Anak Harimau Bagian 25

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 25

Bagian 25

Tok Nio cu merasa sangat tak senang hati melihat Oh Li cu tidak menyebut sesuatu kepadanya, namun berhubung Lan See giok hadir di situ, tentu saja ia tak dapat mem-bungkam diri terus menerus.

Karena itu setelah tertawa hambar, sahutnya dingin:

"Berhubung burung merpati ini tak mencapai kota Pang kang tin, maka para ketua cabang di kota berikutnya jadi ke-hilangan berita, otomatis mereka tak akan mengetahui siapa-kah sasaran yang sebetul nya, dengan ter-putusnya berita itu mereka pun akan kehi-langan jejak

"Tapi. bukankah sudah dikirim burung mer-pati yang pertama?" tanya On Li cu tidak habis mengerti.

"Merpati yang pertama tadi sudah barang tentu dikirimkan kepada si Beruang berle-ngan tunggal Kiong Tek ciong yang berada di bukit Tay ang san . . . "

Lan See giok segera mengangguk me-muji setelah mendengar perkataan itu.

Pada dasarnya Oh Li cu memang tak puas melihat Tok Nio-cu turut serta dalam perja-lanan mereka menuju ke bukit Tay ang san, apalagi setelah menjumpai sikap me-ngejek dan menghina yang menghiasi wajahnya, sekarang hatinya semakin panas, maka de-ngan nada menyindir diapun berkata ketus:

"Bukankah di pihak Kiong-ciong situ sudah mendapat kabar dari si harimau, berkaki ce-bol dari benteng kalian yang me-nyampaikan berita kepadanya ? Buat apa orang-orang itu mesti memberi kabar lagi kepada pemimpin mereka di Tay ang san? ""

Tok Nio-cu tidak menjadi marah oleh ejekan, sahut sambil tertawa bangga." "Tujuan mereka melepaskan burung merpati itu tak lain adalah memberi tahu kepada Kiong Tek ciong agar berhati hati. sebab terdapat aku Tok Nio-cu yang men-dampingi adik Giok !" "

Berubah hebat paras muka Oh Li cu saking mendongkolnya namun ia masih berusaha untuk menahan amarahnya dengan berkata ketus:

"Jarak dari Pek hoo cay sampai di Tay ang san mencapai ribuan li jauhnya, aku lihat Gui hujin tidak usah berangkat ke situ lagi."

Tok Nio cu segera berkerut kening, agak mendongkol dia berseru.

"Aku pergi ke Tay ang san tujuannya tak lain untuk menyeret pulang Harimau berkaki ce-bol si penghianat itu. kebetulan saja aku ber-sua dengan adik Giok ditengah jalan se-hingga akhirnya kami putuskan untuk be-rangkat bersama"

Dengan cepat Lan See giok menjumpai situasi yang semakin tak beres, jika dia tidak beru-saha melerai, sudah pasti percekcokan antara Tok Nio cu dengan Oh Li cu akan se-makin bertambah sengit, malah bisa jadi suatu pertarungan tak terelakkan.

Dalam keadaan demikian, satu ingatan segera melintas di dalam benaknya dengan perasaan tak sabar serunya.

"Kalian berdua tak usah cekcok terus biar siaute berangkat ke sana seorang diri saja!

Dengan diutarakannya perkataan tersebut, Tok Nio cu dan Oh Li cu segera terbungkam dalam seribut bahasa.

Lan See giok segera merasa bahwa cara tersebut sangat manjur sekali, Ini berarti dia pun sudah mengetahui sebab-sebab utama dari perselisihan antara Tok Nio-cu dengan Oh Li cu.

Tengah hari itu mereka bertiga bersantap di kota peng kang tin, walaupun sepanjang ja1an mereka jumpai satu dua orang lelaki berpakaian ringkas yang mirip orang-orang dari kantor cabang Pek kang tin, namun orang-orang itu sama sekali tidak menaruh perhatian khusus terhadap Lan See giok ber-tiga.

Setelah meninggalkan kota Peng kang tin, betul juga, seperti apa yang diduga Tok Nio-cu, tiada orang yang menguntit mereka lagi.

Hal ini membuat Lan See giok, merasa sema-kin kagum terhadap kemampuan Tok Nio cu, dia merasa perlu sekali mengajak se seorang yang amat berpengalaman semacam Tok Nio cu di dalam perjalanannya menuju ke Tay ang san kali ini.

Sebaiknya Oh Li-cu merasa kagum juga ter-hadap kecerdasan dan pengalaman Tok Nio cu, kendatipun demikian, dia tetap merasa tak puas terhadap kesombongan serta sikap tinggi hati Tok Nio-cu.

Sesuai dengan rencana dari Tok Nio cu, menjelang maghrib hari ke dua mereka ber-tiga telah tiba di Tiang siu tian, sebuah kota di kaki selatan bukit Tay ang san.

Tiang siu tian adalah sebuah kota keresi-denan yang cukup banyak penduduknya, banyak orang berdagang di situ, sehingga tak heran kalau suasana kota ramai sekali.

Deretan tanah perbukitan Tay ang san yang terjal dan berbahaya terletak di sebelah utara kota.

Setelah memasuki kota, Lan See giok bertiga turun dari kudanya di depan sebuah rumah penginapan yang paling besar di kota itu.

Berhubung Tok Nio-cu berusia paling tua di-antara ketiga orang itu, secara otomatis Lan See giok membiarkan ia berjalan di muka, sedangkan Oh Li cu dengan gembira berjalan bersama pemuda itu di belakang nya.

Tak lama kemudian mereka sudah sampai di sebuah pavilliun yang letaknya di ujung be-lakang rumah penginapan.

Sementara mereka bertiga masih duduk ber-gurau, mendadak seorang pelayan muncul dalam ruangan itu dengan wajah panik dun langkah terburu-buru.

Lan See-giok tahu, tentu ada sesuatu yang tak beres, ternyata pelayan itu membawa se-lembar kartu merah.

Seorang kacung yang melayani pavilliun itu cepat ke luar dari ruangan, pelayan itupun menyerahkan kartu merah itu ke tangan si kacung sambil meninggalkan pesan dengan suara lirih.

Kemudian terlihat kacung itu manggut-manggut dan masuk kembali-ke dalam ru-angan.

Lan See-giok tidak begitu memahami atas semua peraturan dunia persilatan, namun ia yakin kartu merah itu dikirim oleh pihak orang-orang Tay ang san.

Setibanya lima langkah di depan meja, kacung itu mengangkat kartu merah itu tinggi-tinggi, kemudian berseru dengan suara nyaring.

Ketua cabang kota Tiang-siu tian. Liang Si-gwan, anak buah ketua benteng dari Tay- ang-san dengan tiga puncak sembilan tebing dua belas benteng, si lengan tunggal peng-getar langit Kiong Tek-ciong khusus datang menghadap setelah mendengar akan kehadir-an Gui hujin dari Pek-ho-cay!"

Berubah paras muka Lan See giok mende-ngar perkataan itu, dia tak mengira kalau Tok Nio cu mempunyai nama yang begitu termasyhur dalam dunia persilatan.

Di samping itu diapun tahu akan julukan Kiong Tek-ciong di bukit Tay-ang-san sebagai si lengan tunggal penggetar langit.

BAB 20

OH LI-CU yang melihat kejadian ini segera menjadi percaya kalau burung merpati per-tama yang terlihat mereka tempo hari. dilepaskan lawan tak lain karena kehadiran Tok Nio cu, hal ini membuat rasa tak puas yang semula menyelimuti wajahnya seketika hilang lenyap tak berbekas.

Seorang dayang segera maju untuk menerima kartu merah itu kemudian diangsurkan ke hadapan Tok Nio cu dengan sikap yang amat menaruh hormat.

Tok Nio cu sama sekali tidak memandang se-kejap pun, kepada sang pelayan yang masih berdiri di depan halaman, katanya kemudian dengan suara dalam.

"Tolong sampaikan kepada Liang toucu, kami baru bersantap sampai di tengah jalan sehingga kurang leluasa untuk menyambutnya, tunggu dulu sebentar, seusai bersantap akan kuutus seorang pelayan untuk me-ngundang kehadiran Liang toucu ."

Pelayan yang berdiri ditengah halaman itu mengiakan dengan hormat, kemudian burn-buru meninggalkan halaman.

Tok Nio-cu tahu bahwa Lan See giok serta Oh Li-cu sudah tak bernapsu lagi untuk ber-santap. maka kepada pelayan sekalian yang berdiri di situ ia menitahkan:

"Bersihkan semua sisa hidangan!"

Selesai berkata, ia memberi tanda kepada Lan See giok serta Oh Li-cu kemudian me-ngundurkan diri dari ruangan.

Lan See giok berdua memahami maksud tersebut dan mengikuti dari belakang.



Setibanya di halaman belakang, Tok Nio cu memperhatikan sekejap keadaan di sekeliling tempat itu, kemudian ujarnya dengan suara yang amat lirih.

"Tiang siu kian merupakan pintu gerbang Tay ang san, ketua cabang yang berada di sini merupakan seorang jagoan yang setaraf kedudukannya dengan para caycu di atas gunung, selain ilmu silatnya sangat hebat, kecerdasan dan kelicikan mereka pun luar biasa. dia termasuk satu satunya jagoan ke-percayaan si beruang berlengan tunggal yang paling tangguh, Liang si gwan orangnya se-derhana. halus dan seorang seniman. dia disebut orang Say go yong (Tandingan Go Yong), akalnya tajam otaknya cerdas, bila Liang Si gwan telah datang nanti, adik Giok boleh mengutarakan maksud tujuanmu seca-ra berterus terang. sedangkan masalah lain lakukan menurut kode mataku"

`Lan See giok segera mengangguk sambil mengiakan berulang kali, Tok Nio cu segera berpaling pula kearah Oh Li cu sambil menambahkan.

"Jika Liang Si gwan menanyakan soal asal usul nona Oh, kau harus menjawab seadanya saja dan tidak usah membicarakan masalah orang tuamu serta masalah Wi-lim-poo dengannya

"Mengapa?" tanya Oh Li cu sambil ber-kerut kening dengan wajah tidak mengerti.

Tok Nio cu tertawa hambar.

"Setelah ku utarakan nanti, harap nona Oh jangan marah, sesungguhnya kedua belas orang caycu dari Tay ang oan seperti tak per-nah memandang sebelah matapun ter-hadap Wi-lim-poo, terutama sekali antara Kiong Tek ciong dengan ayahmu agaknya seperti mem-punyai suatu dendam kesumat yang dalam."

Berubahlah paras muka Oh Li cu, dia menja-di marah, serunya kemudian dengan cepat.

"Kali ini. akan kusuruh mereka rasakan keli-haian dari anggota Wi-lim-poo!"

Lan See giok sendiripun segera merasa bahwa Tok Nio cu kelewat memandang ren-dah pihak Wi-lim-poo, dengan cepat dia memberi penjelasan.

"Wi-lim-poo mempunyai kekuatan yang besar di telaga Phoa yang oh, kapal perang nya mencapai ratusan buah, anggota benteng pun semuanya kekar dan berdisiplin tinggi, berbicara soal kekuatan, belum tentu mereka berada di bawah kekuatan Tay ang san."-

Gembira nian perasaan Oh Li cu oleh karena Lan See-giok membelai Wi-lim-poo tanpa terasa dia memandang sekejap kearah pbemu-da itu dengjan pandangan megsra.

Tok Nio-cbu tertawa hambar.

"Dalam soal ini, cici rasanya jauh lebih jelas daripadamu, kau lupa rupanya bahwa Tay-ang-san bukan Phoa yang oh."

Merah jengah selembar wajah Lan See giok, sekarang dia baru teringat, biarpun Wi--lim-poo memiliki angkatan laut yang kuat, na-mun memang tak berdaya sama sekali untuk menghadapi pihak Tay ang san.

Oh Li cu tertawa dingin, dengan perasaan tak puas kembali dia bertanya.

"Apa kau anggap keadaan medan dari ben-tengmu itu jauh melebihi ketiga tebing sem-bilan puncak dari Tay ang san, dan anggota-nya jauh lebih banyak daripada kedua belas caycu dari Tay ang san ."

Tok Nio-cu berkerut kening, kemudian men-jawab dengan angkuh:

"Walaupun Pek ho cay bukan terdiri dari dinding baja tembok besi, namun penjagaan serta pertahanan kami kuat sekali. kalau bu-kan seorang jago yang benar-benar sangat hebat, jangan harap bisa memasuki Pek ho cay secara mudah, bahkan mungkin jauh le-bih sukar ketimbang memasuki Tay ang san apalagi biarpun pihak Tay ong san memiliki jago-jago yang tak terhitung jumlahnya, na-mun belum tentu ada yang mampu menandingi kami suami istri berdua."

Lau See giok pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana si Beruang berlengan tunggal didesak oleh Gui Pak ciang dari Pek ho cay sehingga mati kutunya, karena itu dia lebih mempercayai perkataan perempuan itu.

PUCAT pias selembar wajah Oh Li cu sete-lah mendengar perkataan itu, sekujur badannya gemetar keras, dengan perasaan yang amat mendongkol katanya:

"Kalau toh benteng kalian begitu tangguh dan hebat, mengapa adik Giok bisa mema-suki benteng kalian secara mudah?"

Tok Nio-cu mengerling sekejap ke arah Lan See giok, lalu tertawa menggiurkan:

"Berapa banyak sih manusia di dunia ini yang memiliki kepandaian silat sehebat adik Giok?"

Ucapan tersebut kontan membuat Oh LI cu tertegun. seketika itu juga dia melupakan kegenitan Tok Nio-cu, dia tidak tahu perka-taan dari perempuan itu adalah kenyataan ataukah hanya sengaja menyanjung adik Giok nya.

Lan See-giok kuatir kedua oranbg itu ribut lagji. cepat ujarnyga kepada Tok Nibo-cu.

"Sisa hidangan di meja sudah dibersihkan aku rasa kau harus mengirim orang untuk mengundang kehadiran Liang toucu!"

Tok Nio-cu tertawa seraya mengangguk, mereka bertiga segera kembali ke ruang te-ngah. .

Sementara Itu meja di tengah ruangan te-lah diatur kembali dengan rapi, tiga cawan teh telah dihidangkan.

Kepada seorang kacung yang berdiri di luar ruangan. Tok Nio-cu segera berseru dengan suara dalam.

"Undang kehadiran Liang toucu!"

Kacung itu mengiakan dengan cepat ke-mudian buru-buru berjalan ke luar dari! ha-laman.

Beberapa saat kemudian, kacung itu sudah muncul kembali dengan langkah tergesa gesa, begitu sampai di depan pintu, dia segera berseru keras.

"Liang toucu tiba."

"Silahkan!" jawab Tok Nio-cu tersenyum.

Kacung itu segera membalikkan badan dan berseru kembali dengan lantang:

"Hujin mempersilahkan Liang toucu ma-suk!"

Dari depan pintu halaman segera ber-jalan masuk sesosok bayangan manusia.

Dengan senyuman dikulum dan mata me-mancarkan cahaya berkilat, Tok Nio-cu bangkit berdiri dari kursinya,

Lan See giok dan Oh Li-cu serentak turut bangkit berdiri pula . . .

Yang dinamakan Liang Si gwan adalah se-orang sastrawan berusia tiga puluh tahunan, dia mengenakan pakaian model sastra-wan dengan wajah yang bersih, dari ke-seder-hanaannya bisa diketahui bahwa orang ini sangat berbahaya.

Terutama sekali sepasang matanya yang memancarkan sinar tajam dan wajahnya yang memancarkan keseriusan, ini menun-jukkan bahwa diapun seorang yang cerdas.

Begitu bersua dengan Tok Nio-cu, Liang Si gwan buru-buru masuk ke ruang tamu dan memberi hormat sambil katanya:

"Liang Si-gwan, ketua cabang Tiang-lu-tian dari Tay ang san khusus datang men-jumpai nyonya Gui!"

Tok Nio-rcu tertawa hambzar, kemudian mewnjawab nyaring:r

"Liang toucu tak usah banyak adat, silah-kan duduk berbincang-bincang!"

Liang Si gwan mengiakan, dia melirik se-kejap ke arah Lan See giok dan Oh Li cu yang duduk bersanding, kemudian baru duduk di sisi sebelah kanan.

Lan See-giok dapat merasakan bahwa si-kap hormat Liang Si-gwan terhadap Tok Nio-cu sebagian disebabkan karena baik Tok Nio-cu maupun si beruang berlengan tunggal sama-sama merupakan jagoan yang mempu-nyai kedudukan dalam dunia persilatan, se-lain itu juga dikarenakan orang itu agak se-gan terhadap ilmu silatnya yang hebat:

Tapi jika dilihat dari kemampuan Tok Nio-cu sewaktu bertempur melawan Oh Li cu di kota Siang-yang tempo hari rasanya perem-puan tersebut tidak memiliki ilmu silat yang kelewat tangguh.

Dalam pada itu, Liang Si gwan telah me-mandang sekejap kearah Lan See giok serta Oh Li cu, kemudian sambil menjura sekali lagi kepada Tok Nio-cu, ia berkata:

"Berhubung berita kami terputus ditengah jalan sehingga tak bisa menyambut kedata-ngan nyonya serta Lan siauhiap suami istri di luar kota, sengaja aku datang kemari sekarang untuk memohon maaf atas kekhilafan tersebut"

Lan See giok merasa sangat tidak tenang sesudah mendengar Liang Si gwan salah mengira dia dan Oh Li cu sebagai suami istri, namun diapun merasa kurang leluasa untuk membantahnya, dihati kecilnya dia tahu, su-dah pasti hal tersebut terjadi karena percek-cokan Oh Li cu dengan Tok Nio-cu di Siang yang tempo hari.

Sebaiknya Oh Li cu kelihatan agak tersipu sipu, namun dihati kecilnya menunjukkan senyuman penuh kepuasan.

Tok Nio-cu memandang sekejap ke arah Liang Si gwan, kemudian sahutnya lembut.



"Liang toucu kelewat merendah, adapun kedatangan Kami kemari ada kalanya melalui jalan raya. ada kalanya melalui jalan sam-ping, mungkin soal inilah yang membuat kalian tidak peroleh berita kami secara pasti.

Atas pertanyaan tersebut. Liang Si gwan cuma dapat mengangguk seadanya saja, se-telah itu dia baru berkata lebih jauh.

"Untuk kehadiran Nyonya serta Lan siau-hiap suami istri, aku telah peroleh pemberi-tahuan secara langsung dari markas pusat, sehingga segala persiapan telah dilakukan secara baik. Kini aku khusus datang kemari untuk mengundang kalian bertiga, sudi me-ngunjungi pesanggrahan Eng pia kek kami agar dapat dilayani lebih baik."

"Tidak usah." tampik Tok Nio-cu tanpa ragu-ragu. "sekarang hari sudah malam, apa lagi kamarpun sudah dipesan, tak usah mengganggu ketenangan kalian lagi.*

"Nyonya telah datang dari jauh untuk menjenguk kami, sudah sewajarnya bila kami sambut kedatangan nyonya dengan suatu perjamuan besar, paling tidak sebagai pene-bus bagi kekhilafan kami yang tidak me-nyambut dari kejauhan" cepat--cepat Liang Si gwan mendesak lagi.

Lan See-giok sadar, bila mereka sampai datang ke pesanggrahan penyambut tamu agung itu, niscaya gerak-geriknya menjadi kurang leluasa, tapi sebelum ia sempat me-ngucapkan sesuatu, Tok Nio-cu telah berkata sambil tertawa merdu.

""Kami sudah kenyang bersantap maupun minum arak, perjamuan dari Liang Toucu biar kuhadiri di kemudian hari saja."

Liang Si gwan sedikit mengerutkan dahi nya lalu berdiri dengan sopan, katanya lem-but:

"Nyonya dan Lan siauhiap telah menempuh perjalanan selama berhari-hari, sekarang tubuh pasti penat dan perlu beristirahat, aku tak akan mengganggu lebih lama lagi, biar memohon diri sampai di sini saja."

Melihat hal ini Tok Nio-cu seperti teringat akan sesuatu, keningnya berkerut dan mata-nya cerah, sekulum senyuman halus dengan cepat menghiasi bibirnya yang merah.

Cepat dia bangkit berdiri lalu menjawab dengan riang.

"Selamat jalan Liong toucu, maaf bila aku tidak menghantarmu?.

Sementara berbicara, menggunakban ke-sempatan jdisaat Liang Sig gwan sedang mebm-beri hormat, dengan cekatan sekali dia mem-beri tanda kepada Lan See giok dan Oh Li cu yang berdiri di sisinya.

Pada waktu. itu Lan See Giok don Oh Li cu sedang merasa geli atas sikap Liang Si Gwan yang begitu sopan santun dan mau mengun-durkan diri dengan begitu saja. begitu meli-hat tanda rahasia dari Tok Nio-cu, ke dua orang tersebut menjadi melongo don tidak habis mengerti.

Sebaliknya Liong Si gwan yang mende-ngar ucapan Tok Nio-cu yang merdu dan nyaring tersebut menjadi menggigil karena terkejut, apalagi setelah menjura, ia men-jumpai senyuman yang begitu cerah di wajah perem-puan tersebut, wajahnya kontan ber-ubah he-bat.

Buru-buru serunya berulang kali.

"Nyonya tak usah menghantar lagi, nyonya -tak perlu menghantar lagi . , . !"

Sembari berkata. matanya mengawasi tubuh Tok Nio-cu lekat-lekat, sementara tubuhnya mengundurkan diri dengan ter-gesa- gesa.

Berkerut kening Tok Nio-cu melihat sikap lawan, sepasang matanya memancarkan ca-haya berkilat dan tanpa terasa ia perdengar-kan suara tertawa dingin yang penuh me-ngandung hawa napsu membunuh.

Paras muka Liang Si gwan segera me-nun-jukkan perubahan yang semakin ngeri dan takut, sementara gerakan tubuhnya yang mundur pun semakin bertambah cepat."

Lan See giok sebagai seorang pemuda yang saleh dan penuh cinta kasih, meski belum mempunyai pikiran yang kelewat mendalam, toh ia dibuat tertegun juga oleh peristiwa itu, tak tahu apa gerangan yang sesungguhnya telah terjadi?

Dalam pada itu Liang Si gwan telah me-ngundurkan diri dari ruangan, sedang paras muka Tok Nio-cu telah berubah menjadi hi-jau membesi mengerikan sekali . . .

Tiba. tiba . . .!"

Secepat sambaran petir Liang Si gwan membalikkan tubuhnya, kemudian melejit ke tengah udara.

Berkilat sepasang mata Tok Nio-cu, ben-taknya secara tiba-tiba, "Kawanan tikus, kau berarti kurang ajar . .

Belum habis bentakan tersebut,b tangan kanannyja sudah merogohg ke dalam saku bdan cahaya biru berkilauan, dia siap melepaskan serangan ke muka.

Lan See giok yang awas dengan cepat maju setindak, dia cengkeram pergelangan tangan Tok Nio-cu, kemudian berpaling pula ke arah Liang Si gwan, ternyata orang itu sudah tak nampak lagi bayangan tubuhnya.

Baru sekarang Lan See giok mengerti apa sebabnya Liong Si gwan mengundurkan diri dari ruangan secara tergesa - gesa, nampak nya orang itu kuatir sekali bila Tok Nio-cu melepaskan serangannya yang keji.

Hanya ada satu hal yang tidak dipahami olehnya, yaitu apa sebabnya Tok Nio-cu hen-dak membunuh Liang-Si gwan?"

Ketika ia menunduk kembali, terlihat olehnya cahaya biru berkilauan diantara jari-jari tangan Tok-Nio-cu yang lembut, ada tiga bilah pisau terbang liu yap hui to ber-warna biru yang berada dalam genggaman-nya, jelas "pisau-pisau terbang tersebut su-dah diberi racun yang amat jahat.

Pemuda itu tertegun, kemudian melepas-kan genggamannya atas tangan lawan.

Dengan sorot mata tajam Tok Nio-cu me-ngamati wajah Lan See giok lekat-lekat, ke-mudian ujarnya dingin.

"Bila kau membiarkan dia kabur sekarang akhirnya pasti akan menyesal sekali"

Lan See giok tertawa hambar, sahutnya serius:

"Biarkan saja perbuatan mereka mencuri-gakan, asal kita tidak terlepas dari arah dan rel yang sebenarnya."

Merah padam selembar wajah Tok Nio-cu ucapan anak muda tersebut membuatnya terbungkam dalam seribu bahasa.

Oh Li cu yang berdiri di sampingnya me-muji sekali atas kecerdasan dan kecekatan Liang Si gwan bertindak, di samping itu diapun merasa kan betapa kejamnya Tok Nio-cu, bahkan jauh di atas kekejaman sendiri,

Namun begitu, dia pun tidak habis mengerti mengapa Tok Nio-cu hendak turun tangan membunuh Liang Si gwan.

Akhirnya dia bertanya keheranan.

"Apakah kau beranggapan dengan mem-bunuh Liang Si gwan, maka hal ini akan bermanfaat sekali dengan ursaha kita menujzu Tay ang san .w . . ?"

"Tentur saja," jawab Tok Nio-cu tanpa ragu-ragu, "aku berani memastikan Kiong Tek ciong dari Tay ang san hingga kini masih be-lum tahu kalau kita bertiga sudah berada di Tiang siu tian."

"Atas dasar apa kau berkata begini?", tanya oh Li cu tidak puas, Tok. Nio-cu ter-tawa ang-kuh.

"Ditinjau dari kedatangan Liang Si gwan yang tergesa-gesa, dapat dibuktikan kalau kehadiran kita disini telah memberikan rasa kaget yang luar biasa baginya. dari situ pula terbukti kalau pihak Tay ang san masih be-lum mengetahui gerak gerik kita, Liang Si gwan mengundang kita agar menginap di pesanggrahan penerima tamu, hal tersebut tak lain bertujuan untuk mengurangi gerak gerik kita, karena itulah tawarannya ku tam-pik, dia sudah memastikan rupanya bahwa malam ini kita akan berangkat ke Tay ang san, dan hal tersebut membuatnya merasa-kan betapa gawatnya situasi, karena itu dia buru-buru minta diri agar ada waktu cukup untuk melaporkan kejadian ini ke markas besar dan membuat persiapan seperlunya."

Mendengar penjelasan tersebut, Lan See giok. mengangguk berulang kali sembari me-muji.

"Pandangan nyonya memang tepat sekali aku merasa sangat kagum . . . ! `

Tok Nio-cu merasa sangat tak senang karena selama ini Lan See giok selalu me-manggil dirinya dengan sebutan "nyonya", namun dia sendiripun tak bisa memaksa pe-muda tersebut untuk memanggilnya dengan sebutan cici.

Melihat pemuda itu memuji Tok Nio-cu, Oh Li-cu segera mendengus sambil segera me-ngalihkan pokok pembicaraan.

"Kalau dia menduga kita naik gunung tadi malam ini, lebih baik kita sengaja berangkat esok pagi saja"

Waktu itu Tok Nio-cu sedang merasa tak senang hati, mendengar ucapan mana dia segera tertawa dingin.



"Jika besok baru berangkat, aku yakin kecuali adik Giok seorang, kau dan aku ja-ngan harap bisa kembali dalam keadaan hidup,"

Mendengar betapa seriusnya persoalan yang mereka hadapi Lan See giok menyela.

"Kalau memang begitu mari kita be-rangkat sekarang juga!"

"Bila berangkat .sekarang, aku kuatir su-dah agak terlambat," kata Tok Nio-cu sambil memandang sekejap pemuda tersebut dengan pandangan apa boleh buat.

Oh Li-cu menganggap sikap tersebut me-rupakan kesengajaan Tok Nio-cu bersikap sok tegang, segera ujarnya dingin.

"Aku tidak percaya kalau Tay ang san be-gitu hebat dan menakutkan sehingga jauh lebih mengerikan dari pada akherat . . : "

"Hmm. jika kau tak percaya mengapa kita tidak segera berangkat untuk membuktikan sendiri?".

Berbicara sampai di situ, berangkatlah mereka bertiga menuju ke ruang-belakang.

Dalam pada itu para pelayan dan kacung yang melayani pesanggrahan tersebut sudah pada ketakutan dan menyembunyikan diri di sudut ruangan, tak seorangpun diantara mereka yang berani bersuara.

Tiba di halaman belakang, Lan See giok bertiga segera melejit dan melompat naik ke atas atap rumah.

Waktu itu langit masih agak terang karena cahaya rembulan. perkiraan baru mendekati kentongan kedua.

Memandang jauh ke muka, bukit Tay-ang san yang angker berdiri di depan mata, bukit yang terjal dan bayangan hitam yang me-nye-limuti seluruh tanah perbukitan mendatang-kan suasana, yang menggidikkan hati bagi yang melihat .....

Memandang tanah perbukitan itu. Tok- Nio-cu berkata kemudian kepada sang pemuda"

"Kalau dilihat dari keadaan, agaknya mereka masih belum melakukan suatu per-siapan yang ketat ......

Habis kesabaran Lan See giok setelah me-mandang bukit Tay-ang san yang berada di depan mata, ujarnya cepat.

"Kalau toh memang begitu, mari kita be-rangkat sekarang juga:"

Tidak membuang waktu lagi, ketbiga orang itu sjegera mengerahkgan ilmu meringabnkan tubuh masing-masing dan berangkat menuju ke kaki bukit sebelah selatan.

Sementara mereka sedang menempuh per jalanan cepat menuju ke arah tanah perbu-kitan itu, tiba-tiba ..

Ditengah udara bergema suara burung yang terbang melintas dari atas kepala mereka...

Lan See-giok segera menghentikan lang-kahnya sambil mendongakkan kepala-nya, di tengah kegelapan tampak ads selapis titik hitam sedang terbang melintas dengan gera-kan yang cepat sekali, jumlahnya mencapai puluhan.. dan burung-burung merpati itu semuanya terbang menuju kearah bukit.

Berkerut kening Tok Nio-cu menyaksikan kesemuanya itu, dia memandang sekejap ke arah Lan See giok yang sedang memperhati-kan burung-burung merpati itu, lalu ujarnya agak mendongkol.

"Bila bersikap lemah terhadap kaum dur-jana, akibatnya diri sendiri yang rugi, coba kalau Liang-Si-gwan kita bunuh, tidak bakal kita jumpai kesulitan macam begini."

Sembari berkata, sinar matanya yang di-ngin seperti es kembali dialihkan ke wajah Oh li-cu.

Berkobar amarah di dalam dada Oh Li-cu melihat sikap lawannya. ia seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun secara tiba-tiba ia lihat diantara rombongan burung merpati itu ada satu titik bayangan hitam yang menukik ke bawah dan meluncur ke arah tanah tebing bersinar lentera di depan situ.

Mencorong sinar terang dari balik mata Tok Nio-cu, segera serunya keras-keras.

"Adik giok, di depan sana rupanya adalah Tebing mayat menggelapar. ketuanya adalah si hakim paku hati, jika kita serbu tebing tersebut secepatnya, aku rasa para bukit lainnya pasti akan kelabakan dibuatnya.

Selesai berkata dia lantas meluncur ke arah bukit itu lebih dulu, Lan See-giok dan Oh li-cu yang tidak begitu mengenal keadaan medan hanya bisa mengikuti di belakang pe-rempuan itu.

Memasuki mulut, bukit, angin malam terasa berhembus kencang. menggunakan batuan karang dan pohon siong yang tumbuh di situ sebagai perlindungan, mereka bertiga meneruskan perjalanannya ke atas.

Mendekati tempat bersinar lentera itu, Lan See giok memandang sekejap sekitar sana, keningnya segera berkerut, diab merasa keadaanj medan di atas gbukit Tay ang-sban ini tidak sebahaya apa yang dilukiskan Tok Nio-cu sebelumnya.

Tok Nio-cu sendiri walaupun sudah dua kali mengunjungi bukit Tay ang san, namun setiap kali bersama Gui Pak ciang diundang sebagai tamu.

Kini keningnya berkerut setelah meman-dang keadaan sekitar situ dan wajahnya memperlihatkan perasaan serba salah, diam-diam ia mencoba untuk melihat kembali kearah manakah mereka harus meneruskan perjalanannya,

Berbeda sekali dengan Oh li-cu, sesudah melihat keadaan medan dibukit-bukit

Tay ang-san ini, dia baru sadar bahwa keadaan Wi-lim-poo dimana ia berdiam me-mang tidak sebahaya dan seterjal keadaan medan di tempat ini.

Sementara itu Lan See-giok telah melihat sebuah terjalan dinding tebing pada puluhan kaki diarah barat daya mereka, satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya lalu ia berbisik.

"Bila keadaan medan sudah curam dan berbahaya, kebanyakan penjagaan yang mereka lakukan tidak terlalu ketat, mari kita turun ke bawah melalui dinding tebing itu saja"

Tok Nio-cu dan Oh li-cu menjumpai din-ding tebing yang dimaksud tingginya menca-pai ratusan kaki, di atas ditebingpun seperti dipenuhi batuan cadas dan semak belukar, karena yakin mereka masih sanggup untuk melewatinya, maka kedua orang itu segera mengangguk.

Mereka bertiga tidak ragu lagi dan lang-sung menuju ke tebing curam tersebut, tiba di situ Lan See-giok segera memimpin dengan melompat naik lebih dahulu.

Agak tertegun Oh li-cu sesudah menyaksi-kan gerakan tubuh Lan See-giok ketika melompat naik, gerakan begitu cepat seperti burung elang, dalam sekali lompatan saja beberapa kaki bisa melampaui secara mudah.

Baru sekarang dia membuktikan ucapan dari Tok Nio-cu, jadi rupanya perempuan itu bukan mengumpak atau menyanjung kehe-batan adik giok nya.

Di samping itu diapun amat terkejut atas kepesatan ilmu silat yang diperoleh pemuda tersebut dalam setahun belakangan ini.. ..

Ketika memandang pula kearah Tok Nio-cu, dilihatnya perempuan itu pun bisa berge-rak dengan enteng dan cekatan, kenyataan menunjukkan bahwa-ilmu meringankan tubuh yang dimiliki nya masih kalah setring-kat jika dizbandingkan dengwan perempuan terrsebut.

Dalam keadaan was-was dan prihatin, gadis tersebut turut melompat naik dengan menghimpun seluruh kekuatannya.

Sementara itu Lan See-giok telah berubah wajahnya setelah memandang keadaan di seputar sana, rupanya di sepanjang tebing itu ditemukan banyak sekali balok kayu dan batu-batu cadas yang digulingkan ke bawah.

Mungkin saking kagetnya, tanpa terasa dia sampai menghentikan langkahnya di atas sebatang pohon

Menengok ke bawah. di jumpainya Tok Nio-cu serta Oh li-cu masih berada puluhan kaki di bawahnya, baru sekarang ia merasakan betapa berbahayanya keadaan di sekitar situ.

Sedikit saja mereka bertindak kurang hati-hati, batu besar dan kayu raksasa yang dipersiapkan di tepi tebing niscaya akan mengguling ke bawah, dan bila hal ini sampai terjadi, niscaya mereka bertiga akan mati dengan tubuh hancur berantakan.

Dalam keadaan begini. tiba-tiba saja pe-muda itu merasakan bahwa kehadiran Tok, Nio-cu bersama Oh li cu justru merupakan suatu beban baginya, karena itu dia mengu-lapkan tangannya berulang kali memberi tanda agar mereka berdua mendekati ke arahnya.

Tok Nio-cu dan Oh Li-cu segera menangkap tanda tersebut, di dalam beberapa kali lom-patan saja mereka sudah menghampiri-nya. Tok Nio-cu tiba pada sasaran lebih dulu, tapi berhubung pohon itu pendek lagi kecil me-manfaatkan kesempatan tersebut dia berpe-gangan pada lengan kanan sang pemuda sambil menempelkan tubuhnya ke depan pa-yudaranya yang montok dan empuk otomatis menempel sebagian di atas lengan kanan si anak muda tersebut.,

Sayang sekali Lan See-giok yang berada dalam keadaan berbahaya sama sekali tidak berminat untuk memperhatikan kesemuanya itu, dia segera bertindak pula menarik tangan Oh li-cu.

Setibanya di atas pohon, Oh li cu baru menjumpai bagaimana Tok Nio-cu bersandar di atas tubuh kekasihnya, api cemburu segera membara dan api amarahpun berko-bar.



Tapi sebelum ia sempat mengumpatkan kata katanya, Lan See-giok telah menunjuk ke atas tebing di depan sana.

Apa yang terlihat hampir saja membuat Oh li-cu menjerit, tubuhnya segera menggigil karena ketakutan, nyaris dia jatuh tertelung-kup ke bawah, api cemburu yang semula berkobar pun seketika menjadi padam.

Mimpi pun dia tak menyangka bahwa tem-pat dimana ia, berada sekarang merupakan suatu tempat yang begitu berbahaya sehing-ga setiap saat besar kemungkinannya akan merenggut jiwa mereka.

Berbeda sekali dengan keadaan Tok Nio-cu dia tetap bersikap acuh tak acuh terhadap batuan besar dan balok kayu di sekitarnya tebing tersebut, malah sambil tertawa ham-bar, dia manfaatkan kesempatan tersebut untuk menempelkan bibirnya di sisi telinga sang pemuda sembari berbisik lirih:

"Adik Giok keselamatanku dan nona Oh sudah mencapai titik yang kritis dan ke-mungkinan besar akan hilang setiap saat, aku ingin tahu dengan cara apakah engkau menyelamatkan kami sekarang?

Oh li-cu yang melihat kesemuanya ini, di samping merasa kagum atas ketenangan Tok Nio-cu di dalam menghadapi masalah, ia pun mendongkol kepadanya karena perempuan itu pandai memanfaatkan kesempatan untuk bermesraan dengan kekasihnya.

Sedemikian mendongkolnya dan mangkel-nya dia, hampir saja dia tak tahan untuk berteriak-teriak agar pihak atas tebing mele-paskan batu dan balok kayunya sehingga mereka bertiga mampus bersama.

Merah padam selembar wajah Lan See -giok atas pertanyaan tadi, agak tersipu-sipu sa-hutnya:

"Mari kalian ikuti aku naik ke atas tebing setibanya di situ, gunakanlah kesempatan disaat ku terjang para penjaganya. kalian berdua menggunakan tali untuk melompat naik."

Tok Nio-cu dan Oh li cu mengangguk ber-sama dan mengikuti di belakang Lan See -giok untuk melanjutkan gerakannya menuju ke atas tebing, sebisa mungkin mereka mencoba untuk mengurangi suara yang di timbulkan dari baju mereka"

Setibanya dibawa tumpukan batu cadas dan balok kayu tersebut, pertama tama Lan See giok memberi tanda dulu kepada Tok bNio-cu serta Ohj Li cu, kemudiagn tubuhnya meleb-jit ke atas dan menerjang ke arah tali yang mengendalikan tumpukan batu karang serta balok kayu tersebut

Pucat pias selembar wajah Tok Nio-cu serta Oh Li cu melihat kejadian itu, saking kaget-nya hampir saja mereka menjerit tertahan.

Tiba-tiba mereka saksikan Lan See giok menyambar tali sambil berayunan ditengah udara, kemudian dalam satu jumpalitan ia sudah melenting ke atas.

Disaat sepasang kaki Lan See giok menca-pai permukaan tebing dan belum sempat melihat pemandangan di sekitarnya, menda-dak dari tebing itu kedengaran seseorang membentak keras.

"Siapa di situ?"

Sebilah anak panah tiba-tiba dibidikkan ke arahnya.

Lan See giok sangat terkejut, dia rendah-kan bahunya sambil menghindar, anak panah itu segera melesat melalui sisi telinga nya, keadaan berbahaya sekali.

Setelah itu dia baru melihat seorang lelaki kekar sedang mengangkat goloknya dengan gugup untuk siap dibacokkan k e atas tali pengendali jebakan.

Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok menyaksikan kejadian tersebut, ia memben-tak keras, tubuhnya melejit ke udara dan ke-lima jari tangan kanannya memancarkan lima gulung desingan angin jari yang tajam menyambar tubuh lelaki itu.

Jeritan ngeri yang memilukan hati segera bergema memecahkan keheningan, lelaki bergolok itu melejit lalu roboh terkapar di atas tanah...

Apa mau dikata, goloknya yang besar ke-betulan sekali terjatuh di sisi tali tersebut dan tak ampun tali tadi menjadi putus.

Melihat hal ini Lan See giok membentak keras, dengan hati terkejut ia meluncur ke bawah secepat kilat, dengan bentakan kaki kanannya dia injak tali yang putus itu agar berhenti.

Disaat ujung kaki Lan See-giok menginjak tali yang putus itu, dua kali desingan tajam telah meluncur tiba, dua batang anak panah menyambar ke tubuhnya disertai desingan angin tajam.

Lan See-giok sama sekali tidak bergeser dari posisi semula, dengan menghimpun tenaga dalamnya ke ujung baju kanan ia mengebaskannya ke muka, kedua batang anak pariah tersebut segera disapunya se-hingga mencelat.

Sementara itu di atas tebing tbadi sudah berkujmandang suara tgeriakan-teriakabn yang gegap gempita, diantara cahaya tajam yang berkilauan. segenap lelaki penjaga tebing te-lah mengayunkan goloknya untuk membacok putus tali pengendali alat jebakan itu.

Dalam waktu singkat suasana menjadi sangat ramai dan gaduh, keadaanpun terasa bertambah tegang.

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring ber-gema di udara, bayangan manusia ber-kelebat lewat, Tok Nio-cu telah melompat naik ke atas puncak tebing. menyusul kemudian Oh Li-cu dengan pedang terhunus mengikuti di belakangnya.

Bagaikan melepaskan beban yang berat Lan See-giok mengangkat kaki kanannya...

Suara gemuruh yang memekikkan telinga pun bergema memecahkan keheningan, ber-hubung tali pengendali alat jebakan itu terle-pas, maka secara otomatis batu cadas dan balok kayu raksasa yang telah dipersiapkan pun berhamburan memuntah ke bawah te-bing sana ....Bentakan - bentakan keras ber-gema dari empat penjuru, kawanan penjaga di situ bersama-sama mengayunkan senjata-nya sambil menerkam ke arah muka.

Oh Li-cu berkerut kening, wajahnya dingin seperti es, sambil membentak dia menerjang ke muka, pedangnya diayun kian kemari melepaskan bacokan-bacokan maut.

Dalam pada itu Lan See-giok beranggapan kalau tujuannya datang ke sana adalah me-nemukan Beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong secepatnya, dia merasa tidak ada perlunya untuk melibatkan diri dalam pem-bantaian di situ.

Mendadak ia membentak dengan suara keras.

"Enci Cu. hentikan seranganmu!"

Belum habis ia berseru, puluhan orang le-laki kekar itu sudah menerjang tiba, mereka masing - masing mengayunkan sen-jatanya mengancam tubuh Oh Li cu.

Berkilat sepasang mata Oh Li cu diiringi senyuman dingin yang menggidikkan hati, dia lepaskan sebuah bacokan kilat ke arah dua bilah golok yang berada di hadapannya dengan jurus serangan menyikap awan meli-hat sang surya:

"Trriiing traang . . . "

Letupan bunga api segera memancar ke empat penjuru, dua bilah golok besar itu ter-sampok hingga mencelatr ke samping. meznyu-sul bentakawn keras, cahayar tajam menyam-bar lewat dan dua jeritan ngeri yang memilu-kan hati segera bergema memecah kan kehe-ningan.

Diantara darah segar yang memancar ke mana-mana, ke dua orang lelaki itu ter-gele-tak mampus di atas tanah.

puluhan orang lelaki lainnya serentak menyerbu ke depan dan mengepung Oh Li cu ketat-ketat, diiringi bentakan-bentakan nyaring serangan dilancarkan bertubi tubi. Tentu saja oh Li cu tak akan memandang se-belah matapun terhadap kawanan manusia tersebut, pedangnya dengan jurus Hujan angin di delapan penjuru, ia ciptakan lapisan cahaya pedang yang membukit dan mende-sak kawanan lelaki itu,

Sementara itu dari kejauhan sana tampak cahaya api memancar ke udara, nampaknya sebatang anak panah berapi telah dibidik-kan ke tengah udara.

Dengan cepat Lan See giok dapat melihat bagaimana kawanan lelaki yang memenuhi itu kian lama kian bertambah banyak, bila keadaan semacam ini dibiarkan berlangsung terus, sebagaimana yang dikatakan Tok Nio-cu, dia harus melakukan pembantaian secara besar besaran atas orang-orang yang berada di tiga tebing sembilan puncak dan dua belas benteng sebelum bisa bertemu dengan sasa-ran utamanya. bila hal sampai terjadi, nisca-ya dia sudah akan mati kelelahan lebih dulu dibukit Tay ang-san.

Baru saja dia hendak membentak 0h Li cu agar menghentikan pertarungan, mendadak Tok Nio-cu yang berdiri angkuh di arena telah membentak nyaring.

"Tok Nio-cu berada disini, kalian semua cepat hentikan pertarungan--"

Mendengar nama "Tok Nio-cu". kawanan lelaki bersenjata yang sedang menerjang tiba serentak menghentikan langkahnya, sedang-kan puluhan orang lelaki yang mengepung Oh Li cu juga serentak mengundurkan diri, beratus ratus pasang mata yang kaget dan ngeri bersama sama dialihkan ke wajah Tok Nio-cu.

Lan See giok serta Oh Li cu yang menjum-pai hal tersebut menjadi tertegun, mereka berdua sama sekali tak menduga kalau Tok Nio-cu memiliki daya pengaruh yang begitu besar.

Kembali terdengar Tok Nio-cu membentak dengan suara dingin:

"Mana hiangcu kalian yang bertanggung jawab di tempat ini?"

Mendapat pertanyaan tersebut, puluhan orang lelaki yang berada di sekitar tempat Itu menjadi celingukan kian kemari tak lama kemudian dari kejauhan sana tampak tiga sosok bayangan manusia sedang bergerak mendekat dengan kecepatan tinggi.

(Bersambung ke Bagian 26)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar