Anak Harimau Bagian 51

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 51

Anak Harimau
Siau Siau
-------------------------------
----------------------------

Bagian 51

Ia tahu kemampuan yang dimiliki para pengawal itu masih rendah, sudah barang tentu tak akan mampu melihat keadaan di pantai tersebut dengan jelas.

Tapi Thi gou dan Siau hong juga sedang berdiri di ujung perahu, apakah kedua orang ini tidak melihatnya?

Dengan penuh kecurigaan pemuda itu segera berpikir, tapi akhirnya ia tertawa sendiri.

Sudah pasti mata-mata itu sengaja disiap-kan Oh Li cu dengan maksud agar dia men-dapat kabar lebih dulu tentang kembalinya rombongan kapal, dengan begitu diapun bisa membuat penyambutan yang meriah-.

Berpikir begitu, rasa harunya terhadap Oh Li cu semakin bertambah, otomatis panda-ngan dan sikapnya terhadap gadis itupun berubah juga.

Keesokan harinya ketika fajar baru saja menyingsing, padang ilalang ditengah telaga Phoa yang telah muncul dikejauhan sana.

Dengan membagi diri menjadi empat buah rombongan, seratus buah kapal perang itu memasuki padang ilalang, melalui empat arah yang berbeda.

Hu yong siancu, naga sakti pembalik su-ngai dan Lan See giok sekalian bersama sama berdiri di ujung geladak, setiap orang mem-bawa perasaan yang berbeda beda, namun ada satu yang sama yakni kelegaan hati setelah kembali ke kampung halaman.

Ketika rombongan kapal mulai tiba di te-ngah padang ilalang, dari atas benteng ra-tusan kaki di depan sana bergema suara tambur dan terompet yang amat keras, para pengawal mulai bersorak sorai dengan penuh kegembiraan.

Perahu naga emas berdiri di depan pintu benteng, serombongan dayang berdiri di de-pan perahu dengan sikap yang tenang.

Cay soat dan Siau cian yang menyaksikan kejadian ini segera berseru dengan gembira:

"Coba lihat, enci Lan telah menanti keda-tangan kita di sana..."

Tapi Hu yong siancu dan Lan See giok jus-tru mengerutkan dahinya rapat-rapat.

Sebab rombongan pelayan yang berdiri di sepanjang perahu naga emas ,itu tidak mem-perlihatkan kegembiraan, malah bagian te-ngah rombongan tidak nampak pula Oh Li cu.

Pertama tama Lan gee giok yang tak bisa menahan diri, ia segera berbisik:

`Bibi, kenapa tidak nampak Be Cui lan berada di atas perahu tersebut?"

Pertanyaan ini sesungguhnya merupakan pertanyaan yang hendak diajukan oleh Hu yong siancu kepada Lan See giok, oleh sebab itu dia segera menggelengkan kepalanya de-ngan perasaan tidak habis mengerti.

Cay soat dan Siau cian baru terkejut sete-lah mendengar perkataan ini, menyusul se-makin dekatnya kapal keraton itu, mereka berdua dapat melihat bahwa di atas perahu naga emas memang tidak nampak Oh Li cu, karenanya tak tahan lagi mereka berseru kaget:

"Aaaah, benar, kenapa enci Lan tidak berada di atas perahu ...?"

"Jangan-jangan nona Lan sakit?" kata naga sakti pembalik sungai ragu-ragu.

Lan See giok segera teringat dengan mer-pati pos yang dijumpainya kemarin, hatinya bergetar keras, ia tahu pasti ada sesuatu yang tak beres dengan peristiwa itu.

Ketika kapal besar tiba di depan pintu benteng, suara tambur, terompet dan sorak sorai semakin gegap gempita, perahu naga emas juga pelan-pelan maju menyambut.

Ketika Lan See giok belum juga nampak kehadiran Oh Li cu, ia segera mengambil ke-simpulan kalau Oh Li cu tidak berada di dalam benteng, maka begitu masing-masing perahu merapat, ia segera menengok ke arah kawanan dayang tersebut sambit berseru:

"Mengapa nonamu tidak nampak?"

Kawanan dayang tersebut berwajah mu-rung dan sedih, seorang diantaranya segera maju ke depan dan berlutut dihadapan Lan See giok, kemudian ujarnya dengan hormat:

"Sejak kemarin malam nona. kami telah pergi meninggalkan benteng, dia hanya meninggalkan sepucuk surat yang meminta ke pada budak untuk menyampaikan sendiri ke pada Han lihiap."

Sambil berkata dia mengeluarkan sepucuk surat dan segera dipersembahkan ke depan.

Paras muka semua orang berubah hebat setelah mendengar perkataan itu, Lan See giok dan Hu yong siancu segera melompat, naik ke atas perahu naga emas, sedangkan Cay soat dan Siau cian juga gelisah, mereka merasa kalau peristiwa ini benar-benar di luar dugaan.

Cepat-cepat Hu yong siancu menghampiri dayang tersebut, kemudian menyambut surat tadi dan dibuka sampulnya, tak tertahankan ia berseru pula dengan gelisah:

"Semalam, siapa yang menghantar nona kalian ke darat?"

Sambil berkata dia menyimpan kembali su-rat yang telah terbaca itu ke saku.

Lan See giok dan Siau cian sekalian yang menyaksikan, kejadian ini tak berani lagi menanyakan isi surat tersebut, merekapun tak berani meminta surat tadi untuk diperiksa isinya.

Seorang dayang yang agak dewasa segera menyahut dengan hormat: "Nona pergi de-ngan menumpang perahu naga emas."

"Sekarang kalian segera membawa kami kesana" seru Hu yong siancu gelisah.

Kawanan dayang itu segera mengiakan dan masing-masing menempati tempat sendiri dan memegang dayung.

Kepada para kepala regu yang berada di atas kapal besar, Lan See giok berseru.

"Kalian segera memberi kabar kepada ke empat komandan agar membawa kapal ma-suk ke benteng, semuanya tukar pakaian dan beristirahat sebelum diselenggarakan perja-muan.

Selesai berkata dia memberi tanda kepada dayang, berangkatlah perahu naga emas itu menuju kearah barat daya. Setelah perahu berangkat, Lan See giok baru kembali ke ru-angan dalam, di situ Hu yong siancu sekalian sudah menempati tempat duduk masing-masing.

Ketika naga Sakti pembalik sungai me-nyaksikan beberapa orang muda mudi itu tak berani berbicara, melainkan mengawasi Hu yong siancu dengan kening berkerut, segera tanyanya lirih: ""Nona Be.."

Hu yong siancu tidak membiarkan naga sakti pembalik sungai menyelesaikan perka-taannya, ia segera memberi penjelasan:

"Dia pun hendak menempuh perjalanan bodoh bagi seorang anggota persilatan."

Dari ucapan tersebut, naga sakti pembalik sungai segera memahami sesuatu, kejut dan heran ia segera berseru: "Jadi nona Be pun hendak mencukur rambutnya menjadi pen-deta.,..?"

Dengan sedih Hu yong siancu mengang-guk.

Siau cian dan Cay soat segera saling ber-pandangan sekejap, sedangkan Lan See giok menunduk sedih, dia tahu apa sebabnya Oh Li cu mengambil keputusan untuk menem-puh perjalanan seperti ini.

Thi gou dan Siau hong duduk di sudut ru-angan dengan termenung, tidak berbicara tidak pula tertawa, sebab mereka sudah melihat kegelisahan pada wajah orang-orang dewasa.

Hu yong siancu berpaling dan memandang sekejap keluar jendela, kemudian katanya gelisah: "Hari ini adalah tanggal satu, bila perahu kita dapat bergerak lebih cepat dan tiba sebelum tengah hari, mungkin keadaan belum terlambat ...."

"Bibi, kita hendak kemana ?" tak tahan See giok bertanya.

"Kuil Kwan im an!"

Mendengar nama tersebut, timbul amarah di dalam dada pemuda itu, ia segera mende-ngus "berat dan berseru dengan gemas:

"Hmmm, lagi-lagi Kwan im an, hari ini aku pasti akan melepaskan api untuk membakar ludas kuil Kwan im an yang khusus meman-cing orang lain untuk menjadi nikou ini."

Hu yong siancu benar-benar merasa kehe-ranan, ia tak mengerti apa sebabnya Lan See giok begitu membenci kuil Kwan im an karenanya dengan kening berkerut ia segera bertanya:

"Mengapa anak Giok?"

Dihadapkan dengan pertanyaan ini, Lan See giok segera terbungkam dalam seribu bahasa, dia sendiripun tak bisa menerangkan apa sebabnya ia bisa berperasaan demikian.

Hanya Siau cian seorang yang mengerti apa sebabnya Lan See giok begitu gusar, sebab ia pernah memberitahu kepada See giok bahwa Hu yong siancu sering berkunjung ke kuil Kwan im an.

Sementara itu perahu naga emas melesat di atas telaga dengan kecepatan tinggi, perahu nelayan masing-masing pada me-nyingkir ke samping sedang nelayannya segera mengawasi Lan See giok sekalian de-ngan pandangan mata terkejut bercampur keheranan.



Pantai barat daya telaga Phoa yang sudah semakin dekat, sekarang mereka sudah da-pat melihat bayangan manusia di pantai de-ngan jelas ....

Lan See giok, Si Cay soat, Siau cian, Thi gou dan Siau hong sudah keluar dari ru-angan, Lan See giok melihat dengan jelas dusun di atas tanggul adalah dusun kecil tempat kediaman bibi Wan.

Begitu kapal merapat, mereka segera melompat ke darat dan berlarian ke depan.

Siau cian melompat pula ke darat, lalu bisiknya kepada Cay soat

"Untuk memburu waktu, meski kita lewat di depan rumahku, sayang tak ada kesem-patan lagi untuk menengok ke dalam "

Cay spat tidak berkata apa spa, dia cuma menggelengkan kepalanya berulang kali.

Tiba di atas tanggul mendadak Lan See giok menjerit kaget.

Semua orang menjadi tertegun, Lan See giok juga tidak menggubris keheranan orang lain, bagaikan segulung asap ringan didalam berapa kali lompatan saja ia telah tiba di de-pan sebuah puing-puing yang berserakan belasan kaki di depan sana.

Dengan cepat Siau cian dapat melihat pula keadaan di depan mata dengan jelas, ia segera menjerit kaget lalu bersama Cay soat berlarian ke depan.

Hu yong siancu sendiri, ketika melihat rumah yang telah didiami selama banyak ta-hun kini berubah menjadi puing-puing yang berserakan, hatinya merasa sedih sekali, tapi ia masih tetap melanjutkan langkahnya me-ngikuti naga sakti pembalik sungai.

Thi gou serta Siau hong jauh sebelum Siau cian sekalian tiba ditempat tujuan, dia telah berada di sana.

Menyaksikan bangunan rumahnya telah ludes, bahkan diantara puing-puing yang berserakan sudah mulai ditumbuhi rerum-putan, saking sedihnya hampir saja air ma-tanya jatuh bercucuran.

Dalam pada itu, beberapa orang perem-puan dusun telah munculkan diri dan berdiri tak jauh dari situ, ketika Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai mencari ketera-ngan, barulah diketahui api membakar ba-ngunan rumah itu secara tiba-tiba kira-kira satu bulan berselang.

Mereka berdua dan Lan See giok sekalian segera menghitung kembali waktunya, de-ngan cepat mereka sadar, sudah pasti kebab-karan tersebutj merupakan hasigl perbuatan darbi Say nyoo hui Gi Ci hoa, istri Oh Tin san.

Hu yong siancu merasa tak ada gunanya untuk memandangi terus rumahnya yang telah berantakan, maka serunya kemudian

"Mari kita percepat perjalanan, waktu yang tersedia sudah tidak banyak lagi."

Ucapan ini segera menyadarkan kembali Lan See giok yang dicekam hawa amarah serta Siau cian yang diam-diam sakit hati, maka dengan membawa rasa sedih yang luar biasa, tergesa gesa mereka meneruskan per-jalanan menuju ke belakang dusun.

Begitu keluar dari dusun, semua orang ti-dak ambil perduli masalah lain lagi, agar bisa mencapai kuil Kwan im an secepat mungkin, masing-masing pihak segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan meluncur kearah hutan di balik bukit pada arah barat daya dusun itu. Hu yong siancu amat hapal dengan daerah di sana, karenanya semua orang mengikutinya di belakang nya.

Biarpun Gi Hui hong masih berusia sebelas dua belas tahunan, namun ilmu meringan-kan tubuh yang dimilikinya tidak kalah dari Siau thi gou.

Setelah menembusi hutan dan bukit yang luasnya mencapai berapa li, secara lamat-lamat dari kejauhan sana mulai nampak ba-yangan bangunan rumah.

Sambil berlarian kencang, Hu yang siancu segera menuding ke depan sambil berseru

"Itulah Kwan im an, kuil kaum nikou yang terbesar untuk sekitar telaga Phoa yang."

Dengan perasaan mendongkol Lan See giok memandang ke depan, kuil Kwan im an luas nya mencapai ratusan hektar dengan tiga buah bangunan utama dan dua belas bangu-nan samping, memang keadaannya nampak keren dan mentereng.

Terdengar Hu yong siancu berkata lagi

"Ketua kuilnya adalah Soat Yu nio yang termasyhur karena ilmu meringankan tubuh nya dimasa lampau, dia adalah seorang pendekar wanita yang hebat, sampai waktu nya kuharap kalian semua bisa sedikit tahu diri."

Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak terdengar suara lonceng dibunyi-kan keras-keras.

Paras muka Hu yong siabncu segera berujbah hebat, ia bgerseru kaget dabn segera mendongakkan kepalanya, ternyata persis tengah hari. Lan See giok tahu tengah hari sudah tiba, hatinya merasa sedih bercampur gelisah yang kemudian berubah menjadi ko-baran hawa amarah yang meluap luap.

Tak tahan lagi ia segera berpekik nyaring kemudian dengan mempercepat langkahnya, bagaikan sambaran kilat langsung meluncur ke arah kuil kwan im an.

Suara pekikan yang begitu keras dan nyaring bergema hingga menembusi angkasa dimana bayangan biru berkelebat lewat, daun dan ranting sama-sama bergoncang....

Hu yong siancu. serta naga sakti pembalik sungai cukup menyadari perasaan Lan See giok waktu itu, apabila membiarkan dia berlarian dengan menggunakan ilmu meri-ngankan tubuhnya, mungkin pada saat ini sudah Sampai ditempat tujuan.

Maka semua orang segera mempercepat gerakan tubuhnya dengan harapan bisa menyusul Lan See giok, daripada dalam keadaan pikiran yang kalut, ia melakukan perbuatan-perbuatan yang sama sekali di luar dugaan.

Tapi bayangan tubuh Lan See giok makin lama semakin bertambah jauh, dalam waktu singkat telah lenyap di balik hutan lebat di balik bangunan tersebut.

Hanya di dalam sekali pekikan panjang saja, jarak Lan-See giok dengan Kwan im an tinggal seratus kaki saja.

"Trraaang.......Traaang.."

Bunyi lonceng masih juga berdentang.

"Tuuunnng, tuuuuungg ....."

Suara tambur, dibunyikan bertalu talu...

Dibalik suara lonceng dan tambur, lamat-lamat terselip pula suara keleningan, bokhi dan suara orang memanjatkan doa, membuat siapapun yang datang dengan napsu, seke-tika napsu itu hilang lenyap tak berbekas.

Kobaran hawa amarah yang semula me-nyelimuti wajah Lan See giok hampir saja punah dan padam tak berbekas oleh keadaan serius dan penuh ketenangan ini.

Dalam gerak melruncurnya yang czepat menuju ke wbangunan kuil irtu, ia saksikan kuil Kwan im an memang dibangun sangat kokoh, pintu gerbangnya yang hitam berge-lang emas dihiasi dengan sepasang patung singa berwarna hijau, tiang penyangga rumah berukirkan naga dengan enam buah patung malaikat menghiasi di sana sini.

Saat itu pintu gerbang terbuka lebar, di atas pintu tergantung sebuah papan nama dengan tiga buah huruf besar yang terbuat dari emas:

"Kwan Im An."

Lan See giok langsung menerjang masuk ke dalam kuil, tapi tanpa sadar ia menghen-tikan langkahnya diantara ruang beranda.

Ruang utama terdiri dari sebuah bangunan yang megah dan kokoh, seingat Lan See giok, bangunan ini merupakan bangunan besar yang paling megah dan pernah disaksikan selama ini.

Lebih kurang sepuluh kaki dari pintu ger-bang, masing-masing terdapat dua buah ru-ang samping yang dihubungkan satu sama lainnya dengan lorong-lorong yang terbuat dari batu besar.

Asap dupa telah menyelimuti seluruh ru-ang tengah waktu itu, di atas altar, tampak patung Kwan Im pousat dalam ukuran se-tinggi satu kaki.

Di samping kiri dan kanan meja altar, masing-masing duduk bersila sepuluh orang nikou setengah umur berjubah merah yang memejamkan mata sambil berdoa.

Di belakang nikou berbaju merah itu ber-diri pula ratusan orang nikou berjubah kuning, sedang bagian yang paling belakang terdiri dari dua ratusan orang nikou berjubah abu-abu, jumlah mereka semua hampir men-capai tiga ratusan orang.

Tepat di bawah meja altar, terdapat se orang perempuan berjubah abu-abu yang duduk bersila di atas sebuah kasur kuning dengan mata terpejam dan sepasang tangan dirangkap di depan dada, berhubung ram-butnya yang panjang menutupi bagian wajah nya, maka bagaimanakah raut muka, perem-puan tersebut tidak kelihatan dengan jelas.



Di sisi kiri dan kanan perempuan beram-but panjang itu, masing-masing berdiri se-orang nikou kecil berusia tiga empat belas tahunan, di tangan mereka membawa sebuah nampan kemala..

Pada nampan kemala yang berada di sebe-lah kiri terdapat sebuah botol porselen ber-warna ungu yang penuh berisi air suci, se-dangkan pada nampan kemala sebelah kanan terdapat sebilah pisau cukur yang tajam..

Segenap nikou yang hadir di dalam ru-angan sama-sama memejamkan matanya ra-pat-rapat, mereka tetap berdoa dengan tenang, terhadap pekikan keras yang menusuk pendengaran dari Lan See giok tadi, mereka bersikap seolah-olah tidak merasa.

Dengan wajah termangu Lan See giok ber-diri kaku ditengah lorong, sorot matanya mengawasi seorang perempuan berambut panjang yang berada di tengah ruangan de-ngan pandangan bodoh.

Dari jubah yang begitu lebar dan rambut yang menutupi wajahnya, ia tak sempat melihat dengan jelas apakah dia Oh Li cu atau bukan.

Menghadapi suasana semacam ini, biarpun Lan See giok merasa gelisah namun ia tak berani memasuki ruangan itu secara sem-barangan, apa lagi menyingkap rambut pan-jang perempuan itu serta memeriksa siapa gerangan dia?

Dengan tenang ia berdiri di situ, dengan sabar menanti sampai kedatangan bibi Wan sekalian....

Pada saat itulah suara keleningan dibunyi-kan dan suara sembahyangpun pelan-pelan mereda, serentak semua nikou yang berada dalam ruangan berpaling dan memandang ke arah Lan See giok dengan pandangan terkejut bercampur keheranan.

Perempuan berambut panjang yang duduk bersila di tengah ruangan pun segera me-ngangkat kepalanya, seakan akan sedang mengawasi Lan See giok yang masih berdiri dengan wajah murung dan gelisah itu ....

Suara pujian pada sang Buddha tiba-tiba berkumandang dari belakang ruangan.

Dari belakang meja altar pelan-pelan ber-jalan ke luar delapan orang nikou kecil mem-buat tempat dupa.

Di belakang ke delapan orang itu mengikuti tiga orang nikou setengah umur berjubah merah yang membawa keleningan, ada pbula yang membawja Ji gi, semuangya berwajah serbius.

Dan pada bagian yang terakhir muncul se orang nikou muda berwajah cantik yang mengenakan jubah berwarna kuning emas.

Nikou muda tersebut mengenakan kopiah emas dengan sebutir batu permata merah di bagian tengahnya, dengan sorot mata yang jeli ia memandang sekejap kearah Lan See giok yang berdiri di luar ruangan, kemudian langsung menuju kearah perempuan beram-but panjang yang duduk ditengah ruangan itu.

Dalam pada itu ke delapan nikou cilik tadi sudah memisahkan diri di kedua belah sisi, ketiga orang nikou setengah umur berbaju merah itu berdiri dibelakang perempuan be-rambut panjang. sebaliknya nikou muda berwajah cantik tadi justru berdiri di samping perempuan berambut panjang itu.

Lan See giok tahu, nikou muda berjubah emas itu tentulah Soat Yu nio yang dimasa lampau termasyhur didalam dunia persilatan karena ilmu meringankan tubuhnya, yaitu teman lama bibi Wan.

Teringat bagaimana dia membujuk bibi Wannya agar mencukur rambut menjadi pendeta. tiba-tiba saja amarahnya kembali berkobar...

Teringat akan bibi Wan ia menjadi sangat keheranan, sudah begitu lama ia berdiri menanti mengapa mereka belum juga menampakkan diri?

Ketika berpaling, dijumpai Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai sekalian te-lah berdiri di luar pintu gerbang dengan si-kap tenang dan wajah mereka diliputi kese-riusan.

Pada saat inilah mendadak dari arah ruang utama berkumandang suara pujian kepada sang Buddha.

Menanti Lan See giok berpaling kembali, ia jumpai Soat Yu nio atau nikou muda berwa-jah cantik itu sudah mendekati nikou kecil yang membawa air suci, tangannya yang len-tik segera ditutulkan pada air suci tadi." Ke-mudian ia menghampiri perempuan beram-but panjang itu. mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi dan melentikkan keli-ma jari tangannya. bagaikan titik air hujan, air suci itu segera membasahi kepala serta dada perempuan berambut panjang itu.

Kemudian alat-alat musikb upacara pun dijbunyikan mengirgingi pembacaan bdoa.

Lan See giok tahu. sebentar lagi perem-puan berambut panjang itu akan kehilangan rambutnya dan sepanjang hidup menjadi pendeta...

Berhubung Hu yong siancu sekalian belum juga masuk ke dalam, Lan See giok semakin menyimpulkan kalau perempuan berambut panjang itu bukan Oh Li-cu. karenanya diapun ingin mengundurkan diri dari kuil, menanti upacara sudah selesai. dia baru akan mencari persoalan dengan Soat Yu-nio.

Suara keleningan berbunyi lagi memecah-kan keheningan ruangan.

Pelan-pelan pembacaan doa mulai mereda, kemudian suasana di seluruh ruangan pun dicekam dalam keheningan yang luar biasa.

Melihat hal ini, tanpa terasa Lan See-giok menghentikan pula langkah tubuhnya yang hendak mengundurkan diri dari situ.

Tampak Soat Yu-nio mendekati kembali nikou kecil yang membawa baki berisi pisau kecil, kemudian sambil membawa pisau cu-kur itu dia kembali lagi kehadapan perem-puan berambut panjang tadi seraya berkata dengan lembut.

"Setelah rambutmu dicukur, maka sepan-jang hidup kau akan menjadi pendeta. hidup dan mati sebagai murid Buddha yang terikat oleh peraturan. kau harus melupakan segala budi dan dendam. memandang kejayaan kekayaan dan kemiskinan sebagai asap yang mengangkasa."

Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan wajah serius dia berkata kembali.

"Sejak kini perasaanmu harus setenang air, sepanjang hidup tak boleh menjadi preman kembali, bersediakah kau?"

perempuan berambut panjang itu pelan-pelan mengangguk dengan gerakan yang be-rat.

Soat Yu nio manggut-manggut, kemudian berkata lebih jauh.

"Sekarang kuijinkan kepadamu untuk bertemu muka dengan dunia keramaian se-belum kucukur rambutmu menjadi gundul, bukalah matamu lebar-lebar, bila saat ini kau merasa menyesal, dipersilahkan segera meninggalkan kuil ini!"

Sembari berkata dia menyingkap rambut yang menutupi wajah perempuan tersebut dengan tangan kirinya.r

Lan See giok zsegera dapat mewnyaksikan raut rwajah orang itu dengan jelas, sekujur badannya gemetar keras, paras mukanya berubah sangat hebat .....

Ternyata perempuan berambut panjang itu tidak lain adalah Oh Li cu yang basah wajah-nya oleh airmata, tapi Oh Li cu hanya meng-gelengkan kepalanya.

Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok saat itu, dia hampir gila menghadapi kenya-taan begini, dengan suara menggeledek segera bentaknya.

"Jangan ......."

Terdorong oleh luapan emosi, dia sudah melupakan segala tata krama dan sopan santun lagi. ditengah bentakan keras, bagai-kan segulung asap tubuhnya meluncur ke dalam ruangan ....

Tampaknya Hu yong siancu sama sekali ti-dak menyangka kalau Lan See giok bakal menerjang ke dalam ruangan secara kasar dan sembrono, menanti die berniat meng-ha-langi maksudnya, keadaan sudah terlambat.

Serentak semua nikou yang berada di dalam ruangan itu melompat bangun sambil menjerit kaget.

Beberapa kali bentakan keras bergema memecahkan keheningan, ketiga nikou setengah umur berjubah merah itu serentak menghadang di depan ruangan, sementara ke enam buah telapak mereka diayunkan ber-sama ke depan melepaskan segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat .....

"Minggir...." bagaikan orang kalap Lan See giok segera membentak keras.

Ditengah bentakan, sepasang telapak ta-ngannya melancarkan serangkaian serangan gencar, ditengah benturan yang nyaring. tahu-tahu tubuhnya sudah menembus lapisan angin pukulan dari ke tiga nikou setengah umur itu dan langsung menyerbu ke dalam ruang utama.

Belum pernah ketiga orang nikou setengah umur itu menyaksikan kepandaian silat se-macam ini, serentak mereka jadi tertegun dan mundur setengah langkah tanpa terasa.



Tubuh See giok meluncur ke depan dengan cepat, begitu melampaui ketiga orang nikou setengah umur tersebut dia langsung me-nyerbu ke ruang altar.

Peristiwa ini kontan saja membuat segenap nikou yang hadir dalam ruangan sama-sama memperlihatkan rasa kaget den terkesiap, namun ke delapan nikou kecil memegang tempat dupa itu justru mengangkat tempat dupa masing-masing sambil menghadang jalan pergi Lan See giok.

Dalam waktu singkat Lan See giok sudah menerjang masuk ke ruang tengah, namun setelah menyaksikan patung di depan altar dan asap dupa yang menyelimuti seluruh ru-angan, pikiran yang sedang kalut tadi seke-tika menjadi terang kembali.

Tapi begitu menyaksikan Oh Li cu yang masih duduk bersila dengan air mata bercu-curan, kemudian menyaksikan wajah cantik yang dingin kaku dari Soat Yu nio, api kegusaran yang baru saja padam sekali lagi menggelora.

Tiba-tiba terdengar Soat Yu nio berseru kepada ketiga orang nikou yang masih berada di ruangan itu:

"Huhoat bertiga, segera kalian usir lelaki kasar ini dari ruangan!"

Ketiga orang nikou setengah umur itu segera mengiakan dan bersama-sama meng-hampiri Lan See giok.

Menghadapi keadaan demikian Lan See giok gusar sekali. dia segera membalikkan badannya lalu dengan kening berkerut ben-tak nya keras-keras.

"Jika kalian bertiga berani maju selangkah lagi, akan kubunuh kalian segera!"

Oleh sikap Lan See giok yang begitu garang dan penuh kewibawaan, kontan saja ketiga nikou tersebut jadi terkejut dan se-rentak menghentikan langkah mereka.

Sekujur badan Soat Yu nio turut gemetar keras, wajahnya yang cantik berubah men-jadi hijau membesi, dengan kening berkerut katanya.

"Semenjak memasuki kuilku ini sikapmu sudah kurang ajar dan tak tahu tata krama, di samping mengganggu ketenangan, menga-cau pula upacara yang sedang kami selengga-rakan, dosamu tak bisa diampuni lagi. Tapi mengingat kau masih muda dan tak tahu urusan, kuminta sekarang juga kau tinggal-kan, kuil inib dan berbicara jbila upacara teglah usai nanti b...."

"Tidak bisa!" tukas Lan See giok sebelum pihak lawan menyelesaikan kata katanya.

""Kalau tidak bisa lantas mau apa kau?" seru Soat Yu nio penuh amarah.

Sambil menunjuk ke arah Oh Li cu, kata See giok.

"Sekarang juga akan kubawa dia dari tem-pat ini!"

"Atas kemampuan apa kau hendak me-ng-ajaknya pergi dari sini... ?"

"Dia adalah istriku, tentu saja aku berhak untuk mengajaknya pergi dari sini."

Oh Li cu yang masing duduk bersila sambil memejamkan matanya itu segera menutup wajahnya dengan kedua belah tangan, tubuhnya gemetar keras, ia mulai menangis tersedu sedu.

Tampaknya Soat Yu nio merasa di luar dugaan akan jawaban tersebut, tapi ia toh mendesak kembali.

"Siapa yang bisa membuktikan bahwa dia adalah istrimu.."

"Dua ribu orang anggota Wi lim poo, tiga ratus dua puluh orang komandan kapten ka-pal, kepala regu, semuanya merupakan saksi hidupku..."

Sementara berbicara, dia menyaksikan Hu yang siancu telah berdiri di luar ruangan, maka sambil menuding ke depan serunya lagi.

"Masih ada lagi bibi Wan ku itu!"

Dengan wajah murung dan gelisah Hu yong siancu segera melangkah masuk ke dalam ruangan dan langsung menghampiri Soat Yu nio lalu setelah memberi hormat katanya.

"Adik Soat aku datang terlambat, hatiku sungguh merasa amat menyesal"

Sebagai seorang pimpinan kuil. biarpun hubungan Soat Yu nio dengan Hu yong siancu bagaikan kakak beradik, namun di-dalam keadaan demikian dia pun tak ingin merusak peraturan yang berlaku di dalam kuilnya, maka dengan cepat dia membalas hormat seraya ujarnya:

"Sekarang upacara telah dimulai, terpaksa pinto harus bekerja menurut peraturan, biar pinni bertanya lagi kepada nona Be...."

Lan See giok tahu, apabila Oh Li cu me-nganggukkan kepalanya maka tiada kesem-patan lagi baginya untuk merubah keadaan tersebut, buru serunya kemudian.

"Tidak bisa, tidak bisa, kau tbak bisa meme-nujhi keinginannyag itu...."

Melihabt anak muda itu tak tahu diri, Soat Yu nio membentak lagi dengan mendongkol .

"Kalau tidak menuruti kemauannya, lantas harus menuruti kemauan siapa?"

Lan See giok tahu bahwa keadaan sudah berkembang menjadi suasana yang tak enak, maki dia bertekad untuk bekerja tidak kepalang tanggung. dia berniat akan meng-obrak abrik kuil Kwan-im an tersebut. agar dikemudikan hari pun Hu yong siancu tidak tergoda pikirannya untuk mencukur rambut menjadi pendeta.

Berpikir demikian, ia lantas menunjuk pada diri sendiri sambil menyahut.

"Menurut kemauanku.."

"Kalau menuruti kemauanmu lantas bagai mana?" bentak Soat Yu nio lagi dengan tubuh gemetar keras,

"Turuti perintahku untuk memberi pakaian preman kepadanya agar dia bisa bertukar pakaian dan segera pulang bersamaku"

Soat Yu nio segera mendongakkan kepala nya dan tertawa keras penuh amarah,

"Kau anggap Kwan im an adalah rumah makan atau penginapan yang bisa datang kalau mau datang dan bisa pergi bila ingin pergi...."

Lan See giok cukup tahu bahwa masalah-nya tidak akan diselesaikan secara mudah. hal mana membuat hatinya semakin gelisah, sementara dia merasa terdesak dan tak mampu menjawab, mendadak terdengar siau thi gou yang berada di luar ruangan telah berteriak keras,

"Engkoh Giok. buat apa kau mesti banyak berbicara dengannya? Lebih baik kita lepas-kan api dan kita bakar kuil Kwan im an ini, coba kita lihat apakah mereka akan mem-biarkan enci Lan pergi dari sini atau tidak"

"Sambil berkata dia lantas membalikkan badan dan menuju ke sudut ruangan siap menyulut api.

"Thi gou kembali!" naga sakti pembalik sungai segera membentak keras.

Terpaksa Siau thi gou menghentikan lang-kahnya. tapi sama sekali tak berniat untuk balik ke posisi semula.

Tampaknya Si Cay soat juga merasa amat tidak puss terhadap pemimpin kuil Kwan im an tersebut. sambil menoleh kearah Thi gou, sengaja dia menyindir.

"Buat apa kau mresti gelisah? Tzunggu saja sampwai dia enggan mrelepaskan enci Lan dari sini, saat itulah baru kita bakar kuil nya ini sampai rata dengan tanah.

Mendengar kata-kata tersebut hampir jatuh pingsan Soat Yu nio saking gusarnya, dia sama sekali tidak menyangka kalau ka-wanan anak muda tersebut begitu kurang ajar dan tak tahu peraturan, karena itu tim-bul niatnya untuk memberi pelajaran yang se-timpal kepada mereka semua,

Sambil tertawa dingin dengan sorot mata yang tajam dia memandang sekejap kearah Siau cian dan Cay soat sekalian yang berada di luar ruangan, kemudian katanya kepada Lan See giok dengan suara dalam.

"Semenjak kuil kami didirikan dan hingga kini, berlaku peraturan yang berbunyi bahwa jika ada orang yang semula berniat mencu-kur rambut. kemudian mengurungkan niat-nya, maka dia mesti mampu menembusi ba-risan Sam cay tin dari ketiga orang pelindung hukum kami---"

Lan See giok tidak membiarkan Soat Yu nio menyelesaikan kata katanya, setelah tertawa angkuh serunya.

"Jangan lagi baru ketiga orang pelindung hukummu, biar kau sendiri juga tak akan kupandang sebelah matapun mengerti?"

Soat Yu nio betul-betul amat gusar sehing-ga badannya gemetar keras, serunya kemu-dian dengan gemas.

"Perduli kau akan memandang sebelah mata terhadap kami atau tidak. pokoknya kau mesti mencoba untuk menembusi bari-san kami ini sebelum dapat mengajak istrimu pergi meninggalkan tempat ini...".

"Asal kau sudah mempersiapkan diri, tentu akan kuiringi kehendakmu itu" jawab See giok sambil tertawa-angkuh:

Soat Yu-nio menganggap sikap See-giok kelewat sombong dan tekebur, sikap begini-lah yang membuatnya tidak tahan, ia berte-kad akan melenyapkan kesombongan pemu-da tersebut. maka setelah mendengus marah katanya,



"Hmm. Melihat sikap angkuhmu itu, aku jadi muak, hati-hati kalau sampai kalah dalam pertarungan nanti..."

"Kalau aku kalah, pasti akan kuhabisi nyawaku sendiri, jadi kau tak usah mengua-tirkan diriku lagi." tukas sang pemuda ketus.

Mendengar perkataan ini Soat Yu nio segera mengiakan dengan marah, cahaya emas berkelebat lewat, dia sudah melompat ke luar dari ruangan tersebut.

Oh Li cu yang selama ini memandang de-ngan air mata bercucuran. kontan saja men-jerit sambil menangis keras.

"Jangan. jangan, adik Giok, kau tak boleh berbuat demikian."

"Kalau begitu kau harus menyanggupi permintaanku untuk segera pulang bersama-ku!" seru See giok memanfaatkan kesem-patan ini.

Mendengar seruan mana, sekali lagi Oh Li Cu menutup mukanya sambil menangis tersedu-sedu.

Dalam pada itu, Soat Yu Nio yang telah berdiri ditengah halaman setelah memandang kearah See-giok sambil tertawa dingin, seru-nya dengan marah,

"Kau tidak usah membuang waktu dengan percuma, mau pergi dari situ atau tidak, dia tak akan mampu mengambil keputusan sendiri"

Lan See giok bertambah gusar, tidak nam-pak gerakan apa yang telah digunakan olehnya, tahu-tahu diantara bayangan biru yang berkelebatan lewat, dia sudah tiba di luar ruangan.

Dalam pada itu. ketiga orang nikou sete-ngah umur tadi sudah berada di luar ru-angan. begitu melihat See giok muncul. mereka segera berkata kepada Soat Yu nio,

"Lapor An-cu, biar tecu sekalian dengan barisan Sam cay tin yang membekuk manu-sia latah ini"

Soat Yu-nio memang ada niat membiarkan ketiga orang nikou setengah umur itu men-coba kepandaian silat dari See giok lebih dulu. Maka sahutnya sambil manggut-mang-gut.

"Ehmm cuma kalian mesti berhati hati."

Lan See giok mendengar ucapan mana, kontan saja mendongakkan kepalanya dan tertawa keras.

Kalian bertiga yang mencari penyakit buat diri sendiri. jangan salahkan kalau akupun tak akan memberi muka lagi kepada kalian bertiga.

Ketiga orang nikou setengah umbur itu membentajk bersama. bayagngan merah berkbelebat lewat. mereka telah mengepung Lan See giok ditengah arena,.

Hu yong siancu berdiri seorang diri diatas tangga ruangan, selama ini dia mencoba ingin berbicara, tapi tiada kesempatan bagi nya untuk turut menimbrung, dia tahu bila ingin mengajak pulang 0h Li cu, hanya jalan semacam inilah yang dapat ditempuh. Tapi dia dan Soat Yu nio memiliki hubungan yang sangat erat dalam hubungan persahabatan, semestinya dia memberi peringatan kepada rekannya itu agar Soat Yu nio tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok te-lah mencapai suatu tingkatan yang luar bia-sa, namun ia tak pernah memperoleh kesem-patan untuk ber-buat demikian.,

Dalam pada itu, ke tiga orang nikou yang berposisi dalam barisan Sam cay tin telah memuji keagungan sang Buddha menyusul suara bentakan. serentak tubuh mereka ber-putar kencang.

Lan See giok tertawa terbahak bahak menghadapi kejadian seperti ini, ejeknya.

"Haahhh... haaahhhh... haaahhh... -dengan mengandalkan barisan semacam ini pun ingin menangkap aku?!"

Sekali lagi tubuhnya berkelebat lewat, se-ketika itu juga muncul belasan sosok baya-ngan manusia berbaju biru yang beter-bangan diantara kurungan ke tiga orang nikou setengah umur itu seperti kupu-kupu yang sedang menari.

Bila dibandingkan dengan gerakan tubuh ke tiga nikou se tengah umur itu, maka kece-patannya masih beberapa kali lipat lebih he-bat.

Ketiga orang nikou setengah umur itu baru terperanjat setelah menyaksikan kejadian ini. mereka merasakan pandangan mata nya menjadi kabur, angin serangan yang tajam menusuk badan. berpuluh puluh bayangan biru itu berputar kian lama kian bertambah cepat----

Dengan wajah berubah hebat Soat Yu nio segera membentak keras. "Cepat tahan-- -"

Lan See giok tertawa terbahak bahak, menirukan logat Soat Yu nio ejeknya.

"Sekarang mau tahan atau tidak. bukan kau yang berhak untuk memberi perintah."

Bersamaan dengan selesainya berbicara, gerakan tubuhnya segera berubah, berpuluh puluh sosok bayangan biru itu segera ber-obah menjadi segumpal bayangan pelangi berwarna biru yang melingkari ke tiga orang nikou tersebut.

Ketika ke tiga orang nikou tadbi men-coba untujk berputar terugs, tahu-tahu sabja pan-dangan matanya terasa kabur. angin tajam menderu deru dan keadaannya benar-benar tak mampu untuk dipertahankan lebih lan-jut. Soat Yu nio benar-benar tertegun, demikian juga ratusan orang nikou yang berada dalam ruangan utama.

Hu yong siancu pun sadar bila keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung terus, seje-nak kemudian ketiga orang nikou itu akan kehabisan tenaga dan akhirnya jatuh ping-san.

ooo0ooo

BAB 40

SADAR akan keadaan yang kritis, dengan suara dalam perempuan itu membentak keras.

"Kini barisan Sam cay tin sudah hancur, mengapa kau belum juga menghentikan gerakan tubuhmu?."

Bayangan pelangi biru segera berkelebat lewat, bersamaan dengan menggemanya uca-pan mana, Lan See-giok telah melayang kem-bali ke depan ruang utama.

Ketiga orang nikou setengah umur itu kontan saja roboh ke atas tanah dengan wa-jah pucat pias dan napas terengah-engah, pelan membasahi seluruh tubuh mereka, mata terasa berat dan tak mampu dipentang-kan kembali.

Soat Yu nio merasa mendongkol bercampur gusar, dia tahu nama besarnya akan jatuh pecundang pada hari ini, tapi ibarat menung-gang di punggung harimau. posisi nya sekarang benar-benar serba susah. mau mundur tak bisa mau majupun tak dapat, terpaksa dia harus mengeraskan kepala un-tuk menghadapi segala sesuatunya. Maka setelah memandang sekejap kearah ratusan orang nikou didalam ruangan, sambil menuding ketika nikou setengah umur yang sudah tergeletak di tanah itu serunya keras.

"Gotong mereka pergi!"

Baru selesai ia berkata, belasan orang nikou berbaju abu-abu telah berlarian menuju ke depan. lalu dengan panik dan gugup mereka gotong ketiga orang nikou setengah umur itu lari masuk lewat pintu samping,

Lan See giok memandang sekejap kearah ketiga orang nikou yang digotong masuk tersebut, kemudian ditatarpnya wajah Soatz Yu nio lekat-lwekat sambil jenrgeknya dingin:

"Sekarang sudah tiba giliran An cu untuk memberi pelajaran kepadaku!"

"Pinni adalah seorang pemilik kuil, sudah sepantasnya bila tamu yang mengajukan per-soalan" jawab Soat Yu nio sambil tertawa keras penuh amarah.

Lan See giok tertawa terbahak bahak.

"Haaahhh... haahhh.. haahh.. kalau me-mang begitu, biar kumohon pelajaran tentang ilmu meringankan tubuh yang pernah An cu andalkan untuk menjagoi dunia persilatan dimasa lampau."

Sekali lagi soat Yu nio mendengus gusar.

"Bagaimana caranya bertanding silahkan kau memberi petunjuk sedang tentang ilmu meringankan tubuh yang menjagoi dunia. itu mah hanya pujian dari rekan-rekan dimasa lalu. belum pernah pinni membanggakan diri tentang kelebihan semacam ini,"

Satu ingatan segera melintas dalam benak Hu yong siancu. segera terpikir olehnya suatu cara bertanding yang adil, maka cepat-cepat katanya.

"Berbicara soal ilmu meringankan tubuh, maka yang menjadi pokok persoalan adalah masalah cepat, kebetulan sekali musim buah Tho sedang tiba di luar kuil. An cu dan anak Giok boleh masing-masing mengambil sebutir buah tho, siapa yang tiba di ruangan lebih dulu dialah yang berhasil unggul!"

Tampaknya naga sakti pembalik sungai dapat meraba maksud hati Hu-yong siancu, maka dia segera menimpali.

"Ucapan Han lihiap benar, cara. demikian memang terhitung cara yang paling adil"

Soat Yu-nio adalah seorang yang cerdik, tentu saja diapun tahu bahwa cara tersebut amat menguntungkan dirinya. karena Hu yong siaucu memang sengaja memberi ke-sempatan kepadanya untuk melindungi nama baiknya, sudah barang tentu diapun tak ingin menolak, namun dia juga tidak mengangguk sebagai pernyataan persetu-juannya.

Kecerdasan Lan See-giok memang jauh melebihi siapa saja, dia segera berpikir se te-lah mendengar usul mana.

"Aku tidak hapal dengan keadaan di luar kuil. padahal hutan hijau menyelimuti luar kuil itu. tidak kuketahui hutan buah tho berada dimana dan berjarak berapa jauh.... posisi demikian jelas tidak menguntungkan bagiku"

Namun teringat akan kesulitan yang diha-dapi bibinya, terpaksa diapun mengangguk memberikan persetujuannya.

(Bersambung ke Bagian 52)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar