Anak Berandalan Bagian 04

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Berandalan Bagian 4
Anak Berandalan Bagian 4
Ia tidak menggunakan perhiasan apa-apa, diwajahnya juga tidak memakai pupur dan lisptik. Sebab baginya, perhiasan atau barang permata dan bedak atau pupur sudah merupakan barang yang terlalu ber-lebih lebihan.

Tidak peduli betapa mahal harganya barang permata dan perhiasan, semua tak dapat membagi kecantikannya, tidak peduli betapa mahal harganya bedak atau pupur dan lipstik, juga tidak bisa menambah lebaih banyak kecantikan wanita ini.

Kecantikan wanita ini tidak dapat dilukiskan oleh siapapun juga.

Kalau ada juga sementara orang menggunakan kembang sebagai perempuan untuk seorang wanita cantik, tetapi kembang bagaimana bisa demikian menggiurkan seperti dia? Ada orang bida kata dia seperti orang dalam lukisan, tetapi pelukis mana yang kiranya sanggup melukis dia dalam keadaan seperti hidup?

Bidadari dari kayangan, mungkin masih bisa dibandingkan kelemah lembutannya. Tetapi dia, demikian agungnya dia, hingga tidak perduli siapa asal melihat sepintas lalu saja terang tidak akan bisa melupakannya untuk semala-lamanya.

Akan tetapi dia sebaikmya tidak seperti hidup benar benar didalam alam dunia ini, di dalam dunia bagaimana ada wanita demikian cantik? Dia seolah olah pada setiap waktu setiap saat bisa dengan mendadak menghilang dari muka bumi.

Dia adalah perempuan tercantik dalam rimba persilatan, Sim Pek Kun.

Dalam waktu singkat itu, pemuda perlenta itu juga se-olah olah sudah berhenti bernapas.

Sikap diwajahnya dengan mendadak berubah sangat aneh, sudah tentu is merasa terkejut dan ter-heran heran, juga merasa mengiri, juda merasa silau oleh kecantikan perempuan itu, itu adalah reaksi setiap kaumpria jikalau berhadapan dengan wanita cantik luar biasa.

Yang aneh ialah : Sinar matanya itu seolah-olah mengandung dengki.

Tetapi sesaat kemudian, ia sudah tertawa. Tertawanya itu demikian ke kanak-kanakan, demikian menyenangkan, sedang sepasang matanya terus menatap wajah SIm Pek Kun, lalu berkata sambil tersenyum :

“Ada orang kata perempuan yang pintar semua tidak cantik, perempuan yang cantik sebaliknya tidak pintar, sebab mereka repot menghiasi wajahnya sendiri, hingga sudah tidak ada waktu untuk mengurusi hatinya sendir”

Ia menghela napas perlahan,baru berkata lagi :

“Aku sekarang baru tahu bahwa ucapan ini tidak semuanya benar... "

Sementara itu Sim Pek Kun sudah turun dari atas keretanya, lalu berjalan kehadapan pemuda perlente itu.

Meskipun didalam matanya sudah menunjukan kemarahannya, tetapi ia jelas sedang mengendalikan perasaannya.

Dalam hidupnya itu, selalu mendidik dirinya untuk menjadi seorang wanita agung yang benar benar harus dapat menindih perasaan marah, sedih,girang... segala perasaan yang terkandung dalam hatinya.

Sekalipun ia tidak dapat menahan perasaannya dan mau mengeluarkan air mata, juga lebih dahulu menyekap dirinya didalam kamar.

Is berdiri dihadapan pemuda itu dengan tenang, mendangarkan ucapan yang keluar dari mulut pemuda perlente tadi.

Selama hidupnya itu, ia belum pernah memotong ucapan orang lain, sebab perbuatan semacam itu, juga merupakan suatu perbuatan yang tidak sopan, Ia sudah lama belajar harus berbicara sesedikit mungkin banyak dengan sebanyak mungkin.

Sehingga pemuda perlenta itu sudah habis mengucapkan perkataanya, ia baru bertanya lambat lambat :

“Siapa nama kongcu yang mulia ?”

“Aku hanya seorang yang tidak terkenal namanya, bagaimana dapat dibandingkan nama besr nona Sim? Nama dan she ku ini, sebetulnya malu kuucapkan dihadapan nona Sin, baiknya jangan disebutkan sajalah”

SIm Pek Kun ternyata juga tidak bertanya lagi.

APa yang tidak suka diucapkan oleh orang lain, ia tidak mau bertanya lagi.

Ia mengawasi jenazah orang orangnya ditanah sebentar, lalu bertanya :

“Dua orang ini entah kongcu yang membunuhnya tau bukan ?”

“Apakah nona Sim tadi pernah melihat aku membunuh orang ?”

Sim Pek Kun menganggukkan kepala.

Pemuda perlente itu kembali tertawa dan berkata :

“Kalau nona sudah melihat sendiri perlu apa tanya lagi ?”

“Hanya disebabkan kongcu tidak mirip dengan seorang yang kejam dan buas”

“Terima kasih atas pujian nona, tetapi, peribahasa ada kata : Tahu orangnya tahu mukanya tetapi tidak tahu isi hantinya, ucapan ini harap nona perhatikan baik baik.

“Kongcu sudah membunuh mereka, apakah lantaran mereka itu mempunyai permusuhan dengan kongcu ?”

“itu juga tidak”

“Kalau begitu, apakah mereka pernah berlaku tidak sopan terhadap kongcu?” “Sekalipun mereka berlaku tidak sopan terhadapku, bagaimana aku bisa berpikiran seperti mereka?”

“Kalau demikian halnya, mengapa kongcu membunuh mereka? Ini benar2 membuat orang tidak habis mengerti.”

Pemuda perlente itu tertawa, katanya:

“Apakah nona hendak mendapatkan penjelasannya sekarang juga?”

Sim Pek Kun mengerutkan alisnya tidak membuka mulut lagi.

Dua orang itu berbicara dengan sikap sopan-santun, sedikitpun tidak ada yang dihinggapi oleh emosi yang me-luap2 tetapi orang lain yang menyaksikan semua pada tercengang, hanya Siauw Cap-it-long masih terus rebah telentang disana tidak bergerak, agaknya sudah tidur seperti orang mati.

Sesaat kemudian, Sim Pek Kun tiba2 berkata:

“Silahkan!”

Pemuda perlente itu tercengang, tanyanya:

“Silahkan apa?”

“Silahkan turun tangan.”

Wajah merah pemuda perlente tadi kini mendadak berubah menjadi pucat pasi, lalu katanya:

“Turun … tangan? Apakah kau menghendaki aku berkelahi denganmu?”

“Tanpa sebab kongcu membunuh mereka, sudah tentu ada maksudnya. Karena aku tak dapat mengorek keterangan darimu, terpaksa hanya dengan kekuatan tenaga kita mencari keadilan.”

“Hanya … hanya … nona, kau adalah jago pedang kenamaan didalam dunia Kang-ouw, sedang aku hanya seorang anak kecil, bagaimana dapat melawanmu?”

“Kongcu juga tidak perlu merendahkan diri, silahkan.”

“Aku tahu, aku tahu … kau tentunya ingin membunuh aku, untuk membayar nyawa mereka.”

Pemuda perlente itu agaknya ketakutan setengah mati, hingga suaranya juga jadi kedengaran tergetar.

“Membunuh orang harus membayar dengan nyawa, hal ini memang sdah sewajarnya.”

“Aku hanya membunuh dua budakmu saja, dan kau hendak mengambil nyawaku, kau … kau berbuat demikian sesungguhnya juga terlalu kejam!”

“Biar budak sekalipun juga mempunyai nyawa? Betul tidak?”

Sepasang mata pemuda perlente itu sudah merah, dengan tiba2 ia berlutut dan berkata sambil menangis:

“Aku telah ketelepasan tangan membunuh mereka, enci, ampunilah kesalahanku. Aku tahu enci bukan saja cantik, tetapi hatinya juga sangat baik, pasti tidak akan tega membunuh seorang anak kecil seperti aku ini.”

Tadi sebelum ia melakukan pembunuhan bicaranya bukan saja teratur baik, tetapi juga seperti orang tua yang sudah banyak pengalaman, tetapi saat itu dengan mendadak berubah kelakuannya seperti seorang anak kecil yang nakal.

Hal ini membuat Sim Pek Kun jadi tercengang.

Urusan dan akal muslihat orang2 dunia Kang-ouw ia sebetulnya jarang menghadapi. Bertemu dengan orang semacam ini, membuat ia semakin tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.

Pemuda perlente itu kini sudah mengucurkan air mata, katanya dengan suara gemetaran:

“Enci, jikalau kau masih penasaran, baiklah kau pilih dua orangku yang mana saja, bunuhlah mereka, bagaimana pikiran enci …?!”

Tidak peduli siapa saja, terhadap seorang anak seperti ia itu, orang manapun tidak tega turun tangan. Apalagi Sim Pek Kun. Siapa duga, justru pada saat itu, anak k ecil yang menunjukkan sikap meminta-minta diampuni itu, dengan mendadak bergelindingan ditanah, kaki kirinya menyapu kaki Sim Pek Kun sedang kaki kanan menendang bagian bawah perut, tangan kiri dan kanan, secepat kilat melancarkan tujuh delapan jenis senjata rahasia, ada yang mengandung kekuatan tenaga demikian hebat, ada yang berputaran disekitar tubuh Sim Pek Kun.

Kedua tangannya itu tadi jelas kosong tidak membawa apa2, tetapi saat itu dengan mendadak ada tujuh delapan jenis senjata rahasia yang berlainan bentuknya telah melesat keluar dari tangannya dengan berbareng, benar2 dapat membuat orang tidak habis pikir, entah dari mana senjata rahasia itu diambilnya.

Sim Pek Kun ternyata masih tidak bergerak sedikitpun juga, ia hanya mengerutkan alisnya, lengan jubahnya yang panjang sudah menggulung, hingga tujuh delapan jenis senjata rahasia itu telah digulung semua, dan sudah tidak tampak lagi bayangannya.

Keluarga Sim memang terkenal didalam dunia tentang senjata rahasianya jarum mas, setiap orang yang bisa menggunakan senjata rahasia, sudah tentu juga bisa menyambut atau mengelak, Sim Pek Kun yang hatinya lemah-lembut, meskipun kalau menggunakan senjata rahasia itu cukup cepat, cukup jitu, tetapi kurang kejamnya. Sim Thay Kun tahu itu. Ia selalu anggap caranya sang anak menggunakan senjata rahasia masih belum terlatih baik, apabila ketemu dengan lawan tangguh, pasti akan mendapat kerugian.

Maka dari itu Sim Thay Kun suruh dia bertekun mempelajari semacam ilmu, bagaimana harus menyambut serangan senjata rahasia orang lain. Begitulah, dalam gerakannya dengan menggunakan lengan bajunya tadi, ia menggunakannya se-olah2 tidak bertenaga, namun benar2 merupakan suatu ilmu tertinggi didalam rimba persilatan.

Gerak kakinya juga demikian lincah dan indah, bahkan berhasil baik mengelakkan setiap serangan dari pemuda perlente itu, ia hanya menggerakkan sedikit saja sepasang kakinya sudah berhasil mengelakkan serangan sepasang kaki pemuda perlente itu, yang dinamakan ilmu serangan Wan-yo-thwee.

Tak ia sangka bahwa pemuda perlente itu masih memiliki banyak macam ilmu serangannya, benar2 membuat orang tidak dapat membayangkannya meskipun kedua kakinya sudah menendang, namun dalam sepatunya masih disembunyikan dua bilah golok.

Meskipun tujuh delapan jenis senjata rahasianya tadi sudah mengenakan tempat kosong, namun dari dalam lengan bajunya kembali sudah mengepulkan dua macam asap yang sangat ringan.

Sim Pek Kun hanya merasakan kakinya kesemutan, seperti diantuk nyamuk, selanjutnya ia telah dapat mencium bau harumnya bunga …

Dan kejadian selanjutnya, ia sudah tidak ketahui lagi.

BINATANG LANDAK

Dan pada saat itulah pemuda perlente tadi baru bangkit berdiri lagi dengan wajah berseri-seri, ia membersihkan kotoran abu dipakaiannya, memandang Sim Pek Kun yang rubuh menggeletak ditanah, katanya sambil tertawa bangga:

“Enciku yang baik kepandaian ilmumu benar2 cukup hebat, cuma sayang kepandaianmu ini hanya dapat diperlihatkan kepada orang lain, sedikitpun tidak ada gunanya.:

Dengan tiba2 terdengar suara tepukan tangan.

Pemuda perlente itu dengan cepat memutar tubuhnya, ia segera menampak sepasang mata yang memancarkan sinar terang.

Suara orang yang menepuk tangan tadi bukan lain dari pada Siau Cap-it-long.

Tadi Siau Cap-it-long jelas sudah dalam keadaan mabuk dan tidak ingat diri lagi, tetapi sekarang dari sinar matanya itu tidak menunjukkan sedikitpun juga tentang mabuknya, ia malah memandang pemuda perlente sambil tertawa, kemudian berkata:

“Adik kecil, kau benar2 memiliki kepandaian yang cukup berarti, aku sangat kagum sekali.”

Pemuda perlente itu me-ngedip2kan matanya lalu berkata:

“Terima kasih atas pujianmu, aku sebetulnya tidak berani menerima.”

“Ku pernah dengar orang kata bahwa dahulu Jie-lay-hud yang mempunyai tangan seribu, diseluruh tubuhnya ada terdapat senjata rahasia, hal ini mirip dengan binatang landak, sehingga disentuh sajapun tidak boleh, kutidak sangka laote juga merupakan seskor binatang landak kecil,” berkata Siauw Cap-it-long dengan sindirannya

“Dengan terus terang, aku juga hanya mempunyai kepandaian itu saja, tidak memiliki kepandaian lain lagi,” berkata pemuda perlente sambil tertawa.

Dua pengawal Sim Pek Kun saat itu juga sudah dikejutkan hingga pada berdiri terpaku, saat itu dengan mendadak mereka menjadi marah dan menyerbu si pemuda sambil mengacungkan golok masing-masing, tampaknya sudah bertekad hendak mengadu jiwa dengannya.

Mulut pemuda perlente masih berbicara, bibirnya masih tersungging senyuman, kepalanya menolehpun tidak, hanya agak membungkukkan tubuhnya, se-olah2 hendak minta maaf kepada Siau Cap-it-long.

Ikat pinggang batu kumala dipinggangnya pada saat ia baru saja membungkukkan badannya terdengar suara terputusnya ikat pinggang, dari ikat pinggang itu sudah menyembur jarum perak bagaikan hujan.

Dua pengawal Sim Pek Kun baru saja melangkah maju dua langkah, matanya menjadi kabur, mereka hendak mengelak sudah tidak keburu lagi, sedang jarum tadi sudah menyerang muka mereka bagaikan turunnya hujan.

Dua orang tadi menjerit, jatuh rubuh ditanah, muka mereka dirasakan gatal dan nyeri, hingga tidak dapat ditahannya lagi maka lalu menghabiskan jiwanya sendiri dengan membacokkan goloknya dileher masing-masing.

Wajah Siau Cap-it-long juga berubah, katanya sambil menghela napas panjang:

“Kiranya ucapanmu sepatahpun juga tidak dapat dipercaya.”

Pemuda perlente itu menepuk-nepukkan tangan, katanya sambil tertawa:

“Ini memang benar adalah wasiatku yang terakhir, aku tidak membohongimu, aku telah anggap kau sebagai kawanku, mari, kalau kau tidak mabuk kita boleh minum dua cawan lagi.”

“Aku sudah tak ingin minum lagi.”

“Arak itu memang benar2 tidak ada racunnya, aku benar2 tidak membohongimu.”

“Meskipun aku suka minum arak yang tidak menggunakan uang, tapi aku masih bukan setan arak, jikalau dalam arak itu ada racunnya, kau pikir apakah aku masih bisa minum lagi?” berkata Siau Cap-it-long sambil menghela napas.

Mata pemuda perlente itu bergerak berputaran, katanya sambil tertawa:

“Aku lihat sekalipun arak itu ada racunnya, kau tentu juga belum tahu.”

“Kalau begitu kau keliru, aku bukannya tidak tahu, kalau aku tidak tahu siapa lagi yang tahu!”

“Apakah terhadap aku sudah ada pikiran siap siaga lebih dahulu? Kau lihat apa aku ini mirip dengan orang jahat?”

“Tentang kau bukan saja tampaknya masih ke-kanak2an, tetapi juga menyenangkan, sampaikan kakek hidung merah ini yang tampaknya juga mirip orang jahat aku sebetulnya juga tidak menduga bahwa ia juga ternyata sudah sekomplot denganmu.”

Kemudian dengan cara bagaimana kau mengetahuinya?”

“Orang tua yang sudah berjualan arak beberapa puluh tahun lamanya, menciduk arak pasti cepat dan gapah, tetapi sewaktu ia menciduk arak malah sering2 araknya tumpah keluar, menjual arak dengan cara demikian, bukankah akan menjadi rugi?”

Pemuda perlente mendelikkan matanya kepada kakek hidung merah, katanya pula sambil tertawa:

“Kalau benar kau sudah tahu kita bukanlah orang baik, apa sebab kau tidak lekas pergi?”

“Tahukah kau apa sebabnya aku datang kesini?”

“Tidak tahu.”

“Aku datang kemari, ialah lantaran hendak menunggu kau.”

Pemuda perlente juga tercengang, tanyanya:

“Menunggu aku? Bagaimana kau tahu aku bisa datang kemari?”

“Oleh karena Sim Pek Kun juga pasti akan lewat ditempat ini!”

Pemuda perlente itu menatap wajah Siauw Cap-it-long, katanya:

“Tampaknya, kau benar2 mengetahui tidak sedikit urusan orang lain.”

“Aku masih tahu bahwa kau pandai mengarang.”

“Menulis karangan?” bertanya pemuda perlente itu terkejut.

Siauw Cap-it-long hanya tertawa, kemudian berkata:

“Memotong manjangan ada lebih baik memotong kepala, dapat menggunakan golok ini untuk memenggal kepala orang seluruh negeri, bukankah sangat menjenangkan … kata2 ini kecuali kau siapa lagi yang dapat mengarangnya?”

Wajah pemuda perlente itu menjadi pucat pasi seketika.

Siauw Cap-it-long mendadak berkata lagi:

“Meskipun kau tidak pernah melihat aku tetapi aku sudah pernah melihatmu, bahkan masih tahu kau mempunyai satu nama yang sangat unik, ialah Siao kongcu.”

Kali ini lama sekali, Siao kongcu baru tertawa. Tertawanya itu menyenangkan hati orang, ia berkata dengan suara lemah-lembut:

“Kau sebetulnya tahu tidak sedikit urusan, cuma sayang masih ada satu hal yang kau masih belum tahu.”

“Oh?”

“Araknya meskipun tidak beracun, tetapi pindang telurnya ada racunnya!”

“Oh?”

“Kau tidak percaya?”

“Djikalau dalam telur itu ada racunnya, aku tadi makan sebutir mengapa sampai sekarang masih belum mati?”

Siau kongcu tertawa, lalu katanya:

“Djikalau minum arak terlalu banyak, racun bekerjanya bisa menjadi lambat.”

“Kalau begitu minum banyak arak juga ada baiknya.”

“Apalagi racun yang kugunakan, bekerjanya semua tidak cepat, sebab aku tidak suka melihat orang mati terlalu cepat, menyaksikan orang mati lambat2, bukan saja merupakan suatu hal yang aneh, juga sangat mengggembirakan.”

Siauw Cap-it-long menghela napas panjang, mulutnya menggumam:

“Anak yang baru berusia sepuluh tahun lebih, sudah mempunyai hati demikian kejam, aku benar2 tidak tahu dia itu bagaimana dilahirkan?”

“Aku juga tidak tahu bagaimana kau dilahirkan, tetapi aku tahu benar bagaimana kau nanti akan mati!”

Siauw Cap-it-long mendadak tertawa lagi, katanya:

“Mati karena makan racun pindang telur. Betul tidak? Kalau begitu biarlah aku makan sebutir lagi!”

Per-lahan2 ia membuka tangannya dan dalam tangan entah dari mana dapatnya benar-benar ada sebutir telur pindang.

Ia menggerakkan tangannya, telur itu sudah terlempar keatas, kemudian ia mendongakkan kepala dan membuka lebar mulutnya, telur itu sudah turun dan masuk kemulutnya, dengan satu kunyahan telur itu sudah berada dalam perutnya.

“Rasanya benar2 boleh juga, biarlah aku makan sebutir lagi.”

Kembali ia membuka tangannya, didalam telapakan tangannya entah bagaimana ia sudah dapatkan sebutir telur pindang lagi.

Dengan cara seperti tadi, ia memakan telurnya itu.

Tetapi ketika ia membuka lagi tangannya, didalam tangannya itu kembali masih ada telurnya lagi.

Mata setiap orang semua menyaksikannya, tetapi siapapun tidak tahu ia menggunakan cara bagaimana untuk mendapatkan telur yang tiada habis2nya itu.

Siauw Cap-it-long berkata sambil tertawa:

“Aku bukanlah ayam induk, tetapi mengapa sebaliknya bisa bertelur? Kalian kata heran atau tidak?”

Siao kongcu berdiam lama, lalu menghela napas dan berkata:

“Kali ini benar2 salah pandanganku terhadap dirimu, kalau kau sudah mengetahui bahwa kakek hidung merah itu adalah orangku, bagaimana kau mau makan telur pindangnya?”

“Kau tentunya mengerti sendiri,” berkata Siauw Cap-it-long sambl tertawa besar.

“Ada peribahasa yang berkata: “Mabuk dapat menghilangkan kesusahan hati, kau tadi sudah mabuk, tidak seharusnya mendusin.”

“Oh!”

“Orang yang mabuk arak, begitu mendusin maka berbagai pikiran datang mengganggu lagi.”

“Tapi aku seperti tidak ada pikiran apa2 yang mengganggu.”

“Hanya orang mati saja yang tidak terganggu pikirannya.”

“Apakah aku ini orang mati?”

“Meskipun kau masih bukan orang mati, tetapi juga sudah hampir waktunya.”

“Apakah kau ingin membunuh aku?”

“Ini kau hanya dapat sesalkan dirimu sendiri, karena kau tahu terlalu banyak.”

“Kau tadi masih berkata anggap aku sebagai kawan, apa sekarang kau tega turun tangan?”

Siao kongcu tertawa, dan berkata:

“Kalau tiba saatnya diperlukan, sekalipun isteri sendiri juga bisa dibunuh, apalagi cuma kawan!”

Siauw Cap-it-long menghela napas, mulutnya menggumam:

“Tampaknya istilah kawan ini semakin tidak berharga lagi.”

Ia per-lahan2 bangkit berdiri, tiba2 berkata:

“Tetapi kau tadi sudah pernah kata aku adalah kawanmu, aku juga tidak ingin membohongimu, kau hendak membunuh aku tidaklah mudah, kepandaian ilmu silatku meskipun tidak baik, tetapi sangat berguna.”

“Bagaimanapun juga aku ingin menyaksikan dengan mata kepala sendiri.”

Dengan mendadak ia melakukan satu gerakan tangan, dan sesaat kemudian orangnya sudah melesat keatas pohon.

Sesaat kemudian terdengar gerakan anak panah yang menghembuskan anak panah bagaikan hujan.

Orang ini sudah terlatih baik, turun tangan semuanya demikian cepat, tetapi Siauw Cap-it-long yang tadi jelas berdiri dibawah pohon, ketika anak panah menghujani dirinya, orangnya sudah tidak tertampak lagi!

Siao kongcu baru saja melompat keatas pohon, sudah menampak Siauw Cap-it-long sudah berada diatas pohon dan memandangnya dengan wajah ber-seri2.

Siauw Cap-it-long ternyata sudah lebih dulu berada diatas pohon menantikan kedatangannya.

Siao kongcu terkejut, ia berkata sambil tertawa di-buat2:

“Kiranya ilmu meringankan tubuhmu juga cukup hebat.”

“Masih boleh juga.”

“Tapi aku juga tahu bagaimana dengan ilmu kepandaian ilmumu yang lain.”

Sementara mulutnya masih berbicara, tangan si pemuda perlente tidak diam, didalam waktu yang sangat singkat, dia sudah mengeluarkan serangan sampai tujuh kali.

Kecepatan tangan pemuda kecil ini memang luar biasa, hanya didalam sekejap mata, aneka macam tipu telah dikeluarkan olehnya, dari tujuh pukulan tadi, terselip juga variasi2 indah yang menarik, diseling oleh tipu2 muslihat yang luar biasa, perubahan2 dan kombinasi2 membayangi pukulan2nya, yang mana pukulan keras dan yang mana menjadi pukulan variasi, sulit sekali dilihat dengan mata.

Prinsip ini hanya berlaku untuk orang lain saja.

Tapi, tidak berlaku untuk Siauw Cap-it-long.

Siauw Cap-it-long bukanlah seorang manusia biasa, dia dapat membedakan, tipu mana yang boleh dielakkan, dan tipu mana yang tidak boleh dielakkan. Bayangannya bergeser, semua serangan2 sang lawan telah menubruk tempat kosong.

Pemuda perlente gagal menyergap orang, disaat itu juga dia mengibaskan sepasang tangan, terdengar suara yang gemerincing 10 macam benda menyerang Siauw Cap-it-long, itulah kuku2 palsu.

Ternyata, si pemuda perlente menggunakan kuku2 palsu, dengan adanya senjata istimewa itu, musuh mudah dipedayakan olehnya. Kini dia menggunakan senjata diluar dugaan itu, menyerang 5 tempat jalan darah ditubuh Siauw Cap-it-long.

Jari2 tangan si pemuda begitu halus dan licin, seharusnya dipasang pada tangan seorang wanita.

Seperti juga hati wanita, tangan-tangan halus dengan jari2 halus itu tidak mudah diselidiki.

Tidak ada orang yang tahu, bahwa sepuluh jari kuku si pemuda perlente bisa dilepas dan bisa digunakan sebagai senjata rahasia.

Siauw Cap-it-long juga tidak tahu akan rahasia ini.

Terdengar suara jeritan Siauw Cap-it-long, dengan sepasang tangan menekap dada, tubuh Siauw Cap-it-long terjungkal dari atas pohon.

Si pemuda perlente tertawa, dia mengeluarkan ocehannya yang menandakan betapa angkuhnya manusia ini. Katanya:

“Jangan dikira, aku tidak mempunyai senjata-senjata ampuh. Bilamana kau terlalu memandang rendah pada diriku, itulah suatu kesalahan yang terbesar.”

Tubuhnya melesat dari ranting pohon yang diinjak, dia juga melayang turun.

Tiba-tiba......

Satu suara berkata:

“Kau masih mempunyai senjata ampuh yang lainnya?”

Itulah suara Siauw Cap-it-long.

Entah dengan cara bagaimana, Siauw Cap-it-long yang sudah jatuh dari atas pohon itu bangkit berdiri lagi. Dengan senyumnya yang berseri-seri, dia berkata kepada si pemuda perlente.

Telapak tangan Siauw Cap-it-long direntangkan, maka..... di sana berjejerlah 10 jari-jari kuku palsu dari si pemuda perlente itu. Benda-benda tersebut sangat tipis sekali.

Wajah si pemuda perlente berubah.

“Kau..... kau..... kau.....” Dia menjadi begitu gugup.

“Jangan takut,” menggoda Siauw Cap-it-long. “Aku belum mati.”

Si pemuda perlente membentak:

“Siapa kau?”

“Aku seorang manusia biasa.”

“Mengapa......”

“Aku kurang senang bilamana dijadikan umpan, seperti pancingan ikan.” Suara Siauw Cap-it-long sangat tenang.

“Auw.......” Tiba-tiba tubuh si pemuda perlente itu jatuh terlentang.

Di saat yang bersamaan, dari ujung kaki bajunya ada mengeluarkan asap tebal, bsss.... mengepullah asap itu, mengeruhkan suasana di sekitarnya.

Api pun turut menyembur keluar dari benda ajaib tadi.

Lagi-lagi senjata ampuh luar biasa dari si pemuda perlente. Semacam roket kecil di jaman sekarang.

Roket kecil yang menyemburkan api dan diselubungi oleh asap itu menyerang Siauw Cap-it-long.

Rumput di tempat itu segera terbakar, senjata rahasia sebangsa roket itu dibuat dari bahan-bahan kimia yang tidak mudah padam, lama sekali api berkobar-kobar di tempat itu, meluas ke sekitarnya.

Si pemuda perlente mengundurkan diri, menjauhkan diri dari api itu.

Dia hendak mendengarkan suara jeritan Siauw Cap-it-long yang dilalap api.

Lama sekali suara yang dinanti-natikan olehnya itu tidak kunjung datang.

Inilah gelagat buruk.

Cepat-cepat si pemuda perlente menolehkan diri, di sana, di belakang dirinya sudah berdiri seseorang. Siapa lagi dia kalau bukan Siauw Cap-it-long?

Siauw Cap-it-long memperlihatkan senyumnya, katanya:

“Senjata ampuh yang kedua juga sudah muncul, bagus sekali!”

Pemuda itu mengertak gigi.

“Siauw Cap-it-long,” geramnya marah sekali. “Biar aku adu jiwa denganmu.”

Siauw Cap-it-long tertawa lagi.

“Aku belum mau mengadu jiwa denganmu,” katanya riang.

Tangan si pemuda perlente yang diletakkan di pinggang diseret panjang, maka bertambahlah lain senjata ampuh, itulah ikat pinggang yang sangat tipis, hitam berkilat, dapat digunakan sebagai cambuk dan amat praktis untuk dipakai menyerang orang yang berada pada jarak jauh.

Wingggg..............

Disabetkannya cambuk tipis hitam itu ke arah Siauw Cap-it-long.

Serangan ini bukan serangan cambuk biasa, diluruskan keras sekali, lebih mirip dengan tipu-tipu gerakan ilmu pedang.

Dalam sekejap mata si pemuda perlente mengancam 7 jalan darah lawannya.

Siauw Cap-it-long memperhatikan betul-betul, ilmu yang diperlihatkan oleh lawannya banyak persamaannya dengan ilmu pedang dari daerah Hay-lam. Tapi bukan ilmu pedang Hay-lam Kiam-hoat.

Belum pernah Siauw Cap-it-long menyaksikan ilmu cambuk pedang serupa ini.

Tubuh Siauw Cap-it-long bergerak-gerak sangat cept, dia berlompat-lompatan menyingkirkan diri dari ancaman ujung cambuk ikat pinggang lawan, empat gerakan yang sama lagi dilakukan, tiba-tiba dia merentangkan sepasang tangan, dan ditepukkannya ke depan, sangat keras sekali, sehingga menimbulkan suara tepukan.

Plakkk..............

Ujung cambuk ikat pinggang si pemuda perlente sudah berada di dalam sepasang telapak tangannya, itulah gencetan yang disertai tenaga dalam.

Dua orang itu berhenti bersilat. Masing-masing diam tak bergerak.

Cambuk ikat pinggang hitam dapat diluruskan panjang, tentu saja harus disertai dengan tenaga dalam. Pada saat seperti itu, tenaga dalam si pemuda perlente tidak ada tempat penyaluran, dia mulai menarik ke belakang.

Siauw Cap-it-long melepaskan rangkepan telapak tangannya.

Dan dua bayangan itu pun terpisah kembali, hampir si pemuda perlente jatuh terlentang ke belakang.

Mengetahui bukan tandingan Siauw Cap-it-long, pemuda perlente itu meletikkan diri, gerakan ini disertai dengan taburan benda hitam, lagi-lagi terjadi hawa peperangan, gelap pekat menyesatkan pandangan mata.

Permainan bahan-bahan kimia pemuda ini memang banyak sekali.

Pemuda perlente itu melarikan diri.

Dari suasana perang yang penuh kabut hitam dan kabut putih, disertai oleh api merah itu, terselinglah suaranya:

“Siauw Cap-it-long, ilmu kepandaianku memang tidak dapat menandingimu, selamat tinggal......”

Suara yang terakhir sudah terdengar jauh sekali.

Dia sudah dapat menduga siapa si jago gagah perkasa yang menjadi tandingannya.

Kecuali Siauw Cap-it-long, tidak mungkin ada jago kedua.

Tapi Siauw Cap-it-long sudah tidak berada di tempat itu.

Suara si pemuda perlente begitu senang sekali, dia menganggap sudah berhasil menyingkirkan diri dari gangguan Siauw Cap-it-long.

Karena itu dia menoleh ke arah kabut hitam yang mengepul naik tinggi itu, tanpa membikin perhitungan yang lebih masak lagi.

Kini dia siap melanjutkan perjalanan. Badannya bergerak ke belakang, siuutttt..... meluncur jauh.

Tiba-tiba.......

Wajahnya berubah.

Berdiri di depan pemuda itu adalah seorang laki-laki berbaju biru, berikat pinggang biru juga, dengan sepasang matanya yang bersinar tajam, memandang segala gerak-gerik si pemuda perlente, di bibirnya tersungging senyuman mengejek, maka terlihatlah jelas, bagaimana bentuk kumisnya yang cukup merayu itu.

Siauw Cap-it-long!

Betul. Siauw Cap-it-long sudah menunggu lama di tempat itu.

Bagaikan ketemu hantu di siang hari bolong, si pemuda membalikkan badan, dan lari cepat sekali.

Dari belakangnya, terdengar suara Siauw Cap-it-long:

“Ke mana kau hendak melarikan diri? Mungkinkah sudah kehabisan senjata ampuh?”

Hanya dua kali geseran badan, Siauw Cap-it-long sudah berhasil menghadang jalan orang.

Si pemuda meringis, hampir dia menangis, dengan suara yang merengek minta dikasihani, dia berkata:

“Kali ini betul-betul aku kehabisan senjata..... Betul-betul kehabisan senjata..... Tidak ada senjata ampuh lainnya.”

Siauw Cap-it-long tertawa tawar, kemudian berkata:

“Terlebih-lebih lagi, setelah kau kehabisan senjata ampuh. Jangan harap kau dapat melarikan diri.”

Pemuda itu berkata lagi:

“Siauw Cap-it-long, mengapa kau selalu menggagalkan rencanaku? Apakah karena adanya si cantik jelita Sim Pek Kun? Bolehlah, akan kuserahkan dia kepadamu.”

“Untuk persembahanmu yang seperti ini, aku mengucapkan banyak terima kasih,” berkata Siauw Cap-it-long.

“Bolehkah aku pergi dari tempat ini?” merengek lagi pemuda itu.

“Belum bisa.” Jawaban Siauw Cap-it-long sangat tegas.

“Mengapa?”

“Belum waktunya kau pergi.”

“Mungkinkah...... mungkinkah hendak meminta golok Kwa-liok-to?”

“Golok Kwa-liok-to tidak berada pada badanmu, tidak perlu harus kuminta darimu!”

“Bilakah kau hendak memintanya?” bertanya si pemuda penuh harapan.

“Bukan soal meminta atau tidak minta golok Kwa-liok-to,” berkata Siauw Cap-it-long perlahan. “Hari ini, aku harus membikin perhitungan denganmu.”

“Perhitungan apa?”

Siauw Cap-it-long menyedot napas dalam-dalam, katanya:

“Aku, Siauw Cap-it-long, belum pernah menyaksikan manusia kejam buas seperti kau ini, hanya dalam waktu sekejap kau dapat membunuh 4 orang, seolah-olah bukan jiwa hidup ciptaan Tuhan.”

“Kau sendiri, baikkah hatimu?”

“Setidak-tidaknya, aku tidak lebih jahat daripadamu!”

“Kau tidak puas melihat aku dapat membunuh empat orang itu?”

“Tentu saja.”

“Mengapa kau tidak menolong mereka, sebelum aku turun tangan kepada mereka?”

Siauw Cap-it-long menghela napas, katanya sedih:

“Tentu saja aku akan menolong jiwa empat orang itu, kalau gerakanmu tidak terlalu cepat. Sayang kau terlalu kejam, berkepandaian tinggi pula. Sebelum aku tahu apa yang harus kulakukan, jiwa keempat orang itu sudah kau layangkan ke alam baka. Inilah salah perhitungan.”

“Segala sesuatu telah terjadi, jiwa orang-orang itu tidak bisa ditarik kembali. Tidak mungkin menghidupkan seorang yang sudah mati. Apalagi sekaligus empat orang jiwa, mungkinkah kau mau menyembahyangi mereka?”

“Orang yang hendak kusembahyangi adalah.... kau....” Siauw Cap-it-long menudingkan jarinya.

Wajah pemuda itu menjadi pucat pasi seolah-olah tidak berdarah lagi.

“Kau......” dia menjadi gemetar. “Kau hendak membunuhku?”

“Aku tidak suka membunuh orang,” berkata Siauw Cap-it-long tenang. “Tetapi aku tidak pantang melakukan pembunuhan. Apalagi kepada manusia terkutuk yang sebangsamu ini, lebih baik tidak memandang bulu lagi. Umurmu masih belum cukup dewasa, toh sudah mempunyai kekejaman yang seperti itu, bagaimana jadinya bila kau sudah mempunyai pikiran yang lebih masak? Beberapa tahun lagi, dunia akan dijungkir-balikkan olehmu. Karena itu, aku harus membunuh....

DI CEMBURU WANITA

Mendengar ancaman kata-kata yang terakhir dari apa yang dicetuskan oleh Siauw Cap-it-long, tiba-tiba saja, pemuda kecil itu tertawa.

Cara tertawanya dia kali ini lain sekali, tidak lagi mengandung kekejaman, juga tidak disertai kelicikan, tertawanya begitu menawan hati, inilah tertawa seorang perawan yang bisa meruntuhkan iman seorang laki-laki, menggiurkan sekali.

Setelah melakukan suatu gerakan yang lebih menantang, pemuda kecil itu berkata:

“Mungkinkah aku belum cukup dewasa?”

Seperti membuat suatu atraksi seni tari tontonan istimewa, perlahan-lahan pemuda itu meloloskan baju atasnya.

Siauw Cap-it-long menduga kepada tipu muslihat baru dari lawannya, tapi dia tidak takut, dan untuk mempersingkat terjadinya duel yang akan datang, tangan laki-laki ini bergerak cepat, giliran dia yang menyerang si pemuda kecil.

Kecepatan tangan Siauw Cap-it-long sangat menakjubkan.

Belum pernah ada orang yang dapat menyingkirkan diri dari serangan ini, belum pernah ada orang yang dapat menandingi kecepatan tangan ini.

Dan betul-betul hal itu terjadi.

Siauw Cap-it-long membuat suatu gerakan yang biasa saja, tapi kecepatannya luar biasa, itulah kecepatan suara halilintar di angkasa. Secepat itu pula, tangan Siauw Cap-it-long sudah mampir di pundak lawannya.

Kita katakan tangan itu mampir, karena belum melakukan sesuatu apa. Inipun sudah cukup berbahaya, bilaman tokoh silat lainnya, setelah dimampiri atau dielus oleh tangan Siauw Cap-it-long tidak mungkin orang itu dapat meloloskan diri lagi.

Lain lagi halnya dengan pemuda kecil yang mempunyai hati kejam itu, kelicinannya tidak kalah dari binatang apapun juga, kegesitannya memang luar biasa, dengan bentuk tubuhnya yang begitu kecil, lebih memudahkan dia bergerak.

Tampak dia merosotkan diri, sreeetttt.... dan dibarengi oleh satu suara robekan kain baju, berhasil juga si pemuda perlente meloloskan diri dari cengkeraman maut Siauw Cap-it-long.

Yang berhasil ditangkap Siauw Cap-it-long hanya selembar baju depan pemuda itu.

Apakah yang terjadi? Sesudah baju depan si pemuda tersobek sebagian?

Suatu pemandangan yang indah menarik lantas terbentang di depan mata. Ternyata, pemuda perlente itu bukanlah seorang laki-laki, dia adalah seorang wanita yang mengenakan pakaian pria. Sepasang tumpukan daging putih meletak menonjol keluar menerobos sobekan kainnya.

Seorang anak perawan yang baru mulai akan meningkat dewasa!

Si kecil perlente adalah seorang anak perawan, betul dia mengenakan pakaian laki-laki setelah terjadinya kejadian ini, terbongkarlah segala rahasianya!

Siauw Cap-it-long terpaku di tempat!

Wajah pemuda kecil itu bersemu merah, dia menjadi sangat malu sekali, cara Siauw Cap-it-long merobek baju depannya itu adalah suatu perbuatan yang sangat kurang ajar sekali.

Di saat Siauw Cap-it-long belum tahu apa yang harus diperbuat olehnya, gadis itu sudah mulai menangis sedih, sambil menjatuhkan diri menubruk dada Siauw Cap-it-long.

Semacam parfum yang tidak terdapat pada toko-toko penjual bahan-bahan kimia menyerang hidung Siauw Cap-it-long. Itulah keringat perawan si pemuda kecil.

Seperti mabuk kepayang, Siauw Cap-it-long menggunakan kedua tangannya untuk mendorong pergi gadis yang menangis di dalam pelukan dadanya yang lebar itu.

Dan lagi-lagi dia terkejut sekali, tangan yang didorong itu harus segera ditarik pulang, karena apa yang disentuh oleh tangannya lebih berada di luar dugaan, itulah buah dada si pemuda kecil.

Siapakah yang bisa berlaku kejam kepada seorang gadis menawan hati yang seperti pemuda perlente itu?

Tangan halus Siao Kongcu yang kecil itu mulai merayap naik, dan akhirnya terhenti pada pundak Siauw Cap-it-long.

Cresss......

Dia menggunakan kuku-kuku jarinya mencakar pundak tersebut.

Wajah Siauw Cap-it-long berubah, dia marah, tangannya dikerahkan, dan memukul kepala gadis itu.

Siao kongcu sudah tertawa cekikikan, begitu gesit sekali, licin sekali, dia sudah berhasil meloloskan diri. Dengan berdiri di depan si jago berandalan, tanpa menutup lebih dahulu sepasang buah dadanya yang terbuka itu.

“Siao Cap-it-long.” katanya riang dan senang, “Kau masuk ke dalam perangkapku, di dalam kuku-kuku jariku tadi sudah tersedia racun buas yang jahat, itulah racun Cit-kiauw-hoa-kut-san, berarti merusak tulang di dalam tujuh jam. Di dalam waktu yang sangat singkat, daging-dagingmu akan meleleh dan mencair seperti daging busuk. Masih berani kau menantangku kini?”

Apa yang dikatakan si Siao kongcu bukan ancaman kosong. Siauw Cap-it-long sudah merasa akan adanya bahaya itu, dia harus segera menyingkirkan diri, atau akan mati di bawah kekejaman tangannya pemuda kecil itu.

Giliran Siauw Cap-it-long yang menjadi pecundang lawan, tubuhnya melejit, dengan satu enjotan kaki yang sangat kuat, dia melesat dan meninggalkan tempat itu.

Siauw Cap-it-long melarikan diri!

Si pemuda kecil Siao kongcu mengusap-usap dadanya, dengan bangga dia berkata:

“Inilah senjata ampuhku yang terakhir, senjata terampuh untuk menghadapi kaum laki-laki, senjata yang dimiliki oleh setiap wanita, dan kau....kau... Siauw Cap-it-long..... Kau tidak luput dari parapan senjata ini.”

Gadis ini melanjutkan perjalanannya, dia harus menyelesaikan rencananya.

Di saat itu, Siauw Cap-it-long sudah lari jauh, lari jauh untuk menghidari tangan jahat Siao kongcu.

Hanya si Cantik Jelita Sim Pek Kun yang masih melakukan perjalanan.

Sim Pek Kun sedang diumbang-ambingkanb oleh empuknya kereta mewah yang ditumpanginya. Seolah-olah mengendarai awan terbang, kereta itu membuat sang penumpang tidak mengalami penderitaan kocokan, begitu megah dan begitu empuk, segala sesuatu dispesialkan untuk manusia-manusia yang terkaya.

Sim Pek Kun memeramkan matanya.

Roda-roda kereta menggelinding terus, dengan disertai pegas-pegas empuk, hal itu tidak mengganggu ketenangan Sim Pek Kun.

Seolah-olah terbayang, bahwa di samping dirinya duduk sang suami, seolah-olah Lian Seng Pek mendampingi dirinya.

Perkawinannya dengan Lian Seng Pek telah berjalan 4 tahun. Selama itu, belum pernah terjadi perubahan-perubahan sifat.

Lian Seng Pek selalu meluluskan segala permintaannya. Hartawan manakah yang tidak kenal kepada Lian Seng Pek? Tokoh silat manakah yang tidak kenal Lian Seng Pek?

Lian Seng Pek adalah tokoh rimba persilatan yang ternama, juga mempunyai harta kekayaan yang luar biasa, karena itu namanya begitu cemerlang sekali.

Sim Pek Kun adalah istri dari pemuda hartawan itu. Tentu saja hidup di dalam serba kecukupan.

Belum pernah sang suami menentang kemauannya.

Sim Pek Kun membuka kedua matanya yang ditutupkan sejak tadi.

Lian Seng Pek tidak berada di samping dirinya.

Inilah suatu kenyataan.

Selama 4 tahun mereka menikah, belum pernah terjadi percekcokkan.

Seharusnya suatu penghidupan yang gembira dan menyenangkan hati.

Betulkah Sim Pek Kun puas?

Belum pernah ada seorang manusia yang puas kepada kenyataan-kenyataan. Inilah suatu kenyataan.

Sifat tamak manusia itu ada, tidak pernah luput dari manusia manapun.

Demikian halnya keadaan si Cantik Jelita Sim Pek Kun.

Dia hidup serba kecukupan, toh merasa kurang cukup puas juga.

Suaminya adalah seorang pendiam yang jarang membuka mulut. Inilah ketidak-puasan yang pertama.

Di dalam perjalanan ini, Lian Seng Pek tidak ikut menyertainya, inilah ketidak-puasannya yang kedua.

Cumbu rayu seorang suami terhadap istrinya terlalu sedikit, inilah yang tidak diharapkan oleh istri orang manapun juga.

Seorang istri membutuhkan keuangan yang cukup.

Juga membutuhkan cinta kasih yang selayaknya.

Dalam hal bercinta, Lian Seng Pek belum bisa memuaskan lawan jenisnya.

Dia sampai hati membiarkan istrinya melakukan perjalanan seorang diri, tanpa pengawalan dari seorang suami yang dicintai.

Setiap kali melakukan perjalanan jauh, Sim Pek Kun selalu merasa kesunyian.

Setiap kali ditinggal pergi jauh oleh sang suami, Sim Pek Kun menjadi hidup hampa, seolah-olah makanan kurang sarinya.

Di kala Lian Seng Pek hendak melakukan perjalanan, Sim Pek Kun pernah mencegah dengan maksud dapat menyertainya.

Tapi, mulutnya terkatup.

Tidak guna dia bicara.

Sebagai seorang jago silat dan sebagai seorang hartawan terkemuka serta terpelajar, setiap langkah Lian Seng Pek sudah direncanakan lebih dahulu masak-masak.

Lian Seng Pek dilahirkan sebagai pemimpin umum, sebagai tokoh rimba persilatan dan juga tokoh para hartawan-hartawan.

Wanita yang bagaimanapun tidak dapat mengekang kebebasannya.

Demikian juga Sim Pek Kun, dia tidak berhak mengekang kebebasan suaminya.

Karena itu, di saat ini, dia sedang melakukan perjalanan seorang diri.

Lian Seng Pek adalah milik rakyat banyak.

Lian Seng Pek mempunyai ketajaman otak yang luar biasa. Segala sesuatu sudah dapat diperhitungkannya secara masak-masak.

Setiap kali terjadi keonaran atau bencana rimba persilatan, tokoh pertama yang menerima undangan adalah Lian Seng Pek.

Dan kali ini tidak terkecuali.

Munculnya Siauw Cap-it-long yang menghebohkan dunia memaksa Lian Seng Pek tidak boleh tinggal peluk tangan.

Dikala datang undangan yang menyiapkan Lian Seng Pek, jago muda itu kurang tertarik dia kurang percaya, bahwa Siauw Cap-it-long itu memiliki ilmu silat tanpa tandingan sehingga sulit ditaklukkan. Karena itu, mulutnya mengatakan : “Aku tidak mau pergi”.

Sebagai istrinya yang sah, Sim Pek Kun lebih dapat menyelami hati sang suami, selama mereka menikah sudah 4 tahun itu, dia dididik bagaimana harus menyelami hati seorang suami.

Dimulut, Lian Seng Pek mengucapkan kata-kata ‘Aku tidak mau pergi’, tapi didalam hatinya sudah memberikan jawaban yang lain.

Jiwa ksatria dari jago muda itu sudah berulang kali mengucapkan kata-kata ‘Aku segera pergi’.

Sim Pek Kun paham akan isi hati nurani sang suami, karena itu dia menganjurkan kepada Lian Seng Pek, agar suami itu menerima bujukan sang tamu, dan menerima undangan itu.

Disini letaknya pertentangan salah paham.

Bilamana Lian Seng Pek berniat menerjang Siauw Cap-it-long, Sim Pek Kun tidak mempunyai niatan untuk bentrok dengan jago berandalan itu.

Bilamana Lian Seng Pek menolak dengan kata-kata ‘Tidak’, Sim Pek Kun memberi anjuran kepada sang suami untuk bertanding dengannya, agar nama dan gengsi Lian Seng Pek tetap terpelihara.

Akhirnya, Lian Seng Pek menerima tawaran bantuan tenaga dan pergi!

Sim Pek Kun Kecewa.

Walaupun demikian, sebagai seorang istri yang arif bijaksana, Dia tidak menuntut apa-apa.

Inilah resiko dari seorang istri, dan dia tahu, bagaimana harus membawa diri, menerima sedikit kesukaran.

Lian Seng Pek pergi mencari Siauw Cap-it-long.

Sim Pek Kun terpaksa harus menerima nasibnya begitu, dia tahu bagaimana harusnya menjadi istri Lian Seng Pek yang baik.

Karena itu, dia melakukan perjalanan tanpa didampingi suami tercinta.

Goncangan kereta seperti mengayun-ayun wanita itu. Sim Pek Kun memeramkan kembali sepasang matanya yang boleh menandingi cahaya kerlap-kerlip bintang dilangit.

Hanya terdengar suara gelinding kereta yang berjalan ditanah dan batu tidak rata.

Sim Pek Kun menerima kenyataan itu.

Tiba-tiba ....

Ujung bajunya dirasakan seperti ditarik-tarik orang.

Sim Pek Kun tidak segera membuka sepasang matanya yang terkatup itu. Dia tahu tangan jahil yang menarik-narik bajunya sekarang ini bukanlah tangan Lian Seng Pek, sebab belum pernah suami itu melakukan cumbu rayu yang berlebih-lebihan.

Terlalu lama Sim Pek Kun mengharapkan buaian asmara yang seperti ini, demikianlah dia menerima adanya kenyataan itu.

Siapakah tangan jahil yang menarik-narik ujung baju Sim Pek Kun?

Kesenangan Sim Pek Kun menjadi terganggu manakala teringat akan kejadian tadi, seorang ‘kanak-kanak’ yang baru meningkat dewasa, si Siao Kongcu yang kejam dan berhati telengas itu.

Keringat dingin membasahi sekujur pakaian si nyonya cantik jelita.

Dengan satu teriakan kaget Sim Pek Kun membuka sepasang matanya.

Betul-betul kejadian itu terjadi atau terulang kembali.

Tangan jahil yang menarik-narik ujung baju Sim Pek Kun adalah tangan si pemuda kecil Siao Kongcu itu.

Sepasang sinar mata tajam yang seperti sepasang sinar mata iblis menatap wajah cantik Sim Pek Kun.

Inilah sinar mata yang paling ditakutkan, sinar mata yang lebih kejam dari sinar mata iblis yang ada.

Sim Pek Kun hendak meronta dari kenyataan, tubuhnya dikaitkan, dengan maksud bangun dari tempat duduk.

Dia tidak berhasil. Begitu lemas sekali badan nyonya itu, sehingga menambah grogi keseimbangannya.

Siao Kongcu tertawa cengar-cengir, dengan mulutnya yang berbentuk mungil berkata :

“Mengapa kau begitu takut kepadaku ? Hayo, ketawa... Jangan kau membuat aku marah. Awas, kalau aku sudah lupa orang, jangan harap kau bisa bersenang-senang.”

Sim Pek Kun menggigit bibirnya keras-keras, Segala macam kata-kata yang semula sudah disediakan di tenggorakannya, karena kurang tenaga jadi tidak dapat keluar dari mulutnya.

Siao Kongcu itu memperhatikan beberapa waktu, dia mengurut-urut dadanya sendiri kemudian berkata :

“Betul-betul manusia yang tercantik didalam dunia ! Tidak percuma kau mendapat julukan si Cantik Jelita Sim Pek Kun, kecantikanmu sungguh sulit ditandingi. Dikala kau tidak marah kau memang cantik, apalagi waktu kau marah. Kau kelihatan lebih cantik lagi, sungguh membuat aku mengiri.”

Sim Pek Kun berusaha menjaga ketenangan dirinya, dia diam.

Siao Kongcu itu sudah mengenakan pakaiannya, dia tetap berdandan sebagai seorang pria, katanya lagi :

“Tidak lagi kuherankan, mengapa banyak orang tergila-gila kepadamu. Sampaipun aku juga tidak sanggup mempertahankan diri. Mau aku merangkulmu, mencium untuk beberapa kecup saja.”

Penyamaran Siao Kongcu hanya diketahui oleh Siauw Cap-it-long seorang. Dan disaat ini, dia tetap menjadi seorang pemuda kecil yang berpakaian perlente. Karena itu, Sim Pek Kun tidak tahu, bahwa dirinya sedang dipermainkan olehnya.

Dengan wajah pucat pasi Sim Pek Kun membentak :

“Kau berani ?”

Dia menduga kepada seorang pemuda ceriwis yang terpikat oleh kecantikannya.

Siao Kongcu tertawa.

“Mengapa tidak ?” Betul-betul ia mengulurkan tangannya siap merangkul wanita itu.

Sim Pek Kun memojok sehingga di sudut kereta. Dia mengharapkan terjadinya sesuatu keajaiban, tapi keajaiban itu tidak pernah terjadi.

Tangan Siao Kongcu sudah berhasil menjambak pakaian wanita cantik ayu itu.

Sim Pek Kun mengharapkan lain bayangan boleh saja dia menerima kenyataan, bila kejadian disaat ini hanya suatu impian.

Tapi, kenyataan sudah terbukti. Tangan Siao Kongcu menariknya keras. Inilah bukan impian.

Bagaikan seekor kucing yang mempermainkan mangsanya, secara tiba-tiba Siao Kongcu menggentak tarikan tangan yang memegang baju orang.

Srettttt.....

Dia menyobek baju depan njonja Lian Seng Pek.

“Aaaaaaa ......” terdengar suara jeritan Sim Pek Kun yang melengking panjang, cepat-cepat membekapkan sepasang tangan kepada dadanya yang terbuka.

Siao Kongcu menggentak tangan-tangan itu, sehingga dia dapat menyaksikan keindahan tubuh depan wanita cantik itu.

Inilah caranya Siao Kongcu melepas kekesalan.

Belum lama, dia telah mengalami kejadian yang sama atas perlakuan Siauw Cap-it-long karena itu, dia hendak membuat praktek lain kepada Sim Pek Kun.

“Ha, haaa....” Siao Kongcu tertawa puas. “Sungguh indah.... Sangat indah...... Wajahmu cantik jelita, buah dadamupun tidak kalah indahnya. Kalau saja aku seorang pria, pasti aku akan tertarik sekali pada keindahan tubuhmu. Kalau aku seorang suami yang sudah beristri, bisa-bisa karena kau aku akan meninggalkan istriku.”

Tentu saja Siao Kongcu tidak mungkin menjadi seorang suami yang dapat meninggalkan istrinya, karena dia sendiripun adalah dari jenis yang sama, jenis Hawa.

Sim Pek Kun hendak berontak dari kenyataan itu, dia tidak berhasil, cengkeraman si pemuda kecil itu terlalu keras sekali.

Siao Kongcu memajukan mulutnya, Cuuppp...... Dia mencium korbannya.

Sim Pek Kun jatuh pingsan.

Inilah cara-cara purbakala untuk mengurangi penderitaan seseorang. Cara reflex yang ada dari setiap manusia.

Wajah Sim Pek Kun yang sudah jatuh pingsan lebih menarik dari apa yang sudah Siao Kongcu saksikan.

Sebagai seorang wanita, Siao Kongcu memiliki sifat cemburu, rasa cemburu ini berubah menjadi semacam rasa dengki. Karena dia tidak memiliki kecantikan seperti apa yang dimiliki oleh Sim Pek Kun.

Terlihat senyuman iblisnya si Siao Kongcu itu.

Berkecamuklah pikiran yang tidak sama, haruskah dia membunuh Sim Pek Kun ?

Gurunya hanya memberi tugas kepadanya untuk menangkap Sim Pek Kun.

Siao Kongcu mempunyai hati yang jelus, dia merasa iri atas kecantikan Sim Pek Kun. Karena itu, dia hendak membunuhnya.

Sepasang mata Sim Pek Kun sudah dipejamkan, didalam keadaan tidak sadar orang itu, wajahnya semakin cantik lagi. Bulu-bulu mata yang melengkung keatas cukup panjang, ini semakin menarik lagi.

Siao Kongcu menarik napas, dengan apa boleh buat dia berkata :

“Wanita yang sepertimu memang cukup menarik sampaipun aku tidak tega menurunkan tangan kejam. Sayang keadaan memaksa, mau tak mau aku jadi harus membunuhmu. Kalau kubawa pulang, mana dia sanggup menguasai imannya ?”

Disaat ini, dari atas kereta tiba-tiba terdengar suara lagi, yang mengulang ucapan ucapan Siao Kongcu tadi, katanya :

“Wanita yang sepertimu memang cukup menarik sampaipun aku tidak tega menurunkan tangan kejam. Sayang keadaan memaksa, mau tak mau aku jadi harus membunuhmu. Kalau kubawa pulang, orang manakah yang sanggup menguasai imannya ?”

Hanya kata-kata pada bagian terakhirlah yang diubah. Logat suaranyapun meniru logat suara Siao Kongcu.

Si pemuda kecil itu terperanjat. Cepat-cepat ia mendongakkan kepala, datangnya suara tadi dari atas kereta, tanpa diketahuinya terlebih dahulu. Suatu bukti betapa hebat ilmu meringankan tubuh orang tersebut.

Inilah Siauw Cap-it-long !

Menirukan logat suara dan kata-kata Siao kongcu itu, Siauw Cap-it-long ternyata dapat mengucapnya tepat sekali.

Siao Kongcu seperti menemukan hantu.

“Kau.... Kau belum mati?” Dia menjadi kebingungan sendiri.

Belum pernah ada orang yang lolos dari kekejaman tangannya, kecuali Siauw Cap-it-long ini.

Siauw Cap-it-long tertawa, kemudian berkata:

“Aku bukan seekor tikus biasa, masakan diceker oleh kucing betina saja mudah binasa? Mana mungkin bisa mati?”

Sambil mengertek gigi Siao Kongcu berkata:

“Kau memang bukan seekor tikus, juga bukan seperti manusia. Bertemu dengan mahluk seperti kau, betul-betul sial tujuh turunan. Baiklah, aku menyerah kalah. Bila kau hendak turun membunuh aku, turunlah dan bunuhlah!”

Siao Kongcu memeramkan kedua matanya, betul-betul dia sudah bersedia mati dibawah tangan Siauw Cap-it-long.

Kejadian ini betul-betul mengherankan si jago berandalan.

Mungkinkah gadis binal ini tidak ada niatan untuk melarikan diri?

Siauw Cap-it-long mengerlip-ngerlipkan matanya kemudian berkata:

“Kau tidak ada niatan untuk melarikan diri?”

“Mengapa harus melarikan diri?” berkata Siao Kongcu, “Semua senjata-senjata ampuhku sudah dipergunakan, tidak satupun yang sanggup menandingimu. Mungkinkah dapat melarikan diri?”

Siauw Cap-it-long masih menaruh curiga, dia menjajal dengan lain alasan :

“Mengapa tidak kau gunakan Sim Pek Kun sebagai barang tanggungan ? Kau bisa mengancamku akan menggorok lehernya kalau aku tidak mau membebaskan dirimu. Kau bisa pilih macam-macam cara lain.”

Siao Kongcu berkata :

“Sim Pek Kun bukan nyonyamu juga bukan kekasihmu. Apa guna kupakai sebagai barang tanggungan ? Aku tidak pernah melakukan sesuatu yang tidak dapat dijaminan sepenuhnya.”

“Kau dapat mencoba, bukan ?”

“Dicobapun tidak guna. Lebih baik tidak dicoba saja.”

“Betul-betul kau menyerah ?”

Siao Kongcu mengucurkan air mata, dengan sedih berkata :

“Bertemu dengan Siauw Cap-it-long, mana bisa tidak menyerah?”

Siauw Cap-it-long tertawa, dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Bukan, bukan.... Bukan dengan alasan yang seperti itu. Kulihat, kau bukan seorang gadis yang seperti itu, kau pantang menyerah. Kukira, kau masih mempunyai senjata ampuh lainnya.”

“Betul-betul senjata-senjata ampuhku sudah habis digunakan.” Berkata Siao Kongcu rendah.

“Tidak perduli ada atau tidaknya senjata ampuh lainnya, tidak mungkin aku masuk ke dalam perangkapmu lagi.”

Siao Kongcu berkata :

“Jadi, kau berani turun kedalam kereta ini ?”

Siauw Cap-it-long tertawa, katanya :

“Mengapa harus turun kesitu ?”

“Bukankah kau hendak membunuhku ?”

“Terlalu mudah untuk membunuh orang, bisa saja aku membunuhmu diluar kereta.”

“Baiklah. Bunuhlah aku diluar kereta. Bisakah kau lakukan segera ?” Siao Kongcu masih menantang.

“Baik. Hei kusir kereta, hentikanlah segera keretamu !”

Kereta terhenti segera.

Siauw Cap-it-long membentak lagi :

“Siao Kongcu ! Apa boleh buat, aku hanya dapat memanggilmu dengan sebutan ini. Hayo, bawa Sim Pek Kun meninggalkan kereta.”

Siao Kongcu menggendong Sim Pek Kun itu waktu, nyonya Lian Seng Pek masih belum siuman, apapun tidak diketahui olehnya.

Siauw Cap-it-long lalu memberi perintah lebih jauh :

“Jalan terus, lurus kedepan ! Jangan coba-coba kau menoleh kebelakang, aku tetap mengikutimu. Nanti kalau sudah sampai dipohon hijau itu, kau letakkanlah diri Sim Pek Kun dibawah pohon.”

“Baik.” Berkata Siao Kongcu. “Aku akan menjalankan segala perintahmu.”

Tanpa menoleh atau melirik, betul-betul pemudi berpakaian pria itu turun dari kereta, menggendong Sim Pek Kun dan maju lurus kedepan.

Seolah-olah, dia sangat patuh kepada perintah sijago berandalan kita.

Betulkah Siao Kongcu sangat patuh kepada perintah Siauw Cap-it-long?

Betulkah Siao Kongcu tidak ada niatan untuk melawan atau melarikan diri?

Jawaban ini sangat singkat :

T i d a k M u n g k i n.

Dan betul? Siao Kongcu sudah akan mulai main gila lagi.

ANGIN DAN API

Siao Kongcu sudah berjalan sehingga tiba dibawah pohon yang ditunjuk oleh Siauw Cap-it-long.

Secara tiba-tiba saja, badan Sim Pek Kun yang berada didalam gendongannya itu dilemparkan kebelakang. Tepat kearah dari mana datangnya suara Siauw Cap-it-long.

Tidak ada kesempatan berpikir, daya reflex memaksa Siauw Cap-it-long menjulurkan sepasang tangannya untuk meninggalkan tubuh yang datang kearahnya.

Tubuh Siao Kongcu melejit tinggi, dengan lincah terbang dan berjumpalitan, tangannya terayun, dari sana meluncur tiga bintik cahaya terang, mengancam Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun.

Sebelum terjadinya kejadian ini, umpamanya Siao Kongcu ingin menggunakan Sim Pek Kun sebagai barang tanggungan belum tentu Siauw Cap-it-long mau menolong nyonya cantik jelita itu.

Tapi sekarang lain lagi halnya. Setelah terjadinya kejadian ini, menolong orang adalah merupakan suatu kewajiban baginya. Siauw Cap-it-long wajib menolong Sim Pek Kun dari bahaya tiga senjata rahasia itu. Tentunya senjata rahasia yang sangat beracun.

Sambil mendukung tubuh Sim Pek Kun, Siauw Cap-it-long berlompat-lompatan, menghindarkan diri dari serangan tiga senjata rahasia.

Cepat sekali, dia meletakkan tubuh Sim Pek Kun. Dikala dia hendak membikin pengejaran, bayangan Siao Kongcu sudah lenyap tidak terlihat.

Dari jauh, masih terdengar suara Siao Kongcu yang melengking panjang :

“Siauw Cap-it-long, barang berduri itu sudah kuserahkan kepadamu. Baik-baiklah menjaganya.”

Nyonya Cantik Jelita Sim Pek Kun diberi julukan Barang berduri.

Siauw Cap-it-long menyengir, dia menengok kearah benda yang disebut berduri itu, apa yang dapat dilakukan olehnya ?

Betullah barang berduri.

Dikala Sim Pek Kun sadar dari rasa kaget dan takutnya, dia menemukan dirinya sudah berada di dalam sebuah kelenteng rusak.

Kelenteng itu bukan saja sudah rusak karena lama tidak terawat, ukurannyapun terlalu kecil sekali. Semua barang yang ada disitu dapat dilihat jelas sekali.

Patung sembahyang sudah miring kesamping, duduknya tepat ditengah-tengah ruangan.

Didepan patung sembahyang itu sudah di pasang api unggun, membuat suasana tempat itu agak hangat.

Angin bertiup keras, terasa sangat dingin sekali, meresap sampai keseluruh persendian.

Berhubung masih ada api unggun, sehingga suasana didalam kelenteng itu jadi tidak terlalu dingin.

Terbawa oleh hembusan-hembusan angin yang masuk kedalam kelenteng, api unggun itu memainkan lidah apinya.

Didepan tumpukan api unggun, ada berjongkok seorang laki-laki berpakaian warna biru, berikat pinggang warna biru, dengan sepatunya yang sudah bolong, inilah Siauw Cap-it-long.

Siauw Cap-it-long membelakangi Sim Pek Kun. Dia sedang menghangatkan badannya dilingkungan bara api itu.

Sim Pek Kun tidak kenal Siauw Cap-it-long, dan dalam posisi seperti itu, karena Siauw Cap-it-long membelakangi dirinya, lebih lebih Sim Pek Kun tidak dapat melihat wajah jago berandalan itu.

Adanya seorang wanita dan seorang pria di dalam sebuah kelentang yang rusak seperti itu dapat menimbulkna kesan yang kurang baik, rasa canggung antara keduanya pastilah ada. Untuk menghilangkan rasa canggung seperti itu, Siauw Cap-it-long bersiul perlahan, membawakan sebuah irama lagu yang hanya dimengerti olehnya sendiri.

Sim Pek Kun sudah siuman, dia segera memanggil Siauw Cap-it-long.

Sifat-sifat Siauw Cap-it-long sangat berandalan. Seharusnya, diapun menyanyikan lagu dengan irama yang berandalan juga. Tapi kenyataannya tidaklah demikian. Apa yang kini sedang dilagukan olehnya adalah suara dari hati nuraninya, suara dari seseorang yang sedang kesepian, merana dalam hidupnya dan sengsara tanpa ada yang dapat atau suka mendampingi atau memberi hiburan kepadanya.

Lama sekali Sim Pek Kun memperhatikan Siauw Cap-it-long, lama sekali nyonya itu mendengarkan lagu sedih yang dibawakan oleh Siauw Cap-it-long.

Didalam kelentang rusak yang seperti itu, tentu saja tidak ada tempat tidur atau pembaringan yang layak. Sim Pek Kun terbaring pada sebuah tumpukan rumput rumput yang tebal.

Inilah perbuatan Siauw Cap-it-long.

Sim Pek Kun sangat berterima kasih pada tuan penolong yang belum diketahui namanya itu.

Sim Pek Kun mulai menggeliat, dia hendak bangkit dari tempat terbaringnya. Sedapat mungkin, dia mempertahankan, agar tidak menimbulkan suara, dan tidak mengganggu ketenangan tuan penolong didepan api unggun itu

Siauw Cap-it-long mempunyai pendengaran yang sangat tajam, segera dia sadar bahwa wanita yang ditolong olehnya itu sedang melakukan gerakan apa apa.

“Jangan sembarang bergerak !” demikian tiba tiba bentaknya.

Sim Pek Kun dibesarkan didalam keluarga yang serba berkecukupan, dia dipelihara didalam rumah seorang pendekar muda, hanya dia yang dapat memberi perintah kepada orang, belum pernah ada orang yang berani memerintahnya. Sampaipun sang suami, Lian Seng Pek sendiri juga belum pernah satu kalipun membentaknya.

Kali ini dia menerima bentakan yang sangat kasar sekali.

Inilah suatu nada suara tidak baik yang berupa sebuah perintah.

Hampir Sim Pek Kun lompat turun dari tumpukan tumpukan rumput kering itu.

Siauw Cap-it-long belum menolehkan kepala, dia berkata lagi :

“Kalau kau ingin bergerak, periksa dulu kakimu. Betapa cantik sekalipun seseorang, kalau sudah hilang sebelah kakinya, tidak mungkin ada yang tertarik lagi. Pikirkan baik-baik.”

Sim Pek Kun baru sadar, bahwa sebelah kakinya ternyata telah membengkak seperti babi panggang.

Dia membaringkan kembali tubuh yang sudah disiapkan lompat itu.

Siauw Cap It Long masih menghadap api, sekali saja dia tidak pernah menoleh ke belakang.

Sim Pek Kun berhasil menekan rasa takutnya yang menyerang diri terus menerus lalu mulai bertanya,

“Siapa Kau?”

“Aku laki-laki.” Jawab Siauw Cap It Long singkat sekali. “Kau wanita, aku laki-laki. Aku tidak menanyakan namamu kuharap kau tidak menanyakan namaku.”

Sudah jelas dikatakan begitu, dengan sendirinya Sim Pek Kun juga tidak menanyakan nama Siauw Cap It Long lagi.

Angin bertiup kencang.

Sim Pek Kun sampai menggigil kedinginan.

“Bagaimana … Bagaimana kejadiannya sampai aku bisa berada di tempat ini?” demikian tanya Sim Pek Kun.

“Banyak sekali persoalan yang tidak boleh diuraikan,” kata Siauw Cap It Long tanpa menoleh, “ pertanyaanmu ini termasuk salah satu darinya. Lebih baik kau tidak tahu saja daripada harus menanggung banyak resiko!”

Pembicaraan putus kembali.

Kurang lebih setengah jam kemudian, Sim Pek Kun yang tidak sanggup menahan gejolak hatinya, tiba-tiba bertanya,

“Mungkin kaulah yang menolongku. Betulkah begitu?”

Siauw Cap It Long tertawa, katanya,

“Ha ha … Mana mungkin orang seperti aku menolong orang?”

Sim Pek Kun kehabisan bahan bicara. Mereka diam seperti patung-patung hidup.

Hanya terdengar deru suara angin santer yang bertiup terus menerus, dalam keadaan malam gelap gulita seperti itu, sudah tidak terdengar suara apapun lagi.

Begitu sunyi dan sepi sekali.

Kecuali dengan suaminya, belum pernah Sim Pek Kun tidur berdua dengan laki-laki lain. Tapi dia kini terpaksa harus mengalami peristiwa itu. Bermalamnya pun sampai di dalam sebuah kelenteng tua yang sudah rusak sekali.

Dipandangnya sekali lagi laki-laki yang masih berjongkok itu.

Tubuh Siauw Cap It Long cukup kekar, kumisnya tidak terurus, rambutnya panjang dan gondrong, pakaiannya kurang bersih dan rapi, sepatunya banyak bolong.

Inilah ciri-ciri khas kaum gelandangan. Sim Pek Kun ngeri sendiri kalau memikirkan sampai di situ. Dia hendak meninggalkan tempat itu dengan segera. Badannya menggeliat hendak bangkit.

Seperti mempunyai sepasang mata yang tumbuh dibelakang kepalanya, Siauw Cap-it-long mengetahui gerakan nyonya cantik jelita itu, dengan dingin ia berkata :

“Nyonya yang terhormat, keadaan sangat memaksa. Memang, sudah tentu saja kau tidak betah menginap ditempat bobrok seperti ini. Tapi, sudah tak ada jalan lain bagimu. Apalagi kakimu sudah bengkak seperti gajah begitu.”

Sim Pek Kun meluruskan sepasang kakinya. Aduh, sakitnya sampai ke sendi-sendi, tulangnya sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Bagian 4 Selesai
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar