Anak Harimau Bagian 50

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 50

Anak Harimau
Siau Siau
-------------------------------
----------------------------

Bagian 50

"Suhu, aku disini, aku adalah anak Giok..."

Setelah berkata dengan air mata bercu-curan ia berlutut ke atas tanah, suara yang lembut dan penuh kasih sayang tadi kembali berkumandang.

"Anak bodoh, selama ini suhumu selalu menunggu dengan perasaan tenang, apa yang kau tangisi?"

Kali ini Lan See giok dapat mendengar le-bih jelas lagi, suara tersebut memang suara To Seng-cu gurunya yang paling dicintai. tapi justru karena luapan gembira yang tak terkirakan, pemuda itu malah menangis se-ma-kin menjadi.

Terdengar suara dari To Sing cu kembali bergema.

"Anak Giok janganlah menangis lagi, aku hendak bertanya kepadamu"

Lan See giok segera berhenti menangis, kemudian setelah menyeka air mata tanya nya lagi,

"Suhu kau orang tua berada dimana sekarang?"

To Seng-cu tertawa.

"Aku berada didalam gua batu merah, sekarang aku tak dapat keluar. harus menunggu sampai permukaan air di telaga pasir hitam mencapai titik surut yang rendah gua batu merah itu baru akan nampak...!

"Suhu, sampai kapan air tersebut baru akan mencapai titik surut yang terendah?" tanya pemuda itu tak sabar.

To Seng-cu terdiam sejenak, seperti lagi memeriksa suatu tanda. setelah itu baru sa-hut-nya:

"Mungkin harus menunggu setengah jam lagi".

Mendengar kalau masih ada setengah jam, Lain See giok kelihatan mulai tak sabar, kalau bisa dia ingin secepatnya menyaksikan senyum ramah dari gurunya, maka dengan gelisah dia bertanya lagi.

"Suhu, tempatmu berada sekarang terletak dibagian mana? Dapatkah anak Giok menca-rinya?"

"Anak Giok, apakah kau sudah melihat se-buah batu merah darah yang berbentuk runcing dan tingginya dua kaki?"

Lan See-giok menengok kearah yang di-maksud dan sepasang matanya segera bersi-nar tajam, benar juga, setengah li di barat daya terdapat sebuah tebing tinggi yang ber-bentuk sebuah runcingan batu berwarna merah darah, dengan gembira ia lantas ber-seru.

"Suhu, anak giok telah menemukannya."

Dengan mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya, dia segera berangkat menuju ke tebing curam di depan sana.

Ketika mendekati tempat tersebut, dari atas permukaan batu ia temukan retakan-retakan batu yang luasnya mencapai sete-ngah depa, hanya sayang bagian bawah amat gelap sehingga tak terlihat keadaan di bawah sana.

Mendadak terdengar suara To Seng-cu berkumandang lagi dari balik celah batu.

"Anak Giok, kau sudah sampai?"

"Benar suhu, anak Giok berada disini." jawab Lan See giok sambil menengok ke arah celah batu,

"Nah duduklah lebih dulu. aku hendak berbicara denganmu." kata To Seng-cu gem-bira, Lan See giok menyahut dan duduk diatas tanah, sementara sepasang matanya mengawasi celah-celah batu tersebut dengan harapan bisa melihat gurunya sekarang.

Tapi suasana gelap gulita kecuali bau ha-rum yang terhembus keluar. sama sekali ti-dak terlihat sesuatu apapun. bau harum yang terendus berbeda pula dengan bau ha-rum dari Leng sik giok ji.

Sementara itu terdengar To Seng-cu telah bertanya lagi dengan ramah:

"Anak Giok, apakah kau datang bersama sama naga sakti pembalik sungai?"

"Yaa, masih ada pula bibi Wan, enci Cian adik Soat serta adik Gou..."

To Seng-cu mendehem dengan gembira sekali kemudian katanya lebih lanjut.

"Sudahkah kalian jumpa Wan san popo bertiga? Apakah kalian telah bertarung?"

"Kentongan ketiga tengah malam tadi, kami telah bersua muka dengan mereka bertiga di depan istana Tiang-siu-kiong, mereka bertiga telah menghabisi nyawa sendiri."

"Aaah..." To Seng-cu berseru kaget, tam-paknya kejadian tersebut sama sekali berada di luar dugaannya, "mengapa mereka bertiga bunuh diri?"

"Si-to cinjin menderita kekalahan di tangan enci Cian dan adik soat dengan Ilmu Siang kiam cian hui. Wan san popo kena di kalah-kan oleh anak Giok, sedangkan Lam bay lo koay beradu pukulan sebanyak empat kali dengan anak Giok, tapi pada serangan yang terakhir ia tewas oleh pukulanku"

Lama sekali To Seng-cu membungkam dalam seribu bahasa, Lan See giok juga tak berani bertanya.,

Sampai berapa waktu kemudian, To Seng-cu baru berkata lagi.

"Anak Giok, kau sanggup beradu tenaga sebanyak tiga kali dengan jago Lam hay tersebut. bahkan pada serangan yang tera-khir berhasil membunuhnya, aku rasa dida-lam setahun ini kau pasti sudah mendapat-kan penemuan aneh yang lain?"

Buru-buru Lan See giok mengiakan dan secara ringkas menceritakan pengalamannya selama ini.

Akhirnya To Seng-cu berkata lagi:

"Sungguh tak nyana orang yang membu-nuh ayahmu benar-benar adalah 0h Tin san, waktu itu aku datang terlambat sehingga ti-dak berani memastikan dialah pelakunya"

Setelah berbicara sampai di situ, menda-dak dia berseru lagi dengan suara keras.

"Anak Giok, aku segera akan turun. dari-sini air dalam telaga pasir hitam telah men-capai titik penyusutan yang terendah"

Mendengar perkataan itu Lan See giok segera melompat bangun sambil menengok ke arah lembah, benar juga air hitam yang menggulung gulung dengan hebatnya tadi kini sudah lenyap tak berbekas.

Ketika ia mengintip ke bawah, ternyata puluhan kaki di dasar lembah menyerupai sebuah kuali besar yang hitam, kini di dasar lembah tinggal lumpur hitam yang luasnya mencapai berapa hektar.

Di sekeliling lembah itu terdapat banyak sekali gua-gua hitam yang besar kecilnya tak menentu.....

Tiba-tiba dari balik lembah tersebut mela-yang keluar sesosok bayangan kuning me-nyerupai burung yang terbang ke atas tebing.

Cepat sekali gerakan bayangan kuning itu, didalam waktu singkat sudah terlihat dengan jelas bahwa bayangan tadi ialah sesosok ba-yangan manusia

Ternyata dia tak lain adalah To Seng-cu yang sedang meluncur ke atas dengan ke-ce-patan luar biasa.

Lan See giok tak dapat mengendalikan gejolak emosinya lagi, dengan penuh kegem-biraan ia berteriak keras,

"Suhu..... suhu...."

Angin berhembus lewat, To Seng-cu dengan wajah merah bercahaya dan senyum ramah menghiasi bibirnya tahu-tahu sudah muncul dl depan mata."

sudah setahun lebih Lan See giok tidak bertemu dengan gurunya, menyaksikan keadaan To Seng-cu masih seperti sedia kala, ia segera menjatuhkan diri berlutut dan menangis tersedu sedu.

To Seng-cu pun dapat melihat bahwa muridnya sudah tumbuh lebih dewasa dalam setahun ini, namun menyaksikan dia menangis terisak, tak tertahankan lagi orang tua itu tertawa terbahak bahak.

Dengan cepat dia membangunkan pemuda itu, lalu ujarnya penuh kasih sayang:

"Anak Giok, cepat hapus air matamu. bibi Wan sekalian pasti sedang menunggu dengan gelisah"

Lan See giok segera menghentikan tangis-nya dan membesut air mata, kemudian sam-bil menunjuk kearah tenggara, dia berseru.

"Suhu, anak Giok datang dari arah sana.

"Hmm, tempo hari akupun datang dari tempat tersebut" sambil berkata To Seng-cu segera bergerak lebih dulu menuju ke depan.



Ketika tiba diatas batu karang. Tampaknya orang-orang yang berada di kapal keraton telah menyaksikan kehadiran mereka berdua, sorak sorai yang amat ramai segera berku-mandang.

Menyusul kemudian sesosok bayangan abu-abu meluncur turun dari atas kapal dengan kecepatan tinggi"

Dengan gembira Lan See giok berseru.

"Suhu, orang yang berada diatas sampan itu adalah Thio loko...!"

Dengan wajah penuh senyuman To Seng cu manggut-manggut ujarnya: "Dengan tenaga yang dimiliki memang ia sanggup melewati alam yang berbahaya itu tanpa banyak menimbulkan persoalan."

Baru selesai dia berkata, sampan yang di kemudikan naga sakti pembalik sungai telah berada lima puluh kaki saja dari tebing karang tersebut.

To Seng cu segera berteriak.

"Lok heng, jangan bercabang pikiranmu!"

Bersamaan dengan seruan ini, dia meng-gandeng tangan Lan See giok dan segera melompat kearah permukaan laut.

Ketika sepasang kaki mereka meluncur ke bawah, kebetulan sekali sampan sedang me-luncur lewat, serta merta mereka berdua per-gunakan ilmu bobot seribu dan hinggap di atas sampan dengan mantap.

Menanti Lan See giok berhasil menenang-kan pikirannya seraya berpaling, mereka su-dah berada ratusan kaki dari tebing karang berwarna merah darah itu.

Setelah lolos dari daerah berbahaya, naga sakti pembalik sungai baru memberi hormat seraya berkata.

"Locianpwe, dida1am satu tahun ini kau tentu sangat menderita."

Sewaktu mengucapkan perkataan tersebut sepasang matanya berkaca kaca dan hampir saja mengucurkan air mata.

To seng-cu segera tertawa terbahak bahak

"Haahhh.... haahhh.. haaahhh.... kalau di-bilang menderita, sesungguhnya lebih tepat dikatakan gara-gara bencana mendapat ke bberuntungan, sejmestinya kaliang bergembira, unbtuk nasib baikku ini.

Naga sakti pembalik sungai segera mengia-kan berulang kali.

Sementara itu kapal keraton telah datang menyambut, Hu yong siancu sekalian telah menunggu di ujung geladak.

Setelah kapal keraton itu berada di sisi sampan To seng-cu baru menarik tangan Lan See giok untuk diajak naik ke atas perahu disusul kemudian oleh naga sakti pembalik sungai.

Si Cay soat dan Siau thi gou segera me-nangis sambit berteriak memanggil "suhu" begitu bertemu dengan To Seng-cu, serentak mereka berlutut di depan gurunya,

Hu yong siancu memberi hormat pula di susul Siau cian, akhirnya ke empat koman-dan kapal yang tahu akan kedatangan To Seng cu serentak menjatuhkan diri berlutut

To Seng-cu membalas hormat Hu yong siancu, setelah itu baru memerintahkan Cay soat, Siau thi gou, Siau cian dan ke empat komandan agar bangkit berdiri.

Setelah berada dalam ruang kapal, mereka baru berbincang bincang dengan riang gem-bira.

Akhirnya To Seng-cu baru mengisahkan pengalamannya semenjak tiba di pulau Wan- san.

Pertama tama dia menghela napas dulu. lalu baru berkata,

"Tahun lalu, Lam hay koay kiat datang ke bukit Hoa san untuk mengundang aku datang ke pulau Wan san guna merunding-kan usaha penyatuan seluruh dunia per-sila-tan dengan memilih seorang tokoh silat seba-gai pimpinan umum. bila aku tidak hadir di sana. maka mereka melarang aku mencam-puri urusan dunia persilatan lagi andaikata di kemudian hari terjadi suatu perubahan penting.

Untuk menyelamatkan seluruh dunia per-silatan dari bencana ini terpaksa kukabulkan permintaan mereka. waktu itu aku sudah mempunyai suatu rencana yang matang dalam menentukan langkah-langkah beri-kutnya, yakni apa yang telah kalian lakukan sekarang.

Ketika sampai di pulau Wan san tahun lalu. akupun berusaha untuk mengamati si-kap maupun cara Wan san popo berbicara tapi tak berhasil kutemukan adanya suatu hasrat pada dirinya untuk menjadi pemimpin besar di dunia persilatan.

Akhirnya dari mulut seorang muridnya yang terkecil yakni Gi Hui-hong, baru kuketahui bahwa rencana busuk ini sebe-narnya bdisusun dan didjalangi oleh Oh gTin sin suami ibstri"

Berbicara sampai di situ dia memandang sekejap kearah Hu yong siancu, Siau cian dan Lan See-giok. kemudian baru meneruskan kembali kata-katanya:

"Oh Tin san suami istri menyusun perbagai rencana busuk, membunuh dan menyaru sebenarnya tak lain karena hasrat mereka untuk mendapatkan kotak kecil tersebut, tapi akhirnya usaha mereka gagal total. Hal ini berakibat bukan saja dia membenci ku, diapun membenci Han lihiap serta Lok heng.

Maka sekembalinya ke Wi lim poo, Oh Tin san suami istri mengambil keputusan untuk mohon bantuan dari Wan san popo yang menjadi gurunya Say nyoo-hui, bahkan bertekad untuk memperdalam Ilmu silat mereka guna membalas dendam atas keja-dian yang mereka alami.

Walaupun demikian, dihati kecil mereka pun Oh Tin-san suami istri tahu bahwa ke-mampuan yang dimiliki kedua orang itu meski sudah melatih diri satu dua tahun lagi Cuma mampu menghadapi Han lihiap dan Lok- heng secara paksa, bila ingin mengha-dapiku, hal tersebut akan ketinggalan jauh sekali.

Di samping itu, yang paling penting lagi adalah mencegah agar anak Giok jangan ke-buru mempelajari ilmu silat yang tercantum dalam kitab pusaka Pwee yap cinkeng.

Oleh sebab itu berangkatlah mereka ber-dua ke pulau Wan-san, bahkan mempergu-nakan kotak kecil itu sebagai umpan untuk menarik perhatian Wan-san popo.

Atas bujuk rayu mereka yang pandai dan manis, akhirnya Wan-san popo terbujuk juga oleh siasat tersebut.

Kebetulan sekali dalam beberapa hari mendatang, akan diselenggarakan pertemuan puncak tiga manusia aneh dari luar lautan yang diadakan setiap lima tahun sekali, Wan san popo yang mempunyai tujuan pribadi sama sekali tidak menyinggung soal kotak kecil. tapi dengan alasan hendak mempersa-tukan dunia persilatan dan memilih seorang pemimpin umum dunia persilatan, ia berhasil menarik simpatik Lam hay lo-koay dan Si to cinjin.

Persoalan ini memang merupakan persoa-lan yang sudah lama terpendam dalam hati mereka berdua, begitu perundingan selesai. Lam hay lo koay yang mahir dalam ilmu meringankan tubuh segera berangkart ke puncak Giozk li hong untukw menyampaikan urndangan kepadaku.

Tentu saja pihak yang paling puas atas kejadian ini adalah Oh Tin san suami istri apalagi setelah melihat aku dan Lam hay lo koay tiba di istana Tiang siu kong hampir bersamaan waktunya, mereka berkesimpulan walaupun anak Giok sudah menjadi muridku. namun ia tak akan berhasil mem-pelajari seluruh kepandaian silatku. apalagi mempelajari isi kitab Pwee yap cinkeng.

Pada waktu itu, akupun sudah menduga setelah berhasil memperdalam ilmu silatnya, langkah pertama yang dilakukan Oh Tin san suami istri adalah mencari Han lihiap serta Lok heng untuk membalas dendam, kemu-dian berangkatlah ke Giok li hong untuk mencari anak Giok sekalian mencari kesem-patan untuk merampas kotak kecil tersebut.

Siapa tahu perhitungan manusia tak dapat mengungguli kemauan takdir, pada malam sebelum kedatangan Lam hay lo koay, aku telah mewariskan isi kitab pusaka itu kepada anak Giok.

Selama berada dalam istana Tiang siu kiong, aku sudah berunding selama tiga hari dengan Wan san popo sekalian, akupun memperingatkan mereka, orang pandai dalam dunia persilatan amat banyak, tak sampai satu tahun kemudian pasti akan muncul jagoan baru dari angkatan muda yang akan menjadi memimpin dunia persila-tan.

Bahkan akupun sengaja berkata bahwa anak-anak muda itu begitu ampuh sehingga mereka bertigapun bukan tandingnya. karena itu kunasehati kepada mereka agar hidup mengasingkan diri saja.

Sesungguhnya tenaga dalam yang dimiliki Wan san popo, Lam hay lo koay dan Si to cinjin berada dalam kedudukan seimbang, sekalipun mereka berhasil menguasai dunia persilatan, belum tentu mampu menjadi to-koh nomor wahid dikolong langit. itulah se-babnya dia punya rencana apabila Oh Tin san suami istri telah berhasil memperoleh kitab cinkeng, barulah dia akan muncul di daratan Tionggoan.



"Mereka pun sadar, bila ingin menguasai dunia persilatan maka pertama tama harus melenyapkan diriku. itulah sebabnya mereka merencanakan siasat keji dengan mengirim aku ke pulau batu merah."

Berbicara sampai disini, Si Cay-soat me-nyela secara tiba-tiba.

"Apakah suhu tahu ketika Wan san popo kembali dari mengantar suhu ke pulau terse-but. is telah membunuh dua orang kakek penghantar itu?"

To Seng-cu manggut-manggut.

"Yaa. aku mengetahui kejadian ini dari cerita engkoh Giok mu tadi, tapi biarpun mereka tidak membunuh kedua kakek ter-sebut. akupun yakin mereka tak akan mengi-rim beras kepadaku"

"Suhu" teriak Siau thi-gou dengan mata terbelalak "selama satu tahun. kau makan apa saja ? Apakah kau tidak merasa kela-paran?" To Seng-cu memandang sekejap murid nya yang polos itu lalu tersenyum ramah dari sakunya dia mengeluarkan dua biji buah berbentuk merah kekuning kuni-ngan. kemudian katanya lagi sambil tertawa.

"Anak Gou, coba kau lihat benda apakah itu?"

Hu yong siancu yang melihatnya segera berseru.

"Locianpwe, bukankah itu buah Cu sian ko?"

Mendengar nama Cu-sianko, semua orang segera berseru kaget, dan bersama-sama datang merubung.

Siau thi gou berlari paling cepat, pertama tama dia berseru lebih dulu:

"Suhu.. bisa dimakankah buah ini?"

Sambil berkata lidahnya segera menjilat bibirnya dengan wajah rakus.

Sekali lagi To Seng-cu tertawa ramah sete-lah melihat kejadian itu, sambil menengok semua orang, katanya:

"Tampaknya Gou ji ku ini tak pernah lupa soal makan!"

Kontan saja semua orang tertawa tergelak.

Sedangkan Siau thi gou masih tetap tenang-tenang saja. sama sekali tidak nam-pak malu. menanti semua orang sudah duduk. To Seng cu baru berkata kepada Siau thi gou dengan lembut:

"Suhu merasa sayang ubntuk makan keduja butir buah ingi, karenanya akbu selalu me-nyimpannya di saku...."

"Suhu, tanpa makan, apakah kau tak kela-paran?" kembali Siau thi gou bertanya de-ngan penuh perhatian.

To Seng cu segera menggeleng, sahutnya tersenyum,

"Selama berada didalam gua. sepanjang hari aku mendapat pengaruh dari sari mes-tika buah Cu sian ko tersebut, akibatnya aku tidak merasa kelaparan lagi"."

Komandan Nyoo dari pasukan macan kumbang hitam yang mendengar sampai di situ segera bangkit berdiri dan bertanya de-ngan hormat:

"Locianpwe konon buah Cu sian ko adalah benda langka yang merupakan mestika bagi umat manusia. tolong tanya masih ada berapa biji buah Cu sian ko lagi di dalam gua batu merah tersebut...?"

"Masih ada tiga biji" sahut To Seng cu tanpa ragu, "tapi masih membutuhkan waktu berapa ratus tahun lagi sebelum dapat men-jadi matang ....."

Mendengar jawaban ini komandan Nyoo dari pasukan macan kumbang hitam kelihat-an rada kecewa. tapi dia segera mengiakan dan duduk kembali.

Sementara itu Siau thi gou dengan mata melotot besar sedang mengawasi buah Cu sian ko itu lekat-lekat, biarpun semua orang sudah duduk kembali ditempat masing-masing, hanya dia seorang masih tetap berdi-ri dihadapan To Seng-cu.

Ketika komandan Nyoo telah duduk kem-bali. dia tak bisa menahan diri lagi dan segera bertanya.

"Suhu. kedua biji buah Cu sian-ko ini hen-dak kau berikan kepada siapa? Enci Soat atau engkoh Giok?"

Dengan penuh kasih sayang To Seng-cu membelai kepala Siau-thi gou, lalu sahutnya sambil tertawa.

"Tenaga dalam yang mereka miliki telah mendapat kemajuan yang pesat sekali, karena nya mereka tak perlu makan buah mestika lagi. dua biji Cu sian ko ini. satu buatmu dan satunya lagi buat murid terkecil Wan san popo yang bernama Gi Hui hong itu."

"Betul" Hu yong siancu dan nagba sakti pembalijk sungai segerag mengangguk. "bbocah itu memang mempunyai bakat yang bagus untuk belajar silat."

"Itulah sebabnya aku berniat mengajaknya pulang ke bukit Hoa san...." lanjut To Seng-cu sambil tersenyum.

Mendengar berita ini, semua orang ikut bersyukur dan gembira atas nasib baik Gi Hui hong.

Dalam pada itu tengah hari sudah lewat, para dayang kembali mempersiapkan meja perjamuan.

Lan See giok segera menitahkan ke empat komandannya agar kembali ke kapal masing-masing kemudian menitahkan semua kapal perang agar bersiap siap pulang ke telaga Phoa yang, sedang perahu keraton balik kembali ke pulau besar di bagian tengah.

Sudah hampir setahun lebih To Seng-cu tak pernah makan ikan dan daging, ditambah lagi suguhan ke empat muda mudi. ia ber-santap dengan gembira sekali.

Akhirnya kapal keraton membuang sauh pada jarak tiga kaki dari pulau besar itu, Lan See giok sekalian minta ikut serta turun ke darat tapi permintaan mereka ditolak semua oleh To seng-cu.

Sebelum melompat ke darat, To Seng cu berpesan kepada Hu yong siancu sekalian yang menghantar sampai di depan perahu.

"Tunggu saja kalian semua di sini, aku hanya pergi sebentar dan balik kemari lagi"

Tidak nampak gerakan apa yang diguna-kan, tahu-tahu saja bayangan manusia berkelebat lewat. bagaikan segulung asap ia sudah melesat kearah istana Tiang siau kiong dan sekejap mata kemudian sudah lenyap dari pandangan mata.

Menyaksikan hal itu, Hu-yong siancu segera berpaling seraya katanya.

"Tampaknya ilmu silat yang dimiliki Cia locianpwe benar-benar sudah mencapai ting-katan yang luar biasa.

Lan See giok, Si cay-soat maupun Siau thi-gou merasa gembira sekali mendengar uca-pan ini.

Hu yong siancu tahu bahwa gerakan tubuh To Seng cu cepat sekali, maka mereka tetap berdiri di ujung geladak sambil meminta kepada Lan See giok menceritakan pengala-mannya ketika mencari To Seng-cu di atas pulau batu merah.

Setelah Lan See giok selesai bercerita, be-berapa orang itupun membicarakan kembali masalah sekembali mereka ke benteng Wi lim poo.

Naga sakti pembralik sungai segzera melirik sekwejap kearah Siaru cian serta Si Cay-soat, kemudian sambil mengelus jenggotnya dan tersenyum dia berkata.

"Menurut pendapatku, pekerjaan pertama yang harus kita lakukan sekembalinya ke rumah nanti adalah melangsungkan perka-winan bagi beberapa orang bocah ini,"

Begitu usul diucapkan. paras muka Lan See-giok segera berubah menjadi merah padam, sementara Siau cian dan Cay-soat menundukkan kepala dengan tersipu-sipu. hanya Siau thi gou seorang yang bertepuk tangan sambil tertawa terbahak bahak:

Dengan cepat Hu yong siancu melirik se-kejap kearah Lan See giok bertiga, kemudian sambil tersenyum ujarnya dengan bersung-guh sungguh.

"Memang akupun berencana melangsung-kan upacara perkawinan ini secepatnya. agar apa yang kuinginkan pun segera terlaksana."

Me1ihat semua orang membicarakan ma-salah perkawinan, Cay soat dan Siau cian berlagak mengambek. padahal dalam hati kecil mereka berdua sangat berharap me-ngetahui bagaimanakah mereka akan me-ngatur perkawinan mereka.

Lan See giok sendiri meskipun turut bergembira hati, tapi dalam benaknya segera muncul bayangan wajah Oh Li cu yang se-batang kara dan wajahnya telah bercodet itu, tiba-tiba saja ia merasa kalau gadis itu paling mengesankan.

Sementara semua orang masih berbincang bincang, mendadak sepasang mata See giok berkilat, lalu serunya tertawa.

"Bibi, suhu telah kembali!"

Dengan cepat semua orang mendongakkan kepalanya, benar juga, dari balik pepohonan yang lebat ditengah pulau tersebut muncul setitik bayangan kuning yang meluncur datang dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.



Melihat hal ini. Hu yong siancu segera ber-kata sambil tertawa. "Dia orang tua selain berhati bajik, ketajaman matanya pun me-ngagumkan, kalau tidak. bakat bagus itu akan terpendam selamanya ditengah pulau terpencil."

Baru selesai ia berkata, To Seng-cu sambil mengempit Gi Hui-hong telah melompati po-hon liu di sisi pantai seperti seekor rajawali raksasa. kemudian melayang turun ke atas kapal.

Begitu tiba-tiba di geladak kapal, dengan wajah marah To Seng-cu berseru.

"Untung aku tiba pada saatnya. kalau ter-lambat selangkah saja. niscaya bocah ini su-dah kehilangan nyawa"

Sembari berkata lantas dia menurunkan Gi Hui hong yang dikempitnya itu ke atas gela-dak.

Semua orang merasa terkejut, mereka jumpai rambut Gi Hui hong amat kusut, mu-kanya pucat dan matanya basah oleh air mata. karenanya semua orang sama-sama berpaling kearah To Seng cu dengan panda-ngan terkejut bercampur keheranan.

To Seng-cu segera berkata lebih jauh.

"Sewaktu aku kesana, rombongan laki pe-rempuan sedang mengitari sebuah pohon be-sar, di sekitar pohon telah ditumpuki kayu kering, sedang bocah itu digantung diatas pohon, si ikan hiu berekor panjang serta dua orang murid preman dari Si-to cinjin sudah bersiap akan membakar mati Siau hong se-bagai hukuman atas perbuatan memboco-rkan tempat penyekapan atas diriku di pulau batu merah---

Mendengar kejadian itu Lan See giok amat gusar. segera serunya dengan cepat:

"Suhu, anak Giok bersedia menghukum kawanan manusia jahanam tersebut."

To Seng-cu segera mengulapkan tangannya dengan menyahut agak sedih.

"Kawanan manusia tersebut tak lebih hanya terpengaruh oleh kebuasan dan ke-kejaman Wan san popo bertiga dihari hari biasa sehingga lambat laun tertumpuk watak yang buas pada jiwa orang-orang itu. Karena kuatir mereka berbuat kejahatan lagi di ke-mudian hari, maka telah kupunahkan semua kepandaian silat yang mereka miliki, bahkan menasehati mereka agar hidup aman di pu-lau itu sebagai petani biasa.--

Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai segera manggut-manggut menyetujui tindakan itu,

Mendadak pada saat itulabh Siau thi gou jyang berada di gbelakang telah bberbisik dengan suara hangat.

"Adik kecil ayo turut aku, kau mesti cuci muka dan menyisir rambutmu lebih dulu"

Ketika semua orang berpaling, tampak Siau thi gou sedang menarik tangan nona cilik berbaju hijau itu.

Cay soat yang melihat hal ini segera menarik kembali Gi Hui hong, lalu sambil melotot kearah Siau thi gou serunya:

"Kau adalah seorang koko, kenapa semba-rangan menarik tangan adik ini?"

Biasanya Siau thi gou paling takut dengan kakak seperguruannya ini, tapi kali ini ia justru merasa tak mau kalah, sambil menci-bir ia menuding kearah Lan See-giok. kemu-dian bantahnya.

"Engkoh Giok juga koko, mengapa dia bo-leh menarik tanganmu sebagai si adik.."

Begitu ucapan diutarakan. kontan saja se-mua orang tertawa terbahak bahak karena kegelian.

Cay soat yang pintar, mimpipun tak me-nyangka kalau adik Gou yang polos itu bisa mengucapkan kata-kata macam begini di de-pan suhu sekalian. tak ampun mukanya berubah menjadi merah dadu, saking jeng-kelnya ia segera mendepakkan kakinya berulang kali dan lari masuk ke ruang dalam.

Akibatnya gelak tertawa semua orangpun semakin bertambah keras dan nyaring.

Angin berhembus silir semilir. matahari sudah condong ke langit barat, samudra luas nampak begitu hening seperti sebuah telaga yang dalam.

Ratusan buah kapa1 perang Wi lim poo dengan teratur dan rapi memasang layar pe-nuh-penuh dan meluncur memasuki mulut sungai Tiang-kang.

Waktu itu, dalam ruang utama kapal keraton sedang diselenggarakan sebuah per-jamuan yang meriah untuk perpisahan de-ngan To Seng cu yang hendak mendarat lebih dulu.

To Seng cu duduk dikursi utama dengan wajah riang, sedang Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai mendampingi di sisi kiri dan kanannya.

Lan See giok. Ciu Siau cian, Si Cay soat. Siau thi gou dan Gi Hui hong mengiringi di sekitar meja.

Ketika perjamuan baru berlangsung se-te-ngah jalan, Hay bun, kota dermaga ter-besar, dibantai utara sungai tiang-kang telah bmun-cul di depajn mata, di kotag inilah To Sengb-cu akan mendarat dan pulang ke Hoa san lebih dulu.

Naga sakti pembalik sungai meletakkan kembali cawan araknya ke atas meja, lalu katanya.

"Locianpwe sudah setahun lebih berdiam di pulau Wan-san. semestinya kau orang tua berdiam beberapa saat dulu di Wi lim-poo. bila perkawinan See giok sudah selesai baru kembali ke puncak Giok li hong "

To Seng-cu segera tersenyum.

Kini bibit bencana sudah dipunahkan, keputusanku juga telah mantap, setibanya kembali di puncak Giok li hong, aku hendak menembusi jalan darah Jin meh dan tok meh di tubuh Siau thi gou serta Siau hong agar dasar tenaga dalamnya bertambah sempur-na, kemudian tak akan mencampuri urusan dunia lagi"

Mengambil kesempatan tersebut Hu yong siancu turut membujuk:

"Anak Giok sekalian bisa mencapai keber-hasilan seperti hari ini, kesemuanya tak lain merupakan hasil didikan cianpwe, kalau toh cianpwe berniat mengasingkan diri, mengapa tidak memberi kesempatan dulu kepada bo-cah-bocah ini agar dapat menunjukkan bak-tinya kepadamu?"

To Seng-cu memandang sekejap kearah Lan See giok, Siau cian dan Cay soat, melihat paras muka mereka diliputi perasaan sedih dan sepasang matanya berkaca kaca, tak terasa lagi ia tertawa tergelak sambil berkata lagi dengan ramah:

"Perpisahanku kali ini bukan perpisahan untuk selamanya, cuma keputusan telah kuambil dan aku tak akan mencampuri uru-san dunia lagi, oleh sebab itu aku memutus-kan untuk pulang gunung secepatnya, di kemudian hari kalian boleh bermain ke bukit Hoa san setiap saat kalian hendak datang....

Kemudian setelah memandang wajah Siau thi gou dan Siau hong, ia melanjutkan lagi.

"Thi gou dan Siau hong boleh bermain be-berapa hari di benteng Wi lim poo lebih dulu bila See giok sudah kawin, kalian boleh kem-bali ke Hoa san dengan dihantar oleh Lok heng."

Semua orang tahu kalau keputusan yang di ambil To Seng-cu sudah bulat dan tak mungkin bisa ditahan lagi, trapi karena To Szeng-cu mengijinwkan mereka naikr ke Hoa san dan menengoknya setiap saat, rasa sedih yang semula mencekam mereka semuapun sedikit agak mengendor.....

Terutama sekali Siau thi gou, ketika mendengar dia masih boleh berkumpul lagi dengan engkoh Giok selama beberapa hari, bocah tersebut menjadi luar biasa gembira-nya.

Gi Hui hong dan Siau cian maupun Cay soat meski baru bertemu belum lama, tapi dasar watak kekanak kanakannya masih ada diapun berharap bisa bermain beberapa hari lagi dengan encinya yang cantik itu.

Pada saat itulah seorang kacung masuk ke dalam ruangan sambil berkata:

"Lapor pocu, Hay bun telah berada di de-pan mata."

Mendengar perkataan ini, Lan See giok segera berpaling dan memandang sekejap kearah To Seng cu dengan pandangan berat hati .....

To Seng cu sendiri segera mengangkat cawan arak yang berada didekatnya, kemu-dian berkata sambil tersenyum ramah.

"Semoga kalian semua baik-baik menjaga diri, terimalah salamku lewat secawan arak ini."

Semua orang segera mengangkat cawan dan bersama sama meneguk habis isinya kemudian setelah meletakkan cawan ke meja mereka beranjak keluar dari ruangan.

ooo0ooo

BAB 39

SEMENTARA itu kapal keraton telah me-luncur ke arah barat kota Hay bun yang ge-lap dari pandangan.

To Seng-cu berpaling dan memandang se-kejap ke wajah semua orang, kemudian ujar nya.

"Perjalanan kalian ke pulau Wan san kali ini pasti sudah menggemparkan seluruh dunia persilatan, sekembalinya ke telaga Phoa yang, kalianpun harus segera menga-singkan diri dan melepaskan diri dari kera-maian dunia, ketahuilah pohon yang besar mudah memancing datangnya angin, manu-sia termasyhur hanya memberi kesulitan bagi diri sendiri. .."



Semua orang berdiri serius sambil mengia-kan berulang kali. To Seng-cu berkata lebih jauh.

"Sejak peristiwa ini, mungkin dunia persi-latan akan mengalami ketenangan selama puluhan tahun lamanya, berhubung kema-tian dari Wan san popo sekalian, kawanan manusia laknat lain yang ingin munculkan diri pun pasti akan mengurungkan pula niat-nya, pertikaian antar perguru-an memang tak bisa dihindari, karena itu kuharap Wi lim poo dengan kekuatan yang dimiliki sekarang ha-rus bertindak secara bajik dan bijaksana, berbuatlah kemuliaan dan hindari perbuatan maksiat yang terkutuk"

"Anak Giok punya rencana hendak mengembangkan perikanan di wilayahnya telaga Phoa yang agar kaum nelayan hidup lebih sejahtera dan pendapatan mereka meningkat..." ucap See giok pelan.

Dengan gembira To Seng cu manggut-manggut, kemudian ia berpaling pula ke arah Hu yong siancu sambil katanya: "Han lihiap, setelah ini kaupun boleh pindah ke dalam Wi lim poo, di samping memutuskan hubungan dengan dunia luar, kaupun dapat mengawasi See giok sekalian, bagaimanapun juga mereka masih tetap merupakan kanak-kanak."

"Selama banyak tahun ini boanpwe sudah jemu dengan keramaian keduniawian", ucap Hu yong siancu dengan kening berkerut.

"Setiap ada waktu aku selalu pergi ke Kwan im an untuk bersembahyang, maksud boan-pwe jika beberapa orang bocah ini, sudah menikah maka boanpwe hendak...."

Sebelum Hu yong siancu menyelesaikan kata katanya, To Seng-cu telah mendongak-kan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.

See giok maupun Siau cian yang mende-ngar perkataan Hu yong siancu tadi justru menunjukkan wajah yang gugup dan panik,

Malah si naga sakti pembalik sungai sendiripun merasa kejadian ini agak di luar dugaan, karenanya dengan kening berkerut dia awasi wajah Hu yong siancu tanpa berke-dip.

To Seng-cu berhenti tertawa, katanya sam-bil mengelus jenggot:

"Han lihiap pada dasarnya merupakan se-orang pendekar kaum wanita, mengapa kali ini justru mengambil langkah bodoh yang menghilangkan semangat seorang pendekar sejati ? Coba lihatlah sendiri, berapa banyabk umat persilatjan yang putus agsa dan masuk mebnjadi pendeta, tapi benarkah mereka peroleh kebebasan?. Akhirnya justru pende-ritaan dan siksaan yang lebih hebat yang mereka peroleh."

Naga sakti pembalik sungai menyambung pula:

"Menurut pendapatku, sudah seharusnya Han lihiap menghilangkan ingatan tersebut secepatnya, cepatlah pindah ke Wi lim poo untuk menemani Lan See giok sekalian, di kemudian hari kau pun bisa membopong cucu dan hidup bergembira..."

Berbicara sampai di situ, ia bersama To Seng-cu segera tertawa terbahak bahak de-ngan penuh kegembiraan.

Hu yong siancu juga memandang sekejap ke arah Lan See giok, Siau cian dan Cay soat dengan senyum kegembiraan.

Merah padam selembar wajah See giok, tapi ia merasa hatinya hangat, sedang Cay soat tertunduk malu, cuma Siau cian yang menunduk dengan wajah merah padam, hati nya berdebar sangat keras.

Sebab dalam satu bulanan lebih ini, dia seperti merasakan ada sesuatu perubahan pada bagian tertentu tubuhnya, perubahan ini membuat hatinya tak tenang, di samping ketidak tenangan terselip pula kebahagiaan dan penantian.

Sementara pembicaraan berlangsung, ka-pal keraton sudah berada lima kaki saja dari tepi pantai.

Sedang suasana di pantai amat hening, gelap dan tak nampak sesosok bayangan manusia pun.

Dengan penuh kasih sayang To Seng-cu memandang sekejap ke wajah semua orang, kemudian serunya:

"Baik baiklah kalian menjaga diri, sampai jumpa lagi lain kesempatan!"

Dengan suatu gerakan yang cepat ia melejit ke udara dan langsung melayang ke atas da-ratan.

See giok, Siau cian, Cay soat, Thi gou dan Siau hong serentak berlutut di atas tanah sambil berseru:

"Semoga suhu selamat sampai di tempat tujuan."

Hu yong siancu serta Naga Sakti pembalik sungai juga berseru pula:

"Locianpwe harus menjaga diri bpula baik-baik,j maaf bila boangpwe tak dapat mbenghantar lebih jauh."

Gelak tertawa yang amat nyaring berku-mandang datang dari atas daratan, kemudian tampak bayangan kuning berkelebat ke arah barat laut dengan kecepatan bagaikan sam-baran kilat, hanya sekejap mata kemudian bayangan tubuh itu sudah lenyap dibalik ke-gelapan.

Sepeninggal To Seng-cu, kapal keratonpun meneruskan perjalanannya untuk menyusul rombongan kapal lain yang sudah berangkat lebih dulu.

Oleh karena sekembali mereka ke Wi lim poo mereka hendak melangsungkan perkawi-nan dari Lan See giok, maka Hu yong siancu dan naga Sakti pembalik sungai sering me-ngadakan pertemuan untuk membicarakan masalah ini.

Cay soat dan Siau cian bersembunyi sepanjang hari didalam ruang perahu, dalam keadaan begini mereka malah malu untuk bersua muka dengan Lan See giok.

Siau thi gou yang mendapat teman baru, selain lagi tidur, sepanjang hari selalu men-dampingi Siau hong memperkenalkan pe-mandangan alam di bukit Hoa san, mem-perkenalkan gua cousu nya mereka, mem-perkenalkan asal usulnya dan usianya.

Sejak kehadiran Siau hong, Thi gou jauh lebih matang dan tahu urusan, gerak gerik tingkah lakunya jadi lebih sopan, dia seakan akan telah berubah menjadi manusia lain.

Hanya Lan See giok seorang yang berubah menjadi pemurung, seringkali ia berdiri di ujung perahu sampai berjam-jam lamanya sambil memandangi gulungan ombak sungai, bukan saja ia sedang memikirkan rencana membangun perikanan yang baik di telaga Phoa yang, diapun sedang berpikir bagai-mana caranya mengatasi masalah tentang Oh Li cu.

Seringkali dia membayangkan kembali pengalamannya semenjak bersua dengan Oh Li cu untuk pertama kalinya hingga gadis itu menghantar keberangkatannya ke pulau Wan san tempo hari.

Ia dapat merasakan bahwa diantara sekian banyak orang, hanya Oh Li cu yang menga-lami perubahan terbesar, pengalamannya paling tragis dan asal usulnya paling menge-naskan, ia simpatik kepadanya tapi tidak tahu apa yang mesti diperbuat untuk me-nyelesaikan masalah tersebut.

Dia cukup mengerti akan rasa cinta Oh Li cu kepadanya, karena itu dia merasa tidak boleh menyelenggarakarn pesta perka-wzinannya dengan wSiau cian sertar Cay sot di-dalam benteng Wi lim poo, sebab ia merasa tindakan demikian amat menusuk perasaan Oh Li-cu, Ia bisa melihat betapa eratnya hubungan Siau cian dengan Cay soat, kedua orang itu hampir tak pernah berpisah dan saling berhubungan bagaikan saudara sendiri, namun kedua orang itu belum per-nah menyinggung soal Oh Li cu.

Diapun sering mendengar Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai membicara-kan masalah perkawinannya, tapi ke dua orang inipun belum pernah menyinggung soal Oh Li-cu.

Dalam sekejap mata tersebut, dia merasa Oh Li cu seolah-olah sudah terlupakan sama sekali, diasingkan, dianak tarikan, ia merasa nasib gadis itu memang terlalu menyedihkan.

Seringkali bila berpikir sampai disini ia bertekad hendak baik-baik merawatnya si-kapnya terhadap Oh Li cu seperti sikap nya terhadap seorang kakak kandung, agar gadis itu ikut bergembira, agar dia tahu kalau dalam dunia ini masih terdapat sedikit ke-hangatan den kelembutan hidup..... Setiap kali memikirkan persoalan tersebut, See giok selalu merasakan hatinya berat dan pikiran nya tidak tenang, maka dia berharap bisa selekasnya kembali ke benteng Wi lim poo.

Dalam perjalanan kembali, rombongan ka-pal perang itu bergerak lebih lambat, mereka membutuhkan waktu selama sepuluh hari untuk tiba di kota Kim leng.

Sepuluh hari kemudian rombongan kapal tiba dimulut telaga, untuk mencapai telaga Phoa yang satu malaman perjalanan lagi mereka akan tiba di Wi lim poo dengan sela-mat.

Lan See giok segera teringat kembali de-ngan peristiwa penghadangan kapal yang di-lakukan si bajing air berbulu emas tempo hari, karenanya seorang diri dia keluar dari ruangan.

Memandang tanah persawahan yang hijau di sepanjang pantai, serta angin yang ber-hembus sepoi-sepoi, pemuda itu merasa hatinya lega dan nyaman.

Mendadak dari balik pohon kecil di tepi pantai kelihatan seekor burung merpati putih berkepala hitam terbang menuju ke arah se-latan....

Satu ingatan segera melintas dalam benak Lan See giok, dia jumpai merpati itu persis seperti burung merpati dari Wi lim poo, se-dang arah yang ditujupun tak lain adalah Wi lim poo.

Menyusul kemudian tampak seorang lelaki berpakaian ringkas menyelinap dari balik po-hon dan kabur menuju ke arah kota Oh To tin...

Lan See giok merasa tidak habis mengerti, kemudian menengok sekejap kearah ka-wanan pengawal di sepanjang perahu, tapi orang yang itu masih berdiri tenang, seakan akan tidak melihat apa yang terjadi di pantai.

(Bersambung ke Bagian 51)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar