Tok Nio cu merasa sangat tak
senang hati melihat Oh Li cu tidak menyebut sesuatu kepadanya, namun berhubung
Lan See giok hadir di situ, tentu saja ia tak dapat mem-bungkam diri terus
menerus.
Karena itu setelah tertawa
hambar, sahutnya dingin:
"Berhubung burung merpati
ini tak mencapai kota Pang kang tin, maka para ketua cabang di kota berikutnya
jadi ke-hilangan berita, otomatis mereka tak akan mengetahui siapa-kah sasaran
yang sebetul nya, dengan ter-putusnya berita itu mereka pun akan kehi-langan
jejak
"Tapi. bukankah sudah
dikirim burung mer-pati yang pertama?" tanya On Li cu tidak habis
mengerti.
"Merpati yang pertama
tadi sudah barang tentu dikirimkan kepada si Beruang berle-ngan tunggal Kiong
Tek ciong yang berada di bukit Tay ang san . . . "
Lan See giok segera mengangguk
me-muji setelah mendengar perkataan itu.
Pada dasarnya Oh Li cu memang
tak puas melihat Tok Nio-cu turut serta dalam perja-lanan mereka menuju ke
bukit Tay ang san, apalagi setelah menjumpai sikap me-ngejek dan menghina yang
menghiasi wajahnya, sekarang hatinya semakin panas, maka de-ngan nada menyindir
diapun berkata ketus:
"Bukankah di pihak
Kiong-ciong situ sudah mendapat kabar dari si harimau, berkaki ce-bol dari
benteng kalian yang me-nyampaikan berita kepadanya ? Buat apa orang-orang itu
mesti memberi kabar lagi kepada pemimpin mereka di Tay ang san? ""
Tok Nio-cu tidak menjadi marah
oleh ejekan, sahut sambil tertawa bangga." "Tujuan mereka melepaskan
burung merpati itu tak lain adalah memberi tahu kepada Kiong Tek ciong agar
berhati hati. sebab terdapat aku Tok Nio-cu yang men-dampingi adik Giok !"
"
Berubah hebat paras muka Oh Li
cu saking mendongkolnya namun ia masih berusaha untuk menahan amarahnya dengan
berkata ketus:
"Jarak dari Pek hoo cay
sampai di Tay ang san mencapai ribuan li jauhnya, aku lihat Gui hujin tidak
usah berangkat ke situ lagi."
Tok Nio cu segera berkerut
kening, agak mendongkol dia berseru.
"Aku pergi ke Tay ang san
tujuannya tak lain untuk menyeret pulang Harimau berkaki ce-bol si penghianat
itu. kebetulan saja aku ber-sua dengan adik Giok ditengah jalan se-hingga
akhirnya kami putuskan untuk be-rangkat bersama"
Dengan cepat Lan See giok
menjumpai situasi yang semakin tak beres, jika dia tidak beru-saha melerai,
sudah pasti percekcokan antara Tok Nio cu dengan Oh Li cu akan se-makin
bertambah sengit, malah bisa jadi suatu pertarungan tak terelakkan.
Dalam keadaan demikian, satu
ingatan segera melintas di dalam benaknya dengan perasaan tak sabar serunya.
"Kalian berdua tak usah
cekcok terus biar siaute berangkat ke sana seorang diri saja!
Dengan diutarakannya perkataan
tersebut, Tok Nio cu dan Oh Li cu segera terbungkam dalam seribut bahasa.
Lan See giok segera merasa
bahwa cara tersebut sangat manjur sekali, Ini berarti dia pun sudah mengetahui
sebab-sebab utama dari perselisihan antara Tok Nio-cu dengan Oh Li cu.
Tengah hari itu mereka bertiga
bersantap di kota peng kang tin, walaupun sepanjang ja1an mereka jumpai satu
dua orang lelaki berpakaian ringkas yang mirip orang-orang dari kantor cabang
Pek kang tin, namun orang-orang itu sama sekali tidak menaruh perhatian khusus
terhadap Lan See giok ber-tiga.
Setelah meninggalkan kota Peng
kang tin, betul juga, seperti apa yang diduga Tok Nio-cu, tiada orang yang
menguntit mereka lagi.
Hal ini membuat Lan See giok,
merasa sema-kin kagum terhadap kemampuan Tok Nio cu, dia merasa perlu sekali
mengajak se seorang yang amat berpengalaman semacam Tok Nio cu di dalam
perjalanannya menuju ke Tay ang san kali ini.
Sebaiknya Oh Li-cu merasa
kagum juga ter-hadap kecerdasan dan pengalaman Tok Nio cu, kendatipun demikian,
dia tetap merasa tak puas terhadap kesombongan serta sikap tinggi hati Tok
Nio-cu.
Sesuai dengan rencana dari Tok
Nio cu, menjelang maghrib hari ke dua mereka ber-tiga telah tiba di Tiang siu
tian, sebuah kota di kaki selatan bukit Tay ang san.
Tiang siu tian adalah sebuah
kota keresi-denan yang cukup banyak penduduknya, banyak orang berdagang di
situ, sehingga tak heran kalau suasana kota ramai sekali.
Deretan tanah perbukitan Tay
ang san yang terjal dan berbahaya terletak di sebelah utara kota.
Setelah memasuki kota, Lan See
giok bertiga turun dari kudanya di depan sebuah rumah penginapan yang paling
besar di kota itu.
Berhubung Tok Nio-cu berusia
paling tua di-antara ketiga orang itu, secara otomatis Lan See giok membiarkan
ia berjalan di muka, sedangkan Oh Li cu dengan gembira berjalan bersama pemuda
itu di belakang nya.
Tak lama kemudian mereka sudah
sampai di sebuah pavilliun yang letaknya di ujung be-lakang rumah penginapan.
Sementara mereka bertiga masih
duduk ber-gurau, mendadak seorang pelayan muncul dalam ruangan itu dengan wajah
panik dun langkah terburu-buru.
Lan See-giok tahu, tentu ada
sesuatu yang tak beres, ternyata pelayan itu membawa se-lembar kartu merah.
Seorang kacung yang melayani
pavilliun itu cepat ke luar dari ruangan, pelayan itupun menyerahkan kartu
merah itu ke tangan si kacung sambil meninggalkan pesan dengan suara lirih.
Kemudian terlihat kacung itu
manggut-manggut dan masuk kembali-ke dalam ru-angan.
Lan See-giok tidak begitu
memahami atas semua peraturan dunia persilatan, namun ia yakin kartu merah itu
dikirim oleh pihak orang-orang Tay ang san.
Setibanya lima langkah di
depan meja, kacung itu mengangkat kartu merah itu tinggi-tinggi, kemudian
berseru dengan suara nyaring.
Ketua cabang kota Tiang-siu
tian. Liang Si-gwan, anak buah ketua benteng dari Tay- ang-san dengan tiga
puncak sembilan tebing dua belas benteng, si lengan tunggal peng-getar langit
Kiong Tek-ciong khusus datang menghadap setelah mendengar akan kehadir-an Gui
hujin dari Pek-ho-cay!"
Berubah paras muka Lan See
giok mende-ngar perkataan itu, dia tak mengira kalau Tok Nio cu mempunyai nama
yang begitu termasyhur dalam dunia persilatan.
Di samping itu diapun tahu akan
julukan Kiong Tek-ciong di bukit Tay-ang-san sebagai si lengan tunggal
penggetar langit.
BAB 20
OH LI-CU yang melihat kejadian
ini segera menjadi percaya kalau burung merpati per-tama yang terlihat mereka
tempo hari. dilepaskan lawan tak lain karena kehadiran Tok Nio cu, hal ini
membuat rasa tak puas yang semula menyelimuti wajahnya seketika hilang lenyap
tak berbekas.
Seorang dayang segera maju
untuk menerima kartu merah itu kemudian diangsurkan ke hadapan Tok Nio cu
dengan sikap yang amat menaruh hormat.
Tok Nio cu sama sekali tidak
memandang se-kejap pun, kepada sang pelayan yang masih berdiri di depan
halaman, katanya kemudian dengan suara dalam.
"Tolong sampaikan kepada
Liang toucu, kami baru bersantap sampai di tengah jalan sehingga kurang leluasa
untuk menyambutnya, tunggu dulu sebentar, seusai bersantap akan kuutus seorang
pelayan untuk me-ngundang kehadiran Liang toucu ."
Pelayan yang berdiri ditengah
halaman itu mengiakan dengan hormat, kemudian burn-buru meninggalkan halaman.
Tok Nio-cu tahu bahwa Lan See
giok serta Oh Li-cu sudah tak bernapsu lagi untuk ber-santap. maka kepada
pelayan sekalian yang berdiri di situ ia menitahkan:
"Bersihkan semua sisa
hidangan!"
Selesai berkata, ia memberi
tanda kepada Lan See giok serta Oh Li-cu kemudian me-ngundurkan diri dari
ruangan.
Lan See giok berdua memahami
maksud tersebut dan mengikuti dari belakang.
Setibanya di halaman belakang,
Tok Nio cu memperhatikan sekejap keadaan di sekeliling tempat itu, kemudian
ujarnya dengan suara yang amat lirih.
"Tiang siu kian merupakan
pintu gerbang Tay ang san, ketua cabang yang berada di sini merupakan seorang
jagoan yang setaraf kedudukannya dengan para caycu di atas gunung, selain ilmu
silatnya sangat hebat, kecerdasan dan kelicikan mereka pun luar biasa. dia
termasuk satu satunya jagoan ke-percayaan si beruang berlengan tunggal yang
paling tangguh, Liang si gwan orangnya se-derhana. halus dan seorang seniman.
dia disebut orang Say go yong (Tandingan Go Yong), akalnya tajam otaknya
cerdas, bila Liang Si gwan telah datang nanti, adik Giok boleh mengutarakan
maksud tujuanmu seca-ra berterus terang. sedangkan masalah lain lakukan menurut
kode mataku"
`Lan See giok segera
mengangguk sambil mengiakan berulang kali, Tok Nio cu segera berpaling pula
kearah Oh Li cu sambil menambahkan.
"Jika Liang Si gwan
menanyakan soal asal usul nona Oh, kau harus menjawab seadanya saja dan tidak
usah membicarakan masalah orang tuamu serta masalah Wi-lim-poo dengannya
"Mengapa?" tanya Oh
Li cu sambil ber-kerut kening dengan wajah tidak mengerti.
Tok Nio cu tertawa hambar.
"Setelah ku utarakan
nanti, harap nona Oh jangan marah, sesungguhnya kedua belas orang caycu dari
Tay ang oan seperti tak per-nah memandang sebelah matapun ter-hadap Wi-lim-poo,
terutama sekali antara Kiong Tek ciong dengan ayahmu agaknya seperti mem-punyai
suatu dendam kesumat yang dalam."
Berubahlah paras muka Oh Li
cu, dia menja-di marah, serunya kemudian dengan cepat.
"Kali ini. akan kusuruh
mereka rasakan keli-haian dari anggota Wi-lim-poo!"
Lan See giok sendiripun segera
merasa bahwa Tok Nio cu kelewat memandang ren-dah pihak Wi-lim-poo, dengan
cepat dia memberi penjelasan.
"Wi-lim-poo mempunyai
kekuatan yang besar di telaga Phoa yang oh, kapal perang nya mencapai ratusan
buah, anggota benteng pun semuanya kekar dan berdisiplin tinggi, berbicara soal
kekuatan, belum tentu mereka berada di bawah kekuatan Tay ang san."-
Gembira nian perasaan Oh Li cu
oleh karena Lan See-giok membelai Wi-lim-poo tanpa terasa dia memandang sekejap
kearah pbemu-da itu dengjan pandangan megsra.
Tok Nio-cbu tertawa hambar.
"Dalam soal ini, cici
rasanya jauh lebih jelas daripadamu, kau lupa rupanya bahwa Tay-ang-san bukan
Phoa yang oh."
Merah jengah selembar wajah
Lan See giok, sekarang dia baru teringat, biarpun Wi--lim-poo memiliki angkatan
laut yang kuat, na-mun memang tak berdaya sama sekali untuk menghadapi pihak
Tay ang san.
Oh Li cu tertawa dingin,
dengan perasaan tak puas kembali dia bertanya.
"Apa kau anggap keadaan
medan dari ben-tengmu itu jauh melebihi ketiga tebing sem-bilan puncak dari Tay
ang san, dan anggota-nya jauh lebih banyak daripada kedua belas caycu dari Tay
ang san ."
Tok Nio-cu berkerut kening,
kemudian men-jawab dengan angkuh:
"Walaupun Pek ho cay
bukan terdiri dari dinding baja tembok besi, namun penjagaan serta pertahanan
kami kuat sekali. kalau bu-kan seorang jago yang benar-benar sangat hebat,
jangan harap bisa memasuki Pek ho cay secara mudah, bahkan mungkin jauh le-bih
sukar ketimbang memasuki Tay ang san apalagi biarpun pihak Tay ong san memiliki
jago-jago yang tak terhitung jumlahnya, na-mun belum tentu ada yang mampu
menandingi kami suami istri berdua."
Lau See giok pernah
menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana si Beruang berlengan tunggal
didesak oleh Gui Pak ciang dari Pek ho cay sehingga mati kutunya, karena itu
dia lebih mempercayai perkataan perempuan itu.
PUCAT pias selembar wajah Oh
Li cu sete-lah mendengar perkataan itu, sekujur badannya gemetar keras, dengan
perasaan yang amat mendongkol katanya:
"Kalau toh benteng kalian
begitu tangguh dan hebat, mengapa adik Giok bisa mema-suki benteng kalian
secara mudah?"
Tok Nio-cu mengerling sekejap
ke arah Lan See giok, lalu tertawa menggiurkan:
"Berapa banyak sih
manusia di dunia ini yang memiliki kepandaian silat sehebat adik Giok?"
Ucapan tersebut kontan membuat
Oh LI cu tertegun. seketika itu juga dia melupakan kegenitan Tok Nio-cu, dia
tidak tahu perka-taan dari perempuan itu adalah kenyataan ataukah hanya sengaja
menyanjung adik Giok nya.
Lan See-giok kuatir kedua
oranbg itu ribut lagji. cepat ujarnyga kepada Tok Nibo-cu.
"Sisa hidangan di meja
sudah dibersihkan aku rasa kau harus mengirim orang untuk mengundang kehadiran
Liang toucu!"
Tok Nio-cu tertawa seraya
mengangguk, mereka bertiga segera kembali ke ruang te-ngah. .
Sementara Itu meja di tengah
ruangan te-lah diatur kembali dengan rapi, tiga cawan teh telah dihidangkan.
Kepada seorang kacung yang
berdiri di luar ruangan. Tok Nio-cu segera berseru dengan suara dalam.
"Undang kehadiran Liang
toucu!"
Kacung itu mengiakan dengan
cepat ke-mudian buru-buru berjalan ke luar dari! ha-laman.
Beberapa saat kemudian, kacung
itu sudah muncul kembali dengan langkah tergesa gesa, begitu sampai di depan
pintu, dia segera berseru keras.
"Liang toucu tiba."
"Silahkan!" jawab
Tok Nio-cu tersenyum.
Kacung itu segera membalikkan
badan dan berseru kembali dengan lantang:
"Hujin mempersilahkan
Liang toucu ma-suk!"
Dari depan pintu halaman
segera ber-jalan masuk sesosok bayangan manusia.
Dengan senyuman dikulum dan mata
me-mancarkan cahaya berkilat, Tok Nio-cu bangkit berdiri dari kursinya,
Lan See giok dan Oh Li-cu
serentak turut bangkit berdiri pula . . .
Yang dinamakan Liang Si gwan
adalah se-orang sastrawan berusia tiga puluh tahunan, dia mengenakan pakaian
model sastra-wan dengan wajah yang bersih, dari ke-seder-hanaannya bisa
diketahui bahwa orang ini sangat berbahaya.
Terutama sekali sepasang
matanya yang memancarkan sinar tajam dan wajahnya yang memancarkan keseriusan,
ini menun-jukkan bahwa diapun seorang yang cerdas.
Begitu bersua dengan Tok
Nio-cu, Liang Si gwan buru-buru masuk ke ruang tamu dan memberi hormat sambil
katanya:
"Liang Si-gwan, ketua
cabang Tiang-lu-tian dari Tay ang san khusus datang men-jumpai nyonya
Gui!"
Tok Nio-rcu tertawa hambzar, kemudian
mewnjawab nyaring:r
"Liang toucu tak usah
banyak adat, silah-kan duduk berbincang-bincang!"
Liang Si gwan mengiakan, dia
melirik se-kejap ke arah Lan See giok dan Oh Li cu yang duduk bersanding,
kemudian baru duduk di sisi sebelah kanan.
Lan See-giok dapat merasakan
bahwa si-kap hormat Liang Si-gwan terhadap Tok Nio-cu sebagian disebabkan
karena baik Tok Nio-cu maupun si beruang berlengan tunggal sama-sama merupakan
jagoan yang mempu-nyai kedudukan dalam dunia persilatan, se-lain itu juga dikarenakan
orang itu agak se-gan terhadap ilmu silatnya yang hebat:
Tapi jika dilihat dari
kemampuan Tok Nio-cu sewaktu bertempur melawan Oh Li cu di kota Siang-yang
tempo hari rasanya perem-puan tersebut tidak memiliki ilmu silat yang kelewat
tangguh.
Dalam pada itu, Liang Si gwan
telah me-mandang sekejap kearah Lan See giok serta Oh Li cu, kemudian sambil
menjura sekali lagi kepada Tok Nio-cu, ia berkata:
"Berhubung berita kami
terputus ditengah jalan sehingga tak bisa menyambut kedata-ngan nyonya serta
Lan siauhiap suami istri di luar kota, sengaja aku datang kemari sekarang untuk
memohon maaf atas kekhilafan tersebut"
Lan See giok merasa sangat
tidak tenang sesudah mendengar Liang Si gwan salah mengira dia dan Oh Li cu
sebagai suami istri, namun diapun merasa kurang leluasa untuk membantahnya,
dihati kecilnya dia tahu, su-dah pasti hal tersebut terjadi karena percek-cokan
Oh Li cu dengan Tok Nio-cu di Siang yang tempo hari.
Sebaiknya Oh Li cu kelihatan
agak tersipu sipu, namun dihati kecilnya menunjukkan senyuman penuh kepuasan.
Tok Nio-cu memandang sekejap
ke arah Liang Si gwan, kemudian sahutnya lembut.
"Liang toucu kelewat
merendah, adapun kedatangan Kami kemari ada kalanya melalui jalan raya. ada
kalanya melalui jalan sam-ping, mungkin soal inilah yang membuat kalian tidak
peroleh berita kami secara pasti.
Atas pertanyaan tersebut.
Liang Si gwan cuma dapat mengangguk seadanya saja, se-telah itu dia baru
berkata lebih jauh.
"Untuk kehadiran Nyonya
serta Lan siau-hiap suami istri, aku telah peroleh pemberi-tahuan secara
langsung dari markas pusat, sehingga segala persiapan telah dilakukan secara
baik. Kini aku khusus datang kemari untuk mengundang kalian bertiga, sudi
me-ngunjungi pesanggrahan Eng pia kek kami agar dapat dilayani lebih
baik."
"Tidak usah." tampik
Tok Nio-cu tanpa ragu-ragu. "sekarang hari sudah malam, apa lagi kamarpun
sudah dipesan, tak usah mengganggu ketenangan kalian lagi.*
"Nyonya telah datang dari
jauh untuk menjenguk kami, sudah sewajarnya bila kami sambut kedatangan nyonya
dengan suatu perjamuan besar, paling tidak sebagai pene-bus bagi kekhilafan
kami yang tidak me-nyambut dari kejauhan" cepat--cepat Liang Si gwan
mendesak lagi.
Lan See-giok sadar, bila
mereka sampai datang ke pesanggrahan penyambut tamu agung itu, niscaya gerak-geriknya
menjadi kurang leluasa, tapi sebelum ia sempat me-ngucapkan sesuatu, Tok Nio-cu
telah berkata sambil tertawa merdu.
""Kami sudah kenyang
bersantap maupun minum arak, perjamuan dari Liang Toucu biar kuhadiri di
kemudian hari saja."
Liang Si gwan sedikit
mengerutkan dahi nya lalu berdiri dengan sopan, katanya lem-but:
"Nyonya dan Lan siauhiap
telah menempuh perjalanan selama berhari-hari, sekarang tubuh pasti penat dan
perlu beristirahat, aku tak akan mengganggu lebih lama lagi, biar memohon diri
sampai di sini saja."
Melihat hal ini Tok Nio-cu
seperti teringat akan sesuatu, keningnya berkerut dan mata-nya cerah, sekulum
senyuman halus dengan cepat menghiasi bibirnya yang merah.
Cepat dia bangkit berdiri lalu
menjawab dengan riang.
"Selamat jalan Liong
toucu, maaf bila aku tidak menghantarmu?.
Sementara berbicara,
menggunakban ke-sempatan jdisaat Liang Sig gwan sedang mebm-beri hormat, dengan
cekatan sekali dia mem-beri tanda kepada Lan See giok dan Oh Li cu yang berdiri
di sisinya.
Pada waktu. itu Lan See Giok
don Oh Li cu sedang merasa geli atas sikap Liang Si Gwan yang begitu sopan
santun dan mau mengun-durkan diri dengan begitu saja. begitu meli-hat tanda
rahasia dari Tok Nio-cu, ke dua orang tersebut menjadi melongo don tidak habis mengerti.
Sebaliknya Liong Si gwan yang
mende-ngar ucapan Tok Nio-cu yang merdu dan nyaring tersebut menjadi menggigil
karena terkejut, apalagi setelah menjura, ia men-jumpai senyuman yang begitu
cerah di wajah perem-puan tersebut, wajahnya kontan ber-ubah he-bat.
Buru-buru serunya berulang
kali.
"Nyonya tak usah
menghantar lagi, nyonya -tak perlu menghantar lagi . , . !"
Sembari berkata. matanya
mengawasi tubuh Tok Nio-cu lekat-lekat, sementara tubuhnya mengundurkan diri
dengan ter-gesa- gesa.
Berkerut kening Tok Nio-cu
melihat sikap lawan, sepasang matanya memancarkan ca-haya berkilat dan tanpa
terasa ia perdengar-kan suara tertawa dingin yang penuh me-ngandung hawa napsu
membunuh.
Paras muka Liang Si gwan
segera me-nun-jukkan perubahan yang semakin ngeri dan takut, sementara gerakan
tubuhnya yang mundur pun semakin bertambah cepat."
Lan See giok sebagai seorang
pemuda yang saleh dan penuh cinta kasih, meski belum mempunyai pikiran yang
kelewat mendalam, toh ia dibuat tertegun juga oleh peristiwa itu, tak tahu apa
gerangan yang sesungguhnya telah terjadi?
Dalam pada itu Liang Si gwan
telah me-ngundurkan diri dari ruangan, sedang paras muka Tok Nio-cu telah
berubah menjadi hi-jau membesi mengerikan sekali . . .
Tiba. tiba . . .!"
Secepat sambaran petir Liang
Si gwan membalikkan tubuhnya, kemudian melejit ke tengah udara.
Berkilat sepasang mata Tok
Nio-cu, ben-taknya secara tiba-tiba, "Kawanan tikus, kau berarti kurang
ajar . .
Belum habis bentakan
tersebut,b tangan kanannyja sudah merogohg ke dalam saku bdan cahaya biru
berkilauan, dia siap melepaskan serangan ke muka.
Lan See giok yang awas dengan
cepat maju setindak, dia cengkeram pergelangan tangan Tok Nio-cu, kemudian
berpaling pula ke arah Liang Si gwan, ternyata orang itu sudah tak nampak lagi
bayangan tubuhnya.
Baru sekarang Lan See giok
mengerti apa sebabnya Liong Si gwan mengundurkan diri dari ruangan secara
tergesa - gesa, nampak nya orang itu kuatir sekali bila Tok Nio-cu melepaskan
serangannya yang keji.
Hanya ada satu hal yang tidak
dipahami olehnya, yaitu apa sebabnya Tok Nio-cu hen-dak membunuh Liang-Si
gwan?"
Ketika ia menunduk kembali,
terlihat olehnya cahaya biru berkilauan diantara jari-jari tangan Tok-Nio-cu
yang lembut, ada tiga bilah pisau terbang liu yap hui to ber-warna biru yang
berada dalam genggaman-nya, jelas "pisau-pisau terbang tersebut su-dah
diberi racun yang amat jahat.
Pemuda itu tertegun, kemudian
melepas-kan genggamannya atas tangan lawan.
Dengan sorot mata tajam Tok
Nio-cu me-ngamati wajah Lan See giok lekat-lekat, ke-mudian ujarnya dingin.
"Bila kau membiarkan dia
kabur sekarang akhirnya pasti akan menyesal sekali"
Lan See giok tertawa hambar,
sahutnya serius:
"Biarkan saja perbuatan
mereka mencuri-gakan, asal kita tidak terlepas dari arah dan rel yang sebenarnya."
Merah padam selembar wajah Tok
Nio-cu ucapan anak muda tersebut membuatnya terbungkam dalam seribu bahasa.
Oh Li cu yang berdiri di
sampingnya me-muji sekali atas kecerdasan dan kecekatan Liang Si gwan
bertindak, di samping itu diapun merasa kan betapa kejamnya Tok Nio-cu, bahkan
jauh di atas kekejaman sendiri,
Namun begitu, dia pun tidak
habis mengerti mengapa Tok Nio-cu hendak turun tangan membunuh Liang Si gwan.
Akhirnya dia bertanya
keheranan.
"Apakah kau beranggapan
dengan mem-bunuh Liang Si gwan, maka hal ini akan bermanfaat sekali dengan
ursaha kita menujzu Tay ang san .w . . ?"
"Tentur saja," jawab
Tok Nio-cu tanpa ragu-ragu, "aku berani memastikan Kiong Tek ciong dari
Tay ang san hingga kini masih be-lum tahu kalau kita bertiga sudah berada di
Tiang siu tian."
"Atas dasar apa kau
berkata begini?", tanya oh Li cu tidak puas, Tok. Nio-cu ter-tawa ang-kuh.
"Ditinjau dari kedatangan
Liang Si gwan yang tergesa-gesa, dapat dibuktikan kalau kehadiran kita disini
telah memberikan rasa kaget yang luar biasa baginya. dari situ pula terbukti
kalau pihak Tay ang san masih be-lum mengetahui gerak gerik kita, Liang Si gwan
mengundang kita agar menginap di pesanggrahan penerima tamu, hal tersebut tak
lain bertujuan untuk mengurangi gerak gerik kita, karena itulah tawarannya ku
tam-pik, dia sudah memastikan rupanya bahwa malam ini kita akan berangkat ke
Tay ang san, dan hal tersebut membuatnya merasa-kan betapa gawatnya situasi,
karena itu dia buru-buru minta diri agar ada waktu cukup untuk melaporkan
kejadian ini ke markas besar dan membuat persiapan seperlunya."
Mendengar penjelasan tersebut,
Lan See giok. mengangguk berulang kali sembari me-muji.
"Pandangan nyonya memang
tepat sekali aku merasa sangat kagum . . . !�
`
Tok Nio-cu merasa sangat tak
senang karena selama ini Lan See giok selalu me-manggil dirinya dengan sebutan
"nyonya", namun dia sendiripun tak bisa memaksa pe-muda tersebut
untuk memanggilnya dengan sebutan cici.
Melihat pemuda itu memuji Tok
Nio-cu, Oh Li-cu segera mendengus sambil segera me-ngalihkan pokok pembicaraan.
"Kalau dia menduga kita
naik gunung tadi malam ini, lebih baik kita sengaja berangkat esok pagi
saja"
Waktu itu Tok Nio-cu sedang
merasa tak senang hati, mendengar ucapan mana dia segera tertawa dingin.
"Jika besok baru
berangkat, aku yakin kecuali adik Giok seorang, kau dan aku ja-ngan harap bisa
kembali dalam keadaan hidup,"
Mendengar betapa seriusnya
persoalan yang mereka hadapi Lan See giok menyela.
"Kalau memang begitu mari
kita be-rangkat sekarang juga!"
"Bila berangkat
.sekarang, aku kuatir su-dah agak terlambat," kata Tok Nio-cu sambil
memandang sekejap pemuda tersebut dengan pandangan apa boleh buat.
Oh Li-cu menganggap sikap
tersebut me-rupakan kesengajaan Tok Nio-cu bersikap sok tegang, segera ujarnya
dingin.
"Aku tidak percaya kalau
Tay ang san be-gitu hebat dan menakutkan sehingga jauh lebih mengerikan dari
pada akherat . . : "
"Hmm. jika kau tak
percaya mengapa kita tidak segera berangkat untuk membuktikan sendiri?".
Berbicara sampai di situ,
berangkatlah mereka bertiga menuju ke ruang-belakang.
Dalam pada itu para pelayan
dan kacung yang melayani pesanggrahan tersebut sudah pada ketakutan dan
menyembunyikan diri di sudut ruangan, tak seorangpun diantara mereka yang
berani bersuara.
Tiba di halaman belakang, Lan
See giok bertiga segera melejit dan melompat naik ke atas atap rumah.
Waktu itu langit masih agak
terang karena cahaya rembulan. perkiraan baru mendekati kentongan kedua.
Memandang jauh ke muka, bukit
Tay-ang san yang angker berdiri di depan mata, bukit yang terjal dan bayangan
hitam yang me-nye-limuti seluruh tanah perbukitan mendatang-kan suasana, yang
menggidikkan hati bagi yang melihat .....
Memandang tanah perbukitan
itu. Tok- Nio-cu berkata kemudian kepada sang pemuda"
"Kalau dilihat dari
keadaan, agaknya mereka masih belum melakukan suatu per-siapan yang ketat
......
Habis kesabaran Lan See giok
setelah me-mandang bukit Tay-ang san yang berada di depan mata, ujarnya cepat.
"Kalau toh memang begitu,
mari kita be-rangkat sekarang juga:"
Tidak membuang waktu lagi,
ketbiga orang itu sjegera mengerahkgan ilmu meringabnkan tubuh masing-masing
dan berangkat menuju ke kaki bukit sebelah selatan.
Sementara mereka sedang
menempuh per jalanan cepat menuju ke arah tanah perbu-kitan itu, tiba-tiba ..
Ditengah udara bergema suara
burung yang terbang melintas dari atas kepala mereka...
Lan See-giok segera
menghentikan lang-kahnya sambil mendongakkan kepala-nya, di tengah kegelapan
tampak ads selapis titik hitam sedang terbang melintas dengan gera-kan yang
cepat sekali, jumlahnya mencapai puluhan.. dan burung-burung merpati itu
semuanya terbang menuju kearah bukit.
Berkerut kening Tok Nio-cu
menyaksikan kesemuanya itu, dia memandang sekejap ke arah Lan See giok yang
sedang memperhati-kan burung-burung merpati itu, lalu ujarnya agak mendongkol.
"Bila bersikap lemah
terhadap kaum dur-jana, akibatnya diri sendiri yang rugi, coba kalau
Liang-Si-gwan kita bunuh, tidak bakal kita jumpai kesulitan macam begini."
Sembari berkata, sinar matanya
yang di-ngin seperti es kembali dialihkan ke wajah Oh li-cu.
Berkobar amarah di dalam dada
Oh Li-cu melihat sikap lawannya. ia seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun
secara tiba-tiba ia lihat diantara rombongan burung merpati itu ada satu titik
bayangan hitam yang menukik ke bawah dan meluncur ke arah tanah tebing bersinar
lentera di depan situ.
Mencorong sinar terang dari
balik mata Tok Nio-cu, segera serunya keras-keras.
"Adik giok, di depan sana
rupanya adalah Tebing mayat menggelapar. ketuanya adalah si hakim paku hati,
jika kita serbu tebing tersebut secepatnya, aku rasa para bukit lainnya pasti
akan kelabakan dibuatnya.
Selesai berkata dia lantas
meluncur ke arah bukit itu lebih dulu, Lan See-giok dan Oh li-cu yang tidak
begitu mengenal keadaan medan hanya bisa mengikuti di belakang pe-rempuan itu.
Memasuki mulut, bukit, angin
malam terasa berhembus kencang. menggunakan batuan karang dan pohon siong yang
tumbuh di situ sebagai perlindungan, mereka bertiga meneruskan perjalanannya ke
atas.
Mendekati tempat bersinar
lentera itu, Lan See giok memandang sekejap sekitar sana, keningnya segera
berkerut, diab merasa keadaanj medan di atas gbukit Tay ang-sban ini tidak
sebahaya apa yang dilukiskan Tok Nio-cu sebelumnya.
Tok Nio-cu sendiri walaupun
sudah dua kali mengunjungi bukit Tay ang san, namun setiap kali bersama Gui Pak
ciang diundang sebagai tamu.
Kini keningnya berkerut
setelah meman-dang keadaan sekitar situ dan wajahnya memperlihatkan perasaan
serba salah, diam-diam ia mencoba untuk melihat kembali kearah manakah mereka
harus meneruskan perjalanannya,
Berbeda sekali dengan Oh
li-cu, sesudah melihat keadaan medan dibukit-bukit
Tay ang-san ini, dia baru
sadar bahwa keadaan Wi-lim-poo dimana ia berdiam me-mang tidak sebahaya dan
seterjal keadaan medan di tempat ini.
Sementara itu Lan See-giok
telah melihat sebuah terjalan dinding tebing pada puluhan kaki diarah barat
daya mereka, satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya lalu ia berbisik.
"Bila keadaan medan sudah
curam dan berbahaya, kebanyakan penjagaan yang mereka lakukan tidak terlalu
ketat, mari kita turun ke bawah melalui dinding tebing itu saja"
Tok Nio-cu dan Oh li-cu
menjumpai din-ding tebing yang dimaksud tingginya menca-pai ratusan kaki, di
atas ditebingpun seperti dipenuhi batuan cadas dan semak belukar, karena yakin
mereka masih sanggup untuk melewatinya, maka kedua orang itu segera mengangguk.
Mereka bertiga tidak ragu lagi
dan lang-sung menuju ke tebing curam tersebut, tiba di situ Lan See-giok segera
memimpin dengan melompat naik lebih dahulu.
Agak tertegun Oh li-cu sesudah
menyaksi-kan gerakan tubuh Lan See-giok ketika melompat naik, gerakan begitu
cepat seperti burung elang, dalam sekali lompatan saja beberapa kaki bisa
melampaui secara mudah.
Baru sekarang dia membuktikan
ucapan dari Tok Nio-cu, jadi rupanya perempuan itu bukan mengumpak atau
menyanjung kehe-batan adik giok nya.
Di samping itu diapun amat
terkejut atas kepesatan ilmu silat yang diperoleh pemuda tersebut dalam setahun
belakangan ini.. ..
Ketika memandang pula kearah
Tok Nio-cu, dilihatnya perempuan itu pun bisa berge-rak dengan enteng dan
cekatan, kenyataan menunjukkan bahwa-ilmu meringankan tubuh yang dimiliki nya
masih kalah setring-kat jika dizbandingkan dengwan perempuan terrsebut.
Dalam keadaan was-was dan
prihatin, gadis tersebut turut melompat naik dengan menghimpun seluruh
kekuatannya.
Sementara itu Lan See-giok
telah berubah wajahnya setelah memandang keadaan di seputar sana, rupanya di
sepanjang tebing itu ditemukan banyak sekali balok kayu dan batu-batu cadas
yang digulingkan ke bawah.
Mungkin saking kagetnya, tanpa
terasa dia sampai menghentikan langkahnya di atas sebatang pohon
Menengok ke bawah. di
jumpainya Tok Nio-cu serta Oh li-cu masih berada puluhan kaki di bawahnya, baru
sekarang ia merasakan betapa berbahayanya keadaan di sekitar situ.
Sedikit saja mereka bertindak
kurang hati-hati, batu besar dan kayu raksasa yang dipersiapkan di tepi tebing
niscaya akan mengguling ke bawah, dan bila hal ini sampai terjadi, niscaya
mereka bertiga akan mati dengan tubuh hancur berantakan.
Dalam keadaan begini.
tiba-tiba saja pe-muda itu merasakan bahwa kehadiran Tok, Nio-cu bersama Oh li
cu justru merupakan suatu beban baginya, karena itu dia mengu-lapkan tangannya
berulang kali memberi tanda agar mereka berdua mendekati ke arahnya.
Tok Nio-cu dan Oh Li-cu segera
menangkap tanda tersebut, di dalam beberapa kali lom-patan saja mereka sudah
menghampiri-nya. Tok Nio-cu tiba pada sasaran lebih dulu, tapi berhubung pohon
itu pendek lagi kecil me-manfaatkan kesempatan tersebut dia berpe-gangan pada
lengan kanan sang pemuda sambil menempelkan tubuhnya ke depan pa-yudaranya yang
montok dan empuk otomatis menempel sebagian di atas lengan kanan si anak muda
tersebut.,
Sayang sekali Lan See-giok
yang berada dalam keadaan berbahaya sama sekali tidak berminat untuk
memperhatikan kesemuanya itu, dia segera bertindak pula menarik tangan Oh
li-cu.
Setibanya di atas pohon, Oh li
cu baru menjumpai bagaimana Tok Nio-cu bersandar di atas tubuh kekasihnya, api
cemburu segera membara dan api amarahpun berko-bar.
Tapi sebelum ia sempat
mengumpatkan kata katanya, Lan See-giok telah menunjuk ke atas tebing di depan
sana.
Apa yang terlihat hampir saja
membuat Oh li-cu menjerit, tubuhnya segera menggigil karena ketakutan, nyaris
dia jatuh tertelung-kup ke bawah, api cemburu yang semula berkobar pun seketika
menjadi padam.
Mimpi pun dia tak menyangka
bahwa tem-pat dimana ia, berada sekarang merupakan suatu tempat yang begitu
berbahaya sehing-ga setiap saat besar kemungkinannya akan merenggut jiwa
mereka.
Berbeda sekali dengan keadaan
Tok Nio-cu dia tetap bersikap acuh tak acuh terhadap batuan besar dan balok
kayu di sekitarnya tebing tersebut, malah sambil tertawa ham-bar, dia
manfaatkan kesempatan tersebut untuk menempelkan bibirnya di sisi telinga sang
pemuda sembari berbisik lirih:
"Adik Giok keselamatanku
dan nona Oh sudah mencapai titik yang kritis dan ke-mungkinan besar akan hilang
setiap saat, aku ingin tahu dengan cara apakah engkau menyelamatkan kami sekarang?
Oh li-cu yang melihat
kesemuanya ini, di samping merasa kagum atas ketenangan Tok Nio-cu di dalam
menghadapi masalah, ia pun mendongkol kepadanya karena perempuan itu pandai
memanfaatkan kesempatan untuk bermesraan dengan kekasihnya.
Sedemikian mendongkolnya dan
mangkel-nya dia, hampir saja dia tak tahan untuk berteriak-teriak agar pihak
atas tebing mele-paskan batu dan balok kayunya sehingga mereka bertiga mampus
bersama.
Merah padam selembar wajah Lan
See -giok atas pertanyaan tadi, agak tersipu-sipu sa-hutnya:
"Mari kalian ikuti aku
naik ke atas tebing setibanya di situ, gunakanlah kesempatan disaat ku terjang
para penjaganya. kalian berdua menggunakan tali untuk melompat naik."
Tok Nio-cu dan Oh li cu
mengangguk ber-sama dan mengikuti di belakang Lan See -giok untuk melanjutkan
gerakannya menuju ke atas tebing, sebisa mungkin mereka mencoba untuk
mengurangi suara yang di timbulkan dari baju mereka"
Setibanya dibawa tumpukan batu
cadas dan balok kayu tersebut, pertama tama Lan See giok memberi tanda dulu
kepada Tok bNio-cu serta Ohj Li cu, kemudiagn tubuhnya meleb-jit ke atas dan
menerjang ke arah tali yang mengendalikan tumpukan batu karang serta balok kayu
tersebut
Pucat pias selembar wajah Tok
Nio-cu serta Oh Li cu melihat kejadian itu, saking kaget-nya hampir saja mereka
menjerit tertahan.
Tiba-tiba mereka saksikan Lan
See giok menyambar tali sambil berayunan ditengah udara, kemudian dalam satu
jumpalitan ia sudah melenting ke atas.
Disaat sepasang kaki Lan See
giok menca-pai permukaan tebing dan belum sempat melihat pemandangan di
sekitarnya, menda-dak dari tebing itu kedengaran seseorang membentak keras.
"Siapa di situ?"
Sebilah anak panah tiba-tiba
dibidikkan ke arahnya.
Lan See giok sangat terkejut,
dia rendah-kan bahunya sambil menghindar, anak panah itu segera melesat melalui
sisi telinga nya, keadaan berbahaya sekali.
Setelah itu dia baru melihat
seorang lelaki kekar sedang mengangkat goloknya dengan gugup untuk siap
dibacokkan k e atas tali pengendali jebakan.
Tak terlukiskan rasa terkejut
Lan See giok menyaksikan kejadian tersebut, ia memben-tak keras, tubuhnya
melejit ke udara dan ke-lima jari tangan kanannya memancarkan lima gulung
desingan angin jari yang tajam menyambar tubuh lelaki itu.
Jeritan ngeri yang memilukan
hati segera bergema memecahkan keheningan, lelaki bergolok itu melejit lalu
roboh terkapar di atas tanah...
Apa mau dikata, goloknya yang
besar ke-betulan sekali terjatuh di sisi tali tersebut dan tak ampun tali tadi
menjadi putus.
Melihat hal ini Lan See giok
membentak keras, dengan hati terkejut ia meluncur ke bawah secepat kilat,
dengan bentakan kaki kanannya dia injak tali yang putus itu agar berhenti.
Disaat ujung kaki Lan See-giok
menginjak tali yang putus itu, dua kali desingan tajam telah meluncur tiba, dua
batang anak panah menyambar ke tubuhnya disertai desingan angin tajam.
Lan See-giok sama sekali tidak
bergeser dari posisi semula, dengan menghimpun tenaga dalamnya ke ujung baju
kanan ia mengebaskannya ke muka, kedua batang anak pariah tersebut segera
disapunya se-hingga mencelat.
Sementara itu di atas tebing
tbadi sudah berkujmandang suara tgeriakan-teriakabn yang gegap gempita,
diantara cahaya tajam yang berkilauan. segenap lelaki penjaga tebing te-lah
mengayunkan goloknya untuk membacok putus tali pengendali alat jebakan itu.
Dalam waktu singkat suasana
menjadi sangat ramai dan gaduh, keadaanpun terasa bertambah tegang.
Tiba-tiba terdengar bentakan
nyaring ber-gema di udara, bayangan manusia ber-kelebat lewat, Tok Nio-cu telah
melompat naik ke atas puncak tebing. menyusul kemudian Oh Li-cu dengan pedang
terhunus mengikuti di belakangnya.
Bagaikan melepaskan beban yang
berat Lan See-giok mengangkat kaki kanannya...
Suara gemuruh yang memekikkan
telinga pun bergema memecahkan keheningan, ber-hubung tali pengendali alat
jebakan itu terle-pas, maka secara otomatis batu cadas dan balok kayu raksasa
yang telah dipersiapkan pun berhamburan memuntah ke bawah te-bing sana
....Bentakan - bentakan keras ber-gema dari empat penjuru, kawanan penjaga di situ
bersama-sama mengayunkan senjata-nya sambil menerkam ke arah muka.
Oh Li-cu berkerut kening,
wajahnya dingin seperti es, sambil membentak dia menerjang ke muka, pedangnya
diayun kian kemari melepaskan bacokan-bacokan maut.
Dalam pada itu Lan See-giok beranggapan
kalau tujuannya datang ke sana adalah me-nemukan Beruang berlengan tunggal
Kiong Tek ciong secepatnya, dia merasa tidak ada perlunya untuk melibatkan diri
dalam pem-bantaian di situ.
Mendadak ia membentak dengan
suara keras.
"Enci Cu. hentikan
seranganmu!"
Belum habis ia berseru,
puluhan orang le-laki kekar itu sudah menerjang tiba, mereka masing - masing
mengayunkan sen-jatanya mengancam tubuh Oh Li cu.
Berkilat sepasang mata Oh Li
cu diiringi senyuman dingin yang menggidikkan hati, dia lepaskan sebuah bacokan
kilat ke arah dua bilah golok yang berada di hadapannya dengan jurus serangan
menyikap awan meli-hat sang surya:
"Trriiing traang . . .
"
Letupan bunga api segera
memancar ke empat penjuru, dua bilah golok besar itu ter-sampok hingga
mencelatr ke samping. meznyu-sul bentakawn keras, cahayar tajam menyam-bar
lewat dan dua jeritan ngeri yang memilu-kan hati segera bergema memecah kan
kehe-ningan.
Diantara darah segar yang
memancar ke mana-mana, ke dua orang lelaki itu ter-gele-tak mampus di atas
tanah.
puluhan orang lelaki lainnya
serentak menyerbu ke depan dan mengepung Oh Li cu ketat-ketat, diiringi
bentakan-bentakan nyaring serangan dilancarkan bertubi tubi. Tentu saja oh Li
cu tak akan memandang se-belah matapun terhadap kawanan manusia tersebut,
pedangnya dengan jurus Hujan angin di delapan penjuru, ia ciptakan lapisan
cahaya pedang yang membukit dan mende-sak kawanan lelaki itu,
Sementara itu dari kejauhan
sana tampak cahaya api memancar ke udara, nampaknya sebatang anak panah berapi
telah dibidik-kan ke tengah udara.
Dengan cepat Lan See giok
dapat melihat bagaimana kawanan lelaki yang memenuhi itu kian lama kian
bertambah banyak, bila keadaan semacam ini dibiarkan berlangsung terus,
sebagaimana yang dikatakan Tok Nio-cu, dia harus melakukan pembantaian secara
besar besaran atas orang-orang yang berada di tiga tebing sembilan puncak dan
dua belas benteng sebelum bisa bertemu dengan sasa-ran utamanya. bila hal
sampai terjadi, nisca-ya dia sudah akan mati kelelahan lebih dulu dibukit Tay
ang-san.
Baru saja dia hendak membentak
0h Li cu agar menghentikan pertarungan, mendadak Tok Nio-cu yang berdiri angkuh
di arena telah membentak nyaring.
"Tok Nio-cu berada
disini, kalian semua cepat hentikan pertarungan--"
Mendengar nama "Tok
Nio-cu". kawanan lelaki bersenjata yang sedang menerjang tiba serentak
menghentikan langkahnya, sedang-kan puluhan orang lelaki yang mengepung Oh Li
cu juga serentak mengundurkan diri, beratus ratus pasang mata yang kaget dan
ngeri bersama sama dialihkan ke wajah Tok Nio-cu.
Lan See giok serta Oh Li cu
yang menjum-pai hal tersebut menjadi tertegun, mereka berdua sama sekali tak
menduga kalau Tok Nio-cu memiliki daya pengaruh yang begitu besar.
Kembali terdengar Tok Nio-cu
membentak dengan suara dingin:
"Mana hiangcu kalian yang
bertanggung jawab di tempat ini?"
Mendapat pertanyaan tersebut,
puluhan orang lelaki yang berada di sekitar tempat Itu menjadi celingukan kian
kemari tak lama kemudian dari kejauhan sana tampak tiga sosok bayangan manusia
sedang bergerak mendekat dengan kecepatan tinggi.
(Bersambung ke Bagian 26)