersebut, Lan See giok segera tahu bisa jadi bangunan tinggi ini adalah tempat tidur dari si Manusia cacad telinga Oh Tin san.

Sejak melihat kegugupan dan kebingungan dari Oh Tin san, Lan See giok memang sudah diliputi perasaan ingin tahu yang meluap luap, dia ingin tahu sebenarnya manusia li-hay macam apakah yang telah berkunjung ke situ sehingga membuat Oh Tin san yang keji dan licikpun dibuat ke-takutan setengah mati.

Sementara otaknya masih berputar, tubuh-nya sudah menelusuri jembatan bambu kecil itu, secepat mungkin dia mempersiapkan diri sebaik baiknya untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, biarpun di luaran ia berusaha untuk berjalan se-santai mungkin.

Baru saja hampir sampai di ujung jem-batan, mendadak ia mendengar suara Oh Tin san yang sedang menyahut dengan nada yang amat menaruh hormat.

Dari nada suara itu, Lan See giok tahu. bahwa dugaannya tak salah . . malam ini benteng Wi-lim-poo betul-betul sudah ke-datangan seorang manusia yang berkedu-dukan amat tinggi di dalam dunia persilatan dewasa ini.

Setelah maju lagi beberapa langkah, dari ujung tikungan jembatan kecil itu se-cara ke-betulan sekali dapat menyaksikan selurbuh keadaan di djalam pagoda tergsebut.

Seandbainya tidak melihat masih mendi-ngan, begitu menyaksikan keadaan yang ter-bentang di depan mata, rasa kaget yang di alami Lan See giok saat ini sama sekali tidak berada di bawah To oh cay-jin sendiri.

Mimpipun dia tak menyangka kalau orang yang duduk di depan meja bundar dalam pa-goda tersebut ternyata tak lain adalah si kakek berjubah kuning tersebut.

Kakek berjubah kuning itu masih tetap nampak ramah dan lembut, sorot matanya memancarkan pula cahaya tajam yang me-mikat sambil mengelus jenggotnya dia seperti lagi merenungkan sesuatu.

Sedangkan Oh Tin san berdiri lima langkah di hadapannya dengan sikap yang munduk-munduk dan menghormat sekali, sepasang tangannya menjulur ke bawah sedangkan sepasang mata sesatnya hampir boleh dibi-lang tak berani saling beradu pandangan dengan kakek berjubah kuning itu.

Be congkoan, si kakek bungkuk apakah tu-rut hadir dalam pagoda tersebut, sayang tak sempat dilihat oleh Lan See giok, setelah menyaksikan sikap munduk-munduk dari Oh Tin san tersebut, Lan See giok segera teringat kembali dengan ucapan se-sumbar yang di-katakan sewaktu ada dalam perjamuan tadi:

"Masih mendingan kalau kakek berjubah kuning itu tidak datang ke benteng Wi-lim-poo kami, bila berani, hmm hmmm. . aku pasti akan menyuruh anjing tua itu men-cicipi rasanya air telaga Huan yang oh."

Tapi kenyataannya sekarang? Tak sepatah katapun dari ucapan sesumbar Oh Tin san yang diwujudkan dengan tindakan, rupanya dia cuma pandai omong besar saja ketimbang melaksanakannya . . .

Mendadak . . .

Sepasang mata si kakek berjubah kuning yang tajam bagaikan sembilu itu diarahkan ke wajah See giok

Seketika itu juga Lan See-giok merasakan tubuhnya gemetar keras, saking kagetnya sepasang kaki sampai terasa lemas tak ber-tenaga, cepat-cepat ia berpegangan tiang jembatan.

Detak jantungnyra turut berdebazr keras karena wtegang, saking rngerinya nyaris dia membalikkan badan untuk melarikan diri.

Sekarang ia merasa menyesal sekali, me-nyesal karena telah menelusuri jembatan kecil tersebut hingga tiba di situ . . .

Mendadak terdengar kakek berjubah kuning itu bertanya kepada Oh Tin-san de-ngan suara dalam

"Oh pocu. benarkah Lan See giok si bocah itu tidak berada dalam bentengmu?"

"Lapor locianpwe.." sahut Oh Tin-san mun-duk-munduk, Lan See-giok betul-betul tiada dalam benteng kami, masa boanpwe berani membohongi locianpwe?"

Lan See giok menjadi mendongkol sekali, ia tidak menyangka kalau Oh Tin san begitu berani ngotot dengan mengatakan ia tidak berada dalam bentengnya.

"Baiklah" demikian ia berpikir, "biar aku masuk ke dalam dan tunjukkan diriku di de-pan kakek berjubah kuning itu . . "

Namun sebelum dia beranjak maju ke de-pan. kembali terdengar kakek berjubah kuning itu berkata.

"Oh pocu, kau harus tahu, sudah hampir sepuluh tahun lamanya aku mencari Lan Khong-tay, lantaran apa pasti kau lebih mengerti dari pada diriku, dan sekarang soal kitab pusaka Tay loo hud bun pay yap-cinkeng hanya diketahui Lan See giok se-orang, akupun tak ingin kelewat mendesak dirimu, aku harap kau suka mengutus bebe-rapa orang untuk mencari jejaknya di empat penjuru, bila jejak Lan See giok telah ditemu-kan, kau harus mengantarnya ke rumah kediaman Huan kang ciong liong (naga sakti pembalik sungai) Thio-Lok-heng di dusun nelayan sana, aku akan menunggu di situ..."

Betapa gusar dan mendongkolnya Lan See giok sehabis mendengar perkataan itu. dia mendengus gusar dan membalikkan badan berlalu dari sana, pikirnya:

"Hmm, jangan harap kalian bisa peroleh kitab pusaka Tay lo hud bun cinkeng ter-se-but, biar aku matipun tak nanti akan ku serahkan kepada kalian manusia - manusia jahat".

Baru saja ia berjalan turun dari jembatan kecil itu, kembali terdengar manusia ber-jubah kuning itu berkata lagi:

"Baiklah kita tentukan dengan sepatah kata ini, sekarang aku hendak pergi dulu"

Lan See giok amat terkejut di samping merasa keheranan. . padahal jarak antara pagoda tersebut dengan tepi kolam sudah mencapai puluhan kaki, namun kenyataan nya suara pembicaraan dari kakek jubah kuning itu masih dapat kedengaran dengan jelas.

(Bersambung ke Bagian 09)


DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar