Anak Harimau Bagian 07

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 07

Bagian 07

Ketika puluhan lelaki kekar itu menyaksi-kan si nona den kedua orang dayangnya berada dalam keadaan basah kuyup, paras muka mereka segera berubah hebat, mereka tahu kalau ke tiga orang gadis itu telah men-jumpai jago lihai di tengah telaga.

Padahal mereka tahu kalau ilmu silat yang dimiliki nonanya sangat lihay, bila nona yang lihay pun bisa dipaksa tercebur ke dalam air, dari sini dapat diketahui kalau kepandaian silat yang dimiliki orang itu pasti lihay sekali.

Tapi setelah mereka saksikan Lan See giok yang tergeletak dalam sampan, puluhan orang lelaki kekar itu kembali dibuat tidak habis mengerti, tiada orang yang percaya kalau nona mereka telah dipaksa terjun ke dalam air oleh seorang bocah yang baru berusia lima enam belas tahun tersebut.

Tiba-tiba terlihat nona berbaju putih itu memberi tanda, sampan kecil itu pun segera berhenti.

Lan See giok sadar bahwa dia bakal celaka, setelah sampai di dalam benteng, niscaya dia akan diserahkan kepada kawanan lelaki kekar itu untuk dijebloskan ke dalam penjara air.

Sambil bertolak pinggang gadis berbaju putih itu memandang sekejap sekeliling arena, puluhan orang lelaki itupun cepat-ce-pat menundukkan kepalanya dengan keta-kutan.

""Apakah Lo-pocu telah kembali?" gadis itu segera menegur dengan suara dalam.

Seorang lelaki bercambang segera me-nya-hut dengan kepala tertunduk dan sikap hor-mat:

"Lapor nona, Lo pocu belum kembali!"

Dengan perasaan kaget bercampur ke-heranan, gadis berbaju patih itu berkerut kening, kemudian tanyanya lebih jauh:

"Tengah hari tadi, Be congkoan telah me-ngutus siapa untuk menyambut kedatang-an Lo pocu?"

"Tui-keng-kui (setan pengejar ikan paus). Yau Huang, salah seorang diantara tiga se-tan!" kembali lelaki bercambang itu men-jawab dengan sikap yang sangat meng-hor-mat.

Kemudian setelah memandang sekejap ke pintu belakang, lelaki itu menambahkan:

"Barusan, Be congkoan telah mengirim pula dua setan lainnya untuk menyambut pocu!"

Tampaknya nona berbaju putih itu merasa agak lega setelah mendengar ucapan itu, dia lantas mengangguk dan memerintahkan sampan untuk bergerak maju.

Tiba-tiba terdengar lelaki bercambang itu bertanya dengan sikap hormat:

"Nona, apakah mata-mata itu perlu di-tahan di sini untuk diperiksa?"

Lan See giok merasa terkejut sekali, tanpa terasa dia menggenggam senjata gurdi emasnya kencang-kencang.

"Tidak usah, aku masih ada persoalan yang hendak ditanyakan kepadanya!" tukas nona itu dengan suara dalam.

Selesai berkata, sampan kecil itu sudah bergerak melewati pintu benteng tersebut.

Lan See giok menjadi lega kembali setelah perahu itu meneruskan perjalanan.

Entah berapa lama sampan kecil itu ber-gerak maju menembusi jalan air di dalam benteng, di sekeliling tempat itu penuh de-ngan bangunan rumah dan loteng yang ter-buat dari batu hijau, meski di tengah ke-ge-lapan namun suasana tetap terang benderang, sebab setiap berapa kaki tampak sebuah lampu lentera.

Bangunan benteng Wi lim poo itu benar-benar luas sekali, setelah melalui jalan air yang menembusi berapa rumah besar, akhirnya mereka baru memasuki sebuah pintu air, menyeberangi jembatan berbentuk bulan dan berhenti di depan sebuah pintu gerbang berwarna merah.

Apa yang terlihat di sepanjang perjalanan, membuat Lan See giok merasa putus asa. karena dia merasa harapannya untuk mela-rikan diri tipis sekali.

Tempat apakah benteng Wi lim poo ini? sarang perampok kah? Atau suatu markas besar dari suatu perkumpulan besar dalam dunia persilatan? Atau mungkin tempat per-tapaan seorang jago persilatan yang me-ngasingkan diri? selama ini, belum pernah ia mendengar ayahnya menyinggung tentang hal ini.

Tapi ada satu hal yang bisa diduga olehnya, Lo pocu dari benteng wi lim poo ini sudah pasti adalah seorang kakek yang ber-ilmu silat sangat tinggi.

Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dia teringat kembali akan dendam sakit hati ayahnya, maka pikirnya lebih jauh:

"Kalau toh lo-pocu dari benteng ini me-ru-pakan jago silat yang berilmu tinggi, mengapa aku tidak mengangkatnya menjadi guruku --?"

Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya dia merasa tubuhnya telah digotong oleh dua orang dayang.

Kemudian senjata gurdi emas itupun di ambil oleh si nona berbaju putih tersebut.

Dengan cepat Lan See giok tersadar kem-bali dari lamunannya, kembali dia berpikir:

"Jiwaku sendiripun belum tentu bisa di dipertahankan. buat apa aku mesti berkhayal yang bukan-bukan---?"

Tiba-tiba ia mendengar gadis berbaju putih itu sedang menegur dengan suara nyaring:

"Siau ci, apakah kau tak dapat meng-angkat kepala itu lebih ke atas sedikit?"

Lan See giok merasa kepalanya segera ter-angkat lebih tinggi sehingga terasa nyaman sekali, tapi bersamaan itu pula Lan See giok merasa kebingungan, dia tak habis mengerti apa sebabnya nona itu ber-sikap begitu baik terhadap dirinya..

Tiba-tiba terdengar suara sorak sorai yang penuh kegembiraan berkumandang datang:

"Nona telah datang, nona telah pulang!" Oleh karena nona berbaju putih itu ber-jalan di samping Lan See giok, maka bocah itu tak berani membuka matanya, secara lamat-lamat dia hanya merasa dirinya di bawa ma-suk ke dalam sebuah pintu berbentuk bulat.

Suara langkah dan sorak gembira menda-dak terhenti, sekelompok pelayan yang datang menyambut segera berhenti dan menjadi hening, agaknya mereka sedang dibuat tercengang oleh kehadiran Lan See giok yang digotong Siau lian serta Siau ci.

Kemudian ia mendengar pula nona berbaju putih itu berseru cepat:

"Kalian segera menyiapkan air untuk membersihkan badan dan hidangan ma-lam..."

Suara langkah yang ramai kembali terde-ngar, kali ini pelayan-pelayan tersebut pergi menjauh.

Kemudian ia merasa digotong masuk menaiki undak undakan dan memasuki se-buah ruangan.

Kembali terdengar gadis itu berseru:

"Letakkan dulu di atas tempat duduk ber-sulam!""

Lan See giok tidak tahu bagaimanakah bentuk tempat duduk bersulam itu, ia hanya merasakan badannya dibaringkan di atas tempat yang empuk dan nyaman di mana tangannya menyentuh terasa tempat itu em-puk sekali.

Kemudian kedengaran nona itu berkata lagi dengan suara yang jauh lebih lembut:

"Sekarang kalian berdua boleh pergi mem-bersihkan badan dan berganti pakaian!"

Dua orang dayang itu mengiakan lalu ber-lalu dari situ.

Cahaya lampu dalam ruangan itu terang benderang membuat Lan See giok merasa agak silau. Lambat-lambat diapun mende-ngar suara bisik bisikan lirih di kejauhan sana.

Tapi Lan See giok tahu kalau tak jauh dari situ masih berdiri beberapa orang dan ia pun tahu kalau si nona berbaju putih itu telah pergi.

Tak selang berapa saat kemudian, suara lirih tadi kedengaran makin mendekat, tam-paknya seperti berjalan ke arahnya. .

". . . kenapa dia masih tidur terus. . .?"

"Mungkin jalan darahnya ditotok oleh nona. . .""

" . . oooh, tampan sekali wajahnya . ."

"Siau-ho, jangan sentuh dia. hati-hati kalau kulitmu disayat oleh nona . . . "

Serombongan pelayan mengerumuni tem-pat itu sambil berbincang tiada hentinya, Lan See giok segera merasakan seluruh badannya bagaikan ditusuk-tusuk dengan jarum.

Mendadak suasana menjadi hening, lalu pelayan-pelayan itu membubarkan diri de-ngan cepat sesaat kemudian kedengaran lagi suara langkah manusia yang mendekat.



Ditinjau dari sikap gugup dan tegang dari pelayan-pelayan itu, Lan See giok lantas menduga kalau nona berbaju putih itu telah balik kembali ke situ.

Benar juga, segera terendus bau harum semerbak yang merangsang hati, disusul se-buah tangan menghantam pelan di atas jalan darah Mia-bun-hiat di tubuhnya.

Lan See-giok tahu kalau si nona sedang membebaskan jalan darahnya, maka dia berpura-pura menghembuskan napas panjang, menggeliat dan pelan-pelan membuka matanya.

Tapi sinar mata yang silau segera membuat sepasang matanya terpejam kembali...

Ketika biji matanya berputar dia saksikan nona berbaju putih itu masih tetap mengenakan pakaiannya yang basah, sedang di tangannya membawa beberapa stel pakaian, dia sedang memandang ke arahnya sambil tersenyum manis...

Lan See-giok pura-pura terkejut, cepat-cepat dia melompat turun dari atas tempat duduk, lalu dengan tangan kiri melindungi muka, tangan kanan melindungi dada, dia bersikap dalam posisi siap siaga.

Sementara sepasang matanya yang jeli berlagak memandang nona berbaju putih itu dengan tegang.

Tindakan Lan See-giok yang sangat tiba-tiba ini, kontan saja membuat beberapa orang dayang tersebut menjadi tertegun dan gelagapan dibuatnya.

Si nona berbaju putih itu sendiri masih tetap bersikap tenang, malah sekulum senyuman segera menghiasi bibirnya setelah menyaksikan ketegangan Lan See-giok, ini membuat sepasang payudaranya turut bergoncang keras mengikuti suara tertawa cekikikannya.

ooo0ooo

BAB 6

PEMILIK BENTENG WI-LIM-PO

DENGAN sepasang matanya yang genit dan menggiurkan nona berbaju putih itu. me-mandang sekejap ke arah Lan See giok, ke-mudian katanya sambil tertawa cekikikan:

"Bocah dungu, hayo cepat membersihkan badan dan tukar pakaian."

Seraya berkata dia segera berjbalan lebih duluj di depan.

gSekalipun Lan Sbee giok merasa kurang senang atas panggilan itu, tapi dia tak berani bersikap kelewat keras karena dia takut akan terbongkar rahasianya sehingga menyulitkan diri sendiri.

Karena itulah setelah tertegun sejenak, dia pun mengikuti di belakang gadis tersebut.

Menelusuri ruangan dalam, ia saksikan semua perabot yang ada di situ rata-rata in-dah dan mahal harganya, lantainya dilapisi permadani merah sedang lentera keraton menghiasi mana-mana, benar-benar suatu dekorasi yang indah sekali.

Beberapa orang dayang yang berada di sana rata-rata berusia empat lima belas ta-hunan, mereka mengenakan pakaian ber-warna merah, kuning, hijau dan biru, saat itu mereka semua sedang berdiri di depan pintu berbentuk bulat dengan wajah ke-heranan.

Baru pertama kali ini Lan See giok me-nyaksikan dekorasi yang begini indahnya, setiap macam benda yang ada di sana me-nimbulkan rasa ingin tahunya, untung saja ia masih sanggup untuk mengendalikan ge-jolak perasaan dalam hatinya.

Setelah menembusi ruangan dalam, akhir-nya gadis berbaju putih itu mengajaknya menuju ke depan sebuah pintu kecil di mana tampak ada dua orang dayang berbaju bunga berdiri di situ.

Lan See giok tahu bahwa tempat itulah tempat untuk membersihkan badan . . .

Benar juga, nona berbaju putih itu segera berhenti dan katanya sambil tertawa:

"Cepat masuk, setelah membersihkan badan gantilah dengan pakaian ini..."

Sembari berkata dia lantas menyodorkan beberapa stel pakaian itu kepada Lan See giok.

Si anak muda itupun tidak sungkan-sung-kan, dia segera menerima pakaian ter-sebut dan masuk ke dalam ruangan.

Dua orang dayang yang berada di luar de-ngan cepat menutupkan pintu ruangan.

Dengan wajah ingin tahu, Lan See giok memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu dia lihat di ujung ruangan terdapat sebuah rak pakaian, lalu di bagian tengah terdapat sebuah bak mandi terbuat dari kayu, isi bak itu setengah penuh dan mengepalkan uap panas, seluruh ruangan terasa harum se-merbak.

Ia tahu kamar untuk membersihkban badan ini mujngkin merupakang kamar mandi prbibadi si nona berbaju putih itu, ia menjadi ber-pikir pikir, kenapa nona berbaju putih itu bersikap istimewa kepadanya.

Selesai membersihkan badan, untuk se-mentara waktu dia terpaksa harus me-ngena-kan pakaian pemberian gadis itu.

Ternyata pakaian itu terdiri dari jubah biru dengan celana hijau, pakaian dalam putih, sepatu model busa . . . .

Semua bahan pakaian terbuat dari bahan sutera yang sangat halus don mahal harga nya, tanpa terasa Lan See giok berkerut kening.

Meski usianya masih kecil, namun dia merasa tak terbiasa mengenakan pakaian yang berwarna warni seperti itu.

"Aaaah, tak apalah" akhirnya dia berpikir "toh pakaian ini kupakai untuk sementara waktu . . ."

Pakaian dalamnya persis, tapi celananya. kelewat panjang, sepatunya kelewat sempit, pakaian luarnya agak kedodoran, walaupun kurang necis, tapi dapat terlihat betapa tam-pannya pemuda itu.

Selesai berdandan, dia lantas celingukan lagi ke sana ke mari untuk mencari air guna mencuci pakaian sendiri . . .

Pada saat itulah, pintu diketuk orang seca-ra tiba-tiba, kemudian terdengar pelayan itu bertanya:

"Kongcu, sudah selesaikah mandimu?"

Kongcu? Lan See-giok merasa asing sekali terhadap panggilan itu, tapi dia tahu pang-gilan tersebut ditujukan kepadanya.

Maka diapun membalikkan badan sambil membuka pintu. kemudian melangkah ke luar dari ruangan itu.

Dua orang dayang itu nampak tertegun untuk sesaat, agaknya baru pertama kali ini mereka jumpai seorang pemuda yang begitu tampan.

Sedang Lan See giok mengira mereka se-dang mentertawakan pakaiannya yang kedo-doran, tanpa terasa dengan wajah berubah menjadi merah padam tanyanya sambil ter-tawa

"Adik kecil berrdua, tolong carzikan air sedikiwt . .

Sekarli lagi kedua orang dayang itu tertegun, tapi setelah berpikir sebentar mereka segera memahami jalan pemikiran pemuda itu, kontan saja mereka tertawa ce-kikikan.

Salah seorang dayang yang berusia agak tua segera berkata sambil tersenyum ramah:

"Kongcu, pakaianmu akan budak cucikan, silahkan kongcu bersantap malam lebih dulu!"

Dengan sopan Lan See giok mengucapkan terima kasih, kemudian berjalan menuju ke ruang depan.

Tiba di ruang muka sebuah meja per-jamuan telah disiapkan, mangkuk piring yang terbuat dari perak telah dihidangkan secara lengkap.

Beberapa orang dayang berdiri penuh hor-mat di sudut ruangan, sedang nona ber-baju putih itu masih belum nampak.

Lan See-giok memang merasa amat lapar, apalagi setelah menyaksikan hidangan ma-lam yang lezat, perutnya merasa semakin la-par.

Di atas meja tersedia dua perangkat mang-kuk sumpit, itu berarti bukan disiapkan buat dia seorang saja, karena itu dengan sabar dia pun menantikan kemunculan si nona terse-but.

Sambil menundukkan kepala dia pun ber-jalan kian kemari, sementara otaknya ber-putar terus untuk menemukan cara yang baik untuk meloloskan diri dari situ.

Pemandangan malam di luar ruangan nampak sangat indah, bintang-bintang ber-kerlipan di tengah angkasa yang gelap, selu-ruh benteng Wi lim poo berada dalam keadaan hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.

Beberapa orang pelayan berdiri mem-bung-kam di tempat, sementara sorot mata mereka yang jeli mengikuti gerak gerik Lan See giok berjalan kian kemari.

Membayangkan kembali pengalamannya selama dua hari belakangan ini, Lan See giok merasa seakan akan sudah melewati waktu selama satu dua bulan, meski demikian dia merasa hatinya lega dan nyaman, sebab ia dapat lolos dari cengkeraman To oh cay jin (si manusia cacad telinga) Oh Tin san.



Kini dia memutuskan untuk tidak ter-buru buru mengunjungi bibi Wan, dia harus menunggu sampai kelima manusia cacad dari tiga telaga berlalu dan meninggalkan tempat tersebut jauh-jauh karena merasa sadar bahwa harapan mereka amat tipis, kemudian barulah berusaha untuk pergi ke sana.

Ia beranggapan bersembunyi di dalam benteng Wi lim poo merupakan tempat per-sembunyian yang paling rahasia, mimpipun ke lima manusia cacad serta kakek berjubah kuning itu tak akan menduga kalau dia berada di sini.

Bila teringat kembali kejadian yang di-alami malam tadi, hingga sekarang jantung-nya ma-sih terasa berdebar keras, pertempuran-nya melawan si perompak yang mati tertusuk di air serta pertarungannya melawan gadis-gadis itu hampir saja membinasakan dirinya di dalam air telaga.

Membayangkan kembali kesemuanya itu, tanpa terasa Lan See giok terbayang kembali akan kepandaian sakti yang dimiliki si nona berbaju putih sewaktu berada dalam air, dia memutuskan untuk mempelajari ke-pandaian tersebut secara baik-baik.

Siapa tahu dalam sepanjang sejarah hidupnya dia akan menjumpai bencana ban-jir? Atau mungkin akan bertemu perompak dan mengalami musibah kapalnya karam? Tanpa dibekali ilmu dalam air yang sempurna biarpun ilmu silat yang dimiliki cukup hebat-pun jangan harap bisa mempertahan kan hidupnya dengan baik---

Sementara ia masih melamun sampai di situ, mendadak terdengar suara dentingan nyaring berkumandang datang.

Lan See giok segera menghentikan langkah nya seraya berpaling, tampak dua orang dayang cilik lari masuk ke dalam ruangan dengan wajah tergopoh gopoh.

Kemudian setibanya di depan pintu, ke dua orang dayang itu memisahkan diri dan berdiri di kiri dan kanan.

Tak lama kemudian suara dentingan tadi makin mendekat dan akhirnya tirai di-singkap orang.

Agak berkilat sepasang mata Lan See giok setelah melihat apa yang tertera di depan mata, seorang gadis cantik rupawan dengan perawakan yang ramping dan indah tahu- tahu sudah muncul di depan mata.

Rambbut si nona cantjik itu disanggugl tinggi denganb mutu manikam menghiasi mahkota nya, ia berwajah potongan kwaci, alis mata-nya indah dengan bibir yang mungil, gaun-nya berwarna putih dengan pakaian warna hijau pupus, suatu perpaduan yang mem-buat wajahnya nampak lebih cantik dan menawan hati.

Setelah diamati beberapa saat, Lan See giok baru mengenali kalau si nona anggun yang berbadan indah ini ternyata tak lain adalah si nona berbaju putih tadi.

Gadis cantik itu berdiri tertegun pula di depan pintu sepasang matanya yang jeli mengawasi juga wajah Lan See giok yang baru selesai membersihkan badan dengan termangu.

Ia benar-benar terkejut sampai tertegun, tak terlukiskan rasa girang dan gembira yang berkecamuk di dalam dadanya.

Lan See giok yang selesai membersihkan badan dan berganti pakaian, nampak begitu tampan dan gagah, wajahnya yang memerah tambah dilihat tambah menarik hati.

Ia berdoa semoga Lan See giok bukan se-o-rang bocah berusia lima enam belas tahun, dia berharap pemuda itu sudah termasuk seorang pemuda dewasa, sebab tahun ini dia sendiri telah berumur sembilan belas tahun.

Setelah termangu sesaat, sambil tertawa manis gadis, berbaju putih itu maju mendekat, katanya sambil menunjuk ke arah meja:

"Ayo silahkan, jangan kau tunda lebih lama lagi"

Lan See giok memang memutuskan untuk berdiam sementara waktu di dalam benteng Wi lim-poo sampai suasana menjadi aman kembali, maka sambil tertawa dia manggut-manggut, pertanda kalau dia tidak berniat bermusuhan.

Sewaktu si nona mempersilahkan Lan See giok duduk di kursi utama, tanpa sungkan pemuda itu mengikutinya.

Mendadak, dari luar pintu berkumandang suara langkah kaki manusia yang tergesa-gesa.

Lan See giok segera berpaling, tampak se-o-rang dayang berbaju kuning sedang berla-rian masuk ke dalam ruangan dengan wajah gugup bercampur tegang.

Dengan kening berkerut si nonab segera menegurj:

"Apa yangg terjadi di tembpat hujin sana?"

"Lapor nona" kata dayang itu cepat-cepat, "Lo pocu telah pulang, entah mengapa dia sedang marah-marah di ruang tamu....."

"Aaaah, tahukah kau apa yang menyebab-kan lo pocu marah-marah?" sela si nona sambil menjerit kaget.

"Menurut laporan dari Be-congkoan kepada nyonya. Tui keng hi ( Setan pengejar ikan paus ) yang diutus untuk menjemput lo-pocu ditemukan tewas tertusuk dalam air telaga, mayatnya sudah terapung di atas permukaan air.

Lan See giok amat terkejut setelah mendengar laporan itu sehingga tanpa terasa wajahnya berubah, pikirnya:

"Jangan-jangan si setan pengejar ikan paus adalah orang yang mati kutusuk tadi?"

Tapi ia segera merasa jalan pemikirannya tidak benar, bukankah si setan pengejar ikan paus ditugaskan untuk menjemput Lo pocu-nya, bukan orang yang ditugaskan mencari dia?

"Aaaah, pasti orang itu hanya seorang perompak air . . . !" akhirnya dia me-nyimpul-kan.

Berpikir sampai di situ, hatinya yang tak tenang pun segera menjadi tenang kembali.

Maka sambil memandang si nona ber-baju putih yang termangu, selanya:

"Tolong tanya nona, kecuali benteng kalian, apakah di sekitar telaga ini masih terdapat markas besar dari perkumpulan atau pergu-ruan lain-.-"

Sekulum senyuman sinis dan angkuh segera melintas di wajah nona berbaju putih itu, sahutnya:

"ikan dan udangpun tak berani berenang mendekati benteng Wi lim poo, apa lagi per-guruan atau perkumpulan lain, masa mereka berani mendirikan markasnya di sekitar ini?"

Lan See giok memang bukan anak bodoh, dari sikap angkuh si nona berbaju putih itu, ia sudah menyimpulkan kalau tiada orang luar yang berani mendekati daerah telaga tersebut.

Terdengar si nona berbaju putih itu berta-nya lagi kepada si dayang berbaju kuning:

"Mayat si setan pengejar ikan paus di-temu-kan di daerah air sebelah mana?"

Dayang itu segera menggelengkan kepala-nya berulang kali.

"Budak tidak trahu, sewaktu huzjin ber-tanya lwo-pocu sendiri rtidak menjawab, maka budak lihat lebih baik nona saja yang men-coba membujuk lo pocu-- "

Gadis berbaju putih itu segera mengerut-kan dahinya, seakan akan merasa segan untuk pergi, tapi setelah termenung sejenak akhirnya ia berkata.

"Pergilah dulu, bilang saja aku akan segera menyusul !".

Dayang berbaju putih itu mengiakan de-ngan hormat, kemudian membalikkan badan dan terburu buru meninggalkan tempat tersebut.

Sepeninggal si dayang, nona berbaju putih itu baru berpaling kearah Lan See giok sam-bil berkata:

"Dalam benteng kami terdapat tiga orang jago yang disebut tiga setan, di antara ke tiga orang ini, si setan pengejar ikan paus terma-suk orang yang berilmu paling tinggi, ilmunya di dalam airpun paling sempurna, biarpun bertemu jago lihay, semestinya tak mungkin ia akan tertusuk mati di dalam air . . . . sete-lah berhenti sejenak, tergerak hatinya, cepat dia berguman lebih jauh:

"Jangan-jangan sudah bertemu dengan Huan kang ciong liong ( naga sakti Pembalik sungai)?"

Dari pembicaraan itu kembali Lan See -giok menyimpulkan bahwa antara pihak Wi lim Poo dengan si naga sakti pembalik sungai pasti terdapat perselisihan, cuma dia tak be-rani banyak bertanya.

Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata nona berbaju putih itu, ia segera berpaling ke arah Lan See giok, kemudian tanyanya:

"Mengapa kau mendatangi telaga Lu wi -tong kami malam ini? Di tengah jalan tadi apakah kau telah bersua dengan seorang le-laki setengah umur berbaju hitam, beralis tebal dengan mata yang jeli? Atau mungkin sudah terjadi pertarungan diantara kalian?"



"Sejak memasuki telaga ini, tak sesosok bayangan manusiapun yang kujumpai, mana mungkin bisa terlibat dalam suasana perta-rungan?" sahut pemuda tanpa ragu.

Gadis berbaju putih itu cukup memahami kalau Lan See-giok tidak mengerti ilmu dalam air, jadi mustahil ia dapat membunuh si se-tan pengejar ikan paus yang lihay dalam soal ilmu berenang di dalam air, maka dengan kening berkerut dan nada tak me-ngerti gumamnya lebih jauh:

"Lantas, mengapa kau memasuki telaga Lu-wi tong?"

Tak terkirakan rasa mendongkol Lan See- giok: tiba-tiba teriaknya dengan marah:

"Kapan sih aku bilang mau datang ke mari? Semalam toh aku cuma bertidur di dalam perahu, sewaktu mendusin perahuku sudah terbawa arus hingga sampai di dalam wilayah Lu-wi tong, padahal aku tak mengerti ilmu berenang, aku pun tak pandai menda-yung...."

Melihat kemarahan sang pemuda yang kian lama kian menjadi, nona berbaju putih itu semakin yakin kalau di balik kesemuanya ini masih terdapat hal-hal lain, namun tampak-nya diapun enggan untuk bertanya lebih jauh, maka sambil, tersenyum katanya:

"Arus dari telaga ini menang sering kali berubah ubah, ada kalanya angin telaga da-pat membawa sampan kecil menuju ke arah yang lain, kejadian semacam ini umum dan tiada sesuatu yang aneh, ayo cepat bersan-tap!"

Sembari berkata dia mengambil sumpit perak.

Melihat gadis berbaju putih itu tidak berta-nya lebih jauh dan kebetulan hal ini memang sesuai dengan keinginannya, maka diapun mulai bersantap.

Baru saja hidangan akan dimasukkan ke mulut, mendadak tampak seorang dayang berlari masuk dengan tergesa gesa, lalu ber-bisik lirih:

"Nona, lo-pocu datang!"

Berubah wajah si nona berbaju putih itu. ia tahu pastilah si dayang berbaju kuning yang melaporkan kepada ayahnya kalau di situ hadir seorang pemuda tampan.

Cepat-cepat dia bangkit dan lari ke luar untuk menyambut kedatangan ayahnya.

Sementara itu dari ruang tengabh terdengar suajra langkah kakig manusia, yang bbergema semakin mendekat, lalu terdengar gadis ber-baju putih itu berseru memanggil:

"Ayah. . .""

Meminjam cahaya lentera yang memancar ke luar dari ruangan Lan See giok ikut me-mandang ke depan, tapi dengan cepat selu-ruh badannya gemetar keras, wajahnya berubah hebat, hidangan yang baru saja di antar ke mulut pun segera terjatuh kembali ke atas tanah.

Mimpipun dia tak pernah menyangka kalau lo pocu dari benteng Wi lim poo ter-nyata adalah si manusia cacad telinga Oh Tin san yang baru saja berhasil dihindari...

Manusia cacad telinga Oh Tin san sendiri pun nampak terkejut bercampur gembira setelah mengetahui pemuda yang duduk di ruangan tak lain adalah Lan See giok.

Cepat-cepat Lan See giok berusaha mene-nangkan hatinya, satu ingatan segera melin-tas dalam benaknya, segera dia melepaskan sumpitnya dan menangis tersedu sedu.

Kemudian dengan suara keras teriaknya:

"Empek- --"

Ia lari ke depan menyongsong orang itu.

Perubahan yang berlangsung secara tiba-tiba ini bukan saja membuat semua dayang menjadi tertegun. bahkan gadis berbaju putih sendiripun sampai berdiri melongo.

Dengan cepat Lan See giok menubruk dan memeluk si manusia cacad telinga erat-erat lalu meledaklah isak tangisnya.

Hawa amarah yang semula berkobar dalam dada manusia cacad telinga Oh Tin san se-ketika lenyap tak berbekas, ia tak bisa me-ngendalikan rasa girangnya lagi dan men-dongakkan kepalanya sambil tertawa terba-hak-bahak.

Begitu keras, suara tertawanya sehingga menggetarkan seluruh benteng Wi lim poo.

Setelah termangu beberapa saat, gadis berbaju putih itu segera berteriak keras.

"Ayah, sebenarnya apa yang telah terjadi?" Manusia cacad telinga Oh Tin san menghen-tikan gelak tertawanya, sambil membelai tubuh Lan See giok dengan penuh rasa gem-bira ia berkata:

"Anak bodoh, jangan menangis lagi, ini rumahmu, kau adalah satu satunya sau pocu dari benteng ini"

Kemudian sambbil mendorong sajng bocah, tanyagnya lagi sambilb tertawa senang:

"Anak bodoh, coba kau lihat siapakah bu-dak yang cantik itu?"

Sembari berkata dia menunjuk ke arah si nona berbaju putih yang sementara itu dari rasa kaget dan tercengangnya telah berubah menjadi luapan kegembiraan.

Lan See giok sendiripun segera me-nyadari akan masalah yang sedang dihadapi dengan berpura-pura terkejut bercampur gembira teriaknya keras-keras:

"Kau adalah enci Cu!"

Di tengah sorak gembiranya dia lari ke de-pan dan memeluk pinggang nona berbaju putih itu kencang-kencang kemudian seru-nya tiada hentinya:

"Enci Cu, enci Cu. . . .""

Meskipun nona berbaju putih Oh Li cu ter-hitung seorang gadis jalang yang cabul, toh ia dibuat malu dan tersipu-sipu oleh pelukan Lan See giok tersebut, wajahnya segera berubah menjadi merah padam bagai kepi-ting rebus.

Apalagi perawakan tubuh Lan See giok su-dah sejajar dengan ketinggian tubuhnya.

Biarpun Oh Tin-san yang licik dan keji berakal bulus dan berpengalaman luas, tak urung semua kecurigaannya lenyap tak ber-bekas setelah menyaksikan sikap gembira dari Lan See giok.

Pemuda Lan See-giok memang pintar sekali, setelah memeluk tubuh Oh Li cu yang bahenol erat-erat, mendadak dia berlagak tersipu-sipu dan buru-buru melepaskan pe-lukannya, kemudian dengan wajah jengah menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Oh Tin san.

Biarpun Oh Tin san licik dan hebat, hilang lenyap semua kecurigaannya sekarang. malah tak tertahankan lagi ia tertawa terba-hak-bahak.

"Bocah bodoh, mengapa malu?" tegurnya dengan gembira, "cepat, beritahu kepada em-pek, cantik kah enci Cu?"

"Enci Cu amat cantik!" sahut pemuda itu dengan kepala tertunduk rendah-rendah.

Merah dadu selembar wajah Oh Li-cu karena jengah, napsu birahinya segera te-rangsang dan sinar matanya memancarkan napsu birahi yang amat tebal.

Memandang Lan Sree giok yang bezrada di-hadapanwnya, manusia carcad telinga 0h Tin san merasa seolah-olah kotak kecil itu sudah berada di dalam genggamannya, tak terlukis kan rasa gembiranya waktu itu.

Serunya kemudian sambil menepuk bahu Lan See giok dengan tangannya yang kurus kering:

"Jika enci Cu memang cantik, bagaimana kalau empek jodohkan enci Cu untuk menja-di istrimu!"

Ucapan tersebut kembali membuat 0h Li cu merasakan timbulnya aliran hawa panas dari antara pahanya terus meluncur ke atas, buru-buru serunya dengan manja:

"Ayah, Cu ji tak bisa berbakti lagi kepadamu di kemudian hari. . ."

Tergerak hati Lan See giok, dengan cepat ia berpaling ke arah Oh Tin san lalu sambil tertawa manggut tiada hentinya.

Sekali lagi Oh Tin san mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, pikirnya:

"Asal aku si manusia cacad telinga mem-peroleh kotak kecil itu, sudah pasti dunia berada di bawah telapak kakiku!"

Pada saat itulah....

Mendadak dari belakang beberapa orang itu berkumandang suara teguran seorang perempuan setengah umur dengan nada terkejut:

"Tin san, persoalan apa sih yang membuat kau tertawa terbahak bahak . . . ?"

Lan See giok turut berpaling, ia saksikan di depan pintu telah berdiri seorang nyonya tua bersanggul tinggi, berkeriput mukanya dan berbedak serta gincu amat tebal.

Biarpun usianya sudah tua, namun nyonya itu masih tetap "hot" dengan anting-anting model dakocan yang amat besar menghiasi telinganya, ia memakai gaun hijau pupus dikombinasikan baju berwarna merah darah, sepatunya berwarna merah juga, ini menun-jukkan kalau perempuan ini biar sudah tua namun seorang yang suka pesolek.



Melihat tampang perempuan tua itu, Lan See giok segera menduga kalau dia adalah bininya si manusia cacad telinga.

Benar juga, Oh Li cu segera lari menyong-song kedatangan perempuan itu sambil ber-seru manja:

"Ibu, ayah menganiaya Cu ji!"

Sambil berseru dia menjatuhkan diri ke dalam pelukan nyonya tua tersebut.

Walaupun nyonya tua itu masih dihiasi dengan senyuman, agaknya diapun dibuat tidak habis mengerti oleh sikap Oh Tin san yang sebentar gusar sebentar tertawa senang itu.

Manusia cacad telinga Oh Tin san men-do-rong tubuh Lan See giok ke depan nyonya tua itu, kemudian tanyanya dengan bangga:

"Ci hoa, coba lihat siapakah dia?"

Sambil berkata ia tertawa licik dan memu-tar biji matanya berulang kali, jelas ia sedang memberi tanda kepada nyonya tua tersebut:

"Say nyoo-hui" atau Tandingan - nyoo-hui Ki Ci hoa adalah seorang perempuan yang sudah berpengalaman luas di dalam dunia persilatan, ia pandai sekali melihat gelagat dan menilai perasaan hati orang, begitu me-nyaksikan sorot mata Oh Tin san, dengan kening berkerut dia pun mengamati Lan See giok dari atas hingga ke bawah.

Namun dia tak berani berbicara lebih lan-jut karena tidak memahami maksud tujuan suaminya, maka dengan nada tidak pasti katanya:

"Ehmmm---rasanya sih seperti pernah di kenal..."

Sejak memandang wajah nyonya tua pe-solek ini, dalam hati kecil Lan See giok sudah tumbuh perasaan muak dan bencinya, seka-lipun demikian dia toh memandang juga ke arah perempuan tersebut sambil berlagak seakan akan tidak mengerti.

Oh Tin san segera tertawa terkekeh-kekeh buru-buru serunya:

"Bocah ini adalah satu-satunya kongcu keturunan adik Khong-tay, coba lihat, sepu-luh tahun tak bersua, bocah ini sudah tum-buh menjadi begitu gagah dan tampan, makin dewasa pasti makin perkasa keadaannya---"

Nyobnya tua itu berjkerut kening kegmudian berlagakb seakan akan baru memahami, ia berseru tertahan dan segera serunya sambil tertawa:

"Yaa, betul, memang agak mirip adik Khong-tay---"

Ucapan tersebut kembali membuat Oh Tin san menjadi gugup, sebab raut wajah Lan See giok lebih mirip ibunya dari pada ayah-nya, maka cepat-cepat katanya lagi:

"Jelek amat ketajaman matamu, bocah ini lebih mirip dengan istri adik Khong-tay!"

Sekali lagi nyonya tua itu memandang wa-jah Lan See giok sambil manggut-manggut memuji, kemudian setelah mendorong Oh Li cu, dia menghampiri pemuda itu sambil tegurnya ramah:

"Nak, siapa namamu?"

"Dia bernama, Lan See giok!" Oh Tin san menerangkan, sedang kepada sang bocah, katanya pula:

"Dia adalah bibimu Ki Ci hoa, orang me-nyebutnya sebagai Tandingan Nyoo-hui, dulu dia termasuk seorang perempuan cantik yang termasyhur namanya "

Lalu sambil tertawa terbahak bahak, ia menepuk bahu Lan See giok sembari berseru lagi:

""Ayo cepat memanggil bibi!""

Sambil menahan kobaran hawa amarahnya Lan See giok memanggil dengan hormat:

"Bibi . . . . !""

Ki Ci hoa nampak semakin gembira lagi setelah mendengar panggilan itu, ia tertawa terkekeh tiada hentinya dengan mata sete-ngah terpejam.

Oh Tin-san sendiripun tertawa terbahak bahak, kepada kawanan dayang di sisi rua-ngan serunya kemudian:

"Cepat siapkan arak, mungkin sau poocu sudah lapar sedari tadi, malam ini aku akan minum arak sampai mabuk!"

Orang menjadi sibuk untuk menyiapkan segala hidangan dan meja perjamuan.

Kemudian dengan senyum dikulum, Ki Ci hoa menggandeng putrinya di tangan kiri, menarik Lan See-giok di tangan kanan ber-sama sama menuju ke luar ruangan.

Oh Tin san sengaja berjalan dib paling be-lakajng, menggunakang kesempatan terbsebut dia menarik seorang dayang dan membisik-kan sesuatu ke sisi telinganya. lalu dengan cepat dia menyusul kembali istrinya bertiga.

Setelah mendengar bisikan Oh Tin-san, dayang itu nampak agak gugup dan buru-buru lari pergi dari situ.

Setelah masing-masing mengambil tempat duduk, Ki Ci hoa masih saja menggenggam tangan Lan See giok dengan hangat, kemu-dian menanyakan usianya, ilmu silat, ilmu sastra dan lain-lain dengan penuh perhatian.

Oh Li cu berdiri di belakang ibunya dengan senyuman dikulum, matanya yang jeli meng-amati terus wajah Lan See giok yang tampan tanpa berkedip, rupanya ia benar-benar su-dah terpukau dibuatnya.

Oh Tin san duduk di bangku lain sambil mengawasi istrinya berusaha mengorek kete-rangan dari mulut pemuda itu dengan tak-tiknya, sedang otaknya berputar terus ber-usaha mencari akal bagaimana caranya menghadapi Lan See giok sehingga kotak kecil yang diincar bisa diperoleh kembali dan bagaimana pula caranya untuk menghindari perjumpaannya dengan Huan kang ciong liong serta kakek berjubah kuning.

Tak selang berapa saat kemudian hidangan sudah disiapkan, maka perjamuanpun segera dilangsungkan.

Sepanjang perjamuan dilangsungkan, Oh Tin san selalu merasa kuatir tentang keadaan Lan See giok setelah diajak menuju ke dusun nelayan tadi, dia ingin tahu apa saja yang telah dikatakan kakek tersebut kepada bocah itu, karena hal ini penting baginya di dalam usahanya untuk menguasai Lan See giok di kemudian hari..

Maka setelah menghabiskan tiga cawan arak, dengan suara yang lembut dan ramah tapi penuh nada perhatian Oh Tin san ber-tanya:

"Giok ji, mengapa sih kakek berjubah kuning itu menangkapmu den membawanya ke dalam dusun?"

Lan See giok memang sudah menduga Oh Tin san akan mengajukan pertanyaan terse-but, maka tak heran kalaur dia sudah mem-zpersiapkan jawawbannya sedari tradi.

Dengan kening berkerut ujarnya kemudian:

"Kakek berjubah kuning itu benar-benar tak tahu aturan, begitu berjumpa denganku, dia lantas, menegur mengapa kemarin aku menghajar muridnya Thi Gou..."

Oh Tin san memang pernah melihat dari balik hutan muncul seorang bocah perem-puan berbaju merah serta seorang bocah le-laki berkulit hitam berbaju hitam, dia tahu Thi Gou yang dimaksudkan Lan See giok tentulah si bocah lelaki tersebut.

Terdengar Lan See giok berkata lebih jauh:

"...aku tahu empek sedang menungguku di luar dusun oleh sebab itu tanpa sungkan-sungkan kusahut kepadanya: "Tidak tahu," siapa sangka dia lantas membentak dan menotok jalan darahku."

Walaupun si Manusia cacad telinga Oh Tin san dapat merasa kalau di balik masalah tersebut mustahil duduknya persoalan begitu sederhana, namun berhubung apa yang diu-capkan Lan See giok pada dasarnya memang sama seperti apa yang dilihatnya, terpaksa dia manggut-manggut sambil bertanya lebih jauh:

"Bagaimana selanjutnya?"

Secara ringkas Lan See giok mengisahkan kembali keadaannya setelah masuk ke dalam dusun nelayan tersebut dan akhirnya dia menyinggung juga tentang tidak ditemukan nya si manusia cacad telinga di tanggul tela-ga.

Dalam hal ini, dengan nada tak senang hati dia menegur.

"Bukankah empek sendiri bilang sebelum bertemu tak akan bubar, namun ketika aku sampai di tepi telaga, tidak kujumpai dirimu berada di sekitar sana"

Agak memerah paras muka Oh Tin san lantaran jengah, dia tertawa kering dan nam-paknya merasa puas dengan penuturan dari Lan See giok tersebut.

Berdasarkan kisah yang amat singkat itu diapun dapat menyimpulkan bahwa kakek berjubah kuning itu tak nanti telah menyam-paikan sesuatu kepada Lan See giok.

Di samping itu, dari kegelapan ia pun da-pat melihat betapa gugup dan gelisahnya Lan See giok ketika mencari jejaknya, hal tersebut membuat manusia licik ini menaruh percaya seratus persen.

Maka setelah tertawa kering katanya:

"Dari kejauhan sebetulnya empek melihat kedatanganmu, cuma berhubung aku kuatir kakek berjubah kuning itu datang menyusul, maka . . ."

(Bersambung ke Bagian 08)





DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar